bab i pendahuluan 1.1. latar belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/t1_162010007_bab...

13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat Indonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala mikro, kecil dan menengah yang sering disingkat dengan UMKM. UMKM mampu bertahan dan semakin berkembang hingga saat ini. Keberadaan UMKM kini banyak diminati oleh sebagian besar wirausaha di Indonesia. Meskipun terdapat usaha dengan skala besar, namun jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah UMKM yang ada. “Jumlah UMKM hingga tahun 2013 mencapai 56.534.592 unit yang merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional dan jumlah usaha dengan skala besar hingga tahun 2013 yaitu 4.968 unit usaha” 1 . Usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah ini mencakup berbagai sektor usaha, baik sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, serta jasa, sehingga kemajuan UMKM memberikan kontribusi pada pertumbuhan masing- masing sektor. Usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah ini berdiri baik secara kelompok maupun individu. Perkembangan UMKM yang ditandai dengan makin banyaknya jumlah unit UMKM menunjukkan adanya peningkatan lapangan kerja. Bertambahnya lapangan kerja merupakan salah satu cara yang 1 Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia, http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=335:data-usaha- mikro-kecil-menengah-umkm-dan-usaha-besar-ub-tahun-2012-2013&Itemid=93, diunggah pada tanggal 1 Februari 2014.

Upload: trandang

Post on 25-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar

perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat

Indonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

mikro, kecil dan menengah yang sering disingkat dengan UMKM. UMKM

mampu bertahan dan semakin berkembang hingga saat ini. Keberadaan UMKM

kini banyak diminati oleh sebagian besar wirausaha di Indonesia. Meskipun

terdapat usaha dengan skala besar, namun jumlahnya tidak sebanding dengan

jumlah UMKM yang ada. “Jumlah UMKM hingga tahun 2013 mencapai

56.534.592 unit yang merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional dan

jumlah usaha dengan skala besar hingga tahun 2013 yaitu 4.968 unit usaha”1.

Usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah ini mencakup berbagai

sektor usaha, baik sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, serta jasa,

sehingga kemajuan UMKM memberikan kontribusi pada pertumbuhan masing-

masing sektor. Usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah ini berdiri baik

secara kelompok maupun individu. Perkembangan UMKM yang ditandai dengan

makin banyaknya jumlah unit UMKM menunjukkan adanya peningkatan

lapangan kerja. Bertambahnya lapangan kerja merupakan salah satu cara yang

1Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia,

http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=335:data-usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-usaha-besar-ub-tahun-2012-2013&Itemid=93, diunggah pada tanggal 1 Februari 2014.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

2

mendukung penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat menekan naiknya angka

pengangguran yang relatif tinggi.

“Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UMKM hingga tahun 2012 mencapai 101.722.458 orang yang merupakan jumlah dari penyerapan tenaga kerja usaha mikro sebanyak 94.957.797 orang, usaha kecil sebanyak 3.919.992 orang, dan usaha menengah 2.844.669 orang. Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UMKM hingga tahun 2013 mencapai 107.657.509 orang yang merupakan jumlah dari penyerapan tenaga kerja usaha mikro sebanyak 99.859.517 orang, usaha kecil sebanyak 4.535.970 orang, dan usaha menengah 3.262.023 orang. Sedangkan penyerapan tenaga kerja pada usaha besar hingga tahun 2012 sebanyak 2.891.224 orang dan tahun 2013 mencapai 3.150.645 orang”2.

Penyerapan tenaga kerja ini mengalami perkembangan secara menyeluruh

dari tahun 2012 hingga 2013 mencapai 5,92 persen. UMKM menyerap tenaga

kerja 97,2 persen dan sisanya diserap oleh usaha besar. Usaha mikro merupakan

usaha yang menyerap jumlah tenaga kerja terbanyak pada tahun 2012 hingga

tahun 2013 dan meningkat sebesar 5,16 persen. Penyerapan tenaga kerja terbesar

kedua yaitu usaha kecil yang mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga

2013 sebesar 15,71 persen. Tahun 2012 jumlah penyerapan jumlah tenaga kerja

pada usaha besar lebih besar dari pada usaha menengah, namun pada tahun 2013

usaha menengah lebih unggul dari pada usaha besar sebesar 1,74 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa usaha dengan skala mikro, kecil dan menengah semakin

berkembang.

Penyerapan tenaga kerja bukan satu-satunya dampak dari perkembangan

UMKM. UMKM juga berkontribusi secara signifikan terhadap Produk Domestik

2Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia, ibid, diunggah pada tanggal 1 Februari 2014.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

3

Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). “PDB Indonesia tahun 2013

tumbuh sebesar 5,78 persen dibandingkan dngan tahun 2012”3. Peningkatan PDB

di Indonesia pada tahun 2013, 59,08% dari PDB tersebut merupakan kontribusi

dari UMKM.

“Dari total PDB tahun 2013 atas harga berlaku mencapai Rp9.084,0 triliun, sedangkan atas harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.770,3 triliun. PDB ini sebanyak 59,08% berasal dari UMKM (Usaha Mikro: 35,81%, Usaha Kecil: 9,68%, Usaha Menengah: 13,59%), sedangkan dari Usaha Besar adalah 40,92%”4.

Salah satu daerah di Indonesia yang mengalami kemajuan di bidang

UMKM yaitu Salatiga. Berdasarkan data UMKM binaan tri wulan IV tahun 2013

yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM kota

Salatiga, jumlah UMKM yang terdaftar mencapai 1.008 unit dengan jenis usaha

peternakan, pertanian, industri pengolahan, perdagangan, hotel, restoran,

bangunan, pertambangan dan galian, komunikasi, gas, air bersih, dan jasa-jasa

lain. UMKM Salatiga juga ikut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja,

sehingga dapat menekan naiknya angka pengangguran di Indonesia pada

umumnya dan wilayah salatiga pada khususnya.

“Penyerapan jumlah tenaga kerja pada UMKM Salatiga pada tahun 2013 mencapai 4.063 orang yang merupakan jumlah dari penyerapan tenag kerja usaha mikro sebanyak 3.129 orang, usaha kecil 928 orang, usaha menengah sebanyak 6 orang”5.

3Indonesia, Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05feb14.pdf,

diunggah pada tanggal 18 Maret 2014. 4Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia,

http://www.depkop.go.id/phocadownload/Rakornas_2013/komisi%20vi%20dpr-ri.pdf, diunggah pada tanggal 18 Maret 2014.

5Salatiga, Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Maret 2014, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM kota Salatiga, Salatiga, tabel . 7B.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

4

Disamping itu, UMKM Salatiga juga berkontribusi terhadap pembentukan

PDB/GDP. “Saat ini perekonomian nasional masih bertumpu pada wilayah Jawa

yaitu 57,6% terhadap GDP”6. PDB/GDB yang dikontribusikan ke Indonesia dari

wilayah Jawa, ada 16,09% berasal dari Salatiga. “PDRB Salatiga atas dasar

harga berlaku hingga tahun 2013 yaitu Rp 2.239.538,12 milyar atau 10,36%

dan PDRB Salatiga atas dasar harga konstan 2000 yaitu Rp 1.016.053,15 milyar

atau 5,73%”7. Perkembangan dan kontribusi yang diberikan oleh UMKM ini

mendorong adanya upaya pemberdayaan UMKM dalam mengembangkan

usahanya. Proses pemberdayaan UMKM akan membutuhkan modal baik berupa

dana maupun sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk usaha tersebut.

Jika ada kebutuhan dana bagi keberlangsungan UMKM, maka UMKM

dapat menyiasatinya dengan membentuk dan menjadi anggota Koperasi Simpan

Pinjam (kospin) untuk mengurangi atau menghilangkan penghambat kemajuan

UMKM. Koperasi simpan pinjam adalah “menerima simpanan dan memberi

pinjaman modal kepada para anggota yang memerlukan modal dengan syarat-

syarat yang mudah dan bunga yang ringan”8. Keberadaan kospin dapat

membantu terpenuhinya kebutuhannya berupa dana. “Anggota koperasi

mendirikan koperasi karena adanya dorongan untuk menyatukan kepentingannya,

yaitu menyatukan usahanya agar dapat memperoleh manfaat lebih baik”9.

6Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia,

op.cit. diunggah tanggal 18 Maret 2014. 7Badan Pusat Statistik Kota Salatiga, 2013, Salatiga dalam Angka 2013, Putra Kaya,

Salatiga, hal. 261-262, http://salatigakota.bps.go.id/?hal=publikasi_detil&id=14, diunggah pada 19 Maret 2014.

8Entri Sulistari, 2003, Ekonomi Koperasi, Widya Sari Press, Salatiga, hal.108. 9Entri Sulistari, 2003, ibid, hal 27.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

5

Kospin mempunyai usaha menghimpun dana dari masyarakat atau

anggotanya dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat atau

anggotanya dalam bentuk kredit atau simpan pinjam khususnya bagi kegiatan

produktif. Kredit yang diberikan oleh kospin kepada para pelaku UMKM akan

mewujudkan pengembangan UMKM khsususnya pelaku UMKM di Salatiga,

sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Kospin merupakan salah satu bentuk Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) yang berdasarkan bentuk dikelompokkan kedalam

institusi semi formal.

“LKM semi-formal adalah lembaga-lembaga keuangan resmi yang biasanya mendapat izin dan pengawasan dari instansi-instansi pemerintah lain, tetapi tidak terikat oleh undang-undang umum yang serupa dengan lembaga formal, yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan”10.

Berdasarkan data koperasi kota Salatiga pada Maret 2013 yang diperoleh

dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM kota Salatiga,

jumlah kospin di kota Salatiga yaitu 25 koperasi. Jumlah kospin dan LKM-LKM

lainnya yang relatif banyak serta menawarkan jasa sejenis, menyebabkan adanya

persaingan antar LKM khususnya kospin untuk memenangkan persaingan dalam

mendapatkan anggota sekaligus nasabah. Masyarakat berminat untuk menjadi

anggota jika koperasi tersebut memberikan kualitas pelayanan yang baik.

“Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”11.

10Lincolin Arsyad, , 2008, Lembaga Keuangan Mikro, Andi Offset, Yogyakarta, hal. 89. 11Goetsh dan Davis dalam Fandy Thiptono, 1996, Manajemen Jasa, Andi Offset,

Yogyakarta, hal. 51.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

6

Kualitas pelayanan yang baik berhubungan oleh banyak faktor, salah satu

diantaranya adalah kepuasan anggota. Kualitas pelayanan yang brorientasi pada

anggota merupakan syarat utama untuk menunjang keberhasilan suatu KSP.

Keberhasilan dan ketahanan kospin yang bergerak di bidang jasa banyak

tergantung pada tingkat kepuasan yang diterima anggotanya dalam proses

pemberian kredit. “Dalam implementasi pelayanan prima ini akan berhasil jika

didukung oleh kesadaran dan budaya dari Pengurus, Pengelola dan Koperasi

yang berfokus kepada nasabah sebagai pelanggan jasa simpan pinjam”12.

Pelayanan yang baik dalam pemberian kredit akan membuat anggota

merasa puas, sehingga akan berpengaruh kepada besar kecilnya permintaan kredit

di koperasi tersebut. Permintaan kredit tersebut dapat berupa permintaan dalam

nominal yang besar maupun bertambahnya jumlah anggota. Proses dalam

pemberian kredit sering menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada masing-

masing orang. “Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

lingkungan mereka”13.

Kepuasan anggota yang dapat dicapai dalam pelayanan dapat menciptakan

loyalitas atau kesetiaan anggota dan akhirnya menguntungkan bagi kospin

tersebut. “Konsumen yang loyal merupakan aset yang tidak ternilai bagi

perusahaan selain mendatangkan keuntungan dan biaya komunikasi dari mulut ke

mulut yang positif juga dapat memperluas pangsa pasar serta menekan biaya

12Tatik Suryani, Sri Lestari, Wiwik Lestari, 2008, Manajemen Koperasi: Teknik

Penyusunan laporan Keuangan, Pelayanan Prima dan Pengelolaan SDM, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 13.

13 Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi, diunggah pada 28 Januari 2013.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

7

pemasaran”14. Jika anggota mendapatkan tingkat kepuasan yang tinggi maka

anggota tetap menggunakan jasa kredit di koperasi tersebut. Koperasi harus

berusaha mewujudkan kepuasaan anggotanya, sebab jika kepuasan tidak dicapai

maka anggota akan meninggalkan koperasi tersebut. Permasalahan yang

menyebabkan anggota meninggalkan koperasi yaitu “pelayanan yang tidak

memuaskan, poduk yang tidak baik, ingkar janji dan tidak tepat waktu serta biaya

yang relatif mahal”15. Hal ini akan berakibat pada menurunnya laba dan bahkan

bisa menyebabkan kerugian.

1.2. Permasalahan Penelitian

Koperasi Simpan Pinjam (kospin) merupakan usaha yang bergerak di

bidang jasa simpan pinjam non perbankan yang aktif dalam memberikan bantuan

kredit kepada masyarakat. Masyarakat yang telah bergabung menjadi anggota

pada kospin tertentu akan melakukan penilaian pada pelayanan yang diberikan,

baik secara lansung maupun tidak langsung. Salah satu kospin di Salatiga yaitu

Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Kospin ini menawarkan jasa

simpan/menabung dan pinjam/kredit kepada pelaku UMKM di kota Salatiga dan

Kabupaten Semarang yang telah menjadi anggota di kospin tersebut.

Kospin ini dalam kegiatan operasionalnya selalu berusaha melakukan

peningkatan mutu pelayanan sehingga dapat memenuhi harapan anggota akan

pelayanan yang berkualitas. Peningkatan mutu pelayanan dilakukan dengan

melayani anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga dengan

14Philip Kotler dalam Agus Tri Hasto, 2009, “Hubungan Kualitas Layanan dengan Loyalitas Konsumen”, Skripsi Sarjana, Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, hal. 3.

15Kasmir, 2004, Etika Customer Service, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 63.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

8

baik, mendengarkan keluhan anggota, memenuhi kebutuhan dan keinginan

anggota dalam proses penyaluran kredit dan pembayaran angsuran kredit. Tujuan

dari peningkatan mutu tersebut yaitu untuk memenuhi harapan-harapan anggota

agar anggota merasa puas. Jika anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun

Santoso Salatiga merasa puas, maka akan tercipta sikap loyal pada anggota.

Sikap loyal dari anggota dapat diketahui dari sikap, pengaduan maupun

dampak yang akan dialami oleh koperasi. Loyalitas dapat dikategorikan menjadi

tiga kategori pendekatan, yaitu:

“Pendekatan perilaku memfokuskan pada perilaku purnapembelian dan mengukur loyalitas berdasarkan tingkat pembelian, frekuensi, dan kemungkinan melakukan kembali pembelian. Pendekatan sikap menyimpulkan loyalitas pelanggan dari aspek keterlibatan psikologis, favoritisme, dan senses of goodwill pada jasa tertentu. Sementara itu, dan pendekatan terintegrasi mengombinasikan sikap senang pelanggan (customer’s favorable attitude) dan perilaku pembelian ulang”16.

Di samping itu, sikap loyal akan menciptakan promosi positif untuk kospin

secara gratis. “Anda mendapatkan efek promosi gratis dari nasabah Anda yang

puas yang jauh lebih eketif dibandingkan dengan promosi yang dilakukan oleh

pengurus, pengelola dan pegawai KSP Anda”17.

Berdasarkan kategori loyalitas, loyalitas anggota akibat kualitas pelayanan

dapat disimpulkan dalam beberapa indikator. Indikator ini menjadi dasar yang

menunjukkan anggota bersikap loyal pada sebuah kospin, yaitu:

1. Kesediaan untuk tetap menggunakan jasa;

16 Rambat Lupiyoadi, 2013, Manajemen Pemasaran Jasa, Salemba Empat, Jakarta, hal.

231-232. 17Tatik Suryani, Sri Lestari, Wiwik Lestari, op.cit. hal 12.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

9

2. Pilihan pertama dalam mengambil pinjaman; dan

3. Menyebar informasi positif ke pihak lain.

Sikap loyalitas yang melekat pada anggota merupakan dampak dari

pelayanan pengurus yang berkualitas. Kualitas pelayanan pengurus yang baik

menjadi cara yang efektif untuk mempertahankan anggotanya. Jika kualitas

pelayan pengurus yang diterima baik, maka tingkat kepuasaan yang diharapkan

oleh anggota akan tercapai. Ada lima dimensi dalam analisis kualitas pelayanan

dalam pencapaian kepuasan anggota, sehingga anggota dapat bersikap loyal.

Dimensi kualitas pelayanan tersebut yaitu “tangibles, reliability, responsiveness,

assurance, empathy”18.

Penulis melakukan analisis dan pengamatan pada anggota dan aktivitas

anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Berdasarkan hasil

analisis dan pengamatan pendahuluan yang dilakukan penulis, ditemukan

beberapa gejala problematis dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Ibu KJ merupakan anggota di Kospin Hikmah. Ibu KJ pada Juni 2013 tidak

lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso

Salatiga dan mengajukan permohonan kredit dan mendapatkan kredit dari

LKM swasta di wilayah Salatiga, dengan tingkat bunga yang lebih tinggi.

2. Bapak SA merupakan anggota di Kospin Hikmah. Bapak SA pada Agustus

2013 tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah setelah melunasi kredit

yang diajukan pada April 2013, disamping itu Bapak SA mengajukan

permohonan dan mendapatkan dana kredit dari kospin lain di wilayah

18Valarie A. Zeithaml, A. Parasuraman, Leonard L. Berry, 2003, Service Marketing

(Integrating Customer Focus Across The Firm), McGraw-Hill/Irwin, New York, hal. 53.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

10

Kabupaten Semarang dengan tingkat bunga yang sama dengan Kospin

Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.

3. Bapak TTS merupakan anggota di Kospin Hikmah. Bapak TTS pada

November 2013 mengajukan kredit ke LKM milik Pemerintah yang bunga

kreditnya lebih tinggi dari bunga kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun

Santoso Salatiga, setelah melunasi kredit yang diajukan pada Juli 2013.

4. Berdasarkan pengamatan di Kospin Hikmah, ditemukan ada beberapa

anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga menceritakan

pelayanan pengurus yang kurang memuaskan di Kospin Hikmah Paguyuban

Rukun Santoso Salatiga kepada orang lain saat hendak melakukan

pembayaran angsuran kredit pada 15 Februari 2014.

5. Dimensi tangible, lima anggota Kospin Hikmah mengatakan bahwa ruang

pelayanan di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga kurang

nyaman karena harus menunggu dilayani hingga di luar ruangan.

6. Dimensi reliability, pada September 2013 terjadi kesalahan pencatatan

keuangan pada buku pembantu piutang yaitu pembayaran angsuran kredit

yang dilakukan oleh Ibu KJ, tetapi pencatatan dilakukan pengurangan pada

piutang Ibu KN. Terjadi kesalahan pencatatan pada Januari 2014, pengurus

salah mencatat jumlah angsuran pada kartu utang anggota.

7. Dimensi responsiveness, tiga anggota menemui ada pengurus yang tidak

cepat untuk menanggapi anggota yang memerlukan informasi tentang kredit.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

11

8. Dimensi assurance, terdapat dua anggota yang mengatakan bahwa pengurus

mau melayani anggota setelah anggota memintanya, tidak secara langsung

tanggap kepada anggota yang membutuhkan bantuan.

9. Dimensi empathy, dua anggota Kospin Hikmah mengeluhkan bahwa mereka

tidak menerima penjelasan atau informasi yang mereka butuhkan secara

lengkap dari pengurus Kospin Hikmah. Disamping itu, ada empat anggota

yang mengalami pemberian jumlah kredit lebih kecil dari pada jumlah kredit

yang diajukan.

10. Ibu KJ tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun

Santoso Salatiga dan beralih ke LKM swasta karena Ibu KJ kecewa terhadap

pengurus Kospin Hikmah yang salah dalam melakukan pencatatan serta

mengalami pemberian jumlah kredit yang lebih kecil dari jumlah kredit pada

yang diajukan.

11. Bapak SA tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun

Santoso Salatiga dan beralih ke kospin lain karena pengurus Kospin Hikmah

tidak cepat dalam melayani anggotanya.

12. Bapak TTS tidak lagi mengajukan kredit di Kospin Hikmah Paguyuban

Rukun Santoso Salatiga dan beralih ke LKM milik pemerintah karena

pengurus Kospin Hikmah tidak memberikan informasi yang lengkap tentang

kredit di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.

Berdasarkan analisis dan gejala problematis, penelitian ini hendak

menjawab beberapa pertanyaan, diantaranya:

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

12

1. Seberapa jauh tingkat loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun

Santoso Salatiga?

2. Seberapa jauh tingkat kualitas pelayanan pengurus di Kospin Hikmah

Paguyuban Rukun Santoso Salatiga?

3. Seberapa jauh hubungan antara kualitas pelayanan koperasi dengan loyalitas

anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun

Santoso Salatiga.

2. Mengetahui tingkat kualitas pelayanan pengurus di Kospin Hikmah Paguyuban

Rukun Santoso Salatiga.

3. Mengetahui hubungan antara kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas

anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.

1.4. Signifikansi Penelitian

1.4.1. Signifikansi Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat mendukung pendapat dari Lupiyoadi yang

menyatakan bahwa:

“...meningkatkan kualitas atribut produk dan pelayanan maka kepuasan pelanggan juga akan meningkat. Meningkatnya kepuasan pelanggan ini diharapkan dapat meningkatkan upaya mempertahankan pelanggan (customer retention) yang pada akhirnya akan menghasilkan profit yang lebih besar”19.

19Rambat Lupiyoadi, op.cit. hal. 229.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5576/2/T1_162010007_BAB I.pdfIndonesia dalam mendirikan dan mengelola usaha mayoritas berada pada skala

13

1.4.2. Signifikansi Praktis

1. Bagi Dunia Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

bentuk penelitian kuantitatif serta pengembangan ilmu tentang hubungan antara

kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas anggota.

2. Bagi Koperasi

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh Kospin Hikmah Paguyuban

Rukun Santoso Salatiga sebagai bahan dalam menerapkan strategi kospin yang

berkaitan dengan pelayanan guna menciptakan sikap loyal pada anggota.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi penulis dibidang kualitas

pelayanan koperasi dan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun

Santoso Salatiga.

1.5. Keterbatasan

Mengingat akan keterbatasan kemampuan, jangkauan penulis dalam

meneliti, perolehan ijin meneliti, dan waktu maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini yaitu hanya dilakukan di Kospin Hikmah

Paguyuban Rukun Santoso Salatiga.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini hanya pada hubungan kualitas pelayanan pengurus

dengan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso

Salatiga.