bab i pendahuluan 1.1. latar belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8896/2/t2_752012019_bab...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada jaman dulu perempuan Jawa terikat serta terkekang kebebasannya oleh budaya
patriarki yang melekat dalam masyarakat tradisional. Patriarki secara harafiah berarti
kekuasaan berada di tangan bapak (laki-laki)/ patriack.1 Perempuan Jawa dianggap lebih
rendah daripada laki-laki, tidak cocok memiliki kedudukan dan peran yang setara dengan
laki-laki. Sementara laki-laki dididik untuk harus menjadi pemimpin, menguasai
perempuan dan penentu masa depan. Perempuan Jawa hanya memiliki sedikit pengaruh
dalam masyarakat atau bisa dikatakan tidak memiliki hal pada wilayah-wilayah dalam
masyarakat. Mereka secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi tergantung pada laki-laki,
khususnya dalam institusi pernikahan. Sehingga dalam keluarga maupun masyarakat
perempuan diletakkan pada posisi subordinat.
Perempuan sebagai ibu rumah tangga yaitu perempuan yang hanya bekerja di rumah
saja sebagai ibu dan istri yang setia.2 Kehidupan perempuan (istri) jaman dulu seolah-
olah hanya dibatasi dan ditempatkan dalam posisi pasif seperti di dapur (memasak),
sumur (mencuci), dan kasur (melayani kebutuhan biologis suami).3 Kemudian dipetakan
lagi dalam rangkaian tugas masak (menyiapkan makanan bagi keluarga), macak (berhias
untuk menyenangkan suami), dan manak (mengandung dan melahirkan anak). Oleh karena
itu perempuan (istri) disebut dengan kanca wingking, yakni anggota keluarga yang “hanya”
1 Asnath Niwa Natar, Ketika Perempuan Berteologi : Berteologi Feminis Kontekstual, (Yogyakarta : Taman
Pustaka Pintar, 2012). Hlm, 25 2 http://www.google.co.id/search ?hl=i&Pengertian Peran Ganda menurut Kartini.html.Diakses 2 Februari
2014. Pkl 15.23. 3Pujiwulansari., 2011., Peran Ganda Perempuan (http:// Peran Ganda Perempuan.htm). Diakses Pada tanggal
20 Agustus 2013, pkl 13.00.
2
mengurusi urusan belakang dan tidak boleh tampil di depan.4 Selain itu ada gambaran
ideal perempuan (istri) yaitu harus mempunyai sifat gemi (rajin), ati-ati (hati-hati), nastiti
(hemat dan pandai menyimpan barang-barang) sebagai bentuk bakti kepada suami.5 Jika ada
perempuan (istri) yang berpendidikan tinggi ataupun berkarir, maka mereka dianggap telah
melanggar tradisi dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Dalam masyarakat Jawa, cerminan kepribadian perempuan akan terlihat dalam sistem
sosialnya, yakni berusaha menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan yang berlaku supaya
dapat memenuhi harapan lingkungan masyarakatnya. Meskipun tindakan-tindakanya itu
tidak berjalan dan sesuai dengan keinginannya, melalui proses sosialisasi dan inkulturasi.
Sosialisasi yang didapatkan adalah bahwa perempuan (istri) harus manis, diam, menurut,
menerima, mendengarkan dan selalu mendukung. Sebaliknya, perempuan (istri) dilarang
interupsidan bertindak kompetitif.6 Pada umumnya masyarakat Jawa masih menilai tinggi
bahwa, setelah menikah sebaiknya perempuan (istri) tinggal di rumah mengurus rumah
tangga dan mendidik anak.7 Seorang laki-laki (suami) tidak pantas menyibukkan diri
dengan seluk beluk rumah tangganya.8
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa perempuan secara fisik itu lemah,
lebih emosional, tidak dapat berfikir secara rasional. Berbeda dengan laki-laki yang secara
fisik kuat, macho, tegas, mampu berfikir secara rasional dan lain sebagainya. Atas dasar
inilah,maka masyarakat mengaturnya sedemikian rupa perempuan (istri) diberi peran yang
cocok baginya yaitu diurusan domestik, demikian dengan laki-laki (suami) di urusan publik.
Pada akhirnya, perempuan (istri) kurang mendapat kesempatan untuk aktualisasi diri,
sehingga telah tertinggal jauh dari laki-laki (suami). Ketertinggalan perempuan (istri) dari
4 Budi Munawar-Rachman, Rekontruksi Fiqh Perempuan dalam Peradaban Masyarakat Modern, (Yogyakarta :
Ababil, 1996). Hlm, 47-48. 5 Sri Suhadjati Sukri, Perempuan Seksualitas dalam Tradisi Jawa (Yogyakarta : Gama Media, 2001). Hlm, 85.
6 Nasarudin Umar, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, cet. I (Yogyakarta : Gama Media, 2002). Hlm, 18
7 Proyek penelitian (Javanologi), Wanita Jawa dan kemajuan Jaman, peny. Gandarsih M.R. Santoso
(Yogyakarta : Taman Pustaka Pintar, 1985). Hlm, 5 8 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, cet. II (Jakarta : Balai Pustaka, 1994). Hlm, 264.
3
laki-laki (suami) ini disebabkan oleh sistem sosial budaya yang lebih memihak kaum laki-
laki.
Secara fisik perempuan memang berbeda dengan laki-laki. Perbedaan tersebut
membuat perempuan itu unik, apalagi jika dikaitkan dengan kodrat alamiahnya sebagai
perempuan yaitu menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Mengingat di masa lalu,
pengertian perempuan atau wanita, berasal dari kata gabungan dua bahasa jawa (kerata
basa) wani (berani) dan tata (teratur).9 Secara “gathukologis” (menyamakan) kata ini
mengandung dua konotasi wani ditata (berani diatur) dan wani nata (berani mengatur).10
Dalam konotasinya wani ditata berarti perempuan tidak sepenuhnya memiliki dirinya sendiri,
karena ia diatur. Pengertian ini telah mencirikan adanya tuntutan kepasifan pada perempuan,
sehingga lebih banyak perempuan yang terkungkung dalam peran domestik. Pengertian
perempuan di atas, menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran dan tangung jawab atas
keberlangsungan hidup tiap anggota keluarga. Seiring dengan perkembangan jaman, kata
wanita telah terganti dengan kata perempuan. Kata perempuan ini lebih banyak di pakai
dan juga lebih positif dari kata wanita. Istilah perempuan berakar erat dari kata empuan,
menjadi puan yang artinya sapaan hormat bagi seorang perempuan.11
Penghormatan terhadap
perempuan inilah, sehingga perempuan telah mengalami banyak perubahan dalam hal
kedudukan dan perannya di masyarakat.
Jika melihat realitas sosial saat ini, sangat jelas menunjukkan bahwa perempuan
(istri) sudah hampir mendapat kesempatan dan mencapai banyak kemajuan dalam
memperoleh pendidikan dan mendapatkan pekerjaan. Perempuan (istri) kini telah mengejar
ketertinggalan mereka dari laki-laki (suami), serta makin luas dan banyaklah peran yang
9http://dragus.cd/2009/03/05/gathukoogy-ilmubaru/. Diakses pada tanggal 09 Juni 2014, pkl 09.06.
10 Anang Prasongko., 2012., (http://m.kompasiana.com/post/read/465060/3/wanita-itu-wani-di-tata.html).
Diakses pada tanggal 09 Juni 2014, pkl 19.45. 11
D. Jupriono., (http://Pengertian perempuan /Betina, Wanita, Perempuan Telaah Sematik Leksibel, Sematik
Historis, Pragmatik.htm). Diakses pada tanggal 5 Agustus 2013, pkl 14.00.
4
telah di sandang yang dulunya hanya dimonopoli oleh kaum laki-laki (suami),12
misalnya
dalam bidang kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik dengan didukung pendidikan
yang tinggi.13
Ditinjau dari berbagai kebijakan pemerintah diantaranya Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) 1993, perempuan di Indonesia mendapat kesempatan yang sama seperti
laki-laki untuk mengenyam pendidikan dan untuk bekerja.14
Mengenai kesetaraan
pendidikan dapat dilihat juga pada UU No.7 tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan disingkat Konvensi CEDAW15
(“Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Agains Women”)16
yang
membahas penghapusan segala bentuk diskriminasi termasuk pendidikan.17
Hal ini juga
didukung pula oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan.18
Saat ini kesempatan bagi perempuan (istri) untuk bekerja di berbagai bidang
pekerjaan serta mengenyam pendidikan tinggi semakin terbuka dan semakin banyak yang
berkualitas. Ini bukan berarti perempuan (istri) ingin merebut apa yang selama ini hanya di
dominasi oleh laki-laki (suami). Perempuan (istri) hanya berusaha mensejajarkan dan
12
FDJ. Indra Kurniawan., 2011., (http://makalah-wanita-karier-dalam-pandangan.html) Diakses, pada tanggal
08 September 2013, pkl 08.00. 13
A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender, Perempuan Indonesia dalam Prespentif Agama, Budaya dan Keluarga,
(Magelang : Yayasan Indonesia Tera, 2004). Hlm, 217. 14
2012.,PengarusutamaanJenderLingkupDepartemenKehutanan,(http://www.dephut.go.id/index.php/news/detai
ls/269), Diakses pada tanggal 08 September 2013, pkl 11.00. 15
Singkatan CEDAW dipakai dalam penerbitan Unifem seperti “ In Pursuit of Justice” dan “ Do our laws
promote gender equality : A handbook for CEDAW –based legal reviews”. Istilah Konvendi CEDAW
sebenarnya dua kali kata konvensi dan dapat rancu dengan istilah Komite CEDAW, yang merumuskan
Rekomendasi Umum dan Komentar/Obsevasi Akhir yang dijelaskan lebih lanjut dalam Bab I.C.E) tentang
Dinamika Konvensi CEDAW. 16
L.M. Disiplin Hukum yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender, (Jakarta : Pustaka Obor Indonesia,
2012). Hlm, 1. 17
Makalah., Palupi Ciptoningrum., 2009.,Hubungan Peran Ganda Dengan Pengembangan Karier Wanita
(Kelurahan Menteng, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat . Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. 18
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=perempuanpunya kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam
GBHN. Diakses pada tanggal 20 September 2013, pkl 13.00.
5
mengambil perannya yang dulu masih di anggap tabu, salah satunya yaitu mengembangkan
diri menjadi perempuan karir.
Istilah karir di tafsirkan beragam oleh banyak para ahli sesuai disiplin ilmunya.
Karir adalah sebuah kata dari bahasa Belanda carier yang berarti, perkembangan dan
kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan jabatan seseorang.19
Menurut Kamus besar
Bahasa Indonesia, Karir (Belanda) yang berarti pertama, perkembangan dan kemajuan dalam
kehidupan, pekerjaan dan jabatan. Kedua, pekerjaan yang memberikan harapan untuk
maju.20
Selain itu, kata karir selalu dihubungkan dengan tingkat atau jenis pekerjaan
seseorang. Menurut Simamora karir merupakan urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan
dengan pekerjaan, perilaku-perilaku, nilai-nilai dan aspirasi seseorang dalam rentang
hidupnya.21
Sedangkan Dalis S mengartikan karir sebagai suatu proses yang sengaja
diciptakan perusahaan untuk membantu karyawan agar berpartisipasi ditempat kerja.22
Sedangkan Glueck menyatakan karir adalah urusan pengalaman yang berkaitan dengan
pekerjaan yang di alami seseorang selama masa kerjanya.23
Selanjutnya Ekaningrum
berpendapat bahwa karir digunakan untuk menjelaskan mengenai orang-orang pada masing-
masing peran atau status.24
Sedangkan istilah perempuan karir seperti yang disampaikan Munandar, adalah
perempuan yang bekerja untuk mengembangkan kemampuannya.25
Pendapat lain
menambahkan bahwa perempuan karir adalah perempuan yang mempergunakan waktunya
19
S.C. Utami Munandar, Wanita Karir tatangan dan Peluang, “Wanita dalam Masyarakat Indonesia Akses,
Pemberdayaan dan Kesempatan ” ..............................................301. 20
http://kamusbesarbahasaindonesia.org/karier/mirip.htm. Diakses Pada tanggal 5 Februari 2014, pkl 13.00. 21
Simamora Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta : STIE YKPN, 2001). Hlm, 505. 22
Dalil Soendoro, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta : Amara Book, 2002).
Hlm, 277. 23
Glueck, Greer, C.G, Strategy ang Human Resouces a General Managerial Perspective, (NJ: Prentice Hall,
Englewood Clifft, 1997). Hlm, 134. 24
(http://www.sarjanaku.com/2012/09/pengertian karir menurut para ahli dan.html?m=1).Diakses Pada tanggal
5 Februari 2014, pkl 13.00. 25
S.C Utami Munandar, Wanita Karir Tantangan dan Peluang, “Wanita dalam Mayarakat Indonesia Akses,
pemberdayaan dan Kesempatan”.....................................301.
6
untuk bekerja baik di dalam rumah maupun di luar rumah dengan tujuan untuk memperoleh
pendapatan yang akan dipergunakan bagi kebutuhan keluarga.26
Menurut Vauren
perempuan karir adalah perempuan yang digaji seseorang untuk melaksanakan tugas pada
waktu dan tempat tertentu untuk menjadi pekerja atau karyawan.27
Sedangkan menurut
Anoraga, perempuan karir adalah perempuan yang memperoleh atau mengalami
perkembangaan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lain-lain.28
Perempuan (istri) saat ini dalam realitas banyak yang mandiri, aktif, kritis, keluar dari
lingkungan domestik dan mampu memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Hal ini
terjadi pada banyak perempuan (istri) yang tinggal di daerah perkotaan.29
Telah terjadi
pergeseran nilai ketika perempuan (istri) berkarir yaitu dari yang hanya terbatas di ruang
domestik, tetapi kini meluas menjadi domestik dan juga publik. Ketika perempuan (istri)
berkarir, mereka ternyata lebih banyak didukung oleh faktor kebutuhan (ekonomi),30
yaitu
memperoleh tambahan penghasilan guna mencukupi kesejahteraan keluarga, ada juga yang
ingin aktualisasi diri,31
serta berhasil dalam karya kerja.32
Seperti yang diungkapkan
Abraham Maslow, tingkat tertinggi manusia adalah aktualisasi diri.33
Ketika perempuan (istri) mulai merangkak meraih peran di sektor publik,
ternyata peran-peran keibuan tidak bisa dilepaskan dan diganti begitu rupa. Ini sejalan
dengan pendapat Ansori, dkk bahwa kenyataan menunjukkan pada saat perempuan
26
M.W., Endar, Erni M., dan Mu’arifudin, Peranan Perempuan dalam Mencegah Bahaya Korupsi, Karya Tulis
Ilmiah Bidang Sosial. Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES, Semarang, 2008. 27
Vauren (dalam Sagita, R. (2003). Hubungan antara intelegensi dengan kemampun menghadapi stress pada
wanita karir di PEMDA Situbondo. Skripsi, Program Sarjana Psikologi. Digilib Universitas Muhammadiyah,
Malang. 28
Panji, Anoraga. Psikologi kerja, cetakan kedua, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005). Hlm, 33. 29
Einar M. Sitompul, Agama-agama & Perjuangan Hak-hak Sipil, (Jakarta : Marturia, 2005). Hlm, 160. 30
Chamsiah Djamal, Perempuan Indonesia Dulu dan Kini, (Jakarta : Gramedia pustaka Utama, 1996). Hlm,
239. 31
Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat, (Jakarta : Ghalia Indonesia,
1984). Hlm, 304. 32
Atho Mudzhar, Sajida S. Alvi dan Saparinah Sadli, Wanita dalam Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta :
Sunan Kalijaga Press, 1984). Hlm, 302. 33
S.C Utami Munandar, Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia, ..............................................37.
7
mengambil peran di sektor publik, maka tugas perempuan semakin berat sebab tugas-
tugas domestiknya ada yang tidak bisa digantikan oleh orang lain.34
Setiap peran yang ada
di dalam rumah tangga tentu saja menuntut konsekuensi dan tanggung jawab yang berbeda.
Peran ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir menuntunya untuk
menyeimbangkan pemenuhan kewajiban dan tugasnya. Peran ganda yang dilakukan
perempuan merupakan perilaku dan tindakan sosial yang diharapkan dapat menciptakan
stabilitas dan harmoni dalam keluarga.35
Pengertian peran ganda menurut Kartini adalah peranan perempuan dalam dua
bentuk, yaitu perempuan yang berperan di bidang domestik juga publik.36
Peran ganda
yang dijalani perempuan (istri) membuat beban kerja dan kebutuhan alokasi waktu baginya
bertambah akibat beban kerja yang bertambah. Ada juga faktor-faktor yang menghambat
perempuan atau ibu rumah tangga dalam menjalani karirnya yaitu: 37
Aspek pengasuhan anak,
Komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami,
Waktu untuk keluarga,
Dukungan anggota keluarga,
Tekanan karir, ketika perempuan yang bekerja dituntut untuk menunjukkan dedikasi,
keuletan, ambisius, mandiri, progresif dan bermotivasi tinggi.
Stres akibat tuntutan bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (lelah
secara psikis), tekanan yang timbul akibat peran ganda itu sendiri (kemampuan
34
Ansori., D membincangkan Feminisme dalam buku Women in Publik Sector (Yogyakarta : Tiara Wacana,
2008). Hlm, 253 35
Sulqifli.,2010.,http://www.unm.ac.id/berita-unm/19-berita/30-peran-ganda-perempuan-menciptakan-
pergeseran-nilai-dalam-keluarga.html. Diakses 1 Februari 2014. Pkl 20.00.
36 http://www.google.co.id/search ?hl=i&Pengertian Peran Ganda menurut Kartini.html.Diakses 2 Februari
2014. Pkl 15.23. 37
Sekaran, U, Dual Career Families. San Fransisco : Josey Bass Publishers, 1983). Hlm, 8.
8
manajemen waktu dan rumah tangga merupakan kesulitan yang paling sering
dihadapi oleh para ibu berkarir), dan pekerjaan di kantor sangat berat.
Tuntutan sosial menghendaki perempuan dapat bersifat feminin (lembut, hangat,
mementingkan keluarga, tidak berperilaku kompetitif, agresif dan ambisius);
Peran ganda yang dilakukan perempuan merupakan perilaku dan tindakan sosial yang
diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan harmoni dalam keluarga.38
Peran ganda yang
diemban oleh perempuan ini ternyata sangat riskan dengan konflik keluarga-pekerjaan.
Konflik dalam keluarga sangat berpengaruh dengan perilaku kerja dan kinerja seseorang.39
Konflik-konflik tersebut akan menghambat proses pelaksanaan suatu pekerjaan. Apalagi
pada perempuan yang bekerja, karena konflik yang dihadapi dapat menyebabkan seseorang
tidak dapat berfungsi secara maksimal. Menurut Sekaran ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya konflik peran ganda, yaitu pengasuhan anak dan bantuan pekerjaan
rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan keluarga, waktu untuk keluarga,
penentuan prioritas sebagai seorang istri, dan tekanan karir dan keluarga.40
Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Cinnamon dan Rich menunjukkan perempuan yang bekerja ternyata
lebih sering mengalami konflik dan permasalahan serta lebih menekankan pentingnya
permasalahan keluarga dibandingkan pekerjaan, ketika keluarga sebagai domain yang paling
penting bagi kebanyakan perempuan.41
Pandai membagi waktu untuk keluarga dan
pekerjaan, tuntutan yang sangat penting bagi seorang perempuan karir, inilah yang
38
Sulqifli.,2010.,http://www.unm.ac.id/berita-unm/19-berita/30-peran-ganda-perempuan-menciptakan-
pergeseran-nilai-dalam-keluarga.html. Diakses 1 Februari 2014. Pkl 20.00.
39 B. S. Sastrohadiwiryo, Manajemen tenaga kerja Indonesia pendekatan administratif dan operasional.
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003). 40
U. Sekaran, Dual career families. (San Fransisco: Josey Bass. Publishers, 1986). 41
R. G. Cinnamon & Y Rich, Gender differences in the importance of work and family roles: Implications for
work-family conflict. Sex Roles: (A Journal of Research, 47, 2002). Hlm, 531-541.
9
diungkapkan oleh Sri Dasa Utama. Meski sibuk dengan berbagai kegiatan dan aktivitas,
namun harus berusaha tidak menomordukan keluarga.42
Sedangkan menurut Suriyasam dalam Budiman, menunjukkan bahwa faktor penting
yang dapat mengurangi dilema antara keluarga dan pekerjaan bagi perempuan adalah adanya
dukungan dari suami.43
Sekaran mengatakan bahwa dukungan dan bantuan yang diberikan
suami dan anggota keluarga lainnya akan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk
mengembangkan karirnya. Adanya dukungan sosial dari anggota keluarga ini akan
memberikan rasa aman bagi perempuan untuk berkarir. Hal ini juga sangat berkaitan dengan
hak dan kedudukan suami istri di dalam perkawinan dilindungi oleh Undang-undang
Perkawinan no. 1 tahun 1974 pasal 31 ayat 1 yaitu “ Hak dan kedudukan suami istri adalah
seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat”.44
Namun pada kenyataanya tetap saja peran yang disandang perempuan (istri) jauh lebih besar
dan berat ketimbang peran yang disandang laki-laki dalam urusan rumah tangga. Kaum
perempuan dalam statusnya sebagai ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir, sering kali
dihadapkan pada pilihan yang dilematis, memilih karir atau keluarga, atau memilih keduanya
dengan berbagai resiko serta hambatan-hambatan yang dihadapi.
Di Kota Salatiga berdiri sebuah Gereja Kristen Jawa, sering disebut GKJ Salatiga
yang mayoritas jemaatnya di dominasi oleh masyarakat Jawa. Masyarakatnya masih menjaga
nilai-nilai budaya Jawa dengan pemahaman budaya patriarki. Budaya tersebut sangat
mempengaruhi cara pandang gereja, masyarakat terkadang laki-laki terhadap perempuan,
terutama perempun Jawa yang berkarir. Berdasarkan data yang penulis peroleh jumlah
42
Sri Dasa Utama., 2014., www/radar-utara.com/berita/1122/sulit-atur-waktu-butuh-support-suami. Diakses
pada tanggal 21 Agustus 2014. Pkl 16.48 wib. 43
Budiman (2002), Persepsi efektivitas kinerja karyawan ditinjau dari konflik peran ganda isteri dan dukungan
sosial rekan kerja. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. 44
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_no 74.htm, Diakses Pada tanggal 5 Agustus 2013, pkl 13.00.
10
perempuan karir di GKJ Salatiga ada kurang lebih 35 % anggota jemaat dewasa.45
Dari data
ini dapat dilihat ternyata perempuan Jawa yang berkarir di bidang tersebut cukup banyak.
Ketika perempuan Jawa menjadi perempuan karir sebenarnya merupakan bentuk kegiatan
yang positif, jika benar-benar memperhatikan bagaimana seharusnya norma atau nilai yang
harus di miliki sebagai perempuan yang berkarir.46
Kota Salatiga dipilih dalam penelitian, karena kota ini berada di provinsi Jawa
Tengah yang berbatasan dengan Kota Solo (Keraton) dan Kota Semarang (pesisir). Adapun
alasan pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan, bahwa daerah ini
merupakan lingkungan dekat Kraton Kasunanan. Kota Solo ini masih sangat kental dengan
nilai-nilai budaya Jawa dan patriarkinya. Sementara Kota Semarang (pesisir) masih cukup
longgar dengan nilai-nilai budaya Jawa dan budaya patriarkinya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dirumuskan pertanyaan kajian sebagai
berikut:
Bagaimana hambatan-hambatan yang di hadapi oleh perempuan karir dalam
rumah tangga di GKJ Salatiga?
1.3. Tujuan Penelitian
Mendiskripsikan dan menganalisa hambatan-hambatan yang di hadapi oleh
perempuan karir dalam rumah tangga di GKJ Salatiga.
1.4. Batasan Masalah
Perempuan
45
Informasi data di peroleh melalui Pendeta Stefanus Yossy Nugraha pada tanggal 8 Oktober 2013, pkl 11.46. 46
(http://Wanita Ingin Berkarir Sahabat Wanita.htm), Diakses Pada tanggal 1 Agustus 2013, pkl 13.00.
11
Istilah perempuan berakar erat dari kata empuan, menjadi puan yang artinya
sapaan hormat bagi seorang perempuan.
Karir
Kata karir adalah sebuah kata dari bahasa Belanda carier yang berarti,
perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan jabatan seseorang.
Pengertian Ibu rumah tangga
Pengertian Ibu rumah tangga adalah perempuan yang hanya bekerja di rumah saja
sebagai istri yang setia.
Pengertian Perempuan karir
Pengertian perempuan karir seperti yang disampaikan Munandar, perempuan
berkarir adalah perempuan yang bekerja untuk mengembangkan kemampuannya.
GKJ Salatiga
GKJ Salatiga adalah Gereja Kristen Jawa atau Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa
(disingkat GKJ) sebuah ikatan kebersamaan Gereja-gereja Kristen Jawa yang
berada di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta dan
Banten.
Kota Salatiga
Kota Salatiga adalah kota di Jawa tengah yang berbatasan dengan kota Solo
(keraton) dan Kota Semarang (pesisir).
Jender
Jender merupakan suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran,
perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat.
12
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
Sebagai masukan agar laki-laki dan perempuan, mengerti dan memahami
hambatan-hambatan yang di dihadapi oleh perempuan karir dalam rumah tangga
di GKJ Salatiga, dikarenakan adanya pembagian kerja berbasis jender.
Sebagai suatu sumbangan pemikiran dan informasi bagi gereja dan masyarakat
dalam mewujud-nyatakan kesetaraan jender antara laki-laki dan perempuan di
dalam rumah tangga, gereja dan masyarakat.
Memberikan masukan kepada program studi Magister Sosiologi Agama UKSW
sebagai bahan referensi.
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deksriptif dengan mengunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yakni penelitian yang berusaha
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek yang diteliti (bisa seseorang,
lembaga masyarakat dan lain-lain) berdasarkan fakta-fakta yang tampak, dengan
mengunakan pendekatan kualitatif.47
Pendekatan Kualitatif yaitu upaya untuk
mendapatkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan mapun tulisan, dan tingkah laku
yang dapat diamati dari orang-orang yang di teliti,dan memahami mengapa mereka
berperilaku seperti itu.48
Penelitian ini mengambil lokasi di GKJ Salatiga.
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
47
W. Lawrence Neuman, Social research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches,..................... 21 48
W. Lawrence Neuman, Social research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches,....................... 21
13
1. Wawancara
Wawancarayaitu cara memperoleh data dengan penelusuran dan tanya
jawab secara sistematis, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
responden.49
Responden yang dimaksud disini yaitu para majelis dan anggota
jemaat dewasa, yaitu laki-laki dan perempuan. Jenis interview yang penulis
gunakan adalah interview bebas terpimpin yaitu penulis tidak terjebak dengan
daftar pertanyaan akan tetapi tetap fokus pada subjek dan objek penelitian.
Dalam hal ini informan kunci yang diambil yaitu: 1) Tujuh orang perempuan
yang telah menikah dan bekerja (berkarir). 2) Enam orang laki-laki/suami yang
istrinya bekerja (berkarir).
2. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion adalah teknik yang digunakan untuk
membantu menemukan hasil paling efesien; dalam memahami permasalahan
kaum perempuan.50
Teknik ini digunakan kepada tiga puluh orang perempuan
karir yang dibagi dalam tiga kelompok.
3. Observasi
Observasi yaitu menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat individu atau kelompok.
4. Kepustakaan
49
Benney, M., & Hughes, E. Of Sosiologi and the Interview : Editorial Preface. Dalam American Journal of
Sosiology, No. 62. Hlm, 137-142. 50
Beney, M., & Huges, E., 1959, OF Sosiologi and the Interview,........................................................505
14
Teknik ini digunakan juga dengan pengumpulan data melalui jurnal,
makalah, artikel, majalah, tesis, berbagai buku, guna menjawab persoalan pada
rumusan dan tujuan masalah serta penyusunan rujukan teoritis.51
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di GKJ Salatiga Jawa Tengah. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 selama 1 (satu) bulan.
6. Subjek Penelitian dan Informan
Subjek analisa dari penelitian ini adalah perempuan karir yang
berstatus menikah. Penelitian ini akan mendapat informasi dari beberapa
informan antara lain : tokoh adat atau majelis GKJ Salatiga, serta laki-laki dan
perempuan karir di GKJ Salatiga sebagai subjeknya.
1.7. Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan Tesis ini penulis membagi menjadi empat bab, dan masing-
masing bab terdiri dari beberapa sub bab, adapun gambaran sistematika pembahasan dalam
penulisan Tesis ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisi : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan
Masalah, Manfaat Penelitian, dan Metodologi Penelitian, Sistematika penulisan.
Bab II : Rujukan Teori
Dalam bab ini sebagai alur berfikir untuk membedah masalah, penulis akan membahas
mengenai pengertian budaya patriarki, pengertian seks, pengertian seksualitas,
51
J. D. Engel, Metodologi Penellitian Sosial dan Teologi Kristen, (Salatiga: Widya Sari Press, 2005). Hlm, 32.
15
pengertian jender, pengertian ibu rumah tangga, pengertian karir, perempuan karir,
gereja dan perempuan yang berkarir.
Bab III : Hasil penelitian dan Analisa
Mendeskripsikan hasil penelitian empiris di lapangan menyangkut hambatan-hambatan
yang di hadapi oleh perempuan karir dalam rumah tangga di GKJ Salatiga menurut
kajian jender. Selain daripada itu, tercantum juga dalam bab ini analisa terhadap
setiap pokok bahasan yang merupakan hasil wawancara penulis dengan informan.
Adapun analisa yang dibuat merupakan kajian antara hasil penelitian yang di peroleh
di lapangan dengan teori-teori yang di gunakan.
Bab IV : Refleksi Teologis
Bab V : Penutup
Berisi kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
Lembar Lampiran