bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/50486/2/bab i.pdfwilayah somalia akibat...

36
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pangan telah menjadi suatu isu yang kompleks bagi beberapa negara di dunia terutama di benua Afrika, seperti yang kita ketahui bahwa pangan merupakan salah satu kebutuhan primer yang selalu dibutuhkan untuk kelanjutan hidup manusia. Hal ini berarti bahwa tanpa pemenuhan kebutuhan pangan yang utuh, maka keberlangsungan hidup manusia akan terganggu. Sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk memastikan pemenuhan pangan bagi masyarakatnya, akan tetapi dalam beberapa kasus bahkan aktor negarapun sulit untuk mengimbangi antara meningkatnya jumlah penduduk dengan ketersediaan pangan yang ada. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab terjadinya krisis pangan. Krisis pangan atau food insecurity didefinisikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai: a situation where some people do not have access to sufficient quantities of safe and nutritious food and hence do not consume the food that they need to grow normally and conduct an active and healthy life1 1 George Andre Simon, 2012, Food Security: Definition, Four Dimensions, History. , University of Roma Tre, Hlm. 8

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah pangan telah menjadi suatu isu yang kompleks bagi beberapa

negara di dunia terutama di benua Afrika, seperti yang kita ketahui bahwa pangan

merupakan salah satu kebutuhan primer yang selalu dibutuhkan untuk kelanjutan

hidup manusia. Hal ini berarti bahwa tanpa pemenuhan kebutuhan pangan yang

utuh, maka keberlangsungan hidup manusia akan terganggu. Sudah menjadi

kewajiban bagi negara untuk memastikan pemenuhan pangan bagi

masyarakatnya, akan tetapi dalam beberapa kasus bahkan aktor negarapun sulit

untuk mengimbangi antara meningkatnya jumlah penduduk dengan ketersediaan

pangan yang ada. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab terjadinya krisis

pangan.

Krisis pangan atau food insecurity didefinisikan oleh Food and

Agriculture Organization (FAO) sebagai:

“a situation where some people do not have access to

sufficient quantities of safe and nutritious food and hence

do not consume the food that they need to grow normally

and conduct an active and healthy life” 1

1 George Andre Simon, 2012, Food Security: Definition, Four Dimensions, History., University of

Roma Tre, Hlm. 8

2

Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa krisis pangan

merupakan situasi di mana manusia tidak memiliki akses untuk mendapatkan

makanan dengan jumlah yang cukup, baik secara kuantitas, keamanan, dan nilai

gizi yang baik. Karena itu, mereka tidak dapat mengkonsumsi makanan yang

mereka butuhkan untuk tumbuh dengan normal dan mewujudkan hidup yang aktif

dan sehat.

Lebih lanjut, dunia telah mengalami sejarah krisis pangan yang panjang,

salah satunya terjadi pada kisaran tahun 2007-2008 di mana beberapa harga

makanan pokok seperti beras, gandum, sereal mengalami kenaikan hingga 100%

dikarenakan kegagalan dari world food system untuk memastikan ketersediaan

pangan yang cukup.2 Krisis pangan yang terjadi ini diakibatkan oleh beberapa

faktor, salah satunya adalah karena faktor lingkungan. Perubahan iklim yang

terjadi serta kekeringan menyebabkan produktivitas hasil pertanian menurun

sehingga hal ini memberi efek melonjaknya harga bahan makanan.3

Berbicara mengenai krisis pangan, Somalia merupakan salah satu negara

yang memiliki timeline krisis pangan yang panjang. Negara ini mengalami

bencana kekeringan yang mengamini krisis pangan dan malnutrisi bagi warga

Somalia. Hal ini dikarenakan Somalia mengalami bencana kekeringan pada tahun

2011 yang merupakan kekeringan dengan dampak terparah selama 60 tahun

terakhir. Sehingga efek yang ditimbulkan bagi salah satu negara yang berada di

2 European Comission, 2011, Science for Environment Policy: Causes of the 2007-2008 Global

Food Crises Identified, dalam

http://ec.europa.eu/environment/integration/research/newsalert/pdf/225na1_en.pdf, diakses pada

20 September 2018 20.00 3 Ibid.

3

benua Afrika ini pun sangat banyak. Akibat krisis pangan ini, masyarakat Somalia

khususnya anak-anak juga dilanda malnutrisi, di mana mereka mengalami

kekurangan gizi yang seharusnya pada seusia tersebut mendapatkan asupan gizi

yang baik.

Mengenai krisis pangan ini, PBB memperkirakan terdapat sedikitnya 11,5

juta jiwa di beberapa bagian Djibouti, Ethiopia, Eritrea, Kenya, dan Somalia yang

terdampak akibat bencana kekeringan yang disebabkan oleh hujan yang tidak

turun secara total pada akhir tahun 2010, dan hujan yang tidak menentu turun

pada awal tahun 2011.4dari beberapa nega tersebut, Somalia adalah negara yang

mengalami dampak terburuk. FAO mengumumkan bahwa pada 20 Juli 2011

krisis di wilayah Lower Shabelle dan Bakool di Somalia Selatan telah melewati

batas ambang kelaparan yang ada. Hal inilah yang menjadikan penulis

mempertimbangkan Somalia untuk diangkat dalam sebuah penelitian.

Pada sebagian besar wilayah Somalia, hujan tidak pernah turun sampai

pada jangka waktu sembilan bulan yang mengakibatkan kondisi peternakan

terganggu, sehingga sapi dan kambing mengalami kematian dalam jumlah yang

banyak.5 Kemudian untuk pertama kalinya masyarakat Somalia melihat sungai-

sungai menjadi kering di mana kondisi tersebut belum pernah terjadi sebelumnya.

4 Devinit.org, 2011, Food Security Crisis in the Horn of Africa, dalam http://devinit.org/wp-

content/uploads/2011/07/gha-food-security-horn-africa-july-20111.pdf, diakses pada 2 Juli 2019

3:57 5 Theguardian.com, 2011, Drought Crisis Leaves Struggling Somalia on the Brink, dalam

https://www.theguardian.com/global-development/poverty-matters/2011/jun/06/somalia-

devastated-by-drought-crisis, diakses pada 20 September 2018 20.30

4

Hal ini berimplikasi pada naiknya harga kebutuhan pokok yang pesat, bahkan

harga sereal naik sebesar 135% semenjak terjadinya kekeringan.6

Melalui data yang diperoleh dari Care.org yakni suatu gerakan global yang

mendedikasikan diri untuk mengurangi kemiskinan dan meraih keadilan sosial,

ditemukan kenyataan bahwa Somalia pada tahun 2012 kehilangan 260.000 warga

negaranya akibat kelaparan di mana setengah dari jumlah tersebut merupakan

anak-anak.7 Selain itu, sekitar 6,7 juta warga negara Somalia sangat memerlukan

bantuan kemanusiaan termasuk didalamnya 350.000 anak-anak di bawah usia 5

tahun yang mengalami malnutrisi.8

Untuk menangani masalah ini, Somalia tidak dapat mengatasi segala

permasalahan yang dialaminya sendiri. Dibutuhkan aktor-aktor lain dalam

hubungan internasional untuk turut serta berperan dalam mengurangi masalah

krisis pangan dan malnutrisi yang ada di sana. Organisasi internasional yang

mengambil peran dalam isu yang serupa salah satunya United Nations Assistance

Mission in Somalia (UNSOM) yang berperan dalam melaksanakan pendampingan

dalam hal hukum, politik, kemananan, serta perlindungan terhadap perempuan

dan anak,9 kemudian juga ada United Nations Operation in Somalia (UNOSOM),

dan beberapa organisasi internasional lainnya yang berfokus pada masalah pangan

seperti World Food Programme (WFP), termasuk juga United Nations Office for

6 Ibid. 7 Care.org, 2018, Humanitarian Crisis in Somalia, dalam

https://www.care.org/emergencies/somalia-humanitarian-crisis, diakses pada 3 April 2018 21:33 8 Ibid 9 Unsom.unmissions.org, UNSOM: United Nations Assistance Mission in Somalia, dalam

https://unsom.unmissions.org/, diakses pada 16 April 2018 12:04

5

the Coordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA) yang akan dibahas dalam

penelitian ini.

Beberapa aktor telah diketahui turut mengambil peran dalam isu krisis

kemanusiaan di Somalia. Akan tetapi, masalah terbesar yang dialami beberapa

organisasi internasional tersebut adalah hambatan terhadap akses untuk masuk ke

wilayah Somalia akibat dominasi dari kelompok militan Al-Shabaab terutama di

Somalia Selatan. Padahal, wilayah tersebut telah dideklarasikan mengalami

tingkat krisis pangan yang paling parah dibandingkan dengan wilayah lain.

Akibatnya, segala bantuan yang ada terpusat hanya pada satu wilayah saja dan

tidak tersebar scara merata. Oleh karena itu, OCHA hadir sebagai upaya untuk

mengkoordinasikan aktor-aktor kemanusiaan dengan tujuan agar segala bantuan

dapat didistribusikan secara menyeluruh dan dapat diterima oleh masyarakat

secara cepat dan tepat. Kemudian juga OCHA mengusahakan segala akses untuk

dapat memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.

UN OCHA telah bermobilisasi dan melaksanakan tugas-tugas

kemanusiaan di Somalia terhitung sejak tahun 1999, yang memiliki tujuan utama

untuk memastikan kordinasi yang efektif dalam pengurangan krisis

kemanusiaan.10 Misi dari UN OCHA sendiri adalah untuk mengkoordinasi serta

memobilisasi secara efektif aksi-aksi yang dilaksanakan untuk tujuan

kemanusiaan. Kemudian UN OCHA juga bekerjasama dengan aktor-aktor

nasional dan internasional dalam mengurangi hal-hal yang menyangkut human

suffering, bencana, dan juga keadaan darurat lainnya, selanjutnya mendukung

10 Op.cit., Unocha.org

6

hak-hak warga negara yang membutuhkan di mana ketersediaan pangan termasuk

pada hak yang seharusnya diperoleh, kemudian mempromosikan keadaan siap

siaga serta pencegahan, dan yang terakhir adalah memfasilitasi pemecahan

masalah yang berkelanjutan. Terkait dengan upaya apa saja yang dilakukan oleh

UN OCHA terutama dalam hal krisis pangan dan malnutrisi yang dialami oleh

Somalia akan menjadi pembahasan utama dalam penelitian ini.

Krisis pangan sejauh ini masih menjadi perhatian utama bagi UN OCHA

dalam melakukan upaya-upaya pengurangan beberapa aspek krisis kemanusiaan

seperti pada visinya. Hal ini dibuktikan dengan pengeluaran setiap tahun yang

menunjukkan bahwa pada poin food security selalu menempati tempat teratas

dengan anggaran yang paling besar. Seperti pada tahun 2012 pendanaan dalam hal

pangan dan nutrisi masing-masing berada pada angka 27% dan 26%, angka

tersebut setara lebih dari setengah dari keseluruhan anggaran UN OCHA

diberikan pada hal-hal menyangkut pangan dan nutrisi.11 Begitupun dengan 2

tahun berikutnya yakni 2014, dari total anggaran 55.4 juta US$, food cluster

menduduki peringkat pertama dalam pendanaan yaitu sebesar 11.9 juta US$ atau

setara 21% dari keseluruhan anggaran UN OCHA.12

Kemudian, peran dari UN OCHA juga menjadi pembahasan menarik

karena organisasi ini tidaklah fokus hanya pada permasalahan pangan saja, tetapi

11 Unocha.org, 2012, Somalia Common Humanitarian Fund (CHF) Annual Report 2012, Hlm. 12

dalam https://www.unocha.org/sites/dms/Somalia/2012%20CHF%20Annual%20report.pdf,

diakses pada 23 September 2018 21:40 12 Unocha,org, 2014, Somalia Common Humanitarian Fund (CHF) Annual Report 2014, Hlm. 1

dalam

https://www.unocha.org/sites/unocha/files/dms/Documents/2014%20Somalia%20CHF%20ANNU

AL%20Report.pdf, diakses pada 23 September 2018 22.00

7

beberapa aspek kemanusiaan juga seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Kendati demikian, perannya dalam menangani kisis pangan di Somalia cukup

signifikan. Selain itu, sejauh ini belum ada penelitian yang membahas UN OCHA

atas perannya terhadap krisis pangan, permasalahan ini umumnya ditangani oleh

organisasi yang memang berfokus pada hal tersebut seperti contoh World Food

Programme (WFP).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis dapat

menarik sebuah rumusan masalah yaitu, Bagaimana peran UN OCHA dalam

menangani krisis pangan dan malnutrisi pasca bencana kekeringan tahun 2011 di

Somalia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peran organisasi

internasional yang dalam hal ini adalah UN OCHA terhadap masalah

krisis pangan dan malnutrisi yang terjadi di Somalia pasca bencana

kekeringan yang dialami oleh negara ini. Selain itu, penelitian ini juga

bertujuan untuk memberi pemahaman mengenai konsep Organisasi

Internasional yang diterapkan dalam peran UN OCHA serta Food Security

untuk menggambarkan kondisi krisis pangan dan malnutrisi di Somalia.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Kemudian, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

8

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih terhadap kajian

hubungan internasional yang lebih luas bahwasanya isu-isu seperti

pangan dan malnutrisi adalah suatu isu yang penting serta membawa

dampak yang luas dan tidak dapat dianggap remeh. Selain itu

penelitian ini juga memberikan manfaat dalam hal pengaplikasian

konsep Organisasi Internasional dan Food Security terhadap suatu isu

ynag penulis angkat, sehingga pembaca dapat memahami isu yang

penulis angkat dengan mudah.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta bahan

pertimbangan bagi negara, organisasi internasional, serta aktor-aktor

hubungan internasional lainnya agar lebih dapat menempatkan

perhatiannya terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan

pangan dan malnutrisi.

1.4 Penelitian Terdahulu

Sebelum penelitian ini dibuat, terdapat beberapa penelitian yang telah ada

sehingga dapat menjadi bahan bacaan tambahan serta rujukan. Penelitian

pertama oleh Suci Ayuningtiyas yang berjudul “Peran United Nations

Women dalam Melindungi Hak-Hak Kaum Perempuan di Somalia dan

Pengaruhnya Terhadap Kesetaraan Gender”. Dalam tulisan ini dinyatakan

bahwa UN Women sudah menyebar ke kurang lebih 168 negara di dunia dan

9

peran yang paling besar adalah di benua Afrika.13 Konflik internal yang terjadi

di Somalia yang dijelaskan dalam skripsi ini menghasilkan berbagai macam

akibat seperti korban meninggal dan luka, kekerasan secara fisik, pelecehan

seksual terhadap perempuan.

UN Women pada awalnya terbentuk karena adanya kesadaran akan

pemberantasan kekerasan, melindungi kaum perempuan serta

memperjuangkan hak-hak perempuan dunia yang seharusnya diperoleh. Atas

dasar kesadaran inilan yang mendorong PBB untuk membentuk sebuah badan

yang disebut United Nations Woman melalui Majelis Umum PBB.14 Dalam

implementasinya, badan yang dibuat oleh PBB ini memperjuangkan kesadaran

akan hak-hak atas perempuan di seluruh dunia, juga UN Women menjanjikan

kemajuan bagi kaum perempuan dan meningkatkan aksi-aksi yang bertujuan

untuk mencapai kesetaraan gender.15

Kedua, terdapat sebuah skripsi oleh Wildan Mohammad Hadjri dari

jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

dengan judul “Peran African Union Mission to Somalia (AMISOM) dalam

Operasi Perdamaian di Somalia (2007-2016)”. Dalam penelitian ini, penulis

banyak membahas mengenai gejolak konflik Somalia hingga kemudian

membahas AMISOM yang dianggap kurang berperan dalam misi utama

13 Suci Ayuningtiyas, 2016, Peran United Nations Women dalam Melindungi Hak-Hak Kaum

Perempuan di Somalia dan Pengaruhnya Terhadap Kesetaraan Gender, Skripsi: Universitas

Pasundan, hlm. 7 14 Ibid 15 Ibid

10

operasi perdamaian di Somalia.16 beberapa faktor yang menghambat kinerja

AMISOM di Somalia antara lain terdapat kendala-kendala dari sisi internal

AMISOM karena kurangnya aset militer, lemahnya sistem komando dan

kontrol, sampai dengan ketidakmampuan AMISOM untuk mempertahankan

jalur logistik secara efektif. Kemudian juga partner AMISOM yaitu Somalia

National Army (SNA) terbukti mengalami permasalahan serupa.17

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang penulis buat

dalam hal peran salah satu organisasi internasional terhadap permasalahan

yang terjadi di Somalia. Sedangkan perbedaan dapat dilihat dari alat analisa

yang digunakan di mana penulis tersebut menggunakan konsep Peace Support

Operation (PSO) dalam menganalisa operasi perdamaian yang terjadi di

Somalia, serta konsep Complex Political Emergencies (CPEs) dalam

menjelaskan kondisi politik Somalia yang complicated.

Penelitian terdahulu ketiga berjudul “Status Failed State Bagi Somalia”

yang merupakan skripsi dari Khadavi Illahi Robby mahasiswa Hubungan

Internasional Universitas Muhammadiyah Malang yang membahas mengenai

status Somalia yang dalam laporan tahunan PBB tahun 2004 disebut sebagai

salah satu failed state di negara dunia ketiga.18 Dalam skripsi ini disebutkan

bahwa Somalia berada dalam keadaan carut-marut dengan keadaan politik

yang sangat lemah dan tidak menentu semenjak adanya kudeta pada

pemerintahan presiden Siad Barre tahun 1991.

16 Wildan Mohammad Hadjri, 2016, Peran African Union Mission to Somalia (AMISOM) dalam

Operasi Perdamaian di Somalia (2007-2016), Skripsi: Universitas Muhammadiyah Malang 17 Ibid 18 Khadavi Illahi Robby, 2010, Status Failed State Bagi Somalia, Skripsi: Universitas

Muhammadiyah Malang, hlm. 2

11

Setelah itu, banyak dibahas mengenai konflik-konflik yang ada di Somalia

pada tahun-tahun selanjutnya dan gejolak politik yang dialami oleh Somalia.19

Persamaan penelitian yang penulis buat ini adalah penulis tersebut

memaparkan mengenai sejarah Somalia secara mendalam yang menyebabkan

negara tersebut mendapat status sebagai failed state. Sedangkan perbedaan

yang ada adalah dalam skripsi tersebut tidak dikemukakan mengenai

penyelesaian masalah kemanusiaan yang dialami oleh Somalia pasca status

failed state tersebut. Pembahasan lebih ditekankan kepada sejarah Somalia

dan gejolak politik apa saja yang dialami oleh Somalia.

Keempat, terdapat sebuah jurnal Ilmu Hubungan Internasional oleh

Yesinta Valentina dari Universitas Riau yang berjudul “Peran African Union

(AU) Melalui An African Union Mission in Somalia (AMISOM) dalam

Konflik di Somalia” yang memaparkan sejarah Somalia mulai dari

penjajahan yang dilakukan oleh Inggris dan Italia yang menyebabkan wilayah

Somalia terpecah hingga penyatuan wilayah tersebut kembali, kemudian juga

dipaparkan terkait aktor-aktor yang terlibat dalam konflik Somalia ini.

diantara aktor tersebut antara lain tentu saja PBB, kemudian kedua adalah

Islamic Court Union (ICU) yang merupakan organisasi berlandaskan hukum

Islam bertujuan untuk menciptakan kestabilan dan perdamaian Somalia.

Selanjutnya ada Transitional Federal Government (TFG) yang

menggantikan pemerintahan Somalia setelah adanya kudeta atas Siad Barre,

kemudian Al-Shabaab suatu kelompok yang muncul pasca penggulingan Siad

19 Ibid

12

Barre juga, dan yang terakhir adalah negara Ethiopia yang melakukan

intervensi atas konflik yang ada di Somalia. adapun pembahasan utama dalam

jurnal tersebut adalah upaya African Union (AU) dalam misi AMISOM yang

dilakukan dengan berbagai cara diantaranya mendukung TFG menciptakan

kestabilan di Somalia, kemudian memfasilitasi bantuan keamanan,

mendukung proses dialog dengan seluruh aktor yang terlibat dalam konflik

dengan cara mengadakan konferensi, dan yang terakhir mengamankan daerah

operasi dan jalur masuk negara.20

Alat analisa yang digunakan oleh penulis tersebut yakni teori Organisasi

Internasional dan juga melihat dari Perspektif Pluralisme di mana hubungan

internasional bukan hanya interaksi yang terjadi antara negara dengan negara

melainkan juga dengan aktor non negara yang dalam hal ini salah satunya

adalah aktor organisasi internasional. Aktor organisasi internasional yang

dimaksud tentu saja African Union yang membuat sebuah misi yang

dinamakan AMISOM yang melakukan upaya-upaya untuk meredam konflik

yang ada di Somalia dengan cara-cara yang tersebut diatas.

Penelitian kelima berjudul “Peran African Union Mission in Somalia

(AMISOM) dalam Upaya Resolusi Konflik di Somalia” oleh Muh. Ardhi

Resky Pratama. Seperti penelitian sebelumnya, penelitian berupa skripsi ini

memaparkan bahwa keterlibatan AMISOM di Somalia merupakan suatu

langkah besar bagi Uni Afrika sebagai upaya untuk menciptakan situasi yang

20 Yesinta Valentina, 2018, Peran African Union (AU) Melalui An African Union Mission in

Somalia (AMISOM) dalam Konflik di Somalia, Vol. 5 No. 1, Hlm. 9-10

13

aman dan dapat menekan konflik yang ada.21 Akan tetapi, tugas AMISOM

bukan hanya untuk mengakhiri konflik yang ada di Somalia, tetapi juga

memberikan pendampingan kepada pemerintah, mendukung serta mengawasi

upaya stabilisasi dan gencatan senjata, membangun institusi penegakan hukum

dan militer, serta memfasilitasi bantuan kemanusiaan yang masuk.22

Alat analisa yang digunakan adalah organisasi internasional dan konsep

resolusi konflik yang dibawa oleh Galtung. Dalam penelitian ini disebutkan

bahwa AMISOM merupakan suatu Peace Support Operation yang memenuhi

elemen peacekeeping, peacemaking, dan peacebuilding didalamnya. Sehingga

dari tugas-tugas yang diemban oleh AMISOM dapat memenuhi dimensi-

dimensi resolusi konflik yang ditawarkan oleh Galtung.

Kemudian, terdapat penelitian terdahulu keenam yang relevan dengan

judul “Peranan Uni Afrika dalam Penanganan Konflik Sipil di Somalia

Melalui Misi Perdamaian AMISOM” yang ditulis oleh Nurul Annisa E.

Seperti beberapa penelitian serupa yang telah dijelaskan sebelumnya,

penelitian ini pada awalnya membahas tentang seluk-beluk perpolitikan

Somalia dan konflik internal yang terjadi disana, sampai pada pembahasan

akan peran Uni Afrika terhadap konflik sipil yang ada. Poin pembeda

penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah disini misi AMISOM

dijelaskan secara detail bahwa AMISOM memiliki beberapa mission profile

yang membantunya dalam melaksanakan tugas.

21 Muh. Ardhi Resky Pratama, 2015, Peran African Union Mission in Somalia (AMISOM) dalam

Upaya Resolusi Konflik di Somalia, Skripsi: Universitas Hasanuddin, Hlm. 69 22 Ibid, Hlm. 80

14

Diantara mission profile yang dimiliki oleh AMISOM tersebut antara lain

Somali Police Force (SPF) yang memiliki peran dalam bidang keamanan,

serta penegakan hukum dan keadilan.23 Kemudian Humanitarian Work yang

merupakan fasilitas yang berfungsi untuk wadah bagi para pengungsi untuk

reintegrasi dan pembenahan kembali pemukiman masyarakat Somalia,

selanjutnya terdapat AMISOM Military Component yang bertugas untuk

memberikan bantuan dalam bidang infrastruktur serta pelabuhan. Selanjutnya

ada AMISOM Civilian Component yang merupakan suatu lembaga negara

yang bertugas membelikan pelayanan kepada masyarakat, dan mission profile

yang terakhir ialah AMISOM Maritime yang bertugas meningkatkan

pengawasan dalam bidang maritim serta menjamin keamanan di daerah sekitar

pesisir.24

Penelitian terdahulu yang ketujuh berjudul “Penanganan Konflik di

Republik Afrika Tengah oleh PBB Pada Tahun 2013” oleh Rizky Ananda

P. B. S dari Universitas Riau. Penelitian berbentuk jurnal ini menyatakan

bahwa Republik Afrika Tengah sudah mengalami ketidakstabilan semenjak

kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1960.25 Segala permasalahan yang

ada di Afrika Tengah mendesak PBB untuk turut andil dalam menstabilkan

kembali kawasan ini. bantuan yang diberikan oleh PBB antara lain

mengirimkan tujuh dokter bedah untuk menangani para korban kekerasan

akibat konflik yang berkepanjangan.

23 Nurul Annisa E, 2017, Peranan Uni Afrika dalam Penanganan Konflik Sipil di Somalia Melalui

Misi Perdamaian AMISOM, Skripsi: Universitas Hasanuddin, Hlm. 41 24 Ibid, Hlm. 42-44 25 Rizky Ananda P.B.S, 2015, Penanganan Konflik di Republik Afrika Tengah oleh PBB Pada

Tahun 2013, Vol. 2 No. 1, hlm. 4

15

Selain itu juga PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 2127 yang

mengizinkan melancarkan pasukan militer untuk mencegah kekerasan yang

berkecenderungan meningkat di Republik Afrika Tengah dan memerintahkan

untuk gencatan senjata di Afrika Tengah.26 Dengan diturunkannya resolusi

tersebut diharapkan dapat membuat kondisi kawasan Afrika Tengah menjadi

kembali stabil. Persamaan penelitian ini terletak pada Teori atau konsep yang

digunakan yaitu Organisasi Internasional di mana Organisasi Internasional

dalam hal ini adalah PBB yang melakukan intervensi atas konflik yang terjadi

di Afrika Tengah dengan mengeluarkan Resolusi 2127.

Selanjutnya, penelitian terdahulu kedelapan dari Kiki Romadona jurusan

Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember yang berjudul “Penanganan

Penyebaran Virus Ebola di Afrika Barat oleh World Health Organization

(WHO)”. Skripsi ini memang tidak memilki korelasi secara langsung

terhadap pembahasan tentang konflik di Somalia maupun krisis kemanusiaan

yang ada disana. Akan tetapi, alat analisa yang digunakan dalam skripsi yang

membahas epidemi ebola ini sama dengan alat analisa yang penulis gunakan

yaitu konsep Organisasi Internasional dan konsep Human Security. Oleh

karena itu penulis mengikutsertakan penelitian ini kedalam sub-bab penelitian

terdahulu. Dalam skripsi ini, penulis memaparkan bahwa setidaknya terdapat

tiga upaya dari WHO dalam penanganan atas wabah ebola, diantaranya

peningkatan kapabilitas diagnosa kesehatan, sosialisasi tentang wabah ebola

26 Ibid, hlm. 9

16

dan cara pencegahan kepada masyarakat secara global, dan juga sebagai

mediator dalam penyaluran bantuan luar negeri.27

Kesembilan, terdapat sebuah jurnal dengan judul Peran United Nations

High Commissioner for Refugee (UNHCR) dalam Menangani Pengungsi

Suriah Korban Sexual and Gender-based Violence (SGBV) di Lebanon

oleh Adinda Ayu Shabrina, penelitian ini memiliki perbedaan dengan

penelitian sebelumnya di mana subjek dari penelitian ini bukan masyarakat

lokal melainkan pengungsi. Pengungsi yang dibahas oleh penulis tersebut

adalah pengungsi Suriah yang ada di Lebanon, di mana mereka mengalami

kekerasan seksual yang berbasis gender seperti pemerkosaan, eksploitasi

seksual, prostisusi paksa, pernikahan dini, dan pernikahan paksa. Kemudian

penelitian ini memeiliki korelasi dengan penelitian sebelumnya dalam hal akar

penyebab permasalahan ini terjadi adalah karena terjdinya peristiwa Arab

Spring yang membuat masyarakat melarikan diri dari konflik dan menjadi

pengungsi di negara lain, dalam hal ini adalah Lebanon.

Salah satu faktor banyaknya kekerasan seksual tersebut semata-mata bagi

warga Suriah adalah untuk bertahan hidup. Beberapa perempuan terpaksa

melakukan hubungan seksual untuk mendapatkan makanan atau akses ke

beberapa sarana atau layanan, selain itu anak-anak kecil mulai dipekerjakan

dengan alasan upah yang lebih rendah dan mudah diatur.28 UNHCR sebagai

lembaga kemanusiaan tidak tinggal diam menyikapi isu tersebut, upaya yang

27 Kiki Romadona, 2015, Penanganan Penyebaran Virus Ebola di Afrika Barat oleh World Health

Organization (WHO), Skripsi: Universitas Jember, hlm. viii 28 Adinda Ayu Shabrina, 2018, Peran United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR)

dalam Menangani Pengungsi Suriah Korban Kekerasan Sexual and Gender-based Violence

(SGBV) di Lebanon, Vol. 4 No. 1, hlm. 3

17

diberikan oleh UNHCR antara lain pengadaan akses bantuan yang meliputi

capacity building, community empowerment, dan pemberian perlindungan.

Bukan hanya itu, UNHCR juga terus melakukan pemantauan atas program

bantuan tersebut dan mendorong pihak-pihak yang ada untuk menghormati

hukum serta norma internasional.29

Selanjutnya berjudul “Peran International Committee of the Red Cross

(ICRC) dalam Menangani Krisis Kemanusiaan di Suriah Tahun 2012-

2015”. Penelitian yang ditulis oleh Efissa Pratiwi ini berfokus pada peran

ICRC sebagai lembaga kemanusiaan terhadap krisis kemanusiaan Suriah yang

merupakan dampak dari terpaan badai Arab Spring tahun 2011.30Segala seluk-

beluk terkait perpolitikan Suriah yang dimulai dari Arab Spring inipun

menimbulkan berbagai dampak salah satunya dengan jatuhnya banyak korban

perang baik korban tewas, korban luka-luka, maupun korban yang mengalami

dampak kemanusiaan lainnya. Dalam hal ini ICRC sebagai lembaga

kemanusiaan berperan dalam memulihkan kondisi Suriah dengan beberapa

cara diantaranya pemberian bantuan medis bagi para korban, pengadaan

sanitasi air, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan.31

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang penulis lakukan

dalam hal penggunaan Teori Organisasi Internasional, akan tetapi Teori

Organisasi Internasional yang dibawakan oleh penulis jurnal tersebut adalah

dari Leory Bennet yaitu melihat Organisasi Internasional dari sisi fungsinya.

29 Ibid, hlm. 4-5 30 Efissa Pratiwi, 2017, Peran International Committee of Red Cross (ICRC) dalam Menangani

Krisis Kemanusiaan di Suriah Tahun 2012-2015, Vol. 4 No. 2, hlm. 6 31 Ibid, hlm. 10-11

18

Selain Organisasi Internasional, Teori Peran juga digunakan oleh penulis

tersebut untuk membantu menjelaskan peran ICRC yang dibawa oleh K. J.

Holsti.

Penelitian terakhir merupakan penelitian asli dari penulis, berjudul “Peran

United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN

OCHA) dalam Menangani Krisis Pangan dan Malnutrisi Pasca Bencana

Kekeringan Tahun 2011 di Somalia.” dalam penelitian ini dijelaskan bahwa

masyarakat Somalia mengalami kekurangan bahan pangan serta malnutrisi

yang mayoritas diderita anak-anak akibat bencana kekeringan yang terjadi

pada tahun 2011. Kekeringan terparah selama 60 terakhir ini membuat

berbagai sumber daya mengalami kepunahan seperti hewan ternak, tanaman,

dan juga air. UN OCHA merupakan salah satu organisasi internasional yang

turut andil dan berperan penting dalam usaha untuk mengurangi krisis pangan

dan malnutrisi yang ada. Beberapa hal yang dilakukan UN OCHA adalah

memberikan pengadaan fasilitas bantuan bagi masyarakat berupa food

voucher, mobile health clinics, shelter dan air bersih, mengadakan forum

koordinasi bersama dengan aktor lain serta memberikan respon yang cepat.

Sesuai dengan konsep organisasi internasional yang dibawakan oleh Andre

Pareira yang menyebutkan peran organisasi internasional sebagai inisiator,

kemudian peran organisasi internasional sebagai fasilitator, serta peran

organisasi internasional sebagai determinator.

Beberapa poin penting dalam penelitian terdahulu diatas dapat dilihat

dalam tabel berikut:

19

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul/Penulis/Tahun Alat Analisa/Metode Hasil

1. Peran United Nations

Woman dalam

Melindungi Hak-Hak

Kaum Perempuan di

Somalia dan

Pengaruhnya Terhadap

Kesetaraan Gender

Suci Ayuningtiyas

2016

Konsep Organisasi

Internasional

Konsep Kerjasama

Internasional

Konsep Hak Asasi

Manusia

Di Somalia, konflik

berkepanjangan

yang terjadi

memberikan akibat

buruk bagi kaum

perempuan seperti

kekerasan,

pelecehan seksual,

dan lain-lain

membuat UN

Women melakukan

intervensi

kemanusiaan bagi

para perempuan.

Hasil penelitian

menunjukkan UN

Women berhasil

memberikan

perlindungan

terhadap perempuan

di Somalia dan

kesetaraan gender

dapat tercapai.

2. Peran African Union

Mission to Somalia

(AMISOM) dalam

Operasi Perdamaian di

Somalia (2007-2016)

Wildan Mohammad

Hadjri

2016

Peace Support

Operation (PSO)

Complex Political

Emergencies (CPEs)

Deskriptif

AMISOM dianggap

kurang berperan

dalam operasi

perdamaian di

Somalia karena

terdapat beberapa

faktor penghambat.

3. Status Failed State Bagi

Somalia

Khadavi Illahi Robby

2010

Konsep Failed State

Status Somalia

(Failed State)

Somalia merupakan

sebuah failed state

yang bahkan tidak

mampu untuk

melakukan fungsi

keamanan dan

pertahanan bagi

20

negaranya. Somalia

berada dalam

keadaan carut-marut

dengan kondisi

politik yang lemah

semenjak adanya

kudeta pada

pemerintahan

presiden Siad Barre

tahun 1991.

4. Peran African Union

(AU) Melalui An African

Union Mission in

Somalia (AMISOM)

dalam Konflik di

Somalia

Yesinta Valentina

2018

Perspektif Pluralism

Teori Organisasi

Internasional

African Union (AU)

melancarkan misi

AMISOM dengan

berbagai upaya

diantaranya

mendukung TFG

menciptakan

kestabilan di

Somalia,

memfasilitasi

bantuan keamanan,

mendukung proses

dialog dengan

seluruh aktor yang

terlibat dalam

konflik dengan cara

mengadakan

konferensi, dan yang

terakhir

mengamankan

daerah operasi dan

jalur masuk negara

5. Peran African Union

Mission in Somalia

(AMISOM) dalam

Upaya Resolusi Konflik

di Somalia

Muh. Ardhi Resky

Pratama

2015

Regionalisme &

Organisasi

Internasional

Konflik & Resolusi

Konflik

Tugas AMISOM

bukan hanya untuk

mengakhiri konflik

yang ada di Somalia,

tetapi juga

memberikan

pendampingan

kepada pemerintah,

mendukung serta

mengawasi upaya

stabilisasi dan

gencatan senjata,

membangun institusi

penegakan hukum

21

dan militer, serta

memfasilitasi

bantuan

kemanusiaan yang

masuk

6. Peranan Uni Afrika

dalam Penanganan

Konflik Sipil di Somalia

Melalui Misi Perdamaian

AMISOM

Nurul Annisa E

2017

Teori Konflik dan

Resolusi Konflik

Konsep Organisasi

Internasional

Konsep

Regionalisme

Tugas AMISOM

dibantu oleh

beberapa mission

profile diantaranya

Somali Police Force

(SPF),

Humanitarian Work,

AMISOM Military

Component,

AMISOM Civilian

Component, dan

AMISOM Maritime

7. Penanganan Konflik di

Republik Afrika tengah

oleh PBB Pada Tahun

2013

Rizky Ananda P.B.S

2015

Teori Organisasi

Internasional

PBB mengeluarkan

Resolusi Nomor

2127 yang

mengizinkan

melancarkan

pasukan militer

untuk mencegah

kekerasan yang

berkecenderungan

meningkat di

Republik Afrika

Tengah dan

memerintahkan

untuk gencatan

senjata di Afrika

Tengah

8. Penanganan Penyebaran

Virus Ebola di Afrika

Barat oleh World Health

Organization (WHO)

Kiki Romadona

2015

Konsep Organisasi

Internasional

Konsep Human

Security

Terdapat tiga upaya

yang dilakukan oleh

WHO, antara lain

peningkatan

kapabilitas diagnosa

kesehatan,

sosialisasi tentang

wabah ebola serta

penanganannya

kepada masyarakat

global, dan menjadi

mediator dalam

penyaluran bantuan

22

luar negeri.

9. Peran United Nations

High Commissioner for

Refugee (UNHCR)

dalam Menangani

Pengungsi Suriah Korban

Sexual and Gender-

based Violence (SGBV)

di Lebanon

Adinda Ayu Shabrina

2018

Humanitarian

Diplomacy

Organisasi

Internasional

UNHCR sebagai

lembaga

kemanusiaan

melakukan beberapa

upaya yakni

pengadaan akses

bantuan yang

meliputi capacity

building, community

empowerment, dan

pemberian

perlindungan,

kemudian terus

melakukan

pemantauan atas

program bantuan

tersebut dan

mendorong pihak-

pihak yang ada

untuk menghormati

hukum serta norma

internasional

10. Peran International

Committee of the Red

Cross (ICRC) dalam

Menangani Krisis

Kemanusiaan di Suriah

Tahun 2012-2015

Efissa Pratiwi

2017

Teori Organisasi

Internasional

Teori Peran

ICRC memberikan

bantuan berupa

pemberian satitasi

air, peralatan rumah

tangga, bantuan

medis, dan

pendistribusian

kebutuhan-

kebutuhan pokok.

11. Peran United Nations

Office for the

Coordination of

Humanitarian Affairs

(UN (OCHA) dalam

Menangani Krisis

Pangan dan Malnutrisi

Pasca Bencana

Kekeringan Tahun 2011

di Somalia

Rivanie Trizonanda RN

2018

Konsep Organisasi

Internasional

Konsep Food

Security

UN OCHA

menjalankan

perannya sebagai

organisasi

internasional dengan

melaksanakan

program-program

yang membantu

dalam pengurangan

krisis pangan dan

malnutrisi, seperti

pengadaan beberapa

fasilitas bantuan,

dan mengadakan

23

forum koordinasi.

UN OCHA juga

membantu

pemerintah dalam

mencapai tujuan

dalam pengurangan

krisis pangan dan

malnutrisi yang ada.

1.5 Kerangka Konseptual

1.5.1 Konsep Organisasi Internasional

Dalam perkembangan hubungan internasional, pada kenyataannya

yang terjadi bukan hanya interaksi antara negara dengan negara,

melainkan aktor-aktor non negara juga turut andil dalam hubungan

internasional. Salah satu aktor non-negara yang berperan penting adalah

organisasi internasional. Organisasi internasional merupakan suatu konsep

yang dibawa oleh perspektif liberalisme.32 Di mana perspektif ini

menganggap bahwa perdamaian abadi atau perpetual peace dapat diraih

melalui kerjasama, serta segala permasalahan di dunia internasional dapat

diatasi melalui pembuatan kerjasama.33

Organisasi internasional didefinisikan sebagai wadah untuk

melakukan kerja sama antar negara yang dapat memberikan keuntungan

bagi banyak negara.34 Dalam perkembangannya, terdapat berbagai jenis

organisasi internasional ditinjau dari berbagai aspek, salah satunya

organisasi yang di dalamnya terdapat beberapa negara yang berada dalam

32 Citra Hennida, 2015, Rezim & Organisasi Internasional, Malang: Intrans Publishing, hlm. 7 33 Ibid. 34 Yanuar Ikbar, 2014, Metodologi dan Teori Hubungan Internasional, Bandung: PT.Refika

Aditama, hlm. 241

24

suatu kawasan yang sama seperti ASEAN, Uni Eropa, Uni Afrika, ataupun

dalam kawasan yang berbeda seperti organisasi besar PBB yang tentunya

dalam organisasi internasional negara-negara yang tergabung memiliki

tujuan yang sama.

Organisasi Internasional merupakan suatu wujud dari kesepakatan

internasional, wadah serta alat dalam mengkoordinir dan melaksanakan

kerjasama antar negara dan bangsa.35 Menurut Profesor bidang hubungan

internasional Harvard University, Daniel S. Cheever & H. Field Haviland

Jr., organisasi internasional didefinisikan sebagai:

“Any Cooperative arrangement instituted among

states, usually by a basic agreement, to perform some

mutually advantageous functions implemented through

periodic meetings and staff activities.”36

Bahwasanya organisasi internasional merupakan pengaturan

bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara,

yang pada umumnya ia berlandaskan pada suatu persetujuan untuk

melaksanakan berbagai fungsi yang memberikan manfaat timbal-balik

yang diwujudkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan

secara berkala, serta memiliki badan atau staff yang menjalankan segala

fungsinya berdasarkan persetujuan yang telah disepakati dan memiliki

tugas sebagaimana fungsi tersebut.

35 Bowwet D. W., dalam Syahmin A.K., 1985, Pokok-Pokok Hukum Organisasi Internasional,

dalam Evi Kristianti, 2015, Upaya WHO (World Health Organization) dalam Menanggulangi

Virus Ebola di Afrika Barat 2014-2015, Vol. 3 No. 3, Hlm. 537 36 Drs. T. May Rudy, 2009, Administrasi & Organisasi Internasional, Bandung: PT Refika

Aditama, Hlm. 2

25

Kemudian, A. Leroy Bennett dalam karyanya yang berjudul

International Organizations: Principles and Issues mendefinisikan

organisasi internasional sebagai

“International Organizations can and do play a

number of significant roles... In many cases they furnish

not only a place where decisions to cooperate can be

reached but also the administrative machinery for

translating the decisions into action”37

Dalam hal ini, organisasi internasional memiliki kapasitas untuk

memainkan peran yang penting dalam suatu tatanan internasional, dan

dalam beberapa kasus, organisasi internasional tidak hanya dapat

menyediakan tempat di mana segala keputusan untuk bekerjasama dapat

diraih, melainkan juga menjadi mesin administratif untuk menerjemahkan

segala keputusan menjadi tindakan.

Dalam memahami konsep organisasi internasional dalam konteks

UN OCHA, ia merupakan organisasi bentukan PBB yang berfokus pada

koordinasi masalah kemanusiaan yang dibawahi langsung oleh Sekjen

PBB dalam urusan kemanusiaan. OCHA memiliki struktur sebagaimana

organisasi yang disebutkan di atas yang terdiri dari OCHA Leadership,

Senior Leadership Team, dan Senior Management Team yang bekerja

berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan sesuai kesepakatan

bersama. Kemudian, OCHA memiliki forum koordinasi yang dilaksanakan

setiap bulan dalam membahas segala hal terkait bantuan kemanusiaan

serta hal-hal yang berhubungan dengannya.

37 A. LeRoy Bennett, 1988, International Organizations: Principles and Issues, New Jersey:

Prentice Hall, Hlm. 3

26

Lebih lanjut, organisasi internasional saat ini telah diakui memiliki

peran dalam keberhasilan memecahkan suatu permasalahan di suatu

negara. Terlebih organisasi internasional dinilai dapat mempengaruhi

perilaku negara secara tidak langsung. Kehadiran organisasi internasional

ini mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, dan juga untuk

menangani masalah-masalah yang muncul dengan jalan kerjasama

tersebut.38 Peran organisasi internasional seperti yang dikemukakan oleh

Andre Pareira dalam tulisannya yang berjudul Perubahan Global dan

Perkembangan Studi Hubungan Internasional bahwasanya terdapat lima

peran yang dimiliki oleh organisasi internasional yaitu peran sebagai

inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator, dan determinator.39

Peran organisasi internasional sebagai inisiator mengacu pada

upaya organisasi internasional untuk mengajukan suatu permasalahan

melalui inisiasi atau pengajuan permasalahan kepada masyarakat

internasional untuk mendapatkan jalan keluar atas masalah tertentu.40

Kemudian, peran organisasi internasional sebagai fasilitator mengacu pada

penyediaan fasilitas yang dibutuhkan dalam menangani suatu masalah.

Fasilitas yang di maksud bukan hanya yang bersifat material, akan tetapi

hal-hal yang dapat mendukung terselesaikannya masalah tersebut juga

menjadi cakupan peran ini. Kemudian, peran organisasi internasional

38 Anak Agung Banyu Perwita & Yayan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 91 39 Andre Pareira, ed. 1999. Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional.

Bandung: PT Citra Adityabhakti, Hlm. 135 40 Fatahillah, 2015, Upaya United Nations High Cimissioner for Refugees (UNHCR) dalam

Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013, Skripsi: Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm. 13

27

sebagai determinator adalah upaya organisasi internasional dalam

membuat keputusan akan suatu isu tertentu.41 Sementara peran sebagai

mediator dan rekonsiliator adalah bagaimana organisasi internasional

dapat menjadi penengah antara dua atau lebih pihak yang berselisih untuk

akhirnya dapat memulihkan hubungan antara keduanya.

Dari beberapa peran organisasi internasional tersebut, dalam

konteks penelitian ini terdapat tiga peran yang relevan dengan peran

OCHA dalam menangani krisis pangan dan malnutrisi di Somalia. peran

tersebut adalah sebagai inisiator, fasilitator, dan determinator. Adapun

peran mediator dan rekonsiliator tidak relevan karena dalam hal ini

batasan materi penulis hanya pada upaya penanganan OCHA terhadap

krisis pangan dan malnutrisi yang ada, bukan pada penyelesaian konflik

atau perseteruan antara pihak manapun, sehingga tidak terdapat peran

OCHA dalam menyelesaikan permasalahan antara dua pihak yang

berselisih karena topik yang dibahas adalah masalah krisis pangan dan

malnutrisi yang melanda suatu negara.

Peran OCHA sebagai inisiator diwujudkan dalam menginisiasi

beberapa program kerja diantaranya food voucher, mobile health clinics,

shelter, dan air bersih. Beberapa program kerja tersebut merupakan

manifestasi dari upaya OCHA dalam rangka pengurangan angka krisis

pangan dan malnutrisi yang ada. Kemudian, peran OCHA sebagai

fasilitator diwujudkan dengan pengadaan forum koordinasi meeting

41 Ibid.

28

minutes yang memfasilitasi aktor-aktor kemanusiaan untuk terus

memantau progress serta menjadi arena dalam pembahasan hal-hal terkait

isu kemanusiaan serta aksi apa saja yang akan dilakukan dalam

menanggapi isu tersebut. Sementara itu, peran determinator yang

merupakan peran organisasi internasional dalam memberikan keputusan

atas suatu permasalahan diwujudkan dengan adanya platform

Consolidated Appeal Process (CAP) yang memungkinkan OCHA untuk

memutuskan langkah apa saja yang akan ditempuh serta melakukan

pendampingan hukum bagi aktor-aktor yang lain.

1.5.2 Konsep Food Security

Dalam perkembangan hubungan internasional, banyak

bermunculan permasalahan non-tradisional seperti perubahan iklim,

masalah penyebaran wabah penyakit, jual beli obat-obatan terlarang, dan

lain-lain. Dalam hal ini, ketahanan pangan atau food security juga menjadi

bagian dalam aspek non-tradisional dalam hubungan internasional.

Masalah ketahanan pangan merupakan suatu isu yang kompleks di mana ia

tidak hanya menyangkut pada kebutuhan dasar manusia, melainkan juga

berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi negara serta

keberlangsungan politik suatu negara. Food security merupakan salah satu

poin penting dalam konsep Human Security di mana ia membahas terkait

aspek apa saja yang menjadi hak bagi seluruh warga negara tanpa

terkecuali.

29

Konsep Human Security sendiri pertama kali diperkenalkan dalam

Human Development Report oleh United Nations Development

Programme (UNDP) pada tahun 1994.42 Beberapa dimensi dari Human

Security yang difokuskan dalam konsep ini antara lain keamanan ekonomi,

keamanan kesehatan, keamanan individu, keamanan politik, keamanan

pangan, keamanan lingkungan, dan keamanan komunitas masyarakat.43

Aspek kemananan yang akan dibahas akan berfokus pada keamanan

pangan yang merupakan salah satu dari sekian banyak aspek keamanan

manusia tersebut.

Mengacu pada World Food Summit tahun 1974, Food Security

didefinisikan sebagai:

“...availability at all times of adequate world food

supplies of basic foodstuffs to sustain a steady expansion

of food consumption and to offset fluctuations in

production and prices.”44

Suatu negara dapat dikatakan memiliki ketahanan pangan yang baik

apabila ia mampu memastikan ketersediaan pangan yang cukup mulai dari

bahan makanan yang mendasar pada setiap waktu, dengan tujuan untuk

mempertahankan konsumsi pangan yang stabil dan mengimbangi fluktuasi

antara produksi dan harga.

42 Undp.org, Human Security: A Thematic Guidance Note for Regional and National Human

Development Report Teams, Hlm. 2, dalam

http://hdr.undp.org/sites/default/files/human_security_guidance_note_r-nhdrs.pdf, diakses pada 13

Maret 2018 12:31 43 Ibid 44Fao.org, 2003, Trade Reforms and Food Security, dalam

http://www.fao.org/docrep/005/y4671e/y4671e06.htm#TopOfPage, diakses pada 29 September

2018 23:34

30

Lebih lanjut, pada tahun 1983 FAO mendefinisikan food security

sebagai

“ensuring that all people at all times have both physical

and economic access to the basic food that they need.”45

Definisi ini semakin diperluas karena negara bukan hanya harus menjamin

bahwa masyarakat mendapatkan makanan pokok yang mereka butuhkan,

tetapi juga dari sisi akses ekonomi di mana ia merupakan manifestasi dari

kesejahteraan masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan

mereka.

Beberapa dimensi dari ketahanan pangan sebagaimana disebutkan

oleh FAO yang pertama adalah food availability, di mana dimensi ini

berarti ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang

sesuai, dipasok melalui produksi domestik maupun impor, termasuk juga

bantuan makanan. Kedua, Food access yang berarti masyarakat dapat

mengakses sumber daya yang memadai di mana makanan merupakan

suatu yang berhak untuk diperoleh. Ketiga, food utilization atau

pemanfaatan pangan, dimensi ini adalah pendukung dari dimensi

sebelumnya, di mana pemanfaatan makanan dapat diperoleh melalui diet

yang cukup, ketersediaan air bersih, sanitasi, dan perawatan kesehatan

untuk mencapai kecukupan gizi dan terpenuhinya segala kebutuhan

fisiologis. Dimensi ini memunculkan pentingnya aspek non-pangan dalam

45 Ibid.

31

kajian ketahanan pangan.46 Keempat dan yang terakhir adalah food

stability, di mana untuk mencapai ketahanan pangan, baik rumah tangga

maupun masyarakat secara perorangan harus memiliki akses pada

ketersediaan pangan yang memadai setiap saat. Mereka tidak seharusnya

menghadapi risiko kehilangan akses karena alasan apapun (seperti krisis

ekonomi atau perubahan iklim). Oleh karena itu, dimensi stabilitas ini

merujuk pada ketersediaan dan dimensi akses ketahanan pangan.47

Merujuk pada dimensi food access, akibat dari bencana kekeringan

yang dialami Somalia menyebabkan banyaknya hewan ternak yang mati,

curah hujan yang tak kunjung turun menyebabkan kekeringan sehingga

ketersediaan pangan menjadi sulit didapat. Kemudian pada dimensi food

access, karena bencana kekeringan ini akses masyarakat Somalia terhadap

tersedianya bahan pangan semakin menipis, terutama dalam hal air bersih.

Akibat kekeringan ini air mengalami perubahan warna akan tetapi

masyarakat masih tetap mengkonsumsinya mengingat jumlahnya yang

sangat terbatas.48

Hal-hal tersebut diatas mengakibatkan dimensi food utilization

juga terganggu, pasalnya kebutuhan gizi tidak terpenuhi sehingga dapat

mengganggu kesehatan. Sebanyak 365.000 anak-anak mengalami

malnutrisi yang akut, di mana 71.000 diantaranya membutuhkan

46 Fao.org, 2006, Policy Brief: Food Security, dalam http://www.fao.org/forestry/13128-

0e6f36f27e0091055bec28ebe830f46b3.pdf, diakses pada 29 September 2018 1:15 47 Ibid. 48 Aljazeera, 2017, Drought in Somalia: Time is Running Out, dalam

https://www.aljazeera.com/indepth/inpictures/2017/02/drought-somalia-time-running-

170213111737077.html, diakses pada 29 September 2018 1:55

32

pendampingan live-saving yang mendesak.49 Pasca bencana kekeringan

terparah yang dialaminya, Somalia menderita krisis pangan dan malnutrisi

yang memberikan pengaruh signifikan serta meninggalnya 260.000 jiwa

pada tahun 2012.50 Akibat dari bencana ini juga, Somalia masih

memerlukan pendampingan dari berbagai aktor dalam hal pemenuhan

kebutuhan pangan agar dapat mencapai dimendi food security yang

keempat yaitu food stability.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode/ Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif, yaitu suatu

bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-

fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan

manusia.51 Di mana terdapat upaya untuk menjawab pertanyaan mengenai

siapa, apa, di mana, dan lainnya. Jadi penulisan ini berupaya untuk

melaporkan apa yang terjadi.52

1.6.2 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan yaitu

teknik analisa data kualitatif, di mana penulis akan memaparkan mengenai

peran-peran UN OCHA di Somalia dan kondisi krisis pangan dan

malnutrisi yang dialami oleh Somalia berdasarkan data-data yang

49 Ibid. 50 Bbcnews, 2013, Somalia Famine ‘Killed 260.000 People’, dalam

https://www.bbc.co.uk/news/world-africa-22380352, diakses pada 14 Maret 2018 06:21 51 Yanuar Ikbar, 2014, Metodologi & Teori Hubungan Internasional, Bandung: Refika Aditama,

hal. 18 52 Mochtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, LP3ES, hlm.

68

33

diperoleh dari buku, jurnal, berita, serta sumber-sumber lain yang tentunya

memiliki korelasi dengan penelitian. Analisa data kualitatif tidak

menggunakan angka-angka maupun statistik, melainkan data yang berupa

angka maupun grafik selanjutnya akan diuraikan dengan kalimat yang

sesuai.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian,

penulis menggunakan data-data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan atau dalam istilah lain disebut dengan library research. Di

mana data yang diperoleh bersifat sekunder karena penelitian yang penulis

buat bukanlah penelitian yang bersifat langsung. Dalam melaksanakan

studi kepustakaan, data yang diperoleh bukan hanya data yang berasal dari

buku saja, melainkan juga terdapat sumber-sumber lain seperti jurnal,

berita, artikel, serta berbagai data dan informasi yang diperoleh baik dari

media cetak maupun elektronik yang relevan dengan penelitian.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

a. Batasan Waktu

Dalam sebuah penelitian, batasan waktu merupakan suatu hal yang

penting. Hal ini dimaksudkan agar penelitian fokus pada satu waktu

tertentu dan tidak melebar. Dalam penelitian ini, penulis akan

membatasi pada peran yang dilakukan oleh UN OCHA terhadap krisis

pangan dan malnutrisi di Somalia pasca kejadian kekeringan terparah

34

yang dialaminya pada tahun 2011. Kemudian progress apa saja yang

telah dibuat oleh UN OCHA dalam rentang waktu tersebut hingga lima

tahun selanjutnya yakni tahun 2016. Hal ini dikarenakan pada tahun

2016 kondisi krisis pangan di Somalia sudah mulai membaik, sebelum

kemudian tahun 2017 Somalia kembali mengalami bencana

kekeringan. Pembatasan waktu sampai dengan tahun 2016 juga

bertujuan untuk menghindari percampuran data antara bencana

kekeringan yang dialami Somalia pada tahun 2011 dengan tahun 2017.

b. Batasan Materi

Batasan materi dalam sebuah penelitian berfungsi untuk

memfokuskan dan mempermudah permasalahan yang dibahas

sehingga sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Adapun batasan

materi dari penelitian ini adalah dengan memfokuskan kajian yang

ditekankan pada peran dan program kerja apa saja yang dibuat oleh

UN OCHA dalam menghadapi krisis pangan dan malnutrisi di

Somalia.

1.7 Argumen Dasar

UN OCHA menjadi salah satu aktor yang berperan dalam pengurangan

krisis pangan dan malnutrisi di Somalia,di mana ia sebagai organisasi

internasional menjadi koordinator dalam penyelesaian masalah krisis pangan

dan malnutrisi yang ada, hal ini di buktikan dengan perannya mengadakan

forum meeting minutes bersama beberapa aktor yang ingin turut memberikan

kontribusinya bagi kondisi krisis yang dialami Somalia. Kemudian peran

35

OCHA sebagai inisiator sebagaimana disebutkan oleh Andre Pareira

diwujudkan dengan upaya pengadaan beberapa program yang ditujukan bagi

masyarakat Somalia berupa Food Voucher, Mobile Health Clinics, Shelter dan

air bersih, karena beberapa fasilitas tersebut merupakan manifestasi dari upaya

OCHA dalam mengurangi krisis pangan dan malnutrisi yang ada. Kemudian,

peran OCHA sebagai fasilitator diwujudkan dengan memfasilitasi aktor-aktor

kemanusiaan untuk terus berproses dan memantau segala kondisi kemanusiaan

yang ada melalui meeting minutes yang diadakan setiap bulannya.

Consolidated Appeal Process (CAP) yang membuat OCHA dapat

memutuskan langkah apa saja yang akan diambil dalam upaya menangani

krisis pangan dna malnutrisi.

1.8 Sistematika Penulisan

Secara garis besar, penulis memaparkan sistematika penulisan dalam

penelitian ini dalam bab per bab sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan latar

belakang permasalahan yang diangkat, dilanjutkan dengan perumusan

masalah, tujuan, dan manfaat yang dapat diperoleh. Selanjutnya membahas

mengenai kerangka konseptual yang digunakan untuk memahami

permasalahan, dan yang terakhir metode penelitian serta sistematika

penulisan.

Bab II Krisis Pangan dan Malnutrisi di Somalia dan UN OCHA

Sebagai Organisasi Internasional, dalam bab ini diterangkan mengenai

gambaran umum, profil, sejarah singkat, dan kondisi geografis Somalia.

36

Setelah itu, pembahasan berlanjut pada bencana kekeringan tahun 2011 di

Somalia yang menjadi penyebab dari krisis pangan dan malnutrisi yang

terjadi. Selanjutnya akan dijelaskan terkait UN OCHA menyangkut struktur

organisasi, pendanaan, sistem cluster pada UN OCHA, serta dibahas juga

tentang UN OCHA yang ada di Somalia.

Bab III Peran UN OCHA sebagai Inisiator, Fasilitator, dan

Determinator, dalam bab ini dijelaskan secara lebih lanjut terkait peran UN

OCHA sebagai inisiator dengan membuat program kerja food voucher, mobile

health clinics, serta shelter dan air bersih. Kemudian peran sebagai fasilitator

dengan membuat forum koordinasi meeting minutes, serta peran sebagai

determinator dengan membuat platform Consolidated Appeal Process (CAP).

Bab IV Capaian UN OCHA sebagai Organisasi Internasional dan

dalam Mewujudkan Food Security, dalam bab ini dipaparkan mengenai

capaian apa saja yang telah dibuat oleh UN OCHA dalam upayanya

menangani krisis pangan dan malnutrisi di Somalia ditinjau dari dimensi-

dimensi konsep organisasi internasional dan food security.

Bab V Kesimpulan, bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang

memuat kesimpulan dari keseluruhan penelitian, serta saran yang dapat

penulis berikan untuk penulis selanjutnya yang akan membuat penelitian

dengan topik atau tema yang serupa.