bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja pegawai negeri di negara berkembang cenderung masih belum maksimal.
Berdasarkan data dari World Bank (2006) kinerja pegawai negeri masih kurang baik dalam
melayani masyarakatnya, seperti terlambat masuk kerja, mangkir selama jam kerja, sampai
pulang kerja sebelum waktunya (Daryanto, ). Kondisi seperti ini juga terjadi di Republik
Demokratik Timor Leste. Kurang disiplin dan kurang patuhnya pegawai negeri dalam hal jam
kerja masih banyak dijumpai. Hal ini dapat mengurangi kinerja/produktivitas mereka. Kondisi
ini diakibatkan karena kurang besarnya gaji yang diterima, iklim organisasi kurang baik,
sampai pada minimnya tingkat kepatuhan. Dari sinilah maka pemerintah meluncurkan
program reformasi birokrasi.
Pegawai negeri sebagai abdi masyarakat dan abdi negara mempunyai peranan
menentukan keberhasilan penyelengaraan pemerintah dan mewujudkan pembangunan
Nasional. Bertindak sebagai pejabat pembina kepegawaian Ketua Komisi Kepegawaian Timor
– Leste dan pejabat di instansi yang berwewenang. Pejabat pembina kepegawaian ini bertugas
meningkatkan disiplin kerja pegawai sehingga tujuan pembangunan dapat tercapai.
Ketidakdisiplinan pegawai negeri di timor –leste telah berjalan dengan lama, hal ini
dibuktikan dengan data banyaknya pegawai yang mendapatkan sanksi ringan, sedang hingga
berat.
2
Tabel 1.1 Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Timor Leste
Tahun
Jumlah
Pengawai
Negeri di
Timor Leste
Total
Sanksi
(teguran
tertulis,
ditangguhkan)
Sanksi
ringan
dan
sedang
(%)
Total Pegawai
diberhentikan
dari PNS
(demicão)
Diberhentikan
(%)
2010 26.441 21 0,07 1 0,003
2011 27.080 74 0,27 5 0,018
2012 27.088 177 0,65 12 0,044
2013 28.397 372 1,3 42 0,14
2014 33,768 133 0,39 70 0,20
2015 34,301 72 0,20 110 0,32
Dari data tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2011 sanksi ringan dan berat
dijatuhkan dengan masing–masing 0,27 % dan 0,018 % pada pegawai pelanggaran disiplin.
Persentasi hukuman tahun 2011 ini meningkat dari proporsi 0,07 % dan 0,003 % pada tahun
2010, sementara pada tahun 2012 proporsi hukum ringan dan sedang 0,65 % atau peningkat
dari tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2013 proporsi ringan 1,3 % dan berat 0,14
meningkat dari proporsi tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2014 proporsi ringan 0,39 %
menurun dari tahun 2013, dan berat meningkat 0, 20 % dari proporsi tahun 2013 dan pada
tahun 2015 proporsi ringan menurun 0,20 % dan berat meningkat 0,32 % dari tahun 2014.
Meski jumlah pelanggaran ringan dan sedang menurun, pelanggaran berat terus meningkat
sampai tahun 2015. Hal ini menunjukkan masih terjadi peningkatan jumlah pegawai yang
melanggar, akan tetapi hanya klasifikasinya berbeda dari tahun ke tahun.
Meskipun penindakan telah dilakukan oleh pemerintah pada pegawai berupa pemberian
sanksi, mulai dari sanksi ringan sampai berat yang telah dijatuhkan semenjak tahun 2010-2015,
namun belum juga menunjukkan adanya penurunan pelanggaran disiplin dari pegawai negeri
3
secara signifikan. Fenomena ini diibaratkan suatu penyakit kronis yang telah menular pada
seluruh tubuh manusia yang susah untuk disembuhkan. Hal ini dapat dilihat dari 154 kasus
pelanggaran yang diterima oleh Komisi Kepegawaian pada tahun 2014. Pelanggaran ini
berkaitan dengan disiplin waktu, mangkir dari pekerjaan, menyalahi wewenang, dan kasus
lainnya.1
Penegakan kedisiplinan pegawai dengan perberlakuan surat edaran tentang waktu kerja
pegawai di ombudsman hak asasi manusia, penetapan SOP, manual operasional dan lainnya
sebagi bentuk kebijakan internal institusi ombudsman dengan maksud penegakan disiplin
kerja pegawai ombudsman namun hal ini belum mampu menghilangkan ketidakdisiplinan
pegawai ombudsman hak asasi manusia.
Ombudsman sebagai lembaga independen yang memiliki mandat, memperkuat integritas
dan mempromosikan tata pemerintahan yang baik di Timor Leste. Mengigat ombudsman hak
asasi manusia adalah satu-satunya institusi yang dianggap sebagai lembaga pengawasan pada
badan-badan publik di Timor Leste agar dapat menyelenggarakan pemerintahan yang
mengutamakan prinsip-prinsip good gevernance di Timor Leste. Demikian juga, pengawai
ombudsman hak asasi manusia menjadi panutan yang menunjukkan kinerja lebih baik. Kinerja
menjadi hal yang sangat mendasar untuk diperhatikan oleh ombudsman sebagai lembaga yang
berkinerja baik bagi lembaga publik lainnya. Oleh karena itu, penekanan pada kedisiplinan
pegawai yang tepat waktu dalam bekerja sangat diharapakan. Karena kedisiplinan pegawai
ombudsman hak asasi manusia dapat menjadi cerminan bagi pengawai di instansi lain.
Penegakan kedisiplinan kerja pegawai institusi ombudsman telah mengambil berbagai
kebijakan internal dengan perberlakuan surat edaran tentang waktu kerja pegawai di
1Relatoriocomissão da funcào public, 2015.dalam http:www.cfp.gov.tl
4
ombudsman hak asasi manusia, penetapan SOP, manual operasional, penerapan sanksi
indisipliner dan kebijakan lainnya namun hal ini belum mampu menghilangkan
ketidakdisiplinan pegawai negeri di ombudsman hak asasi manusia. kebijakan –kebijakan ini
belum dilaksanakan dengan baik, masih bersifat formalitas dan sering dilanggar oleh pengawai
ombudsman hak asasi manusia.
Berangkat dari masalah pelanggaran pengawai negeri di atas, maka penulis akan meneliti
mengenai masalah kedisiplinan pegawai di institusi ombudsman hak asasi manusia di Timor-
Leste. Berdasarkan data statistik, menunjukkan bahwa kondisi di kantor Ombudsman Hak
Asasi Manusia Timor-Leste beberapa tahun terakhir juga hampir sama dengan kondisi pegawai
negeri lain di Timor-Leste. Hal ini dapat dilihat dari data pelanggaran kedisiplinan waktu kerja
pegawai ombudsman Timor-Leste tahun 2013 sampai dengan 2015, sebagai berikut.
Tabel 1.2 Data Pelanggaran Kedisiplinan Waktu Kerja Pegawai Ombudsman Timor-
Leste 2013-2015
No
Jumlah
Pegawai
Ombudsman
Hak Asasi
Manusia di
Timor –Leste
Pelanggaran
Waktu
Kerja/Hari
Pelanggaran Waktu Kerja Pegawai
Tahun
2013 %
Tahun
2014 %
Tahun
2015 %
1
96 Orang
½ – 4 ½ 31 29,76 33 31,68 35 33,6
2 5 - 9 32 30,72 24 23,04 34 32,64
3 9 ½ – 13 ½ 4 3,84 3 2,88 5 4,8
4 14 ½ - 19 5 4,8 3 2,88 5 4,8
5 20 - 24 4 3,84 2 1,92 2 1,92
Sumber : Human Recources Ombudsman Hak Asasi Manusia Offices TL
5
Dari tabel 2 diatas menunjukan bahwa pegawai negeri di kantor Ombudsman Hak Asasi
Manusia pada tahun 2013 berjumlah 96 orang. Dari sejumlah pegawai tersebut, 29,76 pegawai
melakukan pelanggaran jam kerja selama (½ - 4 ½ hari kerja), 30,72 % (5- 9 hari kerja),
3,84% (9 ½ - 13 ½ ) hari kerja, 4,8 % (14 ½ - 19) dan 3,84 % (20 – 24). Selanjutnya pada tahun
2014 pegawai pelanggaran 31, 68 %, (½ - 4 1/2 ), 23,04, (5 – 9 hari kerja), 2,88 %, (9 ½ - 13
1/2)), 2,88 % (14 ½ - 19 ), 1,92 % (20 – 24) dan di tahun 2015 adanya peningkatan 33, 6 %, ( ½
– 4 1/2 ), 32,64 % (5 – 9), 4,8 % (9 ½ - 13 ½ hari kerja), 4,8 % (14 ½ - 19) di banding tahun
2014. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggaran disiplin kerja di kantor Ombudsman masih
sering terjadi.
Gaji pegawainya rendah selalu menjadi alasan pegawai tidak fokus pada kerja dan
berusaha menghindar kerja yang telah menjadi tanggungjawab mereka. Gaji yang rendah dan
biaya hidup yang mahal berdampak pada kinerja PNS yang buruk. Artinya PNS memberikan
energi dan waktu tidak total dan cenderung disesuaikan dengan gaji yang diterima. Gaji yang
rendah cenderung membuat pegawai sering mengabaikan tugas dan tanggungjawab yang
dipercayakan kepadanya. Pegawai selalu berasumsi bahwa gaji yang terima tidak seimbang
dengan beban kerja mereka. Kompensasi dan tunjangan harus dapat memenuhi kebutuhan
hidup. Data gaji pegawai Ombusdam Hak Asasi Manusi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
6
Tabel :1.3Gaji Pegawai Ombudsman Hak Asasi Manusia
Jumlah
Pegawai
Kategori Grau (
level)
Escalao ( Eselon)
Gaji Pegawai
1 2 3 ( USD)
1 Tecnico Superior A 1 - 850
3 B 2 1 400 - 702
23 Tecnico Profisional C 14 9 - 298 - 702.50
24 D 17 7 - 221 - 600
31
Tecnico
Administratif E 28 3 - 221 -230
10 Asistente F 3 7 - 140 - 166
4 G 1 3 - 119- 166
96
Sumber : Divisi Administrasi dan Keuangan Ombudsman Hak Asasi
Manusi
Tidak adanya sanksi yang jelas, ketika bekerja tidak tepat dan cepat, sehingga dapat
memberi peluang bagi pegawai untuk tidak taat pada aturan kerja. Pegawai seolah-olah
menganggap terlambat masuk kerja dan menunda pekerjaan merupakan suatu hal yang biasa.
Padahal pemborosan waktu dan menunda pekerjaan berdampak pada kinerja organisasi. Boros
waktu sering dipandang sebagai korupsi waktu oleh pegawai yang menyebabkan misi
organisasi tidak berjalan dengan baik. Begitu pula keefektifan kegiatan pegawai dan kontribusi
pegawai dalam mewujudkan tujuan organisasi tidak dapat tercapai. Sikap dan perilaku pegawai
yang sering mengabaikan tanggungjawab mereka sebagai abdi masyarakat dan abdi Negara.
Tidak ada mekanisme kontrol yang baik dalam instansi tersebut menjadi salah satu
penyebabnya. Hal ini dapat dilihat dari hanya disediakan fingerprint dengan tujuan untuk
mengontrol pegawai pada saat masuk kerja dan keluar kerja, tetapi untuk melakukan kontrol
7
setiap pegawai yang bekerja atau tidak bekerja itu tidak ada yang mengontrolnya. Oleh karena
itu, meskipun pegawai mempunyai rencana kerja harian, tetapi tidak dilaksanakan dengan baik.
Ombudsman Hak Asasi Manusia harus menunjukan citra sebagai lembaga yang memang
betul-betul mempromosikan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, maka dari itu pegawai
Ombudsman harus bertaat atau berdisiplin pada aturan–aturan yang ada. Mengigat
Ombudsman sebagai institusi yang fungsinya mempromosikan dan pengontrol badan-badan
publik. Ketidakpatuhan pengawai Ombudsman akan berimplikasi pada kredibilitas institusi
tersebut, apalagi badan-badan publik yang menjadi target Ombudsman dalam pengawasan.
Penelitian ini menurut penulis dianggap penting mengigat2 Ombudsman mempunyai
wewenang mengontrol dan melakukan investigasi pada pegawai–pegawai atau pejabat publik
yang melakukan tindakan-tindakan yang menjurus pada pemerintahan yang tidak baik. Disisi
lain Ombudsman menerima pengaduan-pengaduan dari masyarakat yang berkaitan dengan
kasus-kasus pelanggaran HAM dan mempratekkan maladministrasi lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa Ombudsman HAM memfokuskan kegiatan pada Hak Asasi Manusia dan
pelanggaran berupa tindakan/kelalaian pada tata pemerintahan yang dilakukan oleh otoritas
publik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus diterapkannya disiplin pegawai
untuk menjamin bahwa pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan ini sesuai dengan visi dan misi
Ombudsman Hak Asasi Manusia.
Ombudsman Timor Leste memiliki tujuh divisi yaitu;3divisi monitoring dan
rekomentasi, divisi promosi, divisi investigasi, divisi pengaduan publik, divisi administrasi dan
keuangan, divisi pengembangan SDM, Biro Bantuan hukum dan administrasi penelitian, dan
divisi perwakilan wilayah, dengan jumlah pengawai 96 orang. Pengawai negeri sipil di
2Provedoria dos DireitosHumanos e Justica ( PDHJ TL), dalam http://www.pdhj.tl 3Provedoria dos DireitosHumanos e Justica ( PDHJ TL), dalam http://www.pdhj.tl
8
Ombudsman yang seharusnya berdisiplin tinggi dan menjadi panutan bagi pegawai di instansi
lain. Namun dalam pelaksanaan masih jauh dari harapan karena masih ada pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai di Ombudsman Timor–Leste. Masih ada temuan-
temuan pelanggaran seperti pada jam kerja, masih ada pegawai yang menunda pekerjaan,
pegawai yang duduk tidak melakukan kerja, dan masih ada pegawai yang mangkir dari
pekerjaan.
Masih tingginya tingkat ketidak disiplinan menunjukkan ada banyak faktor yang
mempengaruhinya. Pejabat pimpinan telah melakukan upaya perbaikan disiplin tetapi masih
belum mendapatkan hasil yang maksimal. Fokus penelitian ini adalah ingin mempelajari
kebijakan apa saja yang diterapkan oleh pimpinan Ombudsman HAM Timor- Leste dalam
penegakan kedisiplinan pegawai, kemudian perlu juga dikaji apa faktor penghambat pada
upaya mendisiplinkan pegawai. Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian terkait dengan implementasi dari kebijakan penegakan disiplin
Pegawai Negeri di Ombudsman HakAsasiManusia Timor Leste.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi kebijakan penegakan disiplin pegawai negeri di Ombudsman
Hak Asasi Manusia Timor Leste?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penghambat implementasi disiplin kerja pegawai di
Ombudsman Hak Asasi Manusia?
1.3 Tujuan dan penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan penegakan disiplin pegawai negeri
Ombudsman Hak Asasi Manusia di Timor-Leste.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat penegahkan disiplin kerja
pegawai Ombudsman di Kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia di Timor-Leste.
1.4 Manfaat penelitian
Dengan penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi ;
1. Ombudsman Hak Asasi Manusia, Sebagai bahan masukan bagi kantor Ombudsman
tentang kedisiplinan pengawai negeri sipil.
2. Peneliti, agar peneliti lebih mendalami kebijakan kedisiplinan pengawai negeri di
Ombudsman Timor Leste.
3. Bagi kalangan akademisi, dijadikan informasi awal bagi yang berminat meneliti tentang
disiplin pengawai negeri.
4. Bagi penulis, dapat menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan implementasi
kebijakan Aparatur Sipil Negara.
1.5 Keaslian Penelitian
Seletah penulis melakukan penelusuran di perpustakaan di UGM, sepanjang pengetahuan
penulis belum ada satupun penelitian yang membahas mengenai “implementasi penegahkan
disiplin kerja pegawai Ombudsman hak asasi manusia di Timor-Leste”. Akan tetapi, penulis
menemukan beberapa tema yang sama dengan penelitian ini, tetapi berbeda judul dan lokus
penelitiannya, sebagai berikut:
1. Dengan judul “penegakan hukuman displin pegawai negeri sipil berdasarkan peraturan
pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil di pemerintah
10
Kabupaten Konawe selatan Propinsi Sulawesi Tenggara “ yang diajukan oleh Laanda, Dwi
Haryati nomor induk mahasiswa ; 13/359852/PHK/08123 tanggal 25 Januari 2016 dengan
program kekhusus (Study Magister hukum, Magister Hukum konsentrasi Kenegaraan Pasca
Sarjana Fakultas Hukum. Mengacu pada Judul diatas, perumusan masalah yang diambil, yaitu:
a. Bagaimana penegakan hukuman disiplin pegawai negeri sipil ( PNS) di Kabupaten
Konawe selatan?
b. Apa hambatan dalam penegakan disiplin pegawai sipil PNS di KAbupaten Konawe
Selatan?
c. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan dalam penegakan peraturan pemerintah
No.53 tahun 2010 tentang penegakan disiplin pegawai negeri sipil di Konawe Selatan?
2. Selanjutnya dengan Judul “ Implementasi Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 terkait
disiplin pegawai Negeri Sipil dalam rangka meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil di
pemerintah kota Yogyakarta, yang diajukan oleh Ika Untari nomor induk mahasiswa
09/294915/PHK/06155 tanggal 20 Setember 2012 dengan Program studi Magister Hukum ke
Negaraan, PascaSarjana (S2) Fakultas Hukum adapun perumusan masalah yang diambil yaitu
;
a. Bagaimana implementasi peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin
pegawai Negeri Sipil terhadap peningkatan kinerja?
b. Apa kendala didalam implementasi disiplin pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan
pemerintah nomor 53 tahun 2010?
c. Apa upaya mengurangi terjadinya pelanggaran disiplin oleh pegawai negeri sipil setelah
berlakunya peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010.
11
3. Berikutnya penelitian dengan judul “penegakan disiplin pegawai negeri sipil departemen
kehutanan dalam mendorong terwujudnya pemerintah yang baik. Diajukan oleh Dyah
Murtiningsih nomor induk Mahasiswa 18017/PS/MH/2005 tanggal 24 Juni 2008, dengan
program konsentrasi Hukumbisnis, PascaSarjana (S2) fakultas Hukum, adapun perumusan
masalah yang diambil, yaitu:
a. Bagaimana pelaksanaan penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di Departemen
Kehutanan?
b. Kendala yuridis apa yang menghambat penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil
Departemen Kehutanan dalam upaya mendorong terwujudnya pemerintahan yang baik?
c. Langkah yuridis apa yang dapat dilakukan agar penegakan disiplin pegawai negeri sipil
departemen kehutanan untuk mendorong terwujudnya pemerintahan baik yang dapat
tercapai?
4. Dan berikutnya dengan Judul “ Penegakan disipiln pegawai Negeri sipil daerah dalam rangka
mewujudkan pemerintahan yang baik di Kabupaten Bantul, diajukan oleh Purjiyanta nomor
induk mahasiswa 15366/PS/MH/04 pada tanggal 21 Desember 2006 dengan program studi
Magister hukum konsentrasi hukum Kenegaraan PascaSarjana (S2), adapun perumusan
masalah yang diambil, yaitu:
a. Bagaimana penegakan disiplin pegawai megeri sipil daerah pemerintah kabupaten Bantul?
b. Mampukah pembinaan PNSD mewujudkan pemerintahan yang baik?
c. Hambatan apakah yang timbul dalam penegahkan displin PNS dan upaya apa yang
dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?
12
Mengacu pada penelusuran di atas, penulis hanya menemukan adanya tesis peneliti
terdahulu yang berasal dari magister hukum yang mempunyai kemiripan judul dan masalah yang
telah dipaparkan, namun dalam konteks metode dan lokasi penelitian berbeda dengan penelitian
ini.
Dari hasil penelusuran keaslian penelitian terdahulu penulis melihat bahwa adanya
perbedaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu terletak pada judul, substansi masalah,
lokasi penelitian, dan metode yang digunakan. Pada penelitian ini yang penulis laksanakan tentang
implementasi peneggakan disiplin kerja pegawai di Ombudsman hak asasi manusia dengan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berupaya untuk mengambarkan dan
mempelajari fakta –fakta tentang disiplin kerja pegawai negeri di Ombudsman di Timor –Leste.