bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...

78
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Partisipasi anggota masyarakat dalam pemilihan Gubernur dan wakil gubernur Aceh Tahun 2017 dalam kategori sukses. Namun pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) kali ini juga masih dipertanyakan dari segi kualitas karena fenomena partisipasi aktif yang belum maksimal. Dari tahun-ketahun kurangnya partisipasi masyarakat masih menjadi salah satu permasalahan dalam pemilukada di Aceh. Partisipasi masyarakat kota Banda Aceh pada pemilukada Aceh tahun 2012 mencapai 62% pemilih. 1 Sedangkan pada pemilukada Aceh tahun 2017, partisipasi pemilih meningkat 1% mencapai 63.1%. 2 Angka pertisipasi dari tahun ke tahun tergolong rendah. Rendahnya tingkat pertisipasi di kota Banda Aceh yang merupakan wilayah perkotaan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pemerintahan yang akan berajalan lima tahun mendatang. Karena tinggi rendahnya penggunaan hak suara dalam pemilukada menjadi ukuran sejauhmana sebuah pemerintahan yang didukung oleh masyarakat. Pemilukada juga 1 Serambi Indonesia. KIP Diminta Tingkatkan Sosialisasi Pilkada. 2017. Diakses pada tanggal 19 Desember 2017. Disitus : http://aceh.tribunnews.com/2017/01/09/kip-diminta-tingkatkan- sosialisasi-pilkada 2 KPU Prov Aceh. Pilkada Provisi Aceh. 2017. Di akses pada tanggal 18 Desember 2017. Di situs : https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/aceh

Upload: lamanh

Post on 25-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Partisipasi anggota masyarakat dalam pemilihan Gubernur dan wakil gubernur

Aceh Tahun 2017 dalam kategori sukses. Namun pemilihan umum kepala daerah

(Pemilukada) kali ini juga masih dipertanyakan dari segi kualitas karena fenomena

partisipasi aktif yang belum maksimal. Dari tahun-ketahun kurangnya partisipasi

masyarakat masih menjadi salah satu permasalahan dalam pemilukada di Aceh.

Partisipasi masyarakat kota Banda Aceh pada pemilukada Aceh tahun 2012 mencapai

62% pemilih.1 Sedangkan pada pemilukada Aceh tahun 2017, partisipasi pemilih

meningkat 1% mencapai 63.1%.2

Angka pertisipasi dari tahun ke tahun tergolong rendah. Rendahnya tingkat

pertisipasi di kota Banda Aceh yang merupakan wilayah perkotaan dikhawatirkan

dapat mempengaruhi pemerintahan yang akan berajalan lima tahun mendatang.

Karena tinggi rendahnya penggunaan hak suara dalam pemilukada menjadi ukuran

sejauhmana sebuah pemerintahan yang didukung oleh masyarakat. Pemilukada juga

1 Serambi Indonesia. KIP Diminta Tingkatkan Sosialisasi Pilkada. 2017. Diakses pada

tanggal 19 Desember 2017. Disitus : http://aceh.tribunnews.com/2017/01/09/kip-diminta-tingkatkan-

sosialisasi-pilkada 2 KPU Prov Aceh. Pilkada Provisi Aceh. 2017. Di akses pada tanggal 18 Desember 2017. Di

situs : https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/aceh

2

dinilai dapat mengkomodasi sistem seleksi terpadu yang saling melengkapi untuk

melahirkaan calon kepala daerah yang berkualitas, yang memimpin Aceh kedepan.

Partispasi dalam pemilukada di negara dengan sistem demokrasi merupakan

hak warga negara. Faktor –faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya partisipasi

politik seseorang tergantung dari kesadaran politik dan kepercayaan kepada

pemerintah (sistem politik).3 Kesadaran politik juga menjadi faktor determinan dalam

partisipasi politik masyarakat, artinya sebagai hal yang berhubungan pengetahuan dan

kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat,

kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi

politik. Keikutsertaan masyarakat dalam pemilukada adalah kegiatan membuat

keputusan. Bentuk dari perilaku pemilih ini juga akan menentukan pilihannya. Hasil

dari pilihan ini yang kemudian akan berdampak pada lima tahun pemerintahan

mendatang.

Ketika pemilih menentukan pilihan pada suatu kandidat calon gubernur

karena dipengaruhi oleh kelas sosial, agama, kelompok etnik atau atas dasar

kesamaan daerah atau bahasa, maka pilihannya akan tertuju pada pemimpin yang

memiliki latar belakang dan demografi yang sama. Perilaku pemilih yang lahir dari

ikatan emosional (identifikasi) akan menentukan pilihannya pada bentuk ketokohan

calon dan identifikasi partai. Atas dasar kedekatan pada tokoh atau memiliki

informasi yang cukup pada partai tertentu. Sedangkan pilihan atas dasar kalkulasi

3 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2010), hal: 184.

3

untung rugi baik orientasi pada ekonomi maupun politik, maka bentuk perilakunya

bersifat rasional dan menjatuhkan pilihannya pada tokoh yang memiliki Visi dan

Misi, program kerja, latar belakang yang memang bisa memberikan keutungan

untuknya walaupun bukan keuntungan secara langsung dan dalam jangka waktu

dekat, tetapi dapat berupa keuntungan dari kebijakan pemerintahan mendatang.

Dari perspektif demokrasi, sebenarnya pemilukada sangat baik bagi

perkembangan demokrasi. Akan tetapi, realitas umum mengatakan bahwa

pemilukada segera bergeser dari momen pesta demokrasi menjadi fenomena politik

yang selalu diwarnai persoalan yang menyebabkan pemilukada belum mampu

menjamin terwujudnya demokrasi. Permasalahan rendahnya partisipasi masyarakat

dalam pemilukada hingga bentuk dari perilaku pemilih yang tidak rasional menjadi

masalah yang memerlukan analisis mendalam. Karena tolak ukur keberhasilan

demokrasi dimulai dari tingginya partisipasi pemilih yang menentukan dukungan

masyarakat pada pemerintah dan bentuk perilaku pemilih yang akan menentukan

sang tokoh (pemimpin) yang menjalankan pemerintahan kedepan. Sehingga harapan

akan demokrasi ideal ada pada partisipasi yang tinggi dengan bentuk perilaku pemilih

yang bersifat rasional. Bukan hanya partisipasi semu yang menekankan pada

tingginya angka jumlah pemilih tanpa independensi dalam memilih.

Dalam negara demokrasi apapun latar belakang masyarakat memiliki hak

yang sama dalam memilih. Pemilih dalam hal ini termasuk didalamnya para pemilih

pemula salah satunya para siswa yang masih duduk di kursi pendidikan SMA/MA

4

sederajat menginjak usia 17 tahun ke atas dan mahasiswa yang menginjak perguruan

tinggi sekitar umur 21 tahun. Pemilih pemula ini di dominasi oleh para mahasiswa

yang baru menempuh dunia perguruan tinggi. Hal ini sangat menarik mengingat

mahasiswa memiliki idealisme murni dan jiwa nasionalis, maka tidak heran

mahasiswa menyandang gelar sebagai agen of change.

Dikalangan pemilih pemula, antusias mereka tidak cukup tinggi dalam

mengikuti pemilihan kepala daerah di Aceh tahun 2017. Hasil survei awal yang telah

saya lakukan pada 10 orang pemilih pemula di kecamatan Syiah Kuala, pemilih

pemula mengetahui 6 kandidat pasang calon Gubernur dan wakil Gubernur Aceh

2017. Tidak hanya itu 8 dari 10 juga berpartisipasi dalam proses pencoblosan calon

Gubernur dan wakil gubernur Aceh untuk periode 2017-2022. Namun 9 dari 10

menjawab bahwa mereka sangat jarang mengakses informasi ke 6 pasang calon

kandidat ini, sehingga mereka tidak memiliki informasi yang cukup mengenai latar

belakang atau track record calon gubernur, Visi dan Misi maupun slogan pasangan

calon. Kurangnya informasi hinggga lewatnya keterlibatan mereka dalam proses

kampanye karena alasan tidak memiliki waktu disebabkan aktivitas yang padat.4

Survei awal yang saya lakukan pada 10 orang yang berstatus pelajar dan

mahasiswa di Kecamatan Syiah Kuala pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur

Aceh 2017 menunjukan bahwa mereka memilih karena alasan kedekatan pribadi,

4 Wawancara. Pemilih Pemula. Dilakukan di Kota Banda Aceh Kecamatan Syiah Kuala. Pada

Desember Tahun 2017.

5

rekomendasi keluarga dan kesamaan asal daerah.5 Dari beberapa alasan di atas

perilaku pemilih pemula merujuk pada model sosiologi atau yang di kenal juga

dengan Mazhab Columbia.6 Pendekatan ini menjelaskan bahwa karekteristik dan

pengelompokan sosial merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih.

Asumsi dasar model sosiologi ini ialah bahwa perilaku memilih ditentukan oleh kelas

sosial, agama dan kelompok etnik atau kedaerahan atau bahasa.7

Model sosiologi yang telah dikembangkan sebagai model SES (Socio

Economic Status), yang disempurnakan dengan apa yang disebut Civil Voluntary

Model 8 menjelaskan bahwa seorang berpartisipasi dalam pemilu karena kesadaraan

arti penting pemilu, namun banyak juga masyarakat rendah akses pendidikan juga

cenderung menggunakan model sosiologi ini. Sehingga ketika pemilih pemula yang

berstatus pelajar dan mahasiswa memilih karena alasan yang tidak rasional, maka

relasi atara tingkat pendidikan dan perilaku pemilih tidak sejalan. Perilaku model

sosiologi ini lebih dominan dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran politik

dikalangan pemilih pemula.

Partisipasi menjadi penting dalam sebuah negara demokrasi karena sukses

atau tidaknya suatu pemilukada ditentukan dari tinggi rendahnya penggunaan hak

5 Wawancara. Pemilih Pemula. Dilakukan di Kota Banda Aceh Kecamatan Syiah Kuala. Pada

Desember Tahun 2017. 6 Affan Gaffar, Javanese Voters: A case Stusy Of Election Under A Hegemoni Party System.

(Yogyakarta: Gajamada University Press, 1992) hal. 4 7 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legistlative Dan Presiden Indonesia PasCa Orde Baru. (Jakarta: Mizan, 2016), hal.

6 8 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legistlative Dan Presiden Indonesia PasCa Orde Baru.., hal. 6.

6

suara, tidak hanya dapat dijadikan ukuran dukungan masyarakat pada sebuah

pemerintah, tapi berhasil tidaknya sebuah sistem politik akan kembali pada

masyarakat itu sendiri. Namun ketika penggunaan hak suara digunakan secara tidak

rasional maka tidak hanya pemerintahannya yang akan bermasalah tetapi eksistensi

dari demokrasi itu juga perluh dipertanyakan.

Pada pemilukada Aceh 2017, pemilih pemula di kota Banda Aceh

menyumbang suara yang cukup signifikan berkisar 30% dari seluruh pemilih dan ini

dinilai sangat potensial dalam mendongkrak nilai dari demokrasi.9 Namun adanya

opini mengenai besarnya hak suara yang digunakan secara tidak rasional dikalangan

pemilih pemula berimbas pada tidak terpenuhinya output dari pemilukada, sehingga

menimbulkan pertanyaan baru mengenai dimana fungsi idealisme dan nasionalisme

dari generasi muda. Kebanyakan pemilih pemula masih dipengaruhi oleh

kepentingan-kepentingan tertentu terutama oleh orang terdekat seperti kerabat,

tetangga dan lingkungan sekitar hingga anggota keluarga maka tidak jarang pemilih

pemula menjadi sasaran mobilisasi partai politik dalam menarik suara.

Uraian diatas menggambarkan bahwa perilaku memilih pemilih pemula

sangat penting mendukung kualitas output pemilukada. Hal tersebut dikarenakan

pemilukada merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen memilih

pemimpin. Dalam menjawab pertanyaan mengenai hal tersebut, apakah kesadaran

9 Merdeka.com, Ajak pemilih pemula mencoblos, KIP Banda Aceh Gelar Stand Up Comedy.

2017. Diakses pada tanggal 19 Desember 2017. Disitus: https://www.merdeka.com/politik/ajak-

pemilih-pemula-mencoblos-kip-banda-aceh-gelar-stand-up-comedy.html

7

politik menyebabkan faktor sosiologis lebih dominan mempengaruhi perilaku

memilih pemilih pemula? Kemudian hal itu juga menjadi faktor yang mempengaruhi

kurangnya kesadaran politik dikalangan pemilih pemula? Lebih jauh lagi ingin

melihat sejauhmana tingkat kepercayaan pemilih pemula kepada pemerintah.

Penelitian ini akan menjawab pertanyaan tersebut secara rasionalitas akademik

dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas

maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah mengapa kesadaran politik

menyebabkan faktor sosiologis lebih dominan mempengaruhi perilaku memilih

pemilih pemula?

1. Bagaimana tingkat kepercayaan pemilih pemula kepada pemeritah ?

2. Bagaimana agen sosialisasi membentuk perilaku memilih pemilih

pemula?

3. Bagaimana kesadaran politik dikalangan pemilih pemula?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara umum tujuan penelitian ini

dimaksudkan untuk mengetahui :

1. Ingin mengetahui kerja agen sosialisasi membentuk perilaku memilih

pemilih pemula

8

2. Ingin menganalisis hal yang mempengaruhi tingkat kepercayaan

dikalangan pemilih pemula pada pemerintah.

3. Ingin menganalisis faktor yang mempengaruhi kurangnya kesadaran

politik dikalangan pemilih pemula.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penulisan penelitian yang ingin penulis peroleh adalah

sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,

sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi

dunia pendidikan.

2. Secara akademik penelitian ini bisa berguna untuk menjadi rujukan dalam

pengembangan ilmu politik dan menjadi sumber referensi bagi peneliti

dimasa yang akan datang terutama tentang perilaku politik dan elektoral.

3. Secara praktek untuk menambah wawasan terhadap para pemilih

mengenai pentingnya partisipasi politik, dan digunakan sebagai tolak

ukur pada pemilihan kepala daerah.

4. Kegunaan secara khusus bagi penulis adalah sebagai sarana untuk

menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang perilaku pemilih,

meningkatkan kreativitas dalam membahas serta menyusun karya ilmiah.

9

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Tinjauan Kepustakaan

2.1.1. Tinjauan Tentang Partisipasi Dan Perilaku Memilih

2.1.1.1. Pengertian Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Karena keputusan

politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan memengaruhi

kehidupan warga masyarakat, sehingga warga masyarakat berhak ikut serta

menentukan isi keputusan politik. Partisipasi politik didefinisikan sebagai

kaikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan semua keputusan yang

menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.10

Menurut Meriam Budiarjo partisipasi

politik adalah kegiatan politik seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara

aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan

secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public

policy). Kegiatan ini mencangkup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilu

menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan

pejabat pemerintah dan sebagainya. 11

10 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 180 11 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung: Alfabeta, 2012). hal. 156.

10

Hal yang menyangkut mengenai konseptualisasi partisipasi politik ialah12

:

1. Partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar

individu warga negara biasa yang dapat diamati, bahkan perilaku dalam

berupa sikap dan orientasi.

2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat

keputusan politik. Baik kegiatan yang berhasil (efektif) maupun gagal

mempengaruhi pemerintahan termasuk dalam konsep partisipasi politik

3. Kegiatan mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara individu

dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Kegiatan

yang langsung berarti individu mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain

yang dianggap dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar (konvensional)

dan tak berupa kekerasan (nonvience) salah satunya seperti ikut memilih

dalam pemilihan umum.

Partisipasi politik sebagai kegiatan dibedakan menjadi partipasi aktif dan

partisipasi pasif. Partisipasi aktif kegiatan yang berorientasi pada proses input dan

output politik, dan partisipasi pasif merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses

output. Sedangkan anggota masyarakat yang tidak masuk kedalam kategori

partisipasi aktif dan pasif karena menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada

12 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 180-181.

11

telah menyimpang dari apa yang mereka cita-citakan. Maka kelompok ini disebut

apatis atau golongan putih (golput). 13

Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partispasi politik seseorang ialah

kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang dimasud

dengan kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga

negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat

dan politik, dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan

masyarakat dan politik tempat dia hidup. Sedangkan yang dimasud dengan sikap dan

kepercayaan kepada pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah :

apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak. 14

Bedasarkan tinggi rendahnya kedua faktor tersebut, Paige membagi partisipasi

menjadi empat tipe yaitu15

:

1. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada

pemerintah yang tinggi, partisipasi politik cenderung aktif.

2. Sebaliknya kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah,

apabila partisipasi politik cenderung pasif - tertekan (apatis)

3. Partisipasi ketiga berupa militan radikal, yakni apabila kesadaran politik

tinggi tatapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah

13 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 182-183. 14 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 184. 15 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 184-185.

12

4. Apabila kesadaran politk sangat rendah tetapi kepercayaan kepada

pemerintah sangat tinggi, partisipasi ini disebut tidak aktif.

Kedua faktor diatas bukan faktor-faktor yang berdiri sendiri. Tinggi

rendahnya kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status

sosial dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman berorganisasi.

2.1.2.2. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih Pemula

Perilaku pemilih menurut Ramlan Surbakti adalah aktivitas pemberian suara

oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk

memilih dan tidak memilih di dalam sautu pemilu maka pemilih akan memilih atau

mendukung kandidat tertentu.16

Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang

berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Dimana

pelaku kegiatan adalah lembaga pemerintah selaku pemegang fungsi-fungsi

pemerintah dan fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat.17

Brennan dan

Lomasky serta Fiorina menyatakan bahwa keputusan memilih selama pemilu adalah

perilaku „ekspresif‟. Menurut mereka perilaku memilih sangat dipengaruhi oleh

loyalitas dan ideologi. Keputusan untuk memberi dukungan dan suara tidak akan

terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada partai politik

jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau

16 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…, hal. 480. 17 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik …,hal. 167.

13

mereka menganggap bahwa suatu partai politik tidak loyal atau tidak konsisten

terhadap janji dan harapan yang telah mereka berikan.18

Firmanzah melihat ada tiga faktor determinan bagi pemilih dalam memutuskan

pilihan politiknya, ketiga itu ialah :

1. Kondisi awal pemilih. Kondisi awal dimaksud adalah karakteristik yang

melekat dalam diri pemilih.

2. Faktor media massa yang mempengaruhi opini publik. Media sebagai

sumber informasi dan sebagai pencerdasan mayarakat sengat

mempengaruhi opini di masyarakat. Karena setiap data dan informasi

mengenai kandidat akan menjadi pertimbangan masyarakat dalam

menentukan pilihan.

3. Faktor partai politik atau kontestan. Pada faktor ini pemilih akan menilai

latar belakang reputasi, citra, ideologi dan kulitas para tokoh-tokoh partai

politik. Apabila trackrecord partai politiknya selama ini baik, juga

berdampak pada kualitas tokoh dari partai tersebut. Sehingga faktor partai

politik dan kontestan ini dapat menjadi rujukan masyarakat dalam

menentukan pilihanya.19

Partispasi dalam pemilihan umum (voter

turnout) adalah tindakan seseorang warga negara biasa yang dilakukan

secara sukarela untuk mempengaruhi keputusan-keputusan publik (public

18 Firmanzah, Marketing Politik Antara Pemahaman Dan Realitas,( Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia,2008), hal. 87. 19 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik.., hal. 481-482.

14

policy). Partisipasi adalah tindakan bukan keinginan, maksud, minat, suka

atau sikap pada umumnya.20

Menurut Brady dalam buku kuasa rakayat ada empat kriteria yang harus hadir

dalam suatu entitas yang disebut pasrtisipasi politik adalah :

1. Tindakan

2. Oleh orang biasa

3. Dilakukan secara suka rela

4. Untuk mempengaruhi kebijakan publik.21

Prilaku pemilih menurut Firmanzah terbagi beberapa segmen atau tipe, yakni

pemilih rasional, kritis, tradisional, dan skeptis.22

1. Pemilih rasional pada dasarnya menjadikan orientasi kandidat atau partai

sebagai penentu dalam memutuskan pilihannya, dimana pemilih lebih

mengutamakan kemampuan parpol atau calon kontestan dalam program

kerjanya yang di tawarkan partai yang berorientasi kemasa depan dan

menganalisis apa saja yang telah dilakukan partai tersebut dimasa lalu.

2. Pemilih kritis juga berorientasi pada kemampuan kandidat atau calon dalam

mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat dan mereka berorientasi akan

hal-hal yang bersifat

20 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru…, hal. 4. 21 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru..,,hal. 5. 22 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik..,hal. 483-486.

15

ideologis. Mereka akan selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai partai

(ideologi) dengan kebijkan yang dibuat.

3. Pemilih tradisional memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak

terlalu melihat pada kebijakan parpol atau seorang kontestan. Pemilih ini

sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham, dan

agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah parpol.

4. Pemilih skeptis ialah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup

tinggi dengan sebuah parpol atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan

kebijakan sebagai suatu yang penting. Pemilih yang memiliki minat rendah

terhadap politik secara umum atau mereka yang termasuk golongan putih

(golput).

Menurut Ramlan Surbakti terdapat lima pendekatan dalam melihat model

perilaku politik ialah23

:

1. Pendekatan struktural melihat kegiatan memilih sebagai produk dari

konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai,

sistem pemiliha umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh

setiap partai. Struktur social yang menjadi sumber kemajemukan politik

dapat berupa kelas sosial atau perbedaan-perbedaan anatra majikan dan

pekerja, agama, perbedaan kota dan desa, dan bahasa, dan nasionalisme.

23 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 186-187.

16

2. Pendekatan sosiologis cenderun menempatkan kegiatan memilih dalam

ikatan dengan konteks sosial. Konkretnya, pilihan seseorang dalam

pemilihan umum dipengaruhi latar belakang deografi dan sosial ekonomi,

seperti jenis kelamin, tempat tingal, pekerjaan, pendidikan, kelas,

penndapata dan agama.

3. Pendekatan ekologis melihat berdasarkan unit territorial, seperti desa,

kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.

4. Pendekatan psikologi social berdasarkan identifikasi partai. Konsep ini

merujuk pada presepsi pemilih atas partai-partai yang ada atau

ketertarikan emosional pemilih terhadap pertai tertentu.

5. Pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi

untung dan rugi. Yang di pertimbangkan tidak hanya ongkos memilih dan

kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi

ini digunanakan pemilih dan kandidiat yang hendak mencalonkan diri

untuk terpilih sebagai wakil rakyat atau pejabat pemerintah.

Para pemilih dikelompokkan dalam empat segmen berdasarkan prilaku. Yang

dikembangkan oleh Newman antara lain segmen pemilih rasional, segmen pemilih

emosional, segmen pemilih social dan segmen pemilih situasional 24

:

24 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 482-483.

17

1. Segmen pemilih rasional. Kelompok pemilih yang memfokuskan

perhatian pada faktor isu dan kebijakan kontestan dalam menentukan

pilihan politiknya.

2. Segmen pemilih emosional. Kelompok pemilih yang dipengaruhi oleh

perasaan-perasaan tertentu seperti kesedihan, kekewatiran dan

kegembiraan terhadap harapan tertentu dalam menentukan pilihan

politiknya. Faktor ini di dukung oleh personalitas kandidat.

3. Segemen pemilih sosial. Kelompok yang mengasosiasikan ketestan

pemilu dengan kelompok-kelompok sosial tertentu dalam menetukan

pilihan politiknya.

4. Segmen pemilh situasional. Kelompok pemilih yang dipengaruhi oleh

faktor-faktor situasional tertentu dalam menentukan pilihannya. Segmen

ini digerakan oleh perubahan perubahan yang akan menggeser pilihan

politiknya jika terjadi kondisi-kondisi tertentu.

Banyak teori yang menjelaskan tentang prilaku pemilih namun pada

umumnya ada tiga pendekatan untuk menganalisis tingkah laku masa pemilih dalam

suatu pemilu yaitu prilaku sosiologi, psikologi dan rasional. Penelitian ini akan

menggunakan tiga pendekatan ini untuk menganalisis model perilaku pemilih pemula

di Kota Banda Aceh, tepatnya Kecamatan Syiah Kuala.

18

1. Model Sosiologi

Menurut Afan Gaffar, dalam menganalisis voting behavior dan untuk

menjelaskan pertimbangan-pertimbangan yang digunakan sebagai alasan oleh para

pemilih dalam menjatuhkan pilihannya, dikenal dua macam pendekatan, yaitu

Mazhab Columbia yang menggunakan pendekatan sosiologis dan Mazhab Michigan

yang dikenal dengan pendekatan psikologis. Pendekatan sosiologis ini dipelopori dan

dikembangkan oleh sejumlah ilmuwan ilmu sosial dan ilmu politik dari Columbia’s

University Bureau of Applied Social Science, sehingga terkenal dengan Mashab

Colombia (The Columbia School of Electoral Behavior).25

Pendekatan sosiologis menjelaskan, karakteristik dan pengelompokan sosial

merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih dan pemberian suara pada

hakikatnya adalah pengalaman kelompok. Model sosiologis membangun asumsi

bahwa perilaku memilih ditentukan oleh karakteristik sosiologis para pemilih,

terutama kelas sosial, agama, dan kelompok etnik atau kedaerahan atau bahasa.26

Model sosiologi untuk voter turnout yang telah di kembangkan sebagai model

SES (socio economic status), lalu di sempurnakan dengan apa yang di sebut Civil

Voluntary Model.27

Dua model ini menjelaskan bahwa seseorang berpartisipasi dalam

25 Afan Gaffar, Javanese Voters :A Case Study Of Election Under A Hegemonic Party

System…, hal. 4. 26 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru..,hal. 6. 27 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru..,hal. 6.

19

pemilu karena kesadaran tentang arti penting pemilu bagi kepentingan dirinya dan

masyarakat banyak. Orang yang punya kesadaran ini biasanya relative berpendidikan.

Namun masyarakat yang rendah akses pendidikannya juga cenderung menggunakan

model sosiologis dalam memilih seperti banyak studi-studi yang ada tentang dampak

relative dari ketiga faktor sosiologis tersebut menunjukan bahwa faktor agama dan

etnik sering mempunyai dampak yang lebih signifikan ketimbang kelas sosial.

Terlepas dari posisi kelas sosial seseorang buruh ataupun majikan, kelas bawah atau

kelas atas, blue collar ataupun white collar (pekerja yang bergaji), orang yang taat

beragama cebderung mendukung partai politik atau calon pejabat publik yang

dipandang bersikap positif atas agama. 28

2. Model Psikologis

Teori perilaku pemilih psikologis atau Mashab Michigan lebih

menekankan bahwa perilaku memilih seseorang atau sekelompok orang

dipengaruhi oleh aspek sosio-psikologis yang menentukan tindakan memilih, yang

dikembangkan oleh “The Survey Research Center, University of Michigan”, karena

itu model ini lebih dikenal sebagai Mazhab Michigan.

Menurut model ini, seorang warga berpartisipasi dalam pemilu atau

pemilukada bukan saja karena kondisinya lebih baik secara sosial-ekonomi atau

karena berada dalam jaringan sosial, akan tetapi karena ia tertarik dengan politik,

28 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru…,hal.20

20

punya perasaan dekat dengan partai tertentu (identitas partai), punya informasi yang

cukup untuk menentukan pilihan, merasa suaranya berarti serta percaya bahwa

pilihannya dapat ikut perbaiki keadaan (political efficacy).29

Pada dasarnya pendekatan psikologis ini adalah pendekatan yang melihat

perilaku pemilih sebagai bentukan dari proses sosialisasi yang melahirkan ikatan

emosional (identifikasi) yang mengarahkan tindakan politik seseorang dalam suatu

pemilihan. Indikator yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh pendekatan

ini yaitu :

1) Ketokohan, dilihat dari perasaan emosional pemilih yang melandasi

pilihannya dengan mempertimbangkan identitas atau ketokohan calon

(atau tokoh dibelakang calon) dan tokoh-tokoh panutan yang

dihormati oleh pemilih.

2) Identifikasi partai, yang dilihat dari kesamaan pandangan responden

dengan anggota keluarganya terhadap pilihan tertentu serta adanya

kesamaan antara partai yang dipilih dengan partai yang dikagumi.30

29 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru..,hal. 22. 30 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru..,hal. 22.

21

3. Model Pilihan Rasional

Pendekatan rasional berkaitan dengan orientasi utama pemilih yaitu orientasi

ekonomi dan politik. Model rasional berasumsi bahwa setiap pemilih akan

menentukan pilihannya apabila dia diuntungkan baik secara ekonomi maupun poltik.

Menurut perfektif rasionalitas pemilih ini, seseorang warga berprilaku rasional. Yakni

menghitung bagaimana caranya mendapatkan hasil maksimal dengan ongkos

minimal.31

Perspektif pilihan rasional Anthony Down (1957) melihat nilai demokrasi atau

kewajiban warga negara faktor penting yang membuat yang membuat warga tetap

memilih dalam pemilu meskipun tidak mendapatkan insentif personal. Bila

demokrassi atau rasa berkewajiban sebagai warga negara untuk ikut dalam pemilu

lebih kuat dibandingkan ongkos yang di perlukan untuk mencapai nilai tersebut pada

diri seseorang, maka orang tersebut kemungkinan besar akan ikut pemilu.32

Pendekatan rasional lebih melihat kegiatan perilaku pemilih sebagai produk

hitungan untung rugi. Pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan dan

mendapat informasi-informasi yang cukup. Tindakan mereka didasarkan bukan

karena faktor kebetulan atau kebiasaan dan bukan merupakan kepentingan pribadi,

tetapi kepentingan umum berdasarkan pikiran dan pertimbangan yang logis.

31 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru..,hal. 29. 32 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru….,hal. 29-30

22

2.1.2. Tinjauan Tentang Sosialisasi Politik Dan Efektivitas Kerja Agen

Sosialisasi

Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para

anggota masyarakat. Proses ini diperoleh baik secara sengaja melalui pendidikan

formal, nonformal dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan

pengalaman sehari-hari.33

Sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan sosial,

ekonomi dan kebudayaan dimana individu berada, selain itu juga ditentukan oleh

interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadiannya.34

Budaya politik, menurut Almond dan Verba, merupakan sikap individu

terhadap sistem dan komponen-komponenya, dan juga sikap inividu terhadap peranan

yang dimainkan dalam sistem politik.35

Singkatnya, budaya politik tidak lain daripada

orientasi psikologis terhadap obyek sosial, dalam hal ini sistem politik.36

Menurut Almond dan Verba ada tiga tipe budaya politik. Pertama adalah

budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat

rendah. Tipe budaya politik di mana ikatan seorang individu terhadap sebuah sistem

politik tidaklah begitu kuat, baik secara kognitif maupun afektif.37

Budaya politik

33 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 149-150 34 Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2008), hal. 25. 35 Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan

Demokrasi di Lima Negara. (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hal. 13. 36 Affan Gafar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999), hal. 99 37 Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan

Demokrasi di Lima Negara…, hal. 20.

23

parokial umumnya terdapat dalam masyarakat tradisional dan lebih bersifat

sederhana.

Kedua, budaya politik kaula (subyek) yaitu masyarakat bersangkutan sudah

relative maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif. Dalam

budaya politik kaula memiliki frekuensi yang tinggi terhadap sistem politiknya,

namun perhatian dan intensitas orientasi mereka terhadap input dan partisipasinya

dalam proses output sangat rendah.38

Budaya politik ini tingkatannya lebih tinggi dari

parokial oleh sebab individu merasa bahwa mereka adalah bagian dari warga suatu

negara.

Ketiga, budaya politik partisipan adalah budaya politik yang lebih tinggi

tingkatannya ketimbang subyek. Dalam budaya politik partisipan, individu mengerti

bahwa mereka adalah warga negara yang punya sejumlah hak maupun kewajiban.

Budaya politik partisipan ini yaitu ditandai dengan kesadaran politik yang sangat

tinggi.39

Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik.

Menurut M. Rush Sosialisasi politik ialah proses yang melaluinya orang

dalam masyarakat tertentu belajar mengenali sistem politik. Proses ini sedikit banyak

menentukan prespsi dan reaksi mereka terhadap fenomena politik.40

38 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…, hal. 116. 39 Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan

Demokrasi di Lima Negara…, hal. 20. 40 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik.( Jakarta : Gramedia Pustaka, 2008). hal. 407.

24

Sosialisasi politik dibagi dua, yakni pendidikan politk dan indoktrinasi politik.

Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogis diantara pemberi dan penerima

pesan. Sedangkan indoktrinasi poltik ialah proses sepihak ketika penguasa

memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma dan

simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik.41

Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah

yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Beberapa agen

sosialisasi ini ialah :

1. Keluarga

Pengaruh kehidupan keluarga baik yang langsung maupun yang tidak

langsung, yang merupakan struktur sosialisasi pertama yang dialami seseorang sangat

kuat dan kekal. Yang paling jelas pengaruh dari keluarga ini ialah dalam hal

pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan (authority). Keluarga biasanya

membuat keputusan bersama, dan bagi si anak keputusan-keputusan yang dibuat itu

bersifat otoritatif, dalam arti keengganan untuk mematuhinya dapat mengundang

hukuman.42

Apa yang anak-anak hadapi dari daftar awal keluarga biasanya melebihi

semua faktor lainnya. Upaya di atas sosialisasi oleh pemerintah dan sekolah pada

41 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik.., hal. 150 42 Mohtar Mas‟oed dan Colin Mac Andrew, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press. 2008), hal. 47.

25

umumnya gagal jika nilai-nilai mereka bertentangan dengan orientasi keluarga.

Negara-negara komunis, seperti Polandia, memiliki masalah ini: rezim tersebut

mencoba menanamkan nilai sosialis pada anak-anak, namun keluarga tersebut

mengajarkan anak tersebut untuk mengabaikan pesan-pesan ini. Dimana nilai

keluarga dan pemerintah pada umumnya kongruen, seperti di negara-negara bersatu,

dua mode sosialisasi saling memperkuat satu sama lain.43

Orang tua mempengaruhi perilaku politik kita selama beberapa dekade.

Orang-orang Kost memilih seperti yang dilakukan orang tua mereka. Pada dasarnya,

keluarga membentuk susunan psikologis individu, yang pada gilirannya menentukan

seperti keterikatan dan kepercayaan pihak atau sinisme tentang pemerintah. Tahun-

tahun awal memiliki efek yang paling kuat, terutama dan dapat mempertahankan

mereka sepanjang hidup mereka. Orang-orang memberi kembali kepada dunia

sebagai orang dewasa apa yang mereka dapatkan darinya sebagai anak-anak. Satu

studi menemukan bahwa orang-orang dengan kepribadian otoriter telah diperlakukan

secara kasar seperti anak-anak. Almond dan Verba menemukan bahwa mereka yang

ingat memiliki suara dalam keputusan keluarga karena anak-anak memiliki rasa

kemanjuran politik dewasa yang lebih besar.44

43 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction. (Canada: Pearson Education. 2012), hal. 132. 44 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction…, hal. 132.

26

2. Sekolah

Sosialisasi yang lebih disengaja terjadi di sekolah. Pemerintah lebih

menggunakan sejarah untuk menanamkan anak-anak dengan bangga dan patriotisme.

Banyak bangsa Afrika mencoba menyatukan suku mereka, biasanya dengan bahasa

dan sejarah yang berbeda, dengan mengajar bahasa Prancis atau Inggris tentang masa

lalu mitos ketika mereka adalah bangsa yang hebat dan bersatu. Seringkali dosis tidak

bekerja, seperti yang terlihat baru-baru ini di Congo (terutama Zaire). Negara-negara

komunis juga menggunakan sekolah untuk menanamkan dukungan bagi rezim

tersebut. Seperti yang kita lihat di tahun 1089, usaha ini gagal; keluarga dan gereja

mengesampingkan usaha sekolah untuk membuat orang-orang Eropa Timur menjadi

komunis yang percaya. Sekolah A.S. melakukan pekerjaan cemerlang untuk

mengubah imigran dari banyak wilayah menjadi satu negara, sesuatu yang dikritik

oleh pendidikan dwibahasa katakan harus dipulihkan.45

Kegunaan sekolah juga mempengaruhi sikap politik. Secara serentak, orang-

orang dengan pendidikan selama bertahun-tahun menunjukkan rasa tanggung jawab

yang lebih kuat kepada komunitas mereka dan merasa lebih mampu mempengaruhi

kebijakan publik kemudian melakukan warga berpendidikan rendah. Orang dengan

lebih banyak sekolah lebih partisipatif. Lulusan perguruan tinggi lebih toleran dan

berpikiran terbuka, terutama soal pacuan, daripada putus sekolah tinggi, yang

45 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction…, hal. 132-133.

27

seringkali parokial dalam pandangan. Pendidikan memberi kesan lebih terbuka, dan

orang berpendidikan umumnya menikmati pendapatan dan sattaus yang lebih tinggi,

yang dengan sendirinya mendorong minat dan partisipasi.46

3. Kelompok Teman

Teman dan teman bermain juga dari nilai politik. Misalnya, anak-anak

sekolah di Jamaika yang bersekolah dengan anak-anak kelas sosial yang lebih tinggi

cenderung mengambil sikap politik kelas-kelas tersebut, tetapi ketika mereka

bersekolah dengan teman kelas pekerja, sikap mereka tidak berubah. Kekuatan relatif

pengaruh kelompok sebaya tampaknya semakin meningkat. Dengan kedua orang tua

bekerja, anak-anak mungkin lebih banyak disosialisasikan oleh teman sebaya

daripada keluarga. Pemberi nama nilai keluarga menganggap ini sebagai penyebab

utama penggunaan narkoba dan kekerasan muda.47

4. Media Massa

Memperoleh pengaruh adalah media massa, terutama televisi. Banyak yang

takut pengaruhnya negatif. Ilmuwan politik Harvard Robert Putnam berpendapat

bahwa menonton TV yang berat membuat orang pasif dan tidak tertarik dalam

aktivitas masyarakat atau kelompok. Seiring anak-anak Amerika menonton ribuan

jam televisi (adik perempuan plug-in) setahun, mereka menanggung banyak

46 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction…, hal. 132-133. 47 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction…, hal. 133.

28

kejahatan dan pembunuhan. Beberapa kritikus ini cenderung membuat mereka tidak

berperasaan dan melakukan kekerasan, tapi ini belum terbukti. TV menjangkau anak-

anak lebih awal bahkan berusia 3 tahun dapat mengenali presiden di televisi kongres

menerima liputan TV yang jauh lebih sedikit dan kurang hormat, pandangan bahwa

anak-anak dapat menjalani sisa hidup mereka.48

Seperti sekolah, media massa mungkin tidak berhasil jika pesan mereka

bertentangan dengan keluarga dan ajaran agama wahat. Bahkan para periset soviet

menemukan bahwa keluarga lebih banyak berpengaruh pada pandangan politik

individu daripada media massa soviet. Media massa Iran, yang semuanya dikuasai

oleh konservatif Islam, kebanyakan orang Iran percaya kebalikan dari apa yang media

cetak memberi mereka. Media massa saja tidak bisa melakukan semuanya.49

5. Pemerintah

Pemerintah sendiri merupakan agen sosialisasi, apalagi jika melahirkan

standar hidup yang meningkat. Banyak kegiatan pemerintah dimaksudkan untuk

menjelaskan atau menampilkan pemerintah kepada publik, selalu dirancang untuk

membangun dukungan dan loyalitas. Kacamata hebat, seperti Olimpiade Beijing

2008, memiliki efek penguatan, seperti parade dengan bendera dan tentara, dan

pengumuman pemimpin puncak. Namun, kekuatan pemerintah untuk mengendalikan

48 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction…, hal. 134. 49 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction…, hal. 134.

29

sikap politik terbatas karena pesan dan pengalaman menjangkau individu melalui

percakapan dengan kelompok kerabat atau rekan utama, yang menyampaikan pesan

mereka sendiri. Kelompok yang bermutu dapat mensosialisasikan chidren mereka

untuk tidak menyukai pemerintah dan mengabaikan pemijatannya.50

2.2. Kerangka Konsep

Pergelaran pesta demokrasi di Aceh dalam rangka pemilihan kepala daerah

serentak pada 2017, untuk memilih gubernur dan wakil gubernur serta kepala daerah

di 20 kabupaten dan kota. Merupakan wujud dari demokrasi dimana adanya

keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu pemiulkada

merupakan tolak ukur sejauh mana negara itu telah melaksanakan demokrasi dan

partisipasi masyarakat menajadi indikator pemerintahan yang didukung oleh

masyarakat. Pemilukada juga memperlihatkan bagaiman sebuah kekuasaan berasal

dari rakyat yang kemudian dipercayakan demi kepentingan rakyat dan kepada

masyarakatlah setiap kebijakan dipertanggungjawabkan.

Menurut UU No. 10 tahun 2008 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta

pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga

Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah Warga Negara

Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih atau sudah/pernah kawin

yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena

50 Michael G. Roskin, Robert L. Cord, James A. Medeiros dan Walter S. Jones. Political

Science An Introduction…, hal. 134.

30

ketentuan Undang-Undang Pemilu. Jadi katagori pemilih pemula ialah 17 – 21 tahun,

terkecuali karena telah menikah.

Keikutsertaan pemilih pemula dalam proses pemilukada merupakan hal yang

sangat penting mengingat jumlah suara yang signifikan dimiliki oleh pemilih pemula

dalam mendorong pesta demokrasi yang lebih demokratis. Bentuk partisipasi memilih

pemilih pemula ini di dominasi oleh model sosiologi, hal ini disebabkan dari

kurangnya kesadaran politik dikalangan pemilih pemula. Untuk mengkaji dan

memahami apakah kesadaran politik menyebabkan faktor sosiologi lebih

mendominasi dikalangan pemilih pemula dikota dan Banda Aceh pada pemilukada

Aceh tahun 2017. Dan melihat bagaimana agen sosialisasi membentuk perilaku

memilih pemilih pemula. Berdasarkan indikator-indikator tersebut digunakan tiga

pendekatan besar, yaitu :

1. Pendekatan Sosiologis

2. Pendekatan Psikologis

3. Pendekatan Rasional

Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan perilaku pemilih seperti yang ada

di atas dikarenakan pendekatannya harus disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian

yang berada di kota Banda Aceh Provinsi Aceh sehingga kecendrungan memilih lebih

mengarah pada ketiga pendekatan tersebut dan objek penelitian yakni pemilih

31

pemulah di kota Banda Aceh dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah

secara langsung di Provinsi Aceh tahun 2017.

Menggunakan pendekatan-pendekatan yang ada di atas, yaitu tiga pendekatan

besar dalam perilaku pemilih maka akan diketahui perilaku pemilih pemula dalam

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Provinsi Aceh

tahun 2017 serta melihat bagaimana agen sosialisasi membentuk perilaku memilih

pemilih pemula. Agar lebih mudah dalam memahami kerangka pikir dalam penelitian

ini, berikut adalah bagan dari kerangka pikir penelitian ini :

Sosialisasi Politik

Perilaku Pemilih Pemula

Tingkat Partisipasi Semu

Rasional

Psikologi

Sosiologi

Age

n

Sosi

alisa

si

Polit

ik

Gambar. 01

Kerangka Pikir

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang bersifat kualitatif. Menurut

Bogdan dan Guba menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan Kirk dan Miller mendefinisikan

penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya

sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya.51

3.2. Lokasi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di Kecamatan Syiah Kuala desa Kopelma

Darusalam kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Alasan diambil dalam lingkungan

Kecamatan Syiah Kuala desa Kopelma Darusalam kota Banda Aceh sebagai lokasi

penelitian pertimbangan pertama adalah karena Kecamatan Syiah Kuala termasuk

dalam jumlah pemilih tetap terbesar di Kota Banda Aceh. Total ada sebanyak

51 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan, (Bandung:

Refika Aditama, 2014), hal. 181.

33

150.608 pemilih tetap di Kota Banda Aceh yang tersebar di 90 gampong dalam

sembilan kecamatan. Kecamatan yang memiliki DPT terbesar pertama adalah

Kecamatan Kuta Alam, terdapat 11 desa, 72 TPS, 14.172 pemilih laki-laki, 14. 173

pemilih perempuan. Total pemilih, 28. 345 orang. Disusul oleh Kecamatan

Baiturrahman terdapat 10 desa, 58 TPS, 9.962 pemilih laki-laki dan 10. 817 pemilih

perempuan. Totalnya 20.779 orang 52

. Kecamatan yang memiliki jumlah DPT

terbanyak di kota Banda Aceh berikutnya ada di Kecamatan Syiah Kuala. Menurut

data Kecamatan Syiah Kuala terdapat 10 desa, 57 TPS, 9.496 pemilih laki-laki dan

9.501 pemilih perempuan. Totalnya 18. 997 orang.53

Pertimbangan berikutnya ialah karena antusias pemilih di Kecamatan Syiah

Kuala cukup tinggi dalam memberikan suaranya. Menurut data KPU, partisipasi di

Kecamatan Syiah Kuala mencapai 65,8% dengan total suara 12. 222 orang.54

Selain

itu Kecamatan Syiah Kuala adalah pusat pendidikan (kota pelajar) di Kota Banda

Aceh dengan kehadiran beberapa universitas dan sekolah-sekolah, yang mendapatkan

julukan sebagai jantung hati rakyat Aceh. Sehingga Kecamatan Syiah Kuala cukup

representatif menjadi sampel dalam penelitian ini.

52 Berita.co.2016. Inilah Jumlah Pemilih di Kota Banda Aceh Untuk Pilkada 2017. Diakses

pada tanggal 28 Desember 2017. Disitus: http://www.beritakini.co/news/ini-jumlah-pemilih-di-kota-

banda-aceh-untuk-pilkada-2017/index.html 53 KIP Kota Banda Aceh. 2016. E Paper Banda Aceh Election News Edisi: Jumlah Pemilih

Pilkada Di Kota Banda Aceh Pilkada 2017. Diakses pada tanggal 25 Januari 2017. Disitus:

http://kip.bandaacehkota.go.id/wp-content/uploads/2017/06/3.-Bulletin-KIp-Banda-Aceh-KIP-edisi-3-

Desember-2016.pdf. 54 KPU Prov Aceh. 2017. Hasil Hitung TPS (From C1) Kota Banda Aceh. Diakses pada

tanggal 25 Februari 2018. Disitus: https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/aceh/kota_banda_aceh

34

3.3. Populasi Dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Sementara Sampel adalah

menggeneralisasikan hasil penelitian sampel.55

Populasi penelitian untuk metode

kualitatif adalah seluruh penduduk kota Banda Aceh yang berumur 17-21 tahun.

Dalam pilkada 2017 mendatang yang termasuk kategori pemilih pemula 17-21 ialah

lahir tahun 2000-1996, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Aceh kategori

tersebut berjumlah 20.196 jiwa.56

Dari sekian banyak populasi yang ada dan tidak

memungkinkan untuk mendata satu persatu calon pemilih pemula di kecamatan Syiah

Kuala kota Banda Aceh, maka populasi akan di wakili oleh sampel yang berjumlah 6

orang yang akan di ambil dari beberapa penduduk yang berusia 17 - 21 tahun.

Teknik pengambilan sampel dalam peneitian ini adalah Nonprobability

sampling. Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak

memberikan peluang yang sama bagi unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi

anggota sampel.57

Dalam penelitian ini menggunakan Sampling Kuota. Sampling

kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dan populasi yang mempunyai ciri-ciri

tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan. 58

55 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), hal. 173-174. 56 Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2015 57 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2006), hal. 122. 58 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D…,hal. 124.

35

3.4. Variabel Penelitian

Variable penelitian ini ialah partisipasi memilih pemilih pemula yang meliputi

model :

1. Perilaku memilih berdasarkan pertimbangan sosiologi,

2. Perilaku memilih berdasarkan pertimbangan psikologis dan

3. Perilaku memilih berdasarkan pertimbangan rasional.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Menurut moleong, sumber data penelitian kulitataif adalah tampilan yang

berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti dan benda-benda yang

di amati sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen

atau bendanya.59

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data metode kualitatif yaitu

dengan menggunakan data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan

secara lisan, gerak-gerik atau prilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat

dipercaya, dalam hal ini adalah subjek (informan) yang berkenaan dengan variable

yang diteliti.60

59 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik…, hal. 22. 60 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik…, hal. 22.

36

Data primer diperoleh dari observasi dan interview atau wawancara mendalam

terhadap responden dengan menggunakan wawancara yang terstruktur untuk

mengetahui data alasan kesadaran politik menyebabkan faktor sosiologis lebih

dominan mempengaruhi perilaku memilih pemilih pemula, serta melihat peran dari

agen sosialisasi dalam membentuk perilaku memilih pemilih pemula dan juga

mengukur tingkat kepercayaan pemilih pemula kepada pemeritah.

Yang menjadi data primer dalam penelitian ini ialah 6 orang penduduk

Kecamatan Syiah Kuala yang berusia 17 hingga 21 tahun, keluarga dari salah satu

sampel, komunitas atau kelompok teman pemilih pemula, salah satu pengajar di

bidang pendidikan kewarganegaraan di SMAN 5 Kota Banda Aceh dan di UIN Ar-

Raniry, The Aceh Institute yang mewakili LSM, 2 orang tim sukses kandidat calon

gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun 2017 yaitu tim sukses pasangan Irwandi

Yusuf dan Nova Iriansyah dan Tarmizi Kharim dan Machsalmina Ali. Serta Media

masa yang diwakili oleh Serambi Indonesia, KIP Provinsi Aceh selaku penyelenggara

pemilukada.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis

(tabel, catatan, notulen rapat, sms dan lain-lain), foto-foto, filem, rekaman video,

benda-benda lain yang memperkaya data primer. 61

61 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik…, hal. 22.

37

Data sekunder diperoleh melalui telaah kepustakaan, instansi atau dinas

terkait, data dari instansi atau dinas sebagai penunjang data yang diperlukan data

dalam penelitian ini, seperti gambaran umum pemilukada Aceh sebelumnya, jumlah

pemilih pemula, data jumlah pemilih pemulah di kota Banda Aceh.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian metode kualitatif dari penelitiaan ini adalah melalui

wawancara. Dalam penelitian kualitatif, wawanacara dimaksudkan untuk mendalami

suatau kejadian atau kegiatan subjek penelitian.62

Menurut Stedward wawancara

adalah alat yang baik untuk menghidupkan topik riset. Wawancara juga merupakan

metode bagus untuk pengumpulan data tentang subjek kontenporer yang belum dikaji

secara ekstensif dan tidak banyak literatur yang membahasnya.63

Wawancara yang

akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau

pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan

diperoleh.64

3.7. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif. Deskriptif

(describe) yang berarti memaparkan atau menggabarkan suatu hal. Penelitian

62 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan.., hal. 213. 63 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, (Jakarta: Kencana, 2009). hal. 104. 64 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D…,

hal. 319.

38

deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi,

peristiwa kegiatan dan lain-lain, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan

penelitian.65

Pada penelitian ini teknik analisis data juga menggunakan analisis isi

(content analysis). Content analysis berangkat dari anggapan dasar dari ilmu-ilmu

sosial bahwa studi tentang proses dan isi komunikasi adalah dasar dari studi-studi

ilmu sosial.66

Menurut Susan Stainback dalam buku Sugiyono Analisis data merupakan hal

yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami

hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan

dievaluasi.67

Proses analisis data dimulai dari analis sebelum memasuki lapangan.

Analisis dilakukan terhadap studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan

digunakan untuk menemukan fokus penelitian.68

Data yang telah terkumpul dilakukan editing (penyuntingan), hal ini untuk

menghindari terjadinya kesalahan. Setelah itu dilakukan reduksi data. Mereduksi data

berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, di cari tema dan polanya dan membuang hal-hal yang tidak perlu. Setelah

mereduksi data langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data.

Menurut Miles dan Huberman yang paling sering digunakan untuk peyajian data

65 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik…,hal. 3. 66 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan.., hal. 224. 67 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2014).

hal. 244. 68 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D…,

hal. 336.

39

dalam penelitian kualitatif ialah dengan teks dan bersifat naratif. Langkah ketiga

dalam analisis data kualitatif adalah Menurut Miles dan Huberman adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. 69

69 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D…,hal. 338- 345.

40

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Krisis Sosial Dan Tingkat Kepercayaan Pemilih Pemula Pada

Pemerintah

Krisis sosial dapat diartikan sebagai bentuk penyimpangan negatif dari

konteks sosial yang dapat berdampak pada segalah aspek kehidupan, salah satunya

pada aspek partisipasi masyarakat pada pemilukada. Krisis sosial muncul akibat

ketidak percayaan pemilih pemula pada elit ditingkat nasional maupun lokal.

Fenomena korupsi, pemimpin yang dianggap tidak berkompeten pada tugas dan

kewajiban yang diembannya serta pemimpin berkerja tidak sesuai dengan visinya

dimana tidak pro rakyat dan tidak jarang menggunakan kekuasaannya untuk urusan

pribadi atau kelompok pendukungnya saja, menyebabkan masyarakat apatis dalam

memilih pada pemilukada Aceh 2017.

Firmanzah menjelaskan bahwa ada beberapa faktor determinan bagi pemilih

dalam memutuskan pilihannya, salah satunya ialah faktor parpol dan kontestan70

.

Pemilih akan menilai latar belakang, reputasi atau tarck record calon kepala daerah.

Dalam hal ini pemilih akan menilai kualitas dari reputasi kerja baik partai atau calon

tersebut dalam waktu yang cukup lama, jauh sebelum masa kampanye pemilukada

70 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 482.

41

dimulai, yang kemudian ini menjadi barometer pemilih dalam memilih pada

pemilukada.

Tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah juga menjadi salah satu

faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi pemilih. Seseorang

yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi cenderung untuk memberikan

suaranya pada pemilukada. Partisipasi dalam proses politik pada pemerintah yang

dipercayai, menjadi jalan awal agar kepentinganya dapat terpenuhi. Seperti pendapat

Gabriel Almond bahwa partisipasi politik selalu diawali oleh adanya artikulasi

kepentingan dimana seseorang mampu mengontrol sumber daya71

.

Momentum pemilukada Aceh tahun 2017 ini menjadi pembelajaran bagi

pemerintah untuk segerah berbenah. Dampak dari pemerintahan yang sebelumnya

menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan pada pemerintah dikalangan pemilih

pemula. Pemilih pemula berpendapat bahwa pemerintah yang berkuasa lebih

mengutamakan kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya dari pada

masyarakatnya sebagai pemberi kekuasaan, menyebabkan janji-janji selama

kampanye tidak direalisasikan. Untuk kasus Aceh saja setiap tahun APBA terlambat

untuk disahkan, hal ini disebabkan karena ada kepentingan politik disana bukan

kepentingan masyarakat. Mengutip pendapat salah satu pemilih pemula mengatakan :

“Saya tidak percaya pada pemerintah, baik di Aceh maupun di pusat.

Kebiasaannya seperti pemerintah yang dulu terpilih, setelah menang mereka tidak

71 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 157.

42

berkerja untuk rakyat. Banyak program- program yang di janjikan tidak dijalankan.

Banyak juga aktor-aktor politik setelah dipilih masuk penjara karena kasus korupsi

seperti yang baru- baru ini kasus Setya Novanto.72

‟‟

Pemerintah juga dinilai korup baik ditingkat nasional maupun lokal,

banyaknya kasus para eksekutif maupun legislative yang tertangkap tangan dan

terbukti melakukan korupsi. Kepercayaan pemilih pemula pada pemerintah rendah

juga disebabkan oleh kasus yang hampir setiap waktu terjadi dimana penguasa kebal

akan hukum sementara produk hukum sangat ditegakkan kepada masyarakat tingkat

bawah. Padahal para elit politik mempunyai peranan penting untuk menjalankan roda

pemerintahan dan menggiring dunia perpolitikan kearah lebih baik. Keadaan para elit

politik ini juga akan berpengaruh terhadap stabil atau tidak stabilnya perpolitikan baik

tingkat nasional maupun lokal. Mengutip pendapat salah satu pemilih pemula :

“Penegakan hukum di Indonesia masih belum cukup baik. banyak kasus

masyarakat seperti mencuri karena lapar dijatuhi hukuman yang terbilanng cukup

berat, sedangkan koruptor yang harusnya di jatuhi hukuman berat malah bisa jalan-

jalan ke luar kota bahkan mendapat fasilitas mewah dirutan.73

72 Wawancara. Meisara. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 06 Juni 2018. 73 Wawancara. Meisara. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 31 Mei 2018.

43

Diagram. 03.

Rata-Rata Tingkat Kepercayaan Pemilih Pemula Pada Pemerintah

Kurangnya kepercayaan pada pemerintah berdampak pada minimnya

partisipasi pemilih pemula pada pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun

2017. Pemilih pemula memiliki anggapan bahwa pemberian suara tidak menjadi alat

yang efektif untuk menyalurkan kepentingan mereka dengan kata lain tindakan

mereka memberikan suara tidak memiliki efek politik untuk keuntungan mereka.

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

Pemilih Pemula

28,33%

44

Frank Lindenfold mengatakan bahwa faktor utama yang mendorong orang untuk

berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial74

.

Rendahnya partisipasi dikalangan pemilih pemula dikhawatirkan akan

mempengaruhi jalannya pemerintahan. Karena rendahnya partisipasi adalah tanda

rendahnya legitimasi. Partisipasi yang rendah juga akan mempengaruhi budaya

politik yang berkembang. Apabila pemilih pemula terus menerus memiliki tingkat

partisipasi yang rendah dalam setiap pemilukada tidak hanya menggangu jalannya

demokrasi, namun juga membentuk perilaku yang apatis. Menurut pembagian

sosialisasi poltik oleh David F. Roth dan Frank L. Wilson75

ada empat lapisan

partisipasi politik.

74 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 193.

75 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 168.

45

Gabar. 02.

Piramida Partisipasi Poliitk

Pada pemilukada gubernur dan wakil gubernur tahun 2017 total pemilih

pemula di Banda Aceh berjumlah 20. 196 jiwa, dan 66,6% pemilih pemula di

kecamatan Syiah Kuala masuk kategori sebagai lapisan terbawah dalam partisipasi

yaitu lapisan apolitis. Apolitis adalah kelompok orang yang tidak peduli terhadap

sesuatu yang berhubungan dengan politik atau mereka yang tidak melibatkan diri

dengan politik. Ketidak terlibatan diri dengan politik bisa dalam bentuk menarik diri

untuk tidak memberikan suara pada Pemilukada. Sementara 16,6% pemilih pemula

masuk dalam kategori pengamat sementara kategori partisipan hanya sebagian kecil

dari pemilih pemula.

Aktivis

Partisipan

Pengamat

Orang yang Apolitis

46

Kurangnya kepercayaan pada pemerintah tidak hanya meningkatkan angka

golongan putih (golput) dikalangan pemilih pemula tetapi pemilih pemula juga

menarik diri dari segala ativiatas politik seperti kegiatan kampanye hingga hadir

dalam sosialisasi yang dilakukan agen sosialiasi. Apabila negara – negara otoriter

berpartai tunggal mengalami masalah akibat tidak memberi kepecayaan pada rakyat

untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, maka negara demokrasi akan mengalami

krisis politik ketika pemilih mulai apatis dengan pemerintah.

4.1. Peran Agen Sosialisasi Membentuk Perilaku Pemilih Pemula

Perilaku politik adalah kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan

dan pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pemerintah

maupun masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya di bagi dua yaitu fungsi

pemerintahan (pejabat pemerintahan) dan warga negara biasa yang tidak memiliki

fungsi pemerintahan tetapi memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang memiliki

fungsi pemerintahan (fungsi politik)76

. Proses mempengaruhi yang dilakukan pemilih

pemula salah satunya dengan menggunakan hak suara dalam pemilu atau pemilukada.

Momentum ini menjadi sarana rotasi kepemimpinan politik.

Kondisi awal pemilih pemula adalah faktor determinan dalam memutuskan

pilihan politiknya pada pemilukada. Kondisi awal77

yang dimaksud adalah

karakteristik yang melekat dalam diri pemilih pemula, seperti sistem nilai yang

76 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik…,hal. 167. 77 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…, hal. 481.

47

dimiliki, kayakinan dan kepercayaan. Variable yang terdapat pada kondisi awal ini

dibentuk oleh agen sosialisasi. Agen sosialisasi dapat membentuk sikap dan orientasi

politik pemilih pemula.

Agen sosialisasi sangat berperan dalam membentuk perilaku memilih pemilih

pemula. Ia dapat memberikan infomasi dan pendidikan politik hingga melakukan

indoktrinisasi politik kepada pemilih pemula. Pemberian informasi dan pendidikan

politik dapat menjadi dasar bagi pemilih pemula dalam menentukan sikapnya

terhadap gejala – gejala politik yang ada. Sementara indoktrinisasi politik sendiri

sedikit lebih ekstrem dalam proses sosialisasi. Karena indoktrinisasi adalah sebuah

proses yang dilakukan berdasarkan satu sistem nilai untuk menanamkan gagasan,

sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan yang dimiliki agen yang dilakukan

secara satu arah. Penerima indoktrinisasi cenderung tidak kritis karena menerima

informasi secara penuh tanpa bisa melakukan evaluasi terhadap informasi yang di

dapat.

Sidney Hook bependapat bahwa sosialisasi adalah proses pembentukan sikap

dan orientasi politik anggota masyarakat78

. Melalui proses sosialisasi ini pemilih

pemula memiliki kepekaan politik hingga pandangan politik yang dapat

terimplementasi dalam perilaku politik. Proses yang berlangsung seumur hidup ini,

baik formal maupun informal sangat penting bagi keberlangsungan demokrasi. Proses

yang berlangsung secara formal biasa terjadi melalui lembaga yang bewenang seperti

78 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 8.

48

sekolah. Sedangkan informal terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang

bersifat kekeluargaan seperti antara teman, sahabat dan kelompok sosial yang ada di

dalam masyarakat. Menurut Amin Ibrahim dari sosialisasi politik yang dilaksanakan

terus menerus di masyarakat dapat mewujudkan nilai-nilai demokrasi ideal79

.

Maksimal atau tidaknya kerja agen sosialisasi berdampak cukup besar pada

partisipasi pemilih pemula. Agen sosialisasi yang aktif juga dapat membentuk

perilaku politik pemilih pemula menuju perilaku yang bersifat rasional dengan

budaya yang partisipan. Michael G. Roskin membedakan lima agen sosialiasi yaitu

keluarga, sekolah, kelompok teman, media masa dan pemerintah. Diagram berikut

akan menjelaskan agen sosialisasi yang berkerja paling dominan pada pemilih

pemula:

79 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik …, hal. 7.

49

Diagram. 01.

Pemilih Pemula Yamg Mendapatkan Sosialisasi Dari Agen Sosialisasi

Bagaimana kerja agen sosialisasi akan dijelaskan di bawah ini secara lebih detail :

Pertama keluarga, dari lima agen sosialisasi hanya keluarga satu-satunya agen

yang aktif berkerja dalam memberikan sosialisasi pada pemilukada gubernur dan

wakil gubernur Aceh tahun 2017. Parsentase keaktifan keluarga sebagai agen

sosialisasi pada pemilih pemula mencapai 99,9%. Keluarga cukup rutin memberikan

informasi politik pada pemilih pemula. Informasi dapat berupa daftar calon gubernur

dan wakil gubernur, latar belakang calon, program kerja dan partai pengusung calon.

Diskusi rutin yang terjadi dalam keluarga membentuk sikap suka rela pemilih pemula

99,99%

16,66% 16,66%

0 0

16,66%

00,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

120,00%

Keluarga Teman

Bermain

Sekolah Media

Masa

Lembaga

Pemerintah

LSM Tim

Sukses

50

ketika agen dalam keluarga menyerankan pilihan. Seperti pendapat salah satu

keluarga pemilih pemula :

“Saya dan keluarga cukup sering membahas pemilukada di rumah, biasanya

diskusi dilakukan bersama- sama dengan anggota keluarga lain juga. Pembahasan

diskusi mengenal calon, program kerja, dan latar belakang calon. Saya menyarankan

pilihan pada anak tetapi saya tidak memaksa anak memilih calon apa80

Keluarga mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi karena

keluarga mempunyai kesempatan menurunkan nilai-nilai politiknya kepada pemilih

pemula tidak hanya pada masa sekarang, tetapi dimulai dari masa kekosongan nilai

(anak-anak) hingga dewasa. Sosialisasi informal yang dibangun keluarga dengan

menghadirkan diskusi rutin secara tatap muka membentuk model sosialiasasi

indentifikasi. Model indentifikasi81

ini adalah model dimana pemilih pemula

cenderung mengambil sikap dari orang tua untuk membentuk citra diri yang akan

memberikan dasar bagi afiliasi dari kaitan kelompok. Model ini membentuk 83,3%

pemilih pemula memiliki pilihan yang sama dengan keluarga.

Kedua sekolah, sebagai agen formal sekolah sangat berperan membentuk

perilaku politik pemilih pemula. Nilai- nilai politik dapat diturunkan secara langsung

yaitu dengan melakukan komunikasi tatap muka maupun secara tidak langsung

dengan memasukan nilai-nilai politik dalam kurikulum atau dalam buku bacaan.

80 Wawancara. Julidar. Keluraga dari Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda

Aceh, Provinsi Aceh. Pada tanggal 04 Juni 2018. 81 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 52.

51

Proses sosialisasi politik yang dilakukan sekolah pada pemilih pemula tidak

maksimal, karena pembahasan pemilukada tidak masuk dalam kurikulum atau silabus

yang menyebabkan transformasi informasi antara guru atau dosen kepada pemilih

pemula tidak fokus pada pemilukada. Pemilukada disekolah masuk dalam

pembahasan hak dan kewajiban negara, yang menyebebakan buku bacaan khusus

materi pemilukada juga tidak dimiliki pihak sekolah. Mengutip pendapat salah satu

pengajar yang mengatakan :

“Sekolah tidak memiliki silabus khusus mengenai pemilu atau pemilukada,

pembahasan tersebut masuk dalam materi hak dan kewajiban warga negara.

Gambaran umum mengenai pemilu atau pemilukada biasanya di berikan di sela-sela

materi atau ada murid/ mahasiswa yang bertanya berkaitan dengan materi

tersebut82

Hal serupa juga di jelaskan oleh pemilih pemula,.

“…dalam proses belajar kami biasnya tidak pernah memiliki materi khusus

mengenai pemilu atau pemilukada, kecuali materi hak dan kewajiban warga negara.

Hak dan kewajiban warga negara biasanya hanya membahas tentang hak

mencalonkan, atau hak memilih atau kewajiban membela Negara.83

82 Wawancara Marliana. Guru Pendidikan Kewarga Negaraan SMAN 5 Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 17 Juli 2018. 83 Wawancara.Silvia. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, Provinsi

Aceh. Pada tanggal 31 Mei 2018.

52

Model sosialisasi yang digunakan sekolah adalah model sosialisasi

identifikasi, dimana pemilih pemula menerima nilai-nilai melalui komunikasi tatap

muka. Komunikasi yang dibangun juga berbasis kurikulum yang digunakan. Menurut

data hanya 16,6% pemilih pemula yang pernah mengikuti simulasi pemilu. Pihak

sekolah maupun universitas juga mengaku tidak memberikan simulasi pemilu pada

pemilih pemula. Hal ini dikawatirkan berdampak cukup serius pada kesalahan yang

mungkin terjadi dalam bilik suara mengingat minimnya informasi yang diterima

pemilih pemula serta banyaknya pemilih pemula yang juga belum pernah sama sekali

mengikuti pemilukada.

Ketiga kelompok teman, Pemilih pemula tidak mendapatkan informasi poltik

apapun dalam kelompok bermainnya. Padahal kelompok teman juga merupakan agen

sosialiasi yang berperan dalam perkembangan dan pembentukan perilaku politik

pemilih pemula. Mengutip pendapat Martin Levin yang mengatakan bahwa

kecendrungan individu untuk menerima padangan mayoritas ada di dalam kelompok

sebaya84

. Namun dalam kelompok teman diskusi politik tidak terjadi. Pemilih pemula

menghabiskan waktu berinterkasi dengan teman bermainnya yang memakan waktu

berjam-jam baik secara langsung maupun menggunakan aplikasi chatting hanya

membahas mengenai fashion, filem, tugas, atau cerita masa lalu. Seperti pendapat

salah satu pemilih pemula :

84 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 36.

53

“Bertemu dengan teman ya di sekolah di mulai dari masuk hingga pulang

sekolah, kecuali hari libur seperti hari minggu jumpanya hanya sore hari. Kalau

tidak bisa jumpa biasanya kami chatting. Pembahasannya mengenai kejadian di

sekolah, tugas, atau trend masa kini85

Keempat medi masa. Media masa sangat berpengaruh dalam membagun

padangan politik pemilih pemula. Media masa hadir dalam bentuk cetak maupun

online selama 24 jam. Pada pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun

2017, Serambi Indonesia menyiarkan berta-berita seputar aktifitas para calon,

hambatan atau tantangan yang terjadi selama pemilukada, serta kegiatan sosialisasi

baik yang dilakukan oleh lembaga non pemerintahan maupun oleh lembaga

pemerintah seperti KIP Prov Aceh. Serambi mengatakan bahwa :

“Sebagai media yang independen, kami tidak mengeluarkan berita atas

kepentingan satu kelompok calon. Sehingga berita yang dikeluarkan banyak berupa

proses kegiatan selama pemilukada di mulai dari pendaftaran, kampanye hingga

penghitungan suara. Serambi juga tidak mengeluarkan berita sosialiasi memilih

kecuali berita tersebut dalam bentuk iklan yang di pasang lembaga lain seperti KIP

provinsi86

85 Wawancara. Meisara. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 04 Juni 2018. 86 Wawancara media serambi Indonesia. Pada tanggal 26 Mei 2018 dan Pada tanggal 26 Juli

2018. Cek website : http://aceh.tribunnews.com/

54

Penting tidaknya media massa bagi sosialisasi politik tentu juga tergantung

pada corak atau sistem dari pada media massa itu sendiri. Berbeda dari rezim totaliter

yang membatasi peranan media massa dalam menurunkan nilai-nilai politik. Pada

masyarakat demokratis, nilai-nilai yang terkandung pada media massa bervariasi.

Kebebasan yang besar menjadikan agen dapat menurunkan nilai politik baik yang

bersifat vertikal maupun horizontal87

.

Pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Aceh 2017, wacana dominan

yang dibangun oleh serambi bersifat vertikal dimana pemberitaan hanya dari

pemerintah ke pada masyarakat, sedangkan nilai-nilai politik dari bawah sangat

jarang dimuat atau disiarkan. Pemberitaan hanya sekedar pemberian informasi

pemilukada tanpa dapat mempengaruhi sikap pemilih untuk terlibat dalam

pemilukada.

Serambi berpendapat sebagai media yang independen tanpa dipengaruhi oleh

kelompok lain selama pemilukada. Sepertinya pemilih pemula tidak sependapat

dengan hal tersebut. Pemilih pemula cenderung tidak percaya dengan media massa,

yang dinilai bersifat ekploitatif untuk kepentingan tertentu. Pemberitaan yang bersifat

propaganda yang memberintakan keunggulan kandidiat tertentu serta perbedaan hasil

poling kandidat dari media satu dengan media lainnya menjadi alasan kurangnya

kepercayaan pemilih pemula pada media massa.

87 Eriza. Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 39.

55

Model sosialisasi yang dilakukan Serambi bersifat akumulasi. Model

akumulasi melihat bahwa semakin banyak informasi yang dimasukan pada individu

atau kelompok maka semakin banyak pengetahuan yang diperoleh88

. Informasi yang

diberikan serambi dapat menambah pemahaman pada pemilih pemula mengenai nilai-

nilai politik. Serambi juga memantau keadaan politik selama proses pemilukada

secara rutin baik disiarkan secara cetak setiap hari dalam bentuk koran pagi maupun

secara online yang dapat di akses di websitenya.

Akses yang mudah disajikan serambi dalam memberikan pemahaman politik

tidak manarik minat pemilih pemula untuk mengakses informasi tersebut. Hasil

penelitian yang peneliti lakukan menunjukan bahwa 83.3% pemilih pemula sangat

jarang mengakses informasi pemilukada, bahkan 33,3% pemilih pemula tidak

mengenal calon gubernu dan wakil gubenur Aceh tahun 2017. Pemilih pemula hanya

mengandalkan informasi dari Timline di Media sosial seperti instagram, twitter dan

fecebook dalam memenuhi kecukupan informasi politiknya. Seperti pendapat salah

satu pemilih pemula mengatakan :

“Informasi politik yang saya miliki selain dari keluarga, juga dari timeline

media sosial seperti facebook atau instagram. Buka website berita sih tidak pernah,

kalau baca koran sangat jarang89

88 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…, hal. 52. 89 Wawancara.Cut Roza. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 27 Mei 2018.

56

Kelima pemerintah sebagai agen sosialisasi salah satu berkewajiban dalam

memberikan sosialisasi pada pemilih pemula. Dalam melakukan sosialiasi KIP

provinsi Aceh tidak berkerja sendiri tetapi juga menjalin kerjasama dengan lembaga

lain seperti LSM atau komunitas masyarakat. Sosialisasi ini dilakukan secara terus

menerus selama pemilukada di 20 kabupaten dan kota di Aceh, dengan menggunakan

berbagai model sosialisasi baik secara tatap muka seperti diskusi umum maupun

melalui media baik online ataupun cetak. Sosialisasi yang dilakukan KIP menyasar

keberbagai kalangan pemilih seperti difabel, pemilih perempuan dan pemilih pemula.

Sosialisasi dikalangan pemilih terkhusus pemilih pemula menggunakan berbagai

model sosialisasi seperti stand up comedy, simulasi memilih, hingga diskusi warung

kopi. Seperti pernyataan anggota KIP Provinsi Aceh mengatkan bahwa :

“Sosialiasi dilakukan tidak hanya terbatas menggunakan media TV, radio

dan media cetak (koran) saja, tetapi juga sosialiasi juga menggunakan media sosial

seperti youtube, fecebook, twitter dan instagram yang merupakan basis penggunanya

adalah pemilih pemula, sajian sosioliasais pada pemilih pemula ini menggunakan

video pendek mengangkat tema Pemilukada.”90

Dari beberapa agen sosialiasasi di atas, dalam penelitian ini peneliti

menemukan dua agen yang juga berperan dalam membentuk perilaku politik pemilih

pemula serta juga menjadi agen sosialisasi ialah LSM dan tim sukses. Pertama LSM,

90 Waancara Bapak Ahmad Darlis, Anggota KIP Provinsi Aceh. Pada tanggal 6 Juli 2018 di

Banda Aceh.

57

sebagai oragnisasi yang bergerak di bidang non politik. LSM sangat berpengaruh

dalam membentuk perilaku politik pemilih pemula. LSM tidak hanya sebagai wadah

penyaruh aspirasi masyarakat, tetapi juga memberikan pengaruh kepada pemerintah

dalam mengambil kebijakan. Pada pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh

tahun 2017, The Aceh Institute atau yang di singkat AI cukup rutin dan cukup intes

dalam melakukan sosialisasi di masyarakat, AI menyebutnya stakeholder meeting 91

.

Model sosialisai yang dilakukan AI ialah voter education dan stakeholder outreach.92

Sebaran sosialisasinya di 14 kabupaten dan kota antaranya Langsa, Aceh

Timur, Aceh Tamiang dan daerah lainnya, dengan mengangkat Takeline Aku

Memilih Dengan Hati. Model sosialisasi yang dilakukan dibedakan menurut

pelanggaran maupun konflik di daerah atau menurut masanya. Untuk daerah yang

konfliknya tinggi menggunkan model FGD atau Focus Group Discussion sementara

untuk daerah yang cukup banyak pemilih seperti pemilih perempuan, pemilih pemula

maupun difabel menggunakan model sosialisasi terbuka.

AI berkerjasama dengan KIP Prov Aceh, Panwasli dan lembaga lokal dalam

melakukan sosialisasi. Dengan target sekitar 100 orang untuk perserta umum dan

sekitar 40 - 45 orang untuk Difabel. Sosialisasi yang dilakukan cukup memuaskan

kerena dalam melakukan sosialisasi, AI tidak hanya membuat seminar dengan

mengahadirkan narasumber yang berasal dari Lembaga pemerintahan seperti KIP

91 Wawancara Ibuk Dhani Marisa mewakili The Aceh Institute (LSM). Pada tanggal 13 Juli

2018. 92 Voter education adalah pendidikan pemilih. Sedangkan Stakeholder outreach adalah

penjangkau pemangku kepentingan atau penguatan lembaga pemilu atau lemabaga pengawasan.

58

Prov Aceh, Panwasli maupun akademisi tetapi juga memasukan kegiatan hiburan

seperti stand up comedy dengan tema pemilukada.

Kedua ialah tim sukses. Sosialisasi yang dilakukan tim sukses menggunakan

model tatap muka seperti meet and great maupun melalui media baik online maupun

cetak. Model sosialisasi yang dilakukan ialah diskusi warung kopi, Meet and great

dan kampanye akbar dengan sasaran semua kalangan pemilih. Tim sukses optimis

bahwa calon cukup terkenal dikalangan pemilih pemula sehingga tidak ada ada

sosialisasi khusus yang dilakukan bagi pemilih pemula. Sementara pada masyarakat

desa sosialisasi dilakukan lebih rutin dari kalagan lain mengingat jangkauan

informasi masyarakat desa sangat terbatas. Seperti pendapat salah satu tim sukses

mengatakan :

“Sasaran sosialisasi dilakukan banyak menargetkan masyarakat desa. Untuk

pemilih pemula sendiri tidak ada sosialisasi khusus yang dilakukan karena calon

cukup terkenal dikalangan akademisi. 93

Mensosialisasikan sosok figure calon gubernur dan wakil gubernur pada

pemilih, tim sukses dan kandidat mengangkat isu- isu kemiskinan, pendidikan,

pelaksanaan Syariat Islam, reformasi birokrasi dan pembangunan daerah. Seperti

salah satu calon gubernur dan wakil gubenur Aceh., Irwandi dan Nova sebagai

incumbent kebijakan pada masa kepemimpinan sebelumnya juga menjadi unggulan

dalam memperkenalkan sosoknya untuk dianggap pantas dipilih. Beberapa program

93 Wawancara Tim Sukses Tarmizi Kharim di Banda Aceh. Pada tanggal 07 Juli 2018.

59

yang dijual ialah beasiswa untuk anak yatim, program bantuan keuangan peumakmue

gampong (BKPG), lahirnya badan dayah yang juga lahir di massa kepemimpinannya

pada periode 2007-2012, serta penyempurnaan JKA yang sudah masuk dalam BPJS.

Program yang sukses pada masa kepemimpinan sebelumnya manjadi daya

jual yang cukup menarik perhatian pemilih. To vote or not vote di dalam suatu

pemilukada dapat ditentukan oleh isu kebijakan politik, citra sosial, citra kandidat,

dan peristiwa personal94

. Keempat aspek tersebut dinilai tidak hanya pada masa

kampanye berlangsung tetapi juga sudah dimulai semenjak ia hadir dalam kehidupan

sosial masyarakat itu. Karena reputasi dibangun melalui kerja panjang dan merupakan

hasil dari akumulasi serta kinerja dalam waktu yang relatif lama.

Tabel. 01

Model Sosialisasi Yang Dilakukan Agen Sosialisasi

NO Agen Sosialisasi Model Sosialisasi

1 Keluarga - Menggunakan model identifikasi, dengan

sosialisasi informal secara tatap muka.

Seperti ngobrol santai.

2 Sekolah, - Sosialisasi formal secara tatap muka dan

94 Eriza. Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…, hal. 481.

60

dengan model identifikasi. Seperti proses

belajar mengajar di dalam ruang kelas.

3 Kelompok teman - Sosialisasi informal dapat terjadi. Dengan

model ahli antar pribadi (interpersonal

transfer model) meliputi diskusi tatap

muka dan diskusi melalui media seperti

penggunaan aplikasi chatting meliputi

whatsapp, line dan media sosial lainnya.

4 Media masa - Sosialisasi dalam bentuk transfer informasi

dengan menggunakan model akumulasi.

Sosialisasi dilakukan melalui media cetak

meliputi koran dan melalui website

serambi95

.

5 Pemerintah - Menggunakan model akumulasi.

Sosialisasi formal atau informal dapat

terjadi baik secara tatap muka berupa

pertemuan dalam bentuk diskusi, seminar,

workshop, rapat kerja, pendidikam

pemilih, ceramah, dan simulasi.

- Melalui media massa dalam bentuk tulisan,

95 Melalui website dapat diakses di http://aceh.tribunnews.com/ .

61

gambar, audio visual, website, talk show

dan debat kandidiat.

- Media pendukung meliputi poster, brosur,

spanduk, baliho, leafleat, baju, topi dan

gelas.

6 LSM - Menggunakan model akumulasi.

Sosialisasi yang terjadi berupa formal atau

informal meliputi, Focus Group

Discussion dan sosialisasi terbuka. Seperti

seminar dengan menghadirkan

narasumber, simulasi, dan stand up

comedy.

7 Tim sukses - Menggunakan model akumulasi.

Sosialisasi informal secara tatap muka

maupun melalui media. Sosialisasinya

meliputi diskusi warung kopi, meet and

great, kampanye akbar.

- Melalui media meliputi koran, majalah,

website, media sosial seperti youtube,

facebook, twitter dan instagram.

- Media pendukung seperti poster, brosur,

62

spanduk, baliho, baju dan stiker.

Data olahan sendiri.

Banyaknya model sosialisasi yang dilakukan agen sosialisasi ternyata tidak

mampu menarik minat pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam proses sosialisai.

Asumsi bahwa sosialisasi tidak mempengaruhi partisipasi dikalangan pemilih pemula

menjadi salah satu faktor kecilnya minat pemilih pemula untuk mengikuti pendidikan

poliitk dari agen sosialisasi. Padahal 66,6% agen sosialiasi berkerja cukup aktif dalam

melakukan sosialisasi selama pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun

2017. Serta 2 dari 9 agen sosialisasi memiliki sasaran sosialisasi khusus untuk

pemilih pemula, seperti yang dilakukan KIP dan LSM. Baik menggunakan media

sosial diantaranya youtube, fecebook, twitter dan instagram. Maupun diskusi tatap

muka seperti seminar. Mengutip pendapat LSM yang mengatakan :

“Model sosialisai yang kami lakukan adalah voter education dan stakeholder

outreach dengan mengangkat tema yang menarik seperti aku memilih dengan hati

dan juga mengahadirkan stand up comedy di tengah-tengah acara sosialisasi. 96

Dari seluruh agen sosialisasi, keluarga menjadi agen yang paling dominan

diterima informasinya oleh pemilih pemula. Pada kenyataannya keluarga ternyata

tidak cukup efektif untuk meningkatkan partisipasi pemilih pemula. Hasil penelitian

yang peneliti lakukan menunjukan bahwa tingkat partisipasi pemilih pemula pada

96 Wawancara Ibu Dhani Marisa mewakili The Aceh Institute (LSM). Pada tanggal 13 Juli

2018.

63

67%

33%

Tidak Memilih

Memilih

pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun 2017 hanya mencapai 33,3%.

Sisanya 66,6% tidak dapat memberikan hak suaranya karena alasan kesibukan

kegiatan sehari-hari.

Diagram. 02.

Partisipasi Pemilih Pemula Pada Pemilukada Aceh Tahun 2017

Rendahnya tingkat partisipasi pemilih pemula dapat disebabkan oleh

kurangnya kesadaran untuk mengakses informasi oleh pemilih pemula. Menurut data

hanya 40% pemilih pemula yang pernah mengikuti sosialisasi yang dilakukan agen

64

sosialisasi.97

Pemilih pemula juga berpendapat bahwa kebanyakan agen sosialisasi

tidak berkerja secara efektif seperti sekolah/universitas sebagai lembaga formal yang

tidak memiliki fokus pelajaran yang mendalam tentang pemilu. Dan juga ketidak

merataan sosialisasi yang dilakukan agen sosialisasi salah satunya KIP yang

mengakibatkan ketidak cukupan informasi politik yang diterima pemilih pemula,

sehigga dalam perkembangan pembentukan sikap politiknya pemilih pemula

mengalami ketidak matangan sikap politik. Tidak matangnya sikap politik pemilih

pemula yang dimaksud ialah pemilih pemula tidak mampu menghasilkan perilaku

yang rasional dimana ia memiliki sikap dan orientasi poliitk yang independen.

Mengambil pernyataan dari salah satu pemilih pemula mengatakan bahwa :

“Rumah menjadi tempat saya mendapatkan informasi pemilukada karena

keluarga saya cukup sering membahas pemilukada. Pada proses pemilihan pada

Pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun 2017, saya juga memiliki

pilihan yang sama dengan keluarga, kami memilih salah satu calon yang sudah kami

sepakati sebelumnya98

.”

Hal ini hampir dirasakan oleh semua pemilih pemula, dalam penelitian ini

keluarga tidak hanya menjadi agen yang paling aktif melakukan sosialisasi tetapi juga

menjadi orientasi pemilih pemula dalam menentukan pilihanya. Seperti pendapat

Hyman mengatakan bahwa keluarga adalah faktor yang dominan membentuk

97 Hasil Wawancara. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, Provinsi

Aceh. Wawancara dimulai dari Mei – Juni 2018 98 Wawancara. Cut Nabila. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 29 Mei 2018.

65

orientasi politik dan partisipasi politik dalam proses sosial99

. Ketidak seimbangan

pendidikan politik pemilih pemula dari berbagai sumber agen sosialiasi secara

lengkap, berdampak pada tidak terpenuhinya nilai-nilai politik yang diterima pemilih

pemula, sehingga pada usia dewasa pemilih pemula tidak memiliki kematangan dari

sikap politiknya.

Keluarga tidak dapat menjadi agen sosialisasi tunggal dalam melakukan

pendidikan politik. Keluarga juga tidak akan menjadi agen yang efektif dalam

membentuk perilaku rasional pada pilihan politik pemilih pemula. Keluarga

membentuk anak untuk bersikap sesuai aturan yang berlaku dalam keluarga yang

sehingga anak dituntut untuk mematuhi orang tuanya. Hal ini dapat dilihat dari

keberadaan penghargaan dan penghukuman atas perilaku yang keliru. Robinson

mengatakan bahwa dalam keluarga terjadi pemisahan peran yang jelas diantara

anggota-anggotanya, sebagai ibu, anak, atau pada usia tertentu sebagai kakek dan

nenek. Dalam kaiatanya dengan sosialisasi politik, anak yang mengalami sosialisasi

akan sangat memperhatikan posisi mereka dalam hubungan dengan orang lain.

Mereka akan sangat sadar posisi mereka dalam kaitannya dengan kepemilikan

kekuasaan100

.

Budaya ini akan membentuk perilaku sosiologi politik di kalangan pemilih

pemula. Menurut Saiful Mujani dalam bukunya kuasa rakyat mengatakan bawah

99 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 23. 100 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…, hal. 25.

66

perilaku memilih model sosiologi ditentukan oleh karateristik sosiologi seperti kelas

sosial, agama dan kelompok etnik atau kedaerahan dan bahasa101

. Ketika pemilih

pemula memilih atas dasar orientasi keluarga maka dia masuk dalam karakteristik

sosiologi.

Keluarga dalam prosesnya secara tidak langsung membentuk perilaku politik

sosiologi pada pemilih pemula. Menurut Kamanto Sunarto bahwa pola sosialiasi

dalam keluarga dapat berlangsung dalam dua bentuk umum: Pertama, sosialisasi

represif, yaitu sosialisasi yang menekan kepada kepatuhan anak dan hukuman

terhadap perilaku yang keliru. Kedua sosialisasi partisipatif, yaitu sosialisasi yang

menekan pada otonomi anak dan memberikan imbalan terhadap perilaku anak yang

baik102

. Untuk lebih jelas lihat tabel di bawa ini :

101 Saiful Mujani dan R. William Liddle dkk, Kuasa Rakyat Analisis Tentang Prilaku Memilih

Dalam Pemilihan Legislative Dan Presiden Indonesia Pasca OrdeBaru..,hal. 6. 102 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 24-25.

67

Tabel. 02.

Bentuk Sosialisasi Keluarga Pada Anak

Sosialisasi Represif Sosialisasi Partisipatif

- Menghukum perilaku yang keliru

- Hukuman dan imbalan material

- Kepatuhan anak

- Komunikasi sebagai perintah

- Komunikasi non-verbal

- Sosialisasi yang berpusat pada

orang tua

- Anak memperhatikan keinginan

orang tua

- Keluarga merupakan significant

other

- Memberikan imbalan perilaku

yang baik

- Hukuman dan imbalan simbolis

- Otonomi anak

- Komunikasi sebagai intraksi

- Komunikasi verbal

- Sosialisasi yang berpusat pada

anak

- Orang tua memperhatikan

keperluan anak

- Keluarga merupakan generalized

other

Mayoritas pola sosialiasi yang dilakukan keluarga cenderung pada pola

sosialiasi represif. Sehingga pemilih pemula secara sadar atau tidak sadar menerima

pilihan politik orang tuanya sebagai bentuk kepatuhan anak. Sebesar 83,3% pemilih

68

pemula mempunyai pilihan yang sama dengan keluarga103

. Pola pengasuhan sangat

mempengaruhi pilihan politik pemilih pemula. Dean Jaros dan Lawrence V. Grant

juga menegaskan bahwa sosialiasi poltik yang diberikan orang tua terhadap anaknya

biasanya dipengaruhi pilihan politik orang tuanya. 104

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Angus Campbell, G Gurin dan

Warreb E. Miller studi mengenai pemilihan presiden tahun 1952 menemukan

kecendrungan yang kuat pada pemberi suara untuk memberikan dukungan kepada

partai yang sama dengan ayah mereka105

. Sementra untuk kasus Aceh sendiri yang

lebih bersifat extended family dimana kuatnya kedekatan hubungan antara anak dan

orang tua tentu lebih memungkinkan bagi anak untuk mengidentifikasi sikap,

penampilan, dan perilaku mereka sesuai dengan perilaku orang tuanya. Micheal Rush

dan Phililip Althof dalam teori peranan keluarga dalam sosialiasi politik mengatakan

bahwa, anak-anak cenderung menerima pilihan partai dari orang tuanya.106

4.3. Kesadaran Politik Di Kalangan Pemilih Pemula

Kesadaran politk menjadi salah satu faktor pemilih pemula untuk

berpartisipasi dalam pemilukada. Sebesar 83,3% pemilih pemula memiliki tingkat

kesadaran yang rendah. Hal ini dilihat dari kurangnya kemauan pemilih pemula

dalam mengakses informasi poltik, manarik diri dari keterlibatannya dengan agen

103 Hasil Wawancara. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, Provinsi

Aceh. Wawancara dimulai dari Mei-Juni 2018. 104 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 27. 105 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 27. 106 Efriza, Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik…,hal. 28.

69

sosialisasi serta tidak berpartisipasi pada pemilukada. Maka wajar saja dari tidak

terpenuhinya ketiga variabel di atas menjadikan tingginya kesadaran politik pada

pemilih pemula hanya 16,6% .

Diagram. 04.

Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula

Pemilih pemula sebagai agen perubahan yang memiliki tingkat status sosial

yang yang cukup baik dengan kematangan pemikiran, yang dibentuk melalui proses

belajar, seharusnya kesadaran politik juga sudah lebih baik. Apa yang menjadi hak

dan kewajiban warga negara harusnya sudah melekat dalam diri pemilih pemula,

mengingat materi ini sudah diajarkan terus menerus dari tingkat Sekolah Dasar

16%

17%

67%

Partisipan Aktif Partisipan Pasif Tidak Aktif

70

hingga menjadi Mahasiswa/i. Seperti pendapat Ramlan Surbakti dalam bukunya

memahami Ilmu Politik, mengatakan tinggi rendahnya kesadaran poltik dipengaruhi

oleh faktor-faktor seperti status sosial, dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua

dan pengalaman berorganisasi107

. Statsus sosial yang dimaksud ialah kedudukan

seseorang dalam masyarakat dalam karena keturunan, pendidikan dan pekerjaan. Dari

aspek pendidikan harusnya dapat menjadikan status sosial yang bagus pada pemilih

pemula, terlebih pemilih pemula adalah agen perubahan yang memiliki sikap

independensi.

Kurangnya kesadaran poltik dikalangan pemilih pemula akibat dari ketidak

mandirian pemilih pemula dalam menentukan sikap. Ketidak mandirian ini

disebabkan minimnya sikap kritis akan politik pada pemilih pemula sehingga sumber

informasi hanya mengandalkan keluarga. Hal ini berdampak pada tidak terpenuhi

informasi politik yang di miliki, sehingga keluarga menjadi satu-satunya sumber

rujukan dalam menentukan sikap politiknya. Padahal 66,6% agen sosialisasi berkerja

melakukan sosialisasi pada pemilukada, walapun penyebarannya tidak menyeluruh.

107 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik…, hal. 185.

71

Tabel. 03.

Agen Sosialisai yang Melakukan Sosialisai Pada Pemilukada Aceh Tahun 2017

NO Agen Sosialisasi Keterangan

1 Keluarga

2 Guru SMAN 5 Banda Aceh -

3 Dosen PKN UIN Ar-raniry

Banda Aceh

-

4 The Aceh Institute (LSM)

5 Tim Sukses Irwandai

6 Tim Sukses Tarmizi

7 Serambi Indonesia

(Media Massa)

8 KIP Prov Aceh

9 Kelompok Teman -

Data Hasil Olahan Sendiri108

108 Keterangan tabel : tanda () menunjukan bahwa agen sosialisasi memberikan sosialisasi

pada pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun 2017 . Tanda (-) menunjukan bahwa agen

sosialisasi tidak memberikan sosialisasi selama pemilukada gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun

2017

72

Kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah menjadi aspek yang

penting dalam membangun budaya politik yang partisipan dengan perilaku politik

yang rasional. Paige mengatakan bahwa apabila seseorang memiliki kesadaran politik

dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi maka partisipasi cenderung aktif.

Sebaliknya, kesadaran politk dan kepecayaan kepada pemerintah rendah, apabila

partisipasi politiknya cenderung pasif-tertekan (apatis).109

Kedua faktor di atas

bukanlah faktor-faktor yang berdiri sendiri (bukan variable yang independen).

Artinya, tinggi rendahnya kedua faktor tersebut juga di pengaruhi oleh faktor lain,

seperti kerja agen sosialisasi.

Pada akhirnya kesadaran politik, kepercayaan pada pemerintah dan kerja agen

sosialisasi yang mempengaruhi perilaku pemilih pemula yang cenderung pada model

sosiologi. Perilaku politik sosiologi yang menghasilkan partisipasi semu pada pemilih

pemula berakhir pada terbentuknya budaya poltik parokial di masyarakat. Partisipasi

semu adalah partisipasi pemilih pemula yang telah dimanipulasi dalam mengambil

pilihan. Partisipasi semu cenderung dapat digunakan oleh orang luar atau elit untuk

tujuan tertentu karena partisipasi ini tidak berasal dari insiatif murni yang berawal

dari adanya kesadaran politik. Bentuk dari perilaku ini tidak hanya berdampak pada

pemerintahan yang akan datang tetapi juga pada bentuk demokrasi.

Tolak ukur keberhasilan dari demokrasi dinilai dari tinggi rendahnya

partisipasi pemilih, hal tersebut merupakan bentuk dukungan pada pemerintah

109 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik…., hal. 185.

73

kedepan. Namun partisipasi semu yang hanya menekan pada tingginya angka jumlah

pemilih tanpa independensi dalam memilih tidak akan membentuk demokrasi

subtansial yang ideal. Karena mencapai demokrasi substansial tidak hanya menekan

demokrasi pada tingkat procedural yang memprioritaskan pada angka partisipasi yang

tinggi. Tetapi juga pada bentuk perilaku yang dihasilkan yang akan berdampak pada

pembentukan budaya sosial dan politik di masyarakat.

74

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Perilaku memilih pemilih pemula pada pemilukada gubernur dan wakil

gubernur tahun 2017, di kecamatan Syiah Kuala cenderung pada model sosiologi

dalam menggunakan hak suaranya. Model sosiologi ini menjadi kecendrungan pilihan

politik pemilih pemula, dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor eksternal dipengaruhi oleh kerja agen sosialisasi dalam membentuk

perilaku politik pemilih pemula, sedangkan faktor internal ialah tingkat kepercayaan

pemilih pemula pada pemerintah dan kesadaran politik.

Tidak maksimalnya kerja agen sosialisasi pada pemilih pemula menyebabkan

informasi dan pendidikan tidak membentuk nilai-nilai, sikap dan orientasi politik

pada pemilih pemula. Pemikiran dari keluarga yang bersifat represif juga membentuk

ketidak independensi perilaku politik pemilih pemula. Tidak hanya permasalahan

agen yang tiak berkerja secara efektif, perilaku pemilih pemula yang tidak rasional ini

juga dipengaruhi oleh kurangnya kepercayaan pemilih pemula pada pemerintah dan

kurangnya kesadaran politik pemilih pemula. Faktor- fator ini tidak hanya

bertanggung jawab pada bentuk perilaku politik sosiologi pada pemilih pemula tetapi

juga terhadap partisipasi semu pemilih pemula.

75

Pemilih pemula yang memiliki kepecayaan pada pemerintah, juga akan

menghadirkan kesadaran politik, kesadaran akan posisi dirinya dalam sebuah tatanan

kehidupan bernegara. Kesadaran politik juga akan membentuk minat-minat dalam

diri pemilih pemula terhadap proses-proses politik, seperti mengikuti perkembangan

informasi politik secara mandiri, diskusi publik, kampanye dan kegiatan poltik

lainnya. Wujud terakhir dari kesadaran politik ialah adanya partisipasi politik pemilih

pemula dalam pemilukada.

Penggunaan suara yang didorong oleh kesadaran politik yang tinggi akan

menghasilkan pilihan atas dasar rasionalitas. Pilihan yang rasional akan membawa

demokrasi yang lebih baik. Pesta demokrasi akan dimanfaatkan perilaku rasional

untuk melakukan kampanye bersifat dialogis, karena pesan yang dia butuhkan dalam

memilih ialah visi misi, dan program kerja calon. Sehingga black campaign, money

politic dan kampanye yang bersifat negative tidak akan mempengaruhinya.

Pemilih pemula yang memiliki kesadaran politik dan partisipasi politik yang

tinggi akan dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan dapat

mengagregasikan kepentingan masyarakat luas terkhusus pemilih pemula. Perilaku

pemilih pemula ini sejatinya sangat penting mendukung kualitas output pemilukada.

Namun untuk mendorong seseorang menjadi pemilih rasional bukanlah hal yang

mudah.

76

Pemilih rasional membutuhkan informasi yang cukup, kemampuan analisis

yang tajam, waktu yang panjang serta independensi pemilih. Faktor tersebut tidak

dimiliki oleh pemilih pemula di kecamatan Syiah Kuala. Ketidak efektifan kerja agen

sosialisasi serta kurangnya kepercayaan pemilih pemula pada pemerintah menjadikan

rendahnya kesadaran di kalangan pemilih pemula. Pada akhirnya model sosiologi

menjadi perilaku politik pemilih pemula, yang menghasilkan partisipasi semu pada

pemilukada gubernur dan wakil gubenur Aceh tahun 2017.

5.2. Saran

1. Sosialisasi dilakukan pemerintah, LSM, dan tim sukses harus secara

meyeluruh tidak hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan untuk dapat

memaksimalkan kesadaran pemilih pemula dalam berpartisipasi pada

pemilukada.

2. Keluarga sebagai agen pertama yang memberika sosialisasi pada pemilih

pemula, di harapkan memberikan pemahaman politik, terkhusus dalam hal

pentingnya memberikan hak suara mereka, tanpa intervensi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dalam menentukan pilihan.

3. Perlunya pendidikan politik yang simultan baik yang diselenggarakan oleh

pemerintah dalam bentuk pengintegrasian kurikulum di sekolah-sekolah

dan universitas.

77

DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel A. dan Sidney Verba. 1990. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik

dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi . 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2015. Aceh Dalam Angka.

Berita.co.2016. Inilah Jumlah Pemilih di Kota Banda Aceh Untuk Pilkada 2017.

Diakses Pada tanggal 28 Desember 2017. Disitus:

http://www.beritakini.co/news/ini-jumlah-pemilih-di-kota-banda-aceh-untuk-

pilkada-2017/index.html

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka.

Efriza. 2012. Politik Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.

Firmanzah. 2008. Marketing Politik Antara Pemahaman Dan Realitas. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Gaffar, Affan. 1992. Javanese Voters: A case Stusy Of Election Under A Hegemoni

Party System.Yogyakarta: Gajamada University Press.

Gafar, Affan. 1999. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Harrison, Lisa. 2009. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana.

KIP Kota Banda Aceh. 2016. E Paper Banda Aceh Election News Edisi : Jumlah

Pemilih Pilkada Di Kota Banda Aceh Pilkada 2017. Diakses pada tanggal 25

Januari 2017. Disitus: http://kip.bandaacehkota.go.id/wp-

content/uploads/2017/06/3.-Bulletin-KIp-Banda-Aceh-KIP-edisi-3-Desember-

2016.pdf.

KPU Prov Aceh. Pilkada Provisi Aceh. 2017. Di akses pada tanggal 18 Desember

2017. Disitus : https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/aceh

KPU Prov Aceh. 2017. Hasil Hitung TPS (From C1) Kota Banda Aceh. Diakses pada

tanggal 25 Februari 2018. Disitus:

https://pilkada2017.kpu.go.id/hasil/t1/aceh/kota_banda_aceh

Mas‟oed, Mohtar dan Colin Mac Andrew. 2008. Perbandingan Sistem Politik.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Mujani, Saiful dan R. William Liddle dkk. 2016. Kuasa Rakyat Analisis Tentang

Prilaku Memilih Dalam Pemilihan Legistlative Dan Presiden Indonesia

PasCa Orde Baru. Jakarta: Mizan.

Merdeka.com, Ajak pemilih pemula mencoblos, KIP Banda Aceh Gelar Stand Up

Comedy. 2017. Diakses pada tanggal 19 Desember 2017. Disitus:

https://www.merdeka.com/politik/ajak-pemilih-pemula-mencoblos-kip-banda-

aceh-gelar-stand-up-comedy.html

Roskin, Michael G. Robert L. Cord. James A. Medeiros dan Walter S. Jones. 2012.

Political Science An Introduction. Canada: Pearson Education.

78

Rush, Michael dan Philip Althoff. 2008. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, Uhar. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Tindakan.

Bandung: Refika Aditama.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.

Serambi Indonesia. KIP Diminta Tingkatkan Sosialisasi Pilkada. 2017. Diakses pada

tanggal 19 Desember Disitus : http://aceh.tribunnews.com/2017/01/09/kip-

diminta-tingkatkan-sosialisasi-pilkada

Wawancara. Dilakukan di Banda Aceh Kecamatan Syiah Kuala. Pada Desember

2017.

Waancara. Ahmad Darlis. Anggota KIP Provinsi Aceh. Pada tanggal 6 Juli 2018 di

Banda Aceh.

Wawancara. Nur Fazila. Dosen Pendidikan Kewarga Negaraan UIN Ar-raniry. Banda

Aceh, Provinsi Aceh. Pada tanggal 04 Juni 2018.

Wawancara. Keluraga dari Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda

Aceh, Provinsi Aceh. Pada tanggal 04 Juni 2018.

Wawancara. Guru Pendidikan Kewarga Negaraan SMAN 5 Banda Aceh, Provinsi

Aceh. Pada tanggal 17 Juli 2018.

Wawancara. Dhani Marisa mewakili The Aceh Institute (LSM). Pada tanggal 13 Juli

2018.

Wawancara. Serambi Indonesia (Media Masa). Pada tanggal 26 Mei 2018 dan Cek

website : http://aceh.tribunnews.com/ Pada tanggal 26 Juli 2018.

Wawancara. Silvia. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 31 Mei 2018.

Wawancara.Cut Roza Novianita. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota

Banda Aceh, Provinsi Aceh. Pada tanggal 04 Juni 2018.

Wawancara. Purnama Iswahyudi. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota

Banda Aceh, Provinsi Aceh. Pada tanggal 27 Mei 2018.

Wawancara. Cut Nabila Amartiwi T. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala

Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Pada tanggal 29 Mei 2018.

Wawancara. T. Amalul. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda

Aceh, Provinsi Aceh. Pada tanggal 06 Juni 2018.

Wawancara. Meisara. Pemilih Pemula di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh. Pada tanggal 31 Mei 2018.

Wawancara. Sayuti. Tim Sukses Tarmizi Kharim dan Machsalmina Ali. Pada tanggal

07 Juli 2018 di Banda Aceh.

Wawancara. Safar. Tim Sukses Irwandi Yusuf Dan Nova Iriansyah. Pada tanggal 07

Juli 2018 di Banda Aceh.