bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · sesungguhnya penggunaan obat-obatan jenis...

19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena manusia mempunyai akal budi dan kemauan yang kuat. Dengan akal budi dan kemauan yang kuat, manusia dapat menjadi makhluk yang lebih dari makhluk lainnya. Manusia mempunyai ciri khas, ia selalu ingin tahu, dan setelah memperoleh pengetahuan tentang sesuatu maka, segera kepuasannya disusul lagi dengan kecendrungan untuk lebih ingin tahu lagi. Sebagai makhluk berfikir, manusia dibekali hasrat selalu ingin tahu, tentang benda-benda yang ada dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disekelilingnya, termasuk ingin tahu tentang dirinya. Adanya dorongan rasa ingin tahun dan usaha untuk memahami dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, akhirnya manusia dapat mengumpulkan pengetahuan. Keingintahuan yang makin meningkat menyebabkan pengetahuan dan daya fikirnya juga makin berkembang. Akhinya tidak hanya terbatas pada obyek yang dapat diamati dengan pancaindera saja, tetapi masalah-masalah lain, misalnya berhubungan dengan penilaian hal-hal baik dan buruk, tindak atau tidak indah. Seiring berjalannya waktu, masalah yang dihadapi manusia kian berat. Seseorang yang tidak mampu menghadapi masalah tersebut sudah pasti akan mengalami tekanan dan stres. Saat mengalami stres atau depresi, tidak sedikit dari mereka yang terjerumus dalam hal-hal yang bersifat negatif. Contohnya seperti

Upload: phungcong

Post on 07-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena manusia

mempunyai akal budi dan kemauan yang kuat. Dengan akal budi dan kemauan

yang kuat, manusia dapat menjadi makhluk yang lebih dari makhluk lainnya.

Manusia mempunyai ciri khas, ia selalu ingin tahu, dan setelah memperoleh

pengetahuan tentang sesuatu maka, segera kepuasannya disusul lagi dengan

kecendrungan untuk lebih ingin tahu lagi.

Sebagai makhluk berfikir, manusia dibekali hasrat selalu ingin tahu,

tentang benda-benda yang ada dan peristiwa-peristiwa yang terjadi

disekelilingnya, termasuk ingin tahu tentang dirinya. Adanya dorongan rasa ingin

tahun dan usaha untuk memahami dan memecahkan berbagai masalah yang

dihadapi, akhirnya manusia dapat mengumpulkan pengetahuan. Keingintahuan

yang makin meningkat menyebabkan pengetahuan dan daya fikirnya juga makin

berkembang. Akhinya tidak hanya terbatas pada obyek yang dapat diamati dengan

pancaindera saja, tetapi masalah-masalah lain, misalnya berhubungan dengan

penilaian hal-hal baik dan buruk, tindak atau tidak indah.

Seiring berjalannya waktu, masalah yang dihadapi manusia kian berat.

Seseorang yang tidak mampu menghadapi masalah tersebut sudah pasti akan

mengalami tekanan dan stres. Saat mengalami stres atau depresi, tidak sedikit dari

mereka yang terjerumus dalam hal-hal yang bersifat negatif. Contohnya seperti

2

minum minuman keras, mengunjungi tempat hiburan malam dan yang paling

banyak terjadi beberapa tahun belakangan ini adalah kasus narkotika. Banyak dari

pengguna narkotika mengaku menggunakan hal tersebut karena mengalami stress

berat akibat masalah yang mereka alami.

Narkoba adalah kependekan dari “narkotika dan obat-obatan berbahaya”.1

Menurut H. Mardani, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

atau bahan tanaman baik yang sintesis maupun semi sintesisnya yang dapat

menyebabkan penurunan atau penambahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

atau sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. 2

Sesungguhnya penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di

Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan

Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-

orang Cina. Sekitar tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika

menjadi masalah besar dan nasional sifatnya.

Kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang serius, sehingga tindakan

negara juga harus tegas dan keras terhadap kejahatan narkotika. Pelaksanaan

hukuman mati bukan hanya untuk efek jera ataupun pemberian hukuman

setimpal, tetapi yang lebih penting dimaksudkan untuk melindungi

masyarakatserta menyelamatkan anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan

narkoba.3

1Dwi Yani L, 2001, Narkoba Pencegahan dan Penanganannya, PT Gramedia, Jakarta, hal.1

2Mardani. H,2008, Penyalahgunaan Narkotika Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Pidana

Nasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.79. 3http://hukum.kompasiana.com/2013/03/26/hukuman-mati-bagi-bandar-narkoba-melindungi-dan-

menyelamatkan-bangsa-Indonesia-dari-bahaya-narkoba-545509.html, diakses pada tanggal 28 Mei 2015

3

Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin

(putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.Zat

adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika & Psikotropika seperti

alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat

pelarut (solven).

Mengingat kasus penyalahgunaan narkotika merupakan hal kriminal maka,

Badan Legislatif mengeluarkan Undang – UndangNo. 35 tahun 2009 tentang

narkotika sebagai pengganti Undang-Undang Rebublik Indonesia No. 22 tahun

1997.Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika dapat diklasifikasikan

sebagai berikut : 4

1. Sebagai Pengguna

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan Pasal 112 Undang-undang

nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman

paling lama 15 tahun.

2. Sebagai Pengedar

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang

nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling

lama 15 tahun penjara.

3. Sebagai Produsen

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan Pasal 113 Undang - Undang

No.35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun atau

seumur hidup atau mati dan denda.

4Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009,2010,Tentang Narkotika beserta penjelasnnya, Citra

Umbara, Bandung.

4

Undang-Undang tersebut pada pokoknya mengatur narkotika hanya

digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.

Pelanggaran terhadap peraturan itu diancam dengan pidana yang tinggi dan berat

dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain

pidana penjara dan pidana denda.5

Meskipun sanksi-sanksi terhadap penyalahgunaan narkotika telah

ditetapkan namun tidak juga membuat presentase kasus narkotika ini menurun

bahkan bisa dikatakan semakin meningkat setiap tahunnya. Penyebab dari

peningkatannya adalah dari faktor diri sendiri, faktor lingkungan, faktor

ketersediaan narkotika itu sendiri serta faktor lemahnya hukum di Indonesia.

Ketegasan hukum dalam sebuah Negara merupakan satu hal yang penting dalam

menekan peningkatan angka kriminalitas di dalam sebuah Negara. Apabila sanksi

yang ringan tidak dapat membuat para pelaku menjadi jera maka, perlu diterapkan

sanksi yang tegas seperti hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati.

Dalam hal ini hakim memiliki peranan penting dalam memutuskan sebuah

hukuman bagi seorang pelaku tindak kriminal.Hakim dalam memutusan perkara

berpedoman dalam asas legalitas, yakni terpenuhinya unsur – unsur pada delik

atau tindak pidana. Padahal selain hal tersebut hakim juga seharusnya

mempertimbangkan dasar – dasar dari tersangka melakukan tindak pidana.

Dalam sejarahnya mengenai pidana mati di Indonesia adalah salah satu

bentuk pemidanaan paling tua. Alasan paling popular untuk membenarkan pidana

mati sebagai hukuman paling efektif antara lain : pidana mati paling tepat

5Syamsul Hidayat, 2010, Pidana Mati di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, h.3

5

dijatuhkan terhadap terpidana yang kesalahannya sudah tidak dapat diperbaiki

lagi. Dari segi ekonomi pidana mati membutuhkan biaya yang lebih kecil daripada

hukuman seumur hidup.6

Pidana mati masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat,

dikarenakan pidana mati dipandang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Sebagaimana tercantum dalam Pasal28A Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD

1945”) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya.”

Dasar hukum yang menjamin hak untuk hidup di Indonesia juga terdapat

dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (“UU HAM”) yang berbunyi:

1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan

meningkatkan taraf kehidupannya

2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera

lahir dan batin

3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pasal-pasal di atas seolah-olah membuat pidana mati tidak patut diterapkan

di Indonesia, namun melihat kenyataan yang ada bahwa angka kriminalitas

khususnya kasus penyalahgunaan narkotika semakin meningkat maka,akan lebih

baik jika pidana mati tersebut diterapkan untuk membuat para pelaku menjadi

jera.

6 Gusti Ayu Cindy Permata, 2014, Analisi Yuridis Terhadap Putusan Pidana Mati Terkait Kasus

Narkotika di Pengadilan Negeri Denpasar, Universitas Udayana, h.3

6

Berdasarkan pada uraian permasalahan tersebut maka, menarik

diungkapkan dan disajikan dalam sebuah penulisan karya ilmiah yang berjudul

“PRO DAN KONTRA PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA NARKOTIKA ( STUDY KASUS DI PENGADILAN NEGERI

DENPASAR )”.

1.2 Rumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah di atas maka, ada beberapa hal

yang dapat dijadikan sebagai pokok permasalahan yaitu :

1. Bagaimanakah pengaturan pidana mati dalam Hukum positif di Indonesia?

2. Mengapa pidana mati sampai sekarang menjadi pertentangan dan apakah yang

menjadi dasar pertimbangan hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap

pelaku tindak pidana narkotika?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang telah di rumuskan, agar penulisan

karya ilmiah ini tidak jauh menyimpang dari pokok permasalahan maka, perlu

pembatasan ruang lingkup dalam pembahasannya. Pembahasan akan di batasi

pada penjelasan mengenai sah tidaknya pidana mati terhadap pelaku tindak pidana

narkotika. Akan dijelaskan juga mengenai pidana mati samapai sekarang menjadi

pertentangan serta faktor – faktor yang menjadi dasar hakim untuk menjatuhkan

pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika.

7

Untuk mengantarkan pada inti pembahasan permasalahan di atas maka,

akan dipaparkan juga secara umum mengenai hal – hal yang menyebabkan

seseorang menjadi pecandu narkotika, jenis – jenis narkotika serta akibat hukum

yang diterima oleh pelaku tindak pidana narkotika.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Skripsi ini merupakan karya tulis sendiri sehingga dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk memperhatikan orisinalitas skripsi

ini maka, dapat dilihat perbedaannya dengan dua skripsi terdahulu yang sejenis

yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis

No Judul Penulis Rumusan Masalah

1 Analisis Yuridis

Terhadap Putusan Pidana

Mati Kasus Narkotika

Di Pengadilan Negeri

Denpasar.

Gusti Ayu Cindy

Permata Sari,

Fakultas Hukum

Universitas

Udayana

Denpasar, 2014

1. Apakah dasar

pertimbangan hakim

Pengadilan Negeri

Denpasar dalam

menjatuhkan pidana

mati terhadap L.J?

2. Apakah penerapan

pidana mati terkait

kasus narkotika

terhadap terpidana L.J

sudah tepat?

8

2 Analisis Tentang Putusan

Mahkamah Agung

Dalam Proses Peninjauan

Kembali Yang Menolak

Pidana Mati Terdakwa

Hanky Gunawan Dalam

Delik Narkotika.

Giovani, Fakultas

Hukum

Universitas

Sumatera Utara

Medan, 2013

1. Bagaimana pengaturan

pidana mati menurut

hukum pidana positif

di Indonesia?

2. Bagaimana kaitan

pidana mati dengan

hak asasi manusia?

3. Apakah alasan Hakim

Agung Mahkamah

Agung menolak pidana

mati terdakwa Hanky

Gunawan?

1.5 Tujuan Penelitian

Setiap aktivitas penelitian sudah tentu memiliki tujuan yang mengarah

pada masalah yang di kemukakan dalam sebuah penenlitian tujuan tersebut adalah

untuk mengkaji, menelusuri dan menjawab problema yang di kemukakan dalam

rumusan masalah. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini dapat di bagi

menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

9

1.5.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang Pro

dan Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika. Disamping

itu dijelaskan pula mengenai faktor-faktor yang menjadi dasar hakim dalam

menjatuhkan pidana mati terhadap tidak pidana narkotika.

1.5.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui secara pasti apakah pidana mati terhadap pelaku tindak pidana

narkotika merupakan sebuah pelanggaran terhadap HAM dan Bagaimanakah

pengaturan pidana dalam Hukum positif di Indonesia.

2. Mengetahui faktor – faktor yang menjadi dasar hakim untuk menjatuhkan

pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika

3. Mengetahui pidana mati samapai sekarang menjadi pertentangan.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.6.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan

ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

memberikan gambaran secara pasti mengenai putusan pidana mati bagi pelaku

tindak pidana narkotika yang akan dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia(HAM).

10

1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi

kepada berbagai pihak terkait dengan hal sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan member manfaat yakni menambah

wawasan tentang penjatuhan pidana mati bagi tindak pidana narkotika dalam

perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi pedoman masyarakat untuk mengatasi kebingungan terhadap putusan

hakim yang menjatuhkan pidana mati.

2. Bagi lembaga Universitas Udayana Denpasar, penelitian ini dapat dipakai

sebagai tambahan bahan bacaan di perpustakaan dan juga dapat digunakan

sebagai sumbangan pemikiran untuk penelitian lebih lanjut dan secara

kuantitas diharapkan dapat memperkaya khasanah bacaan bagi mahasiswa.

1.7 Landasan Teoritis atau Kerangka Theori

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum

dan khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, pendapat hukum dan lain-

lain, yang akan dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.7

Sebagai landasan, dimaksudkan untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang

bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur

baar). Sehubungan dengan itu maka, harus dihindari teori-teori (ajaran atau

doktrin), konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, dan pendapat hukum yang

bertentangan satu sama lain. Semakin banyak teori, konsep, asas dan pendapat

7Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h.68

11

hukum yang berhasil diidentifikasi semakin tinggi derajat kebenaran (konsensus)

yang bisa dicapai.

Untuk menjawab rumusan masalah yang diungkapkan maka, penelitian ini

menggunakan 3 teori yaitu :

1. Teori pembalasan (teori absolute)

Teori Absolut disebut juga teori pembalasan. Pandangan dalam

teori ini adalah bahwa syarat dan pembenaran dalam penjatuhan pidana

tercakup dalam kejahatan itu sendiri, terlepas dari fungsi praktis yang

diharapkan dari penjatuhan pidana tersebut. Dalam ajaran ini, pidana

terlepas dari dampaknya di masa depan, karena telah dilakukan suatu

kejahatan maka, harus dijatuhkan hukuman. Dalam ajaran absolut ini

terdapat keyakinan yang mutlak atas pidana itu sendiri, sekalipun

penjatuhan pidana sebenarnya tidak berguna atau bahkan memiliki

dampak yang lebih buruk terhadap pelaku kejahatan.

Perlu diketahui bahwa maksud dan tujuan ajaran absolut ini selain

sebagai pembalasan, menurut pandangan Stammler adalah juga untuk

menunjukkan kepada masyarakat bahwa hukum telah ditegakkan. Tujuan

pemidanaan dalam ajaran absolut ini memang jelas sebagai pembalasan,

tetapi cara bagaimana pidana tersebut dapat dibenarkan kurang jelas,

karena dalam ajaran ini tidak dijelaskan mengapa harus dianggap adil

meniadakan rasa terganggunya masyarakat dengan cara menjatuhkan

penderitaan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan.

12

Ada beberapa macam dasar atau alasan pertimbangan tentang

adanya keharusan untuk diadakannya pembalasan itu, yaitu sebagai

berikut.

a. Pertimbangan dari sudut Ketuhanan

Adanya pandangan dari sudut keagamaan bahwa hukum adalah

suatu aturan yang bersumber pada aturan Tuhan yang diturunkan melalui

pemerintahan negara sebagai wakil Tuhan di dunia. Oleh karena itu,

negara wajib memelihara dan melaksanakan hukum dengan cara setiap

pelanggaran terhadap hukum wajib dibalas setimpal dengan pidana bagi

pelanggarnya. Keadilan ketuhanan yang dicantumkan dalam undang-

undang duniawi harus dihormati dan barang siapa yang melanggar harus

dipidana oleh negara selaku wakil Tuhan dengan sekeras-kerasnya.

Pandangan ini dianut oleh Thomas van Aquino, Stahl, dan Rambonet.

b. Pandangan dari sudut etika

Pandangan ini berasal dari Immanuel Kant.Menurut rasio, tiap

kejahatan itu haruslah diikuti oleh suatu pidana. Menjatuhkan pidana

yang sebagai sesuatu yang dituntut oleh keadilan etis merupakan syarat

etika. Pemerintahan negara mempunyai hak untuk menjatuhkan pidana

dalam rangka memenuhi keharusan yang dituntut oleh etika tersebut.

Penjatuhan pidana ini harus dilakukan meskipun tidak ada manfaat bagi

masyarakat maupun yang bersangkutan. Teori ini dikenal dengan de

ethische vergeldings theorie.

13

c. Pandangan alam pikiran dialektika

Pandangan ini berasal dari Hegel.Menurutnya, pidana harus ada

sebagai reaksi dari setiap kejahatan. Hukum atau keadilan merupakan

suatu kenyataan. Jika seseorang melakukan kejahatan atau penyerangan

terhadap keadilan, berarti ia mengingkari kenyataan adanya hukum. Oleh

karena itu, harus diikuti oleh suatu pidana berupa ketidakadilan terhadap

pelakunya untuk mengembalikan menjadi suatu keadilan atau kembali

tegaknya hukum. Teori ini disebut dengan de dialektische vergeldings

theorie.

d. Pandangan Aesthetica

Menurut Herbart, pandangan ini berpangkal pada pikiran bahwa

apabila kejahatan tidak dibalas maka,akan menimbulkan rasa tidak puas

pada masyarakat. Agar kepuasan masyarakat dapat dicapai maka, harus

dibalas dengan penjatuhan pidana yang setimpal pada penjahat

pelakunya. Setimpal artinya pidana harus dirasakan sebagai penderitaan

yang sama berat atau besar dengan penderitaan korban atau masyarakat.

e. Pandangan dari Heymans

Pandangan dalam hal pidana yang berupa pembalasan menurut

Heymans didasarkan ada niat pelaku. Ia menyatakan bahwa setiap niat

yang tidak bertentangan dengan kesusilaan dapat dan layak diberikan

kepuasaan, tetapi niat yang bertentangan dengan kesusilaan tidak perlu

diberi kepuasan. Tidak diberi kepuasan ini berupa penderitaan yang

adil.Segala sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan tidak boleh

14

dicapai orang. Pandangan ini tidak bersifat membalas apa yang telah

terjadi, tetapi penderitaan itu lebih bersifat pencegahan (preventif).

f. Pandangan dari Kranenburg

Teori ini didasarkan pada asas keseimbangan. Karena ia

mengemukakan mengenai pembagian syarat-syarat untuk mendapatkan

keuntungan dan kerugian maka, terhadap hukum tiap-tiap anggota

masyarakat mempunyai suatu kedudukan yang sederajat. Tetapi, mereka

yang sanggup mengadakan syarat istimewa akan juga mendapatkan

keuntungan atau kerugian sesuai dengan syarat-syarat yang terlebih

dahulu diadakannya. Berdasarkan hal itu, bila seseorang berbuat

kejahatan yang berarti ia membuat suatu penderitaan istimewa bagi orang

lain maka, sudahlah seimbang bahwa penjahat itu diberi penderitaan

istimewa yang besarnya sama dengan penderitaan yang dilakukannya

terhadap orang lain.

2. Teori Relatif

Teori ini berpangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk

menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana adalah

tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan

pidana.

Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi maka, pidana itu

mempunyai tiga macam sifat, yaitu:

a. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)

b. Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering)

15

c. Bersifat membinasakan (onschadelijk maken)

3. Teori Gabungan

Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas

pertahanan tata tertib masyarakat. Dengan kata lain dua alasan itu

menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat

dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu:

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan

Teori ini didukung oleh Pompe, yang berpandangan bahwa pidana

tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk

mempertahankan tata tertib hukum agar kepentingan umum dapat

diselamatkan dan terjamin dari kejahatan. Pidana yang besifat pembalasan

itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat bagi pertahanan tata tertib

(hukum) masyarakat.

Zevenbergen berpandangan bahwa makna setiap pidana adalah

suatu pembalasan, tetapi mempunyai maksud melindungi tata tertib hukum

sebab pidana itu adalah mengembalikan dan mempertahankan ketaatan ada

hukum dan pemerintahan. Pidana baru dijatuhkan jika memang tidak ada

jalan lain untuk mempertahankan tata tertib hukum itu.

b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib

masyarakat

Menurut simons, dasar primer pidana adalah pencegahan umum, dasar

sekundernya adalah pencegahan khusus. Pidana terutama ditujukan pada

pencegahan umum yang terletak pada ancaman pidananya dalam UU.

16

Apabila hal ini tidak cukup kuat dan tidak efektif dalam hal pencegahan

umum itu maka, barulah diadakan pencegahan khusus yang terletak dalam

hal menakut-nakuti, memperbaiki, dan membuat tidak berdayanya

penjahat.Dalam hal ini perlu diingat bahwa pidana yang dijatuhkan harus

sesuai dengan hukum dari masyarakat.

Menurut Thomas Aquino, dasar pidana ialah kesejahteraan umum.

Untuk adanya pidana, harus ada kesalahan pada pelaku perbuatan, dan

kesalahan itu hanya terdapat pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan

dengan sukarela. Pidana yang dijatuhkan pada orang yang melakukan

dengan sukarela inilah bersifat pembalasan. Sifat membalas pidana adalah

sifat umum pidana, tetapi bukan tujuan dari pidana sebab tujuan pidana

pada hakikatnya adalah perlindungan tata tertib masyarakat.

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penulisan skripsi sangat di perlukan sebagai

bentuk penulisan karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.Dalam

membuat karya ilmiah diperlukan penelitian dalam mencari fakta dalam ilmu

hukum dengan didukung oleh sekumpulan bahan hukum. Untuk memperoleh

bahan hukum yang tepat dan akurat maka, dilakukan langkah – langkah

pengumpulan bahan hukum dengan menggunakan metode sebagai berikut :

1.8.1 Jenis penelitian

Penelitian tentang “Pro dan Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Narkotika (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Denpasar)” ini

17

menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang bahan hukumnya diperoleh

dari buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan.

Soejono soekanto lebih senang menyebut penelitian hukum doctrinal dengan

penelitian yuridis normatif yang diberi makna sebagai suatu penelitian hukum

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum sekunder.8

1.8.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan atau menggambarkan

secara jelas mengenai aspek – aspek yang akan diteliti yakni tentang Pro dan

Kontra Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus Di

Pengadilan Negeri Denpasar).

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Adapun sumber bahan hukum yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bahan Hukum Primer

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

c. Undang-undang no 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

d. Undang-undang no 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia

e. Buku-buku tentang Pidana, Narkotik dan Hak Asasi Manusia

8 Soejono Soekanto, 1990,Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, hal. 15

18

2. Bahan Hukum Sekunder

a. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

b. Karya ilmiah dari pakar hukum

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder seperti kamus (hukum) dan internet.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode normatif karena

penelitian ini menganalisis beberapa kasus-kasus yang terjadi terkait dengan

tindak pidana narkotika, mempelajari bahan-bahan hukum sebagai acuan dalam

penyelesaian masalah penelitian, dan peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan pemerintah, yang akan dikaji berdasarkan teori-teori dan ketentuan-

ketentuan hukum yang berlaku.

Untuk memperoleh sumber bahan hukum di atas maka, digunakan

pendekatan dengan cara sebagai berikut :

1. Pendekatan Perundang-Undangan (Satatute Approach)

Pendekatan perundang-undangan (satatute approach) dilakuan dengan

mengkaji semua undang-undang dan pengaturan yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani.

2. Pendekatan Kasus ( case approach )

Yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang

berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagai kajian pokok di

19

dalam pendekatan kasus dalam pertimbangan pengadilan untuk sampai

kepada suatu putusan.9

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Data yang ada dalam penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui cara

studi kepustakaan yang berarti mempelajari dan menganalisa buku-buku,

peraturan perundang-undangan, juga sumber-sumber bacaan lain yang terkait

dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

Selain itu, untuk teknik pengumpulan bahan hukummya digunakan teknik

dokumenter yakni, teknik untuk mengkaji dan mengumpulkan tentang berbagai

dokumen-dokumen yang sudah ada10

. Dalam hal ini dokumen yang dimaksud

adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Dasar dan Putusan

Pengadilan yang menjatuhi putusan pidana mati terkait kasus yang dianalis.

1.8.5 Teknik Analisis

Sesuai dengan sifat penelitian hukum normatif, maka dalam penelitian ini

yang dianalisis bukanlah data, tetapi bahan hukum yang diperoleh lewat

penelusuran dengan metode sebagaimana disebutkan di atas. Analisis bahan

hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah bahan-bahan hukum

dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis secara hukum.

9 Imoetlah.blogspot.com/2012/01/pendekatan-dalam-penelitian-hukum.html?m=1, Diakses terakhir

sabtu, 20 Juni 2015 10 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 53