bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i... · 1.1 latar belakang masalah ... indonesia pada...

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sangat penting bagi peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka perbaikan kesejahteraan, Indonesia memerlukan pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan yang pada dasarnya bersumber dari peningkatan jumlah tenaga kerja, masukan modal dan perbaikan produktivitas dalam ekonomi. Fenomena ekonomi dunia saat ini, membuat negara-negara termasuk Indonesia, dituntut untuk mengikuti kencenderungan globalisasi ekonomi yang mengarah kepadan penduniaan dalam arti perapatan dunia yang semakin tidak berjarak (compression of the world). Dalam bidang ekonomi, globalisasi semakin menemukan ruang dengan adanya liberalisasi perdagangan (trade liberalization) atau perdagangan bebas (free trade) lainnya yang membawa pengaruh bagi hukum setiap negara yang terlibat dalam globalisasi dan perdagangan bebas tersebut. 1 Dinamika kemajuan di era globalisasi dan perdagangan bebas tersebut telah membawa dampak yang signifikan terhadap aktivitas bisnis terutama arus investasi di seluruh negara, khususnya arus investasi dari negara maju ke negara berkembang. Perkembangan ekonomi pada umumnya dan penanaman modal 1 Ramlan, 2003, Eksistensi Hukum Investasi Dalam Menghadapi Ekonomi Global, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol. 3 No. 2 Oktober h. 37 1

Upload: vuongnhan

Post on 16-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi sangat penting bagi peningkatan taraf

kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka perbaikan kesejahteraan,

Indonesia memerlukan pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan yang pada

dasarnya bersumber dari peningkatan jumlah tenaga kerja, masukan modal dan

perbaikan produktivitas dalam ekonomi.

Fenomena ekonomi dunia saat ini, membuat negara-negara termasuk

Indonesia, dituntut untuk mengikuti kencenderungan globalisasi ekonomi yang

mengarah kepadan penduniaan dalam arti perapatan dunia yang semakin tidak

berjarak (compression of the world). Dalam bidang ekonomi, globalisasi semakin

menemukan ruang dengan adanya liberalisasi perdagangan (trade liberalization)

atau perdagangan bebas (free trade) lainnya yang membawa pengaruh bagi

hukum setiap negara yang terlibat dalam globalisasi dan perdagangan bebas

tersebut.1

Dinamika kemajuan di era globalisasi dan perdagangan bebas tersebut

telah membawa dampak yang signifikan terhadap aktivitas bisnis terutama arus

investasi di seluruh negara, khususnya arus investasi dari negara maju ke negara

berkembang. Perkembangan ekonomi pada umumnya dan penanaman modal

1Ramlan, 2003, Eksistensi Hukum Investasi Dalam Menghadapi Ekonomi Global,

Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol. 3 No. 2

Oktober h. 37

1

2

asing pada khususnya telah menjadi perhatian bukan saja dikalangan pemerintah,

tetapi juga dikalangan masyarakat atau pihak swasta.

Dalam konteks tersebut, perkembangan perekonomian suatu negara

khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari tingkat

pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman modal asing atau foreign direct

investment sangat diharapkan untuk menggerakkan dan meningkatkan perputaran

roda perekonomian di Indonesia.

Dalam penjelasan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, ditegaskan :

“Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus

berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya

kedaulatan ekonomi Indonesia.Keterkaitan pembangunan ekonomi

dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan

Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor

XVI/MPR/1998 tentang politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi

Ekonomi sebagai sumber hukum materiil.Dengan demikian,

pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menegah,

dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal.”

Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian

dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya

kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja,

meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan

kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan,

serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian

yang berdaya saing.

3

Lebih lanjut dalam penjelasan Undang-undang No. 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal juga ditegaskan :

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai

apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal

dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antarisntansi

Pemerintah Pusat dan Daerah, penciptaan birokrasi yang efesien,

kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang

berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang

ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai

faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan

membaik secara signifikan.

Perkembangan investasi asing sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia

karena keberadaan negara asing memberikan dampak positif dalam pembangunan

bangsa dan negara sehingga pemerintah Indonesia akan berusaha semaksimal

mungkin untuk mendatangkan investor asing. Para investor asing yang datang ke

Indonesia akan membawa dolar. Dengan dolar yang dibawanya tersebut, akan

dapat membiayai sejumlah proyek di Indonesia. Proyek yang diinvestasikan oleh

investor akan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam berbagai bidang

kehidupan, seperti misalnya, terhadap tenaga kerja, ekonomi masyarakat lokal,

meningkatnya pendapatan asli daerah, dan meningkatnya devisa negara.

Data perkembangan investasi yang diinvestasikan oleh investor asing

pada reformasi ini mengalami penurunan yang signifikan.Pada masa reformasi ini,

jumlah investasi dari tahun ke tahun mengalami penurunan.Pada masa kejayaan

orde baru yaitu tahun 1997, jumlah investasi asing sebanyak 33.788.8 milyar dolar

AS dan jumlah proyek 781 proyek. Sementara pada reformasi dari tahun 1998

4

sampai dengan 2006 mengalami penurunan, data investasi asing yang masuk ke

Indonesia pada masa orde baru lebih tinggi dibandingkan dengan masa reformasi.2

Untuk meningkatkan jumlah investasi asing, diperlukan langkah-

langkah strategis seperti yang telah dilakukan pemerintah, yaitu menetapkan

Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan

memberikan hak istimewa bagi investor asing.Dalam penjelasan pasal 6 ayat 2

Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditegaskan bahwa :

Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 6 ayat

(2) tentang Penanaman Modal dijelaskan bahwa:

“Yang dimaksud dengan “hak istimewa” adalah antara lain hak

istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah

perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter,

kelembagaan yang sejenisnya, dan perjanjian antara Pemerintah

Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau

multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam

penyelenggaraan penanaman modal.”

Ketentuan Pasal 6 ayat (2) diatas menimbulkan kabur norma, yang

menimbulkan implikasi yuridis baik secara normatif maupun empiris. Secara

normatif ketentuan tersebut mengandung makna bahwa dalam hak istimewa

menimbulkan keragu-raguan atau ketidakpastian hukum. Menanggapi kabur

norma dalam pemberian hak istimewa kepada penanam modal yang berasal dari

suatu negara yang memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia, pemerintah

harus secara tegas membuat aturan-aturan yang mengatur mengenai pemberian

hak istimewa tersebut.

2Salim HS dan Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di Indonesia, Raja Grafindo

persada, Jakarta, h. 216

5

Hal ini bertujuan untuk untuk mengurangi resiko terjadinya konflik di

kemudian hari, antara pemerintah Indonesia dengan negara pembuat perjanjian

akibat adanya kemungkinan terjadinya penyalahgunaan “hak istimewa” yang

diberikan.

Disepakatinya General Agreement on Tarrif and Trade (GATT) di

Uruguay Arround pada tahun 1994, yang kemudian menjadi World Trade

Organization (WTO) merupakan tanda akan terjadinya arus investasi besar-

besaran dari negara-negara maju ke negara-negara lainnya khususnya negara-

negara berkembang termasuk Indonesia. Besarnya arus investasi negara maju ke

negara-negara berkembang dimasa-masa yang akan datang merupakan tanda

dimulainya era globalisasi dalam dunia bisnis.

Dalam kesepakatan GATT-WTO khususnya yang berkaitan dengan

perdagangan investasi yang disebut Trade Related InvestmentMeasure (TRIMs),

ditentukan bahwa setiap negara penanda tangan persetujuan TRIMs tidak boleh

membedakan antara pemodal dalam negeri dan pemodal asing. Undang-undang

penanaman modal negara peserta GATT-WTO tidak boleh lagi membedakan

adanya modal asing dan modal dalam negeri. Pasal 6 Undang-undang Nomor 25

Tahun 2007 menyatakan:

(1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam

modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan

penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi

penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa

berdasarkan perjanjian dengan Indonesia

6

Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal (UUPM) adalah langkah awal pembaharuan hukum investasi karena

UUPM ini mencabut Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-

Undang Penanaman Modal Dalam Negeri yang lama. Secara tegas dalam

ketentuan penutup Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan :

a. Undang-Udang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2818)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun

1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2943); dan

b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal

Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968

Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1970 tentang Perubhan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944), dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal ini diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kendala investasi yang

selama ini terjadi demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Alasan

filosofis dari Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) paling tidak terlihat

dari konsideransnya, huruf c yang menyatakan :

“Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan

mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan

peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi

menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang

berasal, baik dari dalam negeri maupn dari luar negeri”;

7

Dalam konsideran huruf d juga dinyatakan:

“Dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan

Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional perlu diciptakan

iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan

kepastian hukum, keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan

kepentingan ekonomi sosial.”

Secara spesifik, tujuan utama pembentukan Undang-Undang

Penanaman Modal adalah sebagai berikut ;

“Memberikan kepastian hukum dan kejelasan mengenai kebijakan

penanaman modal dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional

sehingga dapat meningkatkan jumlah dan kualitas investasi yang

berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan

kemampuan teknologi, peningkatan kemampuan teknologi, peningkatan

kemampuan daya saing nasional, dan pada akhirnya diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.”

Perlu disadari bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal merupakan undang-undang yang keberlakuannya masih relatif

baru yaitu kurang dari 8 (delapan) tahun, sehingga upaya penataan hukum

investasi dan pranata hukum lainnya sangatlah berperan dalam mencapai tujuan

pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal sebagaimana yang diuraikan

diatas. Menurut Ida Bagus Rahmadi Supanca terdapat tantangan dan paradigma di

bidang investasi yang bersumber dari faktor-faktor yang bersifat intern maupun

ekstern.Faktor internal yang berpengaruh terhadap iklim investasi adalah3 :

1. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke arah desentralisasi

(otonomi daerah dan otonomi khusus);

2. Demokratisasi dalam berbagai sendi kehidupan bangsa;

3Ida Bagus Rahmadi Supancana dalam Dhaniswara K. Harjono, 2007, Hukum

Penanaman Modal, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,h. 75

8

3. Reformasi dalam tata kelola pemerintahan (ke arah good governance and

clean government), termasuk pemberantasan korupsi;

4. Reformasi dalam tata kelola perusahaan ke arah good corporate governance;

5. Perubahan struktur industri ke arah resource based industry;

6. Meningkatkan pemahaman dan perlindungan lingkungan hidup;

7. Meningkatkan perlindungan HAM.

Sedangkan faktor eksternal meliputi4 :

1. Globalisasi tatanan perdagangan, investasi, dan keuangan;

2. Isu-isu global, seperti demokrasi, lingkungan hidup, dan HAM;

3. Perlindungan HAKI;

4. Program pengentasan kemiskinan global;

5. Isu community development dan corporate social responsibility;

6. Perlindungan hak-hak normatif tenaga kerja, tenaga kerja anak-anak, dan

perempuan

Penataan hukum investasi dalam upaya menciptakan iklim investasi

tersebut, telah dimulai dengan kehadiran UUPM yang secara normatif telah

mengakomodir berbagai kepentingan para penanam modal asing. Misalnya

adanya ketentuan-ketentuan dan perlakuan yang tidak diskriminatif, yang

diberikan para pengusaha lokal atau domestik dalam arena memperebutkan

pangsa pasar, adanya perlindungan dan jaminan investasi atas ancaman terjadinya

resiko nasionalisasi dan eksproriasi, dan adanya jaminan dalam hak untuk dapat

4Ibid.

9

mentransfer laba maupun deviden, serta hak untuk melakukan penyelesaian

hukum melalui arbitrase.

Untuk mendorong lebih lanjut peningkatan investasi penanaman modal

di Indonesia, adalah implementasi UUPM selanjutnya dalam menciptakan iklim

investasi dan usaha yang lebih menarik. Dengan kata lain, iklim investasi positif

yang perlu ditingkatkan dalam tataran kebijakan implementasi kedepan adalah

selaras dengan upaya-upaya berkesinambungan yang dilakukan oleh para birokrat

dan para pelaku ekonomi.

Dengan berdasarkan atas latar belakang diatas, menarik bagi penulis

untuk mengangkat skripsi yang berjudul“HAK ISTIMEWA BAGI

INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN

2007 TENTANG PENANAMAN MODAL”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah hak istimewa bagi investor asing dalam melakukan kegiatan

investasi di Indonesia?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum hak istimewa bagi investor asing

jika terjadi sengketa dalam penanaman modal asing di Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

10

Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang

materi yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang

dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka ruang lingkup yang

akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut5:

Dalam hubungannya dengan permasalahan pertama, maka disini akan

diuraikan tentang bentuk hak istimewa bagi investor asing dalam perspektif

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sedangkan

permasalahan yang kedua terbatas pada mekanisme perlindungan hukum hak

istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa berdasarkan Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah penulis lakukan baik

terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan,

hingga saat ini belum ada hasil penelitian dalam bentuk skripsi ataupun penelitian

lainnya yang berkaitan denganHak Istimewa Bagi Investor Asing Dalam

Berinvestasi Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal.

Memang dari penelusuran kepustakaan ditemukan penelitian yang

cukup dekat dengan topik penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan Investor

Asing Dalam Berinvestasi Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25

5M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet.

I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43.

11

Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Adapun topik penelitian yang dimaksud

antara lain :

Pertama, yang dilakukan oleh Taufiq Effendi (2012) dengan judul :

Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Dalam pembahasan dijelaskan bahwa:

asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”hukum yang baik

menciptakan birokrasi yang baik, birokrasi yang baik akan mampu menumbuhkan

iklim investasi”. Dalam menjalankan fungsinya dan mewujudkan kesejahteraan

rakyat, pemerintah dengan inti birokrasi menggunakan instrumen-instrumen

birokrasi pemerintahan mencangkup instrumen yuridis, instrumen materiil,

instrumen forsonil/kepegawaian, dan instrumen keuangan negara. Dalam konteks

penelitian ini yang akan dikemukankan hanyalah instrumen yuridis yang terdiri

atas perundang-undangan (legislation) dan peraturan kebijakan (beleidsregeel

/atau policy rules). Perundang-undangan mencakup proses pembentukan

peraturan-peraturan negara baik di pusat maupun di daerah, serta segala peraturan

negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di pusat

maupun di daerah.

Kedua, yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM) Provinsi Bali dengan judul : meningkatkan Iklim Investasi Di Provinsi

Bali. ditegaskan bahwa : Pemerintah Provinsi Bali telah melakukan berbagai

langkah kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi, meskipun belum

membentuk lembaga baru. Upaya dan kebijakan lebih difokuskan pada pemberian

kemudahan dalam berivestasi, baik berupa penyediaan sarana informasi dan

infrastruktur perekonomian maupun bantuan teknis dan percepatan dalam

12

pelayanan. Di dalam itu, berbagai insentif juga diciptakan dengan mengacu pada

Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2008 tentang pedoman pemberian Insetif

dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Pasal 3 ayat 2).

Sistem informasi Manajemen Investasi (SIM Investasi) telah dibangun

untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat, transparan, dan dapat

dipertanggungjawabkan pelayanan yang cepat, tepat, transparan, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Apabila terjadi sengketa dalam kegiatan investasi yang

melibatkan pemerintah daerah, dibentuk satuan tugas (task force) yang

anggotanya terdiri atas berbagai instansi/lembaga terkait. Pengaturan koordinasi

yang menyangkut perencanaan kegiatan investasi mengacu pada Peraturan

menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1995 tentang Rapat Koordinasi

Perencanaan Penanaman Modal di Daerah (RKPPMD) dan Keputusan Kepala

BKPM nomor 57/Sk/2004 tentang prosedur dan Tata Kerja Penanaman Modal

dalam rangka PMA dan PMDN.

Sektor pariwisata masih menjadi andalan Provinsi Bali dalam kegiatan

investasi, terutama perhotelan, restoran, dan jasa transportasi. Selain itu, sektor

yang cukup berkembang adalah pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan,

dan industri pengolahan. Sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan iklim

investasi, Pemerintah Provinsi Bali telah membentuk Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu (KPPT) dengan mengacu pada : (i) PP No. 41/2007 tentang Pedoman

Organisasi Perangkat Daerah; (ii) Permendagri No. 57/2007 tentang Petunjuk

Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah; dan (iii) Permendagri No. 20/2007.

13

Dengan demikian penelitian skripsi yang penulis kerjakan sama sekali belum ada

yang membahas, sehingga orisinalitas penelitian ini dapat terjamin.

1.5 Tujuan Penelitian

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa tujuan dari penelitian skripsi

ini antara lain:

a. Tujuan umum.

1. Untuk mengetahuihak istimewa bagi investor asing dalam melakukan

kegiatan investasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum hak istimewa bagi investor

asing jika terjadi sengketa dalam penanaman modal asing di Indonesia.

b. Tujuan khusus:

Untuk memahamidan mendalami hak istimewa bagi investor asing

dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia serta perlindungan

hukum hak istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa dalam

penanaman modal asing di Indonesia, disamping itu penulisan ini juga

diajukan sebagai tugas akhir dalam meraih gelar sarjana (S1) di

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Manfaat Teoritis

14

Penelitian skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka

mengembangkan ilmu hukum khususnya terkait dengan penanaman

modal asing di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam hal ini perusahaan atau investor sehingga dapat

dijadikan pegangan dalam menginvestasikan modalnya di Indonesia

yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan perekonomian

nasional.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan Teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas dan

pendapat-pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari

permasalahan yang dianalisis, dalam setiap penelitian harus disertai dengan

pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat

antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta

konstuksi data. Dan karena itu maka terlebih dahulu sangat diperlukan atau

dikemukakan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti.

Teori yang dipakai membahas permasalah yang sedang diteliti dalam

skripsi ini antara lain :

a. Teori Perlindungan Hukum

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa:

15

Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan

martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki

oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada

ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah

terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada

umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih

mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus

dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.6

Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam

perlindungan hukum, yaitu:7

1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa.

2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk

menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.

b. Teori Kepastian Hukum

Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang

digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian

hukum. Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang

6Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya : Bina

Ilmu. 1987. h. 205 7Ibid h. 117

16

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau

dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa

pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam

putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya

untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.8

Bagi investor asing, hukum dan Undang-Undang menjadi salah satu

tolak ukur untuk menentukan kondusif tidaknya kondisi investasi di suatu Negara.

Pelaku usaha yang menanamkan modalnya di negara berkembang sangat

mempertimbangkan kondisi hukum di negara tersebut. Infrastruktur hukum bagi

investor menjadi instrument penting dalam menjamin investasi mereka. Secara

umum kepastian hukum sebagai konsep menekankan pada perkataan kepastian

dan mengenai kepastian itu sendiri, kepastian hukum mengarah pada deskripsi

tentang hukum yang meyakinkan, teliti, tepat dan pasti. Kepastian hukum sangat

dibutuhkan oleh investor sebab dalam melakukan investasi selain tunduk kepada

ketentuan hukum investasi juga ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa

dilepaskan begitu saja.9 Kepastian hukum dalam hukum investasi positif yang

dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal berkaitan erat dengan kebijakan dasar penanaman modal

sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) yang menempatkan pemerintah agar:

a. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri

dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan

nasional;

8Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media

Group, Jakarta , h 158 9Sentosa Sembiring, 2010, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung, h.32.

17

b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan

berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan

sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan

perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal, asas kepastian hukum ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, dalam

penjelasannya :

“Asas dalam Negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan

peraturan perUndang-Undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan

dan tindakan dalam bidang penanaman modal”.

Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa kepastian hukum

mengandung persamaan dengan supermasi hukum. Isu supermasi hukum yang

berkembang bersamaan dengan urgensi adanya hukum yang pada dasarnya

bertujuan mewujudkan keadilan. Keadilan tercapai karena setiap orang diberikan

bagian sesuai jasanya sedangkan dilain hal hukum bertujuan mewujudkan

kebahagian sebanyak mungkin orang. Kebahagian ini terwujud apabila setiap

orang memperoleh kesempatan sama di barengi penciptaan ketertiban. Oleh

karena itu, supermasi hukum dan kepastian hukum tampak memiliki hubungan

saling melengkapi.

Dapat ditujukan bahwa pengertian terhadap penanaman modal oleh

masing-masing Negara penerima modal tergantung atau ada keterkaitan dengan

salah satu teori yang dianut ataukah merupakan variasi dari berbagai teori. Hal ini

18

dapat dilihat pada masing-masing pengaturan Negara peneriman modal terhadap

keberadaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing yang

dinyatakan dalam berbagai peraturan Perundang-Undangan Penanaman Modal

masing-masing Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2007 tentang

penanaman modal sekaligus mengatur 2 (dua) bentuk penerimaan modal :

- Penanaman modal asing (foreign investment) dan

- Penanaman modal lokal (domestic investment)

Namun semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang

merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Republik Indonesia no. 1 Tahun

1967 tentang penanaman modal asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Republik

Indonesia No. 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1970,

dengan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum di atur

dengan peraturan pelaksanaan yang baru. (Pasal 37 Undang-Undang Republik

Indonesia No. 25 Tahun 2007).

Adapun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal Pasal 1 ayat (1) memberikan definisi penanaman

modal sebagai berikut:

“Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,

baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing

untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia”.

19

Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007

Pasal 1 ayat (2) menyebutkan:

“Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal

untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang

dilakukan oleh penanaman modal dalam negeri dengan menggunakan

modal dalam negeri”.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 Pasal 1

ayat (3) menyebutkan:

“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan

oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam

negeri”.

Bagi Negara tempat dilakukannya kegiatan penanaman modal (host

country) kehadiran penanaman modal asing tidak saja penting dari segi

perolehan devisa atau untuk melengkapi keterbatasan biaya

pembangunan, tetapi efek lain yang ditimbulkan oleh kegiatan

penanaman modal pada pembangunan ekonomi host country, antara

lain penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa melalui

pengembangan industri non-migas, pembangunan daerah-daerah

tertinggal alih teknologi dan peningkatan sumber daya manusia.10

Dengan demikian kehadiran penanam modal asing memberikan

sejumlah manfaat bagi tuan rumah (host country). Manfaat secara langsung di

peroleh dari pemasukan tambahan devisa yang berasal dari modal yang dibawa

dana pajak-pajak yang dibayar kepada Negara. Kegiatan penanaman modal asing

dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak negatif, misalnya: semakin buruknya

distribusi pendapatan karena terjadinya perbedaan tingkat upah antara golongan

pekerja, mendorong pola konsumsi mewah pada masyarakat host country, ketidak

10

Erman Rajagukguk, 2005, Hukum Investasi di Indonesia, Fakultas Hukum

Indonesia, Jakarta, h. 20-39

20

keseimbangan neraca pembayaran yang dapat saja terjadi karena impor lebih

besar dari ekspor, oleh karena itu diperlukan keseimbangan pengaturan.

Melihat kondisi Indonesia setidaknya ada lima alasan mendasar

mengapa Indonesia membutuhkan penanaman modal asing saat ini:

a) Penyediaan lapangan kerja

b) Mengembangkan industri substitusi impor

c) Mendorong berkembangnya industri barang-barang non-migas

d) Pembangunan daerah-daerah tertinggal

e) Alih teknologi

Kegiatan penanaman modal secara patungan yang di jalin antara

penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal dalam negeri dengan

penanaman modal asing yang tetap di cantumkan kembali pada Pasal 1 ayat (3)

UU No. 25 Tahun 2007 telah berlangsung sejak pemerintahan Indonesia

membuka kesempatan penanaman modal asing di Indonesia pada tahun 1967.11

Kerja sama antara penanam modal asing dapat dilakukan dalam

berbagai bentuk seperti join venture, joint enterprise, kontrak karya, product

sharing, maupun bentuk kerja sama lainnya. Joint venture merupakan kerja sama

antara penanaman modal asing dengan pengusaha nasional berdasarkan suatu

perjanjian/kontrak tanpa membentuk suatu badan hukum baru, sedangkan joint

enterprise, mewujudkan kerja samanya dengan pembentukan suatu perusahaan

atau badan hukum baru.

11

Jonker Sihombing, 2009, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT. Alumni,

Bandung, (selanjutnya disingkat Jonker Sihombing II), h.71

21

Sedangkan production sharing perjanjian kerja sama kredit antara

modal asing dan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada semua

pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk

mengekspor hasilnya kepada Negara pemberi kredit.

Sebenarnya perkembangan penanaman modal asing di Indonesia telah

dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rancangan Undang-

undang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa

kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat diajukan ke parlemen karena

jatuhnya kabinet ini. Kemudian pada tahun 1953 rancangan tersebut diajukan

kembali tetapi ditolak oleh pemerintah. Secara resmi undang-undang yang

mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU

Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing, akan tetapi karena

pelaksanaan undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78

Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun

1960.12

Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya anggapan bahwa

penanaman modal asing merupakan penghisapan kepada rakyat serta menghambat

jalannya revolusi Indonesia, maka UU Nomor 15 Tahun 1960 ini dicabut dengan

UU Nomor 16 Tahun 1965 . Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun

1967 terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam bidang penanaman

modal asing. Baru pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mempunyai undang-

12

M. Alfianto Romdoni, Investasi dan Penanaman Modal,

http://alfiantoromdoni.blogspot.com/2012/05/investasi-dan-penanaman-modal.html, diakses pada

10 Juni 2015, pukul 22.13 WITA

22

undang penanaman modal asing dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun

1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang disahkan oleh Presiden Republik

Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami perubahan dan

penambahan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan

Tambahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986, Pemerintah mengeluarkan

PP Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Perusahaan Penanaman

Modal Asing yang diikuti dengan dikeluarkannya SK Ketua BKPM Nomor 12

Tahun 1986 disusul dengan dikeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tentang

Persyaratan Pemilikan Saham Nasional.--

Kemudian pada tahun 1987, Pemerintah merubah Keppres Nomor 17

Tahun 1986 tersebut, diubah dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 demikian

pula Ketua BKPM mencabut SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 dicabut

dan diganti dengan SK Ketua BKPM Nomor 5 Tahun 1987, yang pada prinsipnya

sama dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 tentang Perubahan Keputusan

Presiden Nomor 17 Tahun 1986 tentang Pemilikan Saham Nasional dalam

Perusahaan Penanaman Modal Asing Diberi Perlakuan Sama Seperti Perusahaan

Pananaman Modal Dalam Negeri yaitu memberikan kelonggaran-kelonggaran

terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam keputusan sebelumnya.

Selanjutnya, Ketua BKPM sebagai pelaksana teknis penanaman modal

asing di Indonesia, mengeluarkan Keputusan sebagaimana ternyata dalam Surat

Keputusan Ketua BKPM Nomor 09/SK/1989. Perkembangan selanjutnya dapat

23

dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain

mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia Bagian Timur.

Perkembangan selanjutnya adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 20

Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam

Rangka Penanaman Modal Asing. PP Nomor 20 Tahun 1994 ini memberikan

kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan

asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang

sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang

Penanaman Modal Asing. Perkembangan penanaman modal asing yang lain

adalah mengenai Daftar Negatif Investasi (untuk selanjutnya disebut DNI), dahulu

disebut Daftar skala Prioritas (DSP) pemerintah telah melakukan perubahan dan

menyederhanakan dengan mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi

penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3

(tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan untuk disesuaikan dengan

perkembangan. Pada tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun

1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998 tentang Usaha yang Dicanangkan untuk

Jenis Usaha Kecil dan Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah/Besar

dengan Syarat Kemitraan. Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres

Nomor 96 Tahun 2000. Keppres Nomor 96 Tahun 2000 Bidang Usaha yang

Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam

Modal ini diubah dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas

Keppres Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang

yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam Modal . --- Peraturan

24

yang terakhir diubah dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 36

Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Jadi, secara singkat mengenai kebijakan Penanaman Modal di Indonesia

bahwa sebelum 2007, Indonesia memiliki 2 undang-undang di bidang penanaman

modal, yaitu UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No.

6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Selanjutnya pada tahun

2007 diperbaharui dengan UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal

(UUPM), diikuti dengan serangkaian PP dan peraturan di bawahnya.

1.8. Metode Penelitian

Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa setiap data

maupun informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah

mempunyai susunan yang sistematis dan konsisten, yaitu13

:

a. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan pendekatan secara

yuridis normatif, yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini

menggunakan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang

menjelaskan tentang aspek-aspek hukum yang terkait dengan pemberian

hak-hak istimewa bagi investor asing yang melakukan investasi di

Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal.

b. Jenis Pendekatan

13

M. Iqbal Hasan. Op.Cit., h. 43.

25

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan,

pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah

pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual

(conceptual approach).14

Dalam penelitian ini pendekatan Perundang-

Undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan Perundang-Undangan

yang mengatur tentang penanaman modal.

c. Sumber Bahan Hukum/Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum normatif ada dua jenis

yaitu data primer dan data sekunder15

:

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang

terkait dengan penelitian. Secara khusus dalam penelitian ini bahan

hukum primernya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal.

2. Bahan hukum sekunder

Data sekunder,yaitu data yang bersumberdari penelitian

kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari

sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data–data yang

14

Peter Mahmud Marzuki, 2008,Penelitian Hukum Cet.2, Kencana, Jakarta,h. 93 15

M. Iqbal Hasan, Op.Cit, h. 83

26

sudahterdokumenkan dalam bentuk bahan–bahan hukum16

. Yang

termasuk dalam data sekunder antara lain:

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat yaitu:

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal.

b. Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Misalnya karya-

karya ilmiah, Rancangan Undang-undang, dan juga hasil dari

suatu penelitian yang terkait dengan penanaman modal.

c. Bahan hukum tersier, misalnya artikel-artikel, majalah-majalah,

surat kabar, internet, kamus, dan ensiklopedia.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh

melalui studi kepustakaan baik melalui penelusuran peraturan

Perundang-Undangan, dokumen-dokumen maupun literatur-literatur

ilmiah dan penelitian para pakar yang sesuai dan berkaitan dengan objek

dan permasalahan yang akan diteliti.

Untuk mendapatkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier

tersebut, dilakukan penelusuran kepustakaan dibeberapa tempat antara

lain :

- Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.

- Perpustakaan Daerah Denpasar.

16

H. Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.

27

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah data-data baik primer maupun sekunder yang dibutuhkan

terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisa

dengan menggunakan tehnik pengolahan data secara kualitatif yaitu

menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,

runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan

pemahaman dan interprestasi data17

.

Penggunaan metode analisis kualitatif didasarkan atas

pertimbangan :

- Data yang dianalisis diperoleh dari berbagai sumber

- Sifat dasar bahan hukum yang dianalisis adalah menyeluruh serta

memerlukan informasi yang mendalam.

Selanjutnya untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini,

metode atau cara penyimpulan bahan hukum dilakukan dengan cara

deduktif yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari data-data yang

sifatnya umum ke khusus untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu

kebenaran sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai bentuk

perlindungan dan pemberian hak istimewa bagi investor asing yang

melakukan investasi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

17

Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, h. 170.