bab i pendahuluan1 1 bab i pendahuluan a. latar belakang pendidikan merupakan salah satu hal yang...
TRANSCRIPT
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu hal yang pokok dalam
kehidupan manusia. Pendidikan di Indonesia terbagi dalam tiga
jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan
pendidikan non-formal (UU No. 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1).
Salah satu bentuk pendidikan formal adalah pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah. Sekolah merupakan tempat
bertemunya siswa dan guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran proses yang harus
dilakukan adalah merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi.
Belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli
psikologi termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut pengertian
secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Winkel
(2009: 58) belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat
disaksikan dari luar. Menurut Ratumanan, (2004: 1) belajar dapat
2
didefenisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relative
tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalama. Ratumanan
(2004:2), mendeskripsikan adanya dua defenisi belajar yang berbeda.
Defenisi pertama menyatakan bahwa: belajar merupakan perilaku
yang relative permanen karena pengalaman. Defenisi kedua
menyatakan bahwa: perubahan yang relative permanent karena
pengalaman. Menurut Gagne (Ratumanan, 2004: 70), belajar
merupakan sesuatu yang terjadi didalam benak seseorang, di dalam
otaknya. Belajar juga merupakan proses yang memungkinkan manusia
memodifikasi tingkah laku secara permanent, sehingga modifikasi
yang sama tidak akan terjadi lagi pada situasi yang baru.
Dalam Al-Qur’an mengisyaratkan tentang kewajiban belajar yaitu
sebagai berikut;
Artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq 1-5).
Belajar sudah merupakan kewajiban mutlak harus di dilakukan
oleh semua orang. Namun belajar membutuhkan beberapa indikator
yang harus dicapai.
Perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan proses
pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan supaya siswa
3
memperoleh pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan
keterampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
Menurut Darmodjo dan Kaligis (2002:3), IPA adalah pengetahuan
yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isinya.
Dalam hal tesebut, mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan
pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan,
wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya
bagi kehidupan sehari-hari.
Dalam proses belajar, khususnya pada mata pelajaran IPA, hal
yang harus diutamakan adalah bagaimana anak dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan dan rangsangan yang ada, sehingga terdapat reaksi
yang muncul dari anak. Proses belajar mengajar dalam penelitian ini ada
tiga hal yang perlu menjadi perhatian, yaitu konsep diri, kemampuan
kecerdasan emosional dan karakter yang akan di kemukakan oleh para
ahli.
Djaali (2011) mengemukakan bahwa salah sau faktor yang
mempengaruhi belajar adalah konsep diri. Sementara, Slameto (2010)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak
jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap
4
belajar salah satunya yaitu faktor keluarga. Adapun faktor internal yang
mempengaruhi karakteristik afektif siswa salah satunya adalah
kecemasan.
Menurut Slameto (2010: 182) konsep diri adalah persepsi
keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Konsep ini
merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif
sulit untuk diubah.
Menurut Slameto (2010: 185) membuktikan bahwa apabila siswa
dibantu menyatakan hal-hal yang positif mengenai dirinya sendiri dan
diberikan penguatan (reinforcement), maka hal ini akan menghasilkan
suatu konsep diri yang lebih positif. Konsep diri yang positif akan
mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki konsep diri yang
baik akan memiliki hasil belajar yang baik pula. Sebaliknya, siswa yang
memiliki konsep diri yang buruk akan berdampak pada hasil belajar yang
diperolehnya.
Didalam al-qur’an pula di terdapat ayat tentang diri manusia
yaitu:
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebak-baiknya. (QS At Tin : 4)
Allah menciptakan manusia lengkap dengan jasadnya agar
seorang manusia bisa dikatakan sebagai manusia karena tubuh atau
raga tersebut adalah tempat dimana jiwa akan tinggal. Sementara setelah
5
seseorang mati dan jiwanya meninggalkan tubuh maka jasadnya tidak
lagi berguna bagi dirinya. Manusia adalah mahluk yang sempurna dari
seluruh ciptaan dengan harapan senantiasa berserah diri kepada Allah
tentang kebesarannya. Pada setiap aktifitas di sunnahkan berdoa dan
berusahan salah satunya dalam belajar.
Proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang
tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan
inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi
tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa
yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih
prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan
merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan
seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Pendapat
Galemon (1999: 44) mengatakan bahwa peran kecerdasan akademik
(kognitif) yang akan menyokong kehidupan seseorang sekitar 20%.
Sedangkan yang 80% lainnya berupa faktor-faktor lain yang disebut
kecerdasan emosi.
Menurut Suyanto (2012:33), karakter adalah cara berpikir dan
berprilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyakat bangsa dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang membuat keputusan
6
dan siap mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan.
Sementara itu, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus
yaitu melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Tanpa
ketiga aspek ini pendidikan berkarakter tidak akan efektif.
Di dalam Al-Qur’an di jelaskan pula tentang karakter yaitu:
Artinya; “Inilah saat orang yang jujur memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.” – (Q.S Al-Maidah: 119)
Ternyata karakter baik yang berupa kejujuran di terangkan di dalam
Al-Qur’an yang dimana orang yang jujur akan mendapatkan kebaikan
yang berupa surga yang mengalir air dibawahnya. Dari sinilah di pahami
bahwa jika karakter baik di tanankan siswa sejak dini itu akan membuat
mereka lebih baik dalam mendapatkan prestasi yang di inginkan.
Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh konsep diri, kecerdasan emosional dan karakter
terhadap hasil belajar IPA siswa SD.
B. Rumusan Masalah
Sebagai panduan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
7
1. Bagaimana pengaruh konsep diri berpengaruh positif terhadap hasil
belajar siswa secara langsung maupun tidak langsung melalui
karakter.
2. Seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil
belajar siswa secara langsung maupun tidak langsung melalui
karakter.
3. Bagaimana pengaruh karakter terhadap hasil belajar siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari uraian rumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan seberapa besar pengaruh
konsep diri terhadap hasil belajar melalui karakter siswa baik secara
langsung maupun tidak langsung siswa.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan seberapa besar pengaruh
kecerdasan emosional terhadap hasil belajar melalui karakter siswa
baik secara langsung maupun tidak langsung siswa.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh karakter terhadap
hasil belajar siswa.
8
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
wawasan yang berharga bagi upaya peningkatan hasil belajar siswa SD
pada umumnya dan siswa kelas VI SD Komplek Sungguminasa,
Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Secara rinci sumbangan
wawasan yang diharapkan itu adalah sebagai berikut:
1. Bagi pihak guru dan sekolah dapat memberi informasi agar lebih
memperhatikan faktor psikologis yang berupa konsep diri, kecerdasan
emosional dan karakter siswa agar dapat memaksimalkan hasil belajar
IPA yang diraih siswa.
2. Bagi para siswa SD penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi untuk lebih mengenali dan memahami konsep diri,
kecerdasan emosional dan karakter yang dapat menunjang
tercapainya tujuan proses belajar yang dijalani di sekolah.
3. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk meneliti
selanjutnya yang berhubungan dengan variabel pada penulisan ini
demi pengembangan hasil belajar pada masa yang akan datang.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi
termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut pengertian secara
psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Winkel (2009: 58) belajar merupakan kegiatan mental
yang tidak dapat disaksikan dari luar. Menurut Ratumanan, (2004: 1)
belajar dapat didefenisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku
yang relative tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalama
Ratumanan (2004:2). mendeskripsikan adanya dua defenisi
belajar yaitu; (1). menyatakan bahwa belajar merupakan perilaku yang
relatif permanen karena pengalaman, (2). menyatakan bahwa
perubahan yang relatif permanen karena pengalaman.
Dalam Al-Qur’an mengisyaratkan tentang kewaiban belajar atau
mencari ilmu yaitu sebagai berikut;
9
10
Artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq 1-5). Dari ayat di atas mengandung informasi tentang pentingnya
memahami asal usul proses dan kejadian manusia dengan segenap
potensi yang ada dalam diri. Untuk itu kesadaran manusia dapat timbul
dalam diri agar kelak diakhirat dapat dipertanggungjawabkan segala
perbuatan kita didunia.
Menurut Gagne (Ratumanan, 2004: 70), belajar merupakan
sesuatu yang terjadi di dalam benak seseorang, di dalam otaknya.
Belajar juga merupakan proses yang memungkinkan manusia
memodifikasi tingkah laku secara permanen, sehingga modifikasi yang
sama tidak akan terjadi lagi pada situasi yang baru.
Slameto (2010: 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan belajar adalah
suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan prilaku dan mental yang
relatif tetap sebagai bentuk respon terhadap suatu situasi atau sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dari lingkungan.
11
2. Pengertian IPA
Pembelajaran IPA di tingkat SD diharapkan ada penekanan
pembelajaran yang saling terkait (IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan kepada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA
dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana, menurut Mulyasa
(2004).
Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA diambil dari kata latin Scientia
yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian
berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA. IPA
merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Ilmu pengetahuan
alam atau Sains merupakan terjemahan kata-kata inggris yaitu natural
science artinya ilmu yang mempelajari tentang alam.Sehubungan
dengan itu, Samatowa (2006:2) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan
Alam atau Sains adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif
tentang alam semesta dengan segala isinya. Selain itu Nash
(Samatowa 2006:2) menyatakan bahwa Sains itu adalah suatu cara
atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa
cara sains mengamati dunia bersifat analisis, lengkap, cermat serta
menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena lain,
sehingga keseluruhannya membentuk suatu prespektif yang baru
12
tentang objek yang diamatinya. Jadi penekanan dalam pembelajaran
Sains adalah pengembangan kreativitas anak dalam mengelola
pemikirannya menghubungkan antara satu fenomena dengan
fenomena lain yang ada dilingkungannya, sehingga memperkuat
pemahaman siswa dalam memahami objek yang diamati.
3. Pengertian Hasil Belajar IPA
Menurut Purwanto (2016:38-49). Hasil belajar dapat dijelaskan
dengan memahami dua kata yag membentuknya, yaitu “hasil” dan
“belajar”. Pengertian hasil (product) menunjukkan pada suatu
perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang
mengakibatkan perubahanya input secara fungsional. Sedangkan
belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.
Oleh karena itu, hasil belajar merupakan ukuran untuk
mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah
diajarkan. Hasil belajar ataupun perubahan prilaku yang menimbulkan
kemampuan dapat menimbulkan hasil utama pengajaran (Instructur
Effect) maupun hasil sampingan pengiring (Nurturant Effect). Hasil
utama pengajaran adalah kemampuan hasil belajar yang memang
direncanakan untuk diwujudkan dalam kurikulum dan tujuan
13
pembelajaran. Sedangkan hasil pengiring adalah hasil belajar yang
dicapai namun tidak direncanakan untuk dicapai.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, No. 22
tahun 2006 tentang SK dan KD diuraikan bahwa Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) adalah pelajaran berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari.
Sehingga dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar IPA adalah perubahan tingkah laku yang terjadi
sebagai akibat seorang individu mengalami proses belajar IPA.
B. Konsep Diri
Konsep diri menurut Slameto (2010: 182) adalah persepsi
keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Burns
(dalam Slameto, 2010: 182) mengatakan: “the self concept refers to
the connection of attitudes and beliefs we hold a bout ourselves”,
14
bahwa konsep diri mengacu pada hubungan antara sikap dan
keyakinan yang kita pegang tentang diri kita sendiri. Konsep ini
merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang
relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan
orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya
orang tua, guru, dan teman-teman.
Menurut Slameto (2010: 182) menyatakan "your self-concept is
your overall attitude about yourself". (Hal tersebut menjelaskan bahwa
konsep diri adalah keseluruhan sikap tentang dirimu sendiri. "self-
concept is your perception of yourself, which may not be the way
others perceive you". Konsep diri adalah persepsi kamu tentang dirimu
sendiri, yang mana tidak ada cara yang lain untuk mempersepsikan
dirimu. Sehingga, individu memikirkan dan merasakan tentang dirinya
sendiri termasuk keyakinan dan sikapnya mengenai individu tersebut.
Konsep diri merupakan bagian penting dalam perkembangan
kepribadian. Seperti dikemukakan oleh Thalib (2010: 121) bahwa
konsep kepribadian yang paling utama adalah diri. Diri (self) berisi ide-
ide, persepsi-persepsi dan nila-nilai yang mencakup kesadaran
tenatng diri sendiri. Menurut Thalib (2010: 121) bahwa konsep diri
15
merupakan resepresentasi diri yang mencangkup identitas diri yakni
karakteristik personal, pengalaman, peran, dan status sosial.
Menurut Djaali (2007: 129), konsep diri adalah pandangan
seseorang tentang diri nya sendiri yang menyangkut apa yang kita
ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya,
serta bagaimana prilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
Sehubungan dengan itu, Djaali (2007:129) menjelaskan kembali
bahwa: konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang
tentang keadaan dirinya sendiri pada saat ini dan bukanlah bayangan
ideal dari dirinya sendiri sebagaimana yang diharapkan atau yang
disukai oleh individu bersangkutan. Konsep diri berkembang dari
pengalaman seseorang tentang berbagai hal mengenai dirinya sejak ia
kecil, terutama yang berkaitan dengan perlakuan orang lain terhadap
dirinya.
Konsep diri pada dasarnya terdiri dari dua komponen yang
meliputi citra diri dan harga diri (self-image). Citra diri merupakan
deskripsi sederhana mengenai harga diri (self-esteem) yang
merupakan suatu kesatuan kepercayaan yang selalu kita bawa
kemana-mana yang telah kita terima kebenarannya terlepas dari
apakah itu benar atau tidak.
16
Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama kali dan berkaitan
dengan penampilan fisik, daya tariknya dan kesesuaian atau
ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya, serta pentingnya berbagai
bagian tubuh untuk perilaku dan harga diri seseorang di mata yang
lain. Sedangkan citra psikologis didasarkan atas pikiran, perasaan dan
emosi yang berhubungan dengan kualitas dan kemampuan yang
mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat-sifat seperti
keberanian, kejujuran, kemandirian dan kepercayaan diri serta
berbagai jenis aspirasi dan kemampuan. Untuk faktor sosial berkaitan
dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan dan
pengalaman masa lalu.
Selanjutnya dalam teori psikoanalisis, proses perkembangan
konsep diri disebut proses pembentukan ego (the process of ego
formation). Menurut aliran ini, ego yang sehat adalah ego yang dapat
mengontrol dan mengarahkan kebutuhan primitif (dorongan libido)
supaya setara dengan dorongan dari super ego serta tuntutan
lingkungan. Untuk mengembangkan ego atau diri (self) yang sehat
dapat dilakukan dengan cara memberikan kasih sayang yang cukup
dan dengan menunjukkan sikap menerima anaknya dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, terutama pada tahun-tahun pertama
dari perkembangannya (Djaali, 2007: 130).
17
Konsep diri menurut Djaali, 2007:130-131 berkembang melalui
lima tahap yaitu sebagai berikut :
1. Perkembangan dari sense of trust vs sense of mistrust, pada anak
usia 1 ½ − 2 tahun. Melalui hubungan dengan orang tuanya anak
akan mendapat kesan dasar apakah orang tuanya merupakan
pihak yang dapat dipercaya atau tidak. Apabila ia yakin dan merasa
bahwa orang tuanya dapat memberikan perlindungan dan rasa
aman bagi dirinya, maka akan timbul rasa percaya terhadap orang
dewasa yang nantinya akan berkembang menjadi berbagai
perasaan yang sifatnya positif.
2. Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt pada
anak usia 2- 4 tahun. Yang terutama berkembang pesat pada usia
ini adalah kemampuan motoriknya dan berbahasa, yang keduanya
memungkinkan anak menjadi lebih mandiri(autonomy). Apabila
anak diberi kesempatan untuk melakukan segala sesuatu menurut
kemampuannya, sekalipun kemampuannya terbatas, tanpa terlalu
banyak ditolong apalagi dicela, maka kemandirian pun akan
terbentuk.
3. Perkembangan dari sense of initiative vs sense of guilt, pada anak
usia 4 – 7 tahun. Anak di usia ini selalu menunjukkan perasaan
ingin tahu, begitu juga sikap ingin menjelajah, mencoba-coba.
18
Apabila anak terlalu sering mendapat hukuman karena perbuatan
tertentu yang didorong oleh perasaan ingin tahu dan menjelajah
tadi, keberaniannya untuk mengambil inisiatif akan berkurang.
4. Perkembangan dari sense of industry vs inferiority, pada usia 7 –
11 atau `12 tahun. Inilah masa anak ingin membuktikan
keberhasilan dari usahanya. Mereka berkompetisi dan berusaha
untuk bisa menunjukkan prestasi. Kegagalan yang berulang-ulang
dapat mematahkan semangat dan menimbulkan perasaan rendah
diri.
5. Perkembangan dari sense of identity diffusion, pada remaja.
Remaja biasanya sangat besar minatnya terhadap diri sendiri.
Biasanya mereka ingin memperoleh jawaban tentang siapa dan
bagaimana dia. Dalam menemukan jawabannya mereka akan
mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungaan dengan
konsep dirinya pada masa lalu. Apabila informasi kenyataan,
perasaan, dan pengalaman yang dimiliki mengenai diri sendiri
tidak dapat diintegrasi hingga membentuk suatu konsep diri yang
utuh, remaja akan terus menerus bimbang dan tidak mengerti
tentang dirinya sendiri.
Manusia tidak disebut manusia jika ia tidak memiliki jiwa
sehingga jiwa tanpa raga tidak berarti. Jiwa seorang manusia adalah
19
ciptaan Allah SWT untuk mendiami raga dan jiwalah yang
mengendalikan hati dan fikiran manusia. Allah SWT meniupkan ruh
saat seorang manusia masih berada dalam kandungan ibunya
sebagaimana disebutkan dalam firman berikut ini.
Artinya: “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS Al Hijr : 29) Ayat diatas menerangkan secara tidak langsung tentang
Konsep Diri pada manusia yang merujuk pada pemikiran (persepsi)
dan harapan agar manusia menjadi lebih baik. Dengan memiliki
pemikiran bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah SWT, maka
harapan kehidupan manusia akan lebih baik.
Sehingga, konsep diri dalam penelitian ini merupakan
pandangan, perasaan dan penilaian yang dimiliki seseorang mengenai
diri sendiri yang didapat dari proses pemikiran (persepsi), pengamatan
terhadap diri sendiri maupun menurut persepsi orang lain berupa
karakteristik fisik, psikologis dan sosial. Konsep diri adalah gagasan
tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan
penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas
bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana
20
kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri
sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan.
C. Kecerdasan Emosional.
Defenisi kecerdasan emosional sebagai “suatu kecerdasan
sosial yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga
kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi
orang lain, dimana kemampuan ini digunakannya untuk
mengarahkannya pola pikir dan prilakunya.” Menurut Salovey dan
Mayer (1999).
Berbagai studi berusaha merumuskan secara detail kecerdasan
emosional. Di antara studi-studi itu melakukan penelitian atas orang-
orang yang gemar menonton film mendebarkan. Penonton dengan
tingkat kecerdasan emosional tinggi mampu membedakan suasana
emosional yang disaksikannya dalam tayangan film, dan mampu
menyebut emosi itu dengan tepat. Sebagian yang lain cepat sembuh
dari sekitarnya setelah melihat film ini. Orang yang peka terhadap
perasaan orang lain lebih mampu beradaptasi perubahan sosial
daripada orang yang tidak peka. Lebih dari itu, ia juga mampu
menciptakan hubungan baik dengan lingkungannya, mau saling
menolong, mendukung, dan memotivasi orang lain.
21
Menurut Goleman (1999:513) mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan
perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-
perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Beberapa bentuk kualitas emosional yang dinilai penting bagi
keberhasilan, yaitu:
1. Empati
2. Mengungkap dan memahami
3. Mengendalikan amarah
4. Kemandirian
5. Kemampuan menyesuaikan diri
6. Disukai
7. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
8. Ketekunan
9. Kesetiakawanan
10. Keramahan
11. Sikap hormat
Tingkat kecerdasan tidak terikat oleh faktor genetis, tidak juga
hanya dapat berkembang pada masa kanak-kanak. Tidak seperti IQ
yang berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja, kecerdasan
emosi lebih banyak diperoleh melalui belajar dari pengalaman sendiri.
22
Salovey dan Meyer (1999) mula-mula mendefenisikan
kecerdasan emosional sebagai “himpunan bagian dari kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi
baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah
semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran
dan tindakannya”.
Goleman (1999: 45) menggambarkan beberapa ciri kecerdasan
emosional yang terdapat pada diri seseorang berupa
1. Kemampuan memotivasi diri sendiri
2. Ketahanan menghadapi frustasi
3. Kemampuan menggendalikan dorongan hati dan tidak melebih-
lebihkan kesenangan
4. Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban
stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan
berdo’a.
Sehingga, kecerdasan emosional dalam penelitian ini adalah
kemampuan mengendalikan perasaan emosi diri sendiri dan orang lain
serta kemampuan seseorang dalam mengelolah emosinya.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali
emosi diri, mengelolah emosi diri (empati), dan kemampuan untuk
membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain (Samsi, 2011: 26).
23
D. Karakter
Karakter diartikan sama dengan budi pekerti, akhlak mulia dan
moral (Maksudin, 2013:3. Menurut Hudiyono, (2012:24), Pendidikan
karakter merupakan upaya yang terencana untuk menjadikan peserta
didik mengenal, peduli dan mengintegrasikan nilai-nilai sehingga
peserta didik berprilaku sebagai insan kamil.
Menurut Lickona (2012:32) karakter merupakan sifat alami
seseorang dalam merespons situasi secara bermoral. Sifat alami itu
dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik,
jujur, bertanggungjawab, menghormati orang lain dan karakter mulia
lainnya. Menurut Suyanto (2012:33), Karakter adalah cara berfikir dan
berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dilingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Sedangkan Menurut Kemendiknas (Haryati, 2010: 5), Karakter
adalah sebagai nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau
berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter yaitu sifat
seseorang untuk berprilaku yang terbentuk dari hasil internalisasi baik
itu berupa watak, tabiat, akhlak, cara pandang, berfikir, bertindak,
24
bekerjasama, jujur, bertanggungjawab, menghormati, peduli dan
bermoral.
E. Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan judul penelitian yang telah
dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh konsep diri, kecerdasan
emosional, dan karakter dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Penelitian pada anak-anak, remaja, dan dewasa yang dilakukan oleh
Endang Mulyaningsih dengan judul “Analisis Model-model Pendidikan
Karakter untuk Usia Anak-anak, remaja, dan Dewasa”. Berdasarkan
penelitian tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa model
pendidikan karakter yang efektif dibangun dari iklim sekolah yang
kondusif untuk berkembangnya karakter yang positif pada anak-anak,
remaja, dan dewasa.
2. Penelitian pada murid kelas V di SD Jamblangan, SD Baturetno, dan
SD Jaranan pada tahun 2014 yang dilakukan oleh Jumarudin, dkk
dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Humanis Religius
dalam Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar”. Berdasarkan penelitian
tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai
karakter dalam diri peserta didik pada saat penilaian awal, periode 1,
dan periode 2. Nilai karakter yang mengalami peningkatan pada
25
periode II. Pada periode I, SD Jomblangan memiliki 3 nilai membudaya
dan 2 nilai mulai berkembang. Pada periode II, meningkat menjadi 5
nilai membudaya. Sedikit berbeda, pada periode I SD Jaranan sudah
memiliki 5 nilai membudaya. Pada periode II, SD Jaranan juga me-
miliki 5 nilai membudaya. Selanjutnya pada pengujian implementasi di
SD Jomblangan, hasil pengujian pada periode I menunjukkan bahwa
nilai thitung > ttabel, yaitu 12,693 > 1,721 dan nilai p < 0,05,
sedangkan pada periode II menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel,
yaitu 4,183 > 1,721 dan nilai p < 0,05. Sementara itu, di SD Jaranan,
hasil pengujian pada periode I menunjukkan bahwa nilai thasil > ttabel,
yaitu 14,223 > 1,721 dan nilai p < 0,05 dan pada periode II
menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel, yaitu 3,813 > 1,721 dan nilai
p < 0,05. Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh model pembelajaran humanis religius dalam pendidikan
karakter di sekolah dasar terhadap penanaman karakter dalam diri
peserta didik.
3. Penelitian pada murid kelas IV sekolah dasar pada tahun 2017 yang
dilakukan oleh Pity Asriani, dkk dengan judul “Bahan Ajar Berbasis
Pendidikan Karakter untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”.
Berdasarkan penelitian tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa
bahan ajar berbasis pendidikan karakter untuk kelas IV sekolah dasar
26
tersebut telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam
pembelajaran karena telah memenuhi kriteria menurut penilaian ahli
materi, ahli bahasa, ahli desain, guru, dan siswa.
4. Penelitian pada siswa SMA Negeri I Malangke pada tahun 2016 yang
dilakukan oleh Sukarni dengan judul “Tapak Suci dan Pendidikan
Karakter”. Berdasarkan penelitian tersebut, hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa SMA Negeri I Malangke dapat
mengaplikasikan nilai-nilai karakter seperti kedisiplinan, religius, cinta
tanah air, kreatif, komunikatif, dan menghargai prestasi pada kegiatan
ekstrakurikuler tapak suci. Nilai-nilai tersebut dapat terlihat dari sikap
siswa baik selama kegiatan latihan berlangsung maupun di luar
kegiatan latihan.
5. Penelitian pada siswa sekolah menengah pada tahun 2014 yang
dilakukan oleh Oznur Tulunay Ates dengan judul “A Different
Perspective to Fine Art High School Students in Emotional
Intelligence”. Berdasarkan penelitian tersebut, diperolehbahwa , rata-
rata total score kecerdasan emosi yang menunjukkan perbedaan yang
signifikan dalam hal sekolah variabel mana siswa belajar. Dalam studi,
EQ T, EQ 1, EQ 2 dan EQ 3 nilai siswa yang belajar seni dan sekolah
tinggi olahraga ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang belajar di sekolah tinggi lainnya.
27
6. Penelitian pada siswa SD pada tahun 2013 yang dilakukan oleh
Kantun Toni, dkk dengan judul “Determinasi Konsep Diri, Motivasi
Berprestasi, dan Disiplin Belajar terhadap Hasil Belajar IPA SD Se-
Kecamatan Buleleng”. Berdasarkan penelitian tersebut, hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara konsep diri, motivasi berprestasi, dan disiplin belajar secara
bersama-sama terhadap hasil belajar IPA dengan kontribusi sebesar
24%.
Beberapa hasil penelitian tersebut memiliki persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Adapun
persamaan dari keenam penelitian tersebut dengan penelitian yang
saya lakukan adalah peneliti melakukan penelitian terhadap karakter
yang terbentuk pada diri setiap individu serta bagaimana kecerdasan
emosional yang dimiliki seseorang. Sedangkan perbedaannya yaitu,
(1) pada penelitian yang pertama, peneliti menggunakan metode
kualitatif dengan jenis penelitian meta analisis, dimana peneliti
mengambil usia anak-anak, remaja, dan dewasa sebagai subjek
penelitiannya. Dalam hal ini, peneliti menggunakan instrumen yang
berbeda untuk setiap subjek. (2) pada penelitian yang kedua, peneliti
menggunakan jenis penelitian dan pengembangan atau Research &
Development (R & D). Dalam penelitiannya, peneliti mengembangkan
28
model pembelajaran untuk pembentukan karakter siswa kelas V di tiga
sekolah dasar. (3) pada penelitian yang ketiga, peneliti menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian dan
pengembangan Research & Development (R & D) dengan model 4D.
Dalam hal ini, peneliti mengembangkan bahan ajar berbasis
pendidikan karakter dengan murid kelas IV sekolah dasar sebagai
subjek penelitiannya. (4) pada penelitian yang keempat, peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana peneliti
menggunakan kegiatan ektrakurikuler tapak suci untuk mengetahui
pengembangan karakter pada siswa SMA Negeri I Malangke. (5) pada
penelitian yang kelima, peneliti menggunakan metode kajian sampling
berlapis untuk meneliti perbedaan kecerdasan emosional pada siswa
sekolah menengah. (6) pada penelitian yang keenam, peneliti
menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan ex-
post facto. Dalam penelitian ini, terdapat empat variabel penelitian
yaitu; (a). konsep diri (x1), (b). Kecerdasan emosional (x2), (c).
Karakter (x3) dan, (d). Hasil belajar (y). Adapun instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner dan tes hasil
belajar IPA.
29
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa secara teoritis, pembentukan karakter, kecerdasan emosional, dan
konsep diri sangat penting dalam diri tiap individu.
F. Kerangka Pikir
Kerangka pikir disusun untuk menjelaskan variabel-variabel
mana yang berkedudukan sebagai variabel eksogen, variabel
intervening, dan variabel endogen. Dengan preposisi yang didasarkan
pada kajian pustaka dan teori yang mendukung akan diketahui berapa
banyak hipotesis yang harus disusun dan bagaimana hubungan antar
variabelnya. Berikut ini dapat disusun kerangka pikir yang
menggambarkan keterkaitan variabel-variabel yang akan diteliti yakni
konsep diri, kecerdasan emosional dan karakter padahasil belajar IPA.
1. Pengaruh Langsung Konsep Diri terhadap Hasil Belajar IPA Siswa.
Konsep diri merupakan pandangan, perasaan dan penilaian
yang dimiliki oleh seseorang mengenai diri sendiri yang diperoleh dari
proses pengamatan terhadap diri sendiri maupun menurut persepsi
orang lain. Biasanya hasil pengamatan tersebut berupa karakteristik
fisik, psikologis dan sosial. Seseorang yang memiliki konsep diri yang
baik, tentunya akan menghargai setiap bagian hidupnya, mulai dari
30
fisik, karakter psikologis bahkan sosial. Dan pada akhirnya, mereka
yang mampu menghargai dirinya akan mampu memberikan nilai
tambah yang besar bagi masa depannya.
Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa
konsep diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor
( dalam Desmita, 2011: 171) mengemukakan bahwa banyak penelitian
yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri
dengan prestasi belajar di sekolah. Siswa yang memiliki konsep diri
yang positif, memperlihatkan hasil yang baik di sekolah, atau siswa
yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki penilaian diri yang tinggi,
serta menunjukkan hubungan antar pribadi yang positif pula.
Hasil belajar IPA yang baik tidak diperoleh begitu saja,
semuanya butuh perjuangan, bukan hanya perjuangan fisik, tetapi juga
psikologis dan sosial. Faktanya, hanya mereka yang mampu
mempertahankan eksistensinya, dalam arti memiliki kepercayaan diri
yang kuat, yang mampu memiliki hasil belajar yang baik.
Sehingga diduga terdapat pengaruh langsung yang positif
antara konsep diri terhadap prestasi belajar IPA. Dengan kata lain,
hasil belajar IPA akan tinggi jika seseorang memiliki konsep diri yang
baik dan sebaliknya, hasil belajar IPA akan rendah jika seseorang
memiliki konsep diri yang buruk.
31
2. Pengaruh Tidak Langsung Konsep Diri terhadap Hasil Belajar IPA melalui Karakter
Konsep diri merupakan gambaran tentang diri sendiri
dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi individu dengan lingkungan
sekitar. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri secara deskriptif
dikemukakan bahwa konsep diri berhubungan dengan perilaku
antisosial, termasuk prilaku kekerasan. Siswa yang memiliki konsep
diri positif akan memandang dirinya secara positif, penuh percaya diri
dan tidak mudah melakukan tindakan-tindakan deskriptif terhadap
dirinya sendiri maupun orang lain. Sebaliknya siswa yang memiliki
konsep diri negatif akan me mandang dirinya sebagai orang yang tidak
berhasil, mudah mengganggu orang lain dan melakukan tindakan
destruktif. Kepercayaan yang timbul dalam diri siswa ini dapat melatih
perkembangan karakter siswa. Karakter sebagai “Himpunan yang
melibatkan kemampuan memantau prilaku baik atau buruk seseorang.
Baik itu diri sendiri maupun pada orang lain. Berdasarkan uraian di
atas, dapat diasumsikan bahwa konsep diri yang positif akan
berpengaruh terhadap karakter siswa.
32
3. Pengaruh langsung kecerdasan emosional terhadap hasil belajar IPA siswa.
Berbagai usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih
hasil belajar agar menjadi yang terbaik seperti mengikuti bimbingan
belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain
yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain
kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah
kecerdasan emosional. Kecerdasan intelektual saja tidak memberikan
persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan
ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan. Dengan kecerdasan
emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan
mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi
perasaan-perasaan orang lain dengan efektif.
Menurut Sardiman (Purnama, 2000:143), anak yang mencapai
suatu prestasi, sebenarnya merupakan hasil kecerdasan dan minat.
Seorang siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang berkembang
baik akan lebih terampil dalam menenangkan diri, lebih baik dalam
memusatkan perhatian dan memotivasi diri untuk meningkatkan minat
belajar, serta lebih cakap dalam memahami orang lain.
33
Dari uraian di atas, diduga bahwa kecerdasan emosional
berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA. Artinya EQ yang baik
dapat menentukan keberhasilan individu dalam hasil belajar.
4. Pengaruh tidak langsung kecerdasan emosional belajar siswa terhadap hasil belajar IPA siswa melalui karakter.
Secara umum, kecemasan adalah suatu keadaan psikologis
dan fisiologis yang dicirikan oleh komponen-komponen somantik,
emosi, dan perilaku. Komponen-komponen ini berpadu untuk
menciptakan suatu perasaan tidak enak yang biasanya terkaitkan
dengan kegelisahan, kekhawatiran, atau ketakutan. Rasa cemas besar
pengaruhnya terhadap tingkah laku siswa. Bilamana pengenalan diri
dapat dilakukan dengan baik, maka akan sangat membantu seseorang
untuk dapat menguasai diri, yakni kemampuan untuk menghadapi
badai emosi terutama berupa nafsu seperti amarah yang meluap-luap,
cemas yang berlebihan, depresi berat dan gangguan emosional yang
berlebihan.
5. Pengaruh langsung antara karakter terhadap hasil belajar IPA siswa.
Berbagai cara yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih
hasil belajar yang maksimal. Tapi masih ada faktor lain yang tidak
kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain intelektual,
faktor tersebut yaitu karakter. Karena pembentukan karakter yang
34
dimiliki siswa mampu menghadapi gejolak sosial dan kesulitan diri
yang di alami dalam kehidupan. Dengan karakter yang baik dimiliki
seseorang dapat meningkatkan keterampilan, kemampuan, kejujuran
dan akan peduli terhadap orang lain. Hal itu dapat menjadi faktor yang
untuk mendapatkan prestasi yang baik.
Berdasarkan beberapa uraian di atas mengenai konsep diri,
kecerdasan emosional dan karakter pada hasil belajar IPA siswa
jelaslah bahwa konsep diri, kecerdasan emosional mempengaruhi
karakter siswa, yaitu makin baik konsep diri, dan kecerdasan
emosional seorang siswa, maka makin baik pula karakter dan hasil
belajar yang dicapai.
Berikut skema kerangka pikir keterkaitan pengaruh antara
variabel dalam rangka perumusan hipotesis adalah sebagai berikut:
2 3 1 5 4
Konsep Diri
Indikator :
Persepsi
Harapan
KecerdasanEmosional
Indikator:
Motivasi diri
Empati
Karakter
Indikator:
Baik
Jujur
Bertanggungjawab
Peduli
Hasil Belajar Siswa
35
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir
Keterangan:
: Pengaruh
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori yang telah
dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis yang merupakan dugaan
sementara terhadap masalah penelitian dan selanjutnya akan dibuktikan
berdasarkan hasil pengolahan data.
Berikut ini adalah hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini,
adalah sebagai berikut:
1. Konsep diri berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa baik
secara langsung maupun tidak langsung (melalui karakter).
2. Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap hasil belajar
siswa baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui karakter).
3. Karakter berpengaruh positif terhadap hasil belajar.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian ex-post facto yang bersifat
kausalitas. Penelitian ex-post facto disini dirancang untuk menerangkan
adanya hubungan sebab akibat, dan menguji hipotesis yang telah
dirumuskan sebelumnya antara konsep diri, kecerdasan emosional dan
karakter terhadap hasil belajar.
B. Variabel Penelitian dan Devenisi Operasional Variabel
Penelitian ini terdiri dari variabel eksogen, variabel intervening
dan variabel endogen. Variabel eksogen terdiri atas konsep diri, dan
kecerdasan emosional. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah
karakter. Dan variabel endogen dalam penelitian ini adalah hasil belajar
IPA.
Berdasarkan kajian pustaka di atas, diperoleh definisi
operasional tiap variabel sebagai berikut:
1. Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri
yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang
36
37
perilakunya, isi pikiran dan perasaan, serta bagaimana perilakunya
tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
2. Kecerdasan emosional (KE) atau emotional intelligence merujuk
kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain.
3. Karakter (KR) karakter yaitu sifat seseorang untuk berprilaku yang
terbentuk dari hasil internalisasi baik itu berupa watak, tabiat,
akhlak, cara pandang, berfikir, bertindak, bekerjasama, jujur,
bertanggungjawab, menghormati, peduli dan bermoral. Indikator-
indikator yang terkait dengan karakter yaitu baik, jujur, peduli dan
bertanggungjawab.
4. Hasil belajar (HB) adalah pencapaian atau penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran dapat di ukur dalam bentuk soal tes
hasil belajar yang telah diajarkan dalam kurun waktu tertentu
sebagai hasil kegiatan belajar semester genap tahun pelajaran
2018/2019.
38
C. Paradigma Hubungan Antar Variabel
Gambar 3.1. Model Struktural Hubungan Antar Variabel
Berdasarkan gambar 3.1. maka dapat dibuat persamaan
strukturnya sebagai berikut :
1.
2.
D. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI di
Sekolah Dasar Komplek Sungguminasa, Jl. Pendidikan No. 04
Sungguminasa, Kecamatan Sumba Opu, Kabupaten Gowa.Tahun ajaran
2018. Berdasarkan data yang diperoleh dari Data Pokok Pendidikan
𝑃𝑥 𝑥
Hasil
Belajar
(HB)
Konsep Diri
(KD)
Kecerdasan
Emosional
(KE)
Karakter
(KR)
𝑃𝑥 𝑥
𝑃𝑦𝑥
𝑃𝑦𝑥 𝑃𝑦𝑥
1
2 𝑃𝑥 𝜀
𝑃𝑦𝜀
39
Dasar dan Menengah, diperoleh jumlah Sekolah Dasar yang ada di
Komplek Sungguminasa Kabupatean Gowa sebanyak 4 sekolah dengan
jumlah keseluruhan siswa dari masing-masing sekolah tersebut adalah
1.103 siswa. Adapun karakteristik ke empat sekolah tersebut khususnya
pada penyebaran siswanya. Penyebaran siswa disetiap sekolah tersebut
bersifat heterogen karena tidak terdapatnya kelas unggulan.
Tabel. 3.1 Daftar Nama Sekolah di Komplek Sungguminasa,
Kecamatan Sumba Opu, Kabupaten Gowa.
No Nama Sekolah Negeri Rombel JumlahSiswa
1 2 3 4
SD Inpres Sungguminasa SD Inpres Sungguminasa I SD Negeri Sungguminasa I SD Negeri Sungguminasa V
6 6
12 12
163 83 434 423
Total Populasi 36 1.103
Sumber: http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/rombel/3/190304
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2017:81), sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh pupulasi tersebut. besaran atau
ukuran sampel sangat tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau
kesalahan yang diinginkan peneliti. Semakin besar jumlah sampel
(semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan
40
generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi
populasi) maka semakin besar peluang kesalahan generalisasi.
Tabel. 3.2 Daftar Nama Sekolah di Komplek Sungguminasa,
Kecamatan Sumba Opu, Kabupaten Gowa.
No Nama Sekolah Negeri Robel Jumlah Siswa
1 2 3 4
SD Inpres Sungguminasa SD Inpres Sungguminasa I SD Negeri Sungguminasa I SD Negeri Sungguminasa V
1 1 2 2
22 14 86 74
Total Sampel 6 196
Jumlah sampel 196 siswa. Maka dalam penentuan sampel
hanya mengunakan kelompok, tanpa kelompok kontrol (perbandingan),
subjek di pilih menggunakan claster sampling.
Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah semua siswa
kelas VI SD komplek Sungguminasa, Kecamatan Sungguminasa
Kabupaten Gowa.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen yang sudah di validasi
oleh tiga pihak yaitu; 1. Orang evaluasi dibidang Sains, 2. Dosen Sains
dan, 3. Guru kelas yang merupakan tenaga pengajar sains atau IPA SD.
Jenis instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa angket
yang akan diberikan langsung kepada responden penelitian untuk dimintai
41
pendapat, keyakinan, atau menceritakan dirinya. Alternatif jawaban pada
angket konsep diri, kecerdasan emosional dan karakter dari Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Pemberian skoruntuk item yang (favorable) jawaban SS=4, S=3,
TS=2, STS=1. Untuk item yang (unfavorable) jawaban STS=4, TS=3,
S=2, dan SS=1.
Instrumen soal yang di gunakan berasal dari kisi-kisi soal IPA
yaitu Konsep Dasar (KD) yang di buatkan indikator dan kemudian di
buatkan soal-soal dengan sumber materi Haryanto (2004). Untuk
mengukur variabel hasil belajar IPA siswa, metode pengumpulan data
yang digunakan adalah tes hasil belajar IPA. Sekumpulan data tersebut
berisikan tentang aspek-aspek atau atribut tertentu yang akan digunakan
sebagai bahan kajian pokok dalam penelitian.
1. Tes hasil belajar IPA
Tes Hasil Belajar IPA (PBM) ditujukan untuk memperoleh
informasi langsung mengenai hasil belajar IPA siswa dalam hal ini
hasil belajar kognitif dalam bentuk pilihan ganda yang mencakup
materi IPA semester dua (genap).
Metode ini dilaksanakan dengan cara memberikan tes hasil
belajar IPA siswa semester dua (genap) yang sudah valid, untuk
42
mengukur valid atau tidaknya suatu data maka digunakan SPSS 20
for windos. Kemudian diolah sehingga menghasilkan suatu nilai dan
mencatat nilai IPA siswa yang menjadi responden dalam penelitian
ini.
2. Angket konsep diri
Angket konsep diri yang digunakan merupakan angket konsep
diri yang ditandai dengan indikator: persepsi dan harapan.
Indikator mengenai persepsi merupakan tanggapan
(penerimaan) langsung siswa terhadap kegiatannya dalam belajar.
Harapan adalah sesuatu yang dapat diharapkan/keinginan siswa dari
kegiatan belajarnya supaya menjadi kenyataan.
3. Angket kecerdasan emosional
Angket kecerdasan emosional yang digunakan merupakan
angket kecerdasan emosional yang dikaitkan dengan konteks belajar
siswa, yang ditandai dengan indikator: motivasi diri dan empati.
4. Karakter
Angket karakter yang digunakan yaitu angket karakter yang
dikaitkan dengan konteks belajar siswa, yang ditandai dengan
indikator: baik, jujur, bertangungjawab dan peduli.
43
F. Validitas (Kesahihan) dan Realibilitas (Keandalan)
Purwanto (2011) menjelaskan bahwa instrumen merupakan alat
ukur yang sangat berhubungan dengan variabel yang akan diukur. Alat
ukur yang akan digunakan untuk mengumpulkan data harus memenuhi
syarat sebagai alat ukur yang baik. Menurut Purwanto (2011) bahwa dua
syarat psikometris yang harus dimiliki oleh sebuah instrumen yaitu
kesahihan dan keandalan. Suatu instrumen dikatakan representatif,
fungsional dan akurat bila instrumen tersebut memiliki kesahihan dan
keandalan yang tinggi.
1. Validitas (Kesahihan)
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Alat ukur dikatakan valid jika
mampu menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur
yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud diadakan pengukuran
tersebut (Azwar, 2012:8). Sedangkan menurut Suherman (1993:148)
ditinjau dari cara menentukan validitas suatu alat evaluasi dibedakan
menjadi dua macam validitas, yaitu validitas teoritis dan validitas
empiris. Validitas teoritik atau validitas logik adalah validitas alat
evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan teoritik atau
44
logika yang bersifat prakiraan, yaitu berkenaan dengan validitas isi,
validitas muka, dan validitas konstruksi. Validitas empiris dilakukan
dengan menganalisis mata evaluasi hasil uji-coba, yaitu validitas
banding dan validitas ramal.
Validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori,
yaitu content validity (validitas isi), contruct validity (validitas
konstruk), dan criterion related validity (validitas berdasar kriteria).
Haynes et al (Azwar, 2012:111) mengatakan bahwa makna validitas
isi adalah sejauhmana elemen-elemen dalam suatu instrument ukur
benar-benar relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang
sesuai dengan tujuan pengukuran. Makna lain dikatakan Ley (Azwar,
2012:111) bahwa validitas isi adalah sejauhmana kelayakan suatu
tes sebagai sampel dari domain item yang hendak diukur. Validitas
konstruk merupakan tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana
alat ukur mengungkap suatu konstruk teoritik yang hendak diukurnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas konstruk,
validitas isi dan validitas kriteria.
Azwar (2012:93) mengemukakan bahwa item yang ditulis
dengan benar dan sesuai dengan indikator yang telah dirumuskan
dengan benar adalah item yang sahih. Dari cakupan isi, mulai dari
pengembangan instrumen, relevansi item dengan tujuan ukur sudah
45
dapat dievaluasi lewat nalar dan akal sehat tentang kelayakan isi
instrumen yang digunakan untuk mengukur atribut yang dikehendaki.
Cara menentukan tingkat validitas kriterium ini adalah dengan
menghitung koefesien korelasi antara alat evaluasi yang telah
dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi
(baik), sehingga hasil evaluasi yang digunakan sebagai kriteria itu
telah mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya.
Pengujian validitas instrumen dilakukan dengan mencari
koefesien korelasi antara nilai tiap butir skala variabel dengan skor
total butir skala variabel, dengan menggunakan rumus korelasi
Product Moment:
( )( )
√* ( ) +* ( ) +
Keterangan: N = Banyaknya Responden
X = nilai tiap butir skala variabel
Y = nilai total butir skala variabel
Prinsip pengujian konsistensi item total atau daya beda
itemnya sama saja dengan cara yang digunakan pada prosedur yang
telah diuraikan di atas akan tetapi formula komputasi yang digunakan
berbeda. Dalam hal ini koefesien korelasi item total akan dihitung
46
dengan menggunakan formula komputasi karelasi point-bisereal (rpbis)
atau formula bisereal (rbis)
Formula koefesien korelasi point-bisereal (Azwar: 155)
adalah:
,( )
-√
Keterangan: Mi = Mean skor tes (X) dari seluruh subjek yang dapat
angka 1 pada item yang bersangkutan
Mx = Mean skor tes dari seluruh subjek
sx = Deviasi standar skor tes
p = proporsi subjek yang mendapatkan skor angka 1 pada
item yang bersangkutan
2. Reliabilitas (Keandalan)
Keandalan (reliabilitas) berasal dari kata rely yang artinya
percaya dan reliable yang artinya dapat dipercaya (Purwanto,
2011:53). Reliabilitas (keandalan) diterjemahkan dari kata reliabity.
Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti
keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan
sebagainya namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran
dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
47
pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil
yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek
memang belum berubah (Azwar, 2002).
Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan dengan
angka yang disebut dengan koefisien reliabilitas (rxx). Koefisien
reliabilitas dianalisis dengan menggunakan rumus alpha Cronbach.
Semakin tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin tinggi reliabilitas
suatu alat tes. Besar koefisisen reliabilitas berkisar antara 0,00 sampai
1,00. Bila koefisisen reliabilitas semakin mendekati 1,00 maka hal ini
berarti terdapat konsistensi hasil ukur yang semakin sempurna (Azwar
2007).
Analisis butir yang dilakukan setelah pelaksanaan uji coba
instrumen menurut Tiro & Sukarna (2010) adalah sebagai berikut:
a. Uji kekonsistenan internal (internal consistency) setiap item/butir
yang dilakukan dengan cara analisis korelasi antara skor butir
dan skor total.
b. Uji validitas/kesahihan konstrak (construct validity) yang
dilakukan dengan cara analisis faktor konfirmasi (confirmatory
factor analysis) berdasarkan kisi-kisi instrumen.
c. Menghitung koefisien reliabilitas (keandalan). Keandalan
(reliability) memberikan informasi mengenai kekonsistenan
48
instrumen dalam memberikan skor pada responden, dalam artian
responden yang memperoleh skor tinggi atau rendah sesuai
dengan kondisi atau keadaannya.
Perhitungan koefesien reliabilitas dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Alpha Cronbach dengan rumus berikut:
.
/ (
∑
∑
)
Keterangan: n = jumlah butir
Si2 = variansi butir
St2 = variansi total
Perhitungan koefesien reliabilitas untuk prestasi belajar IPA
menggunakan rumus Kunder Richardson (Suherman, 1993/1994 :
160):
.
/( ∑
)
Keterangan : n = banyaknya butir soal
Pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar
pada butir soal ke-i
qi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab salah
pada butir soal ke-I jadi qi =1- p2
st2 = variansi skor total
49
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan dengan memberikan
instrumen kepada setiap siswa yang merupakan sampel penelitian.
Pengumpulan data ini akan dilakukan oleh penulis. Pengumpulan data ini
dilakukan bertahap sesuai dengan rencana dan jadwal penelitian yang
telah disepakati antara penulis dengan pihak sekolah.
Informasi yang berkaitan dengan tujuan dari kegiatan penelitian
dan indikator yang dimaksudkan sebagai bagian dari variabel yang
dirumuskan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
instrumen yang berupa angket konsep diri, angket kecerdasan emosional
dan, angket karakter.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk melakukan
pengumpulan data dalam kegiatan penelitian ini adalah:
1. Melakukan eksplorasi kepustakaan yang mendukung variabel-
variabel sebagai indikator pengumpul informasi.
2. Melakukan pensahihan (validasi instrumen) terhadap hasil eksplorasi
kepustakaan yang dilakukan, sesuai dengan teknik validitas yang
digunakan.
3. Melakukan pengumpulan informasi berdasarkan instrumen yang telah
diperoleh, diterapkan pada sampel yang dipilih dalam penelitian ini.
50
4. Melakukan pengumpulan data sebagaimana penggunaan instrumen
dalam kegiatan penelitian ini.
H. Kriteria Pengklasifikasian Skor Variabel-variabel Penelitian
Pemberian skor berkaitan dengan penskalaan, yang mana
penskalaan merupakan proses penentuan letak kategori respon pada
suatu kontinum psikologis. Selain itu proses penskalaan memusatkan
perhatian pada karakteristik angka-angka yang merupakan nilai skala.
Skor pada skala psikologi yang ditentukan melalui prosedur penskalaan
akan menghasilkan angka-angka pada level pengukuran (Azwar, 2012).
Variabel-variabel (konsep diri, kecerdasan emosional, karakter
dan prestasi belajar IPA) dikategorikan berdasarkan kategori skor yang
dikembangkan dalam skala likert (Sugiono, 2011: 95) yang digunakan
dalam penelitian ini. Adapun kriteria yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Variabel Konsep Diri (KD)
Kategori diagnosis tingkat konsep diri (self concept):
18 ≤ KD < 32 Sangat Rendah
32 ≤ KD < 45 Rendah
45 ≤ KD < 59 Tinggi
59 ≤ KD < 72 Sangat Tinggi
51
Skor total yang diperoleh dari skala konsep diri (self concept)
menunjukkan sejauh mana tingkat konsep diri (self concept) yang dimiliki
siswa. Skor tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai
tingkat konsep diri (self concept) yang sangat tinggi, sebaliknya skor
rendah menunjukkan bahwa siswa mempunyai tingkat konsep diri (self
concept) yang sangat rendah.
2. Variabel Kecerdasan Emosional (KE)
Kategori diagnosis tingkatan skala Kecerdasan Emosional:
20 ≤ KE < 45 Sangat Rendah
32 ≤ KE < 50 Rendah
50 ≤ KE < 65 Tinggi
65 ≤ KE < 80 Sangat Tinggi
Skor total yang diperoleh dari skala Kecerdasan Emosional
menunjukkan sejauh mana tingkatan Kecerdasan Emosional yang dimiliki
siswa. Skor tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai
tingkatan Kecerdasan Emosional yang sangat tinggi, sebaliknya skor
rendah menunjukkan bahwa siswa mempunyai tingkatan Kecerdasan
Emosional yang sangat rendah.
52
3. Variabel Karakter
Kategori diagnosis tingkatan skala karakter:
15 ≤ KR < 26 Sangat Rendah
26 ≤ KR < 37 Rendah
37 ≤ KR < 48 Tinggi
48 ≤ KR < 60 Sangat Tinggi
Skor total yang diperoleh dari skala karakter menunjukkan sejauh
mana tingkatan karakter yang dimiliki siswa. Skor tinggi pada skala ini
menunjukkan bahwa siswa mempunyai tingkatan karakter yang sangat
baik, sebaliknya skor rendah menunjukkan bahwa siswa mempunyai
tingkatan karakter yang sangattidak baik.
4. Variabel Hasil Belajar (HB)
Jenis data berupa hasil belajar kognitif siswa selanjutnya
dikategorikan secara kuantitatif, untuk kategori variabel hasil belajar
didasarkan pada skala lima yang dikembangkan oleh Purwanto (2010)
sebagai berikut.
0 HB 65 Sangat Rendah
66 HB 74 Rendah
75 HB 83 Sedang
84 HB 92 Tinggi
93 HB 100 Sangat Tinggi.
53
Skor total yang diperoleh pada hasil belajar domain kognitif
menunjukkan sejauh mana tingkatan hasil belajar kognitif yang dimiliki
siswa. Skor tinggi menunjukkan bahwa siswa mempunyai tingkatan hasil
belajar kognitif yang sangat tinggi, berarti hasil belajar domain kognitif
yang dimiliki siswa menunjukkan nilai yang tinggi, sebaliknya skor rendah
menunjukkan bahwa siswa mempunyai tingkatan hasil belajar kognitif
yang sangat rendah, berarti hasil belajar domain kognitif yang dimiliki
siswa menunjukkan nilai yang rendah.
I. Teknik Analisis Data.
Mendukung pengujian hipotesis dalam penelitian ini, data yang
telah dikumpulkan dengan angket yang telah dibuat selanjutnya data
diolah dengan teknik analisis jalur (path analysis) untukmenyelidiki
pengaruh langsung (Direct Effect) dan pengaruh tidak langsung (Indirect
effect). Tujuannya adalah menerangkan akibat langsung dan tidak
langsung seperangkat variabel, sebagai variabel penyebab (eksogen),
terhadap variabel lain yang merupakan variabel akibat (endogen). Analisis
jalur sebenarnya bukan menemukan sebab akibat suatu kejadian, tapi
analisis jalur hanya menguji hubungan teoritis (Tiro, Sukarna & Aswi,
2010:13). Untuk mempermudah menemukan koefisien jalur pada analisis
ini penulis akan menggunakan software SPPS 20 for Windows.
54
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis jalur
digunakan dalam rangka mempelajari keterkaitan sejumlah perubah
(variabel), bukan untuk menemukan penyebab-penyebab melainkan
merupakan metode yang digunakan pada model kausal yang telah
dirumuskan peneliti atas dasar pertimbangan-pertimbangan teoritis dan
pengetahuan tertentu. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa
analisis jalur ini digunakan untuk mengecek dan menguji kausal yang
diteorikan dan bukan untuk menurunkan teori kausal tersebut. Untuk
mempermudah menemukan koefisien jalur pada analisis ini penulis akan
menggunakan software Amos for Windows.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini akan di kemukakan hasil analisis statistika,
yaitu hasil analisis jalur (Path Analisis). Di peruntuhkan untuk mengetahui
pengaruh langsung (Direct Effect) dan tidak langsung (indirect Effect) dalam
variabel-variabel penelitian iniserta mengetahui signifikansi hubungan antara
beberapa variabel yang prediksi.
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Konsep Diri (KD)
Hasil penelitian mengenai konsep diri di kelompokkan kedalam empat
kategori, seperti pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Distribusi Skor Konsep Diri.
No Skor Frekuensi Persentasi (%) Kategori
1 2 3 4
18 KD 32 32 KD 45 45 KD 59
59 KD 72
1 12 99 83
0,51 6,12
50,51 42,34
Sangat tidak Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai Sangat Sesuai
Jumlah 196 100%
Mean Std.deviasi Variansi Minimum Maksimum
77.23 14.953 223.593 17 95
Tabel 4.1 Distribusi konsep diri menunjukkan bahwa skor 18 KD
32 Jumlah frekuensinya 1 dengan presentasi 0,51% termasuk kategori
Sangat tidak sesuai (STS). Skor 32 KD 45 jumlah frekuensi 12 dengan
presentasi 6,12% termasuk kategori tidak sesuai. Skor 45 KD 59 jumlah
55
56
frekuensi 99 dengan presentasi 50,51% termasuk kategori sesuai. Skor 59
KD 72 jumlah frekuensi 83 dengan presentasi 42,34% termasuk kategori
sangat sesuai. Rata-rata skor konsep diri siswa adalah 77,23% dari skor ideal
72, yang berarti konsep diri siswa tersebut berada dalam kategori tinggi.
2. Kecerdasan Emosional (KE)
Hasil penelitian mengenai kecerdasan emosional di kelompokkan
kedalam empat kategori, seperti pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Distribusi Skor Kecerdasan Emosional.
No Skor Frekuensi Persentasi (%) Kategori
1 2 3 4
20 KE 32 32 KE 50
50 KE 65 65 KE 80
2 144 50 0
1.02 73,46 25,51
0
Sangat tidak Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai Sangat Sesuai
Jumlah 196 100%
Mean Std.deviasi Variansi Minimum Maksimum
75,08 13,67 187 20 93
Tabel 4.2 tersebut menunjukkan bahwa skor 20 KE 32 jumlah
frekuensi 2 dengan presentasi 1.02% termasuk kategori sangat tidak sesuai.
Skor 32 KE 50 jumlah frekuensi 144 dengan presentasi 73,46%
termasuk kategori tidak sesuai. Skor 50 KE 65 jumlah frekuensi 50
dengan presentasi 25,51% termasuk ketegori sesuai. Skor 65 KE 80
jumlah frekuensi 0 dengan presentasi 0% termasuk kategori sangat sesuai.
Rata-rata skor Kecerdasan Emosional siswa adalah 75,08% dari skor ideal
57
80, yang berarti Kecerdasan Emosional siswa tersebut berada dalam kategori
tinggi.
3. Karakter (KR)
Hasil penelitian mengenai karakter di kelompokkan kedalam empat
kategori, seperti pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Distribusi Skor Karakter.
No Skor Frekuensi Persentasi (%) Kategori
1 2 3 4
15 KR 26 26 KR 37 37 KR 48
48 KR 60
3 4
60 129
1,53 2,04
30,61 65,81
Sangat tidak Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai Sangat Sesuai
Jumlah 196 100%
Mean Std.deviasi Variansi Minimum Maksimum
80,52 13,951 194.631 22 96
Tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa skor 15 KR 26 jumlah
frekuensi 3 dengan presentasi 1,53% termasuk kategori sangat tidak sesuai.
Skor 26 KR 37 jumlah frekuensi 4 dengan presentasi 2,04% termasuk
kategori tidak sesuai. Skor 37 KR 48 jumlah frekuensi 60 dengan
presentasi 30,61% termasuk kategori sesuai. Skor 48 KR 60 jumlah
frekuensi 129 dengan presentasi 65,81% termasuk kategori sangat sesuai.
Rata-rata skor karakter siswa adalah 80,52% dari skor ideal 60, yang berarti
karakter siswa tersebut berada dalam kategori tinggi.
Agar lebih mudah di pahami, peneliti menyajikan dalam bentuk diagram
garis.
58
Garis Distribusi Presentasi (%)
Digram Garis Distribusi Presentasi (%) Skor KD, KE & KR.
Keterangan;
KD= STS 0,51%, TS 6,12%, S 50,51%, SS 42,34%
KE= STS 1,02%, TS 73,46%, S 52,51%, SS 0%
KR= STS 1,53%, TS 2,04%, S 30,61%, SS 65,81%
4. Hasil Belajar
Hasil analisis statistik deskriptif dengan yang berkaitan dengan skor
variabel hasil belajar yang di sajikan pada Tabel 4.4 berikut;
Tabel 4.4 Distribusi Skor Hasil Belajar.
No Skor Frekuensi Persentasi (%) Kategori
1 2 3 4 5
0 - 65 66 – 74 75 – 83 84 – 92 93 - 100
9 32 27 57 71
4,59 16,32 13,77 29,08 36,22
Sangat Rendah Rendah Tinggi
Cukup tinggi Sangat Tinggi
Jumlah 196 100%
Mean Std.deviasi Variansi Minimum Maksimum
80,55 12,580 158,259 25 95
0
50
100
150
200
Sangattidak Sesuai
TidakSesuai
Sesuai SangatSesuai
KR
KE
KD
59
Tabel 4.4 tersebut menunjukkan bahwa skor 0 – 65 jumlah frekuensi 9
dengan presentasi 4,59% termasuk kategori sangat rendah. Skor 66 – 74
jumlah frekuensi 32 dengan presentasi 16,32% termasuk kategori rendah.
Skor 75 – 83 jumlah frekuensi 27 dengan presentasi 13,77% termasuk
kategori tinggi. Skor 84 – 92 jumlah frekuensi 57 dengan presentasi 29,08%
termasuk kategori cukup tinggi. Dan skor 93 – 100 jumlah frekuensi 71
dengan presentasi 36,22% termasuk kategori sangat tinggi. Rata-rata skor
hasil belajar siswa adalah 80,55% dari skor ideal 100, yang berarti Hasil
siswa tersebut berada dalam kategori tinggi. Agar lebih mudah di pahami
beriku di tampilkan diagram batang hasil belajar siswa sebagai berikut;
1.1 Diagram batang tes hasil belajar.
Keterangan; Sangat Rendah = 4,59% Rendah = 16,32% Tinggi = 13,77% Cukup Tinggi = 29,08 Sangat Tinggi = 36,22
01020304050607080
SangatRendah
Rendah Tinggi CukupTinggi
SangatTinggi
Hasil Belajar
60
Dari 196 siswa yang di teliti. 9 siswa mendapatkan nilai sangat rendah,
32 siswa mendapatkan nilai rendah, 27 siswa mendapatkan nilai tinggi, 57
siswa mendapatkan nilai cukup tinggi dan 71 siswa mendapatkan nilai sangat
tinggi. Hasil belajar tersebut sesuai dengan hasil pekerjaan siswa yang dapat
di lihat intrumen soal di lampiran.
B. Pengujian Hipotesis
Asumsi Normalitas penting terutama untuk penarikan kesimpulan data
terdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan lampiran hasil analisis data dapat
ditarik kesimpulan bahwa setiap variabel dalam analisis ini berasal dari
populasi yang terdistribusi normal dan hubungan kelinearan antar variabel.
Dengan hubungan yang mengikuti garis lurus artinya persamaan regresi
dapat digunakan untuk melakukan prediksi (Prediktion). Dengan terpenuhinya
asumsi normalitas dan linearitas, maka penguji hipotesis penelitian inidengan
menggunakan analisis jalur (path analysis) dapat di lanjutkan.
Pada Bab II telah dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Pengaruh lansung dan tidak lansung konsep diri terhadap hasil
belajar siswa melalui karakter..
2. Pengaruh langsung dan tidak kecerdasan emosional terhadap
hasil belajar siswa melalui karakter..
3. Pengaruh langsung antara karakter terhadap hasil belajar siswa.
61
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
jalur (Path Analysis). Hasil dari analisis jalur dengan Amos for Windows
dapat dilihat pada lampiran hasil analisis dan secara sederhana dapat
dilihat pada Gambar 4.1 berikut:
Keterangan:
= Hubungan kausal
KD = Konsep Diri
KE = Kecerdasan Emosional
KR = Karakter
HB = Hasil Belajar
Gambar 4.1 diperoleh hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
koefisien-koefisien jalur signifikan yaitu: Konsep Diri (KD) berpengaruh
terhadap Hasil Belajar (HB) baik secara langsung sebesar 0,23 maupun
tidak langsung melalui Karakter (KR) sebesar 0,54. Kecerdasan
Emosional (KE) berpengaruh terhadap Hasil Belajar (HB) baik secara
langsung sebesar 0,30 maupun tidak langsung melalui Karakter (KR)
sebesar 0,42. Dan pengaruh Karakter (KR) terhadap Hasil Belajar (HB)
sebesar 0,36. Dengan demikian model tersebut layak digunakan.
Koefisien jalur yang signifikan jika koefisien-koefisien jalur yang nilai
62
probabilitasnya kurang dari 0,05 (p<0,05) atau dapat dilihat tanda (***)
pada tabel (regression weight) berikut:
Tabel 4.5 Regression Weights
Estimate S.E. C.R. P Label
KR <--- KE ,423 ,010 40,448 ***
KR <--- KD ,538 ,010 56,344 ***
HB <--- KR ,355 ,054 6,630 ***
HB <--- KE ,298 ,024 12,466 ***
HB <--- KD ,234 ,030 7,875 ***
Tabel Regression Weights menunjukkan nilai estimasi pengaruh satu
variabel terhadap lainya. Serta probabilitas yang menunjukkan
signifikansi pengaruh dari satu variabel terhadap variabel lainnya. Tabel
diatas menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh positif terhadap
variabel lainnya. Sehingga taraf signifikannya ( ) Hal ini berakibat
H0 diterima atau dengan kata lain galat taksiran konsep diri, kecerdasan
emosional dan karakter berasal dari populasi berdistribusi normal.
Tabel 4.6 Standardized Regression Weights
Estimate
KR <--- KE ,572
KR <--- KD ,796
HB <--- KR ,399
HB <--- KE ,454
HB <--- KD ,389
63
Koefisien jalur yang tertera pada Gambar 4.1 merupakan yang
terbakukan (standardized) sehingga dapat membandingkan antara koefisien
yang satu dengan yang lainnya (Tiro, Sukarna & Aswi, 2010:63).
Berdasarkan tabel4.7 dapat disajikan koefisien jalur terbakukan yang dapat
dilihat pada tabel 4.7 (standardized regression), maka dapat dibuat
persamaan struktur sebagai berikut:
Persamaan Struktu 1:
= 0,54 X1 (KD)+ 0,42 X2 (KE) + 3,96 1
Persamaan Struktur 2: Y =
= 0,23 X1 (KD)+ 0,30 X2 (KE) + 0,36 X3 (KR) + 2,22 1
Gambar 4.1 Hasil analisis data hal. 58 menunjukkan koefisien yang
berpengaruh langsung dari KD ke HB sebesar 0,23. Untuk KD ke KR
berpengaruh secara tidak langsung sebesar 0,54. Sedangkan KE ke HB
berpengaruh langsung sebesar 0,30. Untuk KE ke KR berpengaruh secara
tidak langsung sebesar 0,42. Dan pengaruh lansung KR ke HB sebesar 0,36
C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konsep diri,
kecerdasan emosional dan karakter terhadap hasil belajar IPA siswa sekolah
sekolah dasar. Mengetahui pengaruh konsep diri baik secara langsung
64
maupun tidak langsung (melalui karakter) terhadap hasil belajar siswa. Dan
pengaruh kecerdasan emosional baik secara langsung maupun tidak lansung
(melalui karakter) terhadap hasil belajar siswa.
1. Konsep Diri berpengaruh Positif terhadap Hasil Belajar Siswa Baik Secara Langsung maupun tidak Langsung (Melalui Karakter).
Hipotesis pertama dalam penelitian ini ialah konsep diri
berpengaruh positif terhadap hasi belajar siswa baik secara lansung
maupun tidak langsung (melalui karakter). Hasil pengujian dengan
menggunakan Amos for Windos yang memaparkan pengaruh secara
langsung konsep diri terhadap hasil belajar siswa dapat dilihat dari
koefisien jalurnya sebesar 0,23. Sedangkan secara tidak langsung
(melalui Karakter (KR)) sebesar 0,54. Hasil hipotesis di atas
membuktikan bahwa konsep diri berpengaruh positif terhadap hasil
belajar siswa baik secara lansung maupun tidak langsung (melalui
karakter).
Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kantun Toni, dkk (2013). Dengan judul “Determinasi
Konsep Diri, Motivasi Berprestasi, dan Disiplin Belajar terhadap Hasil
Belajar IPA SD Se-Kecamatan Buleleng”. Berdasarkan penelitian
tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara konsep diri, motivasi berprestasi, dan
65
disiplin belajar secara bersama-sama terhadap hasil belajar IPA
dengan kontribusi sebesar 24%.
Terkait pengaruh langsung konsep diri terhadap hasil belajar
siswa, hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Thalib (2010) yang
menyatakan bahwa rendahnya konsep diri menjadi predictor problem
prilaku yang berkaitan dengan motivasi belajar yang rendah, sehingga
belajar akan tinggi jika siswa memiliko konsep diri yang baik dan
sebaliknya, jika hasil belajar rendah maka siswa memiliki konsep diri
yang buruk. Seseorang yang memiliki konsep diri yang baik tentunya
akan menghargai setiap bagian hidupnya, mulai dari fisik, karakter dan
tingkat kecerdasannya. Seseorang yang mampu menghargai dirinya
akan memberikan semangat besar bagi masa depannya.
Siswa yang menunjukkan konsep diri yang rendah atau
negatif, akan memandang dunia sekitarnya secara negatif. Sebaliknya
siswa yang mempunyai konsep diri yang tinggi atau positif, cenderung
memandang lingkungan sekitarnya secara positif. Dengan demikian
bahwa konsep diri positif menjadi faktor penting dalam berbagai situasi
psikologi dan pendidikan.
Penelitian ini pula menekankan bahwa secara tidak langsung
melalui karakter, konsep diri yang tinggi mampu meningkatkan
semangat belajar siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat.
66
Menurut Lickona (2012:32). Karakter merupakan sifat alami seseorang
dalam merespons situasi secara bermoral. Sifat alami itu
dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik,
jujur, bertanggungjawab, menghormati orang lain dan karakter mulia
lainnya.
2. Pengaruh Langsung Kecerdasan Emosional terhadap Hasil Belajar Siswa Baik Secara Langsung maupun tidak Langsung melalui Karakter.
Hipotesis kedua dalam penelitian ini ialah kecerdasan
emosional berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa secara baik
secara langsung maupun tidak lansung (melalui Karakter).
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Amos for Windos
yang memaparkan pengaruh secara langsung kecerdasan emosional
terhadap hasil belajar siswa dapat dilihat dari koefisien jalurnya
sebesar 0,30. Sedangkan tidak langsung melalui Karakter (KR)
sebesar 0,42. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kecerdasan
emosional berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa baik secara
langsung maupun tidak lansung (melalui Karakter).
Hasil penelitian di atas menunjukkan pengaruh positif terhadap
hasil belajar. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Oznur Tulunay
Ates (2014) bahwa “A Different Perspective to Fine Art High School
Students in Emotional Intelligence”. Berdasarkan penelitian tersebut,
67
diperoleh bahwa, rata-rata total score kecerdasan emosi yang
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal sekolah variabel
mana siswa belajar. Dalam studi, EQ T, EQ 1, EQ 2 dan EQ 3 nilai
siswa yang belajar seni dan sekolah tinggi olahraga ditemukan lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar di sekolah tinggi
lainnya.
Terkait pengaruh langsung kecerdasan emosional terhadap
hasil belajar siswa, hasil penelitian ini di dukung oleh Sardiman
(Purnama, 2000:143), anak yang mencapai suatu prestasi,
sebenarnya merupakan hasil kecerdasan dan minat. Seorang siswa
yang memiliki kecerdasan emosional yang berkembang baik akan
lebih terampil dalam menenangkan diri, lebih baik dalam memusatkan
perhatian dan memotivasi diri untuk meningkatkan minat belajar, serta
lebih cakap dalam memahami orang lain.
Kecerdasan emosional dalam penelitian ini adalah kemampuan
mengendalikan perasaan emosi diri sendiri dan orang lain serta
kemampuan seseorang dalam mengelolah emosinya. Kecerdasan
emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri,
mengelolah emosi diri(empati), dan kemampuan untuk membina
hubungan (kerjasama) dengan orang lain (Samsi, 2011: 26).
68
3. Pengaruh Karakter terhadap Hasil Belajar Siswa.
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini ialah karakter berpengaruh
positif terhadap hasil belajar siswa secara langsung. Berdasankan
hasil pengujian dengan menggunakan Amos for Windos yang
memaparkan pengaruh secara langsung karakter terhadap hasil
belajar siswa dapat dilihat dari koefisien jalurnya sebesar 0,36.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pengaruh dari karakter
terhadap hasil belajar siswa. Sehingga terbukti bahwa karakter
berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
Hasil penelitian di atas menunjukkan pengaruh yang signifikan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Jumarudin,
dkk (2014). Pada SD Jamblangan, SD Baturetno, dan SD Jaranan
murid kelas V. Dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran
Humanis Religius dalam Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar”.
Berdasarkan penelitian tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan nilai karakter dalam diri peserta didik pada saat
penilaian awal, periode 1, dan periode 2. Nilai karakter yang
mengalami peningkatan pada periode II. Pada periode I, SD
Jomblangan memiliki 3 nilai membudaya dan 2 nilai mulai
berkembang. Pada periode II, meningkat menjadi 5 nilai membudaya.
69
Sedikit berbeda, pada periode I SD Jaranan sudah memiliki 5 nilai
membudaya. Pada periode II, SD Jaranan juga me-miliki 5 nilai
membudaya. Selanjutnya pada pengujian implementasi di SD
Jomblangan, hasil pengujian pada periode I menunjukkan bahwa nilai
thitung > ttabel, yaitu 12,693 > 1,721 dan nilai p < 0,05, sedangkan
pada periode II menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel, yaitu 4,183 >
1,721 dan nilai p < 0,05. Sementara itu, di SD Jaranan, hasil pengujian
pada periode I menunjukkan bahwa nilai thasil > ttabel, yaitu 14,223 >
1,721 dan nilai p < 0,05 dan pada periode II menunjukkan bahwa nilai
thitung > ttabel, yaitu 3,813 > 1,721 dan nilai p < 0,05. Dengan
demikian, hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh model
pembelajaran humanis religius dalam pendidikan karakter di sekolah
dasar terhadap penanaman karakter dalam diri peserta didik.
Pengaruh karakter terhadap hasil belajar siswa, penelitian ini di
dukung oleh Menurut Suyanto (2012:33), Karakter adalah cara berfikir
dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dilingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Sedangkan Menurut Kemendiknas (Haryati, 2010: 5), Karakter
adalah sebagai nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau
berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
70
lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa).
4. Keterbatasan Penelitian.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan,
antara lain:
a. Instrumen (tes) hasil belajar IPA yang digunakan untuk mengukur
kognitif siswa, masih di ujicobakan sebanyak satu kali, kemudian
bentuk tes berupa Pilihan Ganda (PG) belum menjamin kesalahan
siswa dalam mengisi tes diakibatkan karena ketidaktahuan siswa,
bisa jadi faktor pengecoh yang baik.
b. Instrumen untuk mengukur hasil belajar afektif siswa hanya
menggunakan skala sikap yang diisi sendiri oleh siswa tersebut
sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian pada bab sebelumnya,
beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Konsep diri (KD) berpengaruh positif terhadap hasil belajar (HB)
baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui Karakter
(KR)). Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pengaruh
konsep diri terhadap hasil belajar siswa lebih besar jika melalui
karakter dii bandingkan dengan secara langsung. Sehingga terbukti
bahwa berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui karakter yaitu
sebesar 0,54.
2. Kecerdasan emosional (KE) berpengaruh positif terhadap hasil
belajar (HB) baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui
Karakter (KR)). Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa
pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa lebih
besar jika melalui karakter dii bandingkan dengan secara langsung.
Sehingga terbukti bahwa berpengaruh positif terhadap hasil belajar
71
72
siswa, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
karakter yaitu sebesar 0,42.
3. Pengaruh Karakter terhadap hasil belajar berpengaruh secara
signifikan yaitu 0,36.
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan, antara lain:
1. Kepada para siswa sebaiknya memperhatikan faktor-faktor
psikologis siswa diantaranya konsep diri, kecemasan emosional,
dan karakter dalam belajar sehingga dapat berimplikasi pada
peningkatan hasil belajarnya.
2. Bagi guru dalam proses belajar mengajar sebaiknya guru
memandang dirinya secara positif dan mengekspresikan
perasaan-perasaan secara positif sehingga akan berpengaruh
terhadap perkembangan konsep diri siswa. Demikian juga, jika
guru sering memberikan label yang positif kepada siswa seperti
pandai, misalnya, maka pada akhirnya anak akan mempercayai
penilain positif tersebut dan memandang dirinya secara positif
serta menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa.
Tumbuhnya kepercayaan diri siswa dapat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan emosional anak sehingga mem
pengaruhi pada hasil belajar anak.
73
3. Bagi guru dalam proses belajar mengajar guru diharapkan tidak
melakukan interpensi sehingga membuat anak merasa tertekan
dalam proses pembelajaran yang menyebabkan siswa merasa
cemas dan tidak mampu mengelolah emosinya, sehingga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa.
4. Bagi penulis lain atau calon peneliti untuk menulis dan melakukan
penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan variabel pada
penulisan ini atau mengaitkannya dengan variabel lain demi
pengembangan hasil belajar pada masa yang akan datang.