bab i lupus nefritis.docx

Upload: nettyprasetya

Post on 02-Jun-2018

276 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    1/40

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Di Amerika, prevalensi LES adalah 1 kasus per 2000 penduduk pada populasi

    umum. Karena kesulitan diagnosis dan kemungkinan banyak kasus tidak terdeteksi,

    sebagian besar peneliti menyarankan bahwa prevalensi mungkin lebih dekat ke 1 kasus

    per 500-1000 populasi. Data prevalensi LES di Indonesia sampai saat ini belum ada.

    Jumlah penderita LES di Indonesia menurut Yayasan Lupus Indonesia (YLI) sampai

    dengan tahun 2005 diperkirakan mencapai 5000 orang. Keterlibatan ginjal pada LES

    merupakan manifestasi penyakit yang umum dijumpai dan merupakan prediktor kuat

    luaran yang buruk. Prevalensi penyakit ginjal pada 8 studi kohort besar yang terdiri atas

    2649 pasien LES bervariasi antara 31-65%. Suatu studi menganalisis insidensi tahunan

    dari nefritis pada 384 pasien lupus di John Hopkins Medical Center antara 1992-1994,

    dan didapatkan insidensi penyakit ginjal akut sebesar 10 persen. Berdasarkan data dari

    Asia, keterlibatan renal berkisar antara 6-100% secara keseluruhan. Secara histologis,

    ginjal terpengaruh sampai derajat tertentu pada kebanyakan pasien dengan LES.

    Perkiraan prevalensi keterlibatan ginjal secara klinis pada pasien LES berkisar antara 30-

    90% pada studi-studi yang sudah dipublikasikan. Prevalensi sesungguhnya dari nefritis

    lupus klinis pada pasien LES kemungkinan sekitar 50%, lebih sering pada anak-anak dan

    etnis tertentu (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    LES lebih sering pada orang kulit hitam dan ras Hispanik dibandingkan kulit

    putih. Nefritis lupus yang berat terutama lebih sering ditemukan pada orang kulit hitam

    dan ras Asia dibandingkan ras lain. Karena prevalensi LES lebih tinggi pada wanita (rasio

    wanita:pria = 9:1), lupus nefritis juga lebih sering dijumpai pada wanita (Hahn et al,

    2012). Kebanyakan pasien dengan LES terkena nefritis lupus pada awal perjalanan

    penyakitnya. LES lebih sering terjadi pada wanita di dekade ketiga kehidupannya, dan

    nefritis lupus juga sering terjadi pada pasien usia 20-40 tahun. Anak dengan LES

    memiliki risiko penyakit ginjal lebih tinggi daripada dewasa dan lebih sering mengalami

    cedera akibat penyakit yang agresif dan toksisitas akibat pengobatan. Selama 4 dekade

    terakhir, perubahan dari manajemen nefritis lupus telah banyak meningkatkan

    kemungkinan hidup pasien. Saat ini rata-rata 10 year survival rate dari LES telah melebihi

    90%. Sebelum tahun 1955, 5-year survival rate kurang dari 50%. Penurunan mortalitas

    terkait SLE dapat merupakan kontribusi diagnosis lebih awal (termasuk kasus ringan),

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    2/40

    perbaikan pengobatan spesifik dan kemajuan ilmu kedokteran secara umum. Morbiditas

    dari nefritis lupus terkait dengan penyakit ginjalnya sendiri, selain komplikasi pengobatan

    dan morbiditas seperti penyakit kardiovaskular dan trombosis. Gagal ginjal progresif

    dapat berakhir pada anemia, uremia dan gangguan asam basa serta elektrolit. Hipertensi

    akan semakin meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke. Sindroma

    nefrotik dapat menimbulkan edema, asites dan hiperlipidemia. Komplikasi infeksi yang

    terkait SLE aktif dan pengobatan imunosupresi saat ini merupakan penyebab utama

    kematian pada SLE fase awal yang aktif, dan arteriosklerosis dini adalah penyebab kunci

    mortalitas pada fase lanjut. Framingham Offspring Study menunjukkan bahwa wanita

    usia 35-44 tahun dengan LES adalah 50 kali lebih mudah mengalami iskemia miokardial

    dibandingkan wanita sehat(Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    B. Rumusan masalah

    1) Apa pengertian lupus nefritis ?

    2)

    Apa penyebab penyakit lupus nefritis ?

    3) Apa saja klasifikasi lupus nefritis ?

    4) Bagaimana manifestasi klinis dari lufus nefritis ?

    5)

    Bagaimana penatalaksanaan dari lupus nefritis ?

    6)

    Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lupus nefritis ?

    C. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :

    1) Agar mahasiswa mengetahui definisi lufus nefritis

    2) Agar mahasiswa mengetahui penyebab penyakit lufus nefritis

    3)

    Agar mahasiswa mengetahui klasifikasi lupus nefritis

    4) Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dari lupus nefritis

    5)

    Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari lupus nefritis

    6)

    Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien lupus nefritis

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    3/40

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Definisi Nefritis Lupus

    Nefritis Lupus (NL) adalah merupakan salah satu komplikasi ginjal pada Lupus

    Eritematosus Sistemik (LES) atau Sistemik Lupus Erithematosus (SLE) (Meivina

    Ramadhani P, 2011).Nefritis lupus adalah suatu proses inflamasi ginjal yang disebabkan

    oleh Sistemik Lupus Erithematosus, yaitu suatu penyakit autoimun. Selain ginjal, SLE

    juga dapat merusak kulit,sendi, system saraf dan hampir semua organ dalam tubuh ( Arif

    Mansjoer, 2001).

    B. Pathogenesis Nefritis Lupus

    Lupus nefritis timbul pada waktu antibody antinuklear (anti-DNA) melekat pada

    antigennya (asamdeoksiribonukleat/DNA) dan diendapkan pada glomerolus ginjal.

    Biasanya DNA tidak bersifat antigenik pada orang normal tetapi dapat menjadi antigenik

    pada penderita SLE. Komplemen terfiksasi pada kompleks imun ini, dan proses

    peradangan dimulai. Akibatnya dapat terjadi peradangan ginjal, kerusakan jaringan. Dan

    pembentukan jaringan parut(Price, Sylvia A., Lorainne M. Wilson. 1995).

    Kira-kira 65 % dari penderita SLE akan mengalimi ganguan pada ginjalnya.

    Tetapi hanya 25% yang menjadiberat. NL diketahui dengan melakukan pemeriksaan

    adanya protein dan sel darah merah/ silender di dalam air kemih. Untuk mendapatkan

    diagnosis pasti mungkin perlu dilakukan biopsi ginjal(Price, Sylvia A., Lorainne M.

    Wilson. 1995).

    Pathogenesis timbulnya SLE diawali oleh adanya interaksi antara factor

    predisposisi genetic (seperti HLA- haplotipe, antigen DRW2 dan DRW5, defisiensi C2-

    inhorn, HLA-DR2 dan HLA-DR3) dengan factor lingkungan, factor hormone seks, dan

    factor system neuro endrokrin. Interaksi factor-faktor ini akan mempengaruhi dan

    mengakibatkan terjadinya respon imun yang menimbulkan peningkatan auto-antibodi

    (DNA-antiDNA). Sebagian auto antibody akan membentuk komplek imun bersama

    nukleosom (DNA-histon), kromatin, C1q, lamini, Ro (SS-A), ubiquitin, dan ribosom;

    yang kemudian akan membentuk deposit (endapan) sehingga terjadi kerusakan jaringan.

    Pada sebagian kecil NL tidak ditemukan deposit komplek imun dengan sediaan

    imunofluoresen atau mikroskop electron (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    4/40

    Gambaran klinik kerusakan glomerulus berhubungan dengan lokasi terbentuknya

    deposit kompleks imun. Deposit pada mesangium dan subendotel letaknya proksimal

    terhadap membrane basalis glomerulus sehingga mempunyai akses dengan pembuluh

    darah. Deposit pada daerah ini akan mengaktifkan komplemen yang selanjutnya akan

    membentuk kemoatrakan C3a dan C5a, yang menyebabkan terjadinya influx sel netrofil

    dan mononuclear (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    Deposit pada mesangium dan subendotel secara histopatologis memberikan

    gambaran mesangial, proliferative local, dan proliferative difus, secara klinis memberikan

    gambaran sedimen urin aktif (ditemukan eritrosit, leukosit, selinder sel dan granular),

    proteinuria dan sering disertai penurunan fungsi ginjal (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    Sedangkan deposit pada subepitel juga akan mengaktifkan komplemen, tapi tidak

    terjadi influx sel-sel inflamasi, karena kemoatraktan dipisahkan oleh membrane basalis

    glomerulus dari sirkulasi. Sehingga jejas hanya terbatas pada sel-sel epitel

    glomerulus.Secara histopatologi memberikan gambaran nefropati membranosa, dan

    secara klinis hanya didapatkan proteinuri (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    Tempat terbentuknya kompleks imun dihubungkan dengan karakteristik antigen

    dan antibody (Meivina Ramadhani Pane, 2011):

    Komplek imun yang besar atau antigen yang anionic, yang tidak dapat melewati

    sawar dinding kapiler glomerulus yang juga bersifak anionic, akan diendapkan dalam

    mesangium dan subendotel. Banyak deposit imun ini akan menentukan apakah pada

    pasien akan berkembang gejala penyakit yang ringin (deposit imun pada mesangium),

    atau terdapat gejala yang lebih besar (proliferative fokal atau difus)

    Hal lain yang menentukan tempat terbentuknya komplek imun dihubungkan dengan

    muatan antibody dan daerah tempat berikatan dengan antigen. Antibody dapat

    berikatan sehingga menimbulkan manifestasi histologist dan klinis yang berbeda.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    5/40

    C. Pathway

    D. Klasifikasi Nefritis Lupus

    Kelainan ginjal yang ditemukan pada pemeriksaan histopatologi mempunyai nilai

    yang sangat penting. Gambaran ini mempunyai hubungan dengan gejala klinis yang

    ditemukan pada pemeriksaan dan juga menentukan pilihan pengobatan yang akan

    diberikan. Klasifikasi WHO dinilai berdasarkan pola histopatologi dan lokasi dari imun

    kompleks. Jika pasien tidak dapat dilakukan biopsi ginjal maka untuk menentukan

    klasifikasi nephritis lupus dapat dilakukan penilaian berdasarkan panduan WHO,

    (Kasjmir, Yoga I, Kusworini Handono, Linda Kurniaty Wijaya, Laniyati Hamijoyo,

    Zuljasri Albar, et al. 2011).

    Pencetus (initiating even):

    (infeksi, terbentuknya antigen-

    antibody , penyakit sistemik)

    Membrane Kapiler

    glomerolus mengalami

    inflamasi

    Menurunkane GFR(glomerolus Filtration

    Rate)/laju filtrasi glomerolus

    Meningkatkan permebilitas

    glomerolus

    Hipertensi

    Proteinuria

    Edema

    Hematuria

    Renin angiotensin

    teraktifasi oleh

    system aldosteron

    Hipoalbunemia Sodium dan retensi cairan

    Azotemia

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    6/40

    Berikut ini tabel klasifikasi menurut WHO pada pasien Nephritis Lupus:

    Kelas Pola

    Tempat

    deposit

    komplek imun

    Gambaran Klinis

    SedimenProtenuria

    (24 jam)

    Kreatinin

    serum

    Tekanan

    darah

    Anti-

    dsDNA

    C3 / C4

    I Normal Tidak adaTidak

    ada

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    7/40

    Sumber : Appel GB, Silva FG, Pirani CL.

    Tabel ini hanyalah panduan, parameter bervariasi, biopsi diperlukan untuk

    ketepatandiagnosis.

    Sedangakan International Society Neprology/ Renal Pathologi Society (ISN / RPS)

    membuat klasifikasi baru NL.Klasifikasi baru ini terutama berdasarkan pada perubahan

    glomerulus serta kelas III dan IV lebih rinci perubahan morfologisnya. Dengan

    pemeriksaan imfluoresen dapat ditemukn deposit imun pada semua kompartemen ginjal.

    Biasanya ditemukan lebih dari satu kelas immunoglobulin, terbanyak ditemukan deposit

    IgG dengan co-deposit IgM dan IgA pada sebagian besar sediaan. Juga bisa diidentifikasi

    komplemen C3 dan C1q (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    Tabel International Society of Nephrology / Ginjal Pathology Society (ISN / RPS)

    2003 klasifikasi lupus nephritis(Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    aMenunjukkan proporsi glomeruli dengan aktif dan dengan lesi sklerotik.

    b Menunjukkan proporsi glomeruli dengan nekrosis fibrinoid dan / atau crescent

    selular.

    Indikasi dan grade (ringan, sedang, berat) tubular atrofi, peradangan interstitial

    dan fibrosis, tingkat keparahan arteriosclerosis atau lesi vaskular lainnya.

    Kelas I Mesangial lupus nephritisminimal

    Glomeruli normal dengan mikroskop cahaya, tetapi terdapat deposit

    imun mesangial dengan imunofluoresensi

    Kelas II Proliferatif mesangial lupus nephritis

    Hypercellularity Murni mesangial dari setiap tingkat atau perluasan

    ringan sedikit

    IVDifus

    proliferative

    Mesangial,

    subendotelial,

    subepitelial

    Eritrosit,

    leukosit,

    silinder

    eritrosit

    100035

    00 mg

    Normal

    sampai

    tergantung

    saat

    dialisis

    Tinggi

    Positif

    sampai

    Titer

    tinggi

    Menurun

    VMembranou

    s

    Mesangial,

    subepitalial

    Tidak

    ada>3000 mg

    Normal

    sampai

    meningkat

    sedikit

    Normal

    Negatif

    sampai

    Titer

    sedang

    Normal

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    8/40

    matrix mesangial dengan mikroskop cahaya, dan terdapat deposit

    imun mesangial

    Mungkin beberapa deposito tersisih di subepitel atau

    subendothelialyang terlihat oleh immunofluorescence atau

    mikroskop elektron, tapi tidak dengan mikroskop cahaya

    Kelas III Lupus nefritis Focala

    Fokal aktif atau tidak aktif, segmental atau global yang endo-atau

    glomerulonefritis extracapillary melibatkan

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    9/40

    Lesi aktif dan kronis: difus proliferasi global dan sclerosing lupus

    nephritis

    Kelas IV-S

    (C)

    Lesi aktif kronis dengan bekas luka: difus segmental sclerosing

    lupus nephritis

    Kelas IV-G

    (C)

    Lesi aktif kronis dengan bekas luka: difus global yang sclerosing

    lupus nephritis

    Kelas V Membran lupus nephritis

    Deposit imun subepitel global atau segmental atau morfologi

    mereka sequelae dengan mikroskop cahaya dan dengan

    imunofluoresensi atau mikroskop elektron, dengan atau tanpa

    perubahan mesangial

    Kelas V lupus nefritis dapat terjadi dalam kombinasi dengan kelas

    III atau IV dalam kasus ini kedua akan didiagnosis

    Kelas V lupus nephritis menunjukkan maju sclerosis

    Kelas VI Lanjutan sklerosis lupus nephritis

    90% dari glomeruli global sclerosed tanpa aktivitas residual

    Berikut ini tabel definisi dari klasfikasikan oleh ISN/RPS maupun WHO pada tahun

    2003:

    Diffuse:Sebuah lesi yang melibatkan sebagian besar ( 50%) glomeruli

    Focal:Sebuah lesi melibatkan

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    10/40

    dua lapisan sel menempati seperempat atau lebih dari lingkar kapsul glomerular

    Karyorrhexis:Kehadiran apoptosis, pyknotic, dan terfragmentasi inti

    Necrosis:Lesi ditandai dengan fragmentasi inti atau gangguan dari membran basal

    glomerulus, sering dikaitkan dengan adanya bahan-kaya fibrin

    Hialin trombi:Bahan eosinophilic Intracapillary dari konsistensi homogen yang

    dengan imunofluoresensi telah terbukti terdiri dari deposito kekebalan

    Proporsi terlibat glomeruli:Dimaksudkan untuk menunjukkan persentase total

    glomeruli terkena lupus nephritis, termasuk glomeruli yang sclerosed akibat lupus

    nephritis, tetapi tidak termasuk glomeruli iskemik dengan perfusi memadai karena

    patologi vaskuler terpisah dari lupus nephritis

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    11/40

    Angka 1-6. (1) Lupus nefritis kelas II. Mikrografi cahaya dari glomerulus denganhypercellularity mesangial ringan [periodik asam-Schiff (PAS)]. (2) Lupus nefritis kelas

    III (A). Mikrografi cahaya menunjukkan glomerulus dengan segmental hypercellularity

    endocapillary, hypercellularity mesangial, dinding kapiler penebalan, dan awal

    segmental nekrosis kapiler (methenamine silver). (3) Lupus nefritis kelas III (A).

    Mikrografi cahaya menunjukkan glomerulus dengan nekrosis kapiler segmental,

    vaskulitis seperti lesi (methenamine silver). (4) kelas Lupus nefritis IV-G (A). Mikrografi

    cahaya menunjukkan glomerulus dengan keterlibatan global endocapillary dan

    mesangial hypercellularity dan ekspansi matriks, masuknya leukosit, dan terkadang

    terdapat kontur ganda (methenamine silver). (5) kelas Lupus nefritis IV-S (A). Segmen

    dari glomerulus menunjukkan hypercellularity endocapillary, dinding kapiler kontur

    ganda, lesi wireloop, dan hialin trombus (PAS). (6) kelas Lupus nefritis IV-G (A / C).Mikrograf cahaya dari glomerulus menunjukkan proliferasi globalendo dan

    extracapillary, lesi wireloop, masuknya leukosit, badan-badan apoptosis, nekrosis

    kapiler, dan ekspansi mesangial dengan hypercellularity dan matriks ekspansi; ditandai

    infiltrasi inflamasi interstitial (PAS).

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    12/40

    Kelas I

    Kelas I didefinisikan sebagai minimal mesangial lupus nephritis dengan

    akumulasi mesangial kompleks imun diidentifikasi oleh imunofluoresensi, atau dengan

    imunofluoresensi dan mikroskop elektron, tanpa perubahan mikroskopis cahaya secara

    bersamaan.

    Kelas II

    Kelas II didefinisikan sebagai mesangial proliferatif lupus nephritis (Gambar 1)

    ditandai dengan hypercellularity mesangial (didefinisikan sebagai tiga atau lebih sel

    mesangial per daerah mesangial di bagian 3 mikron tebal) dihubungan dengan deposit

    imunmesangial. Dengan immunofluorescence atau mikroskop elektron, mungkin ada

    sedikit isolasi deposit imun yang jarang melibatkan dinding kapiler perifer dalam

    beberapa contoh kelas II. Namun, identifikasi endapan subendothelial dengan mikroskop

    cahaya akan menunjukan kelas III atau kelas IV tergantung pada tingkat dan distribusi

    deposito subendothelial. Demikian pula, kehadiran kerusakan glomerulus global atau

    segmental yang ditafsirkan sebagai sequela dari sebelumnya proliferasi glomerulus

    endocapillary, nekrosis atau crescent tidak sesuai dengan kelas II dan akan konsisten

    dengan baik kelas III atau kelas IV tergantung pada jumlah glomeruli bekas luka.

    Kelas III

    Kelas III didefinisikan sebagai nefritis lupus focal melibatkan kurang dari 50%

    dari semua glomeruli. Glomeruli yang terkena biasanya menampilkan lesi proliferatif

    segmental endocapillary(Gambar 2)atau bekas luka glomerular aktif, dengan atau tanpa

    nekrosis dan crescentdinding kapiler, dengan deposito subendothelial (biasanya distribusi

    segmental). Dalam menilai luasnya lesi, glomeruli dengan lesi aktif dan sklerotik akan

    diperhitungkan. Perubahan mesangial fokal atau difus (termasuk proliferasi mesangial

    atau deposit imun mesangial) dapat disertai lesi glomerulus fokal. Dalam studi patologi

    dari tujuh pusat berbeda pada 50 kasuslupus glomerulonefritis, untuk total 350 spesimen,

    kelas III lesi yang ditemukan hampir selalu segmental dan jarang global. Lesi seperti

    vaskulitis ditandai dengan nekrosis kapiler segmental tanpa ditemukan adanya proliferasi

    endocapillary (Gambar 3).

    Dalam laporan,parameter aktivitas dan kronisidapatdijelaskan pada table 6.

    Padadiagnostik, proporsi glomeruli dipengaruhi oleh lesi aktif dan kronis, nekrosis

    fibrinoid dan crescent. Selain itu, kehadiran bermacam-macam tubulointerstitial atau

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1
  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    13/40

    pathologi pembuluh darah harus dilaporkan. Skema baru ini dapat memfasilitasi korelasi

    proporsi glomeruli dipengaruhi oleh aktif, necrosis, lesi kronis dan hasil klinis. Diagnosis

    spesifik dari kombinasi kelasIII dan kelas V membutuhkan keterlibatan membran

    minimal 50% dari luas permukaan kapiler glomerulus minimal 50% dari glomeruli

    dengan mikroskop cahaya atau immunofluorescence.

    Active lesions

    Endocapillary hypercellularity with or without leukocyte infiltration and with

    substantial luminal reduction

    Karyorrhexis

    Fibrinoid necrosis

    Rupture of glomerular basement membraneCrescents, cellular or fibrocellular

    Subendothelial deposits identifiable by light microscopy (wireloops)

    Intraluminal immune aggregates (hyaline thrombi)

    Chronic lesions

    Glomerular sclerosis (segmental, global)

    Fibrous adhesions

    Fibrous crescents

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    14/40

    Gambar 7-12. (7) Lupus nephritis class IV-G (A/C). glomerulus dengan proliferasi

    global endokapilllary, masuknya leukosit, terdapat sel-sel apoptosis, double garis, bentuk

    crecent (sabit)dengan transformasi tubular, sklerosis awal, early sclerosis, dan gangguan

    kapsul Bowman (8) kelas Lupus nefritis IV-G (A). Glomerulus dengan deposit imun

    subendotelial yang luas (wireloop lesion) terkait dengan formasi baru membran basal

    sepanjang sisi dalam dari kapiler tapi tanpa endocapillary infiltrasi leukosit atau

    hypercellularity (methenamine silver). (9) kelas Lupus nefritis V. Glomerulus dengan

    stadium lanjut lupus nefropati membranosa ditandai dengan akumulasi deposit imun

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en|id&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241/F2.expansion.html&usg=ALkJrhgXnhkRrF__eFj3N2uAMsHNvxrdsw
  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    15/40

    yang besar di subepitel (immunofluorescence) dan interdigitating pembentukan lonjakan

    (methenamine silver). (10) Lupus nefritis kelas IV dan V (A / C). Glomerulus dengan

    lupus nefropati membranosa dengan formasi lonjakan subepitel dikombinasikan dengan

    endocapillary global dan hypercellularity mesangial, pembentukan sabit awal, dan dari

    mesangial dan sclerosis kapiler (methenamine silver). (11) kelas Lupus nefritis VI.

    Korteks ginjal menunjukkan hampir menyebar, sclerosis glomerular global yang disertaidengan fibrosis interstitial, infiltrat inflamasi mononuklear, dan sclerosis vaskuler

    (methenamine silver). (12) mikroangiopati trombotik pada pasien dengan SLE dan

    beredar anticoagulans. Glomerulus menunjukkan kapiler parah dan trombosis arteriol,

    pembengkakan sel endotel dan nekrosis, neutrofil masuknya, dan stasis eritrosit. Tidak

    ada tanda-tanda deposit imun (methenamine silver).

    Kelas IV

    Kelas IV didefinisikan sebagai difus lupus nephritis yang melibatkan 50% atau

    lebih dari glomeruli di biopsi. Dalam glomeruli yang terkena, lesi seperti yang dijelaskandi bawah ini mungkin segmental, yang didefinisikan sebagai hemat setidaknya setengah

    dari glomerulus, atau global, didefinisikan sebagai melibatkan lebih dari setengah dari

    glomerulus. Kelas ini dibagi menjadi diffuse segmental lupus nephritis (kelas IV-S)

    ketika> 50% dari glomeruli terlibat memiliki lesi segmental, dan menyebar lupus nefritis

    dunia (kelas IV-G) ketika> 50% dari glomeruli terlibat memiliki lesi global (Gambar 4).

    Kelas IV-S biasanya menunjukkan segmental proliferasi endocapillary melanggar pada

    lumina kapiler dengan atau tanpa nekrosis (Gambar 5), dan dapat ditumpangkan pada

    bekas luka glomerular didistribusikan sama. Kelas IV-G ditandai dengan difus dan

    endocapillary global, extracapillary, atau proliferasi mesangiokapiler atau wireloops luas.

    Setiap lesi aktif dapat dilihat dengan kelas IV-G, termasuk karyorrhexis, lingkaran kapiler

    nekrosis, dan pembentukan sabit (Gambar 6 dan 7). Contoh langka yang luas (diffuse

    dan global) subendothelial deposito glomerular dengan sedikit atau tanpa proliferasi

    (Gambar 8) juga harus dimasukkan dalam kategori ini. Subdivisi baru untuk segmental

    dan lesi global yang didasarkan pada bukti yang menunjukkan bahwa difus lupus

    nephritis segmental mungkin memiliki hasil yang berbeda dari lupus nephritis difus

    global. Dalam studi percontohan dari tujuh pusat yang berbeda disebutkan di atas, 35%

    dari 135 biopsi kelas IV mengungkapkan distribusi terutama segmental dari lesi, sebagai

    lawan dari 65% yang menunjukkan distribusi didominasi global. Penelitian lebih lanjut

    menunjukkan bahwa nekrosis fibrinoid biasanya berhubungan dengan hypercellularity

    endocapillary dan karena itu mungkin menjadi ekspresi yang lebih parah dari mekanisme

    patogenetik yang sama.

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F1
  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    16/40

    Dalam laporan tersebut, parameter aktivitas dan kronisitas (Tabel 6) harus

    dijelaskan. Pada baris diagnostik, proporsi glomeruli dipengaruhi oleh lesi aktif dan

    kronis dan nekrosis fibrinoid oleh atau crescent harus ditunjukkan. Selain itu, kehadiran

    patologi tubulointerstitial atau pembuluh darah harus dilaporkan dalam garis diagnostik.

    Hal ini diakui bahwa deposito subepitel tersebar yang biasa terlihat di biopsi kelas

    IV. Oleh karena itu, diagnosis gabungan kelas IV dan kelas V dijamin hanya jika deposit

    subepitel melibatkan setidaknya 50% dari luas permukaan kapiler glomerulus dalam

    setidaknya 50% dari glomeruli dengan mikroskop cahaya atau mikroskop

    immunofluorescence.

    Dalam menilai luasnya lesi, baik lesi aktif dan sklerotik akan diperhitungkan.

    Dengan cara ilustrasi, biopsi ginjal berisi total 20 glomeruli, yang ada lesi proliferatif

    segmental aktif dalam empat dan segmental lesi bekas luka tidak aktif dalam sepuluh

    harus ditunjuk kelas IV-S lupus nephritis.

    Kelas V

    Kelas V didefinisikan sebagai membran lupus nephritis (Gambar 9) dengan

    granular subepitel deposit imun berkelanjutan global atau segmental, sering dengan

    mesangial bersamaan deposit imun. Setiap tingkat hypercellularity mesangial dapat

    terjadi di kelas V. Tersebar deposit imun subendothelial dapat diidentifikasi dengan

    imunofluoresensi atau mikroskop elektron. Jika ada dengan mikroskop cahaya, deposito

    subendothelial menjamin diagnosis gabungan lupus nefritis kelas III dan V, atau kelas IV

    dan V, tergantung pada distribusi mereka. Ketika lesi membran didistribusikan difus

    (melibatkan> 50% dari seberkas> 50% dari glomeruli dengan mikroskop cahaya atau

    immunofluorescence) dikaitkan dengan lesi aktif kelas III atau IV (Gambar 10), kedua

    diagnosis harus dilaporkan dalam garis diagnostik. Sebagai kelas V berkembang ke

    kronisitas, biasanya ada pengembangan segmental atau global yang glomerulosclerosis,

    tanpa superimposisi proliferatif lupus nephritis. Namun, jika bekas luka glomerular

    dihakimi sebagai sequela dari proliferasi sebelumnya, necrotizing atau lesi glomerulus

    bulan sabit, maka sebutan gabungan kelas III dan kelas V lupus nephritis, atau kelas IV

    dan kelas V nefritis lupus harus diterapkan, tergantung pada distribusi jaringan parut

    glomerular.

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#T6http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#T6
  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    17/40

    Kelas VI

    Kelas VI (stadium lanjut lupus nephritis) menunjukan hasilbiopsi dengan 90%

    sclerosisglomerolus global (Gambar 11) dan di mana ada bukti klinis atau patologis

    bahwa sclerosis yang disebabkan oleh lupus nephritis. Seharusnya tidak ada bukti

    penyakit glomerular aktif yang sedang berlangsung. Kelas VI dapat mewakili tahap

    kronis lanjut dari kelasIII, kelas IV, atau kelas V lupus nephritis. Tanpa bantuan biopsi

    ginjal berurutan, mungkin mustahil untuk menentukan dari mana kelas lesi glomerulus

    sklerotik berevolusi.

    E. Manifestasi / Gejala Klinik

    Gejala klinis yang dapat ditemukan merupakan kombinasi manifestasi kelainan

    ginjalnya sendiri dan kelainan di luar ginjal seperti gangguan system Sistem Saraf Pusat,

    system hematologi, persendian dan lainnya. Manifestasi ginjal berupa proteinuri

    didapatkan pada semua pasien , sindrom nefrotik pada 45-65% pasien, hematuria

    mikroskopik pada 80% pasien, gangguan tubular pada 60-80% pasien, hipertensi pada 15-

    50% pasien, penurunan fungsi ginjal pada 40-80% pasien, dan penurunan fungsi ginjal

    yang cepat pada 30% pasien (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    GAMBARAN KLINIS %

    Proteinuria

    Sindrom nefrotik

    Silinder granular

    Silinder eritrosit

    Hematuria mikroskopik

    Hematuria makroskopik

    Penurunan fungsi ginjal

    Penurunan fungsi ginjal yang cepat

    Gagal ginjal akut

    Hipertensi

    Hiperkalemia

    Abnormalitas tubular

    100

    45-65

    30

    10

    80

    1-2

    40-80

    30

    1-2

    15-50

    15

    60-80

    Tabel. Gambaran klinis Nefritis Lupus(Dhaimeizar, 2005; Hugh R. Brady, YvonneM. OMeara, Barry M.Brener, 2005)

    http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2http://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&langpair=en%7Cid&rurl=translate.google.com&u=http://jasn.asnjournals.org/content/15/2/241.full&usg=ALkJrhgBqMgcNZqvwo8gjXUdNhf6ZdnSuw#F2
  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    18/40

    Gambaran klinis yang ringan dapat berubah menjadi bentuk yang berat dalam

    perjalanan penyakitnya. Beberapa predictor yang dihubungkan dengan perburukan fungsi

    ginjal pada saat pasien diketahui menderita NL antara lain ras kulit hitam, hematokrit 2.4

    mg/dl, dan kadar C3 < 76 mg/dl. Gejala klinis NL yang dapat ditemukan sesuai

    klasifikasi sesuai kalsifikasi histopatologi sebagai berikut: Nefritis Lupus sesuai kelasnya:

    I) Proteinuria tanpa kelainan pada sedimen urin IIa) Proteinuria tanpa kelainan pada

    sedimen urin IIb) Hematuria mikroskopik dan atau proteinuria tanpa hipertensi dan tidak

    pernah terjadi sindrom nefrotik atau gangguan fungsi ginjal III) Hematuria dan

    proteinuria ditemukan pada seluruh pasien, sedangkan pada sebagian pasien ditemukan

    hipertensi, sindrom nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal. IV )Hematuria dan proteinuria

    ditemukan pada seluruh pasien, sedangkan sindrom nefrotik, hipertensi dan penurunan

    fungsi ginjal ditemukan pada hampir seluruh pasien V) Sindrom nefrotik ditemukan pada

    seluruh pasien, sebagian dengan hematuri atau hipertensi akan tetapi fungsi ginjal masih

    normal atau sedikit menurun (Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    Gejala klinis masing-masing kelas

    Klasifikasi

    Gejala klinis

    Proteinurin Hematuria Hipertensi Sindrom

    nefrotik

    Fungsi

    ginjal

    NL klas I

    NL klas IIa

    NL klas IIb

    NL klas III

    NL klas IV

    NL klas V

    NL klas VI

    +

    +

    +

    ++

    ++

    ++

    +

    -

    -

    +

    ++

    +++

    +

    -

    -

    -

    +

    ++

    -

    -

    -

    +

    ++

    ++

    N

    N

    N

    N atau

    N atau

    lambat

    Hubungan gejala klinis dan kelainan Histopatologis Nefritis Lupus(Austin III HA,

    Boumpas DT, Waughan EM, Balow JE, 1994)

    F. Pemeriksaan Fisik dan Diagnosis Medis

    Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda berkurangnya fungsi ginjal dengan edem,

    hipertensi. Auskultasi abnormal dapat terdengar di jantung dan paru yang menandakan

    overload cairan. Diagnosis medis NL dapat ditegakkan apabila pasien dengan SLE yang

    memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh WHO 2003 (minimal 4 kriteria dari 11 kriteria)

    dan dengan didapatkannya proteinuria 1 gr/24jam dengan atau hematuria (>8 eritrosit /

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    19/40

    LPB) dengan atau penurunan funsi ginjal sampai 30 %, sedangkan untuk menentukan

    diagnosis pasti NL dan menentukan kelas NL dapat menggunakan biopsi ginjal (Meivina

    Ramadhani Pane, 2011).

    Pemeriksaan protenuria dapat dilakukan menggunakan penggumpulan urin selama

    24 jam, setelah itu mengukur jumlah protein dalam sedimen urin secara kuntitative, pada

    pasien NL terdapat proteinuria 1 gr/24 jam. Cara lain yang lebih praktis digunakan dan

    sekarang banyak digunakan dengan menghitung rasio antara kreatinin dengan protein

    pada sampel urin sewaktu (ekskresi kreatinin normal 1000 mg/24 jam/1,75 m2: ekskresi

    protein normal 150-200 mg/ 24 jam/ 1,75m2, rasio protein: kreatinin normal < 0,2 ).

    Pemeriksaan ini mudah digunakan dan juga untuk mengetahui perubahan protein setelah

    dilakukan pengobatan(Meivina Ramadhani Pane, 2011).

    Pemeriksaan serologic yang biasa digunakan pada pasien NL (Meivina

    Ramadhani Pane, 2011) adalah

    1) Tes ANA. Tes ini sangat sensitii untuk LES , tapi tidak spesifik. ANA juga

    ditemukan pada pasien dengan arthritis rematoid, scleroderma, sindrom syogren,

    polimiositis dan infeksi HIV. Titer Ana tidak mempunyai korelasi yang baik

    dengan berat kelainan ginjal ada LES dan tidak dapat digunakan untuk memantau

    respon terapi dan prognosis.

    2)

    Tes anti ds DNA (anti double-stranded DNA), lebih spesifik tapi kurang sensitive

    untuk SLE. Tes ini positif pada kira-kira 75% pasien SLE aktif yang belum

    diobati. Dapat diperiksa dengan teknik radioimmunoassay farr atau teknik ELIZA

    (enzim-linked immunosorbent assay). Anti ds DNA mempunyai korelasi yang

    baik dengan adanya kelainan ginjal.

    3)

    Pemeriksaan lain adalah antibody anti ribonuklear seperti anti-Sm dan anti

    nRNP. Antibobi anti-Sm meskipun sangat spesifik untuk SLE, tapi hanya

    ditemukan pada 25 % pasien lupus. Beberapa penelitian menunjukan bahwa

    antibody anti-Sm mempunyai hubungan dengan peningkatan insidens yang buruk.

    Antibody anti-nRNP ditemukan pada 35% pasien SLE, juga pada penyakit-

    penyakit rematologik terutamajaringan ikat.

    4) Kadar komplemen serum menurun pada saat fase aktif SLE, terutama pada NL

    tipe proliferative. Kadar C3 dan C4 serum sering sudah di bawah normal sebelum

    gejala lupus bermanifestasi. Normalisasi kadar komplemen dihubungkan dengan

    perbaikan NL. Defisiensi komplemen lain seperti C1r, C1s, C2, C3q, C5a, dan C8

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    20/40

    juga didapatkan pada SLE. Kadar komplemen total kemungkinan tetap di bawah

    normal meskipun penyakit dalam keadaan inaktif.

    Pemeriksaan serologi penting untuk menentukan diagnosis nefritis lupus karena

    menunjukan adanya produksi auto-Ab yang abnormal tetapi kurang tepat untuk

    menetukan adanya kelainan ginjal, menilai prognosis maupun tindak lanjut selama terapi

    (Bawazier LA, Dharmeizar, Markum MS, 2006).

    Untuk pemeriksaan histopatologi pada NL yang direkomendasikan oleh ISN dan

    WHO adalah biopsy ginjal.Pada biopsy ginjal akan mudah dalam menetukan kelas NL

    dan juga agar pengobatan pada pasien NL lebih tepat.

    G. PenatalaksaanNepritis Lupus

    Penatalaksanaan nepritis lupus sebelumnya masih menjadi kontraversial, tetapi pada

    tahun 2012 American Collage Rheumatology (ACR) membuat pedoman dalam

    pemberian obat untuk pasien dengan Nepritis Lupus yang berdasarkan klasifikasi menurut

    ISN. Pengobatan ini terdiri dari treatmen adjuvant (pengobatan tambahan yang memiliki

    pengaruh terhadap SLE / NL dan pengobatan untuk NL yang berdasarkan kelas menurut

    ISN (Hahn et al, 2012).

    1) Pengobatan tambahan (adjuvan)

    Task force panel merekomendasikan bahwa semua pasien SLE dengan NL

    pengobatan diberikan Hidroxycholoroquine (HCQ), kecuali ada kontraindikasi. HCQ

    menunjukan secara signifikan mengurangi kerusakan ginjal pada pasien SLE yang

    menerima HCQ. HCQ juga dapat mengurangi kejadian pembekuan pada SLE(Hahn et

    al, 2012).

    Semua pasien NL dengan proteinuria 0,5 gr / 24 jam (setara dengan rasio

    protein : kreatinin pada sampel urin). Blockade system renin angiotensin dapat

    mendorong tekanan intra glomerolus (level A untuk non diabetic kronik penyakit

    ginjal). Pengobatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor / Angiotensin

    Reseptor Bloker (ARB) mengurangi sekitar 30 % proteinuria dan secara signifikan

    terjadi dua kali penundaan terhadap kadar serum kreatinin dan perkembanganstadium

    akhir penyakit ginjal pada pasien non diabetic kronik. Kontrandikasi dari obat ini

    adalah kehamilan. Pengunaan kombinasi dari terapi ACE inhibitor / ARB masih

    controversial. Pengobatan ACE inhibitor atau ARB lebih unggul dalam channel

    blokers kalsium dan diuretic untuk mempertahankan fungsi ginjal pada penyakit

    ginjal kronis(Hahn et al, 2012).

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    21/40

    Task force panel merekomendasikan perhatian dalam mengontrol hipertensi

    dengan target 130/80 mmHg (level A untuk nondiabetik kronik penyakit ginjal).

    Rekomendasi ini berdasarkan prospektif uji coba dan metaanalisis menunjukan ada

    hubungan yang signifikan terhadap penundaan proses dari penyakit ginjal, dengan

    ketidakedekuatan control tekanan darah. Task force panel juga merekomendasikan

    terapi statin dengan pasien dengan Low Density Lipoprotein cholesterol > 100 mg/dl

    (Rosenson RS, 2011). Catatan bahwa laju filtrasi glomerolus < 60 ml/ menit/ 1,73 m 2

    (setara dengan tingkat serum kreatinin >1.5 mg/dl or 133 moles/liter) merupakan

    factor resiko yang dikaitkan dengan mempercepat terjadi atherosclerosis dan SLE itu

    sendiri dapat menyebabkan terjadinya atherosclerosis(Hahn et al, 2012).

    Akhirnya, Panel Task Force merekomendasikan bahwa perempuan yang

    berpotensi untuk hamil dengan NL aktif, disarankan menerima konseling mengenai

    risiko kehamilan yang disebabkan oleh penyakit dan pengobatan(Hahn et al, 2012).

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    22/40

    2) Rekomendasi terapi induksi untuk perbaikan pada pasien NL kelas III dan IV

    berdasarkan ISN

    atau

    (Skema Pengobatan 1) Class III/IV induction therapy. MMF _ mycophenolate mofetil; * _ the

    Task Force Panel discussed their preference of MMF over cyclophosphamide (CYC) in

    patients who desire to preserve fertility; GC _ glucocorticoids; IV _ intravenous; _

    recommended background therapies for most patients are discussed in section III in the text;AZA _ azathioprine; BSA _ body surface area (Hahn et al, 2012).

    MMF 2-3 mg/hari selama 6 bulan*

    ( di Africa America lebih menyukai CYC

    & Hispanik )+

    Pemberian GC IV x 3 hari kemudian

    berikan Prednisolon 0,5-1 mg/kg/hari

    Namun dosis dikurangi setelah beberapa

    minggu untuk efektifitas.

    (1mg/kg/hari jika terlihat membesar)

    CYC

    +

    Pemberian GC IV x 3 hari kemudian

    berikan Prednisolon 0,5-1 mg/kg/hari

    Namun dosis dikurangi setelah beberapa

    minggu untuk efektifitas.

    (dengan 1 mg/kg/hari jika terlihat

    membesar)

    Ada perkembangan

    MMF 1-2 mg/hari

    Atau

    AZA 2 mg/kg/hari

    +/- dosis rendag

    setiap harinya GC

    Tidak ada

    perkembangan

    CYC (dosis rendah

    atau tinggi)

    +

    Pulse GC kemudian

    CYC Dosis Rendah

    500 mg IV selama 2 minggu x 6

    Diikuti pengobatan utama dengan

    pemberian oral MMF atau AZA

    CYC Dosis Tinggi

    500-1.000 mg/m2 BSA IV

    selama satu bulan x 6

    Tidak ada

    perkembangan

    MMF 2-3 mg setiaphari selama 6 bulan +

    GC kemudian GC

    harian

    Ada perkembangan

    MMF 1-2 mg/hari

    AtauAZA 2 mg/kg/hari

    +/- dosis rendag

    setiap harinya GC

    Ada perkembangan

    Kembali pada

    pengobatan utama

    MMF 1-2 mg/hari

    Atau

    AZA 2 mg/kg/hari

    +/- dosis rendag

    setiap harinya GC

    Tidak ada

    perkembangan

    Rituximab atau

    penghambat

    calceneurin + GC

    Ada perkembangan

    Kembali pada

    pengobatan utama

    MMF 1-2 mg/hariAtau

    AZA 2 mg/kg/hari

    +/- dosis rendag

    setiap harinya GC

    Tidak ada

    perkembangan

    Rituximab atau

    penghambatcalceneurin + GC

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    23/40

    Task force panel merekomendasikan MMF (2-3 gm harian total secara oral

    atau Intravena (IV) CYC ditambah dengan GC (Appel GB, et al, 2009). Berdasarkan

    data, MMF dalam terapi induksi dengan dosis 3 gm total harian untuk 6 bulan

    menunjukan hasil yang baik, dilanjutkan dengan MMF dosis rendah selama 3 tahun

    untuk mampertahankan keseimbangan(Touma Z, 2011). The Aspreva Lupus Studi

    Manajemen (ALMS) membandingkan tingkat respons LN terhadap terapi dengan

    MMF yang ditambah glukokortikoid menunjukkan peningkatan serupa pada kulit

    putih , Asia , dan ras lain (terutama Amerika Afrika dan Hispanik) (Hahn et al, 2012).

    Namun berdasarkan Task force Panel pada orang Asia hanya memerlukan dosis MMF

    yang rendah dibandingkan orang non Asia dengan dosis 3gm per hari untuk non Asia

    dan 2 gr per hari untuk orang Asia (Weng MY, Weng CT, Liu MF.,

    2010).Sedangakan IV CYC pada orang Afrika American kurang baik dibandingkan

    pasien dari RAS kulit putih dan Asia (Dooley MA, Hogan S, Jennette C, Falk R.,

    1997). MMF / Micophenolic Acid (MPA) menjadi pilihan pertama dalam perbaikan

    NL pada pasien Africa American / Hispanik (Isenberg D, Appel GB, Contreras G,

    Dooley MA, Ginzler EM, Jayne D, et al., 2010).

    Task force panel merekomendasikan pada pasien NL kelas III/ IV tanpa sabit

    seluler, proteinuria dan kreatinin yang stabil serta tidak dilakkan pengambilan sampel

    biopsy ginjal dosis yang disarankan 2gm atau 3gm total harian. Sementara itu, dosis 3

    gm total harian untuk kelas III/ IV dengan sabit seluler, proteinuria, dan peningkatan

    creatinin. Berdasarkan beberapa penelitian efek dari dosis MMF ini dapt

    menyebabkan mual dan diare tetapi ini masih kontroversi. Monitoring pasien

    dilakukan setelah 1 jam pemberian obat(Hahn et al, 2012).

    Terdapat 2 macam pengobatan dari IV CYC yang direkomendasikan oleh task

    force panel yaitu 1) dosis rendah CYC (500 mg IV setiap2 minggu sekali dengan total

    dosis 6) ditambah dengan Azathioprine per oral harian atau MMF oral harian untuk

    maintening terapi 2) dosis tinggi CYC (500-1000 mg/m2IV sebulan sekali dan

    maintening terapi dengan MMF atau AZA (Skema Pengobatan 1)(Hahn et al, 2012).

    Glukokortikoid IV (500-1000 mg metilprednisolon setiap hari untuk 3 dosis)

    dapat dikombinasikan dengan terapi imunosupresif yang direkomendasikan task

    force panel adalah glukokortikoid oral setiap hari (0,5-1 mg/kg/hari) dengan jumlah

    minimal untuk mengontrol penyakit(Hahn et al, 2012).

    Task Foce panel merekomendasikan pada pasien yang telah mendapatkan

    pengobatan induksi selama 6 bulan dengan CYC atau MMF dapat dilanjutkan dengan

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    24/40

    MMF atau AZA tetapi apabila kondisi pasien memburuk (50% atau lebih

    memburuknya proteinuria atau serum kreatinin) selama mendapatkan pengobatan

    induksi 3 bulan maka akan ada perubahan pengobatan seperti perubahan dosis

    glokokortikoid atau penggantian pengobatan(Hahn et al, 2012).

    3) Rekomendasi terapi induksi untuk perbaikan pada pasien NL kelas kelas IV

    atau IV/ V dengan cellular crescents (sabit sellular)

    Task force panel merekomendasikan terapi induksi untuk peningkatan pasien

    dengan kelas IV atau IV/V ditambah adanya sellular crescents dengan menggunakan

    CYC atau MMF dilanjutkan dengan pulse glukokortikoid IV dosis tinggi dan

    permulaan glukokortikoid per oral dengan rentang dosis tinggi, 1 mg / kg / hari secara

    oral(Hahn et al, 2012)

    4) Rekomendasi terapi induksi untuk perbaikan pada pasien NL dengan kelas

    Vpure membranous

    The Task Force Panel merekomendasikan bahwa pasien dengan murni kelas V

    NL dan dengan nefrotik proteinuria dimulai pada prednison ( 0,5 mg / kg / hari )

    ditambah MMF 2-3 gm dosis harian total (Hahn et al, 2012).

    (Skema Pengobatan 2) Treatment of class V without proliferative changes and with

    nephrotic range proteinuria (_3 gm/24 hours). Recommended background therapies

    for most patients are discussed in section III in the text. MMF _mycophenolate

    mofetil; AZA _ azathioprine; CYC _ cyclophosphamide; GC _ glucocorticoids (Hahn

    et al, 2012).

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    25/40

    5) Rekomendasi untuk Menjaga Peningkatan Pasien yang Menanggapi terapi

    induksi

    Task force panel merekomendasikan dalam menjaga peningkatan pasien yang

    mendapatkan terapi induksi dengan menggunakan MMF 1-2 gm per hari atau AZA 2

    mg/kg/hari. Setelah 3 tahun dari tindakan lanjut ini, MMF secara statistik menunjukan

    hasil yang lebih baik dari pada AZA dalam hal kegagalan pengobatan (termasuk

    kematian, stadium akhir penyakit ginjal, penggsndaan serum kreatinin dan gagal

    ginjal), dan efek samping yang timbulkan lebih parah pasien yang menerima AZA

    dari pada menerima MMF(Hahn et al, 2012).

    6) Rekomendasi terapi pengganti pada pasien yang tidak berespon terhadap terapi

    induksi.

    Pasien yang tidak berepon pada treatmen yang direkomendasikan selam 6

    bulan dengan glukokortikoid ditambak MMF atau CYC, maka akan

    direkomendasikan beralih treatmen dari agen imunosupresif dari CYC ke MMF atau

    MMF ke CYC dan disertai dengan IV glukokortikoid selam 3 hari(Skema

    Pengobatan1). Task force panel juga merekomendasikan Rituximab untuk

    meningkatkan atau memburuk setelah 6 bulan dari terapi induksi(Hahn et al, 2012).

    7) Identifikasi Penyakit Vaskular pada Pasien Dengan SLE dan ginjal Kelainan

    Beberapa jenis keterlibatan vaskular dapat terjadi pada jaringan ginjal dari

    SLE, termasuk vaskulitis, nekrosis fibrinoid dengan penyempitan arteri kecil/arteriol

    (vaskulopati), microangiopathy trombotik, dan ginjal vena trombosis bosis. Secara

    umum, vaskulitis diperlakukan sama dengan bentuk yang lebih umum dari LN yang

    dibahas di atas. Vaskulopati sangat berhubungan dengan hipertensi; tidak jelas yang

    datang pertama , SLE atau hipertensi . Trombotik microangiopathy berhubungan

    dengan kejadian trombotik trombositopenia. Task force panel direkomendasikan

    diperbaiki bahwa microangiopathy trombotik diperlakukan terutama dengan terapi

    pertukaran plasma (Kaplan AA, George JN, 2011).

    8) Pengobatan LN pada Pasien Siapa Hamil

    Task force panel merekomendasikan beberapa pendekatan dalam manajemen

    wanita hamil dengan NL (Skema Pengobatan 3). Pada pasien dengan NL terlebih

    dahulu, tetapi tanpa sistemik atau aktivitas penyakit ginjal, tidak membutuhkan

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    26/40

    medikasi nepritis. Pasien dengan aktivitas sistemic ringan mungkin diobati dengan

    HCQ; ini mungkin dapat mengurangi aktivitas dari SLE selama kehamilan (Clowse

    ME, Magder L, Witter F, Petri M, 2006). Jika nefritis aktif terjadi, atau terdapat

    aktivitas penyakit substansial ekstrarenal, dokter mungkin meresepkan glukokortikoid

    untuk mengontrol aktifitas penyakit, dan dapat ditambahkan AZA (Gordon C, 2004).

    Untuk pasien dengan aktifitas nepritis terus menerus atau dicurigai pada kelas III atau

    IV dengan crescent, pertimbangan setelah 28 minggu untuk janin yang layak

    direkomendasikan(Hahn et al, 2012).

    (Skema pengobatan 3) Treatment of class III, IV, and V in patients who are pregnant.

    LN _ lupus nephritis; SLE _ systemic lupus erythematosus; GC _glucocorticoids; AZA

    _ azathioprine (Hahn et al, 2012)

    9) Pengelolaan pada Pasien Nepritis Lupus.

    Berdasarkankan rekomendasi oleh perhimpunan reumatologi Indonesia 2011

    pengelolaan pasien dengan NL, sebagai berikut :

    a) Pasien yang mengalami NL seharusnya dilakukan biopsi ginjal bila tidak terdapat

    kontraindikasi (trombositopenia berat, reaksi penolakan terhadap komponen

    darah, koagulopati yang tidak dapat dikoreksi) dan juga tersedia dokter ahli

    dibidang biopsi ginjal (oleh karena hasil histopatologi berbeda pada setiap

    kelasnya). Pengulangan biopsi ginjal dilakukan apabila pasien mengalami

    perubahan gambaran klinis yang akan memerlukan terapi tambahan yang agresif.

    b) Pemantauan aktifitas ginjal diperlukan pemeriksaan urin rutin terutama sedimen,

    kadar kretinin, tekanan darah, albumin serum, C3 komplemen, anti-ds DNA,

    protenuria, dan bersihan kreatinin. Pada penyakit rapidly progressive

    glomerulonephritis diperlukan pemeriksaan kreatinin harian, sedangkan parameter

    lain 1 -2 minggu.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    27/40

    c) Pasien dengan hipertensi diberikan obat antihipertensi yang sering digunakan

    adalah ACE (Angiotensin Converting Enzim) inhibitor terutama pada pasien

    dengan proteinuria menetap, target tekanan darah pada pasien dengan riwayat

    glomerulonefritis adalah 120 mmHg. Diet rendah garam juga direkomendasikan

    pada pasien NL dengan hipertensi. Loop diuretik diperlukan untuk mengurangi

    edema dan mengontrol hipertensi dengan monitor elektrolit yang baik.

    d) Hiperkolesterolemia harus dikontrol untuk mengurangi resiko prematur

    aterosklerosis dan mencegah penurunan fungsi ginjal. Asupan lemah harus

    dikurangi jika terdapat hiperlipidemia atau pasien nefrotik. Target terapi menurut

    Guidelines American Heart Association (AHA) adalah kolesterol serum

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    28/40

    H. Komplikasi

    1. Asidosis Metabolik

    Asidosis metabolik (manifestasi rendah kadar bikarbonate vena). Asidosis

    metabolik berhubungan dengan meningkatnya dengan katabolisme protein, penurunan

    sintesis protein dan demineralisasi tulang. Asidosis metabolik akan sangat progresif

    pada gagal ginjal.

    Pengobatan asidosis metabolik dengan oral alkali, kebanyakan secara

    umumnya menggunakan sodium bikarbonat. Dosis yang diberikan antara 500 mg- 1

    g, 3 atau 4x dalam sehari. Obat ini bisa memperbaiki asidosis metabolik dan penilaian

    dari dimeneralisasi dan degredasi protein. Potensi kerugian yang termasuk dalam

    pengisian sodium, mungkin akan menimbulkan hipertensi dan kelebihan cairan. Pada

    penilaian pengobatan asidosis metabolik dengan sodium bikarbonat sebanyak 4,5 gr/

    hari selama 6 bulan, dapat memperbaiki bikarbonat vena dan meningkatkan serum

    albumin. Interpretasi ini dapat memperbaiki status nutrisi.

    I. Prognosis

    Pemeriksaan patologis yang dilakukan pada pasien dengan NL memiliki

    hubungan antara respon klinis dan hasil akhir. Pada kelas IV (Difus proliferative

    glomerulonefritis) mempunyai prognosis yang buruk, 11-48% pasin akan menderita gagal

    ginjal dalam 5 tahun (Cervera R, Espinosa G, DCruz D, 2009).

    Pada prognosis NL, terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi hasil akhir

    antara lain adalah RAS hitam, azotemia, anemia, sindrom antiphospholipid, gagal

    terhadap terapi imunosepresan awal, kambuh dengan fungsi ginjal yang memburuk

    (Kasjmir, Yoga I, Kusworini Handono, Linda Kurniaty Wijaya, Laniyati Hamijoyo,

    Zuljasri Albar, et al. 2011).

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    29/40

    BAB III

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA LUPUS NEFRITIS

    Menurut Priscilla LeMone dan Karen Burke, 2008, Asuhan keperawatan pada pasien

    dengan lupus nefritis atau gangguan pada glomerolus lebih ke suportif (mempertahankan)

    dan edukasi (penyuluhan kesehatan). Memonitor fungsi ginjal dan status volume cairan

    merupakan komponen kunci dalam asuhan keperawatan, memproteksi klien dari infeksi.

    Kedua manifestasi dari ganguan glomerolus dan treatmennya bisa mempengaruhi

    kemampuan klien dalam memelihara peran dan tanggung jawabnya. Berikut ini diagnosa dan

    intervensi keperawatan pada klien yang mengalami gangguan glomerolus:

    A. Pengakajian

    Riwayat kesehatan: keluhan pada wajah atau daerah periperalnya mengalami edema

    berat badan bertambah, lemah, mual dan muntah, sakit kepala, malaise, nyeri perut

    atau panggul, batuk atau nafas pendek, terjadi perubahan (jumlah, warna, karakter)

    dari urine (berbusa), riwayat SLE, dan riwayat konsumsi obat.

    Pemeriksaan fisik: keadaan umum, tanda-tanda vital, terdapat edema pada area

    periorbital, wajah, dan peripheral, kulit lesi atau adanya infeksi, specimen urin

    (warna, bau, karakter)

    B. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan pada lupus nepritis:

    1.

    Kelebihan Volume Cairan b. d. kehilangan protein melalui urin

    2.

    Kelelahan b. d. kehilangan protein melalui urin / kondisi tubuh yang buruk

    3. Ketidakefektifan Perlindungan b. d. Terpapar dengan agen infeksi / resiko infeksi

    meningkat

    4. Ketidakefektifan performa peran b. d. manifestasi dan efek dari pengobatan /

    kelemahan otot.

    Diagnosa keperawatan pada komplikasi lupus nepritis (gagal ginjal dan asidosis

    metabolic) :

    1.

    Kelebihan volume cairan b. d. tidak adequatenya ginjal mengeluarkan urine

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    30/40

    2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d. anoreksia, dan mual.

    C.

    Intervensi Keperawatan

    Intervensi keperawatan pada lupus nepritis:

    1. Kelebihan Volume Cairan b. d. kehilangan protein melalui urin

    Kelebihan volume cairan dan edema merupakan manifestasi yang umum

    terjadi pada gangguan glomerolus. Ketika kehilahan protein melalui urin, maka

    tekanan osmotic plasma akan menurun, dan perubahan cairan di ruangan interstinal

    (jaringan). Respon tubuh terhadap perubahan cairan dengan menahan sodium

    (Natrium) dan air untuk mempertahankan volume intravaskuler, dengan perubahan

    ini akan mengakibatkan kelebihan volume cairan.

    Alert Practice:

    Pantau berat badan harian, (hari dan skala). Keakuratan berat badan

    merupakan indicator yang baik dalam pendekatan keseimbangan cairan.

    Monitor dan atur infuse IV secara hati-hati; termasuk cairan obat lewat IV

    yang masuk. Penting untuk mengetahui intake cairan yang tidak terduga ini dapat

    terjadi oleh pengobatan intravena (IV).

    Intervensinya:

    Tindakan mandiri:

    1)

    Monitor TTV (TD, RR, N, S) setidaknya setiap 4 jam. Laporkan apabila ada

    perubahan yang signifikan. Kelebihan cairan meningkatkan kerja pengisian

    jantung dan tekanan darah, takikardi mungkin muncul, keseimbangan elektrolit

    bisa dihubungkan penyebab disaritmia, peningkatan tekanan vaskularisasi

    pulmunal bisa menyebabkan edema pulmunal, takipnea, dispnea, dan crakles

    (rales) di paru-paru.

    2)

    Catat intake dan output setiap 4 -8 jam, or more frequently as indicate. Ketepatan

    mencatat intake dan output membantu dalam menentukan status volume cairan.

    3) Monitor serum elektrolit, hemoglobin, hematokrit, BUN, dan kreatinin. Gangguan

    glomerolus mempengaruhi keseimbangan cairan dan keseimbangan elektrolit,

    berpontensi terjadi komplikasi pada cardiac disaritmia. Meningkatnya volume

    intravascular dapat mengakibatkan nilai hematokrit dan hemoglobin menurun.

    BUN dan creatinin memberikan informasi tentang fungsi ginjal.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    31/40

    4) Pertahankan batasan cairan yang masuk. Anjurkan potongan ice (dibatasi dan

    diperhitungkan jumlahnya) dan sering perawatan mulut untuk mengurangi

    kehausan. Serta kembangkan jadwal cairan yang masuk ke pasien. Cairan yang

    dibatasi dapat mengurangi kelebihan cairan, edema, dan hipertensi. Potongan ice

    dan sering perawatan pada mulut membasahi membrane mukosa dan membantu

    mengurangi rasa haus yang menjaga integritas jaringan oral. Klien dilibatkan

    dalam rencana intake cairan guna meningkatkan pengontrolan dan pemahaman

    dalam regimen pengobatan.

    5) Konsultasikan makanan yang mengandung sodium atau protein ke ahli gizi

    mengenai asupan yang dibatasi. Klien dilibatkan dalam perencanaan diet.

    Gangguan glomerolus dapat mengurangi nafsu makan dan mempengaruhi

    pengobatan.

    6) Monitor keadaan pasien selama terapi dilakukan.Terapi diuretikmembantu

    mengurangivolume cairanberlebih; Namun, gangguan

    glomerulardapatmempengaruhi responklienterhadap pengobatan. Selain itu,

    diuretik dapatmemperburukketidakseimbangan elektrolitdankelemahan ototsering

    dikaitkandengan gangguanglomerulus.

    7)

    Atur posisi pasien secara berkala dan berikan perawatan kulit yang baik. Perfusi

    yang baik dapat mengurangi edema jaringan dan menurunkan resiko kerusakan

    integritas kulit.

    Tindakan kolaboratif

    8) Kolaborasi pemberian obat ACE inhibitor sesuai indikasi. ACE inhibitor.Dapat

    mengurangi gejala proteinuria sekitar 30 % dan secara signifikan terjadi dua kali

    penundaan terhadap kadar serum kreatinin dan perkembangan stadium akhir

    penyakit ginjal.

    9)

    Kolaborasi pemberian terapi imunosupresan (Glukokortikoid, Cyclophosphamide,

    atau Azathioprine) sesuai indikasi. Terapi imunosupresan untuk mengurangi raksi

    inflamasi yang terjadi diginjal dan dapat mengurangi resiko gagal ginjal dan

    penykit ginjal stadium akhir.

    10)Kolaborasi pemberian agen diuretik sesuai indikasi. Diuretik digunakan dalam

    mempertahankan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    32/40

    2. Kelelahan b. d. kehilangan protein melalui urin / kondisi tubuh yang buruk

    Kelelahanadalah manifestasiumum darigangguanglomerulus. Anemia,

    kehilangan proteinplasma, sakit kepala, anoreksia, dan mualyang mengakibatkan

    kelelahan.Kemampuan dalam mempertahankanfisikdan aktivitas mentalmungkin

    terganggu.

    Intervensinya:

    1) Kaji tingkatan energi klien. Memperbaiki fungsi glomerolus dapat mengatasi

    kelelahan dan meningkatkan produksi energi.

    2) Buat jadwal kegiatandan proseduruntuk memberikanistirahat yang

    cukupdankonservasi energi. Cegahkelelahan pada klien. Istirahat yang cukup

    dankonservasi energidapatmengurangi kelelahan dan meningkatkankemampuan

    klien.

    3) Bantu klien dalam ADLs sesuai kebutuhan. Tujuannya adalah untuk membantu

    klien dalam menggunakan energi.

    4)

    Diskusikan kepada klien dan keluargahubungan antarakelelahan dan

    prosespenyakit.Memahamisifatpenyakitdan kelelahanterkait

    untukmembantukliendan keluarga dalam mempertahankan energi.

    5) Anjurkan klien dalam penghematan energi dengan melakukan aktifitas ringan dan

    sedikit makan tapi sering. Batasi pengunjung. Melakukan aktifitas ringan dapat

    mengurangi energy yang dikeluarkan. Membatasi pengunjung dapat membantu

    dalam menghemat energi.

    3.

    Ketidakefektifan Perlindungan b. d. Terpapar dengan agen infeksi / resiko infeksi

    meningkat

    Efekdari keduagangguanglomerulusdanpengobatan dengan obatanti-inflamasi

    dan sitotoksikdapat menekansistem kekebalan tubuh, meningkatkan risikoinfeksi.

    Efekanti-inflamasi kortikosteroidjuga dapat mencegah manifestasiawal infeksi.

    Alert Practice:

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    33/40

    Pantau tanda-tanda vital, suhu, dan status mental setiap 4 jam. Suhu tinggi dapat

    menunjukkan infeksi; namun obat anti-inflamasi dapat moderat responini.Takikardia,

    peningkatan latergi, kebingunganmungkintanda-tandaawal infeksi.

    Intervensinya:

    1) Kaji tanda-tanda lain dari infeksi seperti adanya purulen pada luka, produksi

    batuk, suara nafas tambahan, dan lesi merah atau meradang . Pantau manifestasi

    ISK, seperti disuria , frekuensi dan urgensi , dan berawan , urin yang berbau

    busuk. mengidentifikasi dini dan pengobatan infeksi adalah penting untuk

    mencegah komplikasi sistemik pada klien.

    2)

    Pantau CBC , berfokus pada WBC dan diferensial.Peningkatan WBC dan leukosit

    yang belum matang dalam darah dapat menjadi indikator awal infeksi .

    3) Gunakan teknik mencuci tangan yang baik. Proteksi dari infeksi silang dengan

    menyediakan ruang pribadi dan membatasi pengunjung sakit. Klien dengan

    penurunan resistensi terhadap infeksi membutuhkan peningkatan perlindungan.

    4) Hindari atau minimalkan prosedur invasif.Mempertahankan penghalang kulit pro

    protektif sangat penting bagi klien dengan status kekebalan yang berubah.

    5)

    Jika kateterisasi diperlukan, Gunakan kateterisasi steril dengan intermiten lurus

    atau mempertahankan sistem drainase tertutup untuk kateter. Mencegah refluks

    urin dari sistem drainase ke kandung kemih atau kandung kemih ke ginjal

    memastikan tetap paten karena sistem aliran gravitasi. Saluran kemih merupakan

    entry point sering untuk infeksi , terutama dalam klien hospitaslisasi.

    Mempertahankan asepsik ketat selama kateterisasi sangat penting. Kateterisasi

    intermiten dikaitkan dengan rendahnya risiko ISK.

    6)

    Anjurkan diet sehat bergizi dengan protein lengkap. Keseimbangan diet gizi yang

    sehat penting untuk mempertahankan status gizi dan mendukung fungsi kekebalan

    tubuh.

    7) Ajarkan langkah-langkah untuk mencegah infeksi. Perawatan di rumah sering

    dilakukan, memuntut klien dan keluarga untuk menggunakan tindakan

    pengendalian infeksi yang tepat.

    4.

    Ketidakefektifan performa peran b. d. manifestasi dan efek dari pengobatan /

    kelemahan otot.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    34/40

    Manifestasi dan pengobatan gangguan glomerular dapat berpengaruh terhadap

    kemampuan untuk mempertahankan peran dan kegiatan biasa. Kelelahan dan

    kelemahan otot dapat membatasi aktivitas fisik dan sosial. Istirahat atau pembatasan

    aktivitas dianjurkan untuk meminimalkan derajat proteinuria. Jika azotemia hadir,

    malaise, mual, dan perubahan status mental dapat mengganggu fungsi peran. Edema

    wajah dan periorbital mempengaruhi klien harga diri dan bisa mengakibatkan isolasi.

    Intrvensinya:

    1) Bina hubungan terapeutik yang kuat. Hal ini penting untuk mendapatkan

    kepercayaan klien dan keyakinan.

    2) Dorong perawatan diri dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.Peningkatan

    otonomi membantu mengembalikan rasa percaya diri dan mengurangi

    ketidakberdayaan.

    3) Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Waktu yang memadai

    dan mendengarkan secara aktif mendorong ekspresi keprihatinan dan efek dari

    penyakit atau pengobatan dalam kehidupan sehari-hari. Ini membantu klien

    menerima penyakit, pengobatan, dan kerugian yang terkait.

    4)

    Dukung keterampilan klien dalam mekanisme koping yang adaptif. Dukungan ini

    membantu kepercayaan diri klien dalam mengidentifikasi kekuatan diri.

    5) Jika memungkinkan, minta dukungan dari keluarga, dan teman-teman klien.

    Orang-orang ini dapat memberikan dukungan fisik, psikologis, emosional, dan

    sosial.

    6) Bantu klien dan keluarga mengembangkan rencana alternatif untuk perilaku dan

    hubungan, anjurkan klien untuk mempertahankan peran yang biasa sejauh

    mungkin. Mengembangkan rencana dapat membantu mengurangi ketegangan

    perubahan peran dan mempertahankan harga diri.

    7)

    Berikan informasi yang akurat dan optimis tentang gangguan dan efek jangka

    pendek dan panjangnya.Klien dan keluarga membutuhkan informasi yang akurat

    untuk merencanakan masa depan.

    8) Evaluasi kebutuhan untuk dukungan tambahan dan layanan sosial bagi klien dan

    keluarga.Hubungan klien dan keluarga, tingkat keparahan gangguan, dan

    pengobatan dan prognosis, layanan dukungan sosial yang sedang berlangsung

    mungkin diperlukan untuk memfasilitasi penanggulangan dan adaptasi.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    35/40

    Intervensi keperawatan pada komplikasi lupus nepritis (gagal ginjal dan asidosis

    metabolic.

    1. Kelebihan volume cairan b. d. tidak adequatenya ginjal mengeluarkan urine

    Pada gagal ginjal, ginjal tidak adequate mengeluarkan urine dalam

    mempertahankan keseimbangan cairan ektraselular yang normal. Retensi cairan lebih

    besar terjadi pada gagal ginjal oliguria dari pada gagal non oliguria. Penambahan

    berat badan yang cepat dan edema mengindikasikan retensi cairan. Pada gagal ginjal

    mungkin dapat mengakibatkan gagal jantung dan edema paru-paru.

    Practice Alert:

    Kaji secara berkala pernafasan dan suara jantung, distensi vena jugularis, edema pada

    ekstremitas catat dan laporkan temuan abnormal. Suara tambahan (crackles), suara

    jantung tambahan seperti S3 atau S4 gallop, distensi vena jugularis, dan edema

    peripheral mungkin menindikasikan hipervolemia, gagal jantung, atau edema paru-

    paru.

    Intervensi:

    1)

    Pertahankan setiap jam catatan intake dan output. Catatan intake dan output yang

    tepat membantu dalam pengobatan, khususnya pada pembatasan cairan.

    2) Jika tidak ada kontraindikasi, berikan posisi semi fowler. Meningkatkan fungsi

    dari jantung dan pernapasan.

    3) Catat dan laporkan nilai serum elektrolit yang abnormal dan manifestasi dari

    ketidakseimbangan elektrolit.

    a.

    Hiperkalemia: ekskresi potassium yang lemah. Manifestasi; irritabilitas, mual,

    diare, disaritmia kardiak, kram abdominal, dan perubahan EKG.

    b. Hyponatremia: retensi cairan. Manifestasi; mual, muntah, dan sakit kepala,

    kemungkinan dengan latergi merupakan manifestasi system saraf pusat (SSP),

    confusion (bingung), kejang, dan coma.

    c. Hiperphosphatemia: menurunnya ekskresi fosfat. Manifestasi; hiperrefleksia,

    paresthesias dan mungkin tetany.

    Gagal ginjal dapat mengakibatkan gangguan ekskresi elektrolit dan air.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    36/40

    4) Atur pengobatan dengan makanan. Pemberian pengobatan oral dengan makanan

    dapat memperkecil proses pencernaan dari kelebihan cairan.

    5)

    Sediakan perawatan kulit dengan baik secara berkala. Edema menurunkan perfusi

    jaringan dan meningkatkan resiko kerusakan kulit. Khususnya pada lansia.

    2.

    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d. anoreksia, dan mual.

    Anoreksia dan mual berhubungan dengan gagal ginjal sering mengganggu intake

    makanan dan nutrisi. Proses penyakit gagal ginjal mungkin memperbesar peningkatan

    kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan dan berkurang intake makanan.

    Practice Alert

    Penyelesaian dengan intravena line dan parenteral nutrisi dapat meningkatkan risiko

    infeksi. Monitor secara hati-hati tanda-tanda infeksi dan inflamasi.

    Intervesi:

    1) Monitor dan catat intake makanan,termasuk jumlah dan jenis dari makanan yang

    dikonsumsi. Catatan intake makanan yang detail membantu panduan keputusan

    dalam status nutisi dan kebutuhan supplement.

    2) Pantau berat badan harian. Perubahan berat badan sewaktu (hari ke

    minggu)menggambarkan status nutrisi, sedangakan perubahan berat badan

    secara cepat menggambarkan status volume cairan.

    3) Konsultasikan kepada ahli nutrisi tentang perencanaan batasan makanan yang

    mempertimbangkan pilihan makanan klien. Pembatasan diet protein, garam, dan

    potassium dapat mumbuat klien tidak enak makan; intake dan nafsu dapat

    bertambah ketika memakan makan yang disukai

    4)

    Libatkan anggota keluarga dalam menyiapkan makanan dalam pembatasan diet.

    Dorong anggota keluarga makan bersama klien.Dukungan interaksi social dalam

    makanan dapat meningkatkan kenyaman ketika klien makan.

    5)

    Sediakan makan ringan. Ini meningkatkan ukuran intake makanan pada klien

    yang fatigue atau anoreksia

    Tindakan kolaboratif

    6) Kolaborasi pemberian antiemetic dan berikan perawatan mulut. Mual dan rasa

    metalik di mulut, umumnya manifestasi dari uremia, dapat menurunkan intake

    makanan.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    37/40

    7) Kolaborasi pemberian diet melalui parenteral sesuai anjuran, jika klien tidak

    mampu makan atau toleran nutrisi enteral. Mencegah atau menghambat

    katabolisme jaringan penting untuk klien dengan gagal ginjal.

    Keperawatan komunitas

    Gangguan pada glomerulus mungkin berkembang secara progresif. Gangguan ini

    terjadi sangat lama, bisa terjadi dari bulan ke tahun. Jadi manajemen sendiri pasien

    sangat dibutuhkan. Berikut ini hal-hal yang perlu diintruksikan kepada klien dan

    keluarga:

    Informasi tentang penyakit dan prognosisnya.

    Resep pengobatan, termasuk pembatansan aktivitas dan diet; efek dari pengobatan

    (manfaat dan efek samping) dari semua pengobatan

    Resiko, tanda dan gejala, pencegahan, dan manajemen dari komplikasi seperti

    edema atau infeksi.

    Tanda, gejala, dan implikasi dari perbaikan atau penurunan fungsi ginjal

    Tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang ebih lanjut, seperti

    obat nephorotoxic yang harus dihindari

    Sumber komunitas, seperti penyedian home care dan group support.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    38/40

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Nepritis Lupus merupakan salah satu komplikasi dari SLE (Sistemik Lupus

    Eritematosius) yang mengganggu atau merusak fungsi ginjal pada glomerulus, sehingga

    dapat menyebabkan terdapatnya proteinurua, hematuria, eritrosit.Nepritis lupus terbagi

    atas 6 kelas yang ditetapkan oleh ISN (Internasional Society of Nephrology) dan oleh

    WHO (World Health Organization).Terdapat perbedaan dalam penentukan kelas oleh ISN

    dan WHO, perbedaan itu terlihat pada kelas III dan IV, perberdaan ini disebakan oleh ISN

    melihat dari glomerolusnya.Pada penentuan kelas ini, dilakukan biopsy ginjal dengan

    menggunakan mkroskopik electron, cahaya dan immunoflurensce.

    Pengobatan pada pasien Nephritis Lupus bertujuan dalam mengoptimalkan dan

    mencegah terjadinya kerusakan ginjal.Pengobatan nephritis lupus ini berdasarkan kelas,

    untuk kelas I dan II tidak mendapatkan pengobatan, tetapi kelas III-VI mendapatkan

    pengobatan berupa obat imunosepresan.Peran perawat dalam memanajemen pasien

    nephritis lupus lebih ke memonitoring kondisi pasien yang mengalami perubahan oleh

    prognosis dan efek dari pengobatan.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    39/40

    DAFTAR PUSTAKA

    Appel GB, Contreras G, Dooley MA, Ginzler EM, Isenberg D, Jayne D, et al. Mycophenolate

    mofetil versus cyclophosphamide for induction treatment of lupus nephritis. J Am Soc

    Nephrol 2009;20:110312.

    Appel GB, Silva FG, Pirani CL. Renal involvement in systemic lupus erythematosus (SLE): a

    study of 56 patients emphasizing histologic clasification. Medicine1978;75:371-410.

    Austin III HA, Boumpas DT, Waughan EM, Balow JE. Predicting renal outcomes in severe

    lupus nephritis: contributions of clinical and histology data. Kidney Int. 1994; 45:544-

    550.

    Bawazier LA, Dharmeizar, Markum MS. Nefritis Lupus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

    Ed 4. Jakarta: Pusat penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. 2006. h. 548-553.

    Cervera R, Espinosa G, DCruz D. Systemic Lupus Erythematosus : pathogenesis, clinical

    manifestation and diagnosis. In Eular Compendium on Rheumatic Diseases.BMJ

    Publishing Group and European League Against Rheumatism 1sted : 2009; 257-68.

    Clowse ME, Magder L, Witter F, Petri M. Hydroxychloroquine in lupus pregnancy. Arthritis

    Rheum 2006; 54:36407.

    Dhaimeizar. Diagnostik Nefritis Lupus. Dalam : Naskah Lengkap The 5th JakartaNephrology

    & Hypertension Course. Jakarta. 2005. H: 33-36.

    Dooley MA, Hogan S, Jennette C, Falk R, for the Glomerular Disease Collaborative

    Network. Cyclophosphamide therapyfor lupus nephritis: poor renal survival in black

    Americans. Kidney Int 1997;51:118895.

    Gordon C. Pregnancy and autoimmune diseases. Best Pract Res Clin Rheumatol 2004;

    18:35979.

    Hahn et al. American College of Rheumatology Guidelines for Screening, Treatment, and

    Management of Lupus Nephritis. Arthritis Care & Research 2012; 64:797-808.

  • 8/11/2019 BAB I lupus nefritis.docx

    40/40

    Isenberg D, Appel GB, Contreras G, Dooley MA, Ginzler EM,Jayne D, et al. Influence of

    race/ethnicity on response to lupusnephritis treatment: the ALMS study.

    Rheumatology (Oxford)2010;49:12840.

    Kaplan AA, George JN. Treatment of thrombotic thrombocytopenic purpura - hemolytic

    uremic syndrome in adults. 2011.

    URL:http://www.uptodate.com/contents/treatmentof-thrombotic-thrombocytopenic-

    purpura-hemolytic-uremicsyndrome-in-adults.

    Kasjmir, Yoga I, Kusworini Handono, Linda Kurniaty Wijaya, Laniyati Hamijoyo, Zuljasri

    Albar, et al. 2011. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.

    Perhimpunan Reumatologi Indonesia.

    Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Ed:, jilid pertama. Jakarta: Media

    AesculapiusFakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Price, Sylvia A., Lorainne M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

    Penyakit Ed-4. Jakarta : EGC.

    Ouma Z, Gladman DD, Urowitz MB, Beyene J, Uleryk EM, Shah PS. Mycophenolate

    mofetil for induction treatment of lupus nephritis: a systematic review and

    metaanalysis. J Rheumatol 2011;38:6978.

    Simadibrata, Marcellus, dkk. 2001.Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit

    Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Schmajuk G, Yazdany J. Drug monitoring in systemic lupus erythematosus: a systematic

    review. Semin Arthritis Rheum 2011;40:55975.

    Ramadhani Pane, Meivina. 2011. Gambaran Klinis Nefritis Lupus. Sumatra Utara: Reading

    Assignment Devisi Nefrologi Hipertensi.

    Rosenson RS.ATP III guidelines for treatment of high blood cholesterol. 2011. URL:

    http://www.uptodate.com/contents/atp-iii-guidelines-for-treatment-of-high-blood-

    cholesterol.

    Weening, et al. The Klasifikasi Glomerulonefritis in Systemic Lupus Erythematosus

    Revisited. International Society of Nephrology and Renal Pathology Journal of The

    American Society of Nephrology. 2004; 15 (3):835-6.

    Weng MY, Weng CT, Liu MF.The efficacy of low-dose mycophenolate mofetil for treatment

    of lupus nephritis in Taiwanese patients with systemic lupus erythematosus. Clin

    Rheumatol 2010;29:7715.

    http://www.uptodate.com/contents/treatmentof-thrombotic-thrombocytopenic-purpura-hemolytic-uremicsyndrome-in-adultshttp://www.uptodate.com/contents/treatmentof-thrombotic-thrombocytopenic-purpura-hemolytic-uremicsyndrome-in-adultshttp://www.uptodate.com/contents/treatmentof-thrombotic-thrombocytopenic-purpura-hemolytic-uremicsyndrome-in-adultshttp://www.uptodate.com/contents/treatmentof-thrombotic-thrombocytopenic-purpura-hemolytic-uremicsyndrome-in-adultshttp://www.uptodate.com/contents/atp-iii-guidelines-for-treatment-of-high-blood-cholesterolhttp://www.uptodate.com/contents/atp-iii-guidelines-for-treatment-of-high-blood-cholesterolhttp://www.uptodate.com/contents/atp-iii-guidelines-for-treatment-of-high-blood-cholesterolhttp://www.uptodate.com/contents/atp-iii-guidelines-for-treatment-of-high-blood-cholesterolhttp://www.uptodate.com/contents/atp-iii-guidelines-for-treatment-of-high-blood-cholesterolhttp://www.uptodate.com/contents/treatmentof-thrombotic-thrombocytopenic-purpura-hemolytic-uremicsyndrome-in-adultshttp://www.uptodate.com/contents/treatmentof-thrombotic-thrombocytopenic-purpura-hemolytic-uremicsyndrome-in-adults