bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep lupus 2.1eprints.umm.ac.id/50452/3/bab ii.pdf · 2019. 8....

14
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lupus 2.1.1 Definisi Lupus Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing misalnya, bakteri dan virus karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen di dalam jaringan (Mansyur, 2012). Menurut Laeli (2016) Lupus merupakan penyakit autoimun yang bukan disebabkan oleh virus, kuman atau bakteri. Faktor hormon, lingkungan dan genetik adalah sebagai pemicu penyakit lupus. Keterbatasan fisik yang mudah lelah, sensitif terhadap perubahan suhu, kekauan sendi, nyeri tulang belakang dan pembuluh darah yang mudah pecah sering dialami oleh penderita lupus. Penderita lupus dapat mengalami rasa letih yang berlebihan, penampilan fisik yang berubah karena efek dan pengobatan yang bisa menyebabkan kebotakan, muncul ruam pada wajah dan pembengkakan pada kaki. 2.1.2 Etiologi Lupus Menurut (Hikmah & Rendi, 2018) penyebab lupus dibagi menjadi 2 faktor, antara lain :

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Lupus

    2.1.1 Definisi Lupus

    Lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan

    system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem

    tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara

    jaringan tubuh sendiri dan organisme asing misalnya, bakteri dan virus karena

    autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi

    tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi

    yang terikat pada antigen di dalam jaringan (Mansyur, 2012).

    Menurut Laeli (2016) Lupus merupakan penyakit autoimun yang bukan

    disebabkan oleh virus, kuman atau bakteri. Faktor hormon, lingkungan dan

    genetik adalah sebagai pemicu penyakit lupus. Keterbatasan fisik yang mudah

    lelah, sensitif terhadap perubahan suhu, kekauan sendi, nyeri tulang belakang

    dan pembuluh darah yang mudah pecah sering dialami oleh penderita lupus.

    Penderita lupus dapat mengalami rasa letih yang berlebihan, penampilan fisik

    yang berubah karena efek dan pengobatan yang bisa menyebabkan kebotakan,

    muncul ruam pada wajah dan pembengkakan pada kaki.

    2.1.2 Etiologi Lupus

    Menurut (Hikmah & Rendi, 2018) penyebab lupus dibagi menjadi 2 faktor,

    antara lain :

  • 11

    a) Faktor Genetik

    Jumlah, usia, dan usia anggota keluarga yang menderita penyakit autoimun

    menentukan frekuensi autoimun pada keluarga tersebut. Pengaruh riwayat

    keluarga terhadap terjadinya SLE pada individu tergolong rendah, yaitu 3-18%.

    Faktor genetik dapat mempengaruhi keparahan penyakit dan hubungan familial

    ini ditemukan lebih besar pada kelaurga dengan kondisi sosial ekonomi yang

    tinggi.

    b) Faktor Lingkungan

    Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya SLE antara lain: 1)

    Hormon, Hormon estrogen dapat merangsang sistem imun tubuh dan SLE

    sering terjadi pada perempuan dan terjadi pasa usia reporduktif dimana

    terdapat kadar estrogen yang tinggi. 2) Obat-obatan, beberapa obat dapat

    menyebabkan terjadinya gangguan sistem imun melalui mekanisme molecular

    mimicry, yaitu molekul obat memiliki struktur yang sama dengan molekul di

    dalam tubuh sehingga menyebabkan gangguan toleransi imun. 3) Infeksi,

    infeksi dapat memicu respon imun dan pelepasan isi sel yang rusak akibat

    infeksi dan dapat meningkatkan respon imun sehingga menyebabkan penyakit

    autoimun. 4) Paparan sinar ultraviolet, adanya paparan sinar ultraviolet dapat

    menyebabkan kerusakan dan kematian sel kulit dan berkaitan dengan

    fotosensitivitas pada SLE.

    2.1.3 Gejala Lupus

    Menurut Sharon Moore (2013) gejala umum pada penderita lupus

    meliputi :

    1) Kelelahan

  • 12

    2) Rasa nyeri, sebagian besar penderita lupus terkena flu dan radang sendi

    (artritis) pada saat yang sama dan mengalami sakit disertai nyeri hebat pada

    lokasi tertentu

    3) Ruam-ruam, penderita lupus mengalami bermacam jenis ruam yang paling

    umum adalah ruam kupu-kupu, yang juga disebut ruam malar, ruam tersebut

    terasa panas, gatal, dan berdarah kalau dibiarkan

    4) Rambut rontok

    5) Demam

    6) Nyeri dada, Rasa nyeri hebat yang disebabkan peradangan pada lapisan

    jantung dan paru-paru adalah gejala tipikal lupus

    7) Tangan dan kaki dingin, Sebagian besar tangan dan kaki penderita lupus

    tidak pernah hangat atau yang disebut sindrom Raynaud yaitu ujung-ujung jari

    tangan dan kaki berubah menjadi biru kalau dingin

    8) Kemarahan premenstruasi

    9) Mata kering & mulut kering, banyak penderita lupus mengalami sindrom

    Sjogren, yang terjadi ketika zat-zat autoantibodi menyerang kelenjar yang

    memproduksi air liur dan cairan yang melumasi mata

    10) Mudah luka, pada penderita lupus jumlah platelet darah menurun karena

    terserang zat-zat antibodi sendiri

    11) Edema, bengkak di sekitar mata, engkel, atau kaki bisa menjadi tanda

    penyakit lupus

    12) Depresi.

    Menurut Pusdatin (2017) menjelaskan bahwa gejala lupus tanpa melihat

    jenis kelamin, meliputi : Keletihan; sakit kepala; nyeri atau bengkak sendi;

    demam; anemia; nyeri dada ketika menarik nafas panjang; ruam kemerahan

  • 13

    pada pipi hingga hidung, polanya seperti kupu-kupu; sensitive terhadap cahaya

    atau cahaya matahari; rambut rontok sampai kebotakan; perdarahan yang tidak

    biasa; jari-jari berubah kebiruan ketika dingin; sariawan dimulut atau koreng

    dihidung.

    2.1.4 Tingkat Keparahan Lupus

    Menurut Wicaksono (2012) Tingkat keparahan penyakit lupus berat yang

    mengenai organ vital dalam tubuh seperti :

    1. Jantung, meliputi Endokarditis Libman-Sacks, Vaskulitis Arteri Koronaria,

    Miokariditis, Tamponade Jantung, Hipertensi, Maligna.

    2. Paru-paru, meliputi Hipertensi Pulmonal, Perdarahan Paru, Pneumonitis,

    Emboli Paru, Infark Paru, Ibrosis Interstisial, Shrinking Lung.

    3. Ginjal, meliputi Nefritis Proliferatif atau Membranous

    4. Neurologi, meliputi Kejang, Acute Confusional State, Koma, Stroke, Mielopati

    Transversa, Mononeuritis, Polineuritis, Neuritis Optik, Psikosis, Sindroma

    Demielinasi.

    5. Hematologi, meliputi Anemia Hemolitik, Neutropenia

    (Leukosit

  • 14

    sementara sebelum akhirnya kambuh lagi. Gejala ringan SLE terutama rasa

    nyeri dan lelah berkepanjangan yang dapat menghambat aktifitas sehari-

    hari.sehingga para penderita SLE dapat merasa tertekan, depresi, cemas

    meski hanya mengalami gejala ringan.SLE belum dapat disembuhkan, tujuan

    pengobatan adalah untuk mendapatkan remisi panjang dan mengurangi

    tingkat gejala serta mencegah kerusakan organ pada penderita SLE.

    2. Lupus Erytematosus Kutaneus (Cutaneus Lupus Erythematosus (CLE))

    CLE dapat dikenali dari ruam yang muncul pada kulit dengan berbagai

    tampilan klinis. Pada lupus jenis ini dapat didiagnosis dengan melakukan

    pemeriksaan penunjang biopsi pada ruam. Pada gambaran biopsi terlihat

    adanya infiltrasi sel inflamasi dan endapan komplek imun pada batas

    dermoepidermal yang dikenal dengan lupus band.

    3. Lupus Imbas Obat

    Efek samping obat berbeda-beda setiap orang. Terdapat 100 jenis obat yang

    dapat menyebabkan efek samping yang mirip dengan gejala lupus pada

    orang-orang tertentu. Gejala lupus akibat obat umumnya akan hilang jika

    berhenti mengkonsumsi obat tersebut sehingga tidak perlu menjalani

    pengobatan khusus. Tetapi perlu diperhatikan untuk berkonsultasi terlebih

    dahulu sebelum memutuskan untuk berhenti mnegkonsumsi obat.

    4. Sindroma Overlap, Undifferentiated Conective Tissue Disease dan Mixed Conective

    Tissue Disease.

    Pada sebagian penderita LES ditemukan juga manifestasi klinis lain yang

    memenuhi kriteria diagnostic penyakit autoimun lain seperti artritis

    rheumatoid, scleroderma, atau myositis.

  • 15

    2.1.6 Mekanisme Lupus

    Mekanisme lupus sebagai penyebab SLE adalah faktor genetik. Beberapa

    gen yang paling penting dalam kejadian SLE adalah yang terdapat pada Major

    Histocompatibility Complex (MHC). Gen ini berhubungan dengan respon imun

    pada sel limfosit T, sel B, Mikrofag dan sel dendritik, karena mengkode peptide

    pada molekul reseptor di permukaan sel (Rahman & Isenberg, 2008).

    Penyebab lupus adalah disfungsional system imun. Pada orang sehat, sel-

    sel limfositnya memiliki permukaan yang tertutup molekul glikoform dan

    protein komplemen yang akan membentuk struktur glikoprotein. Pada

    penderita SLE, sel-sel ini kehilangan struktur glikoprotein tertentu, sehingga

    bentuk permukaan sel menjadi berbeda dibandingkan dengan sel-sel sehat yang

    mengakibatkan sel-sel imun melakukan kesalahan dengan menganggap sel-sel

    tubuhnya sendiri sebagai musuh dan melakukan penyerangan pada sel tubuh

    itu sendiri. Hal tersebut yang menyebabkan gejala-gejala seperti peradangan

    kulit dan sendi, kelelahan yang ekstrim dan kerusakan ginjal. Organ yang paling

    banyak terpengaruh pada penderita SLE adalah ginjal dan kulit. Pada ginjal

    penderita lupus terdapat antibody yang mengikuti DNA ganda yang berasal

    dari tubuh sendiri. Reaksi ini adalah reaksi autoimun, dan antibody anti Double

    Stranded DNA (anti DS-DNA) ini telah diteliti dan terdapat pada 70% pasien

    lupus. Antibodi ini juga menyebaban kerusakan jaringan-jaringan tubuh lain

    terutama karena sifatnya yang menyerang inti sel.

    2.1.7 Penatalaksanaan Lupus

    Penatalaksanaan penderita lupus adalah untuk meningkatkan dan

    mempertahankan kualitas hidup agar pasien lupus dapat hidup normal tanpa

  • 16

    hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tatalaksana umum yang harus

    dilakukan menurut Pusdatin (2017) antara lain :

    1. Hindari aktifitas fisik yang berlebih

    2. Hindari merokok

    3. Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi inflamasi

    4. Hindari stress dan trauma fisik

    5. Diet khusus sesuai organ yang terkena

    6. Hindari pajanan sinar matahari secara langsung, khususnya UV pada jam

    10.00 sampai jam 15.00

    7. Gunakan pakaian tertutup dan gunakan tabir surya minimal SPF 30PA++

    sebelum keluar rumah

    8. Hindari pajanan lampu UV

    9. Hindari pemakaian kontrasepsi atau obat yang mengandung hormone

    estrogen

    10. Kontrol obat secara teratur

    11. Minum obat tepat waktu dan teratur

    2.2 Penerimaan Diri

    2.2.1 Definisi Penerimaan Diri

    Penerimaan diri merupakan sikap dalam menilai diri dan keadaannya

    secara objektif, menerima kelebihan dan kelemahannya. Menerima diri berarti

    telah menyadari, memahami dan menerima apa adanya dengan disertai

    keinginan dan kemampuan untuk selalu mengembangkan diri sehingga dapat

    menjalani hidup dengan baik dan penuh tanggung jawab (Paramita, 2012).

    Menurut Mitra (2014) menjelaskan bahwa penerimaan diri sebagai pengenalan

  • 17

    terhadap kemampuan pribadinya dan prestasinya, bersamaan dengan

    penerimaan terhadap keterbatasan dirinya, rendahnya penerimaan diri dapat

    menimbulkan gangguan emosional.

    2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

    Menurut Mitra (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri

    antara lain:

    1. Pemahaman diri (self understanding)

    Pemahaman diri yang dimaksud yaitu timbul adanya kesempatan seseorang

    untuk mengenali kemampuan dan ketidakmampuannya. Individu yang dapat

    memahami dirinya sendiri tidak akan hanya tergantung dari kemampuan

    intelektualnya saja, tetapi juga pada kesempatannya untuk penemuan diri

    sendiri, maksudnya semakin orang dapat memahami dirinya maka semakin

    ia dapat menerima dirinya.

    2. Harapan yang realistis (realistic expectations)

    Harapan yang realistis dapat timbul jika individu menentukan sendiri

    harapannya dengan disesuaikan dengan pemahaman dengan

    kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai

    tujuannya dengan memiliki harapan yang realistic, maka akan semakin besar

    kesempatan tercapainya harapan itu, dan hal ini menimbulkan kepuasan diri

    yang merupakan hal penting dalam penerimaan diri.

    3. Tidak adanya hambatan lingkungan (absence of environmental obstacles)

    Tidak adanya hambatan lingkungan yang dimaksud adalah jika seorang

    sudah memiliki harapan yang realistic, tetapi jika lingkungan disekitarnya

  • 18

    tidak memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi, maka harapan

    individu tersebut akan sulit tercapai.

    4. Tingkah laku sosial yang sesuai (favorable social attitudes)

    Tidak menimbulakn prasangka karena adanya penghargaan terhadap

    kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan

    lingkungan.

    5. Tidak adanya stress emosional (absence of severe emotional stress)

    Akan tercapainya individu yang dapat bekerja sebaik mungkin dan merasa

    bahagia.

    6. Kenangan akan keberhasilan (Preponderance of successes)

    Keberhasilan yang dialami individu akan dapat menimbulkan penerimaan

    diri dan sebaliknya jika kegagalan yang dialami individu akan mengakibatkan

    adanya penolakan diri.

    7. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik

    (Identification with well adjustes people); perspektif diri (self perspective)

    Individu yang mengidentifikasikan dengan individu yang memiliki

    penyesuaian diri yang baik akan dapat membangun sikap-sikap yang positif

    terhadap terhadap diri sendiri, dan bertingkah laku dengan baik yang

    menimbulkan penilaian diri yang baik dan penerimaan diri yang baik.

    8. Pola asuh masa kecil yang baik (good childhood training)

    Seorang anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang

    sebagai individu yang dapat menghargai dirinya sendiri.

    9. Konsep diri yang stabil (stable self concept).

    Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil, akan sulit

    menunjukkan pada orang lain.

  • 19

    Selain itu terdapat aspek yang terkandung dalam penerimaan diri diantaranya

    adalah pengetahuan diri, penerimaan diri pantulan (reflectes self acceptance),

    penerimaan diri dasar (basic self acceptance), pembandingan antara yang real dan

    ideal (real-ideal comparison), pengungkapan diri, penyesuaian diri, memanfaatkan

    potensi secara efektif.

    2.2.3 Tahapan penerimaan diri

    Menurut Citra (2015) dalam (Taylor, 1999) ada lima tahap reaksi emosi, ketika

    seseorang beradaptasi dengan penyakit yang akan menyebabkan kematian.

    Tahapan penerimaan diri ada lima, yaitu:

    1. Penyangkalan (Denial)

    Penyangkalan adalah system pertahanan dimana seseorang berusaha

    menghindari implikasi yang ditimbulkan oleh penyakit dan biasanya

    berlangsung dalam beberapa hari.Saat seseorang mengetahui dirinya

    terdiagnosis penyakit serius, mereka tidak mempercayainya, menjadi

    gelisah, menyangkal dan gugup.Penyangkalan merupakan bentuk

    pertahanan diri yang primitive dan biasanya tidak ernah berhasil karena

    hanya berfungsi sesaat dan menimbulkan kecemasan.

    2. Kemarahan (Anger)

    Kemarahan merupakan kondisi sulit yang akan dihadapi oleh keluarga dan

    teman disekelilingnya, dimana keluarga juga menjadi merasa bersalah akan

    kondisi tersebut. Keluarga dan teman pasien harus memahami bahwa

    pasien tidak betul-betul marah pada meraka, tetapi marah pada kondisi

    kesehatannya. Pada paenderita lupus pasien berusaha mempertanyakan, “

    mengapa harus saya yang menderita penyakit ini?” karena setiap orang pasti

    memiliki peluang untuk menderita penyakit kronis semacam lupus. Pasien

  • 20

    lupus juga memiliki ketakutan yang beralasan misalnya “Apakah saya

    mampu menjalani kehidupan dengan penyakit ini?”, “Bisakah saya menjaga

    diri?”.Hal tersebut dapat memicu timbulnya rasa marah pada penderita

    lupus.

    3. Tawar-menawar (Bergaining)

    Tawar –menawar untuk mendapat sesuatu yang lebih seringkali berbentuk

    kesepakatan dengan Tuhan, dimana penderita lupus menyetujui atau

    sepakat untuk terikat dalam suatu aktivitas religi atau setidaknya

    meninggalkan kegoisannya demi kesehatan dan umur panjang.

    4. Depresi (Depression)

    Depresi merupakan perasaan tidak berdaya dan putus asa.Hal tersebut

    dicirikan dengan kehilangan atau meningkatnya nafsu makan, sering

    menangis, tidur tidak nyenyak, kehilangan harga diri, kurang konsentrasi,

    kurang minat sosial, ragu-ragu, dan kehilangan minat terhadap dunia

    luar.Penderita lupus harus menjalani masalah dengan kondisi fisik,

    psikologis dan stress emosional yang berkelanjutan.Perasaan yang

    umumnya timbul dan menjadi factor terjadinya depresi adalah perasaan

    takut mati, merasa tidak berharga, tidak bisa merawat diri sendiri dan

    ketergantungan terhadap orang lain, serta menyalahkan diri sendiri.

    5. Penerimaan (Acceptance)

    Pada penderita lupus yang dapat menerima dirinya akan lebih mudah untuk

    memahami keadaan dirinya, memiliki harapan, dan tujuan dalam hidupnya,

    dan dengan keinginan tersebut diharapkan dapat mewujudkan

    keinginannya.

  • 21

    2.2.4 Ciri-ciri penerimaan diri

    Menurut Citra (2015) ciri-ciri penerimaan diri antara lain: mampu

    mengendalikan emosi, berfikir positif dan realistis, mengenal kelebihan dan

    kekurangan diri sendiri, mampu menempatkan diri, optimis dalam menjalani

    hidup, tidak mengharapkan belas kasihan orang lain.

    Menurut Sari (2012) menjelaskan bahwa ciri-ciri penerimaan diri antara

    lain: memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menjalani kehidupan,

    menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan

    individu lain, tidak ada anggapan aneh atau abnormal terhadap diri sendiri dan

    tidak ada harapan ditolak oleh orang lain, menyadari dan tidak merasa malu

    akan keadaan dirinya, bertanggung jawab atas segala perbuatannya, menerima

    pujian atau celaan atas dirinya secara objektif, dan tidak menyalahkan atas

    keterbatasan yang ada ataupun pengingkaran kelebihan.

    2.3 Penerimaan diri pada Penderita Lupus

    Individu yang memiliki penyakit kronis dan tidak dapat disembuhkan

    seperti penyakit Lupus ini, seringkali merasa dirinya diasingkan, merasa dirinya

    tidak berharga, merasa tidak dapat diterima oleh lingkungannya, merasa rendah

    diri, marah, kecewa, malu, emosi, lebih sensitif dan bersikap tertutup serta

    perasaan negatif lainnya (Nugraha, 2015).

    Berbagai macam tekanan, baik fisik maupun psikis yang dapat

    mengakibatkan timbulnya penolakan pada diri penderita, dimana penderita

    tidak dapat menerima kenyataan yang terjadi yang sedang dialaminya.Tidak

    jarang, individu yang menderita penyakit lupus dapat mengalami stres atau

    depresi. Individu yang memiliki penyakit seperti ini biasanya memiliki

  • 22

    penerimaan diri yang kurang baik. Akibatnya penerimaan diri dengan keadaan

    penyakit lupus menjadi persoalan.

    Penerimaan diri individu dengan Lupus dapat diartikan sebagai sikap

    untuk menilai diri dan keadaannya secara objektif, menerimasegala yang ada

    pada dirinya termasuk kelebihan dan kelemahannya (Syarif, 2010). Penerimaan

    diri juga dapat meningkatkan penilaian diri yang akan memberikan kontribusi

    pada dirinya sendiri mengenai tanggung jawab atas kondisi yang dialaminya

    serta tidak mencela apalagi menyalahkan orang lain. Individu yang menerima

    dirinya akan mengetahui potensinya dan mereka akan dapat memanfaatkan

    potensinya terlepas dari kelemahan yang dimilikinya karena mengalami Lupus

    (Paramita & Margareta, 2013). Penerimaan diri juga dapat dikatakan sebagai

    pengetahuan tentang diri yang melibatkan proses seseorang dalam menghadapi

    kenyataan dan keadaan hidupnya.

    Individu yang memiliki penerimaan diri yang kurang baik biasanya

    disebabkan karena mereka tidak memiliki keyakinan akan kemampuannya

    untuk menghadapi persoalan dan merasa dirinya tidak berharga dan tidak

    berguna bagi orang lain, dan akibatnya mereka juga akan kesulitan melakukan

    penyesuaian diri dengan kondisi sakitnya. Hal ini akantampak pada kesulitan

    mereka untuk melakukan kepatuhan minum obat, melakukan kontrol

    pemeriksaan dan tes kesehatan dan dalam mengerjakan berbagai penyesuaian

    diri dan lingkungan pasca diagnosa Lupus.

    Penyesuaian diri dengan Lupus sendiri dapat diartikan sebagai berbagai

    macam respon yang dikeluarkan individu sebagai usaha mengatasi penyakitnya

    dalam bentuk pengelolaan berbagai hambatan, rintangan, konflik, frustasi dan

    memenuhi kebutuhan individu tersebut, baik itu yang berasal dari dalam

  • 23

    maupun lingkungan tempat individu itu berada, yang akhirnya dapat

    memunculkan suatu kepuasan dan tercapainya keseimbangan dalam diri

    individu atau lingkungan. Penyesuaian diri dengan kondisi lupus merupakan

    suatu proses mental yang dipakai untuk merespon ataupun menghadapi

    kesukaran baik tuntutan dari dalam diri sebagai penderita lupus maupun

    tantangan dari dunia sekitar, sehingga odapus dapat mencapai suatu keselarasan

    dan kebahagiaan.

    Kebahagiaan sendiri dapat dicapai hanya jika orang tersebut puas terhadap

    apa yang telah dia capai dan dapat selama ini. Oleh sebab itu, individu dengan

    lupus harus menerima keadaan dirinya sendiri serta tetap berpikir secara

    realistis tentang keberadaan dan keadaan dirinya.Semakin individu menyayangi

    dirinya, maka dia juga akan semakin mampu menerima dirinya. Penerimaan diri

    tidak berarti puas dengan dirinya sendiri, tetapi lebih pada kemauan untuk

    menghadapi kenyataan dan kondisi kehidupan, baik yang sifatnya

    menyenangkan maupun yang tidak.