bab i pendahuluaneprints.kwikkiangie.ac.id/864/2/31160180 - jessica gracia - bab 1.pdfbab i...

16
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan beberapa hal diantaranya latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, batasan penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang masalah memuat alasan peneliti memilih judul serta topik penelitian serta membahas berbagai fenomena yang terjadi sesuai dengan topik penelitian. Selanjutnya, peneliti akan mengidentifikasi masalah apa saja yang muncul dan masalah apa saja yang akan dibahas dalam penelitian. Kemudian, peneliti menentukan batasan masalah dan batasan penelitian untuk mempersempit masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Yang kelima adalah rumusan masalah yang merupakan fokus utama dalam penelitian ini. Berikutnya ada tujuan penelitian di mana penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban untuk pertanyaan- pertanyaan pada identifikasi masalah. Dan pada sub bab terakhir, akan diuraikan manfaat penelitian bagi berbagai pihak yang terkait dengan penelitian ini. A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, perkembangan perekonomian di dunia semakin modern dan berkembang sangat pesat sehingga membuat batas-batas negara menjadi hampir tidak ada. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan multinasional bersaing untuk memperkuat bisnisnya dengan cara melakukan berbagai investasi serta transaksi internasional yang meliputi dua negara yang berbeda. Ada banyak investasi dan transaksi internasional yang dilakukan oleh perusahaan multinasional salah satunya adalah mendirikan anak dan cabang perusahaan di berbagai negara. Pendirian anak dan cabang perusahaan di negara lain bertujuan untuk memperkuat aliansi strategis serta

Upload: others

Post on 01-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan beberapa hal diantaranya latar belakang

    masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, batasan penelitian, rumusan masalah, tujuan

    penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang masalah memuat alasan peneliti memilih

    judul serta topik penelitian serta membahas berbagai fenomena yang terjadi sesuai dengan

    topik penelitian. Selanjutnya, peneliti akan mengidentifikasi masalah apa saja yang muncul

    dan masalah apa saja yang akan dibahas dalam penelitian.

    Kemudian, peneliti menentukan batasan masalah dan batasan penelitian untuk

    mempersempit masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Yang kelima adalah

    rumusan masalah yang merupakan fokus utama dalam penelitian ini. Berikutnya ada tujuan

    penelitian di mana penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban untuk pertanyaan-

    pertanyaan pada identifikasi masalah. Dan pada sub bab terakhir, akan diuraikan manfaat

    penelitian bagi berbagai pihak yang terkait dengan penelitian ini.

    A. Latar Belakang Masalah

    Pada era globalisasi saat ini, perkembangan perekonomian di dunia semakin

    modern dan berkembang sangat pesat sehingga membuat batas-batas negara menjadi

    hampir tidak ada. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan multinasional bersaing untuk

    memperkuat bisnisnya dengan cara melakukan berbagai investasi serta transaksi

    internasional yang meliputi dua negara yang berbeda. Ada banyak investasi dan transaksi

    internasional yang dilakukan oleh perusahaan multinasional salah satunya adalah

    mendirikan anak dan cabang perusahaan di berbagai negara. Pendirian anak dan cabang

    perusahaan di negara lain bertujuan untuk memperkuat aliansi strategis serta

  • 2

    mengembangkan pangsa pasar. Namun, di sisi lain pendirian anak dan cabang

    perusahaan menyebabkan perusahaan multinasional menghadapi berbagai macam

    permasalahan salah satunya adalah perbedaan kebijakan atau peraturan perpajakan di

    setiap negara yang menyebabkan perbedaan tarif pajak di setiap negara. Umumnya,

    perusahaan multinasional akan memilih untuk mendirikan anak dan cabang

    perusahaannya di negara-negara yang memiliki kebijakan pajak yang lebih ringan

    daripada negaranya atau yang biasa disebut dengan negara surga pajak (tax haven

    country). Dengan adanya tax haven country ini, akan menyebabkan perusahaan

    melakukan berbagai cara untuk menghindari pajak. Maka dari itu, untuk melakukan

    penghindaran pajak, perusahaan multinasional mengambil keputusan berupa beberapa

    kebijakan salah satunya adalah kebijakan Transfer Pricing.

    Transfer Pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga

    transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi

    keuangan yang dilakukan oleh perusahaan. Transfer pricing dapat dibedakan menjadi

    dua yaitu penentuan harga transfer antardivisi yang masih dalam satu perusahaan dan

    penentuan harga transfer atas transaksi antarperusahaan yang memiliki hubungan

    istimewa. Metode penentuan harga transfer untuk transaksi yang dilakukan antardivisi

    yang masih berada dalam perusahaan yang sama dinamakan intra-company transfer

    pricing. Sedangkan metode penentuan harga transfer antarperusahaan yang memiliki

    hubungan istimewa disebut dengan inter-company transfer pricing. Inter-company

    transfer pricing sendiri dapat digolongkan menjadi domestic transfer pricing dan

    international transfer pricing. Perbedaan keduanya adalah domestic transfer pricing

    dilakukan antarperusahaan yang berada di negara yang sama sedangkan international

    transfer pricing dilakukan antarperusahaan yang berkedudukan di negara yang berbeda

    (Setiawan, 2014).

  • 3

    Pada awalnya, praktik transfer pricing ini dikenal dalam akuntansi manajemen

    sebagai kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antardivisi

    dalam suatu perusahaan dengan tujuan hanya untuk menilai kinerja dari masing-masing

    divisi atau departemen di dalam perusahaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa mulanya

    praktik transfer pricing ini merupakan praktik yang legal dalam perdagangan intra-

    perusahaan atau antar-perusahaan di suatu negara. Namun, seiring berjalannya waktu

    praktik transfer pricing ini sering kali digunakan perusahaan menjadi salah satu upaya

    perencanaan pajak untuk menghindari pajak dengan cara meminimalkan beban pajak

    yang harus ditanggung oleh perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya

    meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta biaya

    suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada

    perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda (Nurhayati, 2013).

    Dalam lingkungan perusahaan multinasional akan timbul transaksi hubungan

    istimewa di mana terjadi transaksi antar sesama anggota perusahaan atau dalam satu grup

    (intra-group transaction). Hal ini dapat menimbulkan indikasi dilakukannya praktik

    transfer pricing untuk penghindaran pajak perusahaan, di mana perusahaan akan

    menetapkan harga jual secara tidak wajar karena kekuatan pasar tidak berlaku apa

    adanya. Dan juga beberapa perusahaan menyusun transaksi transfer pricing ini dengan

    sedemikian rupa sehingga laba perusahaan dapat dialihkan dan dilaporkan pada negara

    yang memiliki pajak rendah dan biaya dicatat di negara dengan pajak tinggi (Waworuntu

    & Hadisaputra, 2016). Oleh karena itu, perusahaan multinasional akan mendapatkan

    keuntungan dari laba yang dilaporkan di perusahaan yang memiliki hubungan istimewa

    di negara dengan tarif pajak rendah atau negara yang berstatus tax haven country serta

    dari beban pajak yang di catat di negara dengan tarif pajak tinggi yang lebih tinggi.

  • 4

    Peraturan tentang transfer pricing ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 36

    Tahun 2008 Pasal 18 mengenai Pajak Penghasilan. Hubungan istimewa yang dimaksud

    di atas terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (4) yang

    menerangkan bahwa hubungan istimewa antara wajib pajak badan dapat terjadi karena

    kepemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainya sebanyak 25%

    (dua puluh lima persen) atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% (dua puluh

    lima persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Sedangkan menurut PSAK

    7, pihak-pihak dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai

    kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas

    pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional. Sementara untuk

    wajib pajak perseorangan, dapat dikatakan bahwa hubungan istimewa terjadi karena

    hubungan keluarga sedarah dalam garis lurus atau kesamping satu derajat. Hubungan

    istimewa yang dimaksud dapat mengakibatkan kekurangwajaran harga, biaya, atau

    imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha (Suandy, 2011:70).

    Aturan lebih lanjut dan detail tentang transfer pricing juga terdapat dalam

    Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011. Di dalam aturan tersebut disebutkan

    pengertian arm’s length principle yaitu harga atau laba atas transaksi yang dilakukan

    oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa ditentukan oleh kekuatan

    pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar. Tidak hanya

    itu, Dirjen Pajak juga telah mengeluarkan aturan lebih lanjut terkait dengan transfer

    pricing yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016

    tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib

    Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan

    Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya (news.ddtc.co.id).

    https://engine.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-dirjen-pajak-per-32pj2011https://engine.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-213pmk-032016http://www.news.ddtc.co.id/

  • 5

    Penerapan transfer pricing dalam rangka penghindaran pajak menimbulkan

    permasalahan bagi otoritas pajak dalam upayanya memaksimalkan penerimaan negara

    dari sektor pajak. Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Pajak, Indonesia berpotensi

    kehilangan 1.300 Triliun Rupiah akibat dari praktek transfer pricing. Bahkan lebih

    dipertegas lagi menurut informasi internal Dirjen Pajak bahwa kehilangan tersebut

    kebanyakan akibat adanya pembayaran Bunga, Royalti serta Intragroup Service,

    sehingga Dirjen Pajak percaya bahwa dengan menyetop pembayaran tersebut negara

    sudah tidak perlu menambah utang lagi (Haeruman, 2014).

    Hal di atas menyebabkan pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak

    menyelenggarakan Forum Nasional Transfer Pricing 2019 (Fornas TP 2019) yang

    digelar selama dua hari di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta. Penyelenggaraan kegiatan

    ini dilatarbelakangi oleh semakin maraknya transaksi lintas negara yang berpotensi

    melakukan penyalahgunaan harga transfer serta penanganan kasus-kasus harga transfer

    yang kurang komprehensif dan sistemik. Direktur Perpajakan Internasional, Poltak

    Maruli John Liberty Hutagaol menyatakan bahwa salah satu alasan tidak tercapainya

    target penerimaan pajak adalah karena praktik penggerusan pajak melalui harga transfer

    yang disebabkan oleh ribuan perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak

    membayar pajak karena terus menerus rugi. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

    Madya Batam Achmad Amin selaku ketua panitia menjelaskan tiga tujuan yang ingin

    dicapai dari Fornas TP ini yaitu terciptanya kesadaran dari semua pemangku kepentingan

    terutama unit vertikal dan unit terkait di KPDJP mengenai risiko penggerusan pajak

    karena harga transfer. Fornas TP 2019 juga menghadirkan Andrew Auerbach,

    perwakilan Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) yang

    menyoroti ekonomi digital yang berkembang dengan sangat cepat dan menisbikan batas

    wilayah antar negara. Otoritas pajak perlu menyiapkan peraturan serta sarana dan

  • 6

    prasarana yang memadai untuk menangani transaksi semacam itu. Andrew juga

    menjelaskan bahwa OECD telah menerbitkan “OECD TP Guidelines” yaitu suatu

    panduan dalam memahmi karakteristik harga transfer dan penanganannya yang dapat

    digunakan sebagai acuan untuk menyusun kebijakan terkait penanganan harga transfer

    (www.kemenkeu.go.id).

    Banyak praktik transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional

    seperti contohnya adalah yang dilakukan oleh Cameco (Canadian Mining and Energy

    Corporation) yaitu salah satu perusahaan uranium terbesar di dunia yang menghasilkan

    hampir seperlima dari uranium di dunia, di mana sengketa ini menjadi salah satu

    sengketa terbesar yang pernah terjadi di Kanada. Pada tahun 2016, pimpinan dari

    Cameco menghadiri sidang banding di pengadilan pajak atas sengketa transfer pricing

    yang senilai C$2,2 miliar atau Rp21,7 triliun yang melibatkan anak perusahaannya di

    Swiss. Cameco dilaporkan mendirikan anak perusahaannya di Swiss sejak tahun 1999

    dengan perjanjian jangka panjang untuk menjual uranium dengan harga sekitar $10

    sampai harga tertingginya sebesar $130 per pon. Sedangkan, saat itu uranium

    diperdagangkan pada harga $30 per pon. Direktur Komunikasi Cameco, Gord Struthers

    mengatakan pendirian anak perusahaan di Swiss dengan tujuan untuk membeli uranium

    pada tingkat harga yang lebih murah merupakan praktik bisnis yang wajar dan sah saja

    untuk dilakukan. Struthers menambahkan bahwa mayoritas pelanggan Cameco berada

    di luar Kanada, sehingga Cameco mendirikan perusahaan offshore dalam bidang

    pemasaran. Seperti dilansir dalam TP week, anak perusahaan ini didirikan untuk

    menandatangani perjanjian pembelian dan penjualan serta perjanjian dalam pasokan

    uranium dengan pihak ketiga. Pada tanggal 5 Oktober 2016, Cameco juga dikabarkan

    melangsungkan sidang banding di Toronto dengan lembaga penerimaan negara Kanada

    http://www.kemenkeu.go.id/

  • 7

    (Canadian Revenue Agency/CRA) untuk sengketa transfer pricing yang diduga sebagai

    wadah perusahaan dalam menghindari pembayaran pajaknya (news.ddtc.co.id).

    Praktik transfer pricing juga pernah dilakukan oleh perusahaan Indonesia yaitu

    PT. Adaro Energy, Tbk. PT. Adaro Energy, Tbk (ADRO) menjual batu bara ke Coaltrade

    Services International Pte. Ltd. yang merupakan salah satu perusahaan milik grup Adaro

    yang berbasis di Singapura di mana dapat dikatakan bahwa Singapura adalah surga pajak

    bagi Indonesia karena Singapura memiliki tarif pajak yang lebih rendah dari Indonesia

    yaitu sebesar 17%. Harga transfer batu bara tersebut berada dibawah harga pasar, lalu

    oleh Coaltrade batubara ini dijual kembali sesuai dengan harga pasar. Praktik transfer

    pricing ini sangat merugikan Indonesia, karena pendapatan dan laba pada PT. Adaro

    Indonesia menjadi lebih rendah dengan adanya indikasi penghindaran pajak yang oleh

    Adaro yaitu memindahkan sejumlah laba yang didapatkan dari batu bara yang ditambang

    di Indonesia ke jaringan perusahaan luar negerinya. Dan menurut Laporan Global

    Witness: Jaringan Perusahaan Luar Negeri PT. Adaro ini mengungkapkan bahwa sejak

    2009-2017 PT. Adaro melalui salah satu anak perusahaanya di Singapura, Coaltrade

    Services International ini telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa

    membayar pajak US$ 125 juta dolar lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan

    di Indonesia. PT. Adaro berhasil mengurangi tagihan pajaknya di Indonesia yang berarti

    mengurangi pemasukan bagi pemerintah Indonesia sebesar hampir US$ 14 juta setiap

    tahunnya (www.cnbcindonesia.com).

    Ada banyak sekali faktor-faktor baik faktor keuangan dan faktor non keuangan

    yang mempengaruhi agresivitas transfer pricing sebuah perusahaan. Salah satu

    faktornya adalah perpajakan. Perencanaan pajak perusahaan multinasional memiliki

    tujuan utama yaitu meminimalkan beban pajak seluruh dunia bagi perusahaan. Tarif

    pajak penghasilan badan besarnya ditentukan oleh masing-masing negara, hal ini

    http://www.news.ddtc.co.id/http://www.cnbcindonesia.com/

  • 8

    memungkinkan terjadinya variasi tarif pajak penghasilan badan antara satu negara

    dengan negara lain sehingga menciptakan insentif bagi perusahaan multinasional untuk

    memanfaatkan perbedaan tarif pajak penghasilan badan dengan cara menekankan pajak

    globalnya sehingga laba globalnya meningkat. Banyak cara yang dilakukan oleh

    perusahaan dalam menghindari pajak salah satunya dengan melakukan kebijakan

    transfer pricing. Oleh karena itu, beban pajak penghasilan badan yang semakin besar

    akan meningkatkan tingkat agresivitas transfer pricing perusahaan dengan harapan dapat

    meminimalkan pembayaran pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Refgia (2017)

    menyatakan bahwa semakin tinggi tarif pajak suatu negara maka akan semakin besar

    kemungkinan perusahaan memanipulasi agar mengalihkan penghasilannya kepada

    perusahaan di negara yang memiliki tarif pajaknya lebih sedikit. Beberapa peneliti

    sebelumnya telah melakukan penelitian tentang hubungan beban pajak terhadap tingkat

    agresivitas transfer pricing pada perusahaan multinasional, diantaranya Yuniasih et al.

    (2012), Noviastika et al. (2016), Nugroho et al. (2018) dan Kusumasari et al. (2018)

    membuktikan bahwa pajak berpengaruh pada keputusan perusahaan untuk melakukan

    transfer pricing. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saraswati et al.

    (2017), yang membuktikan bahwa pajak berpengaruh positif terhadap indikasi

    melakukan transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

    Indonesia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Marfuah & Azizah (2014), Rosa

    et al. (2017) serta Yulia et al. (2019) menemukan bahwa pajak berpengaruh negatif

    signifikan terhadap keputusan transfer pricing. Terdapat persamaan dengan penelitian

    yang dilakukan oleh Putri (2019) yang menyimpulkan bahwa pajak penghasilan

    berpengaruh negatif dan signifikan terhadap transfer pricing. Berkaitan dengan

    perbedaan hasil tersebut, penelitian ini kembali menguji pengaruh pajak penghasilan

    badan terhadap agresivitas transfer pricing.

  • 9

    Faktor lain yang berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing adalah ukuran

    perusahan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan

    perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva

    atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah

    penjualan. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan

    tersebut telah mencapai tahap kedewasaan di mana dalam tahap ini arus kas perusahaan

    sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif

    lama. Selain itu, hal ini juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan

    lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang lebih

    kecil. Semakin besar aset suatu perusahaan dapat disimpulkan bahwa kompleksitas yang

    dimiliki perusahaan juga bertambah luas, termasuk pengambilan keputusan-keputusan

    yang dilakukan oleh manajemen. Ukuran perusahaan dapat digunakan untuk

    menentukan banyak sedikitnya praktik transfer pricing pada perusahaan. Ukuran

    perusahaan akan sangat penting bagi investor karena akan berhubungan dengan risiko

    investasi yang dilakukan perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa

    perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan di mana dalam tahap ini arus kas

    perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu

    yang relatif lebih lama (Kiswanto & Purwaningsih, 2014). Ukuran perusahaan dapat

    didefinisikan sebagai upaya penilaian besar atau kecilnya sebuah perusahaan. Pada

    umumnya penelitian di Indonesia menggunakan total aset sebagai proksi dari ukuran

    perusahaan. Semakin besar ukuran dari sebuah perusahaan maka dapat dikatakan bahwa

    semakin tinggi tingkat agresivitas transfer pricing sebuah perusahaan. Beberapa peneliti

    sebelumnya seperti Richardson et al. (2013), Waworuntu & Hadisaputra (2016), serta

    Rezky et al. (2018) menunjukan mengatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

    positif terhadap transfer pricing. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Refgia (2017),

  • 10

    Ramadhan & Kustiani (2017), Nugroho et al. (2018), serta Yulia et al. (2019)

    menunjukkan hasil yang bertentangan dan menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak

    berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing yang artinya besar kecilnya ukuran

    sebuah perusahaan tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat agresivitas transfer pricing

    sebuah perusahaan.

    Tax haven countries merupakan sebuah negara-negara yang memberikan fasilitas

    kepada Wajib Pajak negara lain dan penghasilannya dari Wajib Pajak negara lain

    tersebut dapat diarahkan ke negara yang tergabung dalam negara surga pajak. Tax haven

    country dapat mengenakan pajak atau tidak mengenakan pajak kepada perusahaan,

    memiliki hukum atau praktik administrasi yang mencegah pertukaran efektif informasi

    antara otoritas pajak dan tingkat transparansi yang kurang pada keuangan dan pengaturan

    pajak termasuk peraturan, hukum, dan ketentuan-ketentuan administratif dan akses ke

    catatan keuangan. Pemanfaatan tax haven country adalah usaha yang dilakukan oleh

    perusahaan untuk mendirikan usahanya di negara-negara yang menyediakan fasilitas

    pajak agar dapat melakukan penghindaran pajak. Dharmapala (2014) berargumentasi

    bahwa tax haven country adalah lokasi dengan tarif pajak yang sangat rendah dan atribut

    pajak lainnya yang didesain untuk menarik investor asing. Tax haven country umumnya

    digunakan oleh perusahaan untuk menghindari beban pajak dengan mengalihkan

    pendapatan kena pajak ke negara yang bertarif pajak rendah. Selanjutnya, penelitian

    yang dilakukan oleh Desai et al. (2005) juga menunjukkan bahwa perusahaan

    multinasional di Amerika yang mendirikan operasinya di tax haven countries untuk

    menghindari pajak internasional. Richardson et al. (2013) menemukan bahwa kewajiban

    pajak Amerika Serikat yang lebih rendah untuk perusahaan multinasional Amerika

    Serikat dikarenakan kehadiran hukum pada surga pajak. Mereka menyimpulkan bahwa

  • 11

    ini menjadi bukti tidak langsung adanya transfer pricing oleh perusahaan melalui anak

    perusahaan yang didirikan pada negara tax haven.

    Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan & Kustiani (2017) tentang faktor-

    faktor penentu agresivitas transfer pricing menyatakan bahwa variabel tax haven country

    berpengaruh positif secara signifikan terhadap agresivitas transfer pricing yang artinya

    perusahaan yang memiliki transaksi dengan pihak berelasi di tax haven country memiliki

    kecenderungan yang lebih besar dalam melakukan agresivitas transfer pricing.

    Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Richardson et al. (2013) mengatakan bahwa

    ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, asset tidak berwujud dan multinationality

    secara signifikan berhubungan positif terhadap agresivitas transfer pricing setelah

    mengendalikan sektor industri. Sedangkan hasil dari regresi tambahan menunjukkan

    transfer pricing meningkat melalui aset tidak berwujud dan multinationality, tax haven

    utilization berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing serta adanya variabel

    kontrol yang digunakan yaitu sektor industri. Dalam penelitian Waworuntu &

    Hadisaputra (2016) yang melakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang

    mempengaruhi agresivitas transfer pricing, di mana hasil dari penelitian tersebut

    mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh positif sedangkan

    intangible asset dan multinationality berpengaruh negatif serta profitabilitas dan tax

    haven tidak menunjukkan hubungan dengan agresivitas transfer pricing.

    Selain tiga faktor di atas, agresivitas transfer pricing juga dipengaruhi oleh

    kualitas audit. Kualitas audit adalah segala kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor

    mengaudit laporan keuangan klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang

    terjadi dalam laporan keuangan auditan (Dewi, 2016). Audit harus dilakukan oleh orang

    yang kompeten dan independen. Oleh karena itu, diperlukan adanya proses audit yang

    dilakukan oleh auditor. Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus atau tidaknya suatu

  • 12

    pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Dalam melakukan audit, hal yang terpenting

    dalam pelaksanaannya adalah transparansi yang merupakan salah satu unsur dari Good

    Corporate Governance (GCG). Transparansi terhadap pemegang saham dapat dicapai

    dengan melaporkan hal-hal terkait perpajakan pada pasar modal dan pertemuan para

    pemegang saham. Peningkatan transparansi terhadap pemegang saham dalam hal pajak

    semakin dituntut oleh otoritas publik (Sartori, 2010). Karena asumsi adanya implikasi

    dari perilaku pajak yang agresif, perusahaan akan mengambil posisi agresif dalam hal

    pajak dan akan mencegah tindakan tersebut. Menurut Rosa et al. (2017), kualitas audit

    juga didasarkan pada pertimbangan yang mencakup beberapa unsur yang ada dalam

    Good Corporate Governance (GCG) yaitu keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan

    keberlanjutan. Kualitas audit sering kali dikaitkan dengan reputasi auditor yang

    berhubungan dengan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Kantor Akuntan Publik

    yang dinilai terpercaya dan terintegrasi oleh masyarakat adalah Price Waterhouse

    Cooper (PWC), Ernst & Young (EY), Deloitte, dan KPMG atau yang biasa disebut

    sebagai KAP Big Four.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mayanta (2018) menunjukkan hasil

    bahwa kualitas audit berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan transfer pricing.

    Demikian pula dengan penelitian yang di lakukan oleh Rosa et al. (2017) yang

    menunjukkan bahwa kualitas audit berpengaruh positif terhadap transfer pricing.

    Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Noviastika et al. (2016) menjelaskan

    bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik transfer pricing

    dengan arah positif dan juga penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al. (2018)

    menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik

    transfer pricing.

  • 13

    Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian

    mengenai faktor yang berpengaruh terhadap tingkat agresivitas transfer pricing. Faktor

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak Penghasilan Badan, Ukuran

    Perusahaan, Tax Haven Country, dan Kualitas Audit. Berdasarkan hal di atas, maka

    penulis akan melakukan penelitian Skripsi dengan judul “Pengaruh Pajak Penghasilan

    Badan, Ukuran Perusahaan, Tax Haven Country, dan Kualitas Audit terhadap

    Agresivitas Transfer Pricing pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

    Periode 2016-2018”.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Apakah pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    3. Apakah tax haven country berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    4. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    5. Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    6. Apakah tunneling incentive berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    7. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    8. Apakah leverage berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    9. Apakah mekanisme bonus berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    10. Apakah intangible assets berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

  • 14

    C. Batasan Masalah

    Dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki peneliti, serta

    agar penelitian dapat dilakukan dengan lebih terfokus, maka peneliti membatasi masalah

    yang akan diteliti sebagai berikut:

    1. Apakah pajak penghasilan badan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    3. Apakah tax haven country berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    4. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap agresivitas transfer pricing?

    D. Batasan Penelitian

    Berdasarkan batasan masalah di atas, agar penelitian lebih terpusat, maka peneliti

    membatasi penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:

    1. Objek Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di

    Bursa Efek Indonesia (BEI).

    2. Waktu Penelitian

    Perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun

    2016-2018.

    3. Unit Analisis

    Unit analisis yang diteliti adalah pajak penghasilan badan, ukuran perusahaan, tax

    haven country, kualitas audit dan agresivitas transfer pricing yang datanya dapat

    dilihat langsung dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang meliputi neraca,

    laporan laba-rugi, dan catatan atas laporan keuangan yang disajikan dalam mata uang

  • 15

    rupiah selama periode penelitian. Data laporan tahunan terdapat pada situs

    www.idx.co.id atau pada situs resmi masing-masing perusahaan.

    E. Rumusan Masalah

    Berdasarkan batasan masalah yang telah dibahas di atas, maka peneliti

    merumuskan masalah menjadi “Apakah terdapat pengaruh pajak penghasilan badan,

    ukuran perusahaan, tax haven country, dan kualitas audit terhadap agresivitas transfer

    pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-2018?”

    F. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini akan menguji faktor-faktor penentu yang mempengaruhi transfer

    pricing yang memiliki tujuan untuk:

    1. Membuktikan apakah pajak penghasilan badan berpengaruh positif terhadap

    agresivitas transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

    periode 2016-2018.

    2. Membuktikan apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap agresivitas

    transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-

    2018.

    3. Membuktikan apakah tax haven country berpengaruh positif terhadap agresivitas

    transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-

    2018.

    4. Membuktikan apakah kualitas audit berpengaruh positif terhadap agresivitas

    transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2016-

    2018.

    http://www.idx.co.id/

  • 16

    G. Manfaat Penelitian

    Dari penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat untuk berbagai pihak,

    manfaatnya antara lain:

    1. Bagi Peneliti

    Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Akuntansi di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie dan juga penelitian ini

    diharapkan mampu memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan baru untuk penulis

    di bidang perpajakan terutama mengenai transfer pricing.

    2. Bagi Pembaca

    Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris serta

    pengetahuan tambahan mengenai praktik transfer pricing di perusahaan-perusahaan

    yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

    3. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Penelitian ini dapat menjadi acuan dan pedoman untuk peneliti selanjutnya

    dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam mengenai praktik transfer

    pricing.

    4. Bagi Perusahaan

    Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengambil

    keputusan terutama dalam menjalankan kebijakan perpajakan yang salah satunya

    adalah kebijakan transfer pricing.