bab i-iii kedpkteran komunitas

Upload: ardian-pratiaksa

Post on 02-Jun-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    1/26

    LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

    BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

    SKENARIO III: BERHUTANG PADA TETANGGA UNTUK BEROBAT

    KE DOKTER

    NAMA TUTOR :

    Drs. Hudiyono, M.S.

    OLEH :

    KELOMPOK B-9

    1. Ahadina Rahma Zulardi G0011008

    2. Aulia Nadhiasari G0011046

    3. Deyona Annisa Putri G0011072

    4. Firdausul Marifah G0011094

    5. Lauraine W.Sinuraya G0011126

    6. Safitri Dwi Martanti G0011188

    7. Wuryan Dewi M. A. G0011212

    8. Ardian Pratiaksa G0011034

    9. I Kadek Rusjaya G0011110

    10.

    Ristyadita Yuniandri G0011178

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2014

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    2/26

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Kesehatan tidak hanya merupakan hak warga tetapi juga merupakan

    barang investasi yangmenentukan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi

    negara. Karena itu negara berkepentingan agar seluruh warganya sehat

    (Health forAll), sehingga ada kebutuhan untuk melembagakan pelayanan

    kesehatan semesta. Ada dua isu mendasar untuk mewujudkan tujuan

    pelayanan kesehatan dengan cakupan semesta, yaitu bagaimana cara

    membiayai pelayanan kesehatan untuk semua warga, dan bagaimana

    mengalokasikan dana kesehatan untuk menyediakan pelayanan kesehatan

    dengan efektif, efisien, dan adil.

    Sistem pembiyaan yang tepat untuk suatu negara adalah sistem yang

    mampu mendukung tercapainya cakupan semesta. Cakupan semesta (universal

    coverage) merupakan system kesehatan di mana setiap warga masyarakat

    memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif,

    kuratif, dan rehabilitatif, yang bermutu dan dibutuhkan, dengan biaya yang

    terjangkau. Cakupan semesta mengandung dua elemen inti: (1) Akses

    pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga; dan (2)

    Perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan.

    B. RUMUSAN MASALAH

    1.

    Apa pengaruh faktor lingkungan terhadap sakit Pak Parno?

    2.

    Mengapa tetangga pak Parno bias berobat tanpa membayar pada

    dokter?

    3.

    Mengapa perlu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat?

    4. Bagaimana hubungan kerjasama PT. Askes sebagai BPJS dengan

    dokter?

    5. Bagaimana prinsip asuransi kesehatan dan alasan perlunya asuransi?

    6.

    Bagaimana pengelola asuransi kesehatan dan peran layanan kesehatan?

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    3/26

    7.

    Apakah itu kapitasi?

    8. Apa jenis-jenis metode pembiayaan kesehatan?

    9. Bagaimana sistem dalam Jaminan Kesehatan Nasional?

    C. TUJUAN

    1. Mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap sakit Pak Parno.

    2. Mengetahui penyebab tetangga pak Parno bias berobat tanpa

    membayar pada dokter.

    3. Mengetahui manfaat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

    4.

    Mengetahui hubungan kerjasama PT. Askes sebagai BPJS dengan

    dokter.

    5. Mengetahui prinsip asuransi kesehatan dan alasan perlunya asuransi.

    6.

    Mengetahui pengelola asuransi kesehatan dan peran layanan

    kesehatan.

    7. Mengetahui sistem pembayaran kapitasi.

    8.

    Mengetahui jenis metode pembiayaan kesehatan.

    9.

    Mengetahui sistem dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

    D. MANFAAT

    1. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap sakit

    Pak Parno.

    2.

    Mahasiswa mampu mengetahui penyebab tetangga pak Parno bias berobat

    tanpa membayar pada dokter.

    3.

    Mahasiswa mampu mengetahui manfaat menerapkan perilaku hidup bersih

    dan sehat.

    4. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan kerjasama PT. Askes sebagai

    BPJS dengan dokter.

    5. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip asuransi kesehatan dan alasan

    perlunya asuransi.

    6. Mahasiswa mampu mengetahui pengelola asuransi kesehatan dan peran

    layanan kesehatan.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    4/26

    7.

    Mahasiswa mampu mengetahui sistem pembayaran kapitasi.

    8. Mahasiswa mampu mengetahui jenis metode pembiayaan kesehatan.

    9. Mahasiswa mampu mengetahui sistem dalam Jaminan Kesehatan

    Nasional.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    5/26

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Ketentuan Umum Peserta BPJS

    1. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling

    singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.

    2.

    Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau

    anggota keluarganya. Setiap peserta berhak untuk memperoleh Jaminan

    Kesehatan yang bersifat komprehensif (menyeluruh yang terdiri dari:

    a. Pelayanan kesehatan pertama, yaitu Rawat Jalan Tingkat Pertama

    (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP).

    b.

    Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu Rawat Jalan

    Tingkat Lanjutan (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL).

    c. Pelayanan persalinan.

    d.

    Pelayanan gawat darurat.e. Pelayanan ambulan bagi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar

    fasilitas kesehatan.

    f.

    Pemberian kompensasi khusus bagi peserta di wilayah tidak tersedia

    fasilitas kesehatan memenuhi syarat.

    3. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan

    kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan

    kebutuhan medik sesuai dengan standar pelayanan medik.

    4. Fasilitas kesehatan (Faskes) adalah fasilitas kesehatan yang digunakan

    dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik

    promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

    Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.

    B. Aturan Kepesertaan BPJS.

    Peserta dan kepesertaan Jaminan Kesehatan diatur dalam Bab II, mulai

    dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Perpres Nomor 12 Tahun 2013.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    6/26

    Menurut Pasal 2 Perpres, Peserta Jaminan meliputi:

    1. Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang meliputi orang yang tergolong fakir

    miskin dan orang tidak mampu. Penetapan Peserta PBI Jaminan Kesehatan

    dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,dalam

    hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang PBI Jaminan

    Kesehatan.

    2. Bukan PBI Jaminan Kesehatan,yaitu orang yang tidak tergolong fakir

    miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

    a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya;

    b.

    Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya;dan

    c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

    Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tidak membatasi jumlah anggota keluarga

    yang menjadi Peserta Jaminan Kesehatan.

    Ketentuan tersebut diatas berbeda dengan Pasal 20 ayat (1) UU SJSN yang

    menentukan Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah

    membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Kemudian pada ayat

    (2) ditentukan Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan

    kesehatan.

    Pada ayat (3) ditentukan Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota

    keluarga yang lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.

    Dari Penjelasan ayat (3) dapat disimpulkan bahwa UU SJSN membatasi

    anggota keluarga peserta yang berhak menerima manfaat jaminan kesehatan

    paling banyak 5(lima)orang yaitu suami/istri dan paling banyak 3 (tiga) orang

    anak sah, karena anak ke empat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua dapat

    diikutsertakan dengan menambah iuran.

    Perlu ditambahkan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat(6) Perpres,

    warga Negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam bulan)

    termasuk dalam kelompok Pekerja Penerima Upah dan Pekerja Bukan

    Penerima Upah.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    7/26

    Sedangkan Jaminan kesehatan bagi warga Negara Indonesia yang bekerja

    di luar negeri, menurut Pasal 4 ayat (7) Perpres diatur dengan peraturan

    perundang-undangan tersendiri.

    C. Rincian Kelompok Peserta

    Rincian masing-masing kelompok Peserta Jaminan Kesehatan bukan PBI

    Jaminan Kesehatan diatur dalam Pasal 4 Perpres,sebagai berikut.

    1. Pekerja Penerima Upah terdiri atas:

    a. Pegawai Negeri Sipil;

    b. Anggota TNI;

    c.

    Anggota Polri;

    d. Pejabat Negara;

    e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

    f.

    Pegawai swasta; dan

    g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang

    menerima Upah.

    Tidak jelas dalam Perpres apakah pegawai tidak tetapyang diangkat

    pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(3)

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Kepegawaian sebagimana

    diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 termasuk Pekerja

    Penerima Upah atau tidak.

    2. Pekerja Bukan Penerima Upah terdiri atas:

    a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;dan

    b.

    Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan Penerima Upah.

    3. Bukan Pekerja terdiri atas:

    a. Investor;

    b. Pemberi Kerja;

    c. penerima pensiun;

    d.

    Veteran;

    e. Perintis Kemerdekaan;dan

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    8/26

    f.

    Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e

    yang mampu membayar Iuran.

    g. Perpres juga mengatur secara rinci siapa yang dimaksud dengan

    penerima pensiun yang dikelompokkan ke dalam kelompok Peserta

    Bukan Pekerja.

    D. Anggota Keluarga Pekerja Penerima Upah

    Anggota keluarga Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan dari Pekerja

    Penerima Upah, menurut Pasal 5 ayat (1) Perpres meliputi:

    1. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

    2.

    Anak kandung,anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,

    dengan criteria:

    a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan

    sendiri; dan

    b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua

    puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

    Perpres tidak mengatur siapa yang dimaksud dengan anggota keluarga dariPeserta Bukan PBI dari Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja.

    Pada ayat (2) ditentukan Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat

    mengikut sertakan anggota keluarganya yang lain.

    Tidak ada penjelasan siapa yang dimaksud dengan anggota keluarganya

    yang lain. Juga tidak ditentukan masalah penambahan iuran bagi Peserta yang

    ingin mengikut sertakan anggota keluarganya yang lain,sebagaimana diatur

    dalam pasal 20 ayat(3) UU SJSN.

    Mengenai siapa yang dimaksud dengan anggota keluarga yang lain

    dapat ditemukan dalam Penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU SJSN sebagai

    berikut: Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang lain dalam

    ketentuan ini adalah anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    9/26

    E. Kepesertaan Wajib dan Pentahapan Kepesertaan

    Menurut Pasal 6 ayat (1) Perpres, ditentukan bahwa kepesertaan Jaminan

    Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup

    seluruh penduduk.

    Pentahapan kepertaan Jaminan Kesehatan menurut ayat (2), dilakukan

    sebagai berikut:

    1.

    Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014 paling sedikit meliputi:

    a.

    PBI Jaminan Kesehatan;

    b.

    Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian

    Pertahanan dan anggota keluarganya;

    c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota

    keluarganya;

    d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero(Persero) Asuransi

    Kesehatan Indonesia dan anggota keluarganya;dan

    e.

    Peserta Jaminan Pemeliharaan kesehatan Perusahaan Persero(Persero)Jaminan Sosial tenaga Kerja(Jamsostek) dan anggota keluarganya.

    Perpres tidak mencantumkan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Markas

    Besar TNI sebagai Peserta Jaminan Kesehatan tahap pertama.

    Juga tidak ada penjelasan apakah anggota TNI/Polri dan anggota

    keluarganya sebagaimana dimaksud diatas adalah sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b UU BPJS serta Peserta Jamsostek yang

    dimaksud diatas adalah Peserta yang dialihkan sesuai dengan ketentuan Pasal

    61 huruf a UU BPJS

    2. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai

    Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

    Perpres tidak mengatur rincian kegiatan yang harus dilakukan oleh BPJS

    Kesehatan untuk mencapai universal coveragepada tahun 2019.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    10/26

    Selain itu, juga tidak ada pendelegasian untuk penyususunanroad map

    menuju universal coverageJaminan Kesehatan.

    F. Peserta yang Mengalami PHK dan Cacat Total Tetap

    Menurut Pasal 7 ayat(1) Perpres, Peserta yang mengalami PHK tetap

    memperoleh hak Manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak

    di PHK tanpa membayar iuran.

    Pada ayat (2) ditentukan, Peserta yang terkena PHK dan telah bekerja

    kembali wajib memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran.

    Ketentuan ini menimbulkan persoalan, terutama yang berkaitan dengan

    ketentuan membayar iuran. Apakah iuran dibayar oleh Peserta yang

    mengalami PHK dan telah bekerja kembali atau iuran bagi mereka dibayar

    oleh Pemberi Kerja dan/atau Pekerja .

    Dalam hal Peserta yang terkena PHK tidak bekerja kembali dan tidak

    mampu, berhak menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan, demikian ditentukanpada ayat (3).

    Kemudian Pasal 8 ayat (1) Perpres menentukan, Peserta Bukan PBI

    Jaminan Kesehatan yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu,

    berhak menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan.

    Pada ayat (2) ditentukan, penetapan cacat total tetap dilakukan oleh dokter

    yang berwenang.

    Tidak jelas siapa yang dimaksud dengan dokter yang berwenang. Apakah

    dokter yang merawatnya, atau dokter yang ditunjuk oleh BPJS Kesehatan atau

    oleh Menteri?

    G. Perubahan Status Kepesertaan

    Perubahan status kepesertaan dari Peserta PBI Jaminan Kesehatan

    menjadi bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan, menurut Pasal 9 ayat (1)

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    11/26

    Perpres dilakukan melalui pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan membayar

    iuran pertama.

    Perubahan status kepesertaan sebagaiman tersebut diatas tidak

    mengakibatkan terputusnya Manfaat Jaminan Kesehatan.

    Ketentuan tersebut diatas secara teknis operasional belum jelas. Paling

    tidak ada tiga hal yang memerlukan pengaturan yang rinci dan operasional.

    Pertama, siapa atau instansi mana yang berwenang menentukan

    perubahan status kepesertaan seseorang?

    Kedua, bagaimana tata cara penilaiannya dan penghapusan namanya dari

    daftar kepesertaan sebelumnya?

    Ketiga, siapa yang melakukan pendaftaran dan membayar iuran pertama,

    apakah Peserta yang bersangkutan atau Pemberi Kerja/dan atau Pekerja yang

    bersangkutan dalam hal yang bersangkutan Pekerja Penerima Upah?

    Perubahan status kepesertaan dari bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan

    menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan, menurut Pasal 9 ayat (3) Perpres

    dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Jamsos,

    2013).

    H. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

    1.

    Fasilitas Kesehatan

    Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat

    pertama adalah:

    a.

    Rawat Jalan Tingkat Pertama

    b.Puskesmas atau yang setara;

    c.

    praktik dokter;

    d.praktik dokter gigi;

    e. klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat

    pertama milik TNI/POLRI;dan

    f.

    Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    12/26

    2.

    Rawat Inap Tingkat Pertama

    Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat inap.

    I. Cakupan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

    1.

    Rawat Jalan Tingkat Pertama

    a. Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta

    untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas

    kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas

    kesehatan tingkat pertama;

    b.pelayanan promotif preventif, meliputi:

    1)

    kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan;

    Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit

    penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan

    perilaku hidup bersih dan sehat.

    2). Imunisasi dasar;

    Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG),

    Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan

    Campak.

    3). keluarga berencana;

    a) Pelayanan keluarga berencana meliputi konseling, kontrasepsi

    dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang

    membidangi keluarga berencana.

    b) Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar

    menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah

    daerah.

    c) BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian

    vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam

    kapitasi, kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan

    Suntik di daerah perifer.

    4) skrining kesehatan

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    13/26

    a) Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan

    selektif.

    b) Pelayanan skrining kesehatan ditujukan untuk mendeteksi risiko

    penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit

    tertentu

    5) penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.

    c.

    pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

    d.

    tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;

    e.

    pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

    f.pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama;

    g.pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi ;

    h.

    upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi termasuk

    penanganan komplikasi KB paska persalinan;

    i. rehabilitasi medik dasar.

    2.

    Pelayanan Gigia. Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta

    untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas

    kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas

    kesehatan tingkat pertama

    b.Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

    c.

    Premedikasi

    d.kegawatdaruratan oro-dental

    e.pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)

    f.

    pencabutan gigi permanen tanpa penyulit

    g.obat pasca ekstraksi

    h. tumpatan komposit/GIC

    i.

    skeling gigi (1x dalam setahun)

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    14/26

    3.

    Rawat Inap Tingkat Pertama

    Cakupan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan cakupan

    pelayanan rawat jalan tingkat pertama dengan tambahan akomodasi bagi

    pasien sesuai indikasi medis.

    4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis

    Pelayanan transfusi darah di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat

    dilakukan pada kasus:

    a. Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan

    b. Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien

    c.

    Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit lain setelah mendapat

    rekomendasi dari dokter Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

    J. Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran

    1.

    Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan

    denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran

    yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang

    dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi

    Kerja.

    2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan

    Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen)

    per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6

    (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang

    tertunggak

    K. Penghentian Pelayanan Kesehatan

    1.

    Bagi Pekerja Penerima Upah, jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran

    lebih dari 3 (tiga) bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan sementara.

    2. Bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja, jika terjadi

    keterlambatan pembayaran Iuran lebih dari 6 (enam) bulan, maka

    pelayanan kesehatan dihentikan sementara (BPJS Kesehatan, 2014)

    L. Manfaat Promotif Preventif BPJS

    Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    15/26

    1. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan

    mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan

    sehat.

    2. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis

    Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.

    3. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi,

    dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga

    berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar

    disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

    4. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk

    mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko

    penyakit tertentu. (Kemenkes RI, 2013)

    M.Sistem Pembiayaan Kesehatan Indonesia

    Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem

    yaitu:

    1. Fee for Service ( Out of Pocket)

    Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan

    layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada

    pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit)

    mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin

    banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.

    Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada

    sistem pembiayaan kesehatan secaraFee for Service ini. Dari laporan World

    Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat

    Indonesia masih bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4%

    yang dapat mengikuti sistemHealth Insurance(WHO, 2009). Kelemahan

    sistemFee for Serviceadalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi

    pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubunganAgency

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    16/26

    Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk

    pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan

    dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar

    pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien.

    Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan

    volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih

    banyak.

    2. Health Insurance

    Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak

    ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem

    health insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose

    Related Group (DRG system).

    Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan

    kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta

    untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagiPPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu

    lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di

    muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost)

    tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM

    (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah

    menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan

    kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai

    ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu

    terjaga dan biaya terjangkau.

    Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh

    dengan system kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan

    dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat

    dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana

    yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini,

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    17/26

    jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan

    menjadi pemasukan bagi PPK.

    Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat

    terjadinyaunderutilizationdimana dapat terjadi penurunan kualitas dan

    fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-

    besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam system ini,

    maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan,

    terdapat kelebihan system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien

    (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu,

    PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan

    multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan

    promotif kesehatan.

    Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan

    sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan

    dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang

    selama ini berlaku. Namun, mengapa hal ini belum dapat dilakukan

    sepenuhnya oleh Indonesia? Tentu saja masih ada hambatan dan tantangan,

    salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi

    kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan dalam

    UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

    Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi

    dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar

    rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya

    pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana

    penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka

    yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar

    lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang

    masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia.

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    18/26

    Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama

    dalam pembiayaan pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang

    ada pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun

    sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan

    pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang komprehensif,

    yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan

    kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi

    pelayanan kesehatan di Indonesia.

    N.

    Sistem Kapitasi di Indonesia dan Manfaatnya

    Penggunaan model pembiayaan secara health insurancedi Indonesia yang

    diimplementasikan dalam JKN memiliki prinsip untuk membagi resiko (Risk

    Sharing) dengan PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan) dengan dilakukannya

    pembayaran pra-upaya (pre-payment) baik itu dalam sistem kapitasi maupun

    sistem DRG-INA CBGs.

    e

    Gambar. Prinsip Penyelenggaran sistemHealth Insurancedi Indonesia

    Sistem Kapitasi mengandung arti sebagai cara perhitungan berdasar

    jumlah kepala/kapita yang terikat dalam ketentuan tertentu. Sistem kapitasi

    juga merupakan pembayaran di depan (pre-payment) oleh suatu lembaga

    kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggota

    lembaga tersebut.

    Besar biaya yang diterima = Jumlah Anggota x Satuan Biaya (Unit Cost)

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    19/26

    Harga satuan (Unit Cost) adalah harga rata- rata pelayanan kesehatan per

    kapita yang disepakati oleh kedua belah pihak untuk diberlakukan dalam

    jangka waktu tertentu. Unit cost dipengaruhi oleh : 1) bentuk masalah

    kesehatan, 2) jenis pelayanan kesehatan yang diberikan, 3)tingkat penggunaan

    pelayanan kesehatan.

    Sementara itu, untuk biaya anggota per bulan berlaku rumus :

    Angka utilisasi merupakan angka yang menunjukkan penggunaan

    pelayanan kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh : 1) Karakteristik populasi, 2)

    sifat sistem pelayanan, 3) manfaat yang ditawarkan, 4) kebijakan asuransi.

    Dalam sistem kapitasi, prinsip risk sharing yang telah disebutkan

    sebelumnya berarti kesepakatan Lembaga dengan PPK dalam hal :

    1. PPK menerima pembayaran di muka secara kapitasi dan wajib

    memberikan pelayanan kesehatan sesuai kontrak.

    2.

    PPK sepakat untuk menangani resiko finansial yang disebabkan

    penggunaan berlebihan dan turut mendapat sebagian keuntungan yang

    didapat pada akhir masa kapitasi.

    Dari kesemua hal di atas, dapat disarikan beberapa alasan/ manfaat dalam

    penggunaan sistem kapitasi, yaitu :

    1. Ada jaminan tersedianya anggaran untuk pelayanan kesehatan.

    2. Ada dorongan untuk merangsang perencanaan yang baik dalam pelayanan

    kesehatan sehingga dapat dilakukan :

    a. Pengendalian biaya kesehatan

    b. Pengendalian tingkat penggunaan pelayanan kesehatan

    c.

    Efisiensi biaya : dengan penyerasian antara promotif, preventif dengan

    kuratif, rehabilitatif.

    d. Rangsangan menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu.

    e.

    Peningkatan pendapatan PPK bermutu.

    Biaya anggota per bulan = (angka utilisasi tahunan x biaya satuan)/ 12

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    20/26

    f.

    Peningkatan kepuasan anggota yang akan menjamin tersedianya

    kesehatan masyarakat (Ismi, 2013).

    O. Sistem DRG/ INA-CBGs di Indonesia

    Menurut Perpres No. 12 Tahun 2013 Pasal 39 Ayat 3, BPJS Kesehatan

    melakukan pembayaran kepada Fasilitasi Kesehatan Tingkat Lanjutan

    berdasarkan cara Indonesian Case Based Groups (INA CBGs).

    Di Indonesia, penggunaan INA-CBGs pada awalnya berlangsung sejak

    tahun 2008, dimana metode pembayaran prospektif ini masih dikenal dengan

    Casemix (case based payment), yangdigunakansebagai metode pembayaran

    pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sistem casemix

    adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri

    klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang

    mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software

    grouper. Sistem casemix sebenarnyapertama kali dikembangkan di Indonesia

    pada Tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis RelatedGroup). Implementasi pembayaran dengan INA-DRG dimulai pada 1

    September 2008 pada 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1 Januari 2009

    diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk program

    Jamkesmas (Permenkes No.27 Tahun 2014).

    Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari

    INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG

    (Indonesia Case Based Group) seiring dengan perubahan grouper dari 3M

    Grouper ke UNU (United Nation University) Grouper. Dengan demikian,

    sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember 2013, pembayaran kepada

    Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam Jaminan kesehatan

    masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA-CBG. Sejak

    diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali

    perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif INA-CBG

    Tahun 2013 dan tarif INA-CBG Tahun 2014. Tarif INA-CBG mempunyai

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    21/26

    1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288

    kode grup/kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10

    untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Pengelompokan

    kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper UNU

    (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang dikembangkan

    oleh United Nations University (UNU) (Permenkes No.27 Tahun 2014).

    P. Pengaruh Lingkungan terhadap Penyakit

    Proses terjadinya penyakit dalam Clinical Epidemilogy sering dikenal

    sebagai Trias Penyebab Penyakit, yang terdiri dari Host (pejamu), Agent

    (faktor penyebab penyakit), dan Environment (lingkungan). Faktor lingkungan

    dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan biologis, atau lingkungan sosial

    ekonomi.

    1. Lingkungan fisik

    Antara lain suhu, kelembapan, ketinggian, angin, dan faktor geografik

    lainnya. Misalnya, negara tropis memiliki pola penyakit berbeda

    dengan negara beriklim dingin. Dalam satu negara pun, dapat terjadi

    perbedaan pola penyakit misalnya antara daerah pantai dengan daerah

    pegunungan.

    2. Lingkungan Biologis

    Adalah semua makhluk hidup yang terdapat di sekitar manusia, yaitu

    flora fauna, termasuk manusia. Misalnya, wilayah dengan karakteristik

    flora yang berbeda akan mempunyai pola penyakit yang berbeda pula.

    3. Lingkungan Sosial Ekonomi

    Yang termasuk dalam hal ini misalnya pekerjaan, urbanisasi,

    perkembangan ekonomi, dan bencana alam (Eko dan Dewi, 2003).

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    22/26

    Q. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan

    pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,

    keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi,

    memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan

    pengetahuan, sikap, dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advokasi),

    bina suasana (sosial support) dan pemberdayaan masyarakat

    (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan

    mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing dan

    masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga dan

    meningkatkan kesehatannya.

    Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan kesadaran dan

    kemauan masyarakat agar hidup sehat serta meningkatkan peran aktif

    masyarakat termasuk swasta dan dunia dalam upaya mewujudkan derajat

    hidup yang optimal. Ada lima tatanan PHBS yaitu rumah tangga, sekolah,

    tempat kerja, sarana kesehatan, dan tempat-tempat umum. Berikut 16

    indikator PHBS untuk tatanan rumah tangga:

    1. Tidak merokok di dalam rumah

    2.

    Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

    3. Imunisasi

    4. Penimbangan balita

    5.

    Gizi keluarga/sarapan

    6. Kepesertaan askes/JPKM

    7.

    Mencuci tangan pakai sabun

    8.

    Menggosok gigi sebelum tidur

    9. Aktivitas fisik teratur

    10.Ada jamban

    11.Ada air bersih

    12.Ada tempat samah

    13.Ada SPAL

    14.

    Ventilasi

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    23/26

    15.

    Kepadatan

    16.Rumah berlantai

    (TimField LabFK UNS, 2014)

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    24/26

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Pak Parno, 40 tahun seorang buruh bangunan harus berhutang kepada

    tetangganya, seorang pegawai negeri sipil untuk berobat. Beberapa hari yang lalu

    anak tetangga Pak Parno juga mengalami gejala serupa, namun tidak perlu

    membayar biaya berobat. Hal ini disebabkan perbedaan keikutsertaan asuransi

    kesehatan. Tetangga pak Parno yang seorang PNS secara otomatis telah mengikuti

    program asuransi kesehatan di mana premi langsung dibayar dari gaji yang

    diberikan. Sedangkan pak Parno belum mengetahui prosedur dan belum menjadi

    anggota asuransi kesehatan.

    Dokter Mia merupakan dokter keluarga yang memberikan pelayanan

    kesehatan terhadap peserta JKN. Pelayanan yang diberikan harus bersifat

    komprehensif, jadi tidak hanya memandang aspek kuratif dan rehabilitatif, tapi

    juga mengutamakan aspek promotif dan preventif. Oleh karena itu, dalam

    skenario ini dokter Mia juga menasihati Pak Parno untuk membersihkanlingkungan dari sarang nyamuk dan menrepkan PHBS yang bertujuan untuk

    melakukan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.

    Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan kesadaran dan

    kemauan masyarakat agar hidup sehat serta meningkatkan peran aktif masyarakat

    dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal. Terdapat 16 indikator

    utama PHBS dala tatanan rumah tangga, diantaranya adalan PSN dan anggota

    rumah tangga menjadi anggota JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). yMelalui

    hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diduga bahwa penyakit yang diderita pak

    Parno sama dengan yang diderita anak tetangganya dan ditularkan oleh vektor

    nyamuk. Oleh karena itu dokter Mia sebagai dokter keluarga menasihati pak

    Parno untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

    Dokter Mia adalah dokter keluarga yang telah dikontrak oleh PT Askes untuk

    meberikan pelayanan kesehatan terhadap peserta JKN. Dokter Mia berarti telah

    mendaftarkan diri sebagai rekan kerja PT Askes dan akan menerima dana

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    25/26

    sejumlah yang ditentukan sebagai biaya pelayanan kesehatan bagi anggota-

    anggota keluarga di bawah tanggung jawab dokter Mia. Anggota keluarga yang

    mendapatkan pelayanan tidak perlu membayar terhadap dokter mia. Namun

    keluarga tersebut berkewajiban membayar biaya iruan bulanan ke PT Askes.

    Sistem ini disebut sistem kapitasi.

    Adapun PT. Askes merupakan perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah

    untuk melaksanakan BPJS kesehatan. BPJS Kesehatan merupakan badan hukum

    yang dibentuk untuk menyelenggarakan program sosial. Badan ini dibentuk untuk

    melaksanakan JKN yang merupakan salah satu bagian dari Sistem Jaminan Sosial

    Nasional (SJSN).

  • 8/11/2019 Bab I-III kedpkteran komunitas

    26/26

    DAFTAR PUSTAKA

    BPJS Kesehatan. 2014. Panduan Layanan bagi Peserta BPJS. Diakses dari

    sappk.itb.ac.id-24 September 2014

    Budiarto E, Anggaraeni D (2003). Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Jakarta :

    EGC

    Fujiati I (2013). Sistem Kapitasi dalam Pembiayaan Pelayanan Dokter Keluarga

    (filetype: pdf).

    Idris F (2013). Pola Kerjasama BPJS Kesehatan- Rumah Sakit. disampaikan

    dalam Seminar Nasional XI PERSI dan Seminar Tahunan VII Patient

    Safety & Hospital Expo XXVI. Jakarta

    PP No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi

    Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan tingkat Pertama

    Milik Pemerintah

    Permenkes No. 27 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian CaseBase Group (INA CBGs)

    Tim Field Lab FK UNS. 2014. Modul Field Lab Semester V Komunikasi

    Informasi Edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Surakarta:

    FK UNS

    UU No 40 th 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional