bab i eksperimental quasi

12
BAB I LATAR BELAKANG Eksperimen dapat diartikan sebagai sebuah tes atau pengujian, atau juga dapat diartikan sebagai sebuah tes yang tidak terlalu tampak penyebabnya dan dapat diartikan pula sebagai percobaan atau manipulasi secara sengaja (Cook & Campbell, 1979). Percobaan tersebut dapat dilakukan dengan simulasi atau dengan tes secara riil. Namun tes secara riil dianggap lebih valid dibandingkan percobaan yang hanya dilakukan dengan menggunakan teknik simulasi. Di dalam melakukan percobaan tersebut dibutuhkan adanya efek perlakuan dengan menggunakan pembandingan dari satu percobaan dengan percobaan yang lain. Di dalam rancangan eksperimen, langkah yang dianggap terbaik adalah dengan menggunakan penugasan secara acak yang memiliki konsep penafsiran ceteris paribus (segala sesuatu yang lain bersifat sama). Tetapi hal tersebut seringkali sulit diimplementasikan jika obyek penelitian yang dikenai adalah manusia. Khususnya di bidang pendidikan yang hampir seluruh obyek penelitiannya adalah pelajar, maka penugasan secara acak sangat sulit diimplementasikan. Dengan melihat kepada fenomena tersebut, maka dibutuhkan sebuah teknik eksperimen lain yang tidak

Upload: vic-fuentes-scremo

Post on 01-Dec-2015

79 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Eksperimental Quasi

BAB I

LATAR BELAKANG

Eksperimen dapat diartikan sebagai sebuah tes atau pengujian, atau juga

dapat diartikan sebagai sebuah tes yang tidak terlalu tampak penyebabnya dan

dapat diartikan pula sebagai percobaan atau manipulasi secara sengaja (Cook &

Campbell, 1979). Percobaan tersebut dapat dilakukan dengan simulasi atau

dengan tes secara riil. Namun tes secara riil dianggap lebih valid dibandingkan

percobaan yang hanya dilakukan dengan menggunakan teknik simulasi.

Di dalam melakukan percobaan tersebut dibutuhkan adanya efek perlakuan

dengan menggunakan pembandingan dari satu percobaan dengan percobaan yang

lain. Di dalam rancangan eksperimen, langkah yang dianggap terbaik adalah

dengan menggunakan penugasan secara acak yang memiliki konsep penafsiran

ceteris paribus (segala sesuatu yang lain bersifat sama). Tetapi hal tersebut

seringkali sulit diimplementasikan jika obyek penelitian yang dikenai adalah

manusia. Khususnya di bidang pendidikan yang hampir seluruh obyek

penelitiannya adalah pelajar, maka penugasan secara acak sangat sulit

diimplementasikan.

Dengan melihat kepada fenomena tersebut, maka dibutuhkan sebuah teknik

eksperimen lain yang tidak menggunakan penugasan secara acak. Penugasan

secara acak umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik true experiment,

sedangkan alternatif teknik yang tidak menggunakan penugasan secara acak

disebut sebagai quasi experimental design (Scott & Usher, 2011). Teknik

eksperimen ini umumnya dilakukan jika peneliti tidak memiliki kendali penuh

terhadap obyek penelitian sehingga tidak mampu menerapkan penugasan obyek

secara acak.

Page 2: BAB I Eksperimental Quasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Quasi Experiment

Quasi experiment didefinisikan sebagai eskperimen yang memiliki

perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimen namun tidak menggunakan

penugasan acak untuk menciptakan perbandingan dalam rangka menyimpulkan

perubahan yang disebabkan perlakuan (Cook & Campbell, 1979). Jenis ini juga

seringkali disebut sebagai post-hoc research yang berarti bahwa peneliti dapat

melihat efek yang terjadi dari sebuah variabel setelah kejadian tertentu (Salkind,

2006:234). Quasi experiment sesungguhnya dapat dikatakan mirip dengan true

experiment jika dilihat dari pemanipulasian variabel independen yang dilakukan

(Ary et al, 2010:316). 

Beberapa perbedaan yang sangat signifikan dari quasi experiment bila

dibandingkan dengan true experiment adalah jika di dalam true experiment

digunakan untuk menguji sebab-akibat yang sesungguhnya dari sebuah hasil

relasi, sedangkan di dalam quasi experiment hanya melakukan pengujian tanpa

adanya kendali penuh didalamnya (Salkind, 2006:10; Levy & Ellis, 2011). Namun

hal ini bukan berarti bahwa peneliti sama sekali tidak memiliki kendali terhadap

obyek penelitian di dalam quasi experiment, tetapi yang dimaksudkan adalah

kendali yang dimiliki tidak mutlak bisa digunakan.

Beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh desain quasi experiment adalah

terlalu fokus terhadap kejadian yang tidak dapat diperkirakan dan tidak

berkelanjutan sehingga dapat mengaburkan tujuan jika terjadi perubahan yang

tidak terduga akibat faktor fenomena ekonomi atau perkembangan politik. Dan

juga kurang kuatnya pengukuran dalam hal asosiasi yang menjadikan beberapa

efek yang terjadi pengukurannya terbatas. Hal tersebut mengakibatkan beberapa

efek seringkali “tidak terlihat” pada saat pengukuran terjadi (Caporaso, 1973:31-

38).

Page 3: BAB I Eksperimental Quasi

Di dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia, penggunaan quasi

experiment sangat disarankan mengingat kondisi obyek penelitian yang seringkali

tidak memungkinkan adanya penugasan secara acak. Hal tersebut diakibatkan

telah terbentuknya satu kelompok utuh (naturally formed intact group), seperti

kelompok siswa dalam satu kelas. Kelompok-kelompok ini juga sering kali

jumlahnya sangat terbatas. Dalam keadaan seperti ini kaidah-kaidah dalam true

experiment tidak dapat dipenuhi secara utuh, karena pengendalian variabel yang

terkait subjek penelitian tidak dapat dilakukan sepenuhnya. Sehingga untuk

penelitian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pembelajaran,

direkomendasikan penggunaan teknik quasi experiment di dalam implementasinya

(Azam, Sumarno & Rahmat, 2006).

Tidak adanya pengacakan dalam menentukan subjek penelitian

memungkinkan untuk munculnya masalah-masalah yang terkait dengan validitas

eksperimen, baik validitas internal maupun eksternal. Akibatnya, interpreting and

generalizing hasil penelitian menjadi sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu,

pembatasan hasil penelitian harus diidentifikasi secara jelas dan subjek penelitian

perlu dideskripsikan. 

Secara umum, pelaksanaan penelitian dengan menggunakan teknik quasi

experiment dapat berhasil jika strategi berikut diterapkan didalamnya. Strategi

tersebut antara lain (Robson et al, 2001:30): menambahkan kelompok kontrol,

melakukan pengukuran sebelum dan sesudah implementasi yang didalamnya

dilakukan intervensi, secara bertahap memperkenalkan perlakuan terhadap

kelompok obyek, menambahkan prosedur terbalik terhadap tiap perlakuan di tiap

kelompok dan menggunakan pengukuran luaran tambahan.

Page 4: BAB I Eksperimental Quasi

2.2 Jenis Desain Quasi Experiment

Terdapat beberapa jenis desain di dalam implementasi quasi experiment,

yakni (Ary et al, 2010; Azam, Sumarno & Rahmat, 2006):

1) nonrandomized Control Group, Pretest–Posttest Design

Disebut juga sebagai non eqivalent control group design dan dianggap

sebagai desain yang paling banyak digunakan di dalam teknik quasi experiment

(Salkind, 2006:235). Desain ini mirip dengan pre-test-posttest di dalam true

experiment namun tidak memiliki penugasan acak didalamnya.Karena adanya

pretest, maka pada desain penelitian tingkat kesetaraan kelompok turut

diperhitungkan. Pretest dalam desain penelitian ini juga dapat digunakan untuk

pengontrolan secara statistik (statistical control) serta dapat digunakan untuk

melihat pengaruh perlakuan terhadap capaian skor (gain score).

Hal yang penting diperhatikan di dalam desain ini adalah jika posttest yang

dilakukan ternyata tidak berpengaruh kepada subjek eksperimen akibat adanya

pengaruh dari pretest sebelumnya. Sebab hasil posttest bisa jadi hanya merupakan

pengaruh akibat dari adanya pretest. Misal: jika di dalam pretest terdapat

pertanyaan, “Apakah Anda sering membaca harian Kompas?”, dan setelah terjadi

perlakuan pada subjek eksperimen yang didalamnya mengharuskan mereka sering

melakukan review terhadap artikel di harian Kompas, maka jawaban pada saat

posttest untuk pertanyaan yang sama bisa menjadi bias.

Tetapi bias yang terjadi antara hasil pretest dan posttest umumnya dapat

dihindari jika tes yang dilakukan lebih bersifat sebagai achievement test, karena

didalamnya akan menuntut subjek menjawab posttest berdasarkan hasil perlakuan

eksperimen. Namun jika tes yang dilakukan lebih mengarah ke motivasi atau

sikap, maka disarankan untuk tidak menggunakan desain jenis ini (Ary et al,

2010).

Page 5: BAB I Eksperimental Quasi

Hasil yang mungkin terjadi di dalam desain ini antara lain (Vockell,

1983:177): :

1. kelompok yang mendapat perlakuan mendapatkan hasil posttest yang lebih

baik (dianggap sebagai hasil yang terbaik dari eksperimen);

2. kelompok yang mendapat perlakuan mendapatkan hasil posttest yang sama

baik atau sama meningkat dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan

(diasumsikan sebagai hasil gagal dalam eksperimen karena perlakuan tidak

memiliki pengaruh).

Secara umum, desain ini cukup memadai untuk dilakukan di dalam situasi

yang tidak memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan penugasan secara acak

dan lebih ditekankan kepada hasil posttest yang bersifat achievement sehingga

efek dari eksperimen dapat lebih terlihat secara jelas. Umumnya desain jenis ini

digabungkan dengan desain lain dari quasi experiment agar dapat mendapatkan

hasil yang lebih optimal (Vockell, 1983:178)

2. counterbalanced Design

Desain jenis ini umumnya menggunakan lebih dari satu intact class (kelas

yang sudah terbentuk sebelumnya) lalu dirotasi perlakuannya pada interval waktu

tertentu. Perbedaan utama antara jenis ini dengan jenis sebelumnya adalah bahwa

seluruh kelompok akan mengalami perlakuan yang sama, tetapi dengan urutan

yang berbeda-beda.

Jenis ini lazim digunakan apabila seorang pembelajar ingin melihat

perbandingan efek perlakuan yang sama kepada kelompok yang berbeda. Desain

ini juga dapat digunakan jika perlakuan yang akan diterapkan lebih dari satu jenis.

Kelebihan dari desain ini dibandingkan desain pertama, yakni bahwa seluruh

kelompok mendapat perlakuan yang sama, sehingga mengurangi risiko akan

terjadinya kekecewaan dari satu kelompok karena merasa diperlakukan tidak adil

di dalam proses eksperimen. Tetapi bisa juga terjadi bahwa jika perlakuan yang

dikenakan harus secara berurutan atau sekuensial, maka hasil eksperimen pada

kelompok tertentu (yang terkena perlakuan tidak urut) akan mendapatkan hasil

yang berbeda.

Page 6: BAB I Eksperimental Quasi

Risiko lain adalah kebosanan dari kelompok yang mendapat perlakuan, jika

perlakuan yang diberikan dianggap terlalu banyak. Di dalam penerapan desain ini,

ancaman terhadap validitas yang mungkin terjadi adalah adanya perubahan yang

radikal yang bisa terjadi hanya pada saat perlakuan pertama dilakukan, sehingga

dapat menimbulkan bias di perlakuan yang sama pada periode berikutnya. Namun

dengan adanya pola data yang dapat dibaca secara mudah, seharusnya ancaman

tersebut dapat dihilangkan dengan mudah (Vockell, 1983).

Desain jenis ini memiliki keuntungan yakni mampu mendeteksi adanya

kelemahan faktor maturasi dan regresi. Tetapi di sisi lain, memiliki kelemahan di

faktor sejarah, misal : di saat eksperimen dilakukan, pada tahapan tertentu (misal

Y5) tiba-tiba terjadi kejadian di luar dugaan seperti perubahan cuaca, perubahan

perilaku akibat peristiwa tertentu dan lainnya.

3. control Group Time-Series Design

Desain jenis ini merupakan pengembangan dari desain jenis sebelumnya

dengan menggabungkan desain jenis ketiga dengan desain jenis pertama.

Penggabungan tersebut diharapkan dapat mengatasi kelemahan di desain jenis

yang ketiga sehingga faktor sejarah dapat dideteksi dan dihilangkan sebagai

ancaman validitas internal.

2.3 Faktor Bias

Faktor Bias Mengukur Perubahan Dalam Eksperimen (Borg& Gall,

1983:720:726), terdapat beberapa faktor tersebut dapat menyebabkan bias di

dalam hasil eksperimen antara lain:

1) ceiling effect

Seringkali jangkauan nilai yang digunakan di dalam pelaksanaan tes sulit

untuk dilakukan. Sebagai contoh jika terdapat skala 0-100 dan seorang siswa

memiliki peningkatan nilai dari 85 ke 90, bukan berarti lebih baik peningkatannya

dibanding seorang siswa yang memiliki peningkatan nilai dari 40 ke 60. Sehingga

seakan-akan bahwa siswa yang mendapatkan nilai 90 memiliki perkembangan

lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan nilai akhir 60.

Page 7: BAB I Eksperimental Quasi

2) regression effect

Terdapat kemungkinan bahwa siswa yang mendapatkan nilai lebih rendah

pada saat pre-test nantinya akan mendapatkan nilai lebih tinggi pada saat posttest

dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya faktor

keberuntungan dan kemungkinan besar bahwa keberuntungan tersebut tidak

terulang lagi. Asumsi lain yang terjadi adalah adanya perlakuan yang dianggap

sama rata untuk tiap peningkatan nilai tes, misal : peningkatan dari nilai 90 ke 95

seharusnya tidak dianggap sama dengan peningkatan dari nilai 40 ke 45.

3) simpangan pengukuran

Simpangan pengukuran yang berulang seringkali keefektifan pengukuran

yang dilakukan berulang-ulang dalam rentang waktu tertentu bisa menyebabkan

adanya simpangan yang besar dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Untuk

mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan analisa

kelompok perlakuan dikali dengan waktu pengujian agar didapat rasio yang

signifikan pada perbedaan antara pre-test dengan post-test.

Page 8: BAB I Eksperimental Quasi

DAFTAR PUSTAKA

Azam, et al. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran Penelitian Kuasi Eksperimen dalam PPKP. Jakarta: Direktorat Ketenagaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Setiadi. 2007. Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.Notoatmodjo, S. 2010.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.