bab i edisi 19-10-11

21
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumbangan utama sektor pertanian terhadap pembangunan nasional diwujudkan dalam bentuk menghasilkan bahan pangan bernilai gizi tinggi dan seimbang bagi penduduknya. Sumbangan lainnya dapat mendorong penciptaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di pedesaan, serta menyediakan tempat menginvestasikan modal, mendukung sektor industri melalui penyediaan bahan baku industri dan pasar bagi produksi dalam negeri dan menghasilkan devisa melalui kegiatan ekspor hasil pertanian. Keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan (beras) pada tahun 1984 merupakan sebuah prestasi yang luar biasa, mengingat Indonesia selalu mengimpor beras semenjak zaman penjajahan Belanda sampai tahun 1983. Badan yang sangat berperan dalam swasembada pangan tersebut adalah bulog, yang memegang kendali penyediaan bahan pangan utama (Amang dan Sawit, 2001) Beras merupakan kebutuhan pokok dan hampir 95% masyarakat Indonesia sangat bergantung terhadap bahan makanan pokok tersebut. Apabila terjadi kekurangan pangan akan menimbulkan kerawanan terhadap stabilitas negara. Selain itu, bobot beras dalam perhitungan indeks harga konsumen akan mengukur inflasi cukup besar, seperti pada tahun 1988/1989 mencapai 11% (Sapuan, 2002). 1

Upload: heepi-bahgia

Post on 10-Jul-2015

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 1/21

 

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sumbangan utama sektor pertanian terhadap pembangunan nasional

diwujudkan dalam bentuk menghasilkan bahan pangan bernilai gizi tinggi dan

seimbang bagi penduduknya. Sumbangan lainnya dapat mendorong penciptaan

kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di pedesaan, serta menyediakan tempat

menginvestasikan modal, mendukung sektor industri melalui penyediaan bahan baku

industri dan pasar bagi produksi dalam negeri dan menghasilkan devisa melalui

kegiatan ekspor hasil pertanian.

Keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan (beras) pada tahun

1984 merupakan sebuah prestasi yang luar biasa, mengingat Indonesia selalu

mengimpor beras semenjak zaman penjajahan Belanda sampai tahun 1983. Badan

yang sangat berperan dalam swasembada pangan tersebut adalah bulog, yang

memegang kendali penyediaan bahan pangan utama (Amang dan Sawit, 2001)

Beras merupakan kebutuhan pokok dan hampir 95% masyarakat Indonesia

sangat bergantung terhadap bahan makanan pokok tersebut. Apabila terjadi

kekurangan pangan akan menimbulkan kerawanan terhadap stabilitas negara. Selain

itu, bobot beras dalam perhitungan indeks harga konsumen akan mengukur inflasi

cukup besar, seperti pada tahun 1988/1989 mencapai 11% (Sapuan, 2002).

1

Page 2: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 2/21

 

2

Pada masa-masa mendatang, tantangan terhadap ketahanan pangan (beras)

semakin berat karena adanya peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang

 besarnya diperkirakan 1,49 %/tahun dan semakin sempitnya lahan pertanian yang

disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan ke sektor lain (Suryana, 2002). Salah satu

cara untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan melaksanakan program

intensifikasi yaitu melalui pelaksanaan Sapta Usaha Tani secara utuh. Ketujuh

kagiatan tersebut adalah : (1) penggunaan benih unggul/bersertifikat, (2) pengairan

yang teratur, (3) cara bercocok tanam yang sesuai dengan anjuran, (4) melakukan

 pemupukan (organic dan non organic) sesuai rekomendasi setempat (specifi

clocality), (5) pengendalian hama dan penyakit, (6) melaksanakan panen dan pasca

 panen dengan baik, serta (7) pemasaran hasil (Saleh, 1999).

Pembangunan pertanian di Provinsi Aceh dilaksanakan dalam rangka

mendukung terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan

yang diharapkan dalam pelaksanaan pembangunan nasional dalam jangka panjang,

sektor pertanian diharapkan mampu tumbuh menjadi pertanian yang tangguh dan

mampu mendukung perkembangan sektor industri sehingga dapat mewujudkan

struktur perekonomian yang seimbang.

Pembangunan sub sektor tanaman pangan bertujuan secara terus menerus

untuk meningkatkan produksi pangan baik secara kuantitas maupun kualitas guna

memantapkan swasembada pangan, memenuhi kebutuhan industri, penyediaan pakan

ternak, meningkatkan ekspor non migas dan mengurangi impor. Akhirnya melalui

upaya peningkatan produksi tersebut diharapkan dapat berdampak positif terhadap

Page 3: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 3/21

 

3

 peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja serta kesempatan berusaha

terutama di daerah pedesaan.

Memperhatikan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini sub

sektor pertanian tanaman pangan Provinsi Aceh memiliki peranan penting dalam

 perekonomian regional daerah ini. Pada tahun 1988 sub sektor tanaman pangan

mampu menyumbang 21% terhadap PDRB non migas dan menyerap sekitar 60%

tenaga kerja di daeerah tersebut (Chairusnas, 1995).

Usaha pemerintah untuk mengamankan dan meningkatkan produksi tanaman

 pangan hanya akan memberikan hasil yang maksimal apabila semua komponen

 produksi yang merupakan faktor penentu tersedia secara tepat. Salah satu komponen

  produksi yang saat ini mempunyai peranan dan arti strategis dalam rangka

meningkatkan produksi tanaman pangan adalah benih bermutu dari varietas unggul.

Benih memegang peranan penting dalam menentukan produksi yang akan

diperoleh dalam sebuah usahatani. Didalamnya terkandung sifat-sifat yang akan

tercermin pada pertumbuhan dan produksi. Benih unggul memiliki sifat-sifat seperti

tahan terhadap hama dan serangan penyakit, memiliki daya produksi tinggi,

kemurnian genetik benih terjamin dan pertumbuhan benih serempak.

Manfaat benih unggul bermutu antara lain kebutuhan benih sedikit karena

  persentase tumbuh tinggi, sumber benih diketahui dan produktivitasnya tinggi.

Telaahan fisik menunjukkan bahwa varietas padi unggul bersertifikat lebih tahan

terhadap hama dan penyakit, produktivitasnya lebih tinggi daripada non sertifikat,

apalagi jika dibandingkan dengan varietas lokal, disamping itu kegagalan yang

diakibatkan oleh pemakaian benih dapat dihindari.

Page 4: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 4/21

 

4

Berbagai publikasi seperti Gunawan (1990) dan Saenong (1990) dalam

risalah Symposium II Penelitian Tanaman Pangan di Ciloto juga menyimpulkan

  bahwa pada umumya tidak ada peningkatan kebutuhan tenaga kerja dengan

diterapkannya bibit unggul, walaupun ada kenaikan upah nyata dalam sektor 

 pertanian.

Dampak penerapan benih unggul di dalam berusaha tani merupakan kajian

yang luas karena mencakup pengaruhnya terhadap penggunaan sarana produksi dan

 produksi serta kesejahteraan petani. Penerapan suatu teknologi pada umumnya tidak 

 berdiri sendiri, tetapi menyangkut beberapa faktor lain yang saling terkait, misalnya

 penerapan teknologi benih unggul sangat berkaitan dengan penggunaan pupuk dan

irigasi.

Ditinjau dari segi varietas dan sistem perbanyakannya, benih bermutu dapat

digolongkan kedalam benih berlabel dan benih bersertifikat. Benih berlabel

dihasilkan melalui tahapan perlabelan. Kegiatan ini merupakan tahap awal dan

 persiapan untuk mengisi kegiatan pembinaan mutu benih bila belum terjangkau

sertifikasi benih.

Penggunaan benih bersertifikat merupakan salah satu faktor yang

 berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi. Oleh karena itu, ketersediaan benih

unggul bersertifikat bagi petani dalam melakukan kegiatan usaha tani merupakan

syarat mutlak dalam meningkatkan hasil dan kualitas produksi. Penggunaan benih

unggul bersertifikat akan memperoleh beberapa keuntungan antara lain dapat

meningkatkan produksi dalam per satuan luas dan per satuan waktu, disamping dapat

meningkatkan mutu hasil yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani

Page 5: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 5/21

 

5

 beserta keluarganya. Mengingat berbagai keuntungan tersebut, maka benih unggul

 bersertifikat diharapkan dapat digunakan oleh petani secara keseluruhan.

Benih bersetifikat dihasilkan melalui tahapan-tahapan sertifikasi benih. Benih

yang telah lulus dalam proses sertifikasi (lapangan dan laboratoris) akan

mendapatkan sertifikat dalam bentuk label sesuai dengan kelas benih yang dihasilkan

yaitu benih dasar dengan warna label putih, benih pokok dengan warna label ungu

dan benih sebar warna label biru.

Sebagaimana telah disebutkan benih merupakan salah satu faktor yang sangat

strategis dalam mewujudkan peningkatan produksi pertanian, apalagi hal ini

dikaitkan dengan usaha pelestarian swasembada pangan. Dewasa ini telah banyak 

  petani yang menggunakan benih/bibit unggul, akan tetapi belum banyak yang

menggunakan benih/bibit unggul bersertifikat. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal

(Anonymous, 1985) :

a. Petani dapat membuat atau menghasilkan sendiri benih untuk keperluan

mereka,

b. Jenis benih atau bibit unggul bermutu yang diperlukan tidak tersedia pada

waktu yang diperlukan.

Kabupaten Aceh Besar sebagai salah satu Daerah Tingkat II di wilayah

Provinsi Aceh merupakan tempat pencananaan diterapkannya penggunaan benih

 bersertifikat. Dalam hal ini, meski telah adanya penerapan penggunaan benih padi

  bersertifikat terhadap para petani, namun tingkat produktivitasnya belum sesuai

dengan target yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 6: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 6/21

 

6

Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah di

Kabupaten Aceh Besar Tahun 2006.

 No. Kecamatan Luas Tanam

(Ha)

Luas

Panen (Ha)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Produksi

(Ton)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Seulimum

Indrapuri

Montasik 

Suka Makmur 

Ingin Jaya

Pulau Aceh

Kuta Baro

Darussalam

Lhoknga

Darul Imarah

Peukan Bada

Lhoong

Mesjid Raya

4.832

4.790

5.505

4.118

3.386

473

3.090

2.680

1.945

1.139

792

1.485

35

4.832

4.790

5.505

4.118

3.386

473

3.090

2.680

1.945

1.139

792

1.485

35

3,58

5,70

3,90

5,39

4,56

4,00

3,85

3,79

3,90

4,30

4,20

2,71

3,31

17.311

27.320

13.671

22.199

15.444

1.380

10.992

9.858

7.340

4.902

3.305

3.955

116

Jumlah 32.190 31.734 4,34 137.793

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabaupaten AcehBesar, 2006.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Kecamatan Darussalam memiliki urutan

 produktivitas 4 (empat) terendah diantara kecamatan lain, hal ini menunjukkan

 bahwa masih kurangnya minat petani dalam menggunakan benih bersetifikat serta

diikuti dengan berbagai fasilitas penunjang lainnya yang masih kurang.

Meskipun menurut Gunawan (1990), dengan menggunakan benih

 bersertifikat akan menghasilkan produksi sebesar 7-8 ton/ha. Wilayah Kecamatan

Darussalam belum seluruhnya menggunakan benih bersertifikat, sehingga

  produktivitasnyaa masih di bawah standar. Dengan demikian perlu dilakukan

  penelitian, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan petani tidak 

menggunakan benih bersertifikat serta dapat memberikan suatu rekomendasi bagi

Page 7: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 7/21

 

7

  petani bahwa penggunaan benih bersertifikat berpengaruh terhadap pendapatan

 petani.

2. Identifikasi Malasah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan

tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: faktor-faktor apa yang menyebabkan

 petani tidak menggunakan benih padi sawah bersertifikat di Desa Lambaro Sukon

Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar?

3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan

 petani tidak menggunakan benih bersertifikat di Desa Lambaro Sukon Kecamatan

Darussalam Kabupaten Aceh Besar.

4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti sebagai sarana

 pembelajaran dalam upaya memperdalam pengetahuan dalam bidang Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian khususnya, dan ilmu-ilmu pertanian pada umumnya.

Selain itu pula, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan

informasi, pertimbangan dan masukan  bagi petani dalam menggunakan benih padi

 bersertifikat serta berguna bagi pemerintah dalam upaya penyusunan strategi dan

kebijakan pertanian yang lebih baik  dalam melaksanakan peningkatan penggunaan

 benih padi bersertifikat, serta juga bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan

penelitian ini pada tahap berikutnya.

Page 8: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 8/21

 

8

4.1Kerangka Pemikiran

4.1.1 Benih Padi

Benih adalah sarana produksi yang mampu mengemban misi agronomi,

 bahkan sebagai wahana teknologi maju yang harus jelas identitas genetiknya (Sadjad,

1993). Benih mempunyai pengertian yang berbeda dengan biji dan bibit. Menurut

Wirawan (2002), biji dapat tumbuh menjadi tanaman tanpa campur tangan manusia.

Sedangkan benih merupakan biji tanaman yang telah mengalami perlakuan sehingga

dapat dijadikan sarana dalam memperbanyak tanaman. Berbeda dengan biji dan

 benih, bibit adalah benih yang telah berkecambah. Benih yang banyak dibutuhkan

manusia adalah benih padi, yang bisa diolah menjadi beras. Produksi padi dunia

menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum dan

merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Padi (Oryza

 sativa)  berasal dari kelas Monocotyledoneae dengan ordo oryza. Padi termasuk 

dalam suku padi-padian atau poceae memiliki ciri-ciri antara lain, memiliki akar 

serabut dan bunga majemuk, urat daun sejajar, berpelepah berbentuk sempit

memanjang. Sedangkan buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir. Tanah

yang lembab dan becek sangat disukai padi. Sehingga, padi tersebar diseluruh dunia

dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara

cukup hangat.

4.1.2 Benih Bersertifikat

Page 9: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 9/21

 

9

Benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sistim

  produksi benih yang mendapat pemeriksaan lapangan dan pengujian secara

laboratories oleh instansi yang berwenang serta memenuhi standar yang telah

ditentukan. Penggunaan benih unggul/bersertifikat sebagai salah satu unsur dalam

melaksanakan program intensifikasi mempunyai peranan penting dalam upaya

 peningkatan produksi pertanian dan meningkatkan pendapatan petani. Adapun benih

  padi bersertifikat yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah benih padi

  bersertifikat yang digunakan oleh sebagian petani di Desa Lambaro Sukon

Kabupaten Aceh Besar.

Penggunaan benih varietas unggul akan mengurangi resiko kegagalan budi

daya, karena benih varietas unggul mampu tumbuh dengan baik pada kodisi lahan

yang kurang menguntungkan. Benih varietas unggul juga bebas dari serangan hama

dan penyakit terbawa benih. Dengan demikian, hasil panen dapat sesuai dengan

harapan. Hal ini karena sebelum dilepas, benih varietas unggul telah disertifikasi

terlebih dahulu. Selain itu, penggunaan benih varietas unggul juga berperan penting

dalam pengembangan pertanian yang berorientasi agribisnis

(www.wikipedia.org.id/Augustus 2011).

Menurut Mugnisjah, (1991) sertifikasi benih adalah serangkaian sistem atau

mekanisme pengujian berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan

mengorganisasikan perbanyakan dan produksi benih. Pelaksanaan sertifikasi pada

 benih padi sangat penting untuk memelihara kemurnian dan mutu benih varietas

unggul serta menunjang pengadaan benih nasional. Varietas unggul telah menyebar 

di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan dari kegiatan sertifikasi benih ini adalah untuk 

Page 10: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 10/21

 

10

menjamin mutu benih varietas unggul yang ditanam petani, sehingga

 produktifitasnya dapat ditingkatkan. Instansi yang berwenang dalam sertifikasi benih

adalah Balai Penelitian dan Sertifikasi Benih (BPSB) (Irawati, 2006).

4.1.3 Benih Tidak Bersertifikat

Benih tidak bersertifikat adalah benih yang proses produksinya tidak melalui

sistim tersebut dan tidak memenuhi standar minimum mutu yaitu keturunan benih

tidak diketahui, mutu benih tidak terjamin, kemurnian genetik tidak diketahui,

 penggunaan benih tidak hemat, pertumbuhan benih tidak seragam, masak dan panen

tidak serempak, tingkat produksi rendah dan penghasilan petani menurun. Adapun

 benih tidak bersertifikat yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah benih padi

yang tidak bersertifikat yang digunakan oleh sebagian petani di Desa Lambaro Sukon

Kabupaten Aceh Besar.

Menurut Soetopo (1993) keunggulan benih bersertifikat dibandingkan dengan

 benih tidak bersertifikat adalah :

1. Penghematan penggunaan benih, misalnya untuk padi dari rata-rata 40-50

kg/ha menjadi 20-25 kg/ha.

2. Keseragaman pertumbuhan, pembunggan dan pemasakan buah sehingga

dapat dipanen sekaligus.

3. Rendemen beras tinggi dan mutunya seragam.4. Penggunaan benih padi bersertifikat mampu meningkatkan hasil panen 5-15

 persen perhektar.

5. Meningkatkan mutu produksi yang dihasilkan.

6. Mutu benih dapat menentukan kebutuhan dan respon sarana produksi lainnya,

dinaman peran sarana produksi tidak akan terlihat apabila benih yang

digunakan tidak bermutu.

Page 11: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 11/21

 

11

4.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Petani Tidak Menggunakan Benih

Bersertifikat

Kecepatan adopsi suatu inovasi oleh seseorang atau suatu sistem masyarakat

sangat ditentukan oleh urgensitas (kepentingan segera) masalah dan kebutuhan

masyarakat. Jika suatu inovasi yang diberikan dapat menjawab kebutuhan dan

memecahkan masalah yang sedang dihadapi masyarakat pada saat itu, maka

masyarakat akan lebih cepat menerima inovasi itu (Mardikanto, 1996). Cepat

tidaknya mengadopsi inovasi bagi petani sangat tergantung kepada faktor eksteren

dan interen. Faktor interen itu sendiri yaitu faktor sosial dan ekonomi petani. Faktor

sosial diantaranya : umur, tingkat pendidikan, frekuensi mengikuti penyuluhan dan

lamanya berusahatani. Sedangkan faktor-faktor ekonomi diantaranya adalah : jumlah

tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produktivitas yang dimiliki dan ada

tidaknya usahatani yang dimiliki oleh petani. Faktor sosial ekonomi ini mempunyai

peranan yang cukup penting dalam pengelolaan usahatani (Soekartawi, 1999).

Adapun faktor sosial ekonomi antara lain:

1. Umur

Menurut Soekartawi (1999), rata-rata petani Indonesia yang cenderung tua

sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia. Petani berusia tua

biasanya cenderung sangat konservatif dalam menyikapi perubahan atau inovasi

teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang berusia muda. Makin muda umur

petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka

Page 12: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 12/21

 

12

ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan

anjuran dari kegiatan penyuluhan (Kusuma, 2006). Makin muda petani biasanya

lebih semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka

berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi (Negara, 2000).

Petani yang berusia lanjut sekitar 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap

tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara

kerja dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru

dan inovasi, semakin muda umur petani, maka semakin tinggi semangatnya

mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat

melakukan adopsi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal

adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1994).

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan

kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan sebagai tolak 

ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur

yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik 

dan maksimal (Hasyim, 2006).

2. Pendidikan

Masri Singarimbun dan D.H. Penny dalam Soekartawi (1999)

mengemukakan bahwa banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima

seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah

tentu kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam

menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga.

Page 13: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 13/21

 

13

Tingkat tinggi rendahnya pendidikan petani akan menanamkan sikap yang

menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang

berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan anjuran penyuluh. Tingkat

pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi sehingga sikap

mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pertanian kurang

(Kusuma, 2006).

Menurut Negara (2000) mengenai tingkat pendidikan petani, dimana mereka

yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi.

Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya kreativitas manusia dalam

berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan

dalam memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia (Kartasapoetra, 1994).

Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat

pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang

diperolehnya untuk peningkatan usahataninya (Hasyim, 2006).

3. Lamanya berusahatani

Menurut Soekartawi (1999) pengalaman seseorang dalam berusahatani

berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Petani yang sudah lebih lama bertani

akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Petani yang sudah

lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluh dari pada petani

pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat

membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Kusuma, 2006).

Page 14: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 14/21

 

14

Menurut Negara (2000) petani yang sudah lama berusahatani akan

lebihmudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Petani yang sudah lama

berusahatani akan lebih mudah menerapkan teknologi daripada petani pemula. Hal

ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak, sehingga sudah dapat membuat

perbandingan dalam mengambil keputusan (Lubis, 2000). Lamanya berusahatani

untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat

dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga

dapat melakukan hal-hal yang baik untuk waktu-waktu berikutnya (Hasyim, 2006).

4. Frekuensi penyuluhan

Menurut Soekartawi (1999) Bahwa agen penyuluhan dapat membantu petani

memahami besarnya pengaruh struktur sosial ekonomi dan teknologi untuk mencapai

kehidupan yang lebih baik, dan menemukan cara mengubah struktur atau situasi

yang menghalangi untuk mencapai tujuan tersebut.

Semakin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan maka keberhasilan

penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula. Frekuensi petani dalam

mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan karena penyampaian yang

menarik dan tidak membosankan serta yang disampaikan benar-benar bermanfaat

bagi petani untuk usahataninya (Hasyim, 2003).

5. Luas lahan

Menurut Soekartawi (1999) luas lahan akan mempengaruhi skala usaha. Dan

skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efesien atau tidaknya suatu usaha

pertanian. Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha

Page 15: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 15/21

 

15

pertanian maka lahan tersebut semakin tidak efesien. Hal ini didasarkan pada

pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang

mengarah pada segi efesien akan berkurang. Sebaliknya pada lahan yang sempit

upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, sehingga

usaha pertanian seperti ini lebih efesien. Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil

cenderung menghasilkan usaha yang tidak efesien pula.

Petani yang mempunyai lahan yang luas maka lebih mudah menerapkan

anjuran penyuluh dari pada yang memiliki lahan sempit, hal ini dikarenakan

keefisienan dalam penggunaan sarana produksi (Kusuma, 2006). Petani yang

mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada yang

berlahan sempit (Negara, 2000).

6. Jumlah tanggungan

Semakin banyak (anggota keluarga) akan semakin berat beban hidup yang

harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani

dalam berusahatani (Soekartawi, 1999). Dan menurut Daniel (2002) jumlah

tanggungan keluarga semakin banyak (anggota keluarga) akan semakin meningkat

pula beban hidup yang harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi

keputusan patani dalam berusahatani. Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu

faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam

memenuhi kebutuhannya (Hasyim, 2006).

7. Produksi

Page 16: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 16/21

 

16

Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi

teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi maksimum

(Soekartawi, 2001). Usahatani dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat

mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya. Dikatakan efisien

bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang

melebihi masukan atau input. Pengertian efisiensi sangat relatif, efisiensi diartikan

sebagai penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang

sebesar-besarnya (Soekartawi, 2001).

8. Produktivitas

Menurut Soekartawi (1986) produktivitas petani umumnya masih rendah.

Pada umumnya pengetahuan petani kecil itu terbatas, sehingga mengusahakan

kebunnya secara tradisional, kemampuan permodalannya juga terbatas dan bekerja

dengan alat sederhana. Dengan demikian produktivitas dan produksinya rendah.

Salah satu variabel utama dalam sistem usahatani adalah pengambilan

keputusan di dalam rumah tangga petani tentang tujuan dan cara mencapainya

dengan sumber daya yang ada, yaitu jenis dan kuantitas tanaman yang dibudidayakan

dan ternak yang dipelihara, serta teknik dan strategi yang diterapkan. Cara yang

ditempuh suatu rumah tangga petani dalam pengambilan keputusan pengelolaan

usahatani tergantung pada ciri-ciri rumah tangga yang bersangkutan, misalnya

  jumlah laki-laki, perempuan, dan anak-anak, usia, kondisi kesehatan, kemampuan,

keinginan, kebutuhan, pengalaman bertani, pengetahuan, dan keterampilan serta

hubungan antar anggota rumah tangga (Reijntjes, dkk. 1999).

Page 17: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 17/21

 

17

faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain:

1. Faktor Pribadi

- Kontak dengan sumber-sumber informasi di luar masyarakatnya.

- Keaktifan mencari sumber informasi.

- Pengetahuan tentang keuntungan relatif dari praktek yang diberikan.

- Kepuasan pada cara-cara lama.

2. Faktor Lingkungan

- Tersedianya media komunikasi.

- Adanya sumber informasi secara rinci.

- Pengalaman dari petani lain.

- Faktor-faktor alam.

- Tujuan dan minat keluarga (Nasution, 1989).

Pengambilan keputusan di dalam rumah tangga petani meliputi faktor-faktor

yang kompleks, termasuk ciri-ciri biofisik usahatani, ketersediaan dan kualitas input

luar dan jasa serta proses sosioekonomi dan budaya di dalam masyarakat. Disamping

itu, selama terjadi perubahan lingkungan ekologis, sosioekonomis, dan budaya maka

sistem usahatani harus pula disesuaikan. Dengan demikian, pertanian mencakup

suatu proses pengambilan keputusan tanpa akhir, baik itu untuk jangka pendek,

 jangka menengah, dan jangka panjang. Proses pengambilan keputusan juga berubah

dari waktu ke waktu (Reijntjes, dkk. 1999).

Faktor lain yang juga berpengaruh dalam pengambilan keputusan, yaitu :

faktor sosial-ekonomi terdiri dari :

Page 18: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 18/21

 

18

- Umur

- Tingkat pendidikan

- Tingkat mobilitas

- Tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi

- Sikap kekeluargaan

- Sikap terhadap penguasa

- Kosmopolitan

- Pengalaman bertani

- Luas lahan

- Tingkat pendapatan

- Jumlah tanggungan (Mardikanto, 1996).

Kebanyakan ketentuan-ketentuan mengenai pertanian dibuat oleh petani

sebagai individu, tetapi ia mengambil keputusan itu dalam hubungan

keanggotaannya dalam suatu keluarga. Hasrat untuk berbuat apa yang dapat

diperbuatnya demi kepentingan anggota-anggota keluarganya dan dalam hubungan

pangaruh anggota-anggota keluarganya terhadap dirinya, karena ketergantungan

mereka pada hasil-hasil usahatani, maka anggota-anggota keluarganya mungkin

mendesak sang petani untuk mengambil keputusan tertentu atau melakukan teknik 

tertentu (Mosher, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi petani tidak menggunakan benih bersertifikat (Anonymous, 1985)

antara lain:

Page 19: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 19/21

 

19

a. Petani dapat membuat atau menghasilkan sendiri benih untuk keperluan

mereka. Hal yang dimaksudkan disini adalah sebagian petani di Desa

Lambaro Sukon Kabupaten Aceh Besar dapat menyediakan benih padisendiri, artinya tidak menggunakan benih padi bersertifikat yang diberikan

oleh pemerintah. Dalam hal ini, petani mendapatkan benih dari hasil panen

sebelumnya dimana benih tersebut telah dipilih dan disimpan terlabih dahulu

utnuk keperluan bertani selanjutnya.

b. Jenis benih atau bibit unggul bermutu yang diperlukan tidak tersedia pada

waktu yang diperlukan. Hal yang dimaksudkan disini adalah terlambatnya

suplai benih padi bersertifikat, sehingga petani di Desa Lambaro Sukon

Kabupaten Aceh Besar yang akan mulai menanam mengambil alternatif 

untuk menggunakan benih padi yang tidak bersertifikat.

c. Kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap penggunaan benih padi

 bersertifikat. Hal yang dimaksudkan disini adalah sebagian petani di DesaLambaro Sukon Kabupaten Aceh Besar tidak mendapatkan sosialisasi atau

  pemberian informasi mengenai kualitas benih padi bersertifikat dari

 pemerintah, sehingga para petani tidak mengerti akan penggunaan benih

 bersertifikast tersebut.

4.1.5 Hasil Peneliti Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Haryadi (2004) dengan penelitian tentang

studi identifikasi dan tingkat komersialisasi benih padi sawah varietas unggul. Salah

satu tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi petani dalam memilih varietas unggul padi sawah komersial.

Penelitian ini menyebutkan bahwa jenis benih yang umum dipakai oleh petani di

Kecamatan Warungkondang Cianjur adalah jenis IR 64. Berdasarkan penelitian

tersebut alasan petani memilih jenis-jenis padi adalah umur tanaman, produktivitas,

tahan kerebahan, tahan hama dan penyakit, rasa, harga serta mudah atau tidak benih

didapatkan. Umur tanaman berperan penting dalam memprediksi kapan tanaman

  panen, kapan waktu untuk menanam dan mengatur keuangan keluarga. Pada

umumnya tanaman padi yang berumur pendek lebih disukai oleh petani.

Page 20: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 20/21

 

20

Astuti (2008) juga menganalisis tentang preferensi dan kepuasan konsumen

terhadap beras di Kecamatan Mulyorejo Surabaya. Salah satu tujuan penelitian ini

adalah untuk menganalisis tingkat kepuasan konsumen beras dikaitkan dengan

atribut-atribut beras. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

  Important Performance Analysis (IPA), Custumers Satisfaction Index (CSI).

Responden dalam penelitian ini dibagi kedalam tiga kelas yaitu kelas atas, menengah

dan bawah. Secara keseluruhan, kualitas produk sebaiknya perlu ditingkatkan.

Atribut yang perlu ditingkatkan adalah atribut pada kuadran I dan semakin tinggi

kelas sosial, atribut yang masuk kedalam kuadran I semakin sedikit. Hal ini

menandakan semakin tinggi kelas sosial, kepuasan yang diperoleh dari beras yang

dikonsumsi semakin tinggi.

Fahmi (2008) melakukan penelitian tentang sikap dan kepuasan petani padi

terhadap benih padi varietas unggul di Kabupaten Kediri. Salah satu tujuan penelitian

ini adalah untuk menganalisis sikap dan kepuasan petani padi terhadap benih padi

varietas unggul di kabupaten Kediri. Alat analisis yang digunakan untuk menjawab

tujuan tersebut adalah  Fishbein,   Important Performance Analysis (IPA) dan

Custumers Satisfaction Index (CSI).  Fishbein digunakan untuk mengukur sikap

sedangkan IPA dan CSI digunakan untuk mengukur kepuasan. Penelitian dilakukan

terhadap tiga varietas benih yaitu, IR 64, Ciherang dan Membramo. Berdasarkan alat

Analisis Fishbein diketahui bahwa petani lebih menyukai varietas membramo karena

 produktivitas dan rasa nasi yang enak. Berdasarkan alat analisis IPA, diketahui

 bahwa atribut-atribut yang dirasakan petani memiliki kinerja rendah adalah harga

GKP, umur tanaman, tahan hama penyakit dan tahan rebah sehingga atribut ini perlu

Page 21: BAB I edisi 19-10-11

5/10/2018 BAB I edisi 19-10-11 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-edisi-19-10-11 21/21

 

21

diperbaiki. Hasil dari CSI menunjukkan bahwa petani puas terhadap kinerja atrubut-

atribut varietas unggul dengan nilai CSI sebesar 73,32 persen.

Penelitian kepuasan petani terhadap benih padi juga dilakukan oleh Saheda

(2008) dengan judul analisis preferensi dan kepuasan petani terhadap benih padi

varietas lokal Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur. Alat analisis yang digunakan

diantaranya adalah   Important Performance Analysis (IPA) dan Custumers

Satisfaction Index (CSI). Berdasarkan hasil IPA menunjukkan bahwa atribut yang

 perlu diperbaiki antara lain umur tanaman, harga jual gabah dan hasil produksi,

atribut ini terdapat pada kuadran I. Atribut pada kuadran I ini menjadi prioritas utama

untuk diperbaiki. Berdasarkan CSI, petani merasa sangat puas terhadap benih

varietas lokal pandan wangi dengan nilai CSI sebesar 81,39 persen.