bab i bph acc
DESCRIPTION
KESEHATANTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yaitu kondisi patologis yang
paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk
intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun. Banyak pasien dengan usia
diatas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang keatas
ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi
orifisium uretra. Kondisi ini dikenal sebagai hiperplasia prostatik jinak (BPH),
pembesaran, atau hipertrofi prostat (Smeltzer & Bare, 2000 : 1625)
Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia
80 tahun sekitar 80% (Arasykasumo, 2009). Sekitar 50% dari angka tersebut
diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. Dari beberapa autopsi dalam
ukuran prostat dan insiden histology hiperplaisia prostat, mereka melaporkan
bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja sampai ukuran
dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki
mencapai usia 40-50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin lama
makin besar. Mereka juga menetapkan insiden hyperplasia prostat makin
meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari decade ke-3 kehidupan dan
menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun. Tidak ada bukti yang
meyakinkan mengenai korelasi antara faktor-faktor lain selain usia dalam
peningkatan kejadian BPH. Merokok juga diduga sebagai faktor yang
1
2
berhubungan dengan prostatektomi, namun ras, habitus, riwayat vasektomi,
kebiasaan seksual dan penyakit-penyakit lain serta obat-obatan belum
ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan kejadian BPH
(Arasykasumo, 2009).
Menurut data WHO pada tahun 2000 terdapat ± 60 juta penderita
BPH, 400 juta di negara industri dan 200 juta di negara sedang berkembang
termasuk di Indonesia. Sedangkan pada tahun 2003 laporan rekam medik
bedah urologi RSU Dr. Soetomo Surabaya Desember 2003 populasi pasien
BPH rata-rata perbulan sebanyak 30 pasien (Pawannari & Ishaq, 2006)
Dari hasil studi pendahuluan penderita BPH di ruang Cempaka
dengan angka kejadian benigna prostat hyperplasia pada bulan Januari 2010
secara keseluruhan adalah 8 kasus (30,80%). Pada bulan Februari 2010 secara
keseluruhan adalah 11 kasus (42,30%). Pada bulan Maret 2010 secara
keseluruhan adalah 7 kasus (26,90%).
Tabel 1.1.Distribusi Kejadian Prostat Hyperplasia Berdasarkan Tiga bulan terakhir di Ruang Cempaka RSUD Ambarawa 2010.
Bulan Jumlah Persentase
Januari 8 30,80%
Februari 11 42,30%
Maret 7 26,90%
Jumlah 26 100,00%
Berdasarkan tabel distribusi kejadian BPH pada tiga bulan terakhir di
ruang Cempaka RSUD Ambarawa 2010 dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kasus BPH mengalami peningkatan pada bulan Februari.
3
BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan
perubahan hormon, dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun, dan
kadar estrogen/endrogen yang lebih tinggi akan merangsang hyperolasia
jaringan prostat (Price & Willson, 2005 : 1320). Dampak dari hal-hal itu
mengakibatkan prostat mengalami hiperplasia, sehingga beresiko menekan
buli-buli. Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin,
karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak
mampu lagi menampung urin. Sehingga tekanan intravesika meningkat, dapat
timbul Hidronefrosis dan gagal ginjal (Mansjoer, 2000 : 332).
Beberapa prosedur digunakan untuk mengangkat kelenjar bagian
prostat yang mengalami hipertrofi : reseksi transuretral prostat, prostatektomi
perineal, dan prosatektomi retropubik (Smeltzer & Bare, 2000 : 1626)
Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran
kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif)
sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi. Dimana saat ini terdapat
pilihan tindakan non operatif seiring dengan kemajuan teknologi dibidang
urologi, sehingga merupakan suatu pilihan alternatif untuk penderita muda,
kegiatan seksual aktif, gangguan obstruksi ringan, high risk operasi dan pada
penderita yang menolak operasi (Suparlan, 2009).
Menurut Smeltzer dan Bare (2000 : 1626) jenis operasi yang dilakukan
untuk mengangkat kelenjar bagian prostat yang mengalami hipertropi adalah
prostatektomi retropubik yaitu teknik lain dengan membuat insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat yaitu arkus pubis dan kandung kemih.
4
Di Indonesia, kanker prostat termasuk dalam sepuluh penyakit
keganasan pada pria. Gangguan prostat atau yang dikenal sebagai benign
prostatic hyperplasia atau BPH ini dapat menjadi risiko kanker prostat. Karena
itu, usaha pencegahan sedini mungkin sangat diperlukan. Penderita gangguan
prostat jenis ini juga tidak bisa menahan atau menunda BAK. Namun, ketika
sudah BAK, arusnya lemah. Penderita juga sering bangun malam untuk BAK.
Pada akhirnya gangguan ini mengakibatkan urine tersumbat total (Fajar,2003).
Penulis mengambil kasus ini karena BPH merupakan salah satu
masalah kesehatan utama bagi pria di atas usia 50 tahun dan berperan dalam
menurunkan kualitas hidup seseoarang. Semakin tua umur seorang pria makin
besar kemungkinan menderita pembesaran prostat jinak, dimana pada
umumnya masyarakat kita kurang mengetahui apa penyebab dan cara
menanggulangi resiko tersebut. Dimana jika kondisi ini diabaikan rawan
menimbulkan radang prostat dan berlanjut menjadi kanker prostat (James,
2004)
Jadi berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa
penyakit BPH paling banyak menyerang laki-laki yang berumur diatas 50
tahun. Dimana pada usia tersebut terjadi perubahan hormon, dengan penuaan,
kadar testosteron serum menurun, dan kadar estrogen/endrogen yang lebih
tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat. Oleh karena itu penulis
tertarik melakukan studi kasus yang berjudul Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH).
5
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini ialah penulis dapat melakukan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan paska Prostatektomi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien paska prostatektomi.
b. Mampu mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang muncul dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien paska Protatektomi.
c. Mampu menentukan rencana tindakan keperawatan yang tepat dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien paska Prostatektomi.
d. Mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada pasien paska
Prostatektomi.
e. Mampu mengidentifikasi hasil evaluasi dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien paska Protatektomi.
f. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien paska Prostatektomi.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan
dengan paska prostatektomi serta sebagai sarana belajar dalam
mengembangkan pengetahuan di bidang keperawatan.
6
2. Bagi institusi pendidikan
Dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi sejauh mana mahasiswa
dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien paska protatektomi.
3. Bagi institusi rumah sakit
Sebagai sarana untuk memberikan informasi dan asuhan keperawatan pada
pasien paska Prostatektomi.