laporan kasus i risti bph

47
LAPORAN KASUS BENIGN PROSTAT HIPERPLASI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Bedah RSU dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Disusun oleh : Risti Pangestu 09711206 Pembimbing : dr.Kusno Wibowo, Sp.B SMF ILMU BEDAH RSU dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2015

Upload: risti-fishy

Post on 11-Jan-2016

57 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus i Risti Bph

LAPORAN KASUS

BENIGN PROSTAT HIPERPLASI

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti

Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Bedah

RSU dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Disusun oleh : Risti Pangestu

09711206

Pembimbing :

dr.Kusno Wibowo, Sp.B

SMF ILMU BEDAH

RSU dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Laporan Kasus i Risti Bph

UNIVERSITASISLAMINDONESIAFAKULTAS KEDOKTERAN

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

STATUS PASIEN

Nama Dokter Muda Risti Pangestu Tanda TanganNIM 09711206Tanggal PresentasiRumah Sakit RSU dr. R. GoetengGelombang Periode 22 juli 2015 – 03 oktober

2015

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Danakerta 01/ 06, Purbalingga

Pekerjaan : Pensiunan

Status Menikah : Menikah

Masuk RS : 24 Agustus 2015

No. CM : 495813

Tanggal Diperiksa : 25 Agustus 2015

Agama : Islam

Bangsal : Menur, 3.1, RS dr. R. Goeteng Taroenadibrata

ANAMNESIS

1. Keluhan utama : Tidak bisa BAK sejak 6 hari SMRS

2. Keluhan tambahan : -

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh tidak bisa BAK. Pasien

merasa harus mengedan untuk dapat BAK namun sulit hingga pasien merasa kandung

kencingnya terasa penuh. Jika telah dapat BAK, pasien merasakan pancaran BAK

lemah dan terkadang hanya menetes saja. Pasien merasa BAK sering terputus dan

merasa belum puas saat selesai BAK. BAK tidak pernah disertai dengan keluarnya

darah. Pasien tidak pernah mengompol. Pasien sering BAK di malam hari minimal 3

Page 3: Laporan Kasus i Risti Bph

kali dan setiap BAK selalu lama karena pancaran BAK yang tidak lancar dan tidak

pernah merasa puas ketika BAK. Sebelumnya pasien sudah mendapatkan penanganan

di IGD dengan pemasangan kateter, setelah 4 hari kateter di lepas dan keluhan BAK

muncul kembali. Pasien tidak memiliki riwayat kencing batu, trauma atau terbentur di

daerah pinggang dan di daerah kemaluan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :

- Riwayat sakit dengan keluhan tidak dapat BAK sudah dirasakan sejak 2 tahun

terakhir

- Riwayat mengalami kecelakaan/benturan pada bagian perut atau pinggang

disangkal.

- Riwayat rawat inap di rumah sakit karena penyakit berat disangkal.

- Riwayat pernah menjalani operasi disangkal.

- Riwayat menderita darah tinggi dan kencing manis disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Kakak pasien pernah menjalani operasi BPH, riwayat menderita kencing

manis dan darah tinggi pada keluarga disangkal.

6. Lingkungan dan Kebiasaan

Pasien adalah seorang pensiunan. Pasien lebih suka mengkonsumsi kopi

dibandingkan air putih. Nafsu makan pasien tidak terganggu. Pasien mengeluh sulit

tidur akhir-akhir ini. Pasien merupakan seorang perokok, namun sudah berhenti sejak

1 tahun terakhir. Sumber air di rumah adalah air PAM. Air berwarna putih jernih dan

tidak berbau.

Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal : Demam (-), sakit kepala (-)

Sistem Cardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

Sistem Respiratorius : Batuk (-), sesak napas (-)

Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB lancar (+),

nafsu makan baik (+)

Sistem Urogenitale : Tidak bisa BAK (+)

Sistem Integumentum : Gatal (-), ruam-ruam kulit (-)

Page 4: Laporan Kasus i Risti Bph

Sistem Muskuloskeletal : Edema (-), nyeri sendi (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik, kooperatif

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80x/ menit

Respirasi : 20x/ menit

Suhu : 360 C (aksila)

A. STATUS GENERALIS

Warna kulit : Sianosis (-), ikterik (-).

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Leher : Pembesaran kelenjar limfonodi (-), deviasi trakea (-), nyeri (-).

Thorax : Pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri dan tidak ada

ketinggalan gerak.

Cor : Bunyi jantung I-II reguler, bising jantung (-), gallop (+)

Pulmo : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),Wheezing(-/-)

Abdomen : Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Anogenital : BAB (+) normal dan tidak bisa BAK (+).

Extremitas : Tidak ada gangguan gerak, edema (-).

B. STATUS LOKALIS

Abdomen

Inspeksi : tidak terdapat tanda-tanda peradangan pada kulit,

bekas operasi (-), trauma (-)

Palpasi : tidak teraba perbesaran ginjal, nyeri tekan (-), ketok

ginjal (-/-)

Regio Supra pubik

Inspeksi : flat, tidak tampak massa, tidak terdapat bekas operasi

Palpasi : tidak teraba tegang, nyeri tekan (-).

Page 5: Laporan Kasus i Risti Bph

Regio Genitalia Eksterna.

Inspeksi : Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran skrotum, skrotum kanan

lebih tinggi dari pada skrotum kiri, meatus uretra externa berukuran ±1

cm dan terletak di ujung penis, sudah disirkumsisi, tanda-tanda

peradangan tidak ada.

Palpasi : Nyeri tekan pada penis (-), tidak teraba massa ataupun batu. Besar

skrotum tidak sama, kiri lebih besar dari kanan, benjolan (-), tidak di

dapatkan rasa nyeri

Regio Anal

Inspeksi : Tidak tampak massa di anus

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada

Pemeriksaan Rectal Toucher (posisi litotomi): tidak dilakukan

RESUME

Dihadapkan pada seorang pasien laki-laki usia 64 tahun mengalami retensi

urin 6 hari SMRS. Mengeluh tidak bisa BAK, pasien merasa harus mengedan untuk

dapat BAK (hesitansi). Jika telah dapat BAK, pasien merasakan pancaran BAK lemah

dan terkadang hanya metes saja. Pasien merasa BAK sering terputus (intermitensi)

dan merasa belum puas saat selesai BAK. BAK tidak pernah disertai dengan

keluarnya darah. Pasien tidak pernah mengompol. Pasien tidak memiliki riwayat

kencing batu, trauma atau terbentur di daerah pinggang dan di daerah kemaluan.

Riwayat sakit dengan keluhan tidak dapat BAK sudah 2 kali dirasakan oleh

pasien. Pasien adalah seorang pensiunan. Pasien lebih suka mengkonsumsi kopi

dibandingkan air putih. Nafsu makan pasien tidak terganggu. Pasien mengeluh sulit

tidur akhir-akhir ini. Pasien merupakan seorang perokok, namun sudah berhenti sejak

1 tahun terakhir. Sumber air di rumah adalah air PAM. Air berwarna putih jernih dan

tidak berbau.

DIAGNOSIS BANDING

Retensio Urine e.c suspect Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

Retensio Urine e.c suspect batu buli

Retensio Urine e.c suspect batu uretra

Page 6: Laporan Kasus i Risti Bph

DIAGNOSIS KERJA

Retensio Urine e.c suspect Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Darah Rutin

- Pemeriksaan Urine Rutin

- Pemeriksaan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah

- Pemeriksaan Gula Darah

- Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Ginjal Buli Prostat

USULAN TERAPI

- Observasi (Watchfull waiting)

- Terapi Medikamentosa

- Fenestride 1 x 5mg

- Terapi Bedah

- Reseksi Prostat Transuretra (Transuretral Resection of the Prostate/ TURP)

- Reseksi Prostat Transvesika (Transvesicae Resection of the Prostate/ TVRP)

PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad cosmeticam : bonam

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi BPH

Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)

adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli

ke perifer dan menjadi simpai bedah.3

2.2. Anatomi Prostat

Page 7: Laporan Kasus i Risti Bph

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian

proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya

sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan

jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.5

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :

1. lobus medius

2. lobus lateralis (2 lobus)

3. lobus anterior

4. lobus posterior 5,6

Page 8: Laporan Kasus i Risti Bph

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi

satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak

tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista

kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:

zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona

periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya

proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral.

Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan

pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.7,8

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari

verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan

ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah

belakang didapatkan fascia denonvilliers.

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat

dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia

pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul

sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.6

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomis

Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat.

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan

muskuler

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang

menghasilkan bahan baku sekret.

b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai

adenomatous zone

c. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan

bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia

lanjut.

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

1. kapsul anatomis

Page 9: Laporan Kasus i Risti Bph

2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer

zone) sehingga terbentuk kapsul

3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan

bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung

banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada

lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan

suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena

sedikit mengandung jaringan kelenjar.5,6

Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks

selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak

menyerupai epitel berlapis.

Vaskularisasi

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang

dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a.

pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk

lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi

menjadi 2 kelompok , yaitu:

1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic

junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar

periurethral.

2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang yang

memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).9

Aliran Limfe

Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian

bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca

interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.9

Persarafan

Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari

Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

2.3. Fisiologi Prostat

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan

plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis

Page 10: Laporan Kasus i Risti Bph

46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat

dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

2.4. Etiologi BPH

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).7

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat adalah:

1. Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu

antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun

dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya

hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk

inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk

perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron

dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang

dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi

hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang

akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen

oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu

sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak

bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,

transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth

factor.

3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Page 11: Laporan Kasus i Risti Bph

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa

berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang

mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan

prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan

tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.

Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi

sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari

kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin

menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan

testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu

sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,

testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang

kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”.

Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi

“nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan

menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein

menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.5,6,8,10

2.5. Patofisiologi BPH

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk

dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa

hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase

penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran

kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan

gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi

urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli

tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

Page 12: Laporan Kasus i Risti Bph

menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.

Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan

akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.7

Hiperplasi prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal ↑

Buli-buli Ginjal dan Ureter

- Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter

- Trabekulasi - Hidroureter

- Selula - Hidronefrosis

- Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis

- Gagal ginjal

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu

komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan

adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga

terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi

tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi

pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun

kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga

tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.6

2.6. Gambaran Klinis BPH

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun

keluhan di luar saluran kemih.

1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan

gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika

karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi

cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Page 13: Laporan Kasus i Risti Bph

Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung

tiga faktor, yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor7,10,11

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot

polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan

kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.8

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak

sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena

pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering

berkontraksi meskipun belum penuh.

Gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis

derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin >

150 ml.8

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,

WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor

Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem

skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)

Page 14: Laporan Kasus i Risti Bph

dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang

menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: -

Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-19

- Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria

untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami

kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam

bentuk retensi urin akut.

Faktor pencetus

Kompensasi Dekompensasi

(LUTS) Retensi urin

Inkontinensia paradoksa

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan terakhirTidak sekali

<20% <50% 50% >50%Hampir selalu

a. Adakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah berkemih

0 1 2 3 4 5

b. Berapa kali anda berkemih lagi dalam waktu 2 menit

0 1 2 3 4 5

c. Berapa kali terjadi arus urin berhenti sewaktu berkemih

0 1 2 3 4 5

d. Berapa kali anda tidak dapat menahan untuk berkemih

0 1 2 3 4 5

e. Beraapa kali terjadi arus lemah sewaktu memulai kencing

0 1 2 3 4 5

f. Berapa keli terjadi bangun tidur anda kesulitan memulai untuk berkemih

0 1 2 3 4 5

g. Berapa kali anda bangun untuk berkemih di malam hari

0 1 2 3 4 5

Jumlah nilai :

0 = baik sekali 3 = kurang

Page 15: Laporan Kasus i Risti Bph

1 = baik 4 = buruk

2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor

pencetus, antara lain:

- Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing

terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum

(alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan

- Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau

mengalami infeksi prostat akut

- Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau

yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau

alfa adrenergik.7

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa

gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari

hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau

hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga

mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.7

2.7. Diagnosis BPH

a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus

spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti

benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus

diperhatikan :

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Adakah asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

Page 16: Laporan Kasus i Risti Bph

f. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,

konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan

kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat

derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada

carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus

prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas

kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai

sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah

terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya

hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab

yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau

uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan

teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri

tekan supra simfisis.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

1. Darah : - Ureum dan Kreatinin

- Elektrolit

- Blood urea nitrogen

- Prostate Specific Antigen (PSA)

- Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

- Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

- Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis

kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap

beberapa antimikroba yang diujikan.

Page 17: Laporan Kasus i Risti Bph

Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang

mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari

kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan

persarafan pada vesica urinaria.

d. Pemeriksaan pencitraan

1. Foto polos abdomen (BNO)

BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya

batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria

yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga

bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya

metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

2. Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:

a. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis

b. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi

prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah

distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish

c. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau

sakulasi vesica urinaria

d. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram

retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)

Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan

pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi

prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari

kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan

divertikel.

5. Pemeriksaan Sistografi

Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan

urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran

kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila

Page 18: Laporan Kasus i Risti Bph

darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga

memberi keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars

prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.

6. MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam

potongan.

e. Pemeriksaan Lain

1. Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :

- daya kontraksi otot detrusor

- tekanan intravesica

- resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju

pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah

menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat

derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak

dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot

detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan

pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.

Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat

diukur.

3. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat

sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang

masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat

pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada

orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat

melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap

sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat

hipertrofi.3,6,8,10,11

2.8 Diagnosis Banding

Page 19: Laporan Kasus i Risti Bph

1. Kelemahan detrusor kandung kemih

a. kelainan medula spinalis

b. neuropatia diabetes mellitus

c.pasca bedah radikal di pelvis

d. farmakologik

2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :

a. kelainan neurologik

b. neuropati perifer

c. diabetes mellitus

d. alkoholisme

e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)

3. Obstruksi fungsional :

a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor

dengan relaksasi sfingter

b. ketidakstabilan detrusor

4. Kekakuan leher kandung kemih :

Fibrosis

5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :

a. hiperplasia prostat jinak atau ganas

b. kelainan yang menyumbatkan uretra

c. uretralitiasis

d. uretritis akut atau kronik

e. striktur uretra

6. Prostatitis akut atau kronis3,11

2.9. Kriteria Pembesaran Prostat

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa

cara, diantaranya adalah :

1. Rektal grading

Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

- derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

- derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

- derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

Page 20: Laporan Kasus i Risti Bph

- derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

- derajat 1 : < 50 ml

- derajat 2 : 50-100 ml

- derajat 3 : >100 ml

- derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

- derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

- derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

- derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

- derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi : -

derajat 1 : kissing 1 cm

- derajat 2 : kissing 2 cm

- derajat 3 : kissing 3 cm

- derajat 4 : kissing >3 cm6

2.10. Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat

menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

1. Inkontinensia Paradoks

2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria

4. Sistitis

5. Pielonefritis

6. Retensi Urin Akut Atau Kronik

7. Refluks Vesiko-Ureter

8. Hidroureter

9. Hidronefrosis

10. Gagal Ginjal11

2.11. Penatalaksanaan

Page 21: Laporan Kasus i Risti Bph

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan

penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi

berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan

penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.

- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat

lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang

dari 100 ml.

- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih

dari 100 ml

- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini

berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah

dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan

menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul

obstruksi.3,11

Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk

menentukan cara penanganan.

- Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan

pengobatan secara konservatif.

- Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang

sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR).

Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan

seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

- Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman

biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan

prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka

sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

- Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita

dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu

baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi

definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.3,11

Page 22: Laporan Kasus i Risti Bph

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan

kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan

bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus).

Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah

yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat

gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar

periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka

pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 7,11

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada

leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau

tindakan endourologi yang kurang invasif.

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna7

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Watchfull waitingPenghambat

adrenergik α

Prostatektomi

terbuka

TUMT

TUBD

Penghambat

reduktase α

Fitoterapi

Hormonal

Endourologi

1. TUR P

2. TUIP

3. TULP (laser)

Strent uretra

dengan prostacath

TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif

1. Observasi (Watchful waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan

adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,

menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan

tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan

kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.5

2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

Page 23: Laporan Kasus i Risti Bph

a. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker

(penghambat alfa adrenergik)

b. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik

Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat

dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti

diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha

adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan

alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos

prostat yaitu α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai

obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4

mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada

vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.

Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan

sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi,

pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya

pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah

pemakaian obat.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat

golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang

membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha

blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek

samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia. 3,4,12

Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang

digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan

Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya

dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks “watchfull waiting strategy”.

Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

- frekuensi nokturia berkurang

- aliran kencing bertambah lancar

- volume residu di kandung kencing berkurang

Page 24: Laporan Kasus i Risti Bph

- gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

- menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

- bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim

cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase. 4,5

3. Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit

tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,

kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan

perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang

dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

a. Prostatektomi terbuka

a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal

- Mortaliti rate rendah

- Langsung melihat fossa prostat

- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

- Perdarahan lebih mudah dirawat

- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila

membuka vesika

Kerugian :

- Dapat memotong pleksus santorini

- Mudah berdarah

- Dapat terjadi osteitis pubis

- Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

- Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari

dalam vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

a.2.Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

- Baik untuk kelenjar besar

- Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Page 25: Laporan Kasus i Risti Bph

- Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu

buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit

karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.

Kerugian :

- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica

sembuh

- Sulit pada orang gemuk

- Sulit untuk kontrol perdarahan

- Merusak mukosa kulit

- Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

- Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck

stenosis 4%)

- Inkontinensia (<1%)

- Perdarahan

- Epididimo orchitis

- Recurent (10 – 20%)

- Carcinoma

- Ejakulasi retrograde

- Impotensi

- Fimosis

- Deep venous trombosis

a.3.Transperineal

Keuntungan :

- Dapat langssung pada fossa prostat

- Pembuluh darah tampak lebih jelas

- Mudah untuk pinggul sempit

- Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

- Impotensi

- Inkontinensia

- Bisa terkena rektum

- Perdarahan hebat

- Merusak diagframa urogenital 3,6,7,8,1011

Page 26: Laporan Kasus i Risti Bph

b. Prostatektomi Endourologi

b.1.Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir

seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan

bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi

ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil

terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk

keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan

pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif

dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak

dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra

dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan

direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan

adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran

listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah

adalah H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga

cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang

terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya

hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR

P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,

tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya

jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini

adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P

dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades,

antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1

jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada

buli-buli selama reseksi prostat.

Keuntungan :

- Luka incisi tidak ada

- Lama perawatan lebih pendek

- Morbiditas dan mortalitas rendah

Page 27: Laporan Kasus i Risti Bph

- Prostat fibrous mudah diangkat

- Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

- Teknik sulit

- Resiko merusak uretra

- Intoksikasi cairan

- Trauma sphingter eksterna dan trigonum

- Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

- Alat mahal

- Ketrampilan khusus

Komplikasi:

- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi

retrograd, dan striktura uretra.

b.2.Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran

prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan

pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau

incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini

juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti

yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat

penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke

verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.

Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya

kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

b.3.Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat

prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan

dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan

operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk

masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu

Page 28: Laporan Kasus i Risti Bph

ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi

ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera

menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang

akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga

hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang

terjadi sehabis TUR.

Keuntungan bedah laser ialah :

1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat

bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

2. Teknik lebih sederhana

3. Waktu operasi lebih cepat

4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan

6. Resiko impotensi tidak ada

7. Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :

Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).6,8,11

3. Invasif Minimal

a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai diperkenalkan dalam

tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang

membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang

ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis

jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul

prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut

mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin

timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan

microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan

tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa

ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi

penetrasi juga berkurang.

Page 29: Laporan Kasus i Risti Bph

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan

gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada

tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh

elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya

dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter

yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih

lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan

dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan

melalui operasi terbuka (transvesikal).

Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.

Mekanismenya :

1. Kapsul prostat diregangkan

2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika

dirusak

c.Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan

ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai

tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan

mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.

d. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja

kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral

dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath).

Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan

dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya,

panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang

panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan

bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas

dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi

infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila

Page 30: Laporan Kasus i Risti Bph

kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih

invasif. 2,7,8,11

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta :

EGC, 1994.

2. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek –

Efek Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.

4. Majalah Illmu Bedah Indonesia: ROPANASURI Vol XXV, No. 1, Januari-Maret 1997;

37

5. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.

6. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK

UNDIP.

7. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.

8. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan,

Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto

Mangunkusumo, 1993.

9. Cockett A.T.K, Koshiba K : Manual of Urologic Surgery, New York, Springer Verlag,

5, 1979, 125-4

10. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama,

Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.

Page 31: Laporan Kasus i Risti Bph

11. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah

Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

12. Mansjoer, A., dkk, Kapita Selekta Indonesia, Penerbit Media Asculapius, FK UI 2000;

320-3