bab i

28
BAB I PENDAHULUAN Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai vertebra servikalis, vertebral thorakais, vertebra lumbalis dan vertebra sakralis akibat trauma seperti jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb. 1 Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat. 1 Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, 1

Upload: lebay

Post on 02-Aug-2015

80 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai vertebra servikalis,

vertebral thorakais, vertebra lumbalis dan vertebra sakralis akibat trauma seperti

jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb.1

Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling

sering dari kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi

dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots

memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal

cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan

manajemen. Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan

multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical

dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat.1

Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma

pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi

dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam,

sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau

leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal

merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera.

Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat

mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .2

Dislokasi interfasetal bilateral merupakan suatu bentuk trauma tulang

belakang khususnya di daerah servikal,dan merupakan suatu trauma yang serius

dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian ataupun gangguan neurologi

yang mempengaruhi produktifitas kerja penderita dan meningkatnya biaya

pengobatan. Trauma servikal tidak selalu berdiri sendiri, sering disertai trauma

kepala(20%), wajah(2%), penurunan kesadaran, dan multiple trauma.3

1

Page 2: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 ANATOMI

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk

skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,

costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut

syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio

yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.3,4

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh

ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang

mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan

sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu

2

Page 3: BAB I

trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke rumah

sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai jaringan

lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis.

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan

olah raga(22%), , terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.3,4

2.2 DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.4

Trauma servikal adalah trauma/injuri yang terjadi akibat benturan dibagian

leher yang menyebabkan respon penurunan neurovaskuler secara tiba-tiba dan

hilangnya fungsi pernafasan, dan ditandai dengan konkusi, kontusio, laserasi, dan

edema. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu atau beberapa tulang leher

(vertebra servikalis) disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut

patah tulang leher.2

2.3 EPIDEMIOLOGI FRAKTUR SERVIKAL

Dislokasi interfasetal bilateral merupakan suatu bentuk trauma servikal

yang jarang terdiagnosis oleh karena seringkali tidak berdiri sendiri tapi disertai

dengan trauma di tempat lain. Rata–rata pasien dengan multiple trauma sekitar

5,9% mengalami trauma pada servikal dan 10% mengalami fraktur pada tulang

servikal.3

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit

jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun,

3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena

multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari

perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan

kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja.

Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan

C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.1

3

Page 4: BAB I

2.4 ETIOLOGI

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun

mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.4

Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:4,5

a. Fraktur akibat trauma berat

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba

berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan

pemuntiran atau penarikan.4

Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat

yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan

biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak.

Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada

kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur

komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila trauma terjadi

pada atau didekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang

disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.5

b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan (stress)

Retak atau fraktur dapat terjadi pada tulang akibat trauma ringan

yang berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,

fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang

berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh, dan sebagainya.5

c. Fraktur spontan/patologik

Fraktur dapat terjadi pada tulang yang sebelumnya telah

mengalami proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder,

myeloma multiple, kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya. Sehingga,

trauma ringan saja dapat sudah dapat menimbulkan fraktur.5

2.5 PATOFISIOLOGI

Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989).

Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum

4

Page 5: BAB I

tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,

kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom

pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang

yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan

nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika

terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk

memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.

Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum

tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak

tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.

Hematon menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan

kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan

menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini

menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung

syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement.2-4

2.6 KLASIFIKASI FRAKTUR

Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi raktur sebagaimana yang

dikemukakan oleh para ahli:

a. Klasifikasi fraktur berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi: 4,5

1. Fraktur komplit

Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga

tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang

dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.

2. Fraktur inkomplit

Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah

tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada

korteks yang utuh).

b. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu: 4-6

1. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada –

5

Page 6: BAB I

anak-anak dengan tulang lembek.

2. Comminuted : faraktur dengan fragmen multipel

3. Transverse yaitu patah melintang

4. Longitudinal yaitu patah memanjang

5. Oblique yaitu garis patah miring

6. Spiral yaitu patah melingkar

7. Kompresi

8. Avulse : sebuah fragmen tulang terlepas dari lokasi ligament atau

insersi tendon

c. Klasifikasi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu: 3

1. Tidak ada dislokasi

2. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:

a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut

b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh

c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang

d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang

berjauhan dan memendek.

2.7 KLASIFIKASI TRAUMA SERVIKALIS

A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma 5

a. Trauma Hiperfleksi

1. Subluksasi anterior 5

terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang

leher; ligament longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil.

Tanda penting pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke

posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan ligament. Tanda-

tanda lainnya :

- Jarak yang melebar antara prosesus spinosus

- Subluksasi sendi apofiseal

6

Page 7: BAB I

Gambar 1. Subluksasi anterior 7

2. Bilateral interfacetal dislocation 5

Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan

kumpulan ligament di posterior tulang leher. Lesi tidak stabil.

Tampak diskolasi anterior korpus vertebrae. Dislokasi total sendi

apofiseal.

Gambar 2. Bilateral interfacetal dislocation 7

3. Wedge fracture 5

Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament

longitudinal anterior dan kumpulan ligament posterior utuh

sehingga lesi ini bersifat stabil.

4. Flexion tear drop fracture dislocation 5

Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi

menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior dan

kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulse pada bagian

antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang

servikal dalam fleksi :

7

Page 8: BAB I

- Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior

korpus vertebrae.

- Pembengkakan jaringan lunak pravertebral.

Gambar 3a. Wedge fracture7

Gambar 3b. Flexion tear drop fracture

dislocation7

5. Clay shovelers fracture 5

Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament

posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada

prosesus spinosus ; biasanya pada CVI-CVII atau Th1.

Gambar 4. Clay Shovelers fracuter7

b. Trauma fleksi-rotasi 5

Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun

terjadi kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal

yang bersangkutan.

8

Page 9: BAB I

Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang

bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan

vertebra distalnya tetap dalam posisi lateral.

Gambar 5. Trauma Fleksi-rotasi 7

a. Tampak Lateral b. Tampak AP c. Tampak oblik

c. Trauma Hiperekstensi 5

1. Fraktur dislokasi hiperekstensi

Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan

prosessus spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-

inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen

posterior tulang leher dan ligament yang bersangkutan.

2. Hangmans fracture

Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap

C3.

Gambar 6. Hangmans Fracture 7

9

Page 10: BAB I

d. Ekstensi-rotasi 5

Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi.

e. Kompresi vertical 5

Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui

kepala, kondilus oksipitalis, ke tulang leher.

1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)

Gambar 7. Jeffersons fracture 7

2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah

Gambar 8. Bursting fracture vertebra

servical tengah & bawah 7

B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan 5

a. Stabil

b. Tidak stabil

Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya

komponen ligament-skeletal pada saat terjadinya pergeseran satu segmen

tulang leher terhadap lainnya.5

10

Page 11: BAB I

Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian

medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan

pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis

tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera

stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan

normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis

disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.2,3

Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan

radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior,

lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur

yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior),

kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).2,3

Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :

1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga

bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.

2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari

corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis

3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan,

arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa.2,3

Cedera tulang belakang dikatakan tidak stabil bila:

1. Tampak pelebaran celah interspinosum atau pelebaran sendi faset.

2. Ada listesis anterior lebih 3,5 mm.

3. Penyempitan atau pelebaran sela diskus (1,7 mm atau lebih).

4. Angulasi fokal lebih dari 11˚.

5. Kompresi vertebra lebih dari 25 %.2,3

2.8 GAMBARAN KLINIK

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klnik fraktur sebagai berikut: 1,2,4

a. Nyeri

11

Page 12: BAB I

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan -

adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan

sekitarnya.

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir

pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

c. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di

jaringan sekitarnya.

d. Spame otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

g. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi

normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang

digerakkan.

i. Defirmitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma

dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,

akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

j. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

k. Gambaran X-ray menentukan fraktur, gambara ini akan menentukan lokasi

dan tipe fraktur

2.9 EVALUASI RADIOLOGIS

12

Page 13: BAB I

Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external,

tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, foto

konvensional, CT-Scan dengan atau tanpa myelography dan MRI.2

1. Foto Konvensional (X-Ray)

Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri

lokal, deformitas, krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan

neurologis atau cedera kepala, pasien dengan multiple trauma yang potensial

terjadi cervical spine injury. Komplit cervical spine seri terdiri dari AP, lateral

view, open mount dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila

diperlukan.2

Gambar 9. Contoh hasil X-Ray: tampak fraktur pada corpus VC VII

2. CT-Scan

Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal

trauma, potongan tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto.

CTScan juga dilakukan bila hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan

klinis, adanya defisit neurologis, fraktur posterior arcus canalis cervicalis dan

pada setiap fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen tulang ke kanal saat ini

CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT imaging

memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh

plain foto.1

13

Page 14: BAB I

3. Myelografi

Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau

CT dapat melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya

lesi intra meduler, extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam

kasus trauma pemeriksaan ini masih kontraversial.1

4. Magentic Resonance Imaging (MRI)

MRI banyak digunakan untuk mendiagnosi akut spinal cord dan cervical

spinal injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat terlihat.1,2

2.10 PENATALAKSANAAN (PEMULIHAN SPINAL STABILITY)

A. Medical Management

Medical management yaitu setelah fase akut spinal injury tertangani maka

immobilisasi untuk membatasi gerakan pada cervical yang tidak stabil diperlukan

untuk memungkinkan penyembuhan tulang dan ligament berlangsung, juga untuk

melindungi spinal cord. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cervical orthosis,

collar, porter type orthosis, cervico thoracic dan halo orthosis.

Cervical collar terdiri dari soft collar dan phila delphia collar. Soft collar

mempunyai keuntungan yang kecil pada pasien spinal cord injury dan hanya

membatasi pergerakan minimal pada rotasi ekstensi dan fleksi. Philadelphia collar

memberikan proteksi yang lebih baik daripada soft collar terutama pada gerakan

fleksi dan ekstensi, tapi tidak efektif pada axial rotasi. Indikasi: non/minimal

14

Page 15: BAB I

displace C1 – C2 fracture, minimal body/processus spinasus fracture, post anterior

cervical disctomy dengan fusi. Poster type orthoses lebih rigid dan memiliki 3

point fiksasi, pada mandibula occiput dan bahu atau thorax bagian atas. Halo vest

membatasi fleksi dan ekstensi, axial rotasi dan lateral bending. Alat ini

direkomendasikan untuk discplace atlas fracture, adontoid fracture, semua axis

fracture dan kombinasi C1 – C2 fracture dan post operasi imobilisasi setelah

surgical fusion.1,2

B. Penanganan Operasi

Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi malaligment, decompresi

elemen neural dan restorasi spinal stability. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik

operasi anterior atau posterior.1

Anterior approach, indikasi:

- Ventral kompresi

- Kerusakan anterior collum

- Kemahiran neuro surgeon

Posterior approach, indikasi:

- Dorsal kompresi pada struktur neural

- Kerusakan posterior collum1

2.10 LESI SPESIFIK DAN PENATALAKSANAANNYA

1. Fraktur Atlas C 1

Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi

kepala menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat.

Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang

atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak berat

dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang

dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam

keadaan terbuka. Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini

adalah immobilisasi cervical dengan collar plaster selama 3 bulan.1-3

15

Page 16: BAB I

2. Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial)

Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari

atlas yang menyilang dibelakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi

sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya

perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum transversalis.

Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid.

Umumnya ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid

pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk

fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical. Terapi untuk

fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi continues.1-3

3. Fraktur Kompresi Corpus Vertebral

Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal

namun dapat mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini

adalah tipe tidak stabil. Terapi untuk fraktur tipe ini adalah reduksi

dengan plastic collar selama 3 minggu ( masa penyembuhan tulang). 1-3

4. Flexi Subluksasi Vertebral Cervical

Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-

tiba sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada

kepala bagian belakang, terjadi vertebra yang miring kedepan diatas

vertebra yang ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur

ini disebut subluksasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam waktu

singkat.Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi

cervical dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar

selama 2 bulan. 1-3

5. Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical

Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme

terjadinya fraktur hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen

robek dan posterior facet pada satu atau kedua sisi kehilangan

kestabilannya dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi atau fraktur

16

Page 17: BAB I

dislokasi pada C7–Th1 maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral

maka posisi yang terbaik untuk radiografi adalah “swimmer projection”.

Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun

fraktur dislokasi dari fraktur cervical termasuk sulit namun traksi skull

continu dapat dipakai sementara. 1-3

6. Ekstensi Sprain ( Kesleo) Cervical (Whiplash injury)

Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila

leher tiba-tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini

terjadi setelah tertabrak dari belakang; badan terlempar ke depan dan

kepala tersentak kebelakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai

patologi yang tepat tetapi kemungkinan ligamen longitudinal anterior

meregang atau robek dan diskus mungkin juga rusak.

Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang refrakter dan

bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai

dengan gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala,

pusing, depresi, penglihatan kabur dan rasa baal atau paraestesia pada

lengan. Biasanya tidak terdapat tanda-tanda fisik, dan pemeriksaan

dengan sinar-X hanya memperlihatkan perubahan kecil pada postur.

Tidak ada bentuk terapi yang telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan

analgetik dan fisioterapi. 1-3

7. Fraktur Pada Cervical Ke -7 (Processus Spinosus)

Prosesus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada

otot. Adanya kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan

menyebabkan avulsi prosesus spinosus yang disebut “clay shoveler’s

fracture”. Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya. 1-3

BAB III

KESIMPULAN

17

Page 18: BAB I

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur

servikalis adalah fraktur yang terjadi di salah satu atau beberapa tulang leher

(vertebra servikalis). Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur

akibat peristiwa trauma berat, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan

(stress), fraktur spontan/patologik. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema,

memar/ekimosis, spame otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas

abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu : hiperfleksi,

fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi-rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi

berdasarkan derajat kestabilan yaitu ; Stabil dan tidak stabil

Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external,

tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto

fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

Penatalaksanaan fraktur servikalis meliputi: medical management

(immobilisasi) dengan cervical orthosis, collar, porter type orthosis, cervico

thoracic dan halo orthosis. Bila ada indikasi dapat dilakukan tindakan bedah

dengan anterior approach atau posterior approach.

18

Page 19: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi I. Cervical Injury : FK USU. Last updated 2002.

http://www.Bedah- iskandar Japardi7.pdf. Download at 02-03-2011.

2. Anonym. Diagnosis dan penanganan fraktur servikal. Last updated : 30-

06-2010. URL: http://www.jevuska.com/2010/06/30/diagnosis-dan-

penanganan-fraktur-servikal. Download at 02-03-2011.

3. Anonim. Fraktur Cervical. Last updated 5-09-2008. http://www.Dislokasi-

interfasetal-bilateral.html . Download at 02-03-2011.

4. Sjamsuhidajat, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua. Jakarta:

EGC. 2005; 840-52,70-74.

5. Rasad S, Dalam: Ekayuda I, Editor. Radiologi Diagnostik, Edisi kedua.

Jakarta : FKUI. 2009; 31-3, 50-7

6. Patel PR. Lecture Notes Radiologi, Edisi kedua. Jakarta : Erlangga. 2007;

222-23.

7. Moira Davinport. Fracture cervical spine. Last updated 30-04-2010.

http://www.82340-overview.htm. Download at 02-03-2011.

19