Download - BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai vertebra servikalis,
vertebral thorakais, vertebra lumbalis dan vertebra sakralis akibat trauma seperti
jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb.1
Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling
sering dari kecacatan dan kelemahan setetah trauma, karena alasan ini, evaluasi
dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots
memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal
cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan
manajemen. Penanganan, rehabilitas spinal cord dan kemajuan perkembangan
multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi cervical
dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat.1
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma
pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi
dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam,
sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau
leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal
merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera.
Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat
mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .2
Dislokasi interfasetal bilateral merupakan suatu bentuk trauma tulang
belakang khususnya di daerah servikal,dan merupakan suatu trauma yang serius
dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian ataupun gangguan neurologi
yang mempengaruhi produktifitas kerja penderita dan meningkatnya biaya
pengobatan. Trauma servikal tidak selalu berdiri sendiri, sering disertai trauma
kepala(20%), wajah(2%), penurunan kesadaran, dan multiple trauma.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 ANATOMI
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk
skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,
costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut
syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.
Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio
yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.3,4
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh
ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang
mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan
sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu
2
trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke rumah
sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai jaringan
lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis.
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan
olah raga(22%), , terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.3,4
2.2 DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.4
Trauma servikal adalah trauma/injuri yang terjadi akibat benturan dibagian
leher yang menyebabkan respon penurunan neurovaskuler secara tiba-tiba dan
hilangnya fungsi pernafasan, dan ditandai dengan konkusi, kontusio, laserasi, dan
edema. Sebuah fraktur (patah atau retak) di salah satu atau beberapa tulang leher
(vertebra servikalis) disebut fraktur servikal atau kadang-kadang juga disebut
patah tulang leher.2
2.3 EPIDEMIOLOGI FRAKTUR SERVIKAL
Dislokasi interfasetal bilateral merupakan suatu bentuk trauma servikal
yang jarang terdiagnosis oleh karena seringkali tidak berdiri sendiri tapi disertai
dengan trauma di tempat lain. Rata–rata pasien dengan multiple trauma sekitar
5,9% mengalami trauma pada servikal dan 10% mengalami fraktur pada tulang
servikal.3
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun,
3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena
multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari
perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja.
Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan
C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.1
3
2.4 ETIOLOGI
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.4
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:4,5
a. Fraktur akibat trauma berat
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan
pemuntiran atau penarikan.4
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat
yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila trauma terjadi
pada atau didekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang
disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.5
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan (stress)
Retak atau fraktur dapat terjadi pada tulang akibat trauma ringan
yang berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang
berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh, dan sebagainya.5
c. Fraktur spontan/patologik
Fraktur dapat terjadi pada tulang yang sebelumnya telah
mengalami proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder,
myeloma multiple, kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya. Sehingga,
trauma ringan saja dapat sudah dapat menimbulkan fraktur.5
2.5 PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989).
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum
4
tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang
yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan
nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika
terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum
tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematon menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement.2-4
2.6 KLASIFIKASI FRAKTUR
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi raktur sebagaimana yang
dikemukakan oleh para ahli:
a. Klasifikasi fraktur berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi: 4,5
1. Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga
tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang
dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.
2. Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah
tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada
korteks yang utuh).
b. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu: 4-6
1. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada –
5
anak-anak dengan tulang lembek.
2. Comminuted : faraktur dengan fragmen multipel
3. Transverse yaitu patah melintang
4. Longitudinal yaitu patah memanjang
5. Oblique yaitu garis patah miring
6. Spiral yaitu patah melingkar
7. Kompresi
8. Avulse : sebuah fragmen tulang terlepas dari lokasi ligament atau
insersi tendon
c. Klasifikasi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu: 3
1. Tidak ada dislokasi
2. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang
berjauhan dan memendek.
2.7 KLASIFIKASI TRAUMA SERVIKALIS
A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma 5
a. Trauma Hiperfleksi
1. Subluksasi anterior 5
terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang
leher; ligament longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil.
Tanda penting pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke
posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan ligament. Tanda-
tanda lainnya :
- Jarak yang melebar antara prosesus spinosus
- Subluksasi sendi apofiseal
6
Gambar 1. Subluksasi anterior 7
2. Bilateral interfacetal dislocation 5
Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan
kumpulan ligament di posterior tulang leher. Lesi tidak stabil.
Tampak diskolasi anterior korpus vertebrae. Dislokasi total sendi
apofiseal.
Gambar 2. Bilateral interfacetal dislocation 7
3. Wedge fracture 5
Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament
longitudinal anterior dan kumpulan ligament posterior utuh
sehingga lesi ini bersifat stabil.
4. Flexion tear drop fracture dislocation 5
Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi
menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior dan
kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulse pada bagian
antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang
servikal dalam fleksi :
7
- Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior
korpus vertebrae.
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebral.
Gambar 3a. Wedge fracture7
Gambar 3b. Flexion tear drop fracture
dislocation7
5. Clay shovelers fracture 5
Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament
posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada
prosesus spinosus ; biasanya pada CVI-CVII atau Th1.
Gambar 4. Clay Shovelers fracuter7
b. Trauma fleksi-rotasi 5
Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun
terjadi kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal
yang bersangkutan.
8
Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang
bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan
vertebra distalnya tetap dalam posisi lateral.
Gambar 5. Trauma Fleksi-rotasi 7
a. Tampak Lateral b. Tampak AP c. Tampak oblik
c. Trauma Hiperekstensi 5
1. Fraktur dislokasi hiperekstensi
Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan
prosessus spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-
inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen
posterior tulang leher dan ligament yang bersangkutan.
2. Hangmans fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap
C3.
Gambar 6. Hangmans Fracture 7
9
d. Ekstensi-rotasi 5
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi.
e. Kompresi vertical 5
Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui
kepala, kondilus oksipitalis, ke tulang leher.
1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)
Gambar 7. Jeffersons fracture 7
2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah
Gambar 8. Bursting fracture vertebra
servical tengah & bawah 7
B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan 5
a. Stabil
b. Tidak stabil
Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya
komponen ligament-skeletal pada saat terjadinya pergeseran satu segmen
tulang leher terhadap lainnya.5
10
Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian
medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan
pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis
tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera
stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan
normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis
disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.2,3
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan
radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior,
lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur
yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior),
kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).2,3
Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga
bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.
2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari
corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis
3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan,
arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa.2,3
Cedera tulang belakang dikatakan tidak stabil bila:
1. Tampak pelebaran celah interspinosum atau pelebaran sendi faset.
2. Ada listesis anterior lebih 3,5 mm.
3. Penyempitan atau pelebaran sela diskus (1,7 mm atau lebih).
4. Angulasi fokal lebih dari 11˚.
5. Kompresi vertebra lebih dari 25 %.2,3
2.8 GAMBARAN KLINIK
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klnik fraktur sebagai berikut: 1,2,4
a. Nyeri
11
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan -
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
d. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i. Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
k. Gambaran X-ray menentukan fraktur, gambara ini akan menentukan lokasi
dan tipe fraktur
2.9 EVALUASI RADIOLOGIS
12
Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external,
tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, foto
konvensional, CT-Scan dengan atau tanpa myelography dan MRI.2
1. Foto Konvensional (X-Ray)
Cervical foto series dilakukan atas indikasi pasien dengan keluhan nyeri
lokal, deformitas, krepitasi atau edema, perubahan status mental, gangguan
neurologis atau cedera kepala, pasien dengan multiple trauma yang potensial
terjadi cervical spine injury. Komplit cervical spine seri terdiri dari AP, lateral
view, open mount dan oblique. Swimmer dan fleksi ekstensi dilakukan bila
diperlukan.2
Gambar 9. Contoh hasil X-Ray: tampak fraktur pada corpus VC VII
2. CT-Scan
Pada saat ini CT-Scan merupakan metode yang terbaik untuk akut spinal
trauma, potongan tipis digunakan untuk daerah yang dicurigai pada plain foto.
CTScan juga dilakukan bila hasil pemeriksaan radiologis tidak sesuai dengan
klinis, adanya defisit neurologis, fraktur posterior arcus canalis cervicalis dan
pada setiap fraktur yang dicurigai retropulsion fragmen tulang ke kanal saat ini
CT dapat dilakukan paad segital, coroval atau oblig plane. 3 dimensi CT imaging
memberikan gambaran yang lebih detail pada fraktur yang tidak dapat dilihat oleh
plain foto.1
13
3. Myelografi
Pemberian kontras dengan water soluber medium diikuti dengan plain atau
CT dapat melihat siluet dari spinal cord, subarachnoid space, nerve root, adanya
lesi intra meduler, extrameduler, obstruksi LCS, robekan duramater, tetapi dalam
kasus trauma pemeriksaan ini masih kontraversial.1
4. Magentic Resonance Imaging (MRI)
MRI banyak digunakan untuk mendiagnosi akut spinal cord dan cervical
spinal injury karena spinal cord dan struktur sekitarnya dapat terlihat.1,2
2.10 PENATALAKSANAAN (PEMULIHAN SPINAL STABILITY)
A. Medical Management
Medical management yaitu setelah fase akut spinal injury tertangani maka
immobilisasi untuk membatasi gerakan pada cervical yang tidak stabil diperlukan
untuk memungkinkan penyembuhan tulang dan ligament berlangsung, juga untuk
melindungi spinal cord. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cervical orthosis,
collar, porter type orthosis, cervico thoracic dan halo orthosis.
Cervical collar terdiri dari soft collar dan phila delphia collar. Soft collar
mempunyai keuntungan yang kecil pada pasien spinal cord injury dan hanya
membatasi pergerakan minimal pada rotasi ekstensi dan fleksi. Philadelphia collar
memberikan proteksi yang lebih baik daripada soft collar terutama pada gerakan
fleksi dan ekstensi, tapi tidak efektif pada axial rotasi. Indikasi: non/minimal
14
displace C1 – C2 fracture, minimal body/processus spinasus fracture, post anterior
cervical disctomy dengan fusi. Poster type orthoses lebih rigid dan memiliki 3
point fiksasi, pada mandibula occiput dan bahu atau thorax bagian atas. Halo vest
membatasi fleksi dan ekstensi, axial rotasi dan lateral bending. Alat ini
direkomendasikan untuk discplace atlas fracture, adontoid fracture, semua axis
fracture dan kombinasi C1 – C2 fracture dan post operasi imobilisasi setelah
surgical fusion.1,2
B. Penanganan Operasi
Goal dari penanganan operasi adalah: Reduksi malaligment, decompresi
elemen neural dan restorasi spinal stability. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik
operasi anterior atau posterior.1
Anterior approach, indikasi:
- Ventral kompresi
- Kerusakan anterior collum
- Kemahiran neuro surgeon
Posterior approach, indikasi:
- Dorsal kompresi pada struktur neural
- Kerusakan posterior collum1
2.10 LESI SPESIFIK DAN PENATALAKSANAANNYA
1. Fraktur Atlas C 1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi
kepala menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat.
Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang
atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak berat
dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam
keadaan terbuka. Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini
adalah immobilisasi cervical dengan collar plaster selama 3 bulan.1-3
15
2. Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial)
Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari
atlas yang menyilang dibelakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi
sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya
perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum transversalis.
Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid.
Umumnya ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid
pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk
fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical. Terapi untuk
fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi continues.1-3
3. Fraktur Kompresi Corpus Vertebral
Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal
namun dapat mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini
adalah tipe tidak stabil. Terapi untuk fraktur tipe ini adalah reduksi
dengan plastic collar selama 3 minggu ( masa penyembuhan tulang). 1-3
4. Flexi Subluksasi Vertebral Cervical
Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-
tiba sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada
kepala bagian belakang, terjadi vertebra yang miring kedepan diatas
vertebra yang ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur
ini disebut subluksasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam waktu
singkat.Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi
cervical dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar
selama 2 bulan. 1-3
5. Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical
Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme
terjadinya fraktur hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen
robek dan posterior facet pada satu atau kedua sisi kehilangan
kestabilannya dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi atau fraktur
16
dislokasi pada C7–Th1 maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral
maka posisi yang terbaik untuk radiografi adalah “swimmer projection”.
Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun
fraktur dislokasi dari fraktur cervical termasuk sulit namun traksi skull
continu dapat dipakai sementara. 1-3
6. Ekstensi Sprain ( Kesleo) Cervical (Whiplash injury)
Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila
leher tiba-tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini
terjadi setelah tertabrak dari belakang; badan terlempar ke depan dan
kepala tersentak kebelakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai
patologi yang tepat tetapi kemungkinan ligamen longitudinal anterior
meregang atau robek dan diskus mungkin juga rusak.
Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang refrakter dan
bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala,
pusing, depresi, penglihatan kabur dan rasa baal atau paraestesia pada
lengan. Biasanya tidak terdapat tanda-tanda fisik, dan pemeriksaan
dengan sinar-X hanya memperlihatkan perubahan kecil pada postur.
Tidak ada bentuk terapi yang telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan
analgetik dan fisioterapi. 1-3
7. Fraktur Pada Cervical Ke -7 (Processus Spinosus)
Prosesus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada
otot. Adanya kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan
menyebabkan avulsi prosesus spinosus yang disebut “clay shoveler’s
fracture”. Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya. 1-3
BAB III
KESIMPULAN
17
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur
servikalis adalah fraktur yang terjadi di salah satu atau beberapa tulang leher
(vertebra servikalis). Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur
akibat peristiwa trauma berat, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
(stress), fraktur spontan/patologik. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema,
memar/ekimosis, spame otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas
abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.
Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu : hiperfleksi,
fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi-rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi
berdasarkan derajat kestabilan yaitu ; Stabil dan tidak stabil
Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external,
tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto
fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.
Penatalaksanaan fraktur servikalis meliputi: medical management
(immobilisasi) dengan cervical orthosis, collar, porter type orthosis, cervico
thoracic dan halo orthosis. Bila ada indikasi dapat dilakukan tindakan bedah
dengan anterior approach atau posterior approach.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi I. Cervical Injury : FK USU. Last updated 2002.
http://www.Bedah- iskandar Japardi7.pdf. Download at 02-03-2011.
2. Anonym. Diagnosis dan penanganan fraktur servikal. Last updated : 30-
06-2010. URL: http://www.jevuska.com/2010/06/30/diagnosis-dan-
penanganan-fraktur-servikal. Download at 02-03-2011.
3. Anonim. Fraktur Cervical. Last updated 5-09-2008. http://www.Dislokasi-
interfasetal-bilateral.html . Download at 02-03-2011.
4. Sjamsuhidajat, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua. Jakarta:
EGC. 2005; 840-52,70-74.
5. Rasad S, Dalam: Ekayuda I, Editor. Radiologi Diagnostik, Edisi kedua.
Jakarta : FKUI. 2009; 31-3, 50-7
6. Patel PR. Lecture Notes Radiologi, Edisi kedua. Jakarta : Erlangga. 2007;
222-23.
7. Moira Davinport. Fracture cervical spine. Last updated 30-04-2010.
http://www.82340-overview.htm. Download at 02-03-2011.
19