bab 5 - copy perekonomian indonesia

21
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 1. DISTRIBUSI PENDAPATAN Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah “distribusi ukuran”, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing- masing orang dan “distribusi fungsional” atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi. 1.1. DISTRIBUSI PENDAPATAN UKURAN Distribusi pendapatan perorangan atau distribusi ukuran pendapatan merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Yang diperhatikan disini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu hanya berasal dari gajinya karena bekerja atau berasal dari sumber yang lain seperti bunga tabungan, laba, hasil sewa, hadiah, ataupun warisan. Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran yakni : 1) Rasio Kutnezs Rasio Kutnezs sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di satu negara. 2) Kurva Lorenz Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima, misalnya, satu tahun. 3) Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat 1

Upload: anon82760162

Post on 09-Jul-2016

241 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

makalah perekonomian indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

1. DISTRIBUSI PENDAPATANPara ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi

pendapatan, yang digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah “distribusi ukuran”, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan “distribusi fungsional” atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.

1.1. DISTRIBUSI PENDAPATAN UKURANDistribusi pendapatan perorangan atau distribusi ukuran pendapatan

merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Yang diperhatikan disini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu hanya berasal dari gajinya karena bekerja atau berasal dari sumber yang lain seperti bunga tabungan, laba, hasil sewa, hadiah, ataupun warisan.

Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran yakni :1) Rasio Kutnezs

Rasio Kutnezs sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di satu negara.

2) Kurva LorenzKurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase

penerima pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima, misalnya, satu tahun.

3) Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan AgregatKoefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya

berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Koefisien Gini atau Rasio Konsentrasi Gini didapat dengan menghitung rasio bidang yang terletak di antara garis diagonal dan kurva lorenz dibagi dengan luas separuh segi empat di mana kurva lorenz tersebut berada. Pada peraga dibawah ini, rasio tersebut adalah rasio daerah A yang diberi warna hitam dengan luas segitiga BCD.

1

A

D

CB

% Pendapatan

% Penduduk

Kurva Lorenz

Garis Pemerataan

Koefisien Gini = Bidang A

BCD

Page 2: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

1.2. DISTRIBUSI FUNGSIONALUkuran distribusi pendapatan kedua yang biasa digunakan adalah distribusi

pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per faktor produksi (functional or factor share distribution of income). Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Pada dasarnya teori ini mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba.

Kurva permintaan dan penawaran diasumsikan sebagai sesuatu yang menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi. Bila harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan yang bersumber dari asumsi utilitas faktor produksi secara efisien, maka dapat dihitung total pembayaran atau pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut. Namun, relevansi teori fungsional dikatakan kurang tajam karena tidak memperhitungkan pentingnya peranan dan pengaruh kekuatan-kekuatan di luar pasar yang menentukan harga faktor-faktor produksi.

1.3. PERKEMBANGAN INDEKS KETIMPANGAN

Sebagai hasil dari penerapan berbagai cara untuk mencapai ukuran pembagian pendapatan di bawah ini disampaikan data mengenai koefisien Gini untuk periode 1964/65 sampai 1976 dan untuk periode 2002-2007, dan  persentase pendapatan yang diterima oleh berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dari 2002 sampai 2007 untuk menghitung koefisien Kutnezs.

Tabel 1.1 Koefisien Gini Pengeluaran di Indonesia, 1964/65-1976

KeteranganPengeluaran Konsumsi Per Kapita Data Susenas

1964-65 a) 1967 b) 1970 1976

PerkotaanJawa 0,313 0,323 0,386 0,386Luar Jawa 0,403 t.a. 0,332 0,329Indonesia 0,356 t.a. 0,341 0,377

PedesaanJawa 0,336 0,294 0,312 0,302Luar Jawa 0,349 t.a. 0,313 0,313Indonesia 0,358 t.a. 0,318 0,354

a) Data untuk November 1964 - Februari 1965b) Data umtuk September - Oktober 1967c) Data untuk perode Januari - April

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pembagian pendapatan  secara keseluruhan pada tahun 1964/65 hampir sama untuk perkotaan dan pedesaan

2

Page 3: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

dan termasuk pada ketimpangan yang sedang. Sedangkan pembagian pendapatan perkotaan di Jawa lebih merata dibandingkan di pedesaan Jawa, namun sebaliknya terjadi di Luar Jawa, yakni di pedesaan lebih merata.  Kalau kita bergerak dari tahun 1964/65 maka distribusi pendapatan di perkotaan Jawa selalu menjadi lebih timpang, sedangkan di daerah pedesaan di Jawa selalu menjadi lebih merata sampai pada tahun 1976.

Tabel 1.2 Persentase Pendapatan yang Diterima oleh Berbagai Kelompok Penduduk di Indonesia, Rasio Kutnezs dan Gini Rasio, 2002-2007

Kelompok Penduduk 2002 2003 2004 2005 2006 200740% Terendah 20,92 20,57 20,80 18,81 19,75 19,1040% Menengah 38,89 37,10 37,13 36,40 38,10 36,1120% Terkaya 42,19 42,33 42,07 44,78 42,15 44,79

Rasio Kutnezs 0,50 0,49 0,49 0,42 0,47 0,43Gini Rasio 0,33 0,32 0,32 0,36 0,33 0,37

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia, masih tetap secara umum berada pada ketimpangan yang sedang baik ditunjukkan oleh koefisien Kutnezs maupun koefisien Gini.  Pada awal periode (2002-2004) bagian pendapatan yang diterima oleh 40 persen termiskin relatif tetap sekitar 20 persen dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya juga tetap sekitar 42 persen, sehingga koefisien Kutnezs juga relatif konstan, dan koefisien Gini juga menunjukkan hal yang sama dari 0,33 pada tahun 2002 menjadi 0,32 pada dua tahun setelah itu. Dari tahun 2004 ke 2005 distribusi pendapatan menjadi sedikit lebih buruk, bagian yang diterima oleh 40 persen termiskin menurun dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya meningkat sehingga koefisien Kuznets mengalami penurunan.  Hal ini juga ditunjukkan oleh koefisien Gini yang menunjukkan distribusi pendapatan menjadi lebih timpang.  Memburuknya distribusi pendapatan dari tahun 2006 ke 2007 (ditunjukkan oleh menurunnya koefisien Kuznets dan menaiknya koefisien Gini) mungkin dapat dijelaskan karena adanya kenaikan harga-harga sebagai akibat naiknya harga bensin ketika itu.

3

Page 4: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

2. KEMISKINANYang dimaksud dengan kemiskinan di sini adalah penduduk miskin, yakni

penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan rill minimum tertentu atau di bawah “garis kemiskinan internasional”.

1.2.

2.1. MENGUKUR KEMISKINAN ABSOLUTKemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau “hitungan per kepala

(headcount)”, H, untuk mengetahui seberapa banyak orang yang penghasilannya

berada di bawah garis kemiskinan absolut Yp. Ketika hitungan per kepala tersebut dianggap sebagai bagian dari populasi total, N, akan diperoleh indeks per kepala, H/N. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara rill, sehingga kita dapat menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu.

Beberapa ekonom mencoba mengalkulasikan indikator jurang kemiskinan (poverty gap) yang mengukur pendapatan total yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih di bawah garis kemiskinan ke atas garis itu. Kekurangan pendapatan total atau jurang kemiskinan total (total poverty gap = TGP) dari kaum miskin didefinisikan sebagai :

TPG=∑i=1

H

(Y p−Y i)

Jika dihitung atas dasar per kapita, kekurangan pendapatan rata-rata, atau jurang kemiskinan rata-ratanya (average poverty gap = APG) adalah :

APG=TPG/ H

Ada beberapa kriteria ukuran kemiskinan yang diinginkan, yang telah diterima secara luas oleh para ekonom, yaitu prinsip-prinsip anonimitas, independensi populasi, monotonisitas, dan sensitivitas distribusional. Indeks kemiskinan yang terkenal yang memenuhi ke empat kriteria di atas adalah indeks Sen dan bentuk tertentu dari Indeks Poster-Greer-Thornbeck (FGT) yang sering disebut sebagai kelas P dari ukuran kemiskinan.

P❑=1/ N∑i=1

H

(Y p−Y i )❑

Y p

Di mana, Yi = pendapatan dari orang miskin yang ke i

Yp = garis kemiskinanN = jumlah penduduk

Apabila, = 0, maka pembilangnya sama dengan H dan menjadi sama rasio

4

Page 5: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

headcount H / N. = 1, maka akan diperoleh jurang kemiskinan yang dinormalisasi. = 2, maka ukuran yang dihasilkan adalah

P2=( H /N ) {NPG2+ (1−NPG )2 (CV p )2}Di mana,

NPG = normalized poverty gap = APG / Yp

CVp = koefisien variasi pendapatan antar kaum miskin

Ukuran kemiskinan P2 banyak digunakan oleh Bank Dunia, bank pembangunan regional, sebagian besar lembaga PBB, dan dalam penelitian empiris mengenai kemiskinan.

2.2. CAKUPAN KEMISKINAN ABSOLUT

Jumlah dan persentase penduduk miskin untuk 1976-1999 dan garis kemiskinan di Indonesia untuk tahun 2005 sampai dengan 2007 disajikan dalam dua tabel berikut.

Tabel 1.3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia, 1976-1999

TahunPenduduk Miskin

% dari jumlah penduduk Jumlah (juta orang)1976 40,08 54,21978 33,31 47,21980 28,56 42,31981 26,85 40,61984 21,64 35,01987 17,42 30,01990 15,08 27,21993 13,67 25,91996 11,34 22,51998 20,30 49,51999 23,00 48,5

Sumber : BPS

Tabel 1.4 Garis Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin, 2005-2007

Daerah / Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) Jumlah Penduduk

Miskin (Juta)

Persentase Penduduk

MiskinBahan

MakananNon Bahan Makanan

Jumlah

Perkotaan2005 103.992 46.807 150.799 12,40 11,372006 126.527 48.797 175.324 14,29 13,362007 132.258 55.683 187.941 13,56 12,52

5

Page 6: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

Pedesaan2005 84.014 33.245 117.259 22,70 19,512006 103.180 28.076 131.256 24,76 21,902007 116.265 30.572 146.837 23,61 20,37Kota + Desa2005 91.072 38.036 129.108 35,10 15,972006 114.619 38.228 152.847 39,05 17,752007 123.992 42.704 166.696 37,17 16,58

Sumber : BPS

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi telah menurunkan persentase penduduk miskin dari 40,08 persen dari jumlah penduduk (54,2 juta orang) pada tahun 1976 menjadi 11,34 persen dari jumlah penduduk (22,5 juta orang) pada tahun 1996, untuk kemudian sebagai akibat dari krisis ekonomi meningkat menjadi 23 persen dari jumlah penduduk (48,5 juta orang) pada tahun 1999. Setelah itu terus mengalami penurunan sehingga menjadi 16,58 persen dari jumlah penduduk (37,17 juta orang) pada tahun 2007 (tabel 1.4). Dapat dikatakan bahwa persentase yang cukup tinggi dari seluruh penduduk Indonesia (16-18%) masih berada di bawah garis kemiskinan dan merupakan tugas yang berat bagi pemerintah sekarang.

2.3. KARAKTERISTIK EKONOMI KELOMPOK MASYARAKAT MISKINPerpaduan tingkat pendapatan per kapita rendah dan distribusi pendapatan

yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan per kapita yang ada, maka akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Pemahaman terhadap hakikat distribusi ukuran pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap analisis masalah kemiskinan satu negara yang berpendapatan rendah. Kemiskinan di Pedesaan dan daerah pantai

Mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah – daerah pedesaan dan pantai, dengan mata pencarian pokok di bidang – bidang pertanian, perikanan dan kegiatan – kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional. Walaupun sebagian kelompok penduduk miskin bertempat tinggal di daerah – daerah pedesaan, namun pengeluaran pemerintah justru lebih tercurah ke daerah – daerah perkotaan dan berbagai sektor manufaktur modern dan sektor komersial.

Ada 3 faktor penyebab utama mengapa sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia. Tingkat Produktivitas yang rendah disebabkan karena jumlah pekerja di sektor

tersebut terlalu banyak, sedangkan tanah, kapital, dan teknologi terbatas dan tingkat pendidikan petani yang rata – ratanya sangat rendah.

Daya saing petani atau dasar tukar domestik antar komoditas pertanian terhadap komoditas industri semakin lemah.

Tingkat diversifikasi usaha di sektor pertanian ke jenis – jenis komoditas bukan bahan makanan yang memiliki prospek pasar dan harga yang lebih baik masih sangat terbatas.

6

Page 7: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

Kaum wanita dan kemiskinanMayoritas dari kaum miskin di dunia dan di Indonesia adalah kaum wanita

dan anak – anak. Karena merekalah yang paling menderita kemiskinan serta kekurangan gizi, dan mereka pula yang paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya. Sebab – sebab pokok atas terjadinya hal tersebut ialah banyak wanita yang menjadi ibu rumah tangga, rendahnya kesempatan dan kapasitas mereka dalam memiliki pendapatan sendiri, serta terbatasnya memperoleh kesempatan pendidikan.

Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan KemiskinanDi hampir semua negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia,

kemiskinan banyak diderita oleh etnik minoritas dan penduduk pribumi, mereka sering mengalami berbagai bentuk diskriminasi sosial, politik, maupun ekonomi, bahkan perang saudara bersumber dari persepsi berbagai kelompok etnik menganggap bahwa mereka tersisih dalam persaingan memperebutkan sumber daya dan lapangan kerja yang terbatas. Penduduk pribumi bahkan menderita kemiskinan yang lebih parah lagi di bandingkan etnik minoritas.

2.4. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINANFaktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan cukup banyak,

baik secara langsung maupun tidak langsung, dimulai dari tingkat pertumbuhan output (atau produktivitas tenaga kerja), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air, dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di satu wilayah, etos kerja dan motivasi kerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan. Sebagian besar dari faktor-faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lainnya, salah satu contohnya, yaitu, tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerja seseorang sehingga produktivitasnya menurun.

2.5. PERTUMBUHAN DAN KEMISKINANBanyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk

kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Di samping itu, terdapat pula pendapat bahwa pengeluaran publik yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan.

Terdapat lima alasan mengapa kebijaksanaan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan.

7

Page 8: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

1) Pertama, kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu membiayai pendidikan anaknya, dan dengan ketiadaan peluang investasi fisik maupun moneter, mempunyai banyak anak adalah sebagai sumber keamanan keuangan di masa tuanya nanti. Hal ini menyebabkan pertumbuhan per kapita lebih kecil daripada jika distribusi lebih rendah.

2) Kedua, akal sehat, yang didukung dengan banyaknya data empiris terbaru, menyaksikan fakta bahwa, tidak seperti sejarah yang pernah dialami oleh negara negara yang sekarang sudah maju, kaum kaya di negara negara miskin sekarang tidak dikenal karena hematnya atau hasrat mereka untuk menabung atau menginvestasikan bagian yang besar dari pendapatan mereka didalam perekonomian negara mereka sendiri.

3) Ketiga, pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah, dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian tumbuh lambat. Strategi yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup golongan miskin tidak saja akan memperbaiki kesejahteraan mereka akan tetapi juga akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan seluruh perekonomian.

4) Keempat, peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal, seperti makanan dan pakaian, sementara golongan kaya cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatannnya untuk barang-barang mewah impor. Meningkatkan permintaan untuk barang barang buatan lokal memberikan rangsangan yang lebih besar kepada produksi lokal, memperbesar kesempatan kerja lokal, dan pertumbuhan investasi lokal.

5) Kelima, penurunan kemiskinan secara massal dapat menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat karena merupakan insentif materi dan psikologis yang kuat bagi meluasnya partisipasi publik dalam proses pembangunan. Sebaliknya lebarnya kesenjangan pendapatan dan besarnya kemiskinan absolut dapat menjadi pendorong negatif materi dan psikologis yang sama kuatnya terhadap kemajuan ekonomi.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat dan penanggulangan kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan.

8

Page 9: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

3. PILIHAN KEBIJAKSANAANAda beberapa pilihan kebijaksanaan yang berlaku untuk mengubah/memperbaiki

distribusi pendapatan dan sekaligus memerangi kemiskinan, yakni :1) Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan yang

khusus dirancang untuk mengubah harga-harga relatif produksi, dimana kebijakan ini dapat berupa :a) Upah buruh, dilaksanakan dengan menentukan tingkat upah minimum nasional

dan regional, seperti yang dilaksanakan di Indonesia. Pemerintah menentukan tingkat upah minimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah yang ditentukan di pasar bebas atas permintaan dan penawaran.

b) Bunga modal, dilaksanakan dengan menentukan harga modal terlalu murah dibandingkan dengan harga modal yang ditetapkan atas permintaan dan penawaran. Misalnya, pemberian kemudahan prosedur investasi, keringanan pajak bagi pengusaha, subsidi tingkat bunga (tingkat bunga yang lebih rendah untuk investasi), penetapan kurs valuta asing yang terlalu tinggi, dan penurunan bea masuk bagi impor barang-barang modal.

2) Perbaikan distribusi ukuran melalui redistribusi progresif kepemilikan aset. Hal ini akan sangat tergantung pada distribusi kepemilikan aset (sumber daya atau faktor produksi) di antara berbagai kelompok masyarakat, terutama modal fisik dan tanah, modal finansial seperti saham dan obligasi, serta sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.

3) Pengurangan distribusi ukuran golongan atas melalui pajak yang progresif. Satu contoh yang diterapkan di Indonesia adalah pajak penghasilan perorangan dan badan yang mempunyai sifat progresif.

4) Pembayaran transfer secara langsung dan penyediaan berbagai barang dan jasa publik. Transfer langsung dilakukan melalui BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada orang miskin yang berhak menerima.

ISU-ISU TERKAIT DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

ADB : 11% Penduduk Indonesia di Bawah Garis Kemiskinan

JAKARTA - Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menyebutkan, saat ini masih ada 28 juta jiwa atau 11% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Presiden ADB Takehiko Nakao mengatakan, meskipun Indonesia berhasil menurunkan kemiskinan dalam jumlah cukup besar, namun jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak. "Selain itu, 60% dari angkatan kerja berada di sektor informal, sehingga rentan untuk jatuh kembali dalam kemiskinan," ujar dia dalam rilisnya, Jakarta, Selasa (13/1/2015). Pihaknya mendukung kebijakan pemerintah untuk mendiversifikasi ekonomi, serta upaya meningkatkan mutu lapangan kerja, dan mengedepankan ketahanan pangan dan energi. "ADB siap membantu program pemerintah

9

Page 10: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

terkait pemberian bantuan langsung yang terarah, rehabilitasi sistem irigasi, reformasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pembangunan infrastruktur energi, termasuk energi terbarukan," terangnya.

Menurut Nakao, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), perlu dilakukan reformasi lebih lanjut di bidang pendidikan. Sebab, masih ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi, meskipun angka pendaftaran sekolah dasar sudah tinggi. "Tantangan seperti mutu sekolah, ketimpangan dalam angka kehadiran, dan pencapaian pendidikan antara daerah pedesaan dengan perkotaan," tuturnya. Pihaknya, lanjut dia, mendukung peningkatan akses dan mutu pendidikan teknik, kejuruan, dan politeknik guna memenuhi permintaan yang semakin besar untuk pekerja terampil. "Serta turut mendorong produktivitas tenaga kerja di Indonesia," tandas dia.

Sumber : http://ekbis.sindonews.com/read/950037/34/adb-11-penduduk-indonesia-di-bawah-garis-kemiskinan-1421139158 diakses pada 19 Februari 2015.

Subsidi Tidak Tepat Sasaran, Salah Satu Penyebab Ketimpangan di Indonesia

Jakarta, 21/11/2014 MoF (Fiscal) News - Menurut Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, alokasi subsidi yang tidak tepat sasaran menjadi salah satu penyebab terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia. Seperti diketahui, rasio ketimpangan pendapatan (Gini ratio) Indonesia saat ini telah mencapai 0,41 persen. Ia menjelaskan, jika dilihat dari pendapatan per kapitanya, kelompok kelas menengah-atas maupun kelompok menengah-bawah sebenarnya sama-sama mengalami perbaikan. Namun demikian, pendapatan riil dari kelompok menengah-atas tumbuh lebih cepat dibanding pendapatan riil kelompok menengah-bawah. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya ketimpangan.

“Dalam konteks pendapatan per kapita, dua-duanya membaik. Bedanya adalah, kelompok yang kaya naiknya lebih besar daripada kelompok yang miskin. Kalau yang atas lebih cepat bergeraknya dari yang bawah, lama-lama jaraknya kan makin lebar, itu yang membuat ketimpangan terjadi, jadi bukan yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin,” ungkapnya dalam kunjungan ke Kantor Harian Bisnis Indonesia pada Rabu (20/11/2014). Lebih lanjut ia mengungkapkan, pendapatan riil kelompok menengah-atas tumbuh lebih cepat salah satunya karena kelompok ini diuntungkan dengan kebijakan subsidi harga pemerintah saat ini, khususnya pada bahan bakar minyak (BBM). “Sudah pendapatan nominalnya lebih besar, dia (kalangan menengah-atas) katakanlah punya akses beli bensin yang bersubsidi. Jadi secara riil, pendapatannya meningkat lebih pesat lagi, karena dia seharusnya beli pertamax Rp10.500 (per liter), dia beli premium Rp6.500 (per liter),” urai Menkeu. Oleh karena itu, Menkeu menilai, penerapan subsidi harga pada BBM sebenarnya tidak tepat sasaran, karena justru banyak dinikmati oleh kalangan mampu. “Dengan pendapatan nominal yang lebih besar, dia (kalangan menengah-atas) bisa keluar dengan biaya yang lebih kecil. Dan kenapa dia bisa dengan biaya yang lebih kecil? Karena disubsidi pemerintah. Apakah pantas orang yang sudah punya kemampuan nominal tadi diperkuat lagi secara riil dengan subsidi dari pemerintah? Ini salah satunya yang membuat yang kaya ya makin melaju saja,” jelasnya.

10

Page 11: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

Sebaliknya, penerapan subsidi BBM ini sebenarnya tidak terlalu menguntungkan kalangan menengah-bawah, karena konsumsi BBM bersubsidi oleh kalangan ini tergolong sangat kecil. “Yang miskin, dia tidak dapat manfaat kok dari harga BBM rendah, orang dia nggak konsumsi, atau konsumsi sangat kecil, sedangkan (pendapatan) nominalnya sudah kecil. Jadi wajar kalau dia meskipun membaik, membaiknya lebih pelan dibandingkan kelompok kaya. Jadi ada kesalahan di dalam sistem (subsidi BBM) itu,” jelasnya.

Sumber : http://www.kemenkeu.go.id/Berita/subsidi-tidak-tepat-sasaran-salah-satu-penyebab-ketimpangan-di-indonesia diakses pada 19 Februari 2015.

Bank Dunia Ingatkan 68 Juta Warga RI Rentan Jatuh Miskin

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia mengingatkan penurunan angka kemiskinan di Indonesia berjalan melambat. Bahkan sekitar 68 juta penduduk Indonesia rentan jatuh miskin. Sekitar 68 juta penduduk Indonesia yang rentan jatuh miskin karena pendapatan mereka hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga miskin. "Guncangan ekonomi seperti jatuh sakit, bencana atau kehilangan pekerjaan, dengan mudah dapat membuat mereka kembali jatuh miskin," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chavez dalam acara Big Ideas Conference, Bersama Mengatasi Kemiskinan dan Ketimpangan, di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (23/9/2014).

Kabar baiknya, berdasarkan laporan Bank Dunia, meski angka penurunan kemiskinan di Indonesia terus melambat, namun ini hanya 0,7 persen kurun 2012 sampai 2013. Tingkat penurunan tersebut terkecil dalam satu dekade terakhir. Namun, ketimpangan mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, hal tersebut berpotensi menciptakan konflik sosial. Tentunya juga akan mengurangi manfaat dari tingginya pertumbuhan.

Koefisien gini yang mengukur ketimpangan konsumsi, telah meningkat dari 0,30 tahun 2000 menjadi 0,41 pada 2013. Meningkatnya ketimpangan membuat si miskin lebih sulit keluar dari kemiskinan. "Mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan akan menjadi tantangan paling penting bagi pemerintah Indonesia mendatang. Dengan melakukan implementasi kebijakan-kebijakan publik yang efektif, juga dengan membangun kemitraan dengan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil," pungkas dia.

Sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2109029/bank-dunia-ingatkan-68-juta-warga-ri-rentan-jatuh-miskin diakses pada 19 Februari 2015.

11

Page 12: Bab 5 - Copy perekonomian indonesia

KESIMPULAN

Ada dua jenis distribusi pendapatan, yaitu ukuran dan fungsional, dimana distribusi ukuran dapat dibuat kurva Lorens atau dihitung dengan koefisien Kutnezs dan koefisien Gini yang dapat dipakai untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan, sedangkan distribusi fungsional memberikan kerangka analisis kebijaksanaan yang menjelaskan keadilan distribusi pendapatan berdasarkan kepemilikan faktor produksi. Perpaduan tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah, atau dengan kata lain banyak penduduk yang hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah garis kemiskinan internasional. Berbagai kebijaksanaan yang bertujuan untuk memperbaiki distribusi pendapatan ukuran dan fungsional telah dilaksanakan oleh pemerintah, namun sampai sejauh ini tampaknya baru berhasil mempertahankan pembagian pendapatan pada tingkat ketimpangan sedang dan belum begitu berhasil menurunkan jumlah orang miskin.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2014. Subsidi Tidak Tepat Sasaran, Salah Satu Penyebab Ketimpangan di Indonesia. Diunduh dari : http://www.kemenkeu.go.id/Berita/subsidi-tidak-tepat-sasaran-salah-satu-penyebab-ketimpangan-di-indonesia pada 19 Februari 2015.

Liputan 6. 2014. Bank Dunia Ingatkan 68 Juta Warga RI Rentan Jatuh Miskin. Diunduh dari : http://bisnis.liputan6.com/read/2109029/bank-dunia-ingatkan-68-juta-warga-ri-rentan-jatuh-miskin pada 19 Februari 2015.

Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar : Udayana University Press.

Sindo News. 2015. ADB: 11% Penduduk Indonesia di Bawah Garis Kemiskinan. Diunduh dari : http://ekbis.sindonews.com/read/950037/34/adb-11-penduduk-indonesia-di-bawah-garis-kemiskinan-1421139158 pada 19 Februari 2015.

12