bab 4 sanitasi

Upload: venessa-damanik

Post on 15-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sanitasi

TRANSCRIPT

PENGANTAR TEKNIK LINGKUNGAN

BAB IV SANITASI LINGKUNGANMengapa Sanitasi Penting?Setiap orang pasti membuang hasil ekskresinya setiap hari. Bahkan merupakan suatu kenikmatan tersendiri untuk bisa membuang air kecil/besar. Namun feses/tinja manusia perlu diwaspadai karena mengandung banyak mikroba patogen. Kenyataannya di dunia ini masih ada sekitar 40% orang yang tidak memiliki akses ke sanitasi yang mendasar, padahal kita dapat mencegah banyak penyakit dengan layanan sanitasi yang memadai. Bahkan dapat dikatakan bahwa sanitasi yang tidak memadai telah memakan lebih banyak korban daripada yang diakibatkan oleh perang.

Sanitasi juga ternyata banyak berkaitan dengan berbagai faktor lain yang mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran kita.

Sanitasi ternyata juga berperan dalam mendorong kesetaraan gender. Selama ini banyak kaum wanita dan anak-anak perempuan yang menjadi korban dari kurang memadainya sanitasi dan akses ke air bersih. Kaum wanitalah yang biasanya harus menanggung beban untuk mengangkut air sampai 5 jam per hari. Mereka juga harus menanggung buruknya kesehatan dan resiko keamanan/ keselamatan karena harus membuang hajat di lokasi yang cukup jauh dari rumahnya. Sanitasi yg memadai mendorong anak-anak lebih suka ke sekolah, terutama anak perempuan. Akses ke toilet meningkatkan angka kehadiran anak di sekolah. Peningkatan jumlah murid perempuan dapat dikaitkan dgn penyediaan sarana sanitasi yang layak dan terpisah. Sanitasi juga dapat memperbaiki perekonomian. Dengan berkurangnya angka kejadian penyakit akibat sanitasi yang tidak memadai, orang dapat bekerja lebih produktif sehingga perekonomian juga dapat meningkat. Orang yang sakit-sakitan tentu tidak dapat bekerja produktif dan harus banyak keluar uang untuk biaya berobat.

Sanitasi juga pasti melestarikan lingkungan. Pengelolaan buangan manusia secara aman dan layak akan menghindarkan pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit.

Sanitasi juga berkaitan dengan harga diri. Membuang hajat adalah kebutuhan yang sangat mendasar, sama halnya dengan makan dan berpakaian. Setiap orang selayaknya dapat melakukan hal itu dengan harga diri, dengan aman dan tidak beresiko terhadap keselamatannya. Sanitasi juga berkaitan erat dengan kenyamanan. Setiap orang tentu ingin dapat membuang hajat dengan nyaman. Sanitasi juga mengembalikan nutrien ke tanah. Banyak senyawa-senyawa berharga yang terkandung dalam ekskreta manusia, dan selayaknya dikembalikan ke tanah pertanian, dari mana kita mendapatkan makanan kita, agar tanah pertanian kita tidak semakin hilang kesuburannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanitasi lebih dari sekedar soal toilet saja.

DEFINISI SANITASIAda banyak definisi dari sanitasi, namun secara umum sanitasi dapat didefinisikan sebagai sarana higienis untuk meningkatkan kesehatan melalui pencegahan kontak antara manusia dengan bahaya dari limbah, dan juga pengolahan dan pembuangan yang layak dari air limbah rumah tangga. Bahaya yang dimaksud di sini adalah bahaya akibat berbagai agen penyebab penyakit, baik yang bersifat fisik, mikrobiologis, biologis atau kimiawi.

Menurut WHO, sanitasi adalah penyediaan fasilitas dan layanan untuk pembuangan yang aman dari urine dan feses, dan juga mengacu pada pemeliharaan kondisi higienis, melalui layanan seperti pengumpulan sampah dan pembuangan limbah cair. Sebenarnya Sanitasi berlaku untuk ruang lingkup yang sangat luas, seperti:

Pengumpulan, pengolahan, dan pembuangan limbah (khususnya buangan/ekskreta manusia) Sanitasi makanan ( tindakan higienis utk memastikan keamanan makanan Sanitasi lingkungan ( pengendalian faktor-faktor lingkungan yg membentuk rantai transmisi (penyebaran) penyakit ( termasuk dalam aspek ini adalah pengelolaan sampah, pengolahan air dan air limbah, pengolahan limbah industri, dan pengendalian kebisingan dan polusi. Sanitasi ekologis (Ecological Sanitation) ( suatu pendekatan yg mencoba menerapkan apa yg terjadi di alam, melalui daur ulang nutrien dan air dari limbah manusia dan hewan secara higienis dan aman. FAKTA SANITASIDi dunia ini diperkirakan ada 2,6 milyar orang yang kekurangan akses ke sanitasi yang memadai di seluruh dunia. Jika trend ini terus berlangsung, tahun 2015 akan ada 2,7 milyar orang tanpa akses ke sanitasi yang paling mendasar. Area dengan cakupan terendah adalah sub-Sahara Africa (31%), Asia Selatan (36%) dan Oceania (53%). Isu-isu mendasar yg menambah tantangan bagi banyak negara adalah lemahnya infrastruktur, sumber daya manusia yg tidak memadai dan kurangnya sumber daya untuk memperbaiki situasi. Kurangnya fasilitas sanitasi mendesak orang untuk membuang hajat di tempat terbuka, sungai, atau area di mana anak-anak bermain atau makanan disiapkan. Hal ini meningkatkan resiko penyebaran penyakit. Salah satu contohnya, sungai Gangga di India menerima 1,1 juta liter air limbah tak terolah yang dibuang ke sana setiap menitnya. Padahal dalam 1 gram feses dapat mengandung 10 juta virus, 1 juta bakteri, 1000 kista parasit, dan 100 telur cacing. Dapat dibayangkan betapa besarnya potensi penyebaran penyakit dari membuang ekskreta manusia di tempat terbuka seperti ini.

Contoh penyakit-penyakit yang disebarkan melalui air yang terkontaminasi oleh limbah buangan manusia antara lain diare, kolera, disentri, tifus, dan hepatitis A. Di Afrika, 115 orang meninggal tiap jam akibat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sanitasi dan higiene yang buruk serta air yang terkontaminasi.Studi menunjukkan bahwa sanitasi yang layak dapat mengurangi angka kematian akibat diare sebanyak 1/3nya. Diare adalah pembunuh utama dan sangat dapat dicegah. Diare bertanggung jawab terhadap 1,5 juta kematian per tahun, terutama anak-anak balita di negara sedang berkembang. Pendidikan higiene dan promosi cuci tangan adalah tindakan-tindakan sederhana dan hemat yang dapat mengurangi kasus diare sampai dengan 45%. Bahkan jika sanitasi ideal tidak tersedia, membiasakan praktek-praktek higiene yang baik di masyarakat akan membawa pada kesehatan yang lebih baik. Higiene yang memadai sejalan dengan penggunaan fasilitas yang layak untuk mencegah penyakit. Di sisi lain, di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, ancaman terjadinya bencana alam seringkali juga cukup besar. Setiap tahun ada lebih dari 200 juta orang tertimpa kekeringan, banjir, badai tropis, gempa bumi, kebakaran hutan, dan bencana alam lainnya. Dalam kondisi seperti ini, sanitasi adalah komponen yang sangat penting dalam tanggap darurat dan upaya rehabilitasi setelah terjadinya bencana alam tersebut untuk mencegah penyebaran penyakit, membangun kembali pelayanan yang mendasar di komunitas dan membantu para korban bencana untuk dapat segera kembali ke kegiatan rutin normalnya.

Sanitasi yang baik mendatangkan banyak manfaat. Bagi negara, sanitasi juga dapat memberikan manfaat ekonomi. Manfaat ekonomi sanitasi: dari setiap US$1 yang diinvestasikan di sanitasi menghasilkan pengembalian manfaat yang dihitung oleh para ahli rata-rata sebesar US$9. Manfaat ini terutama dialami oleh anak-anak miskin dan masyarakat yang kurang beruntung yang paling membutuhkannya. Di samping itu, sanitasi juga membawa manfaat yang sangat besar di bidang kesehatan. Menurut para ahli, sanitasi yang baik dapat mengurangi kasus kejadian diare sebanyak 391 juta kasus per tahun. Ada berbagai penyakit yang diakibatkan oleh buruknya sanitasi di suatu wilayah. Dua kategori utama dari penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh buruknya sanitasi adalah: Water-borne diseases, yakni penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen, yang biasanya disebarkan oleh air yang tercemar saat mandi, mencuci, minum, kegiatan penyiapan makanan, atau saat makan. Contoh penyakit di kategori ini adalah diare. WHO memperkirakan 88% dari kejadian diare disebabkan oleh air bersih, sanitasi dan higiene yg tidak memadai. Water-washed, yakni penyakit-penyakit yang terjadi akibat kelangkaan air. Karena air bersih langka, maka orang tidak bisa mandi, mencuci pakaian/peralatan makan atau membersihkan rumahnya secara layak dan teratur. Akibatnya mempermudah penyebaran penyakit melalui anggota tubuh, pakaian, dan sebagainya. Contoh penyakit di kategori ini adalah trachoma. MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)

MDGs adalah serangkaian target pembangunan yang terkuantifikasi sebagian dan terikat oleh waktu. Konsep MDG ini dipresentasikan pada KTT Milenium PBB pada tahun 2000 dan disepakati oleh keseluruhan 191 negara anggota PBB. Penerapan MDG ini menjadi tantangan yang serius dan cenderung ambisius, khususnya utk negara-negara Afrika dan Asia, dan terutama di bidang sanitasi.MDG ini terdiri dari delapan goal sebagai berikut:

1. Penghilangan kemiskinan dan kelaparan ekstrim

2. Pencapaian pendidikan dasar yang universal

3. Mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum wanita

4. Pengurangan angka kematian anak

5. Perbaikan kesehatan ibu hamil

6. Pemberantasan HIV/AIDS, malaria dan berbagai penyakit lainya

7. Memastikan keberlanjutan lingkungan

8. Pengembangan partnership global dalam pembangunan

Setiap goal di atas memiliki target-target dan tenggat waktu spesifik untuk pencapaiannya. Secara total ada 8 goal dengan 21 targetnya, beserta serangkaian indikator kesehatan dan ekonomi yang terukur untuk masing-masing target.

Salah satu goal dan target yang berkaitan dengan sanitasi secara khusus adalah Goal ke 7, yakni memastikan keberlanjutan lingkungan. Salah satu target di goal ke 7 ini adalah Target 7C, yang menetapkan untuk mengurangi sebanyak 50%, proporsi orang yg tidak memiliki akses yang berkelanjutan ke air minum yang aman dan sanitasi yang baik sampai dengan tahun 2015. Millennium Development Goals menargetkan cakupan sanitasi global 75% pada tahun 2015. Biaya untuk mencapainya diperkirakan mencapai 14 milyar USD per tahun selama periode tersebutKemajuan dalam pencapaian di bidang air bersih dan sanitasi akan memacu kemajuan di area-area lain: Angka kehadiran anak perempuan di sekolah rata-rata 15% lebih tinggi di masyarakat yang mendapat pelayanan air bersih dan sanitasi di sekolah-sekolah di Bangladesh Adanya penyaluran air buangan di perkotaan Nikaragua menghasilkan 55% pengurangan angka kematian balita. Status pencapaian MDG sampai saat ini:

> 2,1 milyar orang telah mendapatkan akses ke layanan air bersih sejak tahun 1990 ( melampaui target MDG > 240.000 orang setiap hari mendapatkan akses ke fasilitas sanitasi yg memadai dari tahun 1990-2011 ( menarik namun tidak cukup baik, masih tertinggal dari target yang seharusnya ingin dicapai Kemajuan terbesar terjadi di Asia timur ( cakupan sanitasi naik dari 27% ke 67% sejak tahun 1990-2011 Untuk mencapai target MDG, cakupan sanitasi perlu diperluas utk mencapai rata-rata 660.000 orang per hari, setiap hari, antara tahun 2011-2015Secara umum, pencapaian terbesar Asia Pasifik dalam MDG adalah di bidang pengurangan kemiskinan, namun lebih dari 60% orang-orang kelaparan di dunia ini (sekitar 543 juta orang) hidup di wilayah Asia Pasifik, khususnya di Asia Selatan. Wilayah ini juga menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 70% penduduk negara sedang berkembang yang hidup tanpa sanitasi mendasar (sekitar 1,8 milyar orang). Selain itu ada juga 360 juta orang tanpa akses ke air minum yang aman.

KONDISI DI INDONESIAAir dan sanitasi merupakan salah satu motor penggerak utama kesehatan masyarakat dalam perjuangan besar melawan segala jenis penyakit. Suplai air bersih yang lebih baik sudah terbukti mampu mengurangi angka kematian akibat diare sampai 21%. Di Indonesia, diare masih menjadi penyebab utama dari kematian anak berusia di bawah 5 tahun. Menurut Laporan Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab 31% kematian anak usia 1-12 bulan, dan 25% kematian anak usia 1-4 tahun. Angka kejadian diare pada anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum 34% lebih tinggi daripada anak yang berasal dari rumah tangga yang menggunakan air ledeng. Angka diare juga 66% lebih tinggi pada anak dari keluarga yang buang air besar di sungai/selokan daripada mereka yang mempunyai toilet pribadi dan septik tank sendiri di rumahnya. Sanitasi yang lebih baik terbukti menurunkan angka kematian akibat diare sebesar 37,5%. Namun sayangnya sanitasi tetap menduduki prioritas yang rendah bagi pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari minimnya alokasi anggaran untuk pembangunan di bidang sanitasi. Kemungkinan hal ini disebabkan karena manfaat yang langsung terasa/terlihat dari pembangunan di bidang sanitasi lebih minim atau tidak terlihat secara langsung/nyata dibanding manfaat dari investasi pembangunan yang bersifat fisik, misalnya pembangunan gedung-gedung, perumahan, jalan, dan sebagainya. Alokasi dana untuk pembangunan di bidang sanitasi hanya sekitar Rp 200/kapita dalam 30 tahun berakhir ini, padahal idealnya pemerintah perkotaan harus menyediakan Rp 47.000/kapita untuk pembangunan di bidang sanitasi.Tantangan di Indonesia

Untuk mengelola sanitasi secara memadai, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dapat dikatakan cukup besar, khususnya bagi wilayah Jawa dan Bali yang termasuk daerah berpenduduk terpadat di dunia. Di kedua pulau ini tinggal sekitar 70% penduduk Indonesia. Ada sekitar 125 juta orang yang membuang 10 juta m3/hari air limbah ke lingkungan. Salah satu akibatnya, air sumur/kran di kebanyakan kota di Indonesia sudah tidak sesuai lagi untuk konsumsi manusia akibat kontaminasi E. coli yang berasal dari pembuangan ekskreta manusia yang tidak diolah dan ditangani dengan baik. Limbah cair (ekskreta) manusia di Indonesia biasanya sebagian besar dibuang langsung ke lingkungan (relatif tanpa pengolahan). Kalaupun ada yang diolah, kebanyakan diolah di tempat dihasilkannya (on-site). Metode pengolahan on-site yang paling umum digunakan adalah septic tank. Namun pada kenyataannya kebanyakan sistem on-site ini tidak berfungsi dengan efisien, sehingga mengakibatkan terjadinya kebocoran dan penyebaran bakteri koliform ke lingkungan. Selain itu, dengan semakin banyaknya pemukiman miskin di perkotaan, kehidupan dan sumber daya alam (lingkungan) semakin terancam/tercemar karena pembuangan limbah dan sampah yang tidak tertangani dengan baik serta potensi penyebaran penyakit yang semakin tinggi. Apalagi dengan kecenderungan yang ada belakangan ini di berbagai negara di dunia, di mana populasi penduduk perkotaan diperkirakan akan menjadi 2 kali lipat dalam 50 tahun ke depan. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan kebutuhan tiap individu akan air, energi, dan nutrien, sehingga diperkirakan di masa depan, air, energi dan nutrien juga akan mengalami kelangkaan. Perkembangan dan kemajuan teknologi dan pembangunan juga menyebabkan semakin banyaknya penggunaan bahan-bahan kimia di masyarakat. Semakin banyak barang-barang yang dibuat secara sintetis dari berbagai bahan kimia untuk menggantikan bahan-bahan alam yang sudah semakin langka.

Perkembangan industri juga menyebabkan semakin bertambahnya emisi dan pencemaran lingkungan. Hal ini tentunya juga berkaitan erat dengan semakin terasanya efek-efek pemanasan global dalam berbagai bidang. Semua ini membuat beban terhadap lingkungan menjadi semakin besar.

Di sisi lain, perkembangan dan kemajuan teknologi ini seringkali tidak diikuti dengan kecepatan kemajuan dalam hal kemampuan/kapasitas sumber daya manusia (SDM). Baik kesadaran, pengetahuan, maupun keterampilan SDM yang ada, khususnya di Indonesia, masih banyak yang tertinggal dari pesatnya perkembangan teknologi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri yang tentunya perlu dicarikan jalan keluarnya juga.

PENGELOLAAN BUANGAN MANUSIA

Buangan manusia dan hewan menyebabkan masalah pencemaran air yang berkaitan dengan masalah kesehatan yang paling serius. Hal ini dikarenakan ada lebih dari 500 jenis patogen yang terkandung di dalam limbah ini. Limbah yang tak terolah akan meresap ke air tanah dan mikroorganisme patogennya akan tersebar dan mengakibatkan mencemari sumber air bersih (air tanah). Di negara-negara maju pada umumnya air limbah buangan manusia ini dimasukkan ke dalam kategori air limbah perkotaan, yang disalurkan dalam pipa air buangan dari rumah-rumah ke instalasi pengolahan air limbah perkotaan terpusat. Pengolahan air limbah perkotaan ini umumnya terdiri dari beberapa tahap pengolahan sebagai berikut:

- pengolahan tahap pertama. Tujuan utamanya adalah pemisahan fisik padatan berukuran besar. Unit-unit yang digunakan misalnya bar screen dan bak pengendap pertama

- pengolahan tahap kedua. Di tahap ini terjadi penguraian biologis dari senyawa organik terlarut yang terkandung di dalam air limbah. Unit-unit yang digunakan misalnya trickling filter, activated sludge, dan sewage lagoon. Tahap ini biasanya diikuti dengan desinfeksi menggunakan klorin, sinar UV atau Ozon.- pengolahan tahap ketiga. Tahap ketiga ini merupakan pengolahan yang sifatnya opsional (pilihan, tidak wajib ada), tergantung tujuan pengolahan air limbah dan ketersedian dana tentunya. Biasanya berupa proses penghilangan nutrien, terutama senyawa-senyawa nitrat dan fosfat yang masih ada pada efluen yang keluar dari pengolahan tahap kedua.

Untuk negara berkembang seperti Indonesia, sistem pengolahan yang bersifat terpusat (air limbah dari seluruh kota dikumpulkan kemudian diolah bersama-sama di satu tempat) kurang sesuai karena permasalahan yang dihadapi jauh lebih kompleks daripada yang ada di negara-negara maju. Oleh karena itu, dikembangkanlah beberapa alternatif pengolahan untuk air limbah rumah tangga ini. Beberapa alternatif pengolahan ini antara lain: DEWATs (decentralized wastewater treatment), constructed wetlands, Ecosan (Ecological Sanitation), ecological engineeringDEWATSDewats adalah singkatan dari Decentralized Wastewater Treatment Systems. Dewats ini lebih berupa suatu pendekatan teknis dibandingkan suatu paket teknologi tertentu. Aplikasi Dewats dirancang agar memudahkan pemeliharaannya. Bagian-bagian terpenting dari sistem ini bekerja tanpa energi teknis dan tidak dapat dimatikan dengan sengaja. Aplikasi Dewats juga menyediakan teknologi state-of-the-art dengan biaya yang terjangkau karena semua materialnya yang digunakan tersedia secara lokal.

Dewats ini dapat mengolah air limbah dari sumber domestik maupun industri dengan debit air limbah sekitar 1-1000 m3 per hari. Sistem yang digunakan dipilih yang dapat diandalkan, tahan lama dan toleran terhadap fluktuasi beban. Rancangan dan dimensi sistem Dewats diusahakan untuk memenuhi persyaratan peraturan lingkungan, meminimalisir kontrol dan maintenance yg canggih, serta meminimalisir penggunaan energi teknis. Penerapan teknologi Dewats juga harus dapat dikelola oleh masyarakat sendiri, dan sedapat mungkin tidak atau seminimal mungkin menggunakan bahan kimia. Dengan demikian teknologi Dewats dapat menjadi alternatif solusi pengolahan air limbah yang efektif, efisien, dan terjangkau untuk masyarakat maupun industri kecil dan menengah. Pemilihan teknologi Dewats didasarkan pada empat sistem pengolahan utama, yakni: Sedimentasi dan pengolahan awal di kolam sedimentasi atau septic tank Pengolahan kedua anaerobik di fixed bed filters (anaerobic filters) atau baffled septic tanks Pengolahan kedua dan ketiga aerobik/anaerobik di constructed wetlands (subsurface flow filters) Pengolahan kedua & ketiga aerobik/anaerobik di kolamSistem-sistem ini dikombinasikan sesuai kualitas influen air limbah dan efluen yang dikehendaki. Pemilihan teknologi pengolahan yang akan digunakan di suatu komunitas atau industri didasarkan pada beberapa faktor antara lain: biaya Kondisi geografis & fisik lingkungan (e.g. iklim, air tanah) Ketersediaan lokal SDM & material Kondisi sosial & socio-economic Kerangka hukum (e.g. Baku mutu efluen) Karakteristik & jumlah limbah cair, fluktuasi Bagaimana efluen akan dibuang/dipakai ulangBIOREMEDIASI

Bioremediasi juga merupakan salah satu metode alternatif untuk mengolah air limbah buangan manusia. Bioremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan makhluk hidup untuk membersihkan air yang tercemar. Cara ini merupakan suatu proses pengolahan yang efektif dan murah karena menggunakan makhluk hidup yang dapat berkembang biak dalam waktu relatif singkat dan tidak memerlukan peralatan yang canggih untuk proses pengolahannya. Penerapan bioremediasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknologi, misalnya Constructed wetlands, living machines, dan sebagainya. Salah satu jenis makhluk hidup yang banyak digunakan dalam bioremediasi adalah duckweed (Lemna sp). Selain itu, enceng gondok dan beberapa jenis tanaman air lainnya juga umum digunakan. Living Machine merupakan suatu trademark dan merk yang dipatenkan dari suatu sistem pengolahan air limbah ekologis yang dirancang untuk menyerupai fungsi pembersihan dari wetland. Nama lainnya adalah Solar Aquatic Systems, yang didasarkan pada proses-proses ekologis yang ada di wetland. Living Machine merupakan suatu sistem bioremediasi intensif yang juga menghasilkan produk samping yang menguntungkan, seperti misalnya air yang berkualitas hasil reuse, tanaman hias dan produk tanamannya, yang dapat digunakan untuk bahan bangunan, biomassa penghasil energi, pakan ternak. Sistem ini menggunakan berbagai jenis tanaman air dan wetland, bakteri, algae, protozoa, plankton, siput dan organisme-organisme lain yang dimanfaatkan untuk tugas pembersihan spesifik atau fungsi trofik. CONSTRUCTED WETLAND

Constructed wetland adalah wetland (lahan basah) buatan, yang dibuat sebagai suatu habitat yang dipulihkan untuk beberapa jenis satwa native maupun pendatang dari daerah lain, untuk mengolah buangan manusia seperti air limbah, atau limpasan air hujan. Wetland alami bertindak sebagai biofilter, untuk menghilangkan endapan dan polutan seperti logam berat. Constructed wetland dapat dirancang untuk meniru sifat-sifat wetland ini, sehingga constructed wetland dapat menjadi dasar dari sistem pengolahan limbah yang berkelanjutan. Sistem ini berupa filter biologis yang sangat efektif untuk menghilangkan BOD, TSS dan Nitrogen organik dari air limbah. Jika dikombinasi dengan multi-part system (biasanya mencakup septic tank, filter nitrifikasi atau kolam infiltrasi) constructed wetlands bisa mencapai standar kinerja yang tinggi. Constructed wetland juga dapat diintegrasikan dengan landscape agar menjadi seperti sebuah taman yang asri dan indah, serta dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan. Constructed wetland memiliki sifat self-regulating dan self-maintaining processes sehingga tidak sulit dalam pemeliharaanya, bahkan bisa bekerja di musim dingin. Keuntungan dari constructed wetland ini antara lain: Tidak perlu energi untuk mengoperasikannya Sludge yang dihasilkan sangat minimal Biaya operation & maintenance rendah Tidak mahal membuatnya Layout menarik & asri Menciptakan habitat utk satwa liar

ECOLOGICAL SANITATION (ECOSAN)

Ecological Sanitation (Ecosan) adalah salah satu alternatif dalam mengolah limbah buangan manusia. Konsep ini bukan merupakan suatu teknologi, namun lebih berupa pendekatan sanitasi strategis yang menghubungkan sanitasi dengan pertanian agar menjadi seperti suatu siklus yang tertutup. Tujuannya bukan untuk mempromosikan suatu teknologi tertentu, namun lebih kepada memajukan suatu filosofi baru tentang bagaimana menangani apa yang selama ini dianggap sebagai sampah (sesuatu yang sudah tidak ada gunanya lagi dan tidak layak untuk dipergunakan untuk apapun juga). Konsep Ecosan ini mengajak kita untuk berpindah dari aliran nutrien linear ke circular. Paradigma yang selama ini dianut oleh masyarakat kita pada umumnya adalah bahwa apabila kita membuang sesuatu, apa yang kita buang itu (sampah) akan hilang dan tidak akan kembali kepada kita lagi. Hal ini dapat dilihat pada sistem pengolahan limbah yang pada umumnya menganut paham linear system, di mana polutan diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lainya (hanya memindahkan masalah saja), dan umumnya akan berakhir di suatu tempat pembuangan. Kita harus mulai memikirkan konsep pengolahan limbah yang berupa suatu lingkaran tertutup (siklus), agar tidak hanya memindahkan masalah dari satu tempat/bentuk ke tempat/bentuk lain. Sungai-sungai kita sudah banyak yang menjadi terlalu subur karena banyaknya nutrien yang dibuang ke sana. Sementara di sisi lain, tanah pertanian kita sudah banyak kehilangan kesuburannya sehingga krisis pangan global menjadi ancaman besar. Kita juga menghabiskan begitu banyak uang untuk mengolah limbah secara end-of-pipe (pengolahan di ujung akhir pipa pembuangan limbah). Sementara pola hidup kita tetap saja cenderung boros dan membuang-buang sumber daya. Tidak heran kita berada dalam masalah besar.

Pola linear: menanam/membeli makanan mengolahnya memakannya mengekskresikannya - membuangnya ke lubang ajaib

Pola circular: menanam/membeli makanan mengolahnya memakannya mengekskresikannya kembali ke menanam. Di mana letak sanitasi di lingkaran ini? Di manapun, di setiap tahapan!

Prinsip kerja utama dari Ecosan adalah:

Waste = resource ( apa yang selama ini kita anggap sebagai waste (limbah/sampah) yang sudah tidak ada nilai/gunanya lagi sebenarnya bukanlah limbah/sampah, karena di dalamnya masih terdapat senyawa-senyawa ataupun sumber daya yang masih dapat kita manfaatkan lagi. Jadi jangan menganggapnya sebagai sampah yang sudah tidak ada gunanya lagi. Pola pikir ini harus diperbaiki karena pola pikir akan sangat mempengaruhi bagaimana kita menganggap/memperlakukan sesuatu. Lingkaran nutrien harus ditutup (nutrient recycling) ( pola linear yang berlaku selama ini sudah terbukti membawa pada banyak masalah. Tempat-tempat yang tidak seharusnya menerima aliran nutrien menjadi tertimbun oleh nutrien, sedangkan sebaliknya tempat-tempat yang membutuhkan aliran nutrien justru sangat kekurangan. Oleh karena itu, daur ulang nutrien sangat penting. Hidup sehat harus dipromosikan ( pengelolaan buangan (ekskreta) manusia harus selalu memperhatikan faktor keamanan dan kesehatan agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit. Higiene juga sangat penting untuk kesehatan masyarakat. Pemakaian air harus diminimalisir ( air adalah sumber daya yang sangat vital sekaligus mulai langka di banyak tempat. Oleh karena itu pemakaian air bersih hanya untuk menggelontor ekskreta harus diminimalisir karena benar-benar sangat disayangkan. Dalam konsep Ecosan ini, aspek perubahan paradigma sangat dipentingkan. Pola berpikir kita harus dirubah menjadi pola pikir yang baru, khususnya terhadap waste. Apa yang baru dalam konsep Ecosan ini ?

Memandang urine, feses & greywater sebagai komponen yang terpisah karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, baik dalam hal kadar patogen, nutrien maupun dalam hal manfaatnya terhadap tanah dan tanaman Waste waste!! Waste = resource. Jadi harus dapat dimanfaatkan kembali untuk kelestarian lingkungan

Kunci utama dari konsep Ecosan adalah:

Dont mix! ( karena perbedaan karakteristik tiap jenis limbah, sebaiknya jangan dicampur untuk memudahkan pengelolaannya. Dengan pemisahan dari sumbernya, maka tiap jenis limbah akan dapat lebih mudah untuk diolah sesuai karakteristik dan potensi daur ulangnya masing-masing. Jaga volume bahan berbahaya sekecil mungkin dengan memisahkan urine & tidak (minimal) menambahkan air ( apabila volume limbah yang harus kita olah sekecil mungkin, maka akan lebih mudah untuk mengolahnya, dibandingkan jika kita harus mengolah limbah dalam jumlah besar. Tentunya akan memerlukan upaya dan biaya yang jauh lebih besar. Mencegah pembuangan bahan yang mengandung patogen dengan menyimpannya sampai aman untuk didaur ulang ( dengan demikian patogen akan dinon-aktifkan terlebih dahulu sehingga tidak menhyebarkan penyakit di lingkungan dan masyarakat. Mengurangi volume & berat bahan yang mengandung patogen dengan pengeringan dan/atau penguraian ( untuk memudahkan penyimpanan, transport & pengolahan lebih lanjut, voume dan berat bahan buangan yang akan diolah harus dikurangi terlebih dahulu. Greywater ( berdasarkan potensi penggunaan ulangnya, untuk mengelola greywater (air limbah dari kegiatan mandi, cuci, dan sebagainya) perlu diperhatikan juga faktor penghematan air serta penggunaan sabun, cairan pembersih & bahan kimia rumah tangga lain agar tidak menyulitkan dalam proses pengolahan dan daur ulangnya. Dengan menerapkan Ecosan, maka ada banyak manfaat yang bisa didapatkan, antara lain:

Menjaga kesehatan, kebersihan air dan lingkungan melalui sanitasi yang baik Memulihkan kesuburan tanah dengan pemanfaatan ulang nutrien dan kandungan organik yang ada di dalam ekskreta Menghemat energi untuk produksi pupuk dan pengolahan limbah. Dengan menerapkan Ecosan, maka produksi pupuk sintetis/kimia yang sangat energy-intensive dapat dikurangi, dan energi yang diperlukan untuk pengolahan limbah juga dapat diminimalisir. Reuse air untuk irigasi, siram-siram atau groundwater recharge. Melalui penggunaan ulang greywater yang telah diolah, air bersih yang diperoleh dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai kegunaan sehingga dapat mengurangi pengambilan air dari sumber air alami maupun badan air.KESIMPULAN

Kita tidak bisa terus membuang-buang sumber daya kita, khususnya yang non-renewable. Harus diupayakan berbagai upaya untuk dapat me-recover sumber daya yang ada di bahan-bahan yang selama ini kita anggap sebagai sampah/limbah. Kerena potensinya yang besar, berbagai alternatif sistem pengolahan air limbah yang baru (misalnya Dewats, Ecosan, ecological wastewater treatment systems) harus diakui dan diperkenalkan lebih lagi sebagai upaya-upaya pendekatan baru yang menjanjikan, holistik dan berkelanjutan untuk menyediakan sanitasi yang aman dan layak, mengurangi kemiskinan, mendukung ketahanan pangan, dan memelihara kelestarian lingkungan. Last but not least, meningkatkan kesadaran dan kontribusi/partisipasi masyarakat adalah hal yang tak terelakkan karena tanpa ada kesadaran dan partisipasi masyarakat maka akan sangat sulit untuk mencapai peningkatan yang signifikan di bidang sanitasi lingkungan.