bab 4 jan - perpustakaan digital itb - welcome |...

35
51 BAB 4 ANALISIS KAWASAN ARJUNA 4.1 Deskripsi Kawasan Perencanaan Kawasan Arjuna berada di bagian Barat Kota Bandung dan termasuk ke dalam Wilayah Pengembangan Bojonagara. Kawasan ini merupakan salah satu Kawasan Cagar Budaya Industri di Kota Bandung. Kawasan perencanaan pada studi ini berada pada Kelurahan Arjuna dan Kelurahan Husein Sastranegara, Kecamatan Cicendo seluas 315.315 m2 (31,5 Ha). Gambar 4.1 Lokasi Kawasan Arjuna pada Kota Bandung (Sumber RTRW Kota Bandung 2003-2013) Lokasi kawasan berdekatan dengan Bandara Husein Sastranagara, Stasiun Kereta Api Bandung, Terminal Angkutan Umum Ciroyom dan Pasar Tradisional Ciroyom. Kawasan Perencanaan dibatasi oleh Jalan Pajajaran di sebelah Utara; Jalan Industri di sebelah Selatan; Jalan Pasar Besi Jatayu dan persil fungsi hunian pada Kelurahan Husein Sastranegara di sebelah Barat; Jalan Industri Dalam dan persil hunian dan industri pada Kelurahan Arjuna di sebelah Timur. Lokasi Perencanaan

Upload: trancong

Post on 03-Apr-2018

216 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

51

BAB 4

ANALISIS KAWASAN ARJUNA

4.1 Deskripsi Kawasan Perencanaan

Kawasan Arjuna berada di bagian Barat Kota Bandung dan termasuk ke dalam

Wilayah Pengembangan Bojonagara. Kawasan ini merupakan salah satu Kawasan

Cagar Budaya Industri di Kota Bandung. Kawasan perencanaan pada studi ini berada

pada Kelurahan Arjuna dan Kelurahan Husein Sastranegara, Kecamatan Cicendo

seluas 315.315 m2 (31,5 Ha).

Gambar 4.1 Lokasi Kawasan Arjuna pada Kota Bandung

(Sumber RTRW Kota Bandung 2003-2013)

Lokasi kawasan berdekatan dengan Bandara Husein Sastranagara, Stasiun

Kereta Api Bandung, Terminal Angkutan Umum Ciroyom dan Pasar Tradisional

Ciroyom. Kawasan Perencanaan dibatasi oleh Jalan Pajajaran di sebelah Utara; Jalan

Industri di sebelah Selatan; Jalan Pasar Besi Jatayu dan persil fungsi hunian pada

Kelurahan Husein Sastranegara di sebelah Barat; Jalan Industri Dalam dan persil

hunian dan industri pada Kelurahan Arjuna di sebelah Timur.

Lokasi Perencanaan

Page 2: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

52

Gambar 4.2 Peta Lokasi Kawasan Arjuna (Sumber: Peta Digital Kota Bandung)

Kepemilikan tanah pada kawasan terdiri dari 60 % tanah milik Pemerintah

Daerah dengan sistem sewa tanah dalam jangka waktu tertentu sesuai aturan yang

berlaku dan pemanfaatan tanah Hak Guna Bangun (HGB) oleh swasta atau

perorangan, sedangkan 40 % tanah milik perorangan dengan sertifikat hak milik

(Sumber : RTRW kota Bandung tahun 2004)

Gambar 4.3 Foto Udara Kawasan Arjuna (Sumber: www.Google-earth.com)

Page 3: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

53

Kawasan Arjuna bagian Utara dibangun pada tahun 1900-1945 oleh

pemerintah Belanda sebagai kawasan hunian, yang dulunya merupakan perumahan

orang Eropa. Pada saat ini masih tetap fungsinya sebagai hunian tetapi pada area

sepanjang Jalan Pajajaran, Jalan Aruna dan Jalan Arjuna mulai berubah menjadi

fungsi jasa dan pergudangan, sedangkan daerah aliran sungai pada area hunian ini

telah dipenuhi oleh pemukiman kumuh.

Untuk bagian lain kawasan pada perkembangan awal kota Bandung

didominasi peruntukan industri dan pergudangan yang dikelola oleh swasta, selain itu

terdapat fungsi komersial berupa pasar besi Jatayu dengan komoditi dagangan

material besi (baru dan bekas) yang didirikan pada tahun 1956 dan pasar Hejo (berupa

deretan beberapa kios pada lahan sekitar rel kereta api) dengan komoditi dagangan

baju-baju tentara (rata-rata berwarna hijau). Kemudian bermunculan pedagang-

pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang Jalan Arjuna, Jalan Aruna, dan Jalan

Komodor Supadio dengan komoditi dagangan suku cadang kendaraan bermotor dan

besi-besi tua.

Tabel 4.1 Data Pasar Besi Jatayu

DATA PASAR BESI JATAYU

Lokasi Jalan Komodor Supadio, Kelurahan Husen Sastranegara, Kecamatan Cicendo

Berdiri tahun 1956

Kondisi fisik 30 % belum pernah direnovasi oleh Pemerintah Kota Bandung

Luas Lahan 2.747 m2

Luas Bangunan 1.315 m2

Jumlah Kios 366

Jumlah Meja 3

Pedagang aktif 230 orang

Pedagang tidak aktif 35 orang

Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandung, 2006

Pada tahun 2003-2004 dibangun Pasar Teknik Arjuna pada lahan milik swasta

untuk menampung pedagang kaki lima yang berjualan secara tidak formal pada

Kawasan Arjuna dengan komoditi dagangan alat-alat teknik, las besi dan material besi.

Namun usaha memindahkan PKL ke Pasar Teknik Arjuna ini tidak berhasil. PKL

Page 4: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

54

tetap berdagang memakai bangunan semi permanen yang dibangun pada badan jalan

pada kawasan ini.

Tabel 4.2 Data Pasar Teknik Arjuna

DATA PASAR TEKNIK ARJUNA

Lokasi Jalan Arjuna, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo

Berdiri tahun 2004

Kondisi fisik 100 % masih mendapat perawatan dari pengelola

Pengelola Koperasi Sumber Rezeki

Kepemilikan lahan swasta

Jumlah pedagang + 200 orang

Jumlah kios + 300 kios

Kios yang terisi 180 kios

Kepemilikan kios HGB selama 30 tahun

Sumber: Pengelola Pasar Teknik Arjuna, 2007

Pada kawasan terdapat bangunan-bangunan Cagar Budaya dengan fungsi

hunian pada bagian kawasan permukiman kolonial, beberapa pabrik yang masih

beroperasi, dan rumah potong hewan yang keberadaan fungsinya sudah tidak sesuai

pada kawasan karena menimbulkan limbah yang mengganggu lingkungan. Bangunan

Cagar Budaya yang dimiliki kawasan Arjuna dapat menjadi potensi dalam

pengembangan kawasan.

4.2 Analisis Kegiatan Kawasan dan Sekitar Kawasan Arjuna

Pada kawasan terdapat beragam aktivitas dari mulai perdagangan, jasa,

industri, pemerintahan dan hunian. Adapun kegiatan tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Aktivitas perdagangan, secara formal (mempunyai izin usaha) dilakukan oleh para

pedagang pada Pasar Besi Jatayu, Pasar Teknik Arjuna dan Pasar Hejo, selain itu

terdapat aktivitas perdagangan informal (tidak mempunyai izin usaha/berdagang)

yaitu pedagang kaki lima yang berjualan sepanjang jalan pada kawasan dengan

komoditi dagangan beragam seperti: material besi, peralatan rumah tangga, suku

cadang kendaraan bermotor, terpal, dan pakaian tentara.

Page 5: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

55

Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung dan

sekitarnya, menjadi potensi komersial yang masih dapat dipertahankan pada

kawasan perencanaan. Tetapi karena aktivitas ini hanya berlangsung pada siang

hari, maka diperlukan penambahan kegiatan yang dapat berlangsung sampai

dengan malam hari untuk menghidupkan kawasan dan memenuhi kebutuhan

masyarakat pada kawasan dan sekitarnya.

Gambar 4.4 Peta Kegiatan Perdagangan Kawasan Arjuna Sumber: Hasil Analisis, 2007

Keterangan: Pasar Besi Jatayu Pasar Teknik Arjuna Pasar Hejo Pedagang Kaki Lima

Page 6: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

56

Keberadaan PKL yang memakai jalan pedestrian dan badan jalan untuk membuat

kios dan kegiatan berdagang mengganggu sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan,

sekaligus memberikan kesan visual yang buruk bagi kawasan.

Pasar yang relatif baru lebih baik kondisi bangunannya dan jarak antar kios di dalam bangunan cukup leluasa untuk para pedagang beraktivitas di luar kios, parkir kendaraan berada pada persil bagian depan pasar.

Gambar 4.6 Pasar Teknik Arjuna, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Gambar 4.5 Pasar Besi Jatayu, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Kondisi Bangunan Pasar yang kurang layak karena usia bangunan yang relatif tua

Parkir kendaraan tidak teratur di badan jalan yang berbatasan langsung dengan bangunan pasar

Page 7: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

57

Penataan PKL pada kawasan dengan memberikan wadah oleh pihak swasta

merupakan salah satu antisipasi tetapi tidak berhasil karena para PKL tidak

mampu untuk membeli atau menyewa kios yang disediakan. Apabila penataan

dilakukan oleh pemerintah dapat diterapkan sistem subsidi silang agar PKL

sebagai golongan ekonomi lemah dapat dibantu oleh golongan ekonomi menengah

ke atas dalam pembelian/penyewaan tempat berjualan yang berada pada lahan

milik Pemerintah Daerah.

2. Aktivitas Jasa, secara formal terdapat jasa pergudangan, jasa perkantoran dan

kegiatan informal berupa jasa perbengkelan yang dilakukan di pinggiran jalan

memakai area pedestrian dan badan jalan pada kawasan. Jasa pergudangan dan

perkantoran di kawasan ini berlangsung dengan baik, sedangkan jasa

perbengkelan yang memakai tempat di ruang sirkulasi kawasan menimbulkan

permasalahan karena mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan gangguan visual

pada kawasan.

3. Aktivitas Industri: Pada kawasan masih tersisa beberapa kegiatan industri non

polutan berupa pabrik garmen, pabrik sepatu, pabrik alat-alat dapur, dan beberapa

industri yang masih menghasilkan limbah seperti pabrik tekstil dan pabrik karet

sudah tidak cocok lagi berada pada kawasan karena menghasilkan polusi yang

mencemari lingkungan. Sebagian besar aktivitas industri di kawasan ini beralih

menjadi jasa pergudangan dan beberapa sudah tidak aktif lagi.

PKL yang membuat kios pada pedestrian atau sisi ruang milik jalan (rumija)

PKL yang berjualan onderdil kendaraan bermotor

PKL yang berjualan pakaian tentara (Pasar hejo)

PKL yang berjualan onderdil kendaraan dan jasa bengkel

PKL yang berjualan peralatan rumah tinggal

Gambar 4.7 Kegiatan PKL pada Kawasan Arjuna, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Page 8: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

58

4. Aktivitas Potong Hewan: Pada kawasan terdapat Rumah Potong Hewan yang

masih difungsikan sebagai tempat pemotongan hewan sapi dan babi yang akan

dipasarkan di Bandung dan sekitarnya sejak tahun 1935. Aktivitas potong hewan

menimbulkan limbah cair dan bau, sehingga lingkungan di kawasan tersebut

terkena polusi karena fasilitas pengolahan limbahnya tidak dikelola dengan baik.

5. Aktivitas Pemerintahan: Pada kawasan terdapat 2 (dua) kantor Kelurahan pada

kawasan perencanaan yaitu Kantor Kelurahan Arjuna dan Kantor Kelurahan

Husein Sastranegara. Selain itu terdapat Kantor Dinas Pertanian dan UPTD (Unit

Pelaksana Teknis Dinas) Potong Hewan yang berlokasi pada bangunan induk

RPH bersebelahan dengan tempat pemotongan hewan. Aktivitas pemerintahan

Gambar 4.9 FOTO UDARA RUMAH POTONG HEWAN (Sumber: www.Google-earth.com)

Gambar 4.8 Industri pada Kawasan, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2006

Gambar 4.10 RPH, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2006

Page 9: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

59

pada Dinas Pertanian dan UPTD-nya sudah tidak layak lagi disatukan dengan

fungsi potong hewan tersebut karena terganggu oleh polusi.

6. Aktivitas Hunian, jenis hunian pada kawasan terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu

hunian dengan pola persil yang teratur dihuni oleh masyarakat kelas menengah ke

atas dan hunian dengan pola tidak teratur, padat dan kumuh yang terletak pada

daerah aliran Sungai Citepus dihuni oleh masyarakat kelas bawah. Aktivitas dan

interaksi sosial masyarakat penghuni kawasan hanya dilakukan pada halaman

(ruang privat) dan ruang sirkulasi (ruang publik) di depan hunian mereka, karena

kawasan tidak mempunyai ruang publik berupa ruang terbuka khusus yang dapat

dipakai sebagai tempat bersosialisasi dan berekreasi untuk masyarakat (public

realm).

Rumah Tinggal di Jl.Dasarata Rumah Tinggal di Jl.Satrugna

Kantor Kecamatan Cicendo Kantor Kelurahan Arjuna Kantor Kelurahan Husein Sastranegara

Gambar 4.11 Kantor Kecamatan, Kelurahan dan Kantor Dinas Pertanian Kota Bandung merangkap Rumah Potong Hewan. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Gambar 4.12 Foto Rumah Tinggal. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Page 10: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

60

Di luar kawasan pengembangan sebelah Timur Kelurahan Arjuna terdapat Rumah

Susun Sewa Industri Dalam (RUSUN INDAL) (4 lantai) yang dikelola dengan

baik dan mempunyai fasilitas tempat interaksi sosial dan fasilitas parkir offstreet

di dalam persil RUSUN INDAL ini, dihuni oleh masyarakat menengah ke bawah

sebanyak 152 KK (Hasil Survei, Februari 2007) dapat menjadi contoh hunian

vertikal pada kawasan pengembangan untuk merelokasi hunian kumuh pada

bantaran sungai. Daerah aliran Sungai Citepus dapat dikembalikan fungsinya

menjadi ruang terbuka hijau dan masyarakat tidak mampu yang direlokasi ke

hunian baru pada kawasan pengembangan dapat menyewa rumah susun dengan

harga yang terjangkau.

Rumah Tinggal di Jl. Arjuna Rumah Tinggal di Jl. Aruna Gambar 4.13 Foto Rumah Tinggal. Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Gambar 4.14 Rumah Susun INDAL (Industri Dalam), Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Page 11: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

61

Dengan aktivitas-aktivitas tersebut di atas, kawasan Arjuna telah mengalami

penurunan vitalitasnya, sehingga memerlukan tambahan aktivitas yang dapat

menghidupkan dan meningkatkan vitalitas kawasan. Untuk meningkatkan vitalitas

kawasan, maka dilakukan pengalihan fungsi dan aktivitas-aktivitas eksisting ke dalam

suatu objek/bangunan baru. Langkah yang dimaksud berupa:

1. Pengalihan hunian pada bantaran sungai yang kumuh ke rumah susun yang

lebih layak huni dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat asal pada

kawasan tersebut.

2. Mempadukan fungsi hunian dengan public supporting service untuk

mempermudah penghuni mendapatkan kebutuhannya sehari-hari.

3. Mempadukan fungsi komersial, jasa dan perkantoran dalam suatu area (mixed

use) agar terjadi harmonisasi aktivitas pada area tersebut.

4. Menempatkan kegiatan penunjang pada level pedestrian agar pejalan kaki

dapat secara menerus dan kontinu menjelajahi bagian-bagian dari kawasan

yang menarik, misalnya pelayanan makanan (restoran dan kafe), penjualan

impulsive good, hiburan (entertainment), dan penyediaan fasilitas lingkungan

yang dapat menarik pemakai untuk menikmati lingkungan sekitarnya

(Shirvani, 1985).

Selain itu ditentukan aktivitas yang masih dapat dipertahankan pada kawasan

ini, aktivitas yang dihilangkan atau dialih fungsikan dan aktivitas yang dapat

ditambahkan pada kawasan pengembangan dengan uraian sebagai berikut:

1. Aktivitas perdagangan/komersial dipertahankan dan ditambah komoditi lain

yang dapat menunjang dan melengkapi kebutuhan kawasan karena aktivitas ini

menjadi daya tarik utama yang dapat meningkatkan vitalitas kawasan.

2. Aktivitas jasa dipertahankan dan diusulkan penambahan ragam jenis usaha

jasa pada kawasan agar usaha dalam bentuk jasa di kawasan menjadi penuh

dinamika dan lebih berkembang.

3. Aktivitas industri dan pergudangan dialih fungsikan menjadi aktivitas

komersial dan jasa. Aktivitas ini sudah tidak sesuai dengan kondisi kawasan

yang harus lebih sehat, bebas polusi dan nyaman.

4. Aktivitas pemerintahan, untuk aktivitas kelurahan dapat dipertahankan,

sedangkan Dinas Pertanian dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Potong

Hewan dipindahkan ke luar kawasan pengembangan, karena menyesuaikan

Page 12: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

62

dengan kebijakan tata ruang daerah dan menghindarkan polusi/limbah yang

dihasilkan dari aktivitas potong hewan.

5. Aktivitas hunian yang teratur dan bangunan Cagar Budaya dipertahankan,

sedangkan untuk pemukiman kumuh pada bantaran sungai diusulkan relokasi

ke rumah susun baru. Diberlakukan sistem subsidi silang antara rumah susun

hasil relokasi dengan rumah susun mewah hasil pengembangan kawasan,

sehingga diharapkan semua hunian pada kawasan dalam kondisi layak huni

dan sehat.

6. Penunjang kegiatan (support activity) ditambahkan pada kawasan berupa

penunjang aktivitas yang ditempatkan pada bangunan atau ruang umum.

Bentuk fisiknya dapat berupa bangunan pusat perbelanjaan, tempat

peribadatan, bangunan bersejarah (penunjang wisata sejarah), ruang terbuka /

plaza dan lain-lain, lebih ideal apabila kegiatan ini diadakan pada semua level

dasar bangunan pada kawasan .

4.3 Analisis Tapak Kawasan

Di bawah ini diuraikan analisis kawasan berdasarkan komponen/elemen

rancang kota yaitu Tata Guna Lahan; Massa Bangunan; Sirkulasi Kendaraan dan

Parkir; Sirkulasi Pejalan Kaki; Ruang Terbuka, ditambah dengan Signifikansi Budaya

yang menentukan langkah pelestarian pada kawasan. Adapun aspek yang

dipertimbangkan dalam analisis tersebut mencakup: kesesuaian dan perlindungan

Kawasan Cagar Budaya, kualitas lingkungan, kualitas estetika, aksesibilitas, dan

kenyamanan dengan maksud menemukan sasaran bagi terciptanya kontekstual

harmoni dalam pendekatan pelestarian kawasan Arjuna ini.

4.3.1 Analisis Peruntukan dan Tata Guna Lahan

Analisis Peruntukan dan Tata Guna Lahan ini diawali dengan analisis

kebijakan pengembangan kawasan yang telah disusun oleh Pemerintah Kota Bandung

tahun 2006 sebagai berikut:

1. Berdasarkan arahan pengembangan RDTRK WP Bojonagara Kota Bandung

Tahun 2010, selain untuk Industri Pesawat Terbang PT. Dirgantara Indonesia, di

Wilayah Pengembangan Bojonagara tidak ada peruntukan lahan khusus untuk

pengembangan industri lain. Oleh karenanya industri-industri besar dan menengah

yang saat ini berlokasi di Jalan Komodor Supadio, Jalan Arjuna, Jalan Aruna,

Page 13: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

63

Jalan Bima, secara bertahap perlu direlokasi ke wilayah perluasan Kota Bandung

yaitu ke Wilayah Ujungberung dan Gedebage. Diamati dari kondisi eksisting,

fungsi industri pada kawasan banyak yang sudah direlokasi ke daerah Cimahi

sedangkan bangunannya berubah fungsi menjadi jasa perkantoran dan

pergudangan. Beberapa pabrik yang masih operasional yaitu: Pabrik alat-alat

dapur ‘Bima’ dan Pabrik Sepatu ‘Kalibaru’ yang berlokasi di Jalan Arjuna,

Garment ‘Cemerlang Sinar Bandung’, Garment Jeans ‘Kartini’, Pabrik Karet

‘Teguh’, pabrik makanan, pabrik sepatu yang berlokasi di Jalan Aruna. Lahan

dengan fungsi industri ini merupakan milik Pemerintah Daerah, hal ini akan lebih

mempermudah proses alih fungsi industri menjadi fungsi lain.

2. Peruntukan Kelurahan Arjuna Kecamatan Cicendo menurut RDTRK tahun 2007

adalah industri non-polutan, perumahan, perdagangan, jasa dan perkantoran,

sedangkan peruntukan Kelurahan Husein Sastranegara adalah industri

berteknologi tinggi non-polutan, perumahan, perdagangan, jasa, kawasan bandara

dan perkantoran.

Untuk kegiatan perdagangan dan jasa di Unit Lingkungan Husein Sastranegara

direncanakan di sepanjang Jalan Komodor Supadio, sedangkan untuk Unit

Lingkungan Arjuna direncanakan di sepanjang Jalan Kesatriaan. Rencana

pengembangan kawasan perumahan (menurut RTRW Kota Bandung 2003-2013)

merupakan perumahan terencana berciri khas di wilayah Bandung Barat tetap

30 % Fungsi industri yang masih aktif

Keterangan:

70 % Alih fungsi dari industri ke fungsi lain

Gambar 4.15 Lokasi pabrik yang masih beroperasi. Sumber: Hasil survei, 2007

Page 14: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

64

dipertahankan dalam kerangka perlindungan Cagar Budaya. Rencana

pengembangan untuk kawasan pergudangan di wilayah Bandung Barat dibatasi,

dan lebih diarahkan ke wilayah Bandung Timur, sedangkan industri yang tidak

berwawasan lingkungan diarahkan untuk menjadi industri berwawasan lingkungan

atau dialihfungsikan menjadi kegiatan jasa dan perdagangan. Kebijakan ini sesuai

dengan kondisi eksisting kawasan yang memerlukan alih fungsi. Fungsi industri

menjadi fungsi jasa dan perdagangan. Fungsi hunian masih diperlukan untuk

merelokasi pemukiman kumuh di daerah aliran sungai Citepus dan untuk

mewadahi kebutuhan hunian untuk masyarakat menengah ke atas pada kawasan.

Kebijakan yang berkaitan dengan tata guna lahan pada kawasan pengembangan

menurut RDTRK WP Bojonagara Kota Bandung salah satunya melakukan pelebaran

jalan pada kawasan dan menentukan Garis Sempadan Bangunan agar terjadi

keteraturan penempatan massa bangunan.

Tabel 4.3 Ketentuan GSB dan Lebar Jalan pada Kawasan DIMENSI (m)

NO NAMA JALAN GSB KIRI

LEBAR JALAN

RENCANA GSB KANAN

1 Jalan Arjuna 10 30 10

2 Jalan Pajajaran 5 - 7 20 5 - 7

3 Jalan Komodor Supadio 7 15 7

4 Jalan Bima 5 11 5

5 Jalan Rama 5 11 5

6 Jalan Dastarata 3 6 3

7 Jalan Barata 3 6 3

8 Jalan Ayuda 3 4 3

9 Jalan Aruna 10 16 10

10 Jalan Sinta 3 4 3

11 Jalan Pajajaran 5,5 22 5,5

12 Jalan Sadewa 4 10 4

13 Jalan Industri 10 15 Rel KA

14 Sungai Citepus 2 15 2

Sumber: RDTRK WP.Bojonagara Kota Bandung , 2006

Page 15: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

65

Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan lebar jalan eksisting belum sepenuhnya

memenuhi aturan di atas, tetapi keberadaan bangunan Cagar Budaya relatif aman

terhadap pembebasan/pelebaran jalan maupun ketentuan GSB tersebut.

Tabel 4.4 KDB dan KLB pada Kawasan KONDISI EKSISTING RTRW KOTA BANDUNG NO PERUNTUKKAN K D B K L B K D B K L B

1 Perumahan 50 – 90 % 0.5 – 13.5 40 – 80 % 1.2 – 1.6

2 Perdagangan dan jasa 70 – 100 % 0.6 – 4.0 50 – 70 % 0.6 – 4.0

3 Perkantoran 50 – 70 % 0.5 – 2.1 40 – 50 % 1.2 – 1.6

4 Industri 40 – 70 % 0.4 – 1.4 40 – 60 % 0.8 – 1.2

5 Pendidikan 60 – 80 % 0.5 – 8.4 50 % 1.0 – 2.0

6 Fasilitas Umum 0 – 60 % 0 – 1.2

Sumber: RDTRK WP. Bojonagara Kota Bandung, 2006

Dengan ketentuan RTRW tahun 2003 maka dapat dilihat bahwa Koefisien

Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) eksisting dan yang

direncanakan masih terdapat perbedaan. Kondisi ini dapat dibenahi apabila dalam

pengembangan kawasan mengikuti arahan tersebut atau dilakukan sistem transfer of

development right (TDR) yaitu menyesuaikan kelebihan luas dasar bangunan dengan

mengkonversikan terhadap luas lantai bangunan keseluruhan.

Gambar 4.16 Ilustrasi TDR, yaitu dengan mengkonversikan kelebihan luas dasar bangunan

terhadap luas lantai bangunan keseluruhan sehingga KDB-nya berkurang dan KLB-nya

bertambah sehingga sesuai dengan ketentuan RTRW. Sumber: Hasil Analisis, 2007

KDB 50 % KDB 40 %

KLB 0,5 KLB 1,2

Eksisting Ketentuan

Page 16: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

66

Dilakukan TDR misalnya karena ketentuan pelestarian bangunan Cagar

Budaya pada suatu bagian kawasan maka batasan KDB dan KLB tidak dipergunakan

secara optimal sehingga terdapat kelebihan KDB dan KLB. Kelebihan tersebut dapat

diberikan kepada bagian kawasan lain yang pengembangan luas lantai bangunannya

masih dapat dilakukan secara fleksibel, tetapi masih dalam pengelolaan pihak yang

sama.

Gambar 4.17 Peruntukan Lahan. Sumber: Hasil Analisis & Dinas Tata Kota Bandung, 2007

Berdasarkan rencana pengembangan dari Pemerintah Kota Bandung (Gambar

4.17) dapat terlihat bahwa peruntukan industri diarahkan untuk dialihfungsikan

menjadi komersial dan jasa. Peruntukan pemerintahan dan rumah potong hewan

dialihfungsikan menjadi komersial. Peruntukan hunian sebagian besar masih

dipertahankan tetapi persil-persil yang berada pada jalur sirkulasi dapat diubah

menjadi jasa.

Rencana pengembangan tersebut apabila diterapkan pada kawasan

pengembangan secara tegas belum tentu dapat mengintegrasikan kawasan, karena

penggunaan sistem zoning di perkotaan seperti ini menjadikan kawasan yang kaku

dan aktivitas yang terjadi tidak berlangsung selama 24 jam. Apabila tidak disertai

Hunian

Jasa

Perdagangan

Pemerintahan

Industri

Pendidikan

Ruang Terbuka Hijau

PKL

RDTRK WILAYAH BOJONAGARA KOTA BANDUNG TAHUN 2006-2011, Sumber: Dinas Tata Kota Bandung

KONDISI PERUNTUKAN LAHAN EKSISTING Sumber: Hasil Analisis, 2007

Page 17: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

67

dengan elemen pengait antar fungsi satu dengan lain (linkage kawasan satu dengan

kawasan lain) maka akan terjadi fragmentasi kawasan.

Oleh karena itu perlu diterapkan peruntukan mixed use pada kawasan

pengembangan agar beragam fungsi dapat dipadukan baik secara horisontal maupun

vertikal dan aktivitas kawasan dapat berlangsung selama 24 jam. Apabila terdapat

zona atau cluster yang tidak memungkinkan diterapkan mixed use dapat diantisipasi

dengan memberikan elemen pengait antar cluster sehingga dapat terjadi integrasi atau

kontekstual yang harmoni dalam segi aktivitas, fungsi maupun visualnya.

4.3.2 Analisis Signifikansi Budaya

Dengan membedah nilai-nilai Kawasan Arjuna sebagai kawasan cagar budaya,

maka didapatkan penilaian signifikansi budaya sebagai berikut :

1. Nilai Estetika

Kawasan Arjuna mempunyai bangunan-bangunan lama yang dibangun dengan

gaya arsitektur Art Deco yaitu Rumah Potong Hewan, Sharp Building dan pabrik

tekstil, berikut beberapa rumah tinggal yang berada di Jalan Arjuna dan Aruna,

semuanya merefleksikan suatu gaya arsitektur yang mempunyai bentuk, skala, tekstur

dan material yang khas. Dilihat dari segi estetika, ketiga cagar budaya ini memiliki

elemen arsitektural yang unik dan menarik. Perincian lokasi bangunan, nama

bangunan, fungsi semula, tahun dibangun, jenis langgam arsitektur dan pemilik

bangunan dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.5 Data Bangunan Bersejarah pada Kawasan Arjuna

Lokasi Bangunan

Nama Bangunan

Fungsi semula Tahun Dibangun

Jenis Langgam Arsitektur

Pemilik

Jalan Arjuna no.45

Rumah Potong Hewan

Varkenslachthuis 1935 Art Deco Pemerintah Kota Bandung

Jalan Arjuna no.53

Pabrik Tekstil

Pabrik Tekstil 1925 Art Deco Swasta

Jalan Arjuna no.57

Sharp Building

Pabrik - Gudang 1935 Art Deco Swasta

Jalan Arjuna no. 95, 97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111

Rumah tinggal

Rumah tinggal 1930 Arsitektur Modern (tropis) Indonesia

Swasta

Jalan Aruna 111

Rumah tinggal

Rumah tinggal 1930 Arsitektur Modern (tropis) Indonesia

Swasta

Sumber : Data Bangunan Bersejarah Kota Bandung 1997, Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung & Bappeda Daerah Tk.II Kotamadya Bandung, 1997

Page 18: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

68

Jenis langgam arsitektur bangunan pada kawasan beragam, terdiri dari 3 (tiga)

jenis langgam, seperti:

a. Arsitektur Modern Fungsional (Art Deco) yaitu bangunan menggunakan

elemen dekoratif, rata-rata dibangun antara tahun 1920-1935.

b. Arsitektur Modern (Tropis) Indonesia, rata-rata dibangun antara tahun 1935-

1940.

c. Arsitektur Modern Internasional (Art Deco) yaitu bangunan yang

menggunakan elemen decoratif, rata-rata dibangun antara tahun 1920-1940.

Gambar 4.18 Beberapa macam bentuk massa dan langgam bangunan pada kawasan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Untuk langgam Arsitektur Modern pada rumah tinggal di kawasan ini

termasuk langgam Dutch Colonial Houses dalam Arsitektur Modern. Langgam Dutch

Colonial Houses dalam Arsitektur Modern dibagi menjadi 4 kategori langgam, yaitu

Modern Indies, Modern Regionalism, International Style, dan Pengaruh Eropa

(Widiastuti, 2001).

Bangunan-bangunan hunian di kawasan Arjuna (Ekspresi Gempol-Arjuna)

masuk dalam kategori Modern Regionalism pada langgam Dutch Colonial Houses

Arsitektur Modern. (lihat Gambar 4.19). Dengan langgam yang khas maka bangunan

Page 19: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

69

rumah tinggal pada kawasan Arjuna tidak kalah pentingnya untuk dilestarikan selain

bangunan cagar budaya dengan fungsi lainnya. Pada langgam ini konsep modernisme

dikombinasikan dengan unsur-unsur vernakuler. Sentuhan lokal Indonesia lebih

banyak masuk pada tahap detil dan aspek-aspek tektonik dari penggunaan seperti

material, pertukangan dan respon terhadap iklim tropis berupa penyelesaian dasar dan

kusen bukaan atau kaki bangunan yang menggunakan material batu kali.

Gambar 4.19 Dutch Colonial Houses di Jalan Arjuna, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Selain langgam bangunan pada kawasan yang perlu dilestarikan, juga bentuk

ruang kota pada kawasan yang mempunyai ciri khas. Terdapat area perumahan yang

dibangun pada masa kolonial dengan pola peletakan massa bangunan, pola sirkulasi

dan ruang terbuka yang didesain secara geometrik membentuk suatu kawasan

berbentuk segi tiga yang unik dan khas. Pola seperti ini tidak dijumpai pada kawasan

hunian kolonial lainnya yang seringkali berbentuk geometrik grid. Sedangkan ruang

kota di sekeliling hunian tersebut mempunyai bentuk persil yang lebih besar, dengan

fungsi industri.

2. Nilai Kesejarahan

Di bawah ini diuraikan hasil penilaian signifikansi terhadap beberapa

bangunan dan kawasan:

A. Dengan menggunakan kriteria Signifikansi Budaya, maka bangunan Rumah

Potong Hewan layak untuk dilestarikan dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan tempat pemotongan hewan pertama

di kota Bandung (Varkenslachthuis) yang dirancang oleh Ir. G. Hendriks dan

Ir. E. H. de Roo pada tahun 1935. Selain itu terdapat mesin pemotongan

hewan sapi sumbangan dari kota Braunschweig (Rep. Federal Jerman) dalam

rangka kerjasama antara kota Bandung dan kota Braunschweig dari 24 Mei

Page 20: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

70

1960. Telah berusia 72 tahun (mengacu pada tahun pembangunan 1935).

Maka bangunan ini memenuhi kriteria ‘memiliki nilai sejarah’

2. Bangunan RPH sampai saat ini masih dalam kondisi relatif baik dan dapat

dipergunakan, dari nilai ekonomi masih memenuhi kriteria.

3. Bangunan spesifik dengan langgam Art Deco dapat menjadi bangunan

landmark dengan bentuk bangunan langka dan unik sehingga dapat

memberikan sumbangan terhadap wajah kota.

Gambar 4.20 Gambar Site Plan Rumah Potong Hewan Sumber: I.B.T. Locale Techniek No.5 September 1936

Page 21: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

71

Gambar 4.21 Gambar Bangunan RPH pada tahun 1936. Sumber: I.B.T. Locale Techniek No.5 September 1936

B. Dengan menggunakan kriteria Signifikansi Budaya, maka bangunan Sharp yang

terletak di jalan Arjuna layak untuk dilestarikan dengan pertimbangan sebagai

berikut :

1. Bangunan yang didirikan pada tahun 1935 yang dimiliki swasta

2. Hingga saat ini bangunan berada dalam kondisi relatif baik dan dapat

dipergunakan, dari nilai ekonomi masih memenuhi kriteria.

3. Bangunan secara spesifik berlanggam arsitektur Art Deco yang sangat khas

dan langka di kota Bandung, sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap

wajah kota.

Kedua bangunan di atas merupakan aset Cagar Budaya pada kawasan yang

harus dilestarikan, gambar dan lokasi bangunan dapat dilihat pada peta bangunan

Cagar Budaya pada kawasan berikut ini:

Page 22: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

72

C. Adapun ’Kawasan Rumah Potong Hewan dan Pasar Besi Jatayu’ setelah memakai

kriteria Signifikansi Budaya layak pula dilestarikan dengan pertimbangan sebagai

berikut :

1. Kawasan ini merupakan ruang kota yang di dalamnya terdapat fungsi RPH dan

Pasar Besi dengan set back yang memberikan ruang antara berupa ruang

terbuka hijau.

2. Kawasan dibangun pada tahun 1935 dengan ruang terbuka yang rindang

mengelilingi bangunan bersejarah.

3. Hingga saat ini sebagian dari kawasan ini masih dalam kondisi relatif baik,

sebagian lagi dalam kondisi fisik yang buruk tetapi keduanya mempunyai nilai

jual yang sangat tinggi

Bangunan cagar budaya

Gambar 4.22 Lokasi bangunan cagar budaya, Sumber: Bandung Heritage, 2006

Keterangan:

Sharp Building Rumah Tinggal

Rumah Potong Hewan

Page 23: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

73

4. Kawasan ini masih teratur karena pola ruangnya masih tetap dipertahankan

sehingga bentuk kawasan masih mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri

Kawasan RPH dan Pasar Besi Jatayu dapat dilihat dari foto udara di bawah ini:

Gambar 4.23 Foto Udara kawasan RPH dan Pasar Besi

Sumber : www.googleearth.com

D. Signifikansi ‘Kawasan Hunian Arjuna’ yang terdiri dari rumah-rumah tinggal di

jalan Arjuna, Dasarata, Barata dan Satrugna yang dibangun pada tahun 1900 –

1945 setelah menggunakan kriteria Signifikansi Budaya layak dilestarikan dengan

pertimbangan sebagai berikut :

1. Kawasan hunian ini merupakan perumahan pekerja kelas menengah Hindia

Belanda di Kota Bandung bagian Utara yang dibangun pada tahun 1930.

2. Hingga saat ini kawasan berada dalam kondisi relatif baik dan mempunyai

nilai jual / ekomoni yang sangat tinggi.

3. Kawasan ini merupakan ruang kota yang khas berbentuk geometrik segitiga,

dan merupakan kawasan hunian yang masih teratur karena pola ruang masih

tetap dipertahankan sehingga bentuk kawasan masih mempunyai ciri khas

keunikan tersendiri dan memberikan sumbangan terhadap wajah kota.

Adapun area di luar fungsi hunian telah berubah bentuk dan fungsinya menjadi

kawasan yang harus ditata ulang sehingga keberadaannya berkesinambungan dengan

Pasar Besi Jatayu

RumahPotong Hewan

Page 24: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

74

kawasan hunian tersebut. Kondisi kawasan hunian tersebut dapat dilihat pada foto

udara berikut ini:

Gambar 4.24 Foto Udara kawasan hunian Arjuna

Sumber : www.googleearth.com

3. Nilai Keilmuan

Dilihat dari segi keilmuan, Rumah Potong Hewan Arjuna merupakan salah

satu contoh bangunan Pemotongan Hewan yang terancang dengan baik, memiliki

pembagian zona yang teratur dan terencana dengan baik. Kemudian sistem ventilasi

dan pencahayaan yang dimiliki RPH cukup efektif diterapkan pada bangunan ini. Ada

pula kenyataan bahwa struktur RPH dan Bangunan Sharp yang sudah berusia lebih

dari 50 tahun ini masih amat kuat hingga saat tulisan ini dibuat (2007). Kualitas

konstruksi beton bangunan tersebut termasuk sangat baik apabila dibandingkan

dengan bangunan baru..

Kawasan hunian kolonial mempunyai ciri khas yang dapat dijadikan contoh

dari segi keilmuan yaitu dengan bentuk geometrik segitiga dan pola hunian yang

teratur. Bangunan-bangunan Cagar Budaya yang berfungsi hunian merupakan

bangunan dengan langgam arsitektur modern tropis Indonesia dan berperan sebagai

elemen bangunan penting dalam suatu kawasan dilihat dari segi visualnya (Bandung

Heritage, 1997). Bangunan hunian terdiri dari rumah-rumah ukuran kecil dengan pola

Page 25: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

75

persil yang teratur, pada awalnya berbentuk segitiga dikelilingi villa-villa yang lebih

besar.

Gambar 4.25 Perumahan pada Kawasan Arjuna dibangun tahun 1900-1945

Sumber: Siregar, 1990

Kawasan dengan bentuk geometrik segitiga ini masih berfungsi sebagai hunian,

tetapi di beberapa lokasi telah dilakukan penambahan terhadap massa dan bentuk

bangunan. Deretan rumah tinggal sepanjang jalan utama dengan persil yang relatif

besar sebagian telah berubah fungsi menjadi kantor, toko, pabrik dan gudang. Adapun

massa dan bentuk bangunan serta bentuk persil sepanjang jalan Aruna dan jalan

Pajajaran telah berubah. Untuk bangunan rumah tinggal maupun pabrik yang berada

di sepanjang jalan Arjuna masih dipertahankan bentuk massa bangunannya walaupun

fungsinya telah berubah.

4. Nilai Sosial

Dari nilai sosial yang menonjol pada kawasan ini terdapat beberapa fungsi

komersial berupa Pasar Besi Arjuna dan Pasar Hejo Arjuna yang didirikan pada tahun

1956 yang menyediakan komoditi dagangan khas telah dikenal di kota Bandung.

Kawasan ini pada mulanya merupakan pemukiman yang diperuntukkan bagi orang-

orang Eropa yang bermukim di kota Bandung, sejalan dengan perkembangan waktu

telah berpindah tangan kepada masyarakat pribumi.

Key Map

Jalan Pajajaran

Jalan Arjuna

Jalan Aruna

Page 26: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

76

Hasil analisis memakai kriteria Signifikansi Budaya di atas menghasilkan

bangunan dan kawasan mana saja yang harus dilestarikan dan mana yang harus

diperbaharui. Pembagian signifikansi budaya tersebut dapat dilihat dari gambar

berikut ini:

1. Kawasan I yaitu kawasan Rumah Potong Hewan dan Pasar Besi signifikan

perlu dilestarikan dan terdapat Bangunan Cagar Budaya yang harus

dilestarikan pula. Selain itu diperlukan penataan bangunan yang bukan Cagar

Budaya sehingga tercipta kontekstual yang harmoni.

2. Kawasan II yaitu kawasan hunian kolonial signifikan perlu dilestarikan.

3. Kawasan III yaitu kawasan industri dan pergudangan tidak signifikan sehingga

sangat perlu penataan baru yang kontekstual harmoni dengan kawasan yang

signifikan.

4. Kawasan IV yaitu kawasan industri dan hunian kumuh pada bantaran sungai

tidak signifikan sehingga sangat perlu penataan baru yang kontekstual

harmoni dengan kawasan yang signifikan.

I

IIIII

IV

Gambar 4.26 Peta Signifikan Kawasan Arjuna. Sumber: Hasil Analisis, 2006

Page 27: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

77

4.3.3 Analisis Massa Bangunan

Massa bangunan dan ruang terbuka pada kawasan dapat diamati dengan

memakai cara figure ground yaitu dengan membedakan mana yang solid dan void

pada kawasan seperti berikut ini:

Dapat dilihat bahwa massa dengan fungsi hunian mempunyai bentuk dan pola

massa bangunan dan persil yang teratur dan relatif kecil, sedangkan fungsi lainnya

mempunyai pola massa bangunan dan persil yang tidak teratur dan relatif lebih besar.

Kondisi keberagaman massa dan pola bangunan, serta signifikansi bangunan yang

telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya menjadi dasar dalam penanganan

pelestarian kawasan dan bangunannya.

Permasalahan yang menyangkut keberadaan massa bangunan eksisting adalah:

1. Perbandingan ketinggian massa bangunan dengan ruang terbuka sekitarnya di

sebagian kawasan masih memberikan kesan yang luas bagi pejalan.

2. Jarak antar massa bangunan di kawasan belum teratur, terutama pada pemukiman

kumuh di bantaran sungai sehingga bangunan tidak mendapatkan sinar matahari

Gambar 4.27 Peta Solid - Void Arjuna. Sumber: Hasil Analisis, 2006

Kawasan dapat menjadi pusat untuk kawasan sekitar bila dilakukan penataan dalam kawasan dengan penambahan massa bangunan dengan fungsi yang beragam sehingga tercipta ruang-ruang terbuka yang terdefinisi dan terintegrasi dengan fungsi sekitar

Area persimpangan jalan pada kawasan yang cukup luas dapat menjadi simpul kawasan dan pusat orientasi kawasan dengan penataan massa bangunan sudut simpangan dan penambahan suatu elemen estetis pada pusat /median simpangan jalan

Bagian Utara kawasan terdiri dari susunan massa bangunan yang relatif teratur tetapi tidak dilengkapi dengan ruang terbuka publik sebagai public realm, dapat diantisipasi dengan penataan daerah aliran sungai dengan dikembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka hijau

ANALISIS FIGURE GROUND ( solid – void )

Page 28: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

78

Permasalahan di atas masih dapat diantisipasi, karena kawasan mempunyai

potensi sebagai berikut:

1. Masih tersedia lahan untuk melakukan upaya perbaikan perbandingan antara

ruang terbuka dengan ketinggian massa bangunan sehingga tercipta keharmonisan

antara massa bangunan dan ruang luarnya.

2. Masih tersedia lahan bagi pembangunan hunian vertikal (rumah susun) untuk

relokasi pemukiman kumuh yang peletakan massa bangunannya sangat padat.

Pada kawasan pengembangan dapat diklasifikasikan bentuk massa pada

kawasan sebagai berikut:

1. Bentuk massa bangunan dengan ukuran kecil-kecil dengan fungsi hunian

sepanjang bantaran sungai dan kawasan hunian berbentuk inner court.

2. Bentuk massa bangunan dengan ukuran sedang/menengah dengan fungsi

hunian dan RUKO di sepanjang jalan Pajajaran, jalan Arjuna dan jalan Aruna,

mengelilingi massa bangunan yang kecil-kecil.

3. Bentuk massa bangunan dengan ukuran besar-besar dan tidak beraturan

dengan fungsi pabrik, gudang, pasar dan rumah potong hewan (RPH) berada

di sebelah Selatan dan Barat kawasan.

Hasil analisis di atas dapat digambarkan bahwa massa bangunan pada kawasan

hunian kolonial berbentuk geometrik segitiga dan sepanjang bantaran sungai

berbentuk kecil-kecil dikelilingi massa bangunan yang berukuran sedang (lebih besar),

kemudian makin ke Barat dan Selatan ukuran massa bangunan lebih besar. Hal ini

Gambar 4.28 Klasifikasi bentuk massa bangunan pada Kawasan Sumber: Hasil Analisis, 2007

Bentuk massa bangunan kecil-kecil Bentuk massa bangunan sedang/menengah Bentuk massa bangunan besar-besar

Page 29: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

79

memperlihatkan peralihan dari ukuran massa bangunan yang kecil, ukuran sedang,

kemudian ukuran besar berupa gradasi dari kawasan segitiga ke kawasan yang lebih

luar.

4.3.4 Analisis Aksesibilitas6

Kawasan Arjuna dapat diakses dengan berbagai moda transportasi baik

transportasi umum maupun pribadi. Moda transportasi umum yang melalui kawasan

ini terdiri dari angkutan umum kota, kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor),

becak dan ojek. Di sebelah selatan kawasan dilalui oleh jalur rel Kereta Api, Stasiun

Ciroyom dan Terminal Angkutan Umum Ciroyom.(lihat Gambar 4.29)

Kondisi lalu lintas di kawasan ini cukup lancar, kemacetan hanya terjadi pada

persimpangan dengan jalur kereta api. Kelas jalan pada kawasan, rata-rata merupakan

jalan lokal, sedangkan salah satu jalan yang merupakan batas kawasan sebelah Utara

merupakan jalan kolektor. Aksesibilitas ke kawasan cukup mudah karena dilalui lebih

dari 5 trayek angkutan umum kota, antara lain: Jurusan Sarijadi – Ciroyom; Jurusan

Stasiun – Cimahi; Jurusan Ciroyom – Lembang; Jurusan Ciburial – Ciroyom; Jurusan

Antapani – Ciroyom.

Selain moda tersebut, kawasan dapat diakses dengan menggunakan ojek,

becak, taksi, serta kendaraan pribadi. Kawasan ini bukan termasuk kawasan tertib lalu

lintas. Kereta Api yang melalui sebelah selatan kawasan adalah kereta api antar kota,

dan kereta api kelas ekonomi, namun saat ini hanya kereta api kelas ekonomi saja

yang berhenti di Stasiun Ciroyom. Aksesibilitas ke kawasan dapat dilihat pada

gambar berikut:

6 Analisis Aksesibilitas mencakup Sirkulasi Kendaraan, Pejalan Kaki & Parkir

Page 30: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

80

Dengan keberadaan berbagai moda transportasi yang melintasi kawasan, maka

kawasan memiliki potensi dan prospek untuk dikembangkan menjadi kawasan mixed

use dengan mengandalkan transportasi umum massal. Dengan tersedianya sarana

transportasi massal ini, maka pengembangan kawasan dengan intensitas tinggi

memungkinkan untuk dilakukan tanpa menimbulkan eksternalitas negatif pada

lingkungan.

Kawasan Arjuna tidak mempunyai lahan khusus parkir kendaraan bermotor.

Sarana parkir yang ada saat ini terbatas hanya pada persil bangunan maupun pada

badan jalan. Bangunan umum yang menyediakan lahan parkir hanya Rumah Potong

Hewan, Pasar Teknik Arjuna dan beberapa Pabrik di jalan Arjuna dengan jumlah

parkir yang terbatas.

Keberadaan PKL dan jasa perbengkelan yang melakukan kegiatan pada area

pedestrian dan badan jalan akan menghambat kelancaran arus lalu lintas pada

kawasan. Parkir on-street dan deretan kendaraan yang sedang diperbaiki oleh jasa

perbengkelan menambah buruk kualitas visual pada ruang publik kawasan.

Jalan lokal pada kawasan pengembangan Jalan utama pada kawasan pengembangan Jalan kolektor di luar kawasan pengembangan Persimpangan pada kawasan pengembangan

Keterangan:

Gambar 4.29 Peta Pencapaian ke kawasan Arjuna, Sumber: Hasil Analisis, 2007

Page 31: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

81

Pejalan kaki pada kawasan tidak diberi jalur khusus berupa pedestrian walau

di beberapa tempat terdapat pedestrian tetapi dengan kualitas yang kurang baik

(Gambar 4.31), sehingga harus berjalan pada badan jalan aspal. Kecuali pada Jalan

kolektor (Jl.Pajajaran) terdapat pedestrian yang memadai.

Permasalahan yang terdapat pada kawasan adalah sebagai berikut:

1. Tidak terpisahkan secara tegas antara sirkulasi kendaraan, tempat parkir maupun

sirkulasi pejalan kaki.

2. Belum disediakan tempat perpindahan moda pada kawasan.

3. Parkir on-street dan keberadaan jasa perbengkelan pada pinggir jalan kawasan

mengganggu sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki.

4. Kondisi fisik pedestrian pada kawasan buruk dimana pada beberapa tempat tidak

terdapat pedestrian untuk pejalan kaki sehingga menggunakan bahu jalan dan

melintasi area parkir dan perbengkelan on-street.

5. Tidak tersedianya fasilitas pelengkap untuk jalur pejalan kaki.

Gambar 4.31 Pedestrian pada kawasan, Sumber: Dokumen Pribadi, 2007

Gambar 4.30 Parkir dan jasa perbengkelan tepi jalan, Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2007

Page 32: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

82

6. Tidak ada penghubung berupa jalur pedestrian yang menghubungkan fungsi-

fungsi yang ada pada kawasan.

Sedangkan potensi kawasan dalam hal aksesibilitas sirkulasi dan parkir :

1. Terdapat cukup banyak jalur kendaraan umum yang melintasi kawasan sehingga

kawasan mudah dicapai dengan mempergunakan kendaraan umum.

2. Tersedianya beberapa ruang terbuka pada kawasan yang dapat dijadikan tempat

parkir terpadu untuk kawasan.

3. Cukup banyak warga yang melakukan aktivitas berjalan kaki pada kawasan

4. Keberadaan elemen vegetasi eksisting menyebabkan kawasan cukup teduh dan

nyaman bila melakukan kegiatan berjalan.

4.3.5 Analisis Ruang Terbuka Hijau

Secara morfologi, kawasan Arjuna dikembangkan oleh Belanda dengan

mengadopsi konsep kota taman. Hal tersebut dapat dilihat pada pola struktur jalan

dan taman-taman kecil sebagai simpul. Sebagai pengarah sekaligus peneduh, kawasan

ini memiliki deretan pepohonan yang memiliki kualitas cukup baik. Hingga saat ini

pepohonan peneduh ini masih ada dan membentuk karakter kawasan hunian yang

cukup asri. Selain pada kawasan hunian, pepohonan peneduh dengan kualitas cukup

baik terdapat di dalam persil Rumah Potong Hewan.

Keberadaan pepohonan ini diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung

tentang Kebersihan Ketertiban dan Keindahan (K3) yang mencakup pelarangan

penebangan pohon di wilayah Kota Bandung dengan diameter batang lebih dari 10 cm.

Dengan adanya Perda tersebut, maka karakter kawasan yang terbentuk dengan

keberadaan pepohonan ini harus tetap dijaga. Rencana pengembangan kawasan

Arjuna juga harus memperhatikan karakter kawasan yang dibentuk oleh pepohonan

dan ruang terbuka hijau ini, sehingga tanggap terhadap lingkungan.

Pada kawasan masih ditemukan beberapa ruang kosong yang dimanfaatkan

sebagai ruang terbuka hijau, perkerasan maupun sama sekali belum dimanfaatkan

(tanah kosong). Keberadaan ruang terbuka hijau merupakan salah satu faktor yang

penting sebagai sarana ruang publik maupun sebagai elemen penyeimbang lingkungan.

Bantaran sungai pada kawasan idealnya menjadi ruang terbuka hijau pada saat

ini dipadati massa bangunan yang berfungsi hunian. Apabila dilakukan normalisasi

sungai dan penataan bantaran sungai yang diawali dengan relokasi hunian kumuh di

Page 33: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

83

atasnya maka akan memberikan kontribusi ruang terbuka hijau yang cukup luas pada

kawasan.

Keberadaan pepohonan dan ruang terbuka hijau kawasan cukup memadai

dengan adanya deretan pohon-pohon pelindung di sepanjang jalan pada kawasan.

Selain itu terdapat ruang terbuka hijau yang cukup luas pada area Rumah Potong

Hewan dengan vegetasi yang rindang di dalamnya, dapat dilihat pada gambar berikut:

Permasalahan mengenai ruang terbuka dan tata hijau yang dijumpai pada

kawasan ini adalah sebagai berikut:

1. Keberadaan ruang terbuka berupa jalur kendaraan menyebabkan terputusnya

hubungan antara ruang dan massa bangunan pada kawasan.

2. Tidak ada akses khususnya bagi pejalan kaki terhadap ruang terbuka eksisting

pada kawasan berupa taman.

3. Fungsi ruang terbuka pada kawasan berupa taman, jalan dan pedestrian belum

dapat mengakomodasi kegiatan dan aktivitas warga.

4. Peletakan beberapa massa bangunan yang tidak beraturan pada kawasan

menyebabkan terciptanya ruang-ruang terbuka yang tidak terdefinisi dan

mengakibatkan fragmentasi kawasan Arjuna ini.

Sedangkan potensi ruang terbuka dan tata hijau yang dimiliki kawasan ini

adalah:

1. Kawasan dikelilingi oleh ruang terbuka berupa jalan kendaraan, kawasan menjadi

lebih mudah dicapai.

Ruang Terbuka Hijau Deretan Pepohonan yang berumur tua & rindang Gambar 4.32 Peta kondisi ruang terbuka dan vegetasi kawasan. Sumber: Hasil Analisis, 2007

Page 34: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

84

2. Terdapat ruang terbuka berupa persimpangan jalan yang berlokasi di tengah

kawasan dapat menjadi simpul kawasan dan bersama ruang terbuka pada area

RPH dapat menjadi pusat orientasi kawasan.

3. Masih banyak ruang-ruang terbuka pada kawasan yang belum dimanfaatkan

menjadi ruang terbuka yang dapat mengakomodasi kegiatan dan aktivitas

warganya.

4.4 Analisis Stakeholder

Pada tahun 2006 telah dilakukan Analisis Stakeholder di Kawasan Arjuna.

Analisis stakeholder diawali dengan wawancara kepada masyarakat yang berada di

kawasan Arjuna, baik penghuni dan tokoh masyarakat, para pedagang yang berjualan

di Pasar maupun Pedagang Kaki Lima, para pemberi jasa service kendaraan,

pengunjung dan unsur dinas/instansi pemerintah yang terlibat dalam penanganan

penataan kawasan perkotaan. Isi wawancara mengenai kebutuhan dan kepentingan

para stakeholder pada Kawasan Arjuna. Termasuk pendapat dan masukan terhadap

Penataan Kawasan Arjuna yang terdiri dari penataan hunian, penataan pasar besi dan

PKL, relokasi rumah potong hewan dan pelestarian bangunannya, alih fungsi atau

penambahan fungsi lain, maupun penataan kawasan secara keseluruhan. Hasil

wawancara tersebut menjadi masukan bagi pemetaan stakeholder dan analisis

kawasan lainnya.

Ruang terbuka di sekitar RPH memberikan keleluasaan pandangan terhadap bangunan bersejarah dan peralihan terhadap fungsi lainnya

Area persimpangan jalan pada kawasan yang cukup luas dapat menjadi orientasi kawasan dengan penataan massa bangunan sudut simpangan dan penambahan suatu elemen estetis pada pusat / median simpangan jalan

Bagian Utara kawasan terdiri dari susunan massa bangunan yang relatif teratur tetapi tidak dilengkapi dengan ruang terbuka publik sebagai public realm, dapat diantisipasi dengan penataan daerah aliran sungai dengan dikembalikan fungsinya menjadi ruang terbuka hijau.

Gambar 4.33 Figure ground dapat mempetakan Ruang Terbuka pada Kawasan. Sumber: Hasil Analisis, 2006

Page 35: BAB 4 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME | …digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl...55 Aktivitas perdagangan formal pada kawasan ini telah dikenal di kota Bandung

85

Pemetaan stakeholder berguna untuk mengidentifikasi kawasan berdasarkan

persepsi para stakeholder dan keterlibatan masing-masing stakeholder dalam proses

pembangunan berdasarkan kemampuannya.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa:

1. Pihak masyarakat dapat memberikan kontribusi berupa saran dan masukan

bagi penataan kawasan dan dapat turut serta dalam pengawasan dan

pengendalian pelaksanaan pelestarian Kawasan Cagar Budaya.

2. Pemerintah dapat menjadi fasilitator dan penggerak dalam penataan

kawasan, pemerintah dapat membentuk suatu tim atau lembaga sebagai

koordinator penataan kawasan yang dilakukan oleh masyarakat maupun

oleh investor/swasta.

3. Pihak swasta/investor diberi peluang oleh Pemerintah Kota untuk turut

serta melakukan investasi pada penataan kawasan Arjuna dengan mengacu

pada kriteria perancangan yang akan dihasilkan dari studi ini.

Setelah dilakukan analisis peruntukan dan tata guna lahan, analisis tapak

kawasan, dan analisis stakeholder, maka dapat disimpulkan bahwa Kawasan Cagar

Budaya Arjuna perlu mendapatkan penataan / revitalisasi dengan pendekatan

konservasi agar citra dan karakteristik kawasan masih dapat dipertahankan. Dari hasil

analisis diketahui bagian kawasan dan bangunan yang signifikan untuk mendapat

penataan atau konservasi, selanjutnya dapat diketahui fungsi atau kegiatan yang perlu

direlokasi, perlu dipertahankan, dan yang perlu ditambahkan untuk meningkatkan

vitalitas kawasan. Setelah diketahui permasalahan dan potensi masing-masing

komponen kawasan pada analisis tapak, maka diperlukan peningkatan kualitas tiap

komponen kawasan dan keselarasan kontekstual semua komponen pada kawasan.

Adapun dari hasil analisis stakeholder diketahui kepentingan dan kebutuhan para

stakeholder pada penataan dan pengembangan kawasan, juga keterlibatan masing-

masing stakeholder dalam proses pembangunan sesuai kemampuannya.