bab v penjelajahan ide dan literatur dalam...

26
BAB V PENJELAJAHAN IDE DAN LITERATUR DALAM PERANCANGAN 5.1. Analogi Musik ke dalam Bentuk Visual Dalam hubungannya yang saling mendukung satu sama lain, suara (musik) dan bentuk (arsitektur) dapat dilihat dalam beberapa sudut pandang sebagai berikut: a. Bentuk yang menghasilkan suara Suatu bentuk sengaja dibuat untuk menghasilkan suara tertentu. Contohnya: alat musik. Skala pembagian fretboard pada gitar dibentuk untuk menghasilkan tangga nada kromatik. Badannya sendiri yang terbuat dari kayu berongga untuk memperkuat nada yang dihasilkan oleh senarnya. Dalam Vitruvius Program yang diadakan oleh Kathleen dan Eugene Kupper, 7 para mahasiswa diajak untuk mendalami cerita tentang pembuat biola yang berasal dari Italia, “hanya hati yang selaras dengan suara kayu yang dapat menghasilkan suara dari alat musik ini”. Dengan membuat model dan menggambar alat musik biola, para mahasiswa diharapkan dapat merasakan pengalaman yang dirasakan sang pembuat biola ketika membuat, mengukir dan memahat biola sehingga menghasilkan suara. Dari sini mereka mendapatkan interpretasi puitik dari ideologi sang pembuat biola ketika menggubah bentuk. Contoh ide yang berangkat dari sini adalah karya-karya skulptural Douglas Hollis dan Bill & Mary Buchen, seperti yang dijelaskan pada Bab II. 7 Berdasarkan Vitruvius Program, hal. 10, tulisan oleh Elizabeth Martin (1994), Architecture as Translation of Music 51

Upload: trinhcong

Post on 27-May-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB V

PENJELAJAHAN IDE DAN LITERATUR DALAM PERANCANGAN

5.1. Analogi Musik ke dalam Bentuk Visual

Dalam hubungannya yang saling mendukung satu sama lain, suara (musik)

dan bentuk (arsitektur) dapat dilihat dalam beberapa sudut pandang sebagai

berikut:

a. Bentuk yang menghasilkan suara

Suatu bentuk sengaja dibuat untuk menghasilkan suara tertentu.

Contohnya: alat musik. Skala pembagian fretboard pada gitar

dibentuk untuk menghasilkan tangga nada kromatik. Badannya

sendiri yang terbuat dari kayu berongga untuk memperkuat nada

yang dihasilkan oleh senarnya.

Dalam Vitruvius Program yang diadakan oleh Kathleen

dan Eugene Kupper,7 para mahasiswa diajak untuk mendalami

cerita tentang pembuat biola yang berasal dari Italia, “hanya hati

yang selaras dengan suara kayu yang dapat menghasilkan suara

dari alat musik ini”. Dengan membuat model dan menggambar

alat musik biola, para mahasiswa diharapkan dapat merasakan

pengalaman yang dirasakan sang pembuat biola ketika membuat,

mengukir dan memahat biola sehingga menghasilkan suara. Dari

sini mereka mendapatkan interpretasi puitik dari ideologi sang

pembuat biola ketika menggubah bentuk.

Contoh ide yang berangkat dari sini adalah karya-karya

skulptural Douglas Hollis dan Bill & Mary Buchen, seperti yang dijelaskan pada

Bab II.

7 Berdasarkan Vitruvius Program, hal. 10, tulisan oleh Elizabeth Martin (1994), Architecture as Translation of Music

51

Gambar 5.1. Ilustrasi tentang bagaimana karya gubahan bentuk menghasilkan suara.

b. Suara (musik) yang mengilhami bentuk

Musik dan arsitektur berbagi tujuan yang sama dalam hal estetika, namun

memiliki perbedaan wujud. Y-condition yang diusulkan oleh Elizabeth Martin,

Stretto House oleh Steven Holl, Fantasia 2000 oleh Walt Disney merupakan

wujud visual yang diilhami dari musik.

Tesis ini berfokus pada sudut pandang ini. Gubahan bentuk yang

dirancang akan berfokus pada selubung luar bangunan. Sedangkan bagian dalam

bangunan akan mengikuti standar gedung konser pada umumnya.

Gambar 5.2. Ilustrasi tentang bagaimana karya suara / musik menginspirasi gubahan bentuk.

5.2. Penggunaan Metafora sebagai Pembentuk Desain

Metafora merupakan gambaran implisit yang dapat dijadikan penghubung

antara ide dan desain, yang keduanya saling berhubungan timbal-balik, saling

mengisi satu sama lain. Inspirasi ide ini dapat diperoleh dari manapun, seperti:

sejarah, alam, ilmu pengetahuan alam (sains), perkembangan politik, musik, dan

lain-lain.

Oleh karena itu, seperti yang pernah dikatakan oleh Vitruvius, alangkah

baiknya jika seorang arsitek dapat memiliki pengetahuan sejarah yang luas.

52

Vitruvius juga percaya bahwa: “Music... the architect ought to understand so that

he may have knowledge of the canonical and mathematical theory”.

Alasan dipakainya pendekatan metafora adalah karena interpretasi romantik

musik-musik Beethoven analog dengan metafora dalam arsitektur puitik. Studi

banding gedung konser pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa perlu adanya

“cerita lain” dibalik bentuk arsitekturalnya, sehingga seakan-akan gedung itu

sendiri yang bercerita, berpuisi. “Cerita” ini dapat berasal dari mana saja, baik

berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan tempat atau sejarah,

tergantung dengan ekspresi yang ingin ditonjolkan (dan yang sesuai secara nilai

tentunya).

Contoh-contoh adanya metafora dalam perkembangan arsitektur antara lain:

- Arsitektur Klasik, berangkat dari pemikiran bahwa elemen-elemen arsitektural

haruslah tersusun dan terbentuk secara logis: “yang kokoh menopang yang

lebih ringan”, terlihat dari orde-orde kolomnya.

Gambar 5.3. Tiga orde Arsitektur Klasik

(Sumber: Encarta Reference Library)

53

- Arsitektur Modern, lahir dengan adanya Revolusi Industri. Pendukung

gerakan modern memiliki pemikiran bahwa bentuk arsitektural harusnya lahir

karena fungsi, seperti pada mesin-mesin, mobil, pabrik, yang sedang

berkembang pesat pada Revolusi Industri. Oleh karena itu, bentuk yang paling

efektif dan efisien pemakaiannya adalah bentuk “kotak”.

Walaupun para pendukung arsitektur modern konon menolak adanya

pemakaian metafora, bagaimanapun, bentuk “kotak-kotak kaku” inipun

sebenarnya membawa pesan metafora “modern dan fungsional”.

Gambar 5.4. Seagram Building, salah satu karya Ludwig Mies van der Rohe,

merupakan contoh International Syle, salah satu bentuk gerakan arsitektur modern.

(Sumber: Encarta Reference Library)

- Art Nouveau, gerakan seni yang mengambil metafora alam. Walaupun lahir

pada era Revolusi Industri dan gerakan modern serta menggunakan material

modern, Art Nouveau mengembalikan ide “modern” pada bentuk-bentuk

alami seperti bentuk lengkung, “flowery”, bahkan cenderung memiliki elemen

fantasi. Seniman Art Nouveau lebih tertarik dengan arsitektur sebagai bentuk

yang stylish dan ekspresif daripada sebagai bentuk struktural sistematik seperti

yang dihusung oleh modernis.

54

Gambar 5.5. Balzarini House, yang terdapat di Milan, Italy. Railing pada balkonnya merupakan contoh motif Art Nouveau (Sumber: Encarta Reference Library)

Sebagai contoh yang lebih spesifik, beberapa bangunan berikut dapat

dijadikan rujukan bagaimana sebuah karya bernilai tinggi dapat berangkat dari

metafor tertentu. Tiga karya pertama merupakan tempat (restoran, kafe) anggur

yang terletak di Rioja Valley, Spanyol, dan bentuk arsitekturalnya terinspirasikan

oleh anggur itu sendiri. Hal ini menujukkan bahwa dengan ide yang sama, desain

yang dihasilkan dapat berbeda-beda.

5.2.1. Bodegas YsiosArsitek: Santiago Calatrava Total site area: 72,000 square meters Building area: 8,000 square meters Dengan lahan yang

setengahnya adalah perkebunan

anggur dan berlatar

pemandangan pegunungan Sierra

de Cantabria, Calatrava

menginterpretasikan tempat ini

seperti tempat orang pergi

berziarah (perjalanan religius). Oleh karena itu, bentuk ruangnya memiliki

kemiripan dengan bangunan katedral.

Gambar 5.6. Bentuk eksterior Ysios (Sumber: Arcspace.com)

Gubahan bentuk eksteriornya merupakan cerminan pemandangan

pegunungan yang mendominasi lahan dan dikombinasikan dengan bentuk tong

anggur yang melingkar. Ini terlihat dari komposisi atapnya terbuat dari balok-

55

balok kayu yang disusun secara bergelombang. (Melingkar = Melengkung =

Bergelombang)

Bentuk denah keseluruhannya berupa persegi sederhana, sepanjang sumbu

Timur-Barat, untuk mengakomodasi proses pembuatan anggur.

Gambar 5.7. Bentuk atap Ysios (Sumber: Arcspace.com)

Gambar 5.8. Bentuk ruang interior Ysios (Sumber: Arcspace.com)

56

Di bagian tengah bangunan terdapat balkoni tempat para pengunjung

melihat pemandangan kebun anggur.

Gambar 5.9. Ruang interior tengah Ysios (Sumber: Arcspace.com)

5.2.2. Marques De Riscal “City of Wine” Arsitek: Frank Gehry

Menurut Frank Gehry, sebuah ‘kuil’ anggur seharusnya merefleksikan

makna dari kesenangan (pleasure) minum anggur. Bentuk lengkung-lengkung

titanium khas Gehry mengakomodasi gagasan ini dengan tepat. Fasilitas selain

restoran, adalah 43-suite hotel dan vinotherapy spa.

Gambar 5.10. Eksterior ” Marques De Riscal”

(Sumber: www.marquesderiscal.com)

57

Delapan teras menyediakan pemandangan perkebunan anggur di

sekitarnya. Selain itu juga terdapat ruang makan dengan pemandangan perumahan

di sekitarnya.

Gambar 5.11. Eksterior ” Marques De Riscal” dan perkebunan anggurnya.

(Sumber: www.marquesderiscal.com)

Gambar 5.12. Tempat makan dengan latar belakang pemandangan

(Sumber: www.marquesderiscal.com)

Gambar 5.13. Bentuk lengkung titanium khas Gehry dengan warna pink, perak dan emas

(Sumber: www.marquesderiscal.com)

58

5.2.3. R. Lopez De HerediaArsitek: Zaha Hadid

Bangunan ini berfungsi sebagai paviliun wine-tasting, bagian dari López

de Heredia Winery. Zaha Hadid mengkomposisikan garis “lekuk-lekuk” khasnya

sehingga membentuk sebuah botol (flask) (=botol anggur) dengan ruang di

dalamnya. Kantilever berbentuk L di atasnya menaungi dan merefleksikan bentuk

“botol” tersebut.

Hadid menginterpretasikan wine-tasting – mencicipi anggur – juga berarti

memiliki sensitifitas terhadap keindahan. Bentuk bangunannya pun harus

memiliki citra keindahan tersebut.

Gambar 5.14. Eksterior wine-tasting pavilion R. Lopez De Heredia

(Sumber: Architectural Record, Februari 2007)

Gambar 5.15. Interior pavilion R. Lopez De Heredia (Sumber: Arch Rec., Februari 2007)

59

5.2.4. Notre-Dame-du-Haut, Ronchamp Arsitek: Le Corbusier

Gambar 5.16. Notre-Dame-du-Haut (Sumber: Arcspace.com)

Walaupun Corbusier tidak pernah menyebutkan ide yang spesifik tentang

gubahan bentuk eksterior kapel ini, tetapi kita dapat menduga-duga metafora apa

yang melatar-belakanginya. Ada yang menyebutnya seperti tangan orang berdoa,

topi, bebek, atau capit kepiting.

Sesuatu yang pasti bahwa bentuk-bentuk lengkung pada Ronchamp

Chapel melukiskan gubahan puitik, sama seperti nyanyian-nyanyian gereja.

Bentuk tersebut seakan mengajak kita untuk tidak melupakan lansekap tempat kita

berpijak untuk menggapai langit (prinsip yang sama terdapat pada bentuk gereja-

gereja Eropa yang bentuknya berorientasi ke atas / langit).

5.2.5. Sydney Opera House Arsitek: Jørn Utzon

Gambar 5.17. Sydney Opera House (Sumber: Encarta Reference Library)

60

Bentuk atap Sydney Opera House dapat diartikan sebagai metafora dari

bentuk layar kapal, ataupun bentuk ombak, sesuai dengan tempatnya yang berada

di tepi air, walaupun sedikit berbeda dengan desain awalnya karena tuntutan

struktur bangunan. Gambar 5.12. menunjukkan desain akhir yang dibangun

sekarang.

Gambar 5.18. Desain asli Sydney Opera House yang dibayangkan Utzon (Sumber: Urbanplanet.org)

Gambar 5.19. Model yang menunjukkan bagaimana bentuk proporsi layar terbentuk. (Sumber: Urbanplanet.org)

Bagaimanapun, impresi orang terhadap bentuk arsitektural tentu berbeda-

beda. Sydney Opera House dapat dipandang sebagai cangkang kerang, kelopak

bunga, tempurung kura-kura.

61

5.3. Makna Fifth Symphony dan Ide tentang Analogi-Analoginya

Terdapat sejumlah pengaruh luar yang sangat berarti ketika Beethoven

mengkomposisi simphoni ini, yaitu antara lain:

1. Penurunan fungsi pendengaran Beethoven secara berangsur-angsur

2. Hubungan cinta yang bermasalah dengan kekasihnya, Josephine Deym-

Brunsvik

3. Revolusi Prancis dan sejumlah peperangan yang dipimpin Napoleon

Bonaparte

4. Pengangkatan tahta Napoleon Bonaparte

Pengaruh pertama dan kedua adalah yang berasal dari dalam dirinya,

sedangkan pengaruh ketiga dan keempat adalah yang berasal dari luar atau yang

melatar-belakangi masa tersebut. Kesamaan yang terlihat dari keempatnya yaitu

adalah adanya suatu perjuangan. Dalam dirinya ia berjuang melawan ketuliannya

yang semakin buruk, ditambah dengan rasa frustrasi terhadap kekasihnya dan

kecewa terhadap tokoh panutannya, Napoleon, yang mengangkat dirinya sebagai

emperor. Sedangkan pada perkembangan politik yang ada adalah perjuangan

Napoleon dalam menaklukkan sebagian besar negara di Eropa Barat sebagai

kelanjutan dari Revolusi Perancis.

Gambar 5.20. Suasana pengangkatan tahta Napoleon Bonaparte menjadi kaisar Perancis. (Sumber: Encarta Reference Library)

62

Walaupun tidak setuju dengan pengangkatan Napoleon, bagaimanapun

Beethoven telah menunjukkan kekaguman terhadapnya dengan menciptakan

symphony bersuasana semangat kepahlawanan, terutama pada Third Symphony

yang dilanjutkan hingga Fifth Symphony. Oleh karena itulah, makna

kepahlawanan / heroisme merupakan makna yang paling cocok untuk Fifth

Symphony.

Deskripsi dari Ernst Theodor Wilhelm Hoffmann telah mengingatkan kita

pada unsur yang paling erat hubungannya dalam perancangan arsitektur yaitu

cahaya. Oleh karena itu, cahaya adalah tema yang dapat dieksplorasi lebih dalam

lagi.

Cahaya, Bayangan dan Bentuk

Cahaya memberikan sebuah keberadaan

pada benda-benda di alam dan juga

menghubungkan ruang dan bentuk. Dalam

arsitektur, cahaya tersebut ditangkap sedemikian

rupa sehingga bersatu dengan permukaan benda-

benda dan bayangan muncul di belakangnya.

Le Corbusier, arsitek yang karya-karya

awalnya banyak terinspirasi oleh gerakan mondern,

setelah Perang Dunia II karya-karyanya banyak

mengedepankan faktor puitis, yaitu permainan

cahaya, sehingga ia sampai pada kesimpulannya:

“Architecture is the masterly, correct and

magnificent play of the forms of light” : Arsitektur

merupakan permainan bentuk cahaya yang dibuat

secara indah. Sehingga faktor rasional dan faktor

manusia di dalamnya seakan-akan merupakan

pendukung saja. The Modulor yang diciptakan oleh

Le Corbusier sendiri patut dipertanyakan apakah

Gambar 5.21. Ronchamp Chapel karya Le Corbusier (Sumber: archspace.com)

63

benar berdasarkan komposisi atau hanya untuk ‘kenyamanan’ matematis saja.

Gagasan ini yang pada akhirnya melahirkan pemikiran bahwa perlunya penyatuan

seni ke dalam arsitektur.

Arata Isozaki pernah berpendapat bahwa pengaruh Mediterranean pada Le

Corbusier dapat terlihat seperti:

“a love affair with the sea world, the rocks, the caves, and the light of the sun through the water as seen through interiors.”8

Eksplorasi unsur cahaya pernah

dilakukan oleh seniman James Turrell dalam

karyanya. Ia merepresentasikan pengalaman

ruang oleh pengamat, berfokus bukan pada

kesan yang didapatkan dari suasana tetapi pada

kesan itu sendiri, bukan menampilkan

impression tetapi impression itu sendiri yang

merupakan subjek utama karyanya. Ia mengajak

pengamat untuk mengandalkan persepsinya

masing-masing untuk menikmati karyanya,

berbeda dengan karya seni pada umumnya yang

tercipta dari persepsi sang seniman.

Gambar 5.22. Afrum-Proto (corner projection) karya James Turrell (Sumber: www.pbs.org)

Gambar 5.23. Pintu Masuk Kalder Skyspace (Sumber: Landscraper)

8 Pendapat Arata Isozaki ini disebutkan dalam karya Anthony C. Antoniades (1990), Poetics of Architecture, Bab 2, hal. 37

64

Phanteon, sebuah kuil di Roma yang

dibangun pada sekitar tahun 120, juga merupakan

bangunan yang menggunakan cahaya sebagai

“pembentuk ruang”. Bentuk atap kubahnya yang

membentuk lubang cahaya di atasnya

melambangkan harmonisasi dengan alam.

Gambar 5.24. Interior Pantheon oleh Giovanni Paolo Panini (Sumber: Wikipedia)

Pantheon menjadi inspirasi Steven Holl

ketika membuat konsep untuk Rome’s Center for

Contemporary Art competition (1999). Di dalamnya

terdapat galeri yang terdiri dari tiga bagian,

mendapatkan cahaya yang diteruskan dari atas.

Diffused light galleries, dark galleries (slices of

“Roman light”), blue light (blue shed)

Gambar 5.25. Sketsa konseptual Rome’s Center for Contemporary Art competition

(Sumber: Paralax)

65

Warna

Warna analog dengan nada-nada. Jika musik

bermain dengan tinggi-rendah suara, maka

cahaya bermain dengan panjang-pendek

panjang gelombang / tinggi-rendah frekuensi

cahaya.

Gambar 5.26. Lukisan Steven Holl untuk konsep Kapel St. Ignatius

Steven Holl dalam bukunya Paralax

(2000) menulis bahwa warna merupakan isi

dari cahaya: “Color is a property of light.”

“In chromatic space, light is phenomena,

mystery, and wavelength”. Ruang kromatik,

dapat diwujudkan dalam permainan cahaya

dan warna dinding. Eksperimen warna ini

diterapkan pada Kapel St. Ignatius di Seattle

University.

Dalam lukisan konsep untuk

perancangan kapel ini, Steven Holl

mengutarakan idenya tentang cahaya yang

berwarna-warni masuk melalui “botol-botol”

ke dalam ruangan. Konsep awalnya adalah “a

gathering of different lights”, yaitu

“pertemuan cahaya yang berbeda-beda”, yang

merujuk pada latar belakang kebudayaan

mahasiswa yang berbeda-beda yang belajar di

Seattle University (ada 60 negara). Jumlah

botol yang berjumlah tujuh merepresentasikan

tujuh sakramen yang ada dalam ajaran

Katolik. Tujuh “botol” cahaya yang ada di

dalam kotak beton inilah yang membawa

ruang kromatik ke dalam interior kapel.

Gambar 5.27. Eksterior Kapel St. Ignatius (Sumber: Paralax)

66

Untuk menciptakan kesan kromatik tersebut, Steven Holl bereksperimen

dengan berbagai kombinasi warna. Warna utama (field) dihasilkan dari panel-

panel dinding yang dicat dan warna yang lebih kecil dihasilkan dari cahaya alami

yang masuk melalui lensa berwarna.

Ruang Kapel Warna cat Lensa

Ruang Prosesi Putih Bening Narthex Merah Hijau Koor Hijau Merah Nave East / West Kuning Biru Biru Kuning Ruang sakramen permandian Oranye Ungu Ruang sakramen pengampunan Ungu Oranye Menara lonceng / kolam Cahaya alami air

Tabel 5.1. Pemakaian warna pada interior Kapel St. Ignatius

Gambar 5.28. Interior Kapel St. Ignatius (Sumber: Paralax)

67

Ruang kromatik dalam arsitektur analog dengan tangga nada kromatik

dalam musik. Meskipun tidak menggunakan musik tertentu dalam konsep Kapel

St. Ignatius, Steven Holl telah memasukkan unsur suasana kontemplasi yang

sangat kuat di dalamnya melalui ruang kromatik ini, ditambah dengan

simbolisasi-simbolisasi yang memperkuat jiwa gubahan bentuk luar serta ruang

yang terbentuk di dalamnya.

Material, densitas, tekstur

Material dalam arsitektur, seperti halnya warna, tidak memiliki nilai

intrinsik, tetapi diberi ‘nilai’ oleh bentuk, warna dan kontras. Ini disadari Le

Corbusier ketika merancang, terlihat pada karyanya seperti: kapel di Ronchamp.

Dengan penggunaan material yang minimal namun bentuk yang eksploratif,

mengintegrasikan permainan cahaya ke dalam interiornya. Ia juga sering

menggunakan material berdampingan secara kontras seperti: batu dan beton, batu

dan kayu, batu dan kaca dalam komposisi bangunannya. Penggunaan material

dalam menyesuaikan dengan komposisi musik dapat dilakukan dengan

pengenalan sifat-sifat material yang dipilih, seperti: baja yang berkesan modern,

lembaran baja yang berkesan lentur / melengkung / bergerak, beton yang bersifat

diam/ kaku, batu-batuan yang bersifat alam / natural.

Dalam proyek Sarphatistraat

Office, Steven Holl diinspirasi

oleh musik Morton Feldman

“Patterns in a Chromatic Field”.

Berkebalikan dengan konsep Le

Corbusier pada Kapel Ronchamp,

Sarphatistraat Office memiliki

bentuk selubung bangunan yang

persegi, namun dengan

penggunaan tekstur dan

pencahayaan yang eksploratif.

Gambar 5.29. Eksterior Sarphatistraat Office pada siang hari (Sumber: www.stevenholl.com)

68

Tekstur luar yang berlubang-lubang (perforated copper) bertujuan untuk

menampilkan fenomena gossamer optic, analog dengan konsep “Menger

Sponge”. Efek pencahayaan ini terlihat terutama pada malam hari ketika warna-

warna bangunan ter-refleksi pada Kanal De Single.

Gambar 5.30. Suasana eksterior Sarphatistraat Office pada malam hari

(Sumber: www.stevenholl.com)

Gambar 5.31. Interior Sarphatistraat Office

(Sumber: www.stevenholl.com)

Densitas merupakan suatu bagian dari material yang memberikan kesan

‘rapat’ atau ‘renggang’ terhadap pengamatnya, sama halnya dengan musik yang

memberikan irama cepat atau lambat, sustain atau stakato.

69

Gerakan dan Durasi

Suatu hal yang mutlak ada dalam musik adalah “sense” akan pergerakan.

Hal ini terutama disebabkan oleh terdapatnya irama dalam musik, dan emosi yang

diciptakan di dalamnya dapat mempengaruhi manusia secara psikologis.

Gerakan pada arsitektur sangat erat hubungannya dengan pola pengalaman

ruang. Konsep ini kita temui seperti pada lansekap taman-taman Jepang dan

Eropa. Bentuknya sendiri merekonstruksi unsur-unsur alam ke dalamnya, antara

lain dengan menganalogikannya dengan unsur lain.

Gambar 5.32. Sabatini Gardens, Palacio Real, Madrid, Spain (Sumber: Encarta Reference Library)

Gambar 5.33. Japanese Dry Garden, Kyōto (Sumber: Encarta Reference Library)

70

Bernard Tschumi dalam essainya menulis bahwa gerakan dapat berupa alat

/ cara maupun sekuens yang mengikuti. Seperti halnya cerita naratif yang

menuntun suatu progress atau cerita yang open-ended berdasarkan pilihan

pembacanya. Arsitektur seharusnya dapat membangkitkan imajinasi pengamatnya

sendiri, berdasarkan pengalaman-pengalamannya sebelumnya, untuk

menginterpretasikan suatu bentuk. Hal ini juga ditemui dalam musik yang

memiliki interpretasi keindahan yang berbeda-beda bagi pendengarnya.

Musik yang dibawa Beethoven dalam Fifth Symphony-nya mengandung

gerakan yang berubah-ubah sepanjang lagunya. Kombinasi antara tempo cepat

dan lambat, keras dan halus, membawa pendengarnya ke dalam pengalaman akan

suasana yang membawa hasrat, passion, semangat, ekspresif sesuai dengan yang

dirasakan sang komposernya ketika membuat komposisi tersebut.

Dengan sendirinya, suatu gerakan melahirkan pengalaman akan adanya

durasi. Henri Bergson, berpendapat dalam bukunya Matter and Memory (1911)9,

kita tidak dapat merasakan waktu, kita hanya dapat merasakan durasi. Manusia

merasakan durasi melalui pengalaman-pengalaman ruang yang didapatkannya.

Durasi, merupakan “y-condition” tempo dan ritme dari musik.

Steven Holl, dalam proyeknya pool house & sculpture studio di Scarsdale,

New York, bereksperimen mewujudkan gagasan ini. Konsep yang diajukan adalah

“walls within walls”, dinding di dalam dinding. Dinding batu eksisting yang

dibangun pada abad ke-18 menjadi penanda simbol terdapatnya perubahan jaman

dalam lansekap tersebut. Sedangkan waktu dan musim yang sedang berlangsung

pada saat ini diwujudkan dalam perubahan sudut sinar matahari. Dinding baru di

dalamnya memunculkan adanya pengalaman perspektif ruang yang berubah saat

mendekati rumah.

9 Filusuf Henri Bergson dikutip Steven Holl (2000) dalam bukunya Paralax.

71

Gambar 5.34. Pool house & sculpture studio di Scarsdale, New York (Sumber: Parallax)

Air

Air merupakan unsur alam yang memiliki gerakan, simbol dari keberadaan

kehidupan. Memasukkannya ke dalam desain dapat menjadikan kesan ekspresif

berupa pemantulan cahaya ke dalam bangunan atau ke bagian luar bangunan.

Reflection pool pada Kapel St. Ignatius rancangan Steven Holl merupakan

salah satu elemen cahaya di antara tujuh cahaya yang dijadikan tema. Di pinggir

kolam ini para mahasiswa Seattle University dapat menikmati suasana yang

hangat, saling bercengkrama satu sama lain. Cahaya matahari yang dipantulkan

oleh permukaan kolam (efek kaustik) menghasilkan apa yang dinamakan Steven

Holl “ruang kromatik”.

Gambar 5.35. Refleksi air Kapel St. Ignatius (Sumber: Parallax)

“I simply think that water is the image of time, and every New Year’s Eve, in some pagan fashion, I try to find myself near water… preferably an ocean… to watch the emerge of a new helping, a new cupful of time from it.” (Joseph Brodsky)

72

5.4. Komposisi Symphony No. 5 oleh Beethoven

pada Komposisi Bentuk Arsitektural

Elemen-elemen yang telah dikaji di atas (cahaya, material, gerakan / durasi

dan air) akan dieksplorasi dan diterjemahkan secara analogi ke dalam elemen-

elemen arsitektur. Eksperimentasi bentuk dilakukan dengan menghubungkan

elemen-elemen yang ada pada komposisi Fifth Symphony, baik secara literal

(berdasarkan susunan nada), maupun secara esensial (makna kepahlawanan).

Peranan persepsi pendengar terhadap komposisi symphony tersebut adalah

sangat penting dalam menentukan gubahan bentuk arsitektural yang

mempengaruhi persepsi penglihatnya. Namun dengan melihat, kita juga berharap

akan adanya persepsi ruang yang tercipta, sesuai dengan faktor manusia dan

faktor rasional, di dalam interiornya.

Tema “Empat Nada” merupakan penegasan bahwa terdapatnya panduan

untuk keseluruhan lagu. Penegasan dilakukan di awal, berbagai variasinya

dilakukan seterusnya, sementara di beberapa waktu kembali “diingatkan” kembali

panduan sebenarnya. Interpretasi bentuk arsitekturalnya adalah terdapatnya

bentuk-bentuk stabil sebagai panduan bagi bentuk-bentuk lain yang dimodifikasi.

Di sinilah Beethoven sebenarnya menegaskan makna kepahlawanan, yaitu nada-

nada yang tegas, kuat, berpengaruh.

Namun, pada variasi-variasinya, tema empat nada yang tegas ini berubah

wujud menjadi nada-nada yang halus, lembut, bahkan ada variasi nada yang

sahut-menyahut semakin lirih, seakan-akan Beethoven merefleksikan

pendengarannya yang semakin berkurang. “Temukan suara-suara indah dalam

kesunyian”. Kira-kira itulah yang ingin disampaikan Beethoven. Menggebu-gebu

tetapi tetap anggun, gelap dan terang, yin dan yang, inilah dua keberadaan (being)

yang membentuk kekuatan alam.

Dalam interpretasi tema empat nada Fifth Symphony ke dalam wujud

bentuk dasar, dapat ditempuh dalam dua kerangka pemikiran:

73

5.4.1. Secara literal (harafiah)

Secara literal, keempat nada dalam tema Fifth Symphony dapat langsung

diterjemahkan sebagai:

a). tiga bentuk yang berulang dan berdensitas tinggi, serta satu bentuk yang

berbeda dan berdensitas rendah.

Densitas tinggi Densitas rendah

b). tiga bentuk yang bersifat stabil dan sempurna, serta satu bentuk yang

bersifat labil dan dinamis.

Stabil Dinamis

Stabil Labil

Sempurna Dinamis

74

5.4.2. Secara esensial

Keempat nada tersebut berupa ekspresi kegigihan, ketangguhan, cahaya

yang menembus kegelapan. Ekspresi yang sama dapat diinterpretasikan sebagai

bentuk yang masif, monumental, solid; seakan-akan terdapat suatu ruang tertutup

yang di tengahnya diterangi oleh cahaya matahari sebagai satu-satunya sumber

cahaya.

Perjuangan Beethoven melawan ketuliannya dapat diinterpretasikan

sebagai ruangan gelap berupa lorong panjang dengan bukaan di ujungnya sebagai

metafora perjuangan menuju kesuksesan.

5.5. Rekapitulasi

Penggubahan arsitektur berdasarkan musik ternyata memerlukan lebih

daripada analogi-analogi. Kekuatan yang ada pada musik terletak pada pemikiran

yang terdapat di belakangnya. Oleh karena itulah pemakaian metafora diperlukan

dalam proses perancangan. Proses seperti ini juga sejalan dengan apa yang

dilakukan oleh komposer pada era musik Romantik.

Komposisi nada pada Fifth Symphony sarat dengan simbolisasi-

simbolisasi yang merepresentasikan cerita heroik baik yang berasal dari luar

maupun dari dalam diri Beethoven. Keteraturan angka-angka seperti deret

Fibonacci pada musik Bella Bartok yang diterapkan di Stretto House, atau Menger

Sponge pada musik Morton Feldman yang diterapkan di Sarphatistraat Office

tidak terlihat secara signifikan pada Fifth Symphony. Satu-satunya pola dasar

yang terdengar adalah adanya pola “pendek-pendek-pendek-panjang” atau sering

disebut sebagai “tema empat nada” (four-note theme). Pola ini muncul secara

variatif pada bagian-bagian selanjutnya, bahkan sampai pada gerakan kedua dan

akhir.

Setelah adanya penentuan metafora yang cocok untuk Fifth Symphony,

barulah dipakai elemen-elemen yang analog dengan musik, seperti cahaya,

bayangan, warna, material, air (seperti studi yang telah dilakukan).

Mengambil esensi suatu musik berarti juga meninggalkan atribut-atribut

kebudayaan yang mempengaruhinya. Kebudayaan Eropa yang melekat pada Fifth

75

Symphony tidak diikut-sertakan dalam proses perancangan karena perbedaan

konteks dan waktu.

76