bab iv analisis kinerja pembangunan -...

43
BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN Pada bab sebelumnya telah diuraikan mengenai kondisi umum Wilayah Jawa Barat Selatan. Bab ini akan menguraikan kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan ditinjau dari sisi keberlanjutan. Pembahasannya diawali dengan analisis kinerja pembangunan wilayah secara per aspek, meliputi aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan pendukung. Selanjutnya, dilakukan analisis keseluruhan aspek untuk menilai keberlanjutan wilayah. Pembangunan wilayah dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika kinerja keseluruhan aspek membaik dan mengarah pada kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. 4.1 Kinerja Ekonomi Sasaran ekonomi pembangunan wilayah berkelanjutan, meliputi pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Kinerja Wilayah Jawa Barat Selatan dalam mencapai sasaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Pertumbuhan Pertumbuhan ekonomi Wilayah Jawa Barat Selatan yang ditunjukkan oleh indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat selama kurun waktu amatan (Gambar IV.1). Penurunan terjadi pada tahun 1997-1998 akibat krisis, tapi kemudian meningkat kembali pada tahun 1999. Hingga tahun amatan terakhir, PDRB per kapita Wilayah Jawa Barat Selatan masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Peningkatan PDRB per kapita memberi petunjuk adanya peningkatan perekonomian wilayah dan pendapatan masyarakat secara agregat. Kondisi tersebut terjadi di seluruh kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan maupun Jawa Barat. Kinerja terbaik ditunjukkan oleh Kabupaten Ciamis, sedangkan yang terburuk adalah Kabupaten Tasikmalaya. 65

Upload: nguyencong

Post on 19-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN

Pada bab sebelumnya telah diuraikan mengenai kondisi umum Wilayah

Jawa Barat Selatan. Bab ini akan menguraikan kinerja pembangunan Wilayah

Jawa Barat Selatan ditinjau dari sisi keberlanjutan. Pembahasannya diawali

dengan analisis kinerja pembangunan wilayah secara per aspek, meliputi aspek

ekonomi, sosial, lingkungan, dan pendukung. Selanjutnya, dilakukan analisis

keseluruhan aspek untuk menilai keberlanjutan wilayah. Pembangunan wilayah

dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika kinerja keseluruhan aspek

membaik dan mengarah pada kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi,

sosial, dan lingkungan.

4.1 Kinerja Ekonomi Sasaran ekonomi pembangunan wilayah berkelanjutan, meliputi

pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, penyediaan lapangan

kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Kinerja Wilayah Jawa Barat Selatan

dalam mencapai sasaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pertumbuhan Pertumbuhan ekonomi Wilayah Jawa Barat Selatan yang ditunjukkan oleh

indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat selama

kurun waktu amatan (Gambar IV.1). Penurunan terjadi pada tahun 1997-1998

akibat krisis, tapi kemudian meningkat kembali pada tahun 1999. Hingga tahun

amatan terakhir, PDRB per kapita Wilayah Jawa Barat Selatan masih

menunjukkan kecenderungan meningkat. Peningkatan PDRB per kapita memberi

petunjuk adanya peningkatan perekonomian wilayah dan pendapatan

masyarakat secara agregat. Kondisi tersebut terjadi di seluruh kabupaten yang

ada di Wilayah Jawa Barat Selatan maupun Jawa Barat. Kinerja terbaik

ditunjukkan oleh Kabupaten Ciamis, sedangkan yang terburuk adalah Kabupaten

Tasikmalaya.

65

Page 2: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

66

Untuk Kabupaten Ciamis, PDRB per kapitanya relatif tinggi dibandingkan

kabupaten lain karena adanya keunggulan komparatif yang berupa kawasan

wisata Pangandaran. Setiap tahunnya, Pangandaran mampu menyedot

wisatawan domestik maupun mancanegara dalam jumlah yang cukup besar.

Sekitar 2% dari jumlah pengunjung obyek wisata Pangandaran adalah wisatawan

mancanegara. Dengan adanya Pangandaran, maka obyek wisata di luar

kawasan Pangandaran juga ikut berkembang. Berkembangnya Pangandaran

maupun obyek wisata lainnya mampu memberikan multipplier effects (efek

pengganda) terhadap perkembangan sektor usaha lainnya, seperti pertanian,

industri, perdagangan maupun perhotelan sehingga berkontribusi besar dalam

mendorong peningkatan PDRB per kapita di kabupaten tersebut.

Gambar IV.1

Perkembangan PDRB Per Kapita di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

1.600.000

1.800.000

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

PDR

B P

er K

apita

(Rup

iah)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jawa Barat Selatan Jawa Barat

Secara umum, untuk Wilayah Jawa Barat Selatan, dua sektor utamanya

(yaitu pertanian dan perdagangan, hotel, dan restoran) memberi kontribusi

signifikan bagi peningkatan PDRB per kapita wilayah tersebut (Gambar IV.2).

Pada periode 1993-1996 (sebelum krisis), sektor pertanian memberi kontribusi

sekitar 15%, 29,72% dan 16,70% terhadap peningkatan PDRB per kapita

Wilayah Jawa Barat Selatan. Sementara sektor perdagangan, hotel, dan restoran

memberi kontribusi sekitar 29,39%, 27,18%, dan 30,18%. Sektor lainnya

Page 3: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

67

memberikan kontribusi yang tidak terlalu signifikan selama periode tersebut, yaitu

masing-masing hanya <15%. Saat awal krisis (tahun 1996-1997), kontribusi

sektor pertanian menurun hingga mencapai minus 6,07%. Akan tetapi, sektor

perdagangan, hotel, dan restoran tetap memberikan kontribusi paling tinggi (yaitu

sebesar 33%), diikuti oleh sektor industri sebesar 15,63%. Sejak krisis hingga

tahun amatan terakhir (tahun 1997-2001), sektor pertanian kembali berperan

signifikan. Kontribusi sektor tersebut meningkat sehingga menjadi paling tinggi

dibandingkan sektor lainnya. Sementara kontribusi sektor perdagangan, hotel,

dan restoran cenderung menurun menjadi di bawah sektor bangunan pada

periode 1997-1998, di bawah sektor industri pada periode 1999-2000, dan di

bawah sektor jasa pada periode 2000-2001.

Gambar IV.2 Kontribusi Tiap Sektor Terhadap Peningkatan PDRB Per Kapita Wilayah

Jawa Barat Selatan Selama Periode 1993-2001

-100

-50

0

50

100

150

200

1993-1994 1994-1995 1995-1996 1996-1997 1997-1998 1998-1999 1999-2000 2000-2001

Tahun

Kon

trib

usi (

%)

Pertanian Industri PengolahanPengangkutan dan Komunikasi Listrik, Gas, dan Air BersihBangunan Keuangan, Persewaan, dan Jasa PerusahaanPerdagangan, Hotel, dan Restoran Jasa-jasaPertambangan

Walaupun meningkat, nilai PDRB per kapita Wilayah Jawa Barat Selatan

masih di bawah Jawa Barat. Beberapa kabupaten/kota di wilayah utara yang

perkembangan sektor industrinya cukup pesat, seperti Kabupaten/Kota Bekasi,

Cirebon, dan Karawang memberi kontribusi besar terhadap PDRB per kapita

Jawa Barat. Sementara itu, belum optimalnya pengembangan sektor pertanian

Page 4: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

68

sebagai sektor dominan di Wilayah Jawa Barat Selatan menjadi salah satu

penyebab utama rendahnya PDRB per kapita di wilayah tersebut.

Ruang gerak pembangunan pertanian di Wilayah Jawa Barat Selatan

umumnya masih terbatas pada aspek produksi (budidaya), sedangkan aspek

penanganan hasil pertanian pasca panennya, seperti pengolahan hasil, jalur

distribusi, dan pemasaran hasilnya masih lemah. Selama ini, pengolahan hasil

pertanian masih banyak dilakukan di wilayah utara karena industri pengolahan di

Wilayah Jawa Barat Selatan masih kurang berkembang. Selain itu, kondisi

jaringan transportasi yang masih buruk dan belum menjangkau seluruh wilayah

menyebabkan kegiatan distribusi dan pemasaran hasil pertanian menjadi

terhambat, biaya pengangkutan hasil pertanian menjadi mahal dan hasil

pertanian wilayah tersebut pun menjadi kurang bersaing di pasaran. Faktor

pendukung lainnya juga masih lemah, ditandai dengan minimnya ketersediaan

modal, terbatasnya ketersediaan sarana irigasi pertanian, lemahnya

kelembagaan pertanian, dan terbatasnya akses ke teknologi dan sarana produksi

pertanian. Akibatnya, sebagian besar petani di Wilayah Jawa Barat Selatan

hanya menguasai usaha tani (on-farm) yang memiliki mata rantai bernilai tambah

kecil dan beresiko tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan PDRB per kapita

masyarakat Wilayah Jawa Barat Selatan yang sebagian besar bekerja di sektor

pertanian menjadi rendah.

b. Pemerataan Tingkat pemerataan yang ditunjukkan oleh indikator Rasio Gini

berkembang secara fluktuatif selama kurun waktu amatan, tapi secara umum

cenderung menurun (Gambar IV.3). Rasio Gini menunjukkan nilai tertinggi pada

tahun 1996, kemudian menurun saat awal krisis ekonomi tahun 1997.

Peningkatan terjadi lagi pada tahun 1998, tapi tidak sebesar tahun 1996. Tahun

1999-2003, Rasio Gini Wilayah Jawa Barat Selatan cenderung menurun. Akan

tetapi, pada tahun amatan terakhir, Rasio Gini Wilayah Jawa Barat Selatan

memperlihatkan gejala peningkatan, terutama di Kabupaten Garut, Cianjur, dan

Sukabumi. Penurunan Rasio Gini dapat memberi petunjuk adanya pemerataan

yang semakin baik. Penurunan Rasio Gini yang terjadi seiring dengan

peningkatan PDRB per kapita menunjukkan proses pembangunan yang berjalan

Page 5: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

69

sinergis. Hal tersebut menunjukkan kinerja dan kecenderungan yang positif

dalam pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Peningkatan Rasio Gini yang tinggi pada tahun 1996 diperkirakan terjadi

akibat adanya pertumbuhan ekonomi yang cepat pada saat itu. Secara teoritis,

memang ada teori yang intinya menyatakan bahwa akibat dari pertumbuhan

adalah ketidakseimbangan. Argumentasinya adalah karena pertumbuhan

tersebut biasanya dihasilkan oleh beberapa sektor produktif atau beberapa

wilayah yang telah berkembang daripada banyak sektor atau wilayah (Hirschman

dalam Priyatna, 2003).

Dari lima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, kinerja

pemerataan terbaik ditunjukkan oleh Kabupaten Cianjur, sedangkan yang

terburuk ditunjukkan oleh Kabupaten Tasikmalaya. Untuk Kabupaten

Tasikmalaya, sejak tahun 2002, Rasio Gininya terlihat menurun dibandingkan

awal tahun amatan. Hal tersebut bukan disebabkan oleh perbaikan dalam

pemerataan (pengelolaan) distribusi pendapatan, melainkan karena adanya

pemekaran wilayah pada tahun 2001, yaitu terpisahnya Kota Tasikmalaya dari

Kabupaten Tasikmalaya. Sebelum pemekaran wilayah, diperkirakan terdapat

kesenjangan pendapatan antara masyarakat Kota Tasikmalaya dengan

masyarakat wilayah pedesaan yang merupakan sebagian besar wilayah

Kabupaten Tasikmalaya.

Dibandingkan Jawa Barat, Rasio Gini Wilayah Jawa Barat Selatan sudah

lebih baik (lebih rendah). Selama kurun waktu amatan, Rasio Gini seluruh

kabupaten di Wilayah Jawa Barat Selatan selalu menunjukkan angka kurang dari

0,3. Nilai sebesar itu menurut Todaro (1983) sudah menunjukkan distribusi

pendapatan yang relatif merata. Keberadaan sektor pertanian dianggap berperan

penting bagi pemerataan pendapatan di Wilayah Jawa Barat Selatan. Sektor

pertanian relatif mengakar dalam masyarakat Wilayah Jawa Barat Selatan dan

cenderung melibatkan banyak pihak/ tenaga kerja, mulai dari petani pemilik,

penggarap, penyakap, hingga buruh tani, dan lain-lain sehingga menimbulkan

efek pemerataan.

Page 6: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

70

Gambar IV.3 Perkembangan Rasio Gini di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Gin

i Ras

io

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jawa Barat SelatanJawa Barat

c. Penyediaan Lapangan Kerja Penyediaan lapangan kerja yang ditunjukkan oleh indikator persentase

pengangguran terbuka berfluktuasi di semua kabupaten yang ada di Wilayah

Jawa Barat Selatan. Akan tetapi, secara umum, perkembangannya

memperlihatkan kecenderungan meningkat (Gambar IV.4). Penurunan

persentase pengangguran terbuka di Wilayah Jawa Barat Selatan terjadi pada

tahun 1999-2001, tapi kemudian meningkat kembali pada tahun 2002. Hingga

tahun amatan terakhir, perkembangan persentase pengangguran terbuka di

wilayah tersebut masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Dari lima

kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, kinerja terbaik ditunjukkan

oleh Kabupaten Ciamis, sedangkan yang terburuk adalah Kabupaten Cianjur.

Peningkatan pengangguran terbuka dapat memberi petunjuk tentang

ketidakmampuan ekonomi Wilayah Jawa Barat Selatan dalam menciptakan

kesempatan kerja, masih rendahnya tingkat kompetensi angkatan kerja, dan

petunjuk tentang menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut

menunjukkan kinerja negatif yang dapat menghambat wilayah dalam mencapai

sasaran pembangunan berkelanjutan.

Page 7: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

71

Pengangguran terbuka bisa menurun akibat adanya perbaikan situasi

ekonomi seperti yang diindikasikan dengan peningkatan PDRB per kapita.

Penurunan pengangguran terbuka bisa juga terjadi akibat mengalirnya tenaga

kerja secara besar-besaran ke luar wilayah, seperti ke perkotaan untuk mengisi

lapangan kerja yang ada, baik di sektor formal maupun informal (salah satunya

sebagai pedagang kaki lima yang sejak krisis ekonomi lalu jumlahnya makin

menjamur di perkotaan). Penurunan pengangguran terbuka juga bisa terjadi

akibat aliran tenaga kerja secara besar-besaran ke luar negeri. Kabupaten

Sukabumi pada tahun 2000 (menurut data Jawa Barat Dalam Angka Tahun

2000, BPS) mengirimkan tenaga kerjanya ke luar negeri hingga mencapai 4.757

jiwa. Kabupaten lainnya, seperti Cianjur juga banyak mengirimkan tenaga

kerjanya ke Arab Saudi dan Asia Pasifik, seperti Hongkong, Jepang, dan Taiwan

(dalam Kompas, 17 Juni 2002).

Walaupun meningkat, tapi angka pengangguran terbuka Wilayah Jawa

Barat Selatan masih relatif rendah dibandingkan dengan Jawa Barat. Sektor

pertanian yang dominan di Wilayah Jawa Barat Selatan berperan penting dalam

mengurangi tingkat pengangguran terbuka di wilayah tersebut. Sektor pertanian

memiliki kemampuan yang besar dalam mengakomodasi tenaga kerja dan relatif

mudah dimasuki oleh tenaga kerja karena tidak mensyaratkan pendidikan dan

keahlian yang tinggi. Namun, pada sektor pertanian biasanya banyak terdapat

pengangguran terselubung (pekerja setengah menganggur) dengan tingkat

pendapatan yang rendah. Bisa jadi pengangguran terbuka Wilayah Jawa Barat

Selatan lebih rendah daripada Jawa Barat, tetapi pengangguran terselubung

pada sektor pertanian di wilayah tersebut sebenarnya masih tinggi.

Pengangguran terselubung merupakan posisi yang rentan karena mudah

kehilangan pekerjaan dan pendapatan, serta jatuh ke dalam kemiskinan.

Besarnya pengangguran terselubung dapat menghambat pencapaian

pembangunan berkelanjutan.

Page 8: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

72

Gambar IV.4 Perkembangan Persentase Pengangguran Terbuka di Wilayah Jawa Barat

Selatan dan Jawa Barat

0

2

4

6

8

10

12

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Peng

angg

uran

Ter

buka

(%)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jawa Barat SelatanJawa Barat

d. Penanggulangan Kemiskinan Walaupun pembangunan ekonomi Wilayah Jawa Barat Selatan secara

agregat sudah berlangsung positif (peningkatan PDRB riil per kapitanya sudah

diikuti dengan perbaikan pemerataan distribusi pendapatan), tapi persentase

penduduk miskin di Wilayah Jawa Barat Selatan masih cenderung meningkat

(Gambar IV.5). Peningkatannya terjadi sejak krisis ekonomi tahun 1997. Hingga

tahun amatan terakhir, baru Kabupaten Garut dan Sukabumi saja yang berhasil

menunjukkan perbaikan. Di Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, dan Cianjur,

meskipun persentase penduduk miskinnya sudah menurun dibandingkan saat

krisis, tapi dibandingkan awal tahun amatan masih cenderung meningkat. Dari

lima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, Kabupaten

Tasikmalaya mengalami peningkatan persentase penduduk miskin paling tinggi.

Kabupaten Ciamis menunjukkan kinerja terbaik (persentase penduduk miskinnya

paling rendah), sedangkan yang kinerjanya terburuk adalah Kabupaten Garut.

Peningkatan persentase penduduk miskin memberi petunjuk semakin

banyaknya penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan yang mengalami kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan pokok, terutama setelah krisis. Peningkatan

pendapatan/nilai tambah (yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB per kapita)

Page 9: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

73

maupun pemerataan pendapatan sepertinya belum sampai kepada masyarakat

lapisan bawah. Hal tersebut menunjukkan kinerja negatif yang dapat

menghambat wilayah dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Gambar IV.5 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Jawa Barat Selatan

dan Jawa Barat

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006Tahun

Pend

uduk

Mis

kin

(%)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jawa Barat SelatanJawa Barat

4.1 Kinerja Sosial Dalam aspek sosial, sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan adalah

pembangunan (pemberdayaan) manusia, baik dalam bidang kesehatan maupun

pendidikan. Kinerja Wilayah Jawa Barat Selatan dalam mencapai sasaran

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Kesehatan

Kinerja sosial dalam bidang kesehatan yang ditunjukkan oleh indikator

angka harapan hidup memperlihatkan kecenderungan meningkat selama kurun

waktu amatan (Gambar IV.6). Dari kelima kabupaten, Ciamis menunjukkan

kinerja terbaik, sedangkan yang terburuk adalah Kabupaten Garut. Peningkatan

angka harapan hidup selain memberi petunjuk adanya perbaikan dalam

kesehatan masyarakat, juga dapat mengindikasikan semakin baiknya akses

Page 10: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

74

masyarakat ke pelayanan kesehatan, gizi yang cukup, air minum yang aman,

serta kondisi lingkungan di sekitar rumah yang semakin baik. Hal tersebut juga

dapat mendorong peningkatan produktivitas masyarakat sehingga menunjukkan

kinerja sekaligus modal yang positif dalam mencapai pembangunan wilayah

berkelanjutan.

Walaupun meningkat, tapi angka harapan hidup Wilayah Jawa Barat

Selatan lebih rendah dibandingkan Jawa Barat. Kondisi fasilitas dan pelayanan

kesehatan yang belum merata merupakan salah satu penyebab utama

rendahnya tingkat kesehatan masyarakat di Wilayah Jawa Barat Selatan. Letak

fasilitas kesehatan di Wilayah Jawa Barat umumnya masih terkonsentrasi di kota

kecamatan. Akibatnya, masih banyak warga yang tinggal di luar kota kecamatan

mengalami kesulitan dalam mencapai fasilitas kesehatan tersebut karena

terbatasnya kendaraan umum.

Gambar IV.6 Perkembangan Angka Harapan Hidup di Wilayah Jawa Barat Selatan dan

Jawa Barat

56

58

60

62

64

66

68

70

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Ang

ka H

arap

an H

idup

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jaw a Barat Selatan Jaw a Barat

b. Pendidikan Dalam bidang pendidikan, meskipun hingga tahun amatan terakhir belum

semua penduduk dapat membaca dan menulis, tapi tingkat literasi penduduk di

Wilayah Jawa Barat Selatan relatif lebih baik dibandingkan Jawa Barat.

Perkembangan angka melek huruf di Wilayah Jawa Barat Selatan juga

Page 11: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

75

menunjukkan kecenderungan meningkat selama kurun waktu amatan (Gambar

IV.7). Penurunan terjadi pada tahun 2000, tapi kemudian meningkat kembali

pada tahun 2001. Hingga tahun amatan terakhir, perkembangan angka melek

huruf di Wilayah Jawa Barat Selatan cenderung meningkat.

Kondisi tersebut terjadi di semua kabupaten yang ada di Wilayah Jawa

Barat Selatan maupun Jawa Barat. Kinerja terbaik ditunjukkan oleh Kabupaten

Tasikmalaya, sedangkan yang terburuk adalah Kabupaten Ciamis. Peningkatan

angka melek huruf selain menunjukkan adanya kemajuan dalam pendidikan

dasar (baik formal maupun informal), juga dapat mengindikasikan adanya

peningkatan pengetahuan masyarakat. Masyarakat yang semakin melek huruf

akan semakin mudah dalam menerima informasi guna meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, produktivitas, dan kualitas hidupnya sehingga dapat

peningkatan angka melek huruf menunjukkan kinerja dan modal yang positif

dalam mencapai sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan.

Gambar IV.7 Perkembangan Angka Melek Huruf di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa

Barat

8990919293949596979899

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Ang

ka M

elek

Hur

uf

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jaw a Barat SelatanJaw a Barat

Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas

juga menunjukkan kecenderungan meningkat selama kurun waktu amatan

(Gambar IV.8). Akan tetapi, peningkatannya baru terlihat pesat pada tahun

Page 12: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

76

amatan terakhir (tahun 2004). Sebelum tahun 2004, perkembangannya relatif

stagnan (meningkat tapi tidak terlalu signifikan).

Kondisi di atas terjadi di semua kabupaten yang ada di Wilayah Jawa

Barat Selatan maupun Jawa Barat. Kabupaten Garut menunjukkan kinerja

terbaik, sedangkan yang terburuk adalah Kabupaten Cianjur. Peningkatan

persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas dapat

memberi petunjuk adanya kemajuan dalam bidang pendidikan formal. Hal

tersebut juga dapat mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja dan daya

saing wilayah sehingga menunjukkan kinerja sekaligus modal yang positif dalam

mencapai sasaran pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Walaupun meningkat, tapi komposisi penduduk usia 10 tahun ke atas di

Wilayah Jawa Barat Selatan hingga tahun amatan terakhir masih didominasi oleh

penduduk dengan latar pendidikan SLTP ke bawah. Hal tersebut menunjukkan

bahwa penduduk usia kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan masih banyak yang

berada pada tingkat pendidikan dasar. Lulusan pendidikan dasar umumnya

masih merupakan tenaga yang belum siap pakai dan belum siap memasuki

lapangan kerja karena terbatasnya bekal keahlian khusus dari pendidikan yang

didapat. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk dapat berdampak pada

rendahnya produktivitas tenaga kerja yang akan mempengaruhi produktivitas

ekonomi secara keseluruhan

Dibandingkan dengan Jawa Barat, persentase penduduk usia 10 tahun ke

atas yang tamat SLTP ke atas di Wilayah Jawa Barat Selatan masih terlihat lebih

rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pendidikan jenjang

lanjutan/perguruan tinggi di Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif tertinggal

dibandingkan Jawa Barat. Ketersediaan fasilitas pendidikan yang minim dan

belum tersebar merata, terutama untuk jenjang SLTP ke atas dianggap sebagai

salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan masyarakat di Wilayah Jawa

Barat Selatan. Letak fasilitas pendidikan di Wilayah Jawa Barat Selatan hingga

saat ini masih banyak yang terkonsentasi di kota kecamatan. Akses untuk

mencapai fasilitas pendidikan juga masih belum baik. Akibatnya, banyak

masyarakat yang tinggal di luar kota kecamatan masih kesulitan dalam mencapai

fasilitas yang tersedia.

Page 13: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

77

Gambar IV.8 Perkembangan Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas yang Tamat

SLTP Ke Atas di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Pend

uduk

Usi

a 10

Tah

un K

e A

tas

yang

Ta

mat

SLT

P K

e A

tas

(%)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jaw a Barat SelatanJaw a Barat

4.3 Kinerja Lingkungan Dalam pembangunan lingkungan di Wilayah Jawa Barat Selatan,

kehutanan merupakan salah satu elemen penting. Hal tersebut berkaitan dengan

salah satu fungsi Wilayah Jawa Barat Selatan sebagai kawasan lindung dan

konservasi. Selain memiliki fungsi lindung, hutan juga mempunyai nilai ekonomis

tinggi. Hutan sangat dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bahkan untuk sebagian masyarakat miskin di perdesaan, hutan merupakan

sumber livelihood yang paling utama.

Ada indikasi terjadinya penurunan luas hutan di Wilayah Jawa Barat

Selatan. Hal tersebut ditunjukkan oleh data perkembangan luas hutan Perhutani

Unit III dan luas hutan negara yang cenderung menurun selama kurun waktu

amatan (Tabel IV.1). Meskipun diperoleh pula data perkembangan luas hutan

rakyat yang menunjukkan kecenderungan meningkat, tapi masih diragukan

apakah kondisi hutan rakyat tersebut masih berupa tegakan hutan atau tidak.

Dikhawatirkan pula bahwa perluasan hutan rakyat dilakukan dengan cara-cara

negatif, seperti menjarah hutan produktif milik perhutani, mengkonversi hutan

lindung, atau cara-cara lain yang sebenarnya merusak lingkungan. Jika hal

tersebut yang terjadi, maka peningkatan luas hutan rakyat mungkin lebih

Page 14: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

78

menggambarkan terjadinya penurunan daripada peningkatan kualitas

lingkungan.

Dari lima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, Kabupaten

Sukabumi mengalami penurunan luas hutan paling besar, sedangkan yang

terkecil adalah Kabupaten Ciamis. Penurunan luas hutan dapat terjadi akibat

adanya ekstensifikasi (perluasan) lahan pertanian (baik untuk kebun campuran,

tegalan/ladang dan perkebunan), pencurian kayu, maupun perluasan hutan

rakyat yang sebagian besar dilakukan secara ilegal. Sejak reformasi, peristiwa

perambahan hutan secara ilegal oleh kelompok masyarakat semakin marak

terjadi. Bahkan data yang dikumpulkan oleh BPLHD pada tahun 2005 juga masih

menggambarkan adanya perambahan hutan lindung, hutan produksi, dan hutan

konservasi oleh kelompok-kelompok masyarakat kecil, antara lain di daerah

pegunungan Garut dan Cianjur.

Perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat menunjukkan masih

rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap sumber daya hutan

dan dampak yang ditimbulkannya. Penjarahan hutan di Wilayah Jawa Barat

Selatan terkait dengan faktor kemiskinan dan lemahnya peran pengelola hutan.

Dengan menggunakan alasan kemiskinan, masyarakat seringkali merambah dan

menebang hutan secara ilegal. Para pemodal terkadang juga memanfaatkan

masyarakat miskin untuk merambah dan menebang hutan. Posisi masyarakat

sekitar hutan sendiri masih lemah ketika berhadapan dengan pemodal yang akan

memanfaatkan hutan. Pada sisi lain, penegakan hukum terhadap perambahan

dan penebangan hutan secara ilegal juga masih lemah dan belum konsisten.

Penurunan luas hutan memberi petunjuk adanya gangguan terhadap

keanekaragaman hayati dan keseimbangan lingkungan. Hal tersebut

menunjukkan kinerja negatif yang jika dibiarkan terus berlanjut, maka dapat

mengancam keberlanjutan wilayah.

Page 15: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

79

TABEL

PERKEMBANGAN LUAS HUTAN PERHUTANI UNIT III (HA)

& PERKEMBANGAN LUAS HUTAN

NEGARA (HA)

Page 16: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

80

Selain hutan, keberadaan lahan sawah, terutama lahan sawah beririgasi

juga penting dalam pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan. Hal tersebut

terkait dengan peran sawah beririgasi sebagai media konservasi air dan tanah

sekaligus salah satu sumber daya penting dalam pengembangan sektor

pertanian yang merupakan basis perekonomian wilayah. Keberadaan sawah

beririgasi juga penting untuk memelihara ketahanan pangan dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, terutama kaum petani yang merupakan elemen

terbesar masyarakat Wilayah Jawa Barat Selatan.

Meskipun penting, tapi perkembangan luas sawah beririgasi di Wilayah

Jawa Barat Selatan menunjukkan kecenderungan menyusut selama kurun waktu

amatan (Tabel IV.2). Penyusutan terbesar terjadi pada tahun 1995-1996. Hingga

tahun amatan terakhir, luas sawah beririgasi di Wilayah Jawa Barat Selatan

masih menyusut dibandingkan awal tahun amatan. Kabupaten Tasikmalaya

mengalami penyusutan paling besar, sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten

Garut.

Penyusutan luas sawah irigasi dapat terjadi akibat perkembangan

perkotaan (urbanisasi) dan degradasi (kerusakan) sarana prasarana pengairan

maupun sumber-sumber air. Hal tersebut menunjukkan penurunan kualitas

lingkungan yang jika dibiarkan terus berlangsung, maka dapat mengancam

keberlanjutan wilayah.

Tabel IV.2 Perkembangan Luas Lahan Sawah Irigasi (Ha)

Kota/ Kab 1994 1995 1996 1998 1999 2000 2001 2003 2004 Perubahan

Tahun 1994-2004

(Ha) Ciamis 40.690 43.792 25.260 25.728 25.801 25.801 25.801 23.805 23.805 -16.885 Tasikmalaya 39.418 38.906 14.980 14.413 18.491 17.082 15.767 12.415 13.854 -25.564 Garut 41.188 41.175 23.753 28.330 28.500 28.575 28.575 29.682 27.403 -13.785 Cianjur 45.952 46.135 28.340 29.238 32.228 33.138 32.354 32.874 30.649 -15.303 Sukabumi 42.209 42.169 17.268 17.657 20.566 20.566 18.687 18.687 25.346 -16.863 Jawa Barat Selatan 209.457 212.177 109.601 115.366 125.586 125.162 121.184 117.463 121.057 -88.400 Jawa Barat 916.449 909.465 703.587 692.162 682.829 691.463 602.173 600.324 599.140 -317.309 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka Tahun 1994-2004

Semakin seringnya peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan

banjir juga dapat mengindikasikan kinerja lingkungan yang semakin memburuk

Page 17: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

81

(Tabel IV.3 a dan b). Longsor dapat disebabkan oleh adanya erosi,

penambangan pasir, dan rusaknya hutan yang mengakibatkan kemantapan

tanah terganggu, terutama di daerah pegunungan atau lereng dengan

kemiringan >30%. Penyebab lainnya adalah praktek-praktek pertanian yang tidak

tepat dan buruknya drainase sawah di lereng karena irigasi yang tidak berfungsi

dengan baik.

Banjir dapat terjadi akibat adanya pendangkalan atau penurunan daya

tampung aliran sungai. Pendangkalan sungai dapat terjadi akibat tingginya

tingkat erosi dan sedimentasi di muara-muara sungai sebagai dampak adanya

penambangan pasir dan kerusakan hutan.

Tabel IV.3.a Perkembangan Jumlah Kejadian Bencana Tanah Longsor

Kota/ Kab 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Ciamis 15 4 0 3 4 9 19 988 1.776 Tasikmalaya 28 1 23 2 12 5 24 1.125 1.481 Garut 21 2 3 7 0 6 10 366 3.731 Cianjur 18 8 15 7 5 8 4 726 2.103 Sukabumi 27 1 5 15 1 12 15 1.669 2.504 Jawa Barat Selatan 109 16 46 34 22 40 72 4.874 11.595 Jawa Barat 225 71 123 102 73 107 113 13.310 16.969

Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 1993-2001

Tabel IV.3.b Perkembangan Jumlah Kejadian Bencana Banjir

Kota/ Kab 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Ciamis 2 1 4 1 0 43 14 2.022 11.946 Tasikmalaya 3 0 3 0 0 1 0 67 19 Garut 1 0 0 1 0 0 0 1.137 30 Cianjur 5 2 8 1 0 7 0 267 116 Sukabumi 13 0 2 5 1 6 2 2.783 624 Jawa Barat Selatan 24 3 17 8 1 57 16 6.276 12.735 Jawa Barat 80 37 124 102 49 75 89 44.345 153.006 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 1993-2001

Memburuknya kinerja lingkungan juga terjadi di daerah pesisir pantai

Wilayah Jawa Barat Selatan. Gambaran permasalahan lingkungan yang terjadi di

daerah pesisir pantai tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.4 berikut.

Page 18: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

82

Tabel IV.4 Permasalahan Lingkungan di Wilayah Pesisir Pantai Jawa Barat Selatan Kabupaten Permasalahan di Wilayah Pesisir

Ciamis • Kerusakan hutan bakau di Kalipucang kurang lebih 25 % dari luas 94 Ha dan Cijulang seluas 15 Ha

• Potensi kerusakan cagar alam akibat pendaratan perahu • Kerusakan terumbu karang di Kawasan Cagar Alam Laut • Pencemaran sampah • Abrasi pantai sepanjang 1 Km di Kec. Pangandaran

Tasikmalaya • Kerusakan pantai akibat penambangan di Kec. Cipatujah • Kerusakan hutan pandan di Cikalong sepanjang 22 Km

Garut • Kerusakan pesisir dan laut cagar alam Sancang sepanjang 12 Km • Potensi pencemaran akibat penumpukan sampah di kawasan wisata santolo • Berkurangnya hutan pantai seluas 100 Ha di sepanjang Caringin, Bungbulang,

Pameungpeuk) • Kerusakan pantai akibat penambangan tak terkendali

Cianjur • Kerusakan ekosistem pandan laut di Cidaun dan sempadan pantai 200 Ha; • Perambahan hutan cagar alam di Cidaun seluas 150 Ha • Kerusakan pantai akibat penambangan pasir besi di Sindangbarang dan Cidaun

seluas 450 Sukabumi • Kerusakan habitat penyu hijau di Ciracap kurang lebih 2,2 Km.

• Kerusakan hutan pantai di Ciracap, Ciomas, Pelabuhan Ratu. • Potensi kerusakan pantai di muara Cikaso (Kec. Tegal buleud) akibat pertambangan

(belum dilakukan penambangan tetapi sudah dipatok/dimiliki). • Potensi pencemaran di Pelabuhan ratu (tidak adanya IPAL).

Sumber: Laporan Pengembangan Kawasan Pesisir Pantai Jawa Barat, 2005

Kerusakan pantai akibat abrasi karena penambangan pasir merupakan

kerusakan yang sulit ditanggulangi dan memerlukan biaya yang sangat mahal.

Menurut hasil peninjauan lapangan yang dilakukan oleh BPLHD (2005),

kerusakan pantai yang terjadi di daerah pesisir pantai Wilayah Jawa Barat

Selatan banyak yang diakibatkan oleh adanya pengambilan pasir besi secara

sistematis, baik dalam skala besar (diragukan legalitasnya) maupun skala kecil

yang diusahakan secara perorangan (ilegal). Peristiwa tersebut jika dibiarkan

terus berlanjut dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan abrasi pantai yang

sangat parah sehingga dapat mengancam keberlanjutan pesisir.

Ditetapkannya Wilayah Jawa Barat Selatan, terutama pesisir Kabupaten

Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis sebagai kawasan

reseptif/endemis malaria juga dapat menggambarkan buruknya situasi

lingkungan pesisir. Malaria dapat disebabkan oleh adanya kerusakan lingkungan,

yaitu semakin berkurangnya hutan, terutama hutan mangrove dan erosi yang

Page 19: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

83

menyebabkan munculnya tanah timbul sebagai sarang nyamuk malaria (Laporan

Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat tahun 2005).

4.4 Kinerja Aspek Pendukung

Pembangunan aspek pendukung terkait dengan upaya terus menerus

dalam memelihara dan mengembangkan sumber daya buatan/infrastruktur fisik

yang diperlukan dalam menunjang dan memperlancar proses pembangunan

ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Beberapa infrastruktur fisik yang penting

disediakan dalam mendukung tercapainya sasaran pembangunan wilayah

berkelanjutan antara lain: prasarana transportasi, infrastruktur air bersih, dan

infrastruktur energi listrik. Kinerja Wilayah Jawa Barat Selatan dalam penyediaan

berbagai infrastruktur fisik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Kondisi Prasarana Transportasi

Kondisi prasarana transportasi yang ditunjukkan oleh indikator persentase

jalan aspal kinerjanya cenderung meningkat dan lebih baik dari Jawa Barat

selama kurun waktu amatan (Gambar IV.9). Peningkatan persentase jalan aspal

terjadi di seluruh kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, kecuali di

Kabupaten Cianjur. Kinerja terbaik ditunjukkan oleh Kabupaten Ciamis,

sedangkan yang terburuk adalah Kabupaten Sukabumi. Peningkatan persentase

jalan aspal memberi petunjuk adanya kemajuan dalam pembangunan

infrastruktur transportasi dan perbaikan tingkat aksesibilitas wilayah. Hal tersebut

menunjukkan kinerja dan kecenderungan positif dalam menunjang tercapainya

sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan aspek ekonomi maupun sosial.

Page 20: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

84

Gambar IV.9 Perkembangan Persentase Panjang Jalan Aspal

0

20

40

60

80

100

120

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Jala

n A

spal

(%)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jaw a Barat SelatanJaw a Barat

Perkembangan persentase jalan dengan kondisi baik terlihat fluktuatif,

tapi kecenderungannya menurun (Gambar IV.10). Kondisi tersebut terjadi di

semua kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, kecuali di Kabupaten

Garut. Kinerja terbaik ditunjukkan oleh Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan yang

terburuk ditunjukkan oleh Kabupaten Sukabumi. Penurunan persentase jalan

dengan kondisi baik memberi petunjuk tentang tingkat pemeliharaan jalan dan

aksesibilitas wilayah yang semakin menurun. Hal tersebut menunjukkan kinerja

dan kecenderungan negatif dalam menunjang tercapainya sasaran

pembangunan wilayah berkelanjutan.

Selain menurun, persentase jalan dengan kondisi baik juga masih rendah.

Dari grafik dapat dilihat bahwa selama kurun waktu amatan, persentase panjang

jalan dengan kondisi baik di Wilayah Jawa Barat Selatan masih terbatas (< 50%).

Page 21: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

85

Grafik IV.10 Perkembangan Persentase Panjang Jalan Dengan Kondisi Baik

-20

0

20

40

60

80

100

1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Jala

n de

ngan

Kon

disi

Bai

k (%

)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jaw a Barat SelatanJaw a Barat

b. Ketersediaan infrastruktur air bersih Ketersediaan air bersih yang ditunjukkan oleh persentase rumah tangga

dengan sumber air minum ledeng memperlihatkan kecenderungan menurun

selama kurun waktu amatan (Gambar IV.11). Penurunan terbesar terjadi saat

krisis ekonomi tahun 1998. Hingga tahun amatan terakhir, baru Kabupaten

Sukabumi yang menunjukkan perbaikan. Dari lima kabupaten yang ada di

Wilayah Jawa Barat Selatan, Garut menunjukkan kinerja terbaik, sedangkan

yang terburuk adalah Kabupaten Cianjur. Penurunan persentase rumah tangga

dengan sumber air minum ledeng menunjukkan semakin banyaknya masyarakat

yang tidak memiliki akses ke sumber air bersih, khususnya air minum perpipaan.

Hal tersebut menunjukkan kinerja dan kecenderungan negatif dalam menunjang

tercapainya sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan.

Selain menurun, cakupan pelayanan air bersih (air minum perpipaan) di

Wilayah Jawa Barat Selatan juga masih rendah. Dari grafik dapat dilihat bahwa

selama kurun waktu amatan, proporsi rumah tangga yang memiliki akses ke

sumber air minum perpipaan di Wilayah Jawa Barat Selatan masih terbatas (<

50%). Dibandingkan dengan Jawa Barat, proporsinya juga masih jauh lebih

rendah.

Page 22: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

86

Gambar IV.11 Perkembangan Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum

Ledeng

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Rum

ah T

angg

a de

ngan

Sum

ber A

ir M

inum

Led

eng

(%)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jaw a Barat SelatanJaw a Barat

b. Ketersediaan infrastruktur listrik Ketersediaan infrastruktur listrik yang ditunjukkan oleh indikator

persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik menunjukkan

kecenderungan meningkat selama kurun waktu amatan (Gambar IV.12). Kondisi

tersebut terjadi di semua kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan

maupun Jawa Barat. Kinerja terbaik ditunjukkan oleh Kabupaten Garut,

sedangkan yang terburuk ditunjukkan oleh Kabupaten Cianjur. Peningkatan

persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik dapat memberi

petunjuk semakin meningkatnya proporsi masyarakat yang memiliki akses ke

pelayanan energi modern, khususnya energi listrik. Hal tersebut akan

mengurangi ketergantungan masyarakat pada energi tradisional yang cenderung

kurang efisien dan mendukung keberlanjutan pembangunan wilayah dalam

bidang ekonomi maupun sosial.

Page 23: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

87

Gambar IV.12 Perkembangan Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Penerangan

Listrik

0

20

40

60

80

100

120

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Tahun

Rum

ah T

angg

a de

ngan

Sum

ber P

ener

anga

n Li

strik

(%)

Ciamis Tasikmalaya GarutCianjur Sukabumi Jaw a Barat SelatanJaw a Barat

4.5 Analisis Keberlanjutan Wilayah Hasil evaluasi kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan yang telah

diuraikan di atas, selanjutnya digunakan untuk analisis keberlanjutan wilayah.

Pembangunan wilayah dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika kinerja

keseluruhan indikator pada ketiga aspek (ekonomi, sosial, maupun lingkungan)

memperlihatkan kecenderungan membaik secara bersama-sama. Berhubung

tiap aspek terdiri dari beberapa indikator yang kinerjanya dapat berbeda-beda

(sebagian mungkin membaik dan/atau sebagian lainnya memburuk), untuk

menentukan kinerja secara keseluruhan ditunjukan dalam bentuk indeks

komposit.

Berikut ini adalah tabel kompilasi kinerja keseluruhan aspek yang dapat

memberikan petunjuk mengenai keberlanjutan wilayah. Data pada tabel tersebut

merupakan kesimpulan dari analisis kinerja pembangunan wilayah secara per

aspek (ekonomi, sosial, lingkungan, dan pendukung) seperti yang telah diuraikan

sebelumnya (sub bab 4.1 s.d. 4.4).

Page 24: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

88

TABEL KOMPILASI KINERJA INDIKATOR

EKONOMI, SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN PENDUKUNG DI WILAYAH JAWA BARAT

SELATAN

Page 25: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

89

LANJUTAN TABEL KOMPILASI KINERJA INDIKATOR

EKONOMI, SOSIAL, LINGKUNGAN, DAN PENDUKUNG DI WILAYAH JAWA BARAT

SELATAN

Page 26: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

90

Tabel IV.5 memperlihatkan bahwa indikator ekonomi Wilayah Jawa Barat

Selatan belum seluruhnya menunjukkan kinerja yang membaik. Baru PDRB per

kapita dan Rasio Gini yang kinerjanya membaik. Pengangguran terbuka dan

persentase penduduk miskin masih menunjukkan kinerja yang memburuk.

Persentase pengangguran terbuka masih memburuk di semua kabupaten,

sedangkan persentase penduduk miskin memburuk, terutama di Kabupaten

Ciamis, Tasikmalaya, dan Cianjur. Perbaikan ekonomi wilayah rupanya belum

diikuti oleh pengurangan penduduk miskin dan pengangguran terbuka.

Peningkatan penduduk miskin dan pengangguran terbuka dapat meningkatkan

tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan sehingga mengarah kepada

situasi yang tidak berkelanjutan.

Dibandingkan dengan Jawa Barat, Rasio Gini dan persentase

pengangguran terbuka Wilayah Jawa Barat Selatan sudah menunjukkan kinerja

yang lebih baik. Akan tetapi, PDRB per kapita dan persentase penduduk

miskinnya masih menunjukkan kinerja yang lebih buruk. Dapat dikemukakan

bahwa output perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan masih lebih rendah dari

Jawa Barat. Namun demikian, wilayah tersebut memiliki pemerataan (distribusi

pendapatan maupun kesempatan kerja) yang relatif baik.

Indikator sosial sudah menunjukkan kinerja membaik di seluruh

kabupaten. Dengan demikian, pembangunan sosial Wilayah Jawa Barat Selatan

dapat dianggap cenderung mengarah pada keberlanjutan. Akan tetapi,

dibandingkan Jawa Barat, wilayah tersebut baru menunjukkan kinerja lebih baik

untuk indikator angka melek huruf saja, sedangkan kinerja dua indikator sosial

lainnya masih relatif buruk. Untuk indikator persentase penduduk usia 10 tahun

ke atas yang tamat SLTP ke atas, kinerja seluruh kabupaten masih lebih buruk

dari Jawa Barat. Untuk indikator angka harapan hidup, meskipun beberapa

kabupaten (seperti Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya) sudah memperlihatkan

kinerja yang relatif baik, tapi secara umum, kinerja Wilayah Jawa Barat Selatan

untuk indikator tersebut masih relatif buruk dibandingkan Jawa Barat. Dapat

dikemukakan bahwa secara umum, kualitas SDM/tenaga kerja Wilayah Jawa

Barat Selatan (terutama ditinjau dari aspek kesehatan dan capaian pendidikan)

masih lebih buruk dari Jawa Barat. Namun demikian, tingkat literasi

penduduknya sudah relatif baik sehingga dapat menjadi modal penting dalam

mencapai pembangunan berkelanjutan.

Page 27: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

91

Untuk aspek lingkungan, kinerja seluruh indikatornya memburuk di semua

kabupaten. Luas hutan dan sawah irigasi cenderung menyusut dari tahun ke

tahun. Jika dibiarkan terus berlangsung, dalam jangka panjang hal tersebut dapat

menghancurkan dasar ekonomi masyarakat Wilayah Jawa Barat Selatan yang

sebagian besar berada di perdesaan dan menggantungkan hidupnya pada

sektor pertanian dan kehutanan. Luas sawah irigasi yang cenderung menyusut

juga dapat menurunkan kemampuan swasembada dan ketahanan pangan

wilayah. Penyusutan lahan sawah yang terjadi di tengah kondisi terbatasnya

lapangan kerja non pertanian, pada akhirnya dapat memaksa kaum petani untuk

berpindah ke kawasan marginal yang seharusnya dikonservasi, seperti

pegunungan maupun lereng-lereng bukit yang curam dan rawan erosi, atau

membuka lahan baru dengan cara merambah hutan. Penyusutan luas hutan

Perhutani unit III maupun hutan negara antara lain disebabkan oleh perambahan

semacam itu. Penyusutan luas hutan yang cepat, selain menghancurkan

keanekaragaman hayati, juga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan

menimbulkan bencana yang meluas, seperti banjir dan tanah longsor yang

frekuensinya terlihat semakin meningkat pada tahun-tahun terakhir.

Untuk aspek pendukung, baru sebagian indikator (yaitu persentase

panjang jalan aspal dan persentase rumah tangga dengan sumber penerangan

listrik) yang kinerjanya membaik. Sebagian indikator lainnya (yaitu persentase

jalan dengan kondisi baik dan persentase rumah tangga dengan air ledeng)

kinerjanya masih memburuk. Dibandingkan dengan Jawa Barat, Wilayah Jawa

Barat Selatan baru menunjukkan kinerja lebih baik dalam pembangunan jalan

aspal. Sementara itu, kinerjanya dalam pemeliharaan jalan dengan kondisi baik,

penyediaan air bersih, dan penyediaan energi listriknya masih relatif buruk.

Dapat dikemukakan bahwa secara umum, kondisi infrastruktur fisik di Wilayah

Jawa Barat Selatan masih relatif buruk dibandingkan dengan Jawa Barat.

Dari seluruh uraian di atas dapat digarisbawahi beberapa butir penting

sebagai berikut.

• Indikator Wilayah Jawa Barat Selatan belum seluruhnya menunjukkan

kinerja membaik. Hanya indikator sosial, sebagian indikator ekonomi, dan

sebagian indikator aspek pendukung saja yang kinerjanya membaik.

Sedangkan indikator lingkungan, sebagian indikator ekonomi, dan

Page 28: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

92

sebagian indikator aspek pendukung lainnya masih menunjukkan kinerja

memburuk.

• Perbaikan kinerja pada beberapa indikator sosial, ekonomi maupun

pendukung merupakan modal positif dalam mencapai pembangunan

wilayah berkelanjutan. Namun demikian, memburuknya kinerja pada

beberapa indikator lingkungan, ekonomi, dan indikator aspek pendukung

lainnya menunjukkan bahwa Wilayah Jawa Barat Selatan masih harus

melakukan upaya luas dalam mencapai pembangunan wilayah

berkelanjutan.

• Beberapa hal yang perlu diperbaiki dan mendapatkan perhatian, yaitu

pembangunan lingkungan, penyediaan lapangan kerja, dan

penanggulangan kemiskinan karena kinerjanya cenderung memburuk.

Selain itu, pemeliharaan jaringan jalan dan penyediaan air bersih yang

kinerjanya semakin memburuk juga perlu diperbaiki karena dapat

mengganggu kelancaran proses pembangunan ekonomi, sosial, maupun

lingkungan.

• Dibandingkan dengan Jawa Barat, Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki

modal positif dalam mencapai pembangunan wilayah berkelanjutan

berupa kinerja yang lebih baik pada beberapa indikatornya. Namun,

kinerja yang lebih buruk pada sebagian besar indikator ekonomi, sosial,

dan pendukungnya menunjukkan bahwa wilayah ini masih harus

mempercepat pembangunannya dalam beberapa hal untuk mengejar

atau mengurangi ketertinggalannya.

• Beberapa hal yang perlu dipercepat adalah penanggulangan kemiskinan,

peningkatan PDRB per kapita, peningkatan angka harapan hidup

(pembangunan bidang kesehatan), peningkatan persentase penduduk

tamat SLTP ke atas (peningkatan capaian pendidikan masyarakat),

pemeliharaan infrastruktur jalan dengan kondisi baik, penyediaan

infrastruktur listrik, dan penyediaan air bersih. Dengan adanya percepatan

pembangunan diharapkan kesenjangan pembangunan yang dapat

meningkatkan kerentanan sosial dan mengancam keberlanjutan dapat

dikurangi sehingga Wilayah Jawa Barat Selatan dapat memperkuat

dukungannya terhadap keberlanjutan pembangunan Jawa Barat maupun

nasional.

Page 29: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

93

Selanjutnya, kinerja agregat aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan

disajikan dalam bentuk indeks komposit. Pembangunan wilayah dianggap lebih

mengarah pada keberlanjutan jika kinerja keseluruhan aspek membaik dan

mengarah pada kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan

lingkungan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks (ekonomi, sosial, dan

lingkungan) yang semakin meningkat dan mengarah pada nilai yang seimbang.

Dalam segi tiga keberlanjutan, kondisi yang mengarah pada keberlanjutan

ditunjukkan oleh bentuk segitiga abu-abu yang semakin mengembang dan

mengarah ke bentuk segitiga sama sisi. Berikut ini adalah nilai indeks beserta

visualisasinya.

Gambar IV.13 Indeks Komposit dan Segitiga Keberlanjutan Wilayah Jawa Barat Selatan

dan Jawa Barat Tahun 1996 dan 2004

Kabupaten Tahun 1996 Tahun 2004 Ciamis

0,725

0,6430,467

0

1Ekonomi

SosialLingkungan1 1

0,747

0,438 0,779

0

1Ekonomi

SosialLingkungan1 1

Kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan semakin tidak seimbang. Kinerja lingkungan memburuk dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosial. Pembangunan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, Kabupaten Ciamis masih memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan perbaikan kinerja pada aspek ekonomi dan sosialnya.

Keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan belum tercapai. Kinerja lingkungan dan sosial masih lebih buruk daripada kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan tampak paling buruk diantara ketiganya.

Page 30: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

94

Lanjutan Gambar IV.13 Indeks Komposit dan Segitiga Keberlanjutan Wilayah Jawa Barat Selatan

dan Jawa Barat Tahun 1996 dan 2004

Kabupaten Tahun 1996 Tahun 2004 Tasikmalaya

0,721

0,6390,541

0

1Ekonomi

SosialLingkungan 1 1

0,725

0,7830,455

0

1Ekonomi

SosialLingkungan 1 1

Garut

0,723

0,665 0,634

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

0,719

0,615 0,788

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

Kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan semakin tidak seimbang. Kinerja ekonomi memburuk. Kinerja lingkungan juga memburuk dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosial. Pembangunan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, Kabupaten Garut masih memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan perbaikan kinerja pada aspek sosialnya.

Keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan belum tercapai. Kinerja lingkungan dan sosial masih lebih buruk daripada kinerja ekonomi. Kinerja sosial tampak paling buruk diantara ketiganya.

Kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan semakin tidak seimbang. Kinerja lingkungan memburuk dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosial. Pembangunan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, Kabupaten Tasikmalaya masih memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan perbaikan kinerja pada aspek ekonomi dan sosialnya.

Keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan belum tercapai. Kinerja lingkungan dan sosial masih lebih buruk daripada kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan tampak paling buruk diantara ketiganya.

Page 31: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

95

Lanjutan Gambar IV.13 Indeks Komposit dan Segitiga Keberlanjutan Wilayah Jawa Barat Selatan

dan Jawa Barat Tahun 1996 dan 2004

Kabupaten Tahun 1996 Tahun 2004 Cianjur

0,693

0,6350,549

0

1Ekonomi

SosialLingkungan 1 1

0,721

0,521 0,723

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

Sukabumi

0,711

0,6250,4630

1Ekonomi

SosialLingkungan11

0,716

0,7700,444

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

Kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan semakin tidak seimbang. Kinerja lingkungan memburuk dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosial. Pembangunan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, Kabupaten Sukabumi masih memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan perbaikan kinerja pada aspek ekonomi dan sosialnya.

Keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan belum tercapai. Kinerja lingkungan dan sosial masih lebih buruk daripada kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan tampak paling buruk diantara ketiganya.

Kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan semakin tidak seimbang. Kinerja lingkungan memburuk dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosial. Pembangunan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, Kabupaten Cianjur masih memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan kinerja yang membaik pada aspek ekonomi dan sosialnya.

Keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan belum tercapai. Kinerja lingkungan dan sosial masih lebih buruk daripada kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan tampak paling buruk diantara ketiganya.

Page 32: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

96

Lanjutan Gambar IV.13 Indeks Komposit dan Segitiga Keberlanjutan Wilayah Jawa Barat Selatan

dan Jawa Barat Tahun 1996 dan 2004

Kabupaten Tahun 1996 Tahun 2004 Jawa Barat Selatan

0,715

0,6350,533

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

0,726

0,492 0,769

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

Jawa Barat

Keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan belum tercapai. Kinerja lingkungan dan sosial masih lebih buruk daripada kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan tampak paling buruk diantara ketiganya.

Kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan semakin tidak seimbang. Kinerja lingkungan memburuk dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosial. Pembangunan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan perbaikan kinerja pada aspek ekonomi dan sosialnya.

0,698

0,6600,586

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

/

0,746

0,478 0,848

0

1Ekonomi

SosialLingkungan11

Kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan semakin tidak seimbang. Kinerja lingkungan memburuk dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosial. Pembangunan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti yang diharapkan. Meskipun demikian, Jawa Barat memiliki modal untuk mencapai keberlanjutan dengan kinerja yang membaik pada aspek ekonomi dan sosialnya.

Keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan belum tercapai. Kinerja lingkungan dan sosial masih lebih buruk daripada kinerja ekonomi. Kinerja lingkungan tampak paling buruk diantara ketiganya.

Page 33: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

97

Gambar IV.13 menunjukkan bahwa pada tahun 1996, Wilayah Jawa

Barat Selatan belum mencapai kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi,

sosial, dan lingkungan. Dari tiga kinerja tersebut, kinerja lingkungan tampak

paling buruk. Kinerja sosialnya juga masih lebih buruk dibandingkan dengan

kinerja ekonomi. Kabupaten Garut menunjukkan kondisi yang agak berbeda dari

kelima kabupaten lainnya. Kinerja lingkungan di kabupaten tersebut tampak lebih

baik dibandingkan dengan kinerja sosialnya. Dapat dikemukakan bahwa pada

tahun 1996, pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan belum mencapai kondisi

optimal. Pengelolaan lingkungan dan sumber daya alamnya masih relatif buruk,

belum sepadan dengan perkembangan ekonomi dan sosialnya. Perkembangan

sumber daya manusianya juga masih lambat dibandingkan dengan

perkembangan ekonominya. Pengelolaan lingkungan yang buruk serta

perkembangan sumber daya manusia yang lambat dapat menghambat atau

memperlambat perkembangan ekonomi sehingga memberi petunjuk adanya

ancaman terhadap keberlanjutan wilayah.

Pada tahun 2004, keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan

lingkungan Wilayah Jawa Barat Selatan memburuk. Kinerja lingkungannya

mengalami kemunduran dan semakin timpang dibandingkan dengan kinerja

ekonomi dan sosial. Kinerja ekonominya mengalami perbaikan yang tidak terlalu

signifikan sehingga terkejar oleh kinerja sosial yang menunjukkan perbaikan

cukup pesat pada tahun tersebut. Dari kelima kabupaten, hanya Garut yang

menunjukkan perkembangan berbeda. Kabupaten tersebut memperlihatkan

perbaikan hanya pada kinerja sosial, sementara kinerja ekonomi dan

lingkungannya masih memburuk. Dapat dikemukakan bahwa pada tahun 2004,

pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan semakin tidak optimal. Pemeliharaan

lingkungan dan sumber daya alamnya melemah. Perkembangan ekonomi dan

lingkungannya juga semakin tertinggal dari perkembangan aspek sosial. Sumber

daya manusianya yang semakin baik sepertinya belum digunakan secara optimal

untuk mengelola dan mengembangkan sumber daya perekonomian maupun

sumber daya alam yang ada. Perbaikan pada kinerja ekonomi dan sosial

menunjukkan adanya modal positif dalam mencapai pembangunan

berkelanjutan. Namun demikian, kemunduran pada kinerja lingkungan, serta

memburuknya keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan

memberi petunjuk masih adanya ancaman terhadap keberlanjutan wilayah.

Page 34: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

98

Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembangunan

Wilayah Jawa Barat Selatan belum mengarah pada kondisi keberlanjutan seperti

yang diharapkan. Pembangunan wilayah tersebut belum memberikan perbaikan

pada keseluruhan aspek dan belum mengarah pada kondisi keseimbangan

antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk memperbaiki

keseimbangan dan menggiring pembangunan ke arah keberlanjutan, Wilayah

Jawa Barat Selatan masih perlu mempercepat pembangunan lingkungan dan

ekonominya mengingat kinerja kedua aspek tersebut semakin tertinggal

dibandingkan dengan kinerja sosial. Percepatan pembangunan lingkungan perlu

mendapat prioritas utama karena kinerja lingkungan wilayah tersebut memburuk

dan semakin tertinggal dibandingkan dengan kinerja ekonomi dan sosialnya.

Selanjutnya, komparasi kinerja agregat kelima kabupaten yang ada di

Wilayah Jawa Barat Selatan dapat dilihat pada Tabel IV.6 berikut. Data pada

tabel tersebut didasarkan pada perbandingan nilai indeks ekonomi, sosial, dan

lingkungan yang terdapat dalam Gambar IV.13

Tabel IV.6 Komparasi Kinerja Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Antar Kabupaten di

Wilayah Jawa Barat Selatan Pada Tahun 1996 dan 2004

Aspek Posisi Tahun 1996 Tahun 2004 Urutan (dari terbaik ke terburuk)

1. Ciamis 2. Garut 3. Tasikmalaya 4. Sukabumi 5. Cianjur

1. Ciamis 2. Tasikmalaya 3. Garut 4. Cianjur 5. Sukabumi

Ekonomi

Di bawah Jawa Barat Cianjur Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Sukabumi

Urutan (dari terbaik ke terburuk)

1. Ciamis 2. Tasikmalaya 3. Sukabumi 4. Cianjur 5. Garut

1. Garut 2. Tasikmalaya 3. Ciamis 4. Cianjur 5. Sukabumi

Sosial

Di bawah Jawa Barat Semua kabupaten Semua kabupaten Urutan (dari terbaik ke terburuk)

1. Garut 2. Cianjur 3. Tasikmalaya 4. Ciamis 5. Sukabumi

1. Garut 2. Cianjur 3. Sukabumi 4. Tasikmalaya 5. Ciamis

Lingkungan

Di bawah Jawa Barat Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi

Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi

Sumber: Hasil Analisis

Page 35: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

99

Tabel IV.6 menunjukkan bahwa kinerja ekonomi Kabupaten Ciamis

konsisten berada pada urutan terbaik. Kinerja sosialnya relatif memburuk dari

urutan ke pertama ke urutan ketiga. Kinerja lingkungannya relatif memburuk ke

urutan terakhir. Dapat dikemukakan bahwa kinerja sosial dan lingkungan

Kabupaten Ciamis semakin tidak sebanding dengan kinerja ekonominya. Secara

relatif, perekonomian kabupaten tersebut masih paling maju dibandingkan

dengan kabupaten lainnya, tetapi kondisi sumber daya manusia dan

lingkungannya justru semakin tertinggal. Ini mengindikasikan bahwa secara

relatif, hasil pembangunan Kabupaten Ciamis belum dialokasikan secara optimal

untuk pembangunan sumber daya manusia maupun pemeliharaan lingkungan.

Kabupaten Ciamis memiliki modal untuk mencapai pembangunan berkelanjutan

dengan perekonomian yang relatif baik. Namun, kondisi sumber daya manusia

dan lingkungannya yang semakin tertinggal dapat menghambat atau

memperlambat kemajuan perekonomian sehingga mengindikasikan kemampuan

yang relatif menurun dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Kabupaten Tasikmalaya memperlihatkan kinerja sosial yang konsisten

berada pada urutan kedua. Kinerja ekonominya secara relatif membaik dari

urutan ketiga menjadi urutan kedua. Sementara kinerja lingkungannya relatif

memburuk dari urutan ketiga menjadi urutan keempat. Dapat dikemukakan

bahwa kinerja lingkungan Kabupaten Tasikmalaya semakin tidak sebanding

dengan kinerja sosial dan ekonominya. Secara relatif, kondisi sumber daya

manusia kabupaten tersebut masih tetap maju. Perekonomiannya juga relatif

membaik. Namun, kondisi lingkungan dan sumber daya alamnya justru semakin

tertinggal. Ini mengindikasikan bahwa secara relatif, komitmen pemerintah

maupun masyarakat Kabupaten Tasikmalaya untuk memelihara lingkungan dan

sumber daya alamnya semakin lemah. Kabupaten Tasikmalaya memiliki modal

untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan kondisi sumber daya

manusia yang relatif baik dan perekonomian yang relatif membaik. Namun,

kondisi lingkungannya yang semakin tertinggal dapat menghambat atau

memperlambat kemajuan ekonomi maupun pembangunan manusia sehingga

mengindikasikan adanya kemampuan yang relatif menurun dalam mencapai

pembangunan berkelanjutan.

Kabupaten Garut memperlihatkan kinerja lingkungan yang konsisten

berada pada urutan terbaik. Kinerja sosialnya secara relatif meningkat dari urutan

Page 36: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

100

terakhir menjadi urutan terbaik. Sementara kinerja ekonominya relatif memburuk

dari urutan kedua menjadi urutan ketiga. Dapat dikemukakan bahwa kinerja

ekonomi kabupaten Garut semakin tidak sebanding dengan kinerja sosial dan

lingkungannya. Secara relatif, kondisi lingkungan kabupaten tersebut tetap paling

baik dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Kondisi sumber daya manusianya

juga membaik sehingga menjadi paling maju dibandingkan dengan kabupaten

lainnya. Namun, dengan kondisi lingkungan yang maju dan kondisi sumber daya

manusia yang semakin baik, kondisi perekonomian kabupaten tersebut justru

semakin tertinggal. Ini mengindikasikan bahwa secara relatif, hasil pembangunan

Kabupaten Garut telah dialokasikan secara optimal untuk pembangunan manusia

maupun pemeliharaan lingkungan dan sumber daya alam. Namun, sumber daya

alam yang ada belum dapat dikelola secara optimal untuk meningkatkan kondisi

perekonomiannya. Sumber daya manusianya yang semakin maju juga belum

digunakan secara optimal untuk mengelola potensi ekonomi yang ada. Kondisi

lingkungan dan sumber daya manusia yang relatif baik merupakan modal bagi

Kabupaten Garut untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Namun, kondisi

perekonomiannya yang semakin tertinggal dapat menghambat atau

memperlambat pembangunan manusia maupun lingkungannya sehingga

mengindikasikan kemampuan yang relatif menurun dalam mencapai

pembangunan berkelanjutan.

Kabupaten Cianjur memperlihatkan kinerja lingkungan yang konsisten

berada pada urutan kedua. Kinerja sosialnya konsisten berada pada urutan

keempat. Sementara kinerja ekonominya membaik dari urutan terakhir menjadi

urutan keempat. Dapat dikemukakan bahwa kinerja ekonomi Kabupaten Cianjur

semakin sebanding dengan kinerja sosial dan lingkungannya. Secara relatif,

dengan kondisi lingkungan yang masih tetap baik dan kondisi sumber daya

manusianya yang masih relatif buruk, Kabupaten Cianjur mampu meningkatkan

kondisi perekonomiannya, meskipun sebenarnya juga masih relatif buruk.

Perekonomian yang relatif membaik dapat mendukung kemajuan pembangunan

manusia maupun lingkungan sehingga mengindikasikan kemampuan yang relatif

meningkat dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Meskipun demikian,

Kabupaten Cianjur masih memiliki hambatan dalam mewujudkan pembangunan

berkelanjutan dengan kondisi sumber daya manusia dan perekonomiannya yang

relatif buruk.

Page 37: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

101

Kabupaten Sukabumi memperlihatkan kinerja lingkungan yang relatif

membaik dari urutan terakhir menjadi urutan ketiga. Sementara kinerja ekonomi

dan sosialnya relatif memburuk dari urutan keempat dan ketiga menjadi urutan

terakhir. Dapat dikemukakan bahwa kinerja ekonomi dan sosial Kabupaten

Sukabumi semakin tidak sebanding dengan kinerja lingkungannya. Secara relatif,

kondisi lingkungan Kabupaten Sukabumi semakin baik. Namun, kondisi

perekonomian dan sumber daya manusianya justru semakin tertinggal dari

kabupaten lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa secara relatif, komitmen

masyarakat maupun pemerintah kabupaten Sukabumi dalam pemeliharaan

lingkungan dan sumber daya alamnya semakin meningkat. Namun, lingkungan

dan sumber daya alamnya yang semakin baik tersebut belum dapat dikelola

secara optimal untuk meningkatkan kondisi perekonomian maupun sumber daya

manusianya. Kabupaten Sukabumi memiliki modal dalam mencapai

pembangunan berkelanjutan dengan kondisi lingkungan yang relatif membaik.

Namun, kondisi perekonomian dan sumber daya manusianya yang semakin

tertinggal dapat meningkatkan tekanan terhadap lingkungan dan sumber daya

alam sehingga mengindikasikan kemampuan yang relatif menurun dalam

mencapai pembangunan berkelanjutan.

Dibandingkan dengan Jawa Barat, kinerja sosial kelima kabupaten yang

ada di Wilayah Jawa Barat Selatan tampak relatif buruk. Sementara kinerja

ekonomi dan lingkungannya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda. Pada

aspek ekonomi, kinerja Kabupaten Ciamis sudah relatif baik; kinerja Kabupaten

Tasikmalaya, Garut, dan Sukabumi relatif memburuk menjadi di bawah Jawa

Barat; sedangkan Kabupaten Cianjur masih menunjukkan kinerja yang relatif

buruk. Pada aspek lingkungan, kinerja Kabupaten Garut sudah relatif baik;

kinerja Kabupaten Cianjur relatif membaik menjadi di atas rata-rata Jawa Barat;

sedangkan Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, serta Sukabumi masih

memperlihatkan kinerja yang relatif buruk.

Secara keseluruhan, kinerja sosial Wilayah Jawa Barat Selatan masih

relatif buruk dibandingkan dengan Jawa Barat. Kinerja ekonominya relatif

memburuk menjadi di bawah Jawa Barat. Sedangkan kinerja lingkungannya

relatif membaik menjadi di atas rata-rata Jawa Barat. Dapat dikemukakan bahwa

secara umum, kondisi sumber daya manusia Wilayah Jawa Barat Selatan masih

relatif tertinggal dibandingkan dengan Jawa Barat. Kondisi lingkungannya sudah

Page 38: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

102

relatif membaik, sedangkan perekonomiannya justru semakin tertinggal. Kondisi

lingkungan yang semakin baik merupakan modal positif dalam mencapai

keberlanjutan. Namun, perekonomian yang semakin tertinggal dan kondisi

sumber daya manusia yang relatif tertinggal dapat meningkatkan tekanan

terhadap lingkungan dan sumber daya alam sehingga menunjukkan kemampuan

yang relatif menurun dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

4.6 Rangkuman Keberlanjutan wilayah pada intinya bergantung pada 4 (empat) aspek,

yaitu aspek ekonomi, sosial, lingkungan (aspek utama), dan aspek pendukung.

Pembangunan wilayah dapat dianggap lebih mengarah pada

keberlanjutan jika kinerja indikator keseluruhan aspek membaik secara bersama-

sama. Wilayah Jawa Barat Selatan menunjukkan bahwa kinerja indikator pada

keempat aspeknya belum membaik secara keseluruhan. Pada aspek ekonomi,

baru indikator PDRB per kapita dan Rasio Gini yang membaik, sedangkan

persentase pengangguran terbuka dan persentase penduduk miskin masih

memburuk. Pada aspek sosial, keseluruhan indikator membaik: angka melek

huruf, angka harapan hidup, dan persentase penduduk tamat SLTP ke atas

cenderung membaik selama kurun waktu amatan. Pada aspek lingkungan,

keseluruhan indikator memburuk: luas sawah irigasi dan luas hutan negara

maupun Perhutani unit III cenderung menyusut. Frekuensi bencana alam juga

menunjukkan kecenderungan memburuk selama kurun waktu amatan. Pada

aspek pendukung, baru indikator persentase panjang jalan aspal dan persentase

rumah tangga dengan penerangan listrik yang kinerjanya membaik, sedangkan

persentase panjang jalan dengan kondisi baik dan persentase rumah tangga

dengan air ledeng masih menunjukkan kinerja memburuk.

Dibandingkan dengan Jawa Barat, pada aspek ekonomi, Rasio Gini dan

persentase pengangguran terbuka Wilayah Jawa barat Selatan sudah relatif baik,

sedangkan PDRB per kapita dan persentase penduduk miskinnya masih relatif

buruk. Pada aspek sosial, angka melek huruf Wilayah Jawa Barat Selatan sudah

relatif baik, sedangkan angka harapan hidup dan persentase penduduk tamat

SLTP ke atasnya masih relatif buruk. Pada aspek pendukung, Wilayah Jawa

Barat Selatan menunjukkan kinerja yang relatif baik pada persentase jalan aspal,

sedangkan persentase jalan dengan kondisi baik, persentase rumah tangga

Page 39: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

103

dengan penerangan listrik, dan persentase rumah tangga dengan air ledengnya

masih relatif buruk.

Pembangunan wilayah dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika

kinerja keseluruhan aspek utama membaik dan mengarah pada kondisi

keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Wilayah Jawa

Barat Selatan menunjukkan bahwa selama kurun waktu delapan tahun (dari

tahun 1996 ke 2004), pembangunannya belum memberikan perbaikan kinerja

pada keseluruhan aspek utama: baru aspek ekonomi dan sosial yang kinerjanya

membaik, sedangkan kinerja aspek lingkungannya masih memburuk.

Pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan juga belum mengarah pada kondisi

keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kinerja ekonomi

dan lingkungannya semakin tertinggal dari kinerja sosial. Kinerja lingkungannya

bahkan tampak paling buruk diantara ketiganya.

Dari kelima kabupaten, Ciamis menunjukkan kinerja paling baik pada

aspek ekonomi. Sementara aspek sosial dan lingkungannya relatif memburuk.

Kabupaten Tasikmalaya memperlihatkan kinerja sosial yang relatif baik dan

kinerja ekonomi yang relatif membaik. Namun, kinerja lingkungannya masih

relatif memburuk. Kabupaten Garut memperlihatkan kinerja lingkungan yang

paling baik. Kinerja sosialnya juga relatif membaik ke urutan terbaik. Sementara

kinerja lingkungannya masih relatif memburuk. Kabupaten Cianjur

memperlihatkan kinerja lingkungan yang relatif baik, kinerja ekonomi yang relatif

membaik, dan kinerja sosial yang masih relatif buruk. Kabupaten Sukabumi

memperlihatkan kinerja lingkungan yang relatif membaik, sedangkan kinerja

ekonomi dan sosialnya masih relatif memburuk, bahkan tampak paling buruk

pada akhir tahun amatan.

Page 40: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

Tabel IV.1.a Perkembangan Luas Hutan PT. Perhutani Unit III (Ha)

Kabupaten/Wilayah 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Perubahan

Tahun 1994-2004 (Ha)

Ciamis 32.613,00 30.806,00 32.636,00 30.331,93 36.204,93 36.204,93 36.204,93 30.331,93 30.939,40 28.887,87 30.395,31 -2.217,69 Tasikmalaya 55.983,00 38.053,00 55.983,00 47.177,33 47.177,33 47.177,33 47.177,33 47.177,33 48.231,71 45.312,82 44.360,74 -11.622,26 Garut 95.570,00 100.959,00 95.570,00 95.949,74 109.008,39 109.008,39 109.008,39 95.949,74 97.380,22 86.022,65 81.930,04 -13.639,96 Cianjur 79.562,00 93.128,00 78.690,00 77.903,88 99.013,14 99.013,14 99.013,14 77.903,88 77.200,33 76.746,64 69.264,74 -10.297,26 Sukabumi 80.890,00 86.799,00 80.579,00 83.166,02 107.935,38 107.935,38 107.935,38 83.166,02 83.348,62 59.298,75 59.382,92 -21.507,08 Jawa Barat Selatan 344.618,00 349.745,00 343.458,00 334.528,90 399.339,17 399.339,17 399.339,17 334.528,90 337.100,28 296.268,73 285.333,75 -59.284,25 Jawa Barat 830.638,00 829.633,00 805.415,00 792.467,81 100.764,81 1.005.250,50 911.435,10 792.467,31 685.372,72 649.107,92 638.802,62 -191.835,38 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka Tahun 1994-2004

Tabel IV.1.b Perkembangan Luas Hutan Negara (Ha)

Kabupaten/Wilayah 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Rata-rata Perubahan Tahun 1996-2004 (Ha)

Ciamis 38.446 38.356 38.356 38.356 38.356 38.356 37.348 37.348 38.115,25 -1.098 Tasikmalaya 34.375 34.375 33.834 33.834 29.077 32.873 32.121 32.121 32.826,25 -2.254 Garut 94.963 91.923 91.859 91.860 91.860 91.860 87.279 87.265 91.108,63 -7.698 Cianjur 75.263 58.731 59.233 59.226 59.223 59.223 59.223 59.223 61.168,13 -16.040 Sukabumi 91.499 85.051 85.810 85.810 85.296 78.885 76.704 74.589 82.955,50 -16.910 Jawa Barat Selatan 334.546 308.436 309.092 309.086 303.812 301.197 292.675 290.546 306.173,75 -44.000 Jawa Barat 782.316 751.306 751.176 752.573 595.440 579.536 572.995 577.110 670.306,50 -205.206 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka Tahun 1996-2004

Page 41: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

Tabel IV.5 Komparasi Kinerja Indikator Aspek Ekonomi, Sosial, Lingkungan, dan Pendukung di Wilayah Jawa Barat Selatan

Aspek Variabel Sub Variabel Indikator Kinerja Membaik

Kinerja Memburuk

Lebih Baik dari Jawa

Barat

Lebih Buruk

dari Jawa Barat

Pertumbuhan - PDRB riil per kapita Semua Tidak ada Tidak ada Semua Pemerataan - Rasio Gini Ciamis,

Tasikmalaya, Cianjur, Sukabumi

Garut Semua Tidak ada

Penyediaan Lapangan Kerja - Pengangguran terbuka

Tidak ada Semua Semua Tidak ada

Ekonomi

Penanggulangan Kemiskinan - Jumlah penduduk miskin

Garut, Sukabumi

Ciamis Tasikmalaya, Cianjur

Tidak ada Semua

Kesehatan

Angka harapan hidup Semua Tidak ada Ciamis, Tasikmalaya,

Garut, Cianjur, Sukabumi

Angka melek huruf Semua Tidak ada Semua Tidak ada

Sosial Pembangunan (Pemberdayaan) Manusia

Pendidikan Persentase penduduk tamat pendidikan SLTP ke atas

Semua Tidak ada Tidak ada Semua

Luas hutan Perhutani Tidak ada Semua - - Luas hutan negara Tidak ada Semua - - Luas sawah irigasi Tidak ada Semua - -

Lingkungan Pemeliharaan produktivitas biologis, keanekaragaman hayati, integritas lingkungan, dan kapasitas daya dukung/ kemampuan daya tahan (resiliensi).

-

Frekuensi bencana alam banjir dan longsor

Tidak ada Semua - -

Page 42: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat

Lanjutan Tabel IV.5 Komparasi Kinerja Pembangunan Aspek Ekonomi, Sosial, Lingkungan, dan Pendukung di Wilayah Jawa Barat Selatan

Aspek Variabel Sub Variabel Indikator Kinerja Membaik

Kinerja Memburuk

Lebih Baik dari Jawa

Barat

Lebih Buruk dari Jawa

Barat - Persentase panjang

jalan aspal Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sukabumi

Cianjur Ciamis, Tasikmalaya, Cianjur

Garut Sukabumi

Kondisi Prasarana Transportasi

- Persentase panjang jalan dengan kondisi baik

Garut Ciamis, Tasikmalaya, Cianjur, Sukabumi

Tasikmalaya Ciamis,Garut, Cianjur, Sukabumi

Ketersediaan Air bersih - Persentase rumah tangga dengan air ledeng

Sukabumi Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur

Tidak ada Semua

Pendukung

Ketersediaan Energi listrik - Persentase rumah tangga dengan listrik

Semua Tidak ada Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sukabumi

Cianjur

Sumber: Hasil Analisis

Page 43: BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-desranindi-27232-5... · indikator PDRB per kapita memperlihatkan kecenderungan meningkat