bab 4 hasil dan pembahasan 4.1 luas ovarium · berdasarkan hasil pengamatan, luas ovarium dan...
TRANSCRIPT
30
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Luas Ovarium
Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ
reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium
dan uterus. Pengamatan dilakukan untuk melihat konsistensi organ, ukuran, serta
ada atau tidaknya lesio dari masing-masing organ tersebut. Kemudian pengamatan
dilanjutkan dengan pengamatan histopatologi (HP) ovarium dan uterus secara
umum. Pengamatan ini tidak menunjukkan adanya kelainan yang spesifik pada
ovarium maupun uterus. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap masing-
masing organ berdasarkan paramater yang diperlukan. Berdasarkan hasil
pengamatan, luas ovarium dan folikel tersier dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Rata-rata luas ovarium dan folikel tersier (mm2) mencit yang diberi jintan
hitam
Perlakuan
Ovarium Folikel Tersier
Kontrol negatif 1,70±0,18a 0,022±0,016
a
HS Preventif 1,47±1,27a
0,018±0,011a
HS Kuratif 1,40±0,38a 0,017±0,008
a
HS Madu 2,09±0,87a 0,028±0,018
a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat luas ovarium dan folikel tersier
antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol tidak mengalami perbedaan
yang nyata (p>0,05) secara statistik. Namun dapat dilihat dari hasil perhitungan
mencit yang diberi kombinasi jintan hitam dengan madu mempunyai luas yang
terbesar. Luas ovarium menunjukkan seberapa luas permukaan untuk menghitung
jumlah folikel-folikel yang terdapat pada masing-masing kelompok. Sedangkan
luas folikel tersier menunjukkan seberapa cepat folikel tersebut dapat mengalami
kematangan dan siap melakukan ovulasi.
Luas ovarium yang tidak terpengaruh secara nyata setelah diberikan
perlakuan jintan hitam, hal ini menggambarkan bahwa jintan hitam tidak
mempengaruhi secara nyata ukuran ovarium. Kolibianakis et al. (2005) dalam
penelitiannya mengatakan perubahan perkembangan ovarium dapat dipengaruhi
31
oleh jumlah sirkulasi hormon seperti luteinizing hormone (LH), follicle
stimulating hormone (FSH), dan growth hormone (GH). Selain itu, perkembangan
ovarium ini juga dipengaruhi asupan nutrisi dan kondisi fisik individu. Luas yang
tidak dipengaruhi secara nyata ini kemungkinan terjadi karena jumlah hormon-
hormon tersebut yang dipengaruhi oleh jintan hitam belum cukup untuk memberi
pengaruh terhadap perkembangan ovarium. Luas ovarium masing-masing
kelompok perlakuan akibat pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11 Permukaan ovarium dengan pewarnaan HE (A) kontrol negatif; (B) HS
preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu.
Meskipun dengan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
(p>0,05), tetapi dari hasil perhitungan tampak adanya kecenderungan bahwa luas
ovarium mencit kelompok kombinasi habbatussauda dengan madu lebih besar
dibandingkan dengan luas ovarium kelompok habbatussauda preventif, kuratif,
dan kontrol negatif. Demikian pula dengan luas folikel teriser. Madu dapat
menyebabkan ovarium lebih luas karena selain mengandung fruktosa, glukosa,
A B
C D
32
dan sukrosa yang merupakan komponen utama, madu juga mengandung mineral
dan protein (Mohammed dan Babiker 2009). Zat-zat tersebut turut serta
membentuk sel secara keseluruhan yang disebut protoplasma (Guyton dan Hall
2008). Protein juga berperan dalam perkembangan serta regenerasi sel dan
jaringan.
4.2 Jumlah Folikel-folikel Ovari
Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap jumlah folikel-
folikel ovari dalam luas ovarium 0,6 mm2 dan korpus luteum dalam 1 mm
2 dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Rata-rata jumlah dan jenis folikel ovari dalam 0,6 mm2 dan korpus luteum
dalam 1 mm2 luas ovarium mencit akibat pemberian jintan hitam
Perlakuan Folikel
primer
Folikel
sekunder
Folikel
tersier
Korpus
luteum
Kontrol negatif 0,38±0,32a
0,43±0,35a
0,26±0,22a 3,41±3,28
a
HS Preventif 0,86±0,63a
0,95±0,74b 0,42±0,12
a 5,18±2,73
a
HS Kuratif 0,69±0,39a
0,56±0,41ab
0,31±0,26a
4,48±2,43a
HS Madu 0,41±0,37a
0,43±0,32a
0,28±0,22a
3,51±1,74a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan data pengaruh pemberian jintan hitam terhadap jumlah folikel
yang terdapat pada ovarium setelah dianalisis secara statistik menunjukkan adanya
peningkatan jumlah folikel sekunder secara nyata (p<0,05), namun tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p>0,05) pada jumlah folikel primer, tersier, dan korpus
luteum yang dihasilkan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.
Menurut Guyton dan Hall (2008) betina dilahirkan dengan memiliki folikel
primordial, setelah pubertas seluruh ovarium beserta folikelnya akan mulai
tumbuh. Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa perkembangan ovum yang
diikuti dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa di dalam beberapa folikel,
folikel-folikel ini dikenal sebagai folikel primer. Karena folikel ini yang sudah ada
sebelum hewan coba diberikan perlakuan, maka jumlah folikel primer tidak
terpengaruh secara nyata. Sedangkan untuk folikel sekunder terlihat adanya
perbedaan yang nyata (p<0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan habbatussauda preventif dan kuratif. Folikel-folikel ovarium kelompok
33
kontrol dan perlakuan akibat pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat
pada Gambar 12.
Gambar 12 Folikel-folikel ovarium dengan pewarnaan HE (A) Kontrol; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu; (a) folikel primer; (b) folikel sekunder; (c)
folikel tersier; (d) korpus luteum (e) folikel atresia.
Jintan hitam memiliki kandungan sterol yang merupakan salah satu zat
bermanfaat terhadap organ reproduksi betina karena mampu meningkatkan sintesa
dan bioaktivitas hormon-hormon dalam tubuh termasuk hormon reproduksi
(Junaedi et al. 2011). Sterol terdiri dari sterol hewani (zoosterol) dan sterol nabati
(fitosterol). Stigmasterol dan β-sitosterol merupakan senyawa kandungan
fitosterol yang berasal dari jintan hitam. Menurut Montgomery et al. (1993),
senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang
merupakan prekursor pembentuk hormon reproduksi, salah satunya hormon
estrogen. Hormon estrogen inilah yang berperan terhadap siklus reproduksi betina.
D C
A B
d
a
b
c
e
34
Adanya perbedaan rata-rata jumlah folikel yang dihasilkan dari tiap dosis
pemberian ekstrak minyak jintan hitam membuktikan jumlah hormon estrogen
yang teraktivasi oleh sterol yang jumlahnya berbeda-beda pula antar kelompok
perlakuan.
Folikel sekunder yang jumlahnya meningkat secara nyata pada kelompok
perlakuan menggambarkan kandungan fitosterol dalam jintan hitam dapat
meningkatkan kinerja ovarium pada fase awal perkembangan folikel. Menurut
Kolibianakis et al. (2005) tahap awal perkembangan folikel dipengaruhi oleh
estrogen. Jumlah rata-rata folikel yang lebih sedikit setelah dipengaruhi
pemberian kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dengan madu kemungkinan
menunjukkan adanya zat aktif madu yaitu saponin yang dapat mengikat sterol dari
jintan hitam, sehingga sterol tidak mempengaruhi perkembangan folikel setelah
mengalami reaksi saponifikasi (penyabunan) yang menyebabkan reaksi menjadi
netral. Meskipun jumlah folikel tersier dan korpus luteum setelah diuji statistik
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05), namun dari hasil perhitungan
tampak jumlah folikel tersier dan korpus luteum kelompok perlakuan lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah folikel tersier dan korpus luteum pada
kelompok kontrol negatif. Hasil ini menggambarkan bahwa pemberian jintan
hitam mampu membuat folikel yang siap untuk melakukan ovulasi dan sel telur
yang telah diovulasikan lebih banyak apabila dibandingkan dengan kelompok
kontrol pada umur hewan percobaan yang sama.
Pada kelompok perlakuan dapat menggambarkan bahwa kadar hormon
FSH dan LH dalam ovari cukup untuk melakukan perkembangan folikel. Folikel
yang sedang berkembang ini akan memproduksi estrogen. Semakin besar folikel
maka kadar estrogen yang diproduksi juga semakin tinggi (Ganong 2003). Pada
level estrogen tertinggi, folikel de Graaf akan memberikan feed back positive
terhadap hipotalamus dan hipofise sehingga LH pre-ovulatori dapat disekresikan
dan terjadilah ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, folikel pecah dan terjadi kolaps
karena tekanan intrafolikel hilang. LH berinteraksi dengan sel-sel reseptor dari
dinding folikel yang sobek sehingga proses luteinisasi (kekuningan) dan sekresi
progesteron dimulai. Jintan hitam yang mengandung sterol mampu menstimulasi
35
pembentukan hormon estrogen sehingga sel-sel telur yang diovulasi lebih banyak
begitu pula dengan korpus luteum yang terbentuk juga akan lebih banyak.
Selain itu disekresikan pula hormon luteotropik (LTH) untuk
mempertahankan CL lalu mensekresikan progesteron (Dellmann dan Brown
1988). Kemudian CL berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi juga
warna kekuningannya, lalu berubah menjadi korpus albikans jika tidak terjadi
pembuahan pada oosit (Guyton dan Hall 2008). Menurut Dellman dan Brown
(1988), karena hanya sedikit persentase dari oosit potensial yang dilepas pada
proses ovulasi, sebagian besar folikel surut dalam perkembangannya. Proses surut
(regresi) ini disebut atresia. Tanda-tanda penting untuk atresia pada sel-sel dinding
folikel adalah inti sel menjadi piknotik. Selama mengalami atresia, membran basal
lapis granulosa dapat melipat, menebal, dan mengalami hialinisasi.
Menurut Guyton dan Hall (2008) perubahan ovarium yang terjadi selama
siklus seksual bergantung seluruhnya pada hormon-hormon gonadotropik, FSH,
dan LH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Estrogen memiliki fungsi
primer untuk menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ
kelamin dan jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Sedangkan
progesteron memiliki fungsi utama dalam persiapan uterus untuk menerima
kebuntingan dan persiapan kelenjar mamae untuk laktasi. Progesteron
disekresikan oleh CL dalam jumlah yang cukup banyak selama separuh akhir dari
setiap siklus ovarium.
4.3 Endometrium
Regenerasi epitel permukaan uterus merupakan salah satu paramater yang
diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam pada
penelitian kali ini. Regenerasi diamati berdasarkan adanya proliferasi epitel pada
permukaan uterus. Persentase permukaan uterus yang mengalami re-epitelisasi
dapat dilihat pada Tabel 10.
36
Tabel 10 Rata-rata epitel permukaan uterus mencit yang mengalami re-epitelisasi
(%) akibat pemberian jintan hitam
Perlakuan Persentase re-epitelisasi permukaan uterus
Kontrol negatif 30,51±18,38a
HS Preventif 41,21±35,57ab
HS Kuratif 42,22±26,84ab
HS Madu 57,09±19,99b
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Adanya bahan iritan juga dapat menyebabkan terjadinya proliferasi epitel. Bahan
iritan dapat meningkatkan terjadinya pengelupasan sel epitel permukaan. Selain
itu, pada kondisi iritasi, epitel yang lebih tahan terhadap iritasi adalah epitel pipih,
sehingga epitel silindris diganti menjadi epitel pipih (Lestari 2009). Gambaran
histopatologi epitel permukaan uterus dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Gambaran epitel permukaan uterus dengan pewarnaan HE (A) kontrol; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu.
C
B A
D
37
Berdasarkan data yang telah dianalisis secara statistik menunjukkan rata-
rata epitel permukaan uterus yang mengalami re-epitelisasi antara kelompok
perlakuan memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05) apabila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Re-epitelisasi tertinggi dapat dilihat terjadi pada kelompok
kombinasi habbatussauda dengan madu. Adanya kandungan antioksidan baik
dalam jintan hitam maupun madu mampu mempengaruhi homeostasis uterus
dengan meningkatkan re-epitelisasi. Regenerasi lapisan epitel merupakan
serangkaian peristiwa yang terkoordinasi dan terstruktur. Peristiwa ini diperantarai
oleh berbagai zat kimia yang disebut faktor pertumbuhan dan dapat bertindak dari
jarak jauh seperti hormon (Spector dan Spector 1993). Menurut Nergiz dan Ötles
(1993) minyak jintan hitam mengandung senyawa aktif dalam kadar tinggi
diantaranya karoten, β-karoten, tokoferol, asam lemak, dan sterol yang dapat
mempengaruhi aktivitas sel uterus.
Senyawa tersebut diabsorbsi mulai di lambung, usus halus, dan usus besar.
Namun, absorbsi utama terjadi di usus halus karena permukaannya yang luas dan
lapisan dinding mukosanya lebih permeable. Setelah masuk ke dalam sirkulasi,
senyawa tersebut didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Distribusi tergantung
pada rata-rata aliran darah pada organ target dan massa dari organ target
(Setiawati et al. 2003). Senyawa-senyawa tersebut mempengaruhi kompleks
estrogen dan reseptor alfa (REα) untuk selanjutnya berdifusi ke dalam inti sel dan
melekat pada DNA. Ikatan kompleks estrogen-reseptor dengan DNA menginduksi
sintesis dan ekspresi mRNA untuk mensintesis protein sehingga meningkatkan
aktivitas sel target yang digambarkan dengan terjadinya proliferasi sel (Ganong
2003).
Menurut Maslachah et al. (2004) senyawa antioksidan yang mampu
menangkal radikal bebas dan biasa untuk dikonsumsi adalah α-tokoferol dan β-
karoten. Kedua senyawa tersebut terkandung dalam jintan hitam. Antioksidan
adalah senyawa yang memiliki struktur molekul yang dapat memberikan
elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat
memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan banyak ditemukan dalam
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Yuliarti 2008).
38
Selain itu, senyawa antioksidan lain yang terkandung dalam jintan hitam
yaitu timokuinon dan carvacrol. Carvacrol merupakan senyawa penenang saraf
yang berfungsi membuat jaringan otot menjadi rileks. Menurut Sayyid (2008)
jintan hitam dapat membantu menambah kekuatan tubuh dengan cara
meningkatkan kemampuan dan konsentrasi protein yang dibutuhkan manusia.
Selain antioksidan yang terkandung dalam jintan hitam, madu juga mengandung
banyak senyawa yang berguna sebagai senyawa antioksidan, salah satunya adalah
asam L-askorbat. Asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair yang paling
efektif dalam plasma darah manusia yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis
penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang
disebabkan oleh stress oksidatif (Kesic et al. 2009).
Lapisan endometrium uterus merupakan lapisan yang dipengaruhi
perubahan hormon reproduksi. Lapisan ini mengalami perubahan yang bervariasi
sepanjang siklus birahi (estrus) karena adanya fluktuasi hormon estrogen dan
progesteron yang secara luas berpengaruh pada perubahan endometrium (Dellman
dan Brown 1988). Fase folikular ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan
endometrium. Pada fase ini aktivitas mitotik sel-sel di dalam lamina propia dan
dari sisa kelenjar uterus pada stratum basale ditingkatkan. Pertumbuhan
endometrium selama fase folikular bersamaan dengan pertumbuhan folikel
ovarium dan peningkatan sekresi estrogen (Eroschenko dan Victor 2003).
Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap
jumlah kelenjar uterus dalam 1,2 mm2
atau lima lapang pandang pengamatan
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Rata-rata jumlah kelenjar uterus mencit akibat pemberian jintan hitam
dalam 1,2 mm2
Perlakuan Kelenjar uterus
Kontrol negatif 9,40±5,15a
HS Preventif 11,62±6,46a
HS Kuratif 12,75±4,18a
HS Madu 13,13±7,10a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
39
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p>0,05) antara kelompok perlakuan apabila dibandingkan
dengan kelompok kontrol, namun dapat dilihat bahwa jumlah kelenjar uterus
terbanyak terdapat pada kelompok kombinasi antara habbatussauda dengan madu,
disusul dengan kelompok kuratif dan preventif. Kelenjar yang terdapat dalam
uterus adalah kelenjar eksokrin, yaitu kumpulan sel-sel atau kelenjar yang
memiliki ujung kelenjar dengan kemampuan menghasilkan sekreta yang
mengandung enzim. Kelenjar uterus menghasilkan beberapa produk diantaranya
mukus, lipid, dan glikogen. Produk sekresi dari kelenjar uterus dan plasma darah
merupakan campuran cairan yang mengisi lumen uterus (Hafez 2000). Pada fase
folikular kelenjar uterus mengalami proliferasi, memanjang, dan mulai
berhimpitan, sedangkan pada fase luteal kelenjar uterus mengalami hipertrofi,
menjadi berkelok, dan lumennya mulai terisi produk sekresi yang kaya nutrien
khususnya glikogen (Eroschenko dan Victor 2003). Sekreta dari kelenjar uterus
pada mencit yang lebih banyak setelah diberi perlakuan memiliki dua fungsi
penting yaitu menyediakan lingkungan yang baik untuk kapasitasi sperma dan
memberikan nutrisi untuk preimplantasi blastokist (Dellmann dan Brown 1988).
4.4 Jumlah Sel Goblet
Selain menghitung jumlah kelenjar uterus dalam 1,2 mm2, jumlah sel
Goblet yang terdapat pada epitel permukaan uterus juga dihitung dengan
menggunakan faktor konversi sebesar 1 mm. Sel Goblet yang diamati pada
penelitian kali ini dilakukan dengan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS).
Menurut Hammersen dan Sobotta (1985) pewarnaan PAS secara selektif
mewarnai glikogen, glikoprotein serta beberapa glukosa minoglikan dalam warna
keunguan (terlihat jelas di dalam sel acinus yang mensekresi mukus). Pengaruh
pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap jumlah sel Goblet dapat dilihat
pada Tabel 12.
40
Tabel 12 Rata-rata jumlah sel Goblet/mm
Perlakuan Sel Goblet
Kontrol negatif 0,00±0,00a
HS Preventif 0,00±0,00a
HS Kuratif 0,00±0,00a
HS Madu 0,02±0,15a
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.
Sel Goblet pada hasil penelitian kali ini hanya terlihat pada kelompok
perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu. Sel goblet (sel cangkir) yang
dapat diamati pada Gambar 14 adalah sel yang mengeluarkan mukus (lendir) dan
terletak pada dinding kelenjar beserta salurannya yang dilapisi sel silinder. Sel ini
bekerja sebagai kelenjar yang mengeluarkan lendir dan terdapat dalam jumlah
besar menutupi permukaan (Dellman dan Brown 1988). Meningkatnya jumlah sel
Goblet pada kelompok perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu
menunjukkan sedikit peningkatan produksi mukus. Mukus pada uterus berperan
sebagai barrier penghalang atau perlindungan dari masuknya agen penyakit.
Gambar 14 Mukosa uterus dengan pewarnaan PAS, tanda panah menunjukkan sel Goblet.
Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan
elektronnya. Proses metabolisme sehari-hari yang merupakan proses biokimiawi
akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang bersifat sementara karena
dengan cepat akan diubah menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi tubuh.
41
Namun, bila terjadi reaksi yang berlebihan di dalam tubuh maka akan terjadi
perampasan elektron oksigen sehingga menjadi tidak berpasangan dan atom
oksigen akan menjadi radikal bebas yang berusaha mengambil elektron dari
senyawa lain sehingga terjadilah reaksi berantai. Radikal bebas dapat masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat seperti
banyaknya polusi udara akibat asap kendaraan bermotor maupun lingkungan yang
penuh dengan asap rokok. Selain itu, makanan berlemak juga akan memacu
terbentuknya radikal bebas (Yuliarti 2008). Salah satu cara untuk menangkal
radikal bebas ini dapat dilakukan dengan memberikan senyawa antioksidan.
Adanya perbedaan yang nyata maupun tidak nyata pada paramater yang
diamati dari masing-masing kelompok perlakuan pada penelitian kali ini diduga
terjadi akibat penggunaan dosis yang berbeda. Besarnya efek tergantung pada
konsentrasi zat dan dengan demikian juga tergantung pada dosis (Ariens et al.
1985). Menurut Duryatmo (2003) beberapa tanaman mempunyai ambang batas
dosis yang memberikan khasiat. Maksudnya, dengan mengonsumsi dosis tertentu,
memang tanaman obat tersebut mampu mengatasi keluhan. Namun, bukan berarti
jika dosis ditambah, secara otomatis juga berdampak positif. Beberapa penelitian
justru menunjukkan khasiat sebaliknya. Perlu diingat, batas antara obat dan racun
sangat tipis. Tanaman obat dapat menjadi racun yang justru menurunkan
kesehatan tubuh orang yang mengonsumsinya, sehingga ketepatan dosis sangat
penting.
Pada penelitiaan ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata dari
penggunaan dosis 0,1 dan 0,2 ml/ekor ekstrak minyak jintan hitam terhadap luas
ovarium, luas folikel tersier, jumlah kelenjar uterus, dan jumlah sel Goblet.
Namun penggunaan dosis 0,1 ml/ekor lebih efektif untuk meningkatkan jumlah
folikel-folikel ovarium dan korpus luteum. Jika dibandingkan dengan dosis-dosis
di atas, dosis 0,3 ml/ekor kombinasi jintan hitam dengan madu memberikan efek
yang lebih baik terhadap luas ovarium, luas folikel tersier, dan regenerasi epitel
permukaan uterus yang diamati dalam penelitian ini.