bab 4 data dan analisis 4.1. data studi literatur
TRANSCRIPT
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 54
BAB 4
DATA DAN ANALISIS
4.1. Data Studi Literatur
4.1.1. Tinjauan Teori Olahraga
Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan
kebugaran jasmani. Dalam olahraga tidak hanya melibatkan system
muskuloskeletal semata,namun juga mengikutsertakan sistemlain seperti
sistem kardiovaskular, sistemrespirasi, sistem ekskresi, sistem saraf dan
masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara
kesehatan dan menyembuhan tubuh yang tidak sehat [9].
Olahraga merupakan kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud
untukmemelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan ini
dalamperkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang
menghibur,menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan prestasi [10].
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot
skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Setiap orang melakukan
aktivitas fisikantara individu satu dengan yang lain tergantung gaya hidup
perorangan danfaktor lainnya. Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama
bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Latihan fisik yang terencana,
terstruktur, dilakukan berulang-ulang termasuk olahraga fisik merupakan
bagian dari aktivitas fisik. Olahraga fisik dapat mencegah resiko terjadinya
penyakit tidak menular seperti penyakit pembuluh darah, diabetes, kanker
dan lainnya [11].
Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha
yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi
jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota
masyarakat berupa permainan, pertandingan, dan prestasi puncak dalam
pembentukan manusia yang memiliki ideologi yang seutuhnya dan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 55
berkualitas berdasarkan dasar negara atau Pancasila [12]. Komponen-
komponen dalam kebugaran jasmani terbagi atas dua bagian yaitu [9] :
1. Kebugaran berhubungan dengan kesehatan:
a. Daya tahan jantung dan paru-paru yaitu komponen yang
menggambarkankemampuan dan kesanggupan melakukan kerja
dalam mengambil dan menyuplaioksigen yang dibutuhkan.
b. Kekuatan otot, yaitu kekuatan yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hariterutama tungkai yang harus menahan berat badan.
Semakin tua seseorang makaakan semakin berkurang pula kekuatan
otot-ototnyaapabila tidak terlatih secarateratur.
c. Daya tahan otot, yakni kemampuan dan kesanggupan otot
melakukan kerjasecara berulang-ulang tanpa mengalami kelelahan.
d. Fleksibilitas otot, yaitu kemampuan gerak maksimal suatu
persendian. Hal inimengurangi terjadinya resiko cedera.
e. Komposisi tubuh, yaitu berhubungan dengan pendistribusian otot
dan lemak keseluruh tubuh. Kelebihan lemak akan beresiko
kegemukan dan menderita berbagaipenyakit.
2. Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan motorik:
a. Keseimbangan (balance), berhubungan dengan sikap
mempertahankankeseimbangan ketika diam atau bergerak.
b. Daya ledak (eksplosife power), berhubungan dengan laju ketika
seseorangmelakukan kegiatan. Daya ledak merupakan hasil dari
kekuatan dikalikan dengan kecepatan.
c. Kecepatan (speed), kemampuan seseorang untuk mengerjakan
gerakan yangberkesinambungan dalam bentuk yang sama dengan
waktu yang sesingkat-singkatnya.
d. Kelincahan (agility), berhubungan dengan kemampuan cara
mengubah posisidengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 56
4.1.2. Fungsi Olahraga
Fungsi khusus dari kebugaran jasmani terbagi menjadi tiga golongan
sebagaiberikut [13]:
1. Golongan pertama yang berdasarkanpekerjaan. Misalnya, kebugaran
jasmanibagi olahragawan untuk meningkatkan prestasi, kebugaran
jasmani bagi karyawan10untuk meningkatkan produktivitas kerja, dan
kebugaran jasmani bagi pelajaruntuk mempertinggi kemampuan
belajar.
2. Golongan kedua berdasarkan keadaan.Misalnya,kebugaran jasmani
bagiorang-orang cacat untuk rehabilitasi, dan kebugaran jasmani bagi
ibu hamil untukmempersiapkan diri menghadapi kelahiran.
3. Golongan ketiga berdasarkan umur. Bagi anak-anak untuk
merangsangpertumbuhan dan perkembangan, dan kebugaran jasmani
bagi orang tua untukmeningkatkan daya tahan tubuh
4.1.3. Olahraga Disabilitas
a. Pengertian Disabilitas
Penyandang diartikan dengan orang yang menyandang (menderita)
sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang
berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities)
yang berarti cacat atau ketidakmampuan [14]
Penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik,
mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui
hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif
berdasarkan kesamaan hak [15]
b. Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas.
Ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 57
masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan
berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas [16]:
1. Disabilitas Mental.
Kelainan mental ini terdiri dari [17]:
a. Mental Tinggi.
Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain
memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki
kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah.
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ
(Intelligence Quotient)di bawah rata-ratadapat dibagi menjadi 2
kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes)yaitu anak yang
memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak
yang memiliki IQ (Intelligence Quotient)di bawah dikenal dengan
anak berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik.
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar
(achievment)yang diperoleh
Tuna grahita merupakan gangguan yang mengacu pada fungsi
intelektual, secara umum berada di bawah rata-rata normal. Bersamaan itu
pula, tuna grahita mengalami kekurangan di dalam tingkah laku dan
penyesuaian. Semua itu berlangsung atau terjadi pada masa
perkembangannya. Adapun klasifikasi pada tunagrahita yang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1. Klasifikasi Tunagrahita
Tingkat Keturunan Skor Tes Integensi
Tunagrahita Ringan IQ 50-55 sd. 70-75
Tunagrahita Moderat IQ 35-40 sd. 59-55
Tunagrahita Severe (payah) IQ 20-25 sd. 35-40
Tunagrahita Berat IQ dibawah 20-25
Sumber : (Hendrayana, 2007)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 58
Olahraga untuk tuna grahita cenderung pada olahraga yang bersifat
rehabilitasi. Ketentuan kecacatan yang bisa mengikuti kegiatan olahraga
dalam kelas ini adalah mereka yang mempunyai tingkat kecerdasan
maksimal 70. Dan dalam pertandingan semua peserta akan mendapatkan
medali baik yang kalah maupun menang.
2. Disabilitas Fisik
Kelainan ini terdiri dari :
a. Tuna daksa
Tuna daksa diartikan sebagai seorang yang fisik dan
kesehatannya mengalami masalah sehingga menghasilkan kelainan
dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan untuk
meningkatkan fungsinya diperlukan program dan pelayanan
khusus. Dalam pengertian lain, tuna daksa merupakan kelainan
pada gangguan motorik sensorik dan mobilitas pada tubuh dan atau
anggota tubuh. Tuna daksa sendiri sendiri dibagi menjadi empat
kategori yaitu:
1) Amputi
Kecacatan yang disebabkan karena salah satu anggota gerak
badannya mengalami kerusakan permanen sehingga harus
mengalami amputasi agar tidak menginfeksi bagian tubuh yang
sehat. pengelompokan jenis cacat amputasi kedalam beberapa
kelas seperti yang dikutip Poretta [18] :
a) A 1 – Double diatas lutut.
b) A 2 – Tunggal di atas lutut.
c) A 3 – Double dibawah lutut.
d) A 4 – Tunggal dibawah lutut.
e) A 5 – Double diatas siku.
f) A 6 – Tunggal di atas siku.
g) A 7 – Double dibawah siku.
h) A 8 – Tunggal dibawah siku.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 59
i) A 9 – Kombinasi bagian bawah dan atas tubuh.
2) Les Autres
Kata “Les Atres” di ambil dari bahasa Prancis, yang atinya
“lainnya”. Kategori ini mencakup atlet yang mengalami cacat
mobilitas atau kehilangan fungsi fisik lainnya yang tidak
tergolong pada salah satu dari kelima kategori lainnnya.
Contohnya hambatan pertumbuhan, sklerosis berganda atau
cacat sejak lahir pada anggota badan. Klasifikasi terbagi menjadi
beberapa katogori antara lain :
a) L1 (1) Terus memakai kursi roda. (2) Kekakuan pada satu
ada kedua tangan. (3) Keseimbngan untuk duduk hampir
tidak ada. (4) Kekuatan otot berkurang.
b) L2 (1) Terus memakai kursi roda. (2) Fungsi tangan
berkurang sampai normal. (3) Keseimbngan duduk sedikit
sampai cukup.
c) L3 (1) Terus memakai kursi roda. (2) Funsi tangan normal.
(3) Keseimbangan duduk normal.
d) L4 (1) Dapat berjalan dengan alat bantu. (2) Fungsi kaki
berkurang pada satu atau dua kakinya.
e) L5 (1) Dapat berjalan dengan alat bantu. (2) Tangan untuk
melempar normal. (3) Fungsi kaki berkurang.
f) L6 (1) Funngsi kaki berkurang. (2) Ada cacat lain pada
tangan atau tubuh yang sifatnya ringan.
Adapun cacat lain yang perlu diperiksa untuk memenuhi syarat
cacat minimum [19] :
a) Kekakuan otot kaki berkurang 10 poin keatas.
b) Kekakuan otot tangan berkurang 10 poin keatas.
c) Mobilitas persendian (kaku atau berkurang).
d) Kaki pendek sebelah kurang lebih 7 cm.
e) Kecacatan pada tubuh dan punggung (kaku).
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 60
f) Dismelia atau kondisi lain. Salah satu bentuk kaki atau tangan
memendek kurang lebih 7 cm. Dismelia kecil harus ada
kecacatan lain
3) Paraplegia
Paraplegia adalah cidera pada saraf tulang belakang yang
disebabkan karena kecelakan yang merusak sensorik dan fungsi
motorik dibagian tubuh bagian bawah atau anggota gerak tubuh
bagian bawah. Paraplegia ini terutama disebabkan karena jatuh
dari ketinggian, kecelakaan parah, penyakit bawaan. Klasifikasi
cacat Paraplegia sebagai berikut [19] :
a) IA (1) Lesi cervikal bagian bawah. (2) Tulang belikat tidak
berfungsi terhadap lesistansi.
b) IB (1) Lesi cervikal bagian bawah. (2) Tulang belikat
berfungsi baik atau normal. (3) Fleksor dan ekstensor dengan
tingkatan otot 0 –3.
c) IC (1) Lesi cervikal bagian bawah. (2) Fleksor dan ekstensor
jari kuat. (3) Tidak mempunyai otot-otot antara jari atau
susunan otot lumbical yang perut mempunyai nilai
fungsional.
d) II (1) Tidak mempunyai keseimbangan yang baik ketika
duduk. (2) Otot perut tidak berfungsi.
e) III (1) Ketika duduk seimbang. (2) Otot perut bagian atas
baik, meskipun bagian bawah tidak berfungsi. (3) Ekstensor
trungkus bagian bawah tidak berfungsi.
f) IV (1) Ketika duduk seimbang. (2) Perut dan ekstensor spina
(tulang belakang baik). (3) Sedikit fleksor dan eductor
pinggul (4) Nilai 1 – 20 traumatis. (5) Nilai 1 – 15 polio.
g) V (1) Dapat duduk seimbang. (2) Nilai 41 – 60 traumatis. (3)
Nilai 36 – 50 polio
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 61
4) Cerebral Palsy
“Cerebral Palsy adalah suatu gejala yang komplek, yang terdiri
dari berbagai jenis dan derajat kelainan gerak”. kekacauan ini
merupakan gejala awal dan sifatnya permanen serta kondisi
tubuh cenderung tidak meningkat. Kelainan gerak ini biasanya
disertai dengan kelaian kepekaan, berfikir dan komunikasi serta
perilaku [18].
Terdapat tiga Tipe Cerebla Palsy yang dapat dilihat dari ciri
khas bergerak [18] :
a. Spastisity CP, adalah kekakuan atau kekejangan otot. Otot
menjadi kaku karena pesan yang disampaikan oleh bagian
otak yang rusak kepada otot tidak benar. Tipe CP ini adalah
yang paling umum, 70%-80% CP adalah dari jenis ini. Pada
orang normal, ketika bergerak sebagian otot mengeras, dan
sebagian otot lainnya rileks. Hal ini berbeda dengan yang
memiliki kelainan CP, ketika membuat suatu gerakan semua
otot pendukung menjadi tegang sehingga sulit untuk
membuat gerakan yang baik.
b. Diskinetic CP, 10% - 20% CP adalah dari jenis ini. Terdapat
dua bentuk dari jenis CP ini, yaitu :
- Athetosis adalah ditandai dengan adanya gerakan yang
tidak terkontrol/terkendali (lambat atau cepat).
- Dyistonia adalah ditandai dengan adanya kontraksi otot
yang timbul-tenggelam sehingga terjadi kesalahan gerak
yang berulang-ulang.
c. Ataxic CP adalah yang paling sedikit dari tipe kelaian CP.
Jenis ini ditandai oleh labilnya gerak tubuh. Sehingga
mempengaruhi keseimbangan tubuh dan koordinasi gerak.
Sedangkan penggolongan CP (Cerebral Palsy) terbagi
menjadi beberapa kategori, antara lain [19] :
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 62
- Klas C1 (1) Kekejangan (Athetosis) yang parah pada
kedua tangan dan kedua kaki. (2) Kekuatan fungsional
pada kedua lengan dan tubuh tidak sempurna. (3) Terus
memakai kursi roda listrik atau didorong orang lain. (4)
Tidak bisa mengayuh sendiri kursi rodanya.
- Klas C2 (1) Kekejangan sedang sampai berat pada kedua
kaki dan kedua tangan. (2) Kekuatan fungsional pada
kedua tangan dan tubuh tidak sempurna. (3) Terus
memakai kursi roda listrik atau didorong orang lain, dapat
berdiri dengan bantuan atau dapat berdiri dengan cara
yang sukar sekali. (4) Tidak dapat mengayuh sendiri kursi
rodanya.
- Klas C3 (1) Kekejangan sedang sampai berat pada 1
tangan dan 1 kaki, 2 tangan dan 1 kaki, 2 tangan dan 2
kaki. (2) Kekuatan tangan dan tubuh cukup. (3) Terus
memakai kursi roda, tetapi dengan bantuan peralatan dia
dapat berjalan dengan jarak sangat dekat.
- Klas C4 (1) Diplegia sedang sampai berat. (2) Kekuatan
fungsional tangan dan tubuh baik. (3) Terus memakai
kursi roda. (4) Dengan bantuan dapat berjalan dengan
jarak yang dekat.
- Klas C5 (1) Kedua kaki kejang sedang, hingga jalannya
sulit. (2) Diplegia namun mempunyai kekuatan funsional
yang baik pada kedua lengan. (3) Dapat berjalan tanpa alat
bantu, namun untu kegiatan seharihari menggunakan kursi
roda.
- Klas C6 (1) Kekejangan pada kedua tangan. (2) Berjalan
sendiri untu kegiatan sehari-hari. (3) Mempunyai problem
kontrol pada tangan dan kaki.
- Klas C7 (1) Kekejagan ringan sampai sedang pada separuh
tubuh atau 3 anggota badan (tangan dan kaki). (2) Berjalan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 63
sendiri untuk kegiatan. (3) Kemampuan fungsionalnya
baik pada sisi badan yang tak terkena kekejangan.
- Klas C8 (1) Hemiplegia,monoplegia,quadriplegia, ringan.
(2) Mampu berlari dan meloncat dengan bebas. (3) Tidak
mempunyai fungsi tubuh sempurna karena kurangnya
koordinasi .
b. Tuna Netra
Tunanetra adalah mereka yang mempunyai keterbatasan pada fungsi
matanya sehingga dapat menghambat segala aktivitasnya, sejalan
dengan pendapat [18]
“Tunanetra adalah mereka yang penglihatannya menghambat untuk
memfungsikan dirinya dalam pendidikan, tanpa menggunakan
material khusus, latihan khusus atau bantuan lainnya secara khusus.
Pada umumnya tunanetra dapat melihat cahaya, dan barangkali hanya
1 dari 4 tunanetra yang betul-betul buta total. Tunanetra yang buta
total sebagian terjadi sejak lahir atau buta bawaan lahir.
Klasifikasi pertandingan untuk tunanetra adalah sebagai berikut [18] :
a. B1, yaitu yang dari Total Blind yang tidak mampu mengenali cahaya
yang kuat yang diarahkan lurus kemata. Sampai dengan Light
Perseption yaitu yang mampu merasakan cahaya yang kuat dari jarak
3 kaki tetapi tidak mampu mendeteksi tangan yang digerakan dari
jarak yang sama.
b. B2, yaitu tunanetra yang mampu mengenali obyek atau kontur sampai
dengan ketajaman 2/60 atau dibatasi pandangan sejauh 5 derajat.
c. B3, yaitu tunanetra dengan kemampuan melihat dengan ketajaman
2/60 ke 6/60 (20/200) atau pandangan seluas 5 sampai dengan 20
derajat.
c. Tuna Rungu-Wicara
Tunarungu-wicara adalah mereka yang mempunyai kekurangan dalam
hal pendengaran dan bicara sehingga bila berkomunikasi harus
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 64
memakai tanda-tanda isyarat. Dalam pertandingan olahraga para
penderita tunarungu-wicara berada dalam satu kelas tersendiri, hal ini
untuk menjaga keadilan sebuah kompetisi atau perlombaan. Untuk
ajang pertandingan pada olahraga cacat/disabilitas sendiri yang tertera
pada situs NPC terdapat sebagai berikut :
a. Tingkat Dunia disebut Paralympic Games.
b. Tingkat Asia disebut ASIAN Paralympic Games.
c. Tingkat Asia Tenggara disebut ASEAN Paralympic Games.
d. Tingkat Nasional disebut PEPARNAS.
e. Tingkat Provinsi disebut PORCAPROV.
f. Tingkat Kabupaten/Kota disebut PORCAKAB atau PORCAKOT.
4.1.4. Perloambaan Atletik Disabilitas
Perlombaan atletik untuk penyandang cacat mempunyai ketentuan sebagai
berikut bedasarkan [19] :
Tabel 4.2. Klasifikasi Pertandingan
No. Jenis Kecacatan Tingkat Kecacatan
1. Amputi Klas A1 sampai dengan A9
2. Les Autres L1 dan L6
3. Paraplegia I-VI
4. Cerebral Palsy C1-C8
5. Cacat Netra B-B3
6. Cacat Rungu Semua tingkatan
7. Cacat Mental Retardasi Semua tingkatan
1. Klasifikasi dalam pertandingan (pengertian istilah) :
a) T : Track.
b) F : Field.
c) L : Les Autres.
2. Pertandingan :
a. Track (lintasan) : 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1.500 m, 3.00 m,
5.000 m, dan 10.000 m.
b. Field (lapangan) : tolak peluru, lempar lembing, lempar cakram,
lompat tinggi, lompat jauh, dan lompat jangkit.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 65
3. Pertandingan :
c. Track (lintasan) : 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1.500 m, 3.00 m,
5.000 m, dan 10.000 m.
d. Field (lapangan) : tolak peluru, lempar lembing, lempar cakram,
lompat tinggi, lompat jauh, dan lompat jangkit.
Tabel 4.3. Klasifikasi Perlombaan Atletik
No. Perlombaan Jenis Kecacatan
1. T + F 11 Untuk cacat netra B1
2. T + F 12 Untuk cacat netra B2
3. T + F 13 Untuk cacat netra B3
4. T + F 30 Untuk CP berkursi roda (C2)
5. T + F 31 Untuk CP berkursi roda (C2)
6. T + F 32 Untuk CP berkursi roda (C3)
7. T + F 33 Untuk CP berkursi roda (C4)
8. T + F 34 Untuk CP yang dapat berjalan (C5)
9. T + F 35 Untuk CP yang dapat berjalan (C6)
10. T + F 36 Untuk CP yang dapat berjalan (C7)
11. T + F 37 Untuk CP yang dapat berjalan (C8)
12. T + F 42 Untuk amputi dan les autres (A2 + A9 + L5)
13. T + F 43 Untuk amputi dan les autres (A3 + A9 + L5)
14. T + F 44 Untuk amputi dan les autres (A4 + A9 + L5)
15. T + F 45 Untuk amputi (A5 dan A7)
16. T + F 46 Untuk amputi dan les autres (A6 + A8 + L6)
17. T + F 50 Untuk paraplegia (IA)
18. T + F 51 Untuk paraplegia (IB dan IC)
19. T + F 52 Untuk paraplegia (II)
20. T + F 53 Untuk paraplegia (III, IV, V, dan VI)
21. T + F 54 Untuk cacat rungu-wicara I Klas
22. T + F 55 Untuk cacat netra retardasi I Klas
4. Pertandingan :
e. Track (lintasan) : 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1.500 m, 3.00 m,
5.000 m, dan 10.000 m.
f. Field (lapangan) : tolak peluru, lempar lembing, lempar cakram,
lompat tinggi, lompat jauh, dan lompat jangkit.
5. Peraturan permainan : Menggunakan peraturan seksi atletik IPC
(International Paralympic Committee) dan PASI (Persatuan Atletik
Seluruh Indonesia) yang disesuaikan dengan kecacatan atlet.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 66
6. Peraturan khusus :
a. Dalam nomor lempar dan lompatatlet dapat memakai
ancangancang/awalan atau tidak.
b. Pada Klas yang menggunakan kursi roda bila perlu memakai tali
pengikat badan atau kaki, tidak menggunakan tali yang elastis.
c. Pada event Track (lintasan) atlet Klas A2 dan A4 harus memakai
prothesisnya. Dilarang melompat-lompat. Pada event selain Track
(lintasan) mereka boleh memakai prothesisnya atau tidak.
4.2. Tinjauan Teori Asrama
4.2.1. Pengertian Asrama
Asrama dikenal juga dengan istilah Dorminotory yang berasal dari
bahasa latin yaitu Dormotorius yang berarti a sleeping place yang berarti
bahwa dorminotory merupakan keseluruhan bangunan yang berhubungan
dengan bangunan pendidikan yang terbagi atas kamar tidur, meja belajar bagi
penghuninya [20].
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Asrama berarti tempat
pemondokan [21].
Asrama adalah struktur yang memiliki dinding atap dan berdiri kurang
lebih secara permanen di satu tempat; "Ada bangunan tiga lantai di sudut";
“Itu adalah bangunan yang mengesankan” dan perumahan yang tersedia bagi
orang untuk tinggal: “dia menemukan tempat tinggal untuk keluarganya”;
“Saya mengunjungi tempat Sarjananya [22]
Asrama adalah bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang yang
bersifat homogeny [23]
Asrama adalah ruang tempat tinggal yang menyediakan kamar atau suite
yang terpisah untuk individu atau kelompok dua, tiga atau keempat dengan
fasilitas toilet dan kamar mandi umum teteapi biasanya tanpa fasilitas
pemelihataan rumah, disebut juga asrama.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 67
Perumahan untuk mahasiswa merupakankesempatan yang baik untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualitaspendidikan di Institusi
Akademik. Hasrat untuk menyediakan ruang bagimahasiswa yang mewadahi
kegiatan komputerisasi yang aktif, nyaman, danadanya kesempatan
bersosialisasi merupakan prioritas dari rencana Universitasdan Perguruan
Tinggi [24]
Asrama mahasiswa merupakan bangunan sederhana yang dibangun dan
dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan, dan atau pemerintah
daerah yang diperuntukkan untuk tempat tinggal pelajar atau mahasiswa.
Asrama didefinisikan sebagai suatu tempat tinggal bersama dengan luasan
yang cukup, yang berhubungan dengan sebuah lembaga pendidikan atau bagi
mahasiswa yang berasal dari luar daerah [25]
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa, Asrama adalah suatu
tempat tinggal dalam jangka waktu yang relative tetap bersama dengan guru
sebagai pengasuhnya yang memberikan bantuan kepada para siswa dalam
proses pengembangan pribadinya melalui proses penghayatan dan
pengembangan nilai budaya.
4.2.2. Fungsi dan Tujuan Asrama
Berikut merupakan fungsi asrama [26]:
a. Sebagai sarana untuk tempat tinggal bagi pelajar selama menempuh
studinya
b. Sebagai sarana interaksi sosial serta dapat mempererat hubungan sosial
antar sesama.
c. Sebagai sarana membentuk pribadi pelajar sehingga dapat mandiri, disiplin
dan bertanggung jawab.
d. Sebagai sarana penunjang kegiatan belajar yang efektif dengan lingkungan
yang kondusif.
Berikut merupakan tujuan asrama :
a. Membantu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam menemukan tempat
tinggal, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari kota dan propinsi lain.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 68
b. Memberi kontribusi positif dalam mengisi kegiatan bagi mahasiswa yang
diselenggarakan oleh perserikatan asrama, kerohanian maupun kegiatan
yang menunjang dengan pendidikan lainnya.
c. Menciptakan lingkungan belajar yang baik dengan fasilitas penunjang
seperti perpustakaan, pusat bimbingan dan ruang belajar sehingga
meningkatkan perstasi mahasiswa.
4.2.3. Karakteristik Asrama
Berikut merupakan penjelasan mengenai karakteristik asrama dari berbagai
Negara [26]
Di Amerika, asrama dikenal sebagai ruang tidur atau bangunan tempat
tinggal bagi sejumlah orang, umumnya mahasiswa. Selain untuk mahasiswa,
asrama juga ditempati oleh peserta suatu pesta olahraga ataupun tentara
militer. Kebanyakan universitas menyediakan kamar yang disewakan untuk
satu orang atau beberapa orang mahasiswa. Di Jepang, banyak perusahaan
besar menawarkan pegawai yang baru lulus disebuah kamar asrama, dimana
kamar asrama memiliki dapur. Biasanya para pegawai membayar murah
(khususnya pria) sehingga dapat menabung untuk membeli rumah ketika
menikah.
Di Inggris, asrama merupakan suatu ruang dengan banyak tempat tidur,
umumnya memiliki sedikit perabot kecuali tempat tidur. Bahkan ada kamar
yang memuat hingga 50 tempat tidur (biasanya asrama militer). Kamar
seperti ini tidak menyediakan privasi bagi penghuninya dan hanya memiliki
tempat penyimpanan yang minim untuk barang milik mereka didekat ranjang
mereka.
Ruangan asrama di universitas bervariasi dalam ukuran, bentuk, fasilitas,
dan jumlah kapasitasnya. Umumnya, kamar asrama menampung satu atau dua
mahasiswa tanpa kamar mandi dalam, memiliki fasilitas kamar mandi
bersama. Selain itu, juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin, dimana pria
dan wanita tinggal dalam kelompok yang berbeda.Biasanya, setiap kamar
asrama memiliki perabot, yaitu: tempat tidur, meja belajar, rak buku, dan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 69
lemari pakaian. Selain itu, fasilitas yang dimiliki asrama adalah: ruang
komunal, kamar mandi bersama, ruang makan / kantin,ruang cuci / laundry,
dan jaringan internet.
Kebanyakan asrama terpisah dari bangunan universitas dan letaknya lebih
dekat ke kampus, hal ini merupakan faktor dalam memilih tempat tinggal
yang dekat dengan ruang kelas, khususnya bagi mahasiswa tahun pertama
yang tidak diizinkan untuk memarkir kendaraan di dalam kampus.
4.2.4. Jenis-Jenis Asrama
1. Jenis asrama berdasarkan status kepemilikannya [27] :
a. Milik Perguruan Tinggi
Pengadaan oleh Perguruan Tinggi, namun pengelolaan dipegang oleh
badan di bawah administrasi perguruan tinggi.
b. Milik Pemerintah Daerah
Penyelenggaraan, pengadaan, pengawasan, dan pengelolaan dipegang
oleh Pemerintah Daerah asal mahasiswa.
c. Milik Yayasan
Asrama yang dibangun dan dikelola oleh suatu yayasan tertentu
dengan sasaran penghuni pelajar dari berbagai perguruan tinggi dan
pelajar yang berasal dari berbagai daerah.
d. Milik Swasta atau Perorangan
Penyelenggaraan, pengadaan, pengawasan, dan pengelolaan dipegang
oleh yayasan, dapat berupa musaha komersial ataupun yayasan sosial
yang mendapat subsidi dari pemerintah.
2. Jenis asrama berdasarkan macam penghuninya (menurut jenis kelamin)
[27] :
a. Women student housing
Tempat tinggal khusus mahasiswa putri yang banyak memilki fasilitas
untuk aktivitas di dalam.
b. Man student housing
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 70
Tempat tinggal khusus mahasiswa putri yang banyak memilki fasilitas
untuk aktivitas di luar.
c. Co – educatinal housing
Tempat tinggal untuk mahasiswa putra dan putri yang berada dalam
satu kompleks yang terpisah dalam 2 bangunan
3. Jenis asrama berdasarkan denahnya
Jenis asrama berdasarkan bentuk dan pola denahnya, yaitu [28]:
a. The Double-Loaded Corridor
Merupakan serangkaian kamar yang tersusun secara linier di kedua
sisi, memiliki satu koridor, dan saling berhadapan, serta biasanya
dengan fasilitas kamar mandi dan sirkulasi tangga di kedua ujungnya.
Gambar 4.1. Double Loaded Corridor
(Sumber : Joseph, 2001)
b. The Gallery Plan
Merupakan deretan kamar satu sisi dengan memiliki satu koridor,
dengan koridor berpola membuka atau menutup.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 71
Gambar 4.2. The Gallery Plan
(Sumber : Joseph, 2001)
c. Vertical Houses
Asrama yang memiliki serangkaian kamar yang terdiri dari 4,6,8 unit
atau lebih. Dengan bangunan yang memiliki satu atau dua tangga yang
melayani sebuah kamar atau sederet kamar disediakan agar
menciptakan kesan seperti tempat tinggal sendiri
Gambar 4.3. Vertical Houses
(Sumber : Joseph, 2001)
d. The Extended Core Plan
Denah tipikal dengan letak core sepanjang deretan unit kamar. Core ini
mewadahi ruang servis, toilet, janitor, dan lift. Deretan hunian kamar
ini mengelilingi empat sisi denah dengan core memanjang hampir
sepanjang deretan unit-unit hunian.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 72
Gambar 4.4. The Extended Core Plan
(Sumber : Joseph, 2001)
e. Point Tower Plan
Tipikal denah yang biasa diaplikasikan pada bangunan bertingkat
tinggi dengan transportasi vertikal berupa lift.
Gambar 4.5. The Extended Core Plan
(Sumber : Joseph, 2001)
4. Jenis Menurut Ukuran Pondok Asrama
Ukuran pondok siswa (Asrama) dibedakan menjadi 4, yaitu [27]:
Pondok kecil mampu menampung 30 50 tempat tidur
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 73
Pondok sedang menampung 40 100 tempat tidur
Pondok besar menampung 100 125 tempat tidur
Pondok sangat besar menampung 250. 600 tempat tidur terbesar
mampu menampung 120 180, paling banyak 400 tempat tidur. Jumlah
tempat tidur dihubungkan dengan jumlah tamu rata rata, sedang tempat
tidur didesain dalam ukuran besar agar dapat menampung lebih banyak
tamu.
5. Jenis Berdasarkan Ketinggian Bangunan
Berikut beberapa kategori bangunan hunian [30]:
Maisonette: Asrama dengan tinggi 1 –4 lantai.
Low rise: Asrama dengan tinggi 4 –6 lantai.
Medium Rise: Asrama dengan tinggi 6 –9 lantai.
High Rise: Asrama dengan tinggi 9 lantai.
6. Berdasarkan Sistem Pengelolaan
Asrama dibagi menjadi 3 jenis, yaitu [31]:
1. Self contained
Pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usahadimana penghuni di
dalamnya merupakan mahasiswa dari beberapaperguruan tinggi yang
berdiri sendiri dan terlepas dari peraturan sebuahperguruan tinggi.
Asrama ini lebih mementingkan segi sosial.
2. Komersial
Pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha dengantujuan
mendapatkan keuntungan sebesar besarnya dengan harga sewasesuai
dengan lokasi dan fasilitas yang disediakan.
3. Bersubsidi
Pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha, dimanademi
kelangsungan operasionalnya mendapatkan subsidi. Terdapat
duamacam asrama mahasiswa, yaitu bersubsidi sebagian dengan
anggaranpengelolaan dibebankan sebagian kepada penyewa dan
bersubsidiseluruhnya dengan anggaran pengelolaan ditanggung
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 74
sepenuhnya olehpemerintah, swasta, atau lembaga lainnya yang
bertujuan meringankanbeban mahasiswa.
4.2.5. Pilihan Konfigurasi Ruang
Berikut adalah pilihan konfigurasi raung tidur dalam asrama [28]:
a. Single Room
Single room menyediakan kontrol privasi bagi penghuninya.
Kriteria ruangan ini memiliki akses langsung dengan koridor dan
menyediakan kebebasan bagi penghuni untuk pulang dan pergi. Privasi
untuk tidur dapat terkendali dengan baik jika bahan pembatas antar ruang
memiliki akustik yang baik (kedap suara). Ruangan ini disusun agar
memungkinkan orang kedua dapat belajar secara efektif. Selain itu, pelajar
harus dapat bermain musik atau instrumen ringan dan menuruti aktivitas
rekreasi lain yang beralasan tanpa menimbulkan masalah
akustik/kebisingan bagi tetangganya.
Gambar 4.6. Gambar susunan diagramatik, single rooms minimum
(Sumber : Chiara,2001)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 75
Gambar 4.7. Gambar susunan diagramatik, single rooms optimum
(Sumber : Chiara,2001)
Gambar 4.8. Gambar susunan diagramatik, single rooms generous
(Sumber : Chiara,2001)
b. Split Double Rooms
Split double rooms mewadahi kontak sosial yang didapat dari dua
orang yang saling berbagi ruang bersama, tetapi di waktu yang sama dapat
menimbulkan dan menyelesaikan masalah sosial dan pembelajaran di
antara kedua pelajar. Ruangan ini terdiri dari dua ruang dengan bukaan
penghubung yaitu dihubungkan oleh pintu, terdapat privasi secara akustik.
Tanpa pintu, susunannya hanya menghasilkan privasi secara visual dan
perlindungan terhadap sumber cahaya. Ketentuan atau syarat dari dua
ruang membuat suatu kemungkinan untuk satu orang tidur sedangkan yang
lain belajar atau bercakap-cakap dengan teman-temannya. Satu susunan
akan terdiri dari dua ruang dalam single room. Lalu ruang mungkin
dipisahkan oleh aktivitas utama, dengan meja belajar, belajar, dan aktivitas
hunian di satu ruang dan tidur dan aktivitas berpakaian di ruang yang lain.
c. Double Rooms
Double rooms adalah ruang komunal dalam perguruan tinggi dan
intitusi tertentu. Dahulu hal tersebut merepresentasikan standar tradisi
ekonomis dan hunian pelajar. Dengan berkembangnya kualitas pendidikan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 76
dan hunian pada satu institusi, hal ini menjadi suatu hal yang tidak
diinginkan.
Gambar 4.9. Gambar susunan diagramatik, double rooms (bunked beds)
minimum
(Sumber : Chiara,2001)
Gambar 4.10. Gambar susunan diagramatik, double rooms (bunked beds)
optimum
(Sumber : Chiara,2001)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 77
Gambar 4.11. Gambar susunan diagramatik, double rooms (bunked beds)
generous
(Sumber : Chiara,2001)
Gambar 4.12. Gambar susunan diagramatik, double rooms (non-bunked beds)
minimum
(Sumber : Chiara,2001)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 78
Gambar 4.13. Gambar susunan diagramatik, double rooms (non-bunked beds)
optimum dan generous
(Sumber : Chiara,2001)
d. Triple Rooms
Triple rooms adalah tipe ruang eksisting di perguruan tinggi, tetapi
tidak direkomendasikan dalam penerapannya saat ini. Area ekstra yang
tersedia melalui ruang ini justru menciptakan berbagai manipulasi perabot.
Bagaimanapun, situasi tiga orang yang hidup dalam satu ruang tidak
menciptakan lingkungan akademik yang ideal.
Gambar 4.14. Contoh Kamar Triple
Sumber : (Ernst, 2002)
e. Four-student rooms
Tempat pelajar berbagi dalam satu ruang memiliki pemaksaan
yang sama dengan tiga orang berbagi dalam satu ruang. Terdapat
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 79
anggapan remeh bahwa ruang yang pada umumnya besar, biasanya cukup
untuk pembagian dengan lemari pakaian, partisi, dan elemen lain, tetapi
hal ini tidak menutup kemungkinan membatasi ruang personal dan privasi
yang menjadi beban pelajar. Banyaknya jumlah pelajar yang akan berbagi
ruang, tetapi lebih dari empat disyaratkan bahwa harus memisahkan ruang
yang bersebelahan menjadi tersedia untuk aktivitas yang mengundang
konflik. Berdasarkan poin tersebut, salah satu yang perlu menjadi
pertimbangan adalah perencanaan suite.
f. Suites
Suite adalah susunan yang terdiri dari empat atau lebih pelajar yang
berbagi semua ruang dalam single atau double rooms, dengan atau tanpa
kamar mandi, dan tentu saja dengan ruang komunal ekstra. Melalui cara
ini, kelompok pelajar bekerja dan hidup bersama dengan jelas memiliki
satu ruang di bawah kontrol mereka yang mungkin digunakan untuk tiga
aspek utama ruang hunian: tidur, belajar, dan beraktivitas sosial. Ruang
komunal dalam suite mengurang tekanan rasa dua pelajar yang mencoba
berbagi satu ruang. Ruang ini juga disediakan untuk aktivitas sosial
layaknya di ruang tamu bangunan perumahan. Pembagian jumlah ruang
secara adil berdasarkan jumlah pelajar membuat kemungkinan adanya pola
pemanfaatan ruang yang bervariasi dan menyediakan fleksibilitas
pertimbangan dalam menyusun ulang suatu ruang.
Pola tipikal ruang komunal juga digunakan seperti ruang belajar;
satu ruang digunakan hanya untuk tidur, dengan pemisahan ruang untuk
belajar dan tujuan sosial, dan empat single roomsdan dua double rooms
dengan ruang tamu komunal.
Suite yang tersusun dari single roomsmemiliki potensi privasi lebih
tinggi dibandingkan double rooms. Bagaimanapun, jika bermaksud
membagi ruang untuk setiap pelajar, penambahan area sirkulasi di atas
merupakan persyaratan normal untuk empat pelajar yang akan menjadi
kebutuhan. Ruang ini mungkin akan mengindikasi turunnya ruang
komunal public.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 80
Gambar 4.15. Gambar susunan ruang suites
(Sumber : Chiara,2001)
Cara lain untuk memperoleh cukup area pada suite yaitu dengan
menghubungkan beberapa ruang koridor dengan satu ruang komunal.
Idealnya, setiap ruang individu akan menjadi ruang yang kedap suara
karena terpisah dengan ruang komunal.
Suite dapat dipengaruhi oleh aktivitas sosial mereka. Kehidupan
sosial yang kuat dalam perkembangan pelajar termasuk aktivitas mereka
disekitar suite memungkinkan berkurangnya dorongan untuk berteman
diluar lingkup mereka. Pelajar juga terdapat memiliki hasrat kesempatan
bertemu pelajar lain sangat tinggi.
Berbagi dalam ruang tamu dapat menghasilkan dasar yang besar
untuk berteman dan menghilangkan stress. Nilai kelompok pelajar di
dalam suite dimana pola relasi yang ditawarkan dapat berkembang
(pertama melalui peruangan atau mungkin dengan dua atau empat
penambahan pelajar dan selanjutnya dengan jumlah yang lebih besar)
menciptakan keseimbangan terbentuknya cara pelengkap di luar. Karena
itu, pra-rancangan untuk penggunaan suite harus menyediakan alternatif
untuk pola kehidupan masa mendatang.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 81
Menjadi sangat penting dalam suite untuk mengorganisasi ruang
komunal yang privasinya terjaga antara ruang tidur dan kamar mandi.
Permasalahan yang terjadi ketika ruang komunal dalam suite terbuka
untuk aktivitas mahasiswi dan itu membutuhkan area penyeberangan
komunal ketika mereka di antara satu ruang dan kamar mandi.
g. Apartmen
Apartemen berbeda dari suite karena menyediakan dapur. Terdiri
dari single roomsatau double rooms yang dibangun mengelilingi ruang
komunal seperti suite, atau mungkin dengan jumlah pelajar dalam ruang
tidur dan ruang komunal lain untuk bersosialisasi, pertemuan, dan belajar.
Pelajar beranggapan mereka akan mendapatkan makanan dengan harga
murah jika mereka memasak dan belanja sendiri. Karena itu, apartemen
mensyaratkan kapasitas ruang untuk suplai makanan yang cukup untuk
jumlah penghuni yang hidup di apartemen.
Pelajar yang tinggal di apartemen atau di luar kampus sering
memiliki alternatif untuk makan di rumah. Pusat servis makanan akan
menyediakan hal tersebut dan melayani untuk banyak pelajar.
Apartemen memiliki ketertarikan dan perbandingan kebebasan dari
kontrol lingkungan, salah satunya penghargaan untuk aktivitas di luar
pendidikan. Hal ini bukan berarti universitas melupakan tanggung jawab
tetapi lebih ke pengakuan akan kualitas kemandirian pelajar.
Pelajar yang tinggal di apartemen memelihara terciptanya relasi
dengan berbagi ruang. Pola ini lebih ke angkatan atas dengan pelajar baru
dan sebaliknya. Pelajar berkemampuan dalam menyusun perkenalan
kampus dan saat ini memperhatikan dalam mengolah pertemanan.
Apartemen seperti suite, dapat berkelompok untuk mewadahi aktivitas
yang dikombinasi pemakaian ruangnya untuk rekreasi, belajar, dan sosial
sehingga ukuran pertemanan semakin mungkin meluas.
Sejak kunci perbedaan antara suite dengan apartemen terletak pada
dapur, ketentuan akan termasuk dalam lokasi stop kontak dapur. Ini
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 82
memungkinkan di masa mendatang untuk perubahan fungsi dan
mempertinggi tingkat fleksibilitas.
4.2.6. Aspek Perilaku dalam Asrama
Asrama merupakan tipe dari perumahan yang sifatnya tetap dan memiliki
karakter-karakter yang khas. Biasanya suatu asrama selalu berhubungan
dengan institusi pendidikan, khususnya pendidikan yang setingkat dengan
universitas. Pada mulanya asrama merupakan tempat tinggal bagi orang orang
yang tidak saling mengenal sehingga situasi demikian seringkali menjadi
kesulitan bagi penghuninya. Dalam perencanaan asrama, pemikiran khusus
seharusnya diberikan kepada masalah masalah yang berhubungan dengan
sosialisasi dan individu yang bercampur di dalamnya dengan kebiasaan yang
berbeda beda. Berikut ini aspek aspek perilaku di dalam asrama [32]:
A. Keselamatan Pribadi (Personal Safety), di dalam asrama tidak lepas dari
bahaya kriminal dan kekerasan, yang dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain: peraturan asrama yang kurang ketat dan kurangnya
pertahanan desain bangunan asrama.
B. Hak teritorial antara institusi pemilik asrama dan penghuni asrama. Hak
para penghuni walaupun bersifat sementara, bukan berarti tidak penting,
karena mereka harus menaati peraturan peraturan yang telah ditetapkan
bersama. Peraturan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan penghuni
agar memiliki perasaan teritorial tempat tinggal mereka yang bersifat
temporer (sementara).
C. Privacy sangat penting bagi penghuni asrama sebagaimana orang lain
membutuhkannya, tetapi hal ini sangat sulit didapatkan didalam asrama
karena dihuni oleh banyak orang.
D. Pembentukan Kelompok (Friendship), biasanya terjadi pada tahun kedua,
dimana pada tahun pertama antar penghuni masih menyesuaikan diri
dengan penghuni lain. Pembentukan kelompok ini juga dapat
meningkatkan rasa aman (personal safety) dan nyaman di dalam asrama.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 83
4.2.7. Pengertian Perilaku Atlet
Perilaku/behavior merupakan (tingkah laku, kelakuan, perilaku, tindak-
tanduk, perangai); sebarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan)
yang dilakukan oleh suatu organisme; secara khusus, bagian dari satu
kesatuan pola reaksi; suatu perbuatan atau aktivitas; suatu gerap atau
kompleks gerak-gerak [33].Proses dan pola perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu proses individual dan proses social.
Proses individual meliputi [34] :
a. Persepsi Lingkungan
Proses manusia menerima informasi mengenai lingkungan sekitarnya dan
informasi mengenai ruang fisik tersebut kemudian diorganisasikan ke
dalam pikiran manusia.
b. Kognisis Spasial
Keragaman proses berpikir selanjutnya, mengorganisasikan, menyimpan,
dan mengingat kembali informasi mengenai lokasi, jarak, dan tatanan
dalam lingkungan fisik.
c. Perilaku Spasial
Merupakan hasil yang termanifestasikan ddalam tindakan dan respons
seseorang, termasuk deskripsi dan prederensi personal, respons
emosional, ataupun manusia dan lingkungan fisiknya.
Dapat disimpulkan bahwa, perilaku atlet yaitu tingkah laku/kelakuan atlet
dalam merespon pola interaksi, dengan kata lain yang dipersingkat perilaku
atlet merupakan aktivitas atlet. Perilaku atlet ada banyak ragam, pada saat
atlet berlatih secara ber-regu, atlet latihan secara individu, atlet beristirahat
dengan tidur, bermain, atau berjalan-jalan [35]
4.3. Tinjauan Istirahat Atlet
Untuk memperoleh latihan yang efektif pada atlet dan juga dalam upaya
untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi pertandingan ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, salah satunya adalah atlet harus berada dalam
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 84
keadaan sepenuhnya relaks, diperlukan istirahat yang cukup agar tetap sehat
dan kuat. Istirahat yang cukup sama pentingnya dengan komitmen untuk
berlatih keras. Tanpa istirahat, maka kondisi fisik dan mental para atlet
dapat terganggu. Istirahat merupakan keadaan yang tenang, relaks tanpa
tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (ansietas) [36]. Berikut
beberapa jenis istirahat aktif, antara lain [36]:
1. Sosialisasi
Ini didefinisikan sebagai menghabiskan waktu bersama teman dan
hubungan dan bahkan mengobrol dengan rekan-rekan. Menurut
penelitian terbaru, sosialisasi membantu manusia terhindar dari kanker,
melawan penyakit menular dan kemudahan depresi serta mengurangi
resiko kematian akibat serangan jantung. Hanya mengobrol dengan
teman-teman telah terbukti mengurangi tingkat hormon stres dan
memberikan manfaat hormonal dan psikologis.
2. Istirahat Mental
Salah satu ide dari pentingnya istirahat mental adalah untuk
mendapatkan kondisi 'khusyuk' pada suatu hal yang sederhana.
Membaca buku dapat dikategorikan sebagai istirahat mental.
3. Istirahat Fisik
Cara terbaik untuk melakukan istirahat fisik ini adalah dengan tidur.
Tidur berasal dari kata bahasa latin "somnus" yang berarti alami periode
pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran.
Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan
periodik. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang di alami
seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau
rangsangan yang cukup [38].
Perilaku istirahat atlet dibagi menjadi 2, yaitu perilaku istirahat untuk
cabang olah raga beregu/kelompok dan cabang olahraga individu. Atlet
yang bermain dalam olahraga beregu cenderung lebih ekstrovert, dan lebih
dependen, menggantungkan diri pada orang lain [39]. Olahraga yang
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 85
bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar dibandingkan
dengan cabang olahraga beregu [40].
Dari penjelasan tersebut diambil kesimpulan bahwa atlet dalam
olahraga beregu dapat beristirahat dalam kamar yang dapat menampung
orang yang lebih banyak dibanding dengan atlet olahraga individual karena
atlet dalam olahraga beregu cenderung menggantungkan diri pada orang lain
dan cenderung ekstrovert. Agar para atlet dapat beristirahat dengan nyaman,
kamar atlet akan dirancang menjadi 2 tipe, yaitu kamar untuk atlet beregu
dan kamar atlet individual.
4.4. Pengertian Privasi
Psikologi atlet ber-regu dan atlet individu dengan sendirinya membentuk
kebutuhan akan privasi serta terbentuklah teritori didalamnya. Privasi
sendiri merupakan salah satu konsep dari gejala persepsi manusia terhadap
lingkungannya, dimana konsep ini amat dekat dengan konsep ruang
personal dan teritorialitas.
Terdapat beberapa macam mengenai privasi, dimana masing-masingnya
disajikan dalam pemahaman yang berbeda. Terdapat 4 tipe privasi [41]:
Solitude, merupakan situasi bebas tanpa gangguan dari orang lain
Intimacy, situasi dimana bersama dengan orang lain tapi terbebas dari
dunia luar
Anonymity, situasi dimana tidak diketahui meskipun berada dalam
keramaian
Reserve, merupakan situasi dimana seseorang dipekerjakan sebagai
pengatur situasi apabila terjadi keadaan yang menggangu.
Privasi merupakan inti dari ruang personal. Privasi adalah kehendak
untuk mengontrol akses fisik ataupun informasi terhadap diri sendiri dari
pihak orang lain, sedangkan ruang personal merupakan perwujudan privasi
itu dalam bentuk ruang. Dari uraian tersebut, privasi mempunyai fungsi dan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 86
merupakan bagian dari komunikasi. Dengan demikian, privasi memiliki
tujuan sebagai berikut [42]:
Memberikan perasaan berdiri sendiri, mengembangkan identitas
pribadi.
Memberi kesempatan untuk melepaskan emosi.
Membantu mengevaluasi diri sendiri, menilai diri sendiri.
Membatasi dan melindungi diri sendiri dari komunikasi dengan orang
lain.
Privasi dalam arsitektur merupakan suatu kebutuhan manusia untuk
menikmati sebagian dari kehidupan sehari-hari tanpa ada ganggunan baik
langsung maupun tidak langsung oleh subyek lain. Hal ini dinyatakan dalam
suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari
pihak luar. Jadi, konsep privasi ini jelas ada batasan-batasan fisik dalam
usaha mencapainya [35].
Pada umumnya, interaksi yang terjadi di ruang publik adalah interaksi
yang tidak direncanakan, diantaranya [42]:
Penataan ruang publik untuk mendapat privasi merupakan penataan
ruang agar pertemuan antara orang-orang asing, yang tidak saling
mengenal dapat terjadi dengan tenang dan efisien.
Ruang-ruang semi publik bersifat sedikit lebih privat daripada ruang
publik, seperti koridor, lobi, sekolah, dll. Penataan ruang semipublik
untuk mendapatkan privasi lebih menekankan peluang terjadinya
interaksi atau menghindari terjadinya interaksi.
Ruang semi-private, untuk mendapatkan privasi dalam ruang ini yaitu
dengan menciptakan batas-batas antar kegiatan yang dapat
menimbulkan konflik.
Ruang privat, ruang ini biasanya hanya terbuka bagi seseorang atau
sekelompok kecil.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 87
4.5. Pengertian Teritori
Saat atlet melakukan istirahat sosial hingga istirahat fisik, secara tak
disadari akan terbentuk sebuah teritori dimana atlet tidak akan merasa
terganggu saat beristirahat. Teritori yang dibentuk dalam ruang arsitektur
berdasarkan jenis istirahatnya maka akan membentuk privasi. Sehingga
dalam beristirahat, atlet memerlukan teritori untuk mencapai privasinya
[43].
Teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda,
kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan
identitas. Termasuk didalamnya dominasi, control, konflik, keamanan,
gugatan akan sesuatu, dan pertahanan [44].
Teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan
atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan cirri
pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain [45].
Penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya
dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer [46].
Teritorialitas memiliki 4 karakter utama, diantaranya [41]:
Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar
psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan
estetika.
Pembagian teritori dibagi menjadi 3 bagian yang didasarkan pada
derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian, diantaranya [47]:
Teritori Primer
Teritori ini dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran
terhadap teritori ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
pemiliknya dan ketidak mampuan untuk mempertahankan teritori utama
ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikologis
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 88
pemiliknya. Contoh dari teritori ini adalah ruang kerja, ruang tidur,
wilayah Negara, dll.
Teritori Sekunder
Jenis ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh
perorangan. Teritorial ini dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang
sudah cukup saling mengenal. Contoh dari teritori ini yaitu ruang kelas,
kantin, kampus, dan ruang latihan olahraga. Sifat dari teritori ini yaitu
semi publik.
Teritorial Umum/Publik
Teritori yang terbuka untuk umum dan dapat digunakan oleh setiap
orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat
dimana teritorial umum itu berada. Contoh dari teritori ini adalah bis
kota, gedung bioskop, dan sebagainya.
Berikut klasifikasi teritorialitas yang sebanding dengan [47], namun
terdapat 2 tipe yang berbeda yaitu [48]:
Teritori Interaksi
Teritori yang ditujukan pada suatu daerah yang secara temporer
dikendalikan oleh sekelompok orang yang berinteraksi. Contoh dari
teritori ini adalah sebuah tempat perkemahan dan lapangan sepak bola.
Teritori Badan
Teritori ini dibatasi oleh badan manusia, artinya segala sesuatu
mengenai kulit manusia tanpa ijin dianggap gangguan. Secara otomatis
orang akan mempertahankan diri terhadap gangguan tersebut.
Pengontrolan teritori dapat mencapai lingkup privasi dalam suatu
lingkungan, karena didalamnya tercakup pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yang meliputi [49]:
Kebutuhan akan identitas, berkaitan dengan kebutuhan akan
kepemilikan, kebutuhan terhadap aktualisasi diri, yang pada prinsipnya
adalah dapat menggambarkan kedudukan serta peran seseorang dalam
masyarakat.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 89
Kebutuhan terhadap stimulasi yang berkaitan erat dengan aktualisasi
dan pemenuhan diri.
Kebutuhan akan rasa aman, dalam bentuk bebas dari kecaman, bebas
dari serangan oleh pihak luar, dan memiliki keyakinan diri.
Kebutuhan yang berkaitan dengan pemeliharaan hubungan dengan
pihak-pihak lain dan lingkungan sekitarnya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keanekaan teritori adalah
karakter personal seseorang, perbedaan situasional berupa tatanan fisik dan
situasi sosial budaya seseorang. faktor yang mempengaruhi teritori,
diantaranya:
Faktor Personal, berupa jenis kelamin, usia, dan kepribadian seseorang.
Situasi, tatanan fisik dan sosial budaya seseorang.
Faktor Budaya, latar belakang budaya dalam sebuah kelompok yang
memiliki kebudayaan sama.
Penerapan teritorialitas dalam desain arsitektur mengacu pada pola
tingkah laku manusia yang berkaitan dengan teritorialitas sehingga dapat
mengurangi agresi, meningkatkan kontrol, dan membangkitkan rasa tertib
dan aman [42].
Publik dan Privat
Ruang publik adalah area yang terbuka. Ruang ini dapat dicapai
oleh siapa saja pada waktu kapan saja dan tanggung jawab
pemeliharaannya adalah kolektif.
Ruang privat adalah area yang aksesibilitasnya ditentukan oleh
seseorang atau oleh sekelompok orang dengan tanggung jawab ada
pada mereka. Derajat aksesibilitas itu terkadang merupakan suatu
peraturan atau ketentuan, namun dapat juga terjadi suatu kesepakatan
saja diantara para pemakainya.
Dalam perancangan ruang-ruang arsitektur, perbedaan teritori
dapat dilakukan dengan dengan memberikan batas nyata seperti
dinding, pintu, atau dapat pula dengan simbolik atau logo tertentu.
Ruang Peralihan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 90
Daerah peralihan dibuat sebagai penghubung berbagai teritori yang
berbeda sifatnya. Sebagai daerah peralihan dari teritori primer yang
bersifat privat ke teritori publik, perwujudan arsitekturalnya harus
ramah karena merupakan daerah “selamat datang” sekaligus “selamat
jalan”. Area peralihan semacam ini juga dipakai sebagai wadah
melakukan kontak sosial sehingga secara administratif bisa termasuk
teritori publik ataupun teritori privat.
Demikian beberapa penjelasan mengenai teori-teori yang menunjang
didalam penelitian ini. Berdasarkan teori dari proses individual perilaku
manusia khususnya didalam persepsi manusia terhadap lingkungannya,
kebutuhan akan privasi dan teritori diharapkan terpenuhi dengan baik.
4.6. Standar Disabilitas
Asas Fasilitas dan Aksesibilitas
1. Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu
lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua
orang.
2. Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau
bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
3. Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat
atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
4. Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan
mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam
suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
Persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi [50] :
a. Ukuran dasar ruang;
b. Jalur pedestrian;
c. Jalur pemandu;
d. Area parkir;
e. Pintu;
f. Ram;
g. Tangga;
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 91
h. Lif;
i. Lif tangga (stairway lift);
j. Toilet;
k. Pancuran;
Persyaratan :
a. Bilik pancuran (showe cubicles) harus memiliki tempat duduk yang lebar
dengan ketinggian disesuaikan dengan cara-cara perilaku memindahkan
badan pengguna kursi roda.
b. Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat ( hand rail ) pada posisi
yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu.
c. Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm atau alat pemberi tanda
lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat.
d. Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang bisa
dibuka dari luar pada kondisi darurat ( emer gency ).
e. Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu bukaan keluar.
f. Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan
dengannya harus bebas dari elemen-elemen yang runcing atau
membahayakan
g. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit.
Ukuran dan Detail Penerapan Standar [50] :
Gambar 4.16. Potongan Bilik Pancuran
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 92
Gambar 4.17. Bilik dengan Tempat Duduk dan Bak Penampung
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Gambar 4.18. Bilik Pancuran Tanpa Tempat Duduk
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Gambar 4.19. Ukuran Dasar Bak Rendam
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
l. Wastafel;
Persyaratan :
a. Wastafel harus dipasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan
lebar depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan
baik.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 93
b. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel.
c. Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak
menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda.
d. Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap pengguna kursi
roda.
e. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit.
Gambar 4.20. Wastafel
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Gambar 4.21. Ruang Bebas
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 94
Gambar 4.22.Ukuran Ruang Bebas
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
m. Telepon;
Persyaratan :
a. Telepon umum disarankan menggunakan tombol tekan, harus terletak
pada lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, orang tua, orang sakit, balita dan ibu-ibu hamil.
b. Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan telpon umum
sehingga memudahkan penyandang cacat untuk mendekati dan
menggunakan telpon.
c. Ketinggian telepon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang
telpon terhadap pengguna kursi roda 80-100 cm.
d. Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan
alat kontrol volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau.
e. Bagi tuna rungu sebaiknya disediakan "telepon text", khususnya untuk
di kantor pos, bangunan komersial, dan fasilitas publik lainnya.
f. Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telpon dalam huruf
Braille dan dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (tal ki ng sign) yang
terpasang di dekat telpon umum.
g. Panjang kabel gagang telpon harus memungkinkan pengguna kursi roda
untuk menggunakan telpon dengan posisi yang nyaman, dengan
ketinggian ± 75 cm.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 95
h. Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan
gerak pengguna dan site yang tersedia. 3
Gambar 4.23.Gagang Telepon Diatas
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
n. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol;
o. Perabot;
Persyaratan-persyaratan :
a. Sistem alarm/ peringatan
- Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari sistem peringatan
suara ( vocal alar ms), sistem peringatan bergetar vibrating alarms)
dan berbagai petunjuk serta penandaan untuk melarikan diri pada
situasi darurat .
- Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah
pengoperasian sistem alarm, termasuk peralatan bergetar (vibraing
devices) di bawah bantal.
- Semua pengontrol peralatan listrik harus dapat dioperasikan dengan
satu tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau
sampai dengan memutar lengan.
b. Tombol dan stop kontak
Tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan
tingginya sesuai dan mudah dijangkau oleh penyandang cacat.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 96
Gambar 4.24.Meja Bujur Sangkar
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Gambar 4.25.Meja Persegi Panjang
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Gambar 4.26. Tempat Tidur Tunggal
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 97
p. Rambu dan Marka.
Standar Sirkulasi Disabilitas [50]:
Gambar 4.27. Ruang Gerak Pemakai “Kruk”
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Gambar 4.28. Ruang Gerak Tuna Netra
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 98
Gambar4.29. Ukuran Kursi Roda
Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)
4.7.Alokasi Ruang
Ukuran ruang yang minim harus dihindari. Keberhasilan pengukuran
ruang harus selaras baik kebutuhan ekonomi institusi maupun kebutuhan
spatial pengguna yaitu mahasiswa. Penelitian menemukan adanya ukuran
yang sesuai yaitu antara 33,52 m2 untuk single rooms dan 60,96 m2 untuk
2 orang dalam satu ruang.
Layout perabot sebagai sesuatu yang mudah berpindah akan
menentukan ukuran minimal suatu ruangan. Hal ini juga membatasi
ekspresi diri suatu ruang. Jika ukuran ruang semakin lebar, maka potensi
ruang untuk mengekspresikan diri melalui penataan perabot juga semakin
meningkat.
4.8.Tinjauan Khusus Bangunan dan Tapak
4.8.1. Tinjauan Tapak
Asrama mengutamakan aspek efisiensi yang menjadi kriteria penting
dalam pemilihan likasi dan tapak Asrama. Hal tersebut merupakan
pertimbangan awal dalam pemilihan lokasi. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi antara lain [52] :
a. Waktu tempuh maksimal 30 menit untuk mencapai tempat kerja dan
pusat – pusat pelayanan di perkotaan.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 99
b. Jaringan infrastruktur sudah lengkap, sehingga meminimalkan biaya
pengadaan jaringan baru pada pengembangan sebuah apartemen.
c. Aksesibilitas baik, terdapat sarana dan prasarana transportasi dengan
kualitas baik. Pemilihan tapak sebuah apartemen mempertimbangkan
hal - hal berikut :
a. Pemasaran, ditinjau dari permintaan pasar terhadap apartemen,
jenis hunian, potensi sekitar, dan rencana di masa mendatang. B
b. Hal – hal yang berkaitan dengan jalan, parkit, taman, dan bahaya
lingkungan seperti debu, kebisingan, asap, dll.
c. Lingkup pelayanan kota.
d. Jenis transportasi, waktu pencapaian, biaya transportasi, dan jadwal
transportasi umum.
e. Peraturan pemerintah setempat tentang masalah bangunan.
f. Fasilitas yang ada di lingkungan sekitar tapak.
g. Utilitas pada tapak seperti saluran hujan, persediaan air, gas, listrik,
jaringan telepon.
4.9.Kriteria Penentuan Lokasi Asrama Atletik Disabilitas
a. Aksesibility
Lingkungan adalah area sekitar bangunan gedung atau kelompok
bangunan gedung yang dapat diakses dan digunakan oleh semua orang
termasuk penyandang cacat dan lansia [53].
b. Kepemilikan
Bangunan gedung yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri adalah
semua bangunan, tapak bangunan dan lingkungan luar bangunannya, baik
yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta, maupun perorangan, yang
berfungsi selain sebagai rumah tinggal pribadi yang didirikan, dikunjungi
dan mungkin digunakan oleh semua orang termasuk penyandang cacat dan
lansia dan lansia [53].
c. Fasilitas
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 100
Setiap pembangunan tapak bangunan gedung harus memperhatikan
pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada [53] :
i. Ukuran dasar ruang/ruang lantai bebas;
ii. Jalur pedestrian;
iii. Jalur pemandu;
iv. Area parkir;
v. Ram;
vi. Rambu dan Marka;
Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa
sehingga mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga [50]:
a. cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman;
b. cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi
untuk memadamkan api;
c. dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
d. Fungsi bangunan
Fungsi bangunan edung diusulkan oleh calon pemilik bangunan gedung
dalam bentuk rencana teknis bangunan gedung dan tidak boleh
bertentangan dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Teknis Ruang
Kota. Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan
lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari
lokasi yang bersangkutan [50].
Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui [50] :
a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah;
b. Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR); dan
c. Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL).
e. Land Use
Hubungan antara sirkulasi parkir dengan kepadatan aktivitas. Area yang
berbeda dalam perngaturan perkotaan dengan kapasitas yang berbeda
untuk intensitas, akses, parkir, ketersediaan system transportasi, dan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 101
permintaan untuk penggunaan individu. Masalah utama dalam kebijakan
penggunaan lahan [54] :
a. Kurangnya keragaman penggunaan di suatu daerah
b. Kegagalan dalam mempertimbangkan faktor fisik lingkungan dan
alam.
4.10.Prinsip Penerapan Aksesibilitas
Dalam rangka menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi pedoman
teknis fasilitas dan aksesibilitas, digunakan prinsip-prinsip penerapan
sebagai berikut:
a. Setiap pembangunan bangunan gedung, tapak bangunan, dan
lingkungan di luar bangunan harus dilakukan secara terpadu.
b. Setiap kegiatan pembangunan bangunan gedung harus memperhatikan
semua pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada:
Ukuran dasar ruang/ ruang lantai bebas;
Pintu;
Ram;
Tangga;
Lif;
Lif Tangga (stairway lift);
Toilet;
Pancuran;
Wastafel;
Telepon;
Perabot;
Perlengkapan dan Peralatan Kontrol;
Rambu dan Marka.
a. Setiap pembangunan tapak bangunan gedung harus memperhatikan
pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada: - Ukuran dasar
ruang/ruang lantai bebas;
Jalur pedestrian;
Jalur pemandu;
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 102
Area parkir;
Ram;
Rambu dan Marka;
b. Setiap pembangunan lingkungan di luar bangunan harus
memperhatikan pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada: -
Ukuran dasar ruang / ruang lantai bebas;
Jalur pedestrian;
Jalur pemandu;
Area parkir;
Ram;
Rambu dan Marka.
4.11. Analisis Fungsional
Asrama Atlet Cabor Atletik merupakan sebuah tempat tinggal sementara
yang digunakan oleh para atlet diseluruh wilayah Jawa Barat. Tempat
tinggal tersebut dilengkapi berbagai fasilitas guna menunjang kebutuhan
atlet difabel selama proses karantina yaitu 6 bulan.
4.11.1. Program Ruang
Tabel 4.4. Besaran Ruang
NO. NAMA RUANG LUAS
RUANG
NO. NAMA RUANG LUAS
RUANG
1. R. Fisioterapi 60,84m² 24. Janitor 0,52 m²
2. Taman Healing 188,7 m² 25. Ruang Gym 243,36
m²
3. Mushola 107,32
m²
26. R. Tidur Penjaga 7,54 m²
4. R. Kantor Medic 96,2 m² 27. Dapur Umum 8,11 m²
5. R. Tindakan 5,56 m² 28. Gedung Serbaguna 29,31
m²
6. R. Tunggu 25,77 m² 29. Pos Stpam 1,85 m²
7. R. Konsultasi Psikologi 5,56 m² 30. Ruang Laundry 8 m²
8. R. Ahli Terapi Okupasi 5,56 m² 31. Tempat Jemur Baju 1,95 m²
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 103
9. R. Ahli Terapi Saraf Motorik 5,56 m² 32. Toilet Umum 8,92 m²
10. R. Perawat dan Dokter 12,32 m² 33. Tempat Parkir 522,64
m²
11. R. Kepala NPCI Jawa Barat 6,77 m² 34. Ruang Makan 200 m²
12. R. Staf Karyawan 8 m² 35.
Pantry 10,23
m²
13. R. Rapat 142,14
m²
36. Ruang Bersama
122,16
m²
14. R. Informasi 8 m²
15. R. Tamu 16,82 m²
16. R. Istirahat Pengelola 37,36 m²
17. Toilet Staf 15,84 m²
18. Lobby 120 m²
19. Gudang Barang 39,66 m²
20. R. Pelatih Olahraga 10,8 m²
21. R.Tidur Atlet Tuna Netra 21 m²
22.
R.Tidur Atlet Tuna
Rungu/Wicara dan Tuna
Grahita
37,43 m²
23. R. Tidur Tuna Daksa 21,96 m²
4.11.2. Persyaratan Teknis
Berdasarkan Buku de Chiara, Time Saver Standards for Building Types
mengenai persyaratan ruang area, ukuran asrama yang digunakan adalah:
Table 4.4. Room Area Chart
Number of Double Bunk Number of People Min. Area Needed (sq ft)
2 4 120
4 8 240
6 12 360
8 16 480
10 20 600
12 24 720
14 28 840
16 32 960
Sumber : Chiara,2001
Time Saver Standards for Building Types menyebutkan bahwa luas
ruangan minimum untuk satu kamar dengan 2 tempat tidur tingkat yang
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 104
dihuni 4 orang adalah 120 kaki persegi atau +11m2. Dapat dipahami juga
jika di kamar tersebut ditempatkan 2 tempat tidur tidak bertingkat, maka
luasan yang dibutuhkan kurang lebih sama karena angka tersebut
memperhitungkan area yang dibutuhkan oleh tempat tidur. Luasan kamar
asrama dipengaruhi oleh banyaknya penghuni, jumlah tempat tidur yang
digunakan dan jenis tempat tidur yang digunakan.
Pada umumnya, kamar asrama yang dihuni oleh 2 atau lebih orang
menggunakan tempat tidur double decker/double bunk untuk
mengoptimalkan luas kamar agar dapat menampung banyak penghuni.
Gambar 4.30. Area minimum per double bunk, 60 sq ft
Sumber : Chiara,2001
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa ketinggian minimum langit-langit
disarankan setinggi 2,4m yang sebetulnya tidak cukup untuk menampung
kegiatan duduk orang yang tidur di tempat tidur tingkat kedua. Ketinggian
tersebut juga berakibat pada ketinggian tempat tidur bagian bawah yang
juga rendah.
Rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas
total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang
secara tetap, dan tidak terletak di atas atau dibawah bangunan hunian lain
atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi [50]
Definisi Standar luas ruang tidur [51]:
- Minimal :
Luas minimal yang dibutuhkan mahasiswa dalam kamar yang
memungkinkan adanya tumpukan (overlap) interior.
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 105
- Optimal :
Ruang yang dianggap cukup tanpa overlap baik interior maupun sisa
ruang.
- General :
Menyediakan tidak saja ruang untuk interior namun memungkinkan
kenyamanan bergerak
Standart Luas Ruang Tidur [51]:
a. Ruang Tunggal/Single Rooms
Minimal: 8,5 m2
Optimal : 10 m2
General : 11 m2
b. Ruang Ganda/Dobel rooms, tanpa tempat tidur susun:
Minimal : 16 m2
Optimal : 20,5 m2
General : 22 m2
c. Ruang Ganda/Dobel rooms, dengan tempat tidur susun:
Minimal : 13 sq feet
Optimal : 15sq feet
General : 17 sq feet
4.12. Analisis Kondisi Lingkungan
Tabel 4.5. Analisis Site
NO. KATEGORI KETERANGAN KEKURAN
GAN
KELEBIHAN
1. Lokasi
LOKASI : JL. Derwati, Gedebage.
LUAS LAHAN : 40.500 m
KDB : 60%
KLB : 1.2
Jauh dari
pusat
keramaian
kota
Memenuhi
prinsip kriteria
sebagai lokasi
hunian baik
untuk atlet
atletik dan
untuk
penyandang
disabilitas
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 106
POTENSI SITE :
Transportasi dapat dijangkau dengan
mudah
Dekat dengan rumah sakit
Dekat dengan pemadam kebakaran
Peruntukan hunian
Dekat dengan stadion GBLA
2. Aksesibilitas Akses menuju Stadion GBLA hanya
membutuhkan jarak tempuh 7 menit
dengan menggunakan mobil. Dapat
diakses menggunakan kendaraan
pribadi maupun umum. Sedangkan
jarak tempuh menuju rumah sakit
terdekat (RSAI Bandung) yaitu 12
menit menggunakan kendaraan mobil,
dan dapat diakses pemadam kebakaran
dengan jarak tempuh paling dekat 27
menit.
Sistem jalan
dua arah
Dapat
memudahkan
pengunjung
untuk
mengakses site
3. Enterance Lokasi site berdekatan dengan jalan
utama, sehingga akses untuk
pencapaiannya mudah.
Tidak
terdapat
jalur
Site berada
disamping
jalan
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 107
pedestrian
4. Sirkulasi
kendaraan
Sirkulasi kendaraan baik, tidak begitu
banyak kendaraan yang berlalu-lalang,
sehingga kepadatan kendaraan rendah,
walaupun memiliki system dua jalur
kendaraan
Memiliki
system dua
jalur
kendaraan,
dan tidak
terdapat
zebra cross
ataupun
jembatan
penyebrang
an
Memiliki
intensitas
kepadatan
kendaraan
yang rendah.
5. Utilitas Terdapat lampu jalan, tiang listrik yang
dipasang disepanjang pintu masuk site.
Memiliki jalur drainase yang lebar
Tidak
terdapat
jalur
pedestrian,
dan tatanan
street
furniture
yang baik
Memiliki
system
drainase yang
cukup baik
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 108
6. Kebisingan Kebisingan pada lokasi site rendah, hal
ini dikarenakan jalur tersebut jarang
dilalui oleh kendaraan bermotor, serta
berada diingkungan pemukiman yang
memiliki kapasitas kebisingan yang
tidak terlalu tinggi, sehingga lokasi ini
cocok untuk dijadikan hunian untuk
atlet
Lokasi site
dengan
kondisi
yang tidak
begitu
ramai,
membuat
sedikit
kekhawatira
n jika
malam hari
Kebisingan
rendah
7. Polusi Hal ini sangat jelas, karena kendaraan
bermotor setiap harinya selalu berlalu
lalang di jalan soekarno hatta, selain
asap kendaraan yang menjadi polusi
pada site juga banyaknya debu yang
bertaburan akibat lalu-lalang kendaraan
bermotor.
Memiliki
polusi
cukup
tinggi
Bangunan
dapat
dimundurkan,
agar polusi
tidak langsung
ke bangunan.
8. Lingkungan
Sekitar
Cukup jauh
dari pusat
perkotaaan
Site berada
diantara
kawasan
hunian,
kebisingan
hanya
ditimbulkan
dari kendaraan
bermotor saja.
9. Topografi Kondisi tanah gembur, tanah dengan
klasifikasi subur karena banyak
terdapat beberapa rumut liar, tanaman,
dan pohon yang tumbuh dengan subur
pada site. Kondisi site merupakan suatu
Merupakan
bekas
bangunan
Memiliki
tanah dengan
tingkat
kesuburan
cukup tinggi
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 109
bangunan yang kemudian dibongkar
dan dijadikan tanah kosong hingga saat
ini.
10. Potensi
View
Potensi view terletak pada jalan
derwati, karena pada area terdebut
terdapat pemandangan sebuah gunung
kan akan terlihat jelas pada pagi
maupun sore hari.
View tidak
akan dapat
dicapai jika
tinggi
bangunana
rendah.
View akan
dapat dicapai
jika memiliki
tinggi
bangunan
11. Vegetasi Kondisi vegetasi cukup baik, hal ini
terlihat beberapa pohon nangka yang
tumbuh lebat disepanjang jalur pintu
masuk site. Selain memiliki vegetasi
yang baik pada sepanjang jalur pintu
masuk site, juga terdapat beberapa
pohon rindang yang tumbuh di site.
Vegetasi
hanya
pohon liar
yang
tumbuh
disektar site
Memiliki
vegetasi yang
cukup baik