bab 4 data dan analisis 4.1. data studi literatur

57
Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 54 BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Data Studi Literatur 4.1.1. Tinjauan Teori Olahraga Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Dalam olahraga tidak hanya melibatkan system muskuloskeletal semata,namun juga mengikutsertakan sistemlain seperti sistem kardiovaskular, sistemrespirasi, sistem ekskresi, sistem saraf dan masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara kesehatan dan menyembuhan tubuh yang tidak sehat [9]. Olahraga merupakan kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untukmemelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan ini dalamperkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur,menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi [10]. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Setiap orang melakukan aktivitas fisikantara individu satu dengan yang lain tergantung gaya hidup perorangan danfaktor lainnya. Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Latihan fisik yang terencana, terstruktur, dilakukan berulang-ulang termasuk olahraga fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik. Olahraga fisik dapat mencegah resiko terjadinya penyakit tidak menular seperti penyakit pembuluh darah, diabetes, kanker dan lainnya [11]. Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat berupa permainan, pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia yang memiliki ideologi yang seutuhnya dan

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 54

BAB 4

DATA DAN ANALISIS

4.1. Data Studi Literatur

4.1.1. Tinjauan Teori Olahraga

Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan

kebugaran jasmani. Dalam olahraga tidak hanya melibatkan system

muskuloskeletal semata,namun juga mengikutsertakan sistemlain seperti

sistem kardiovaskular, sistemrespirasi, sistem ekskresi, sistem saraf dan

masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara

kesehatan dan menyembuhan tubuh yang tidak sehat [9].

Olahraga merupakan kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud

untukmemelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan ini

dalamperkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang

menghibur,menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk

meningkatkan prestasi [10].

Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot

skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Setiap orang melakukan

aktivitas fisikantara individu satu dengan yang lain tergantung gaya hidup

perorangan danfaktor lainnya. Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama

bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Latihan fisik yang terencana,

terstruktur, dilakukan berulang-ulang termasuk olahraga fisik merupakan

bagian dari aktivitas fisik. Olahraga fisik dapat mencegah resiko terjadinya

penyakit tidak menular seperti penyakit pembuluh darah, diabetes, kanker

dan lainnya [11].

Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha

yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi

jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota

masyarakat berupa permainan, pertandingan, dan prestasi puncak dalam

pembentukan manusia yang memiliki ideologi yang seutuhnya dan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 55

berkualitas berdasarkan dasar negara atau Pancasila [12]. Komponen-

komponen dalam kebugaran jasmani terbagi atas dua bagian yaitu [9] :

1. Kebugaran berhubungan dengan kesehatan:

a. Daya tahan jantung dan paru-paru yaitu komponen yang

menggambarkankemampuan dan kesanggupan melakukan kerja

dalam mengambil dan menyuplaioksigen yang dibutuhkan.

b. Kekuatan otot, yaitu kekuatan yang diperlukan dalam kehidupan

sehari-hariterutama tungkai yang harus menahan berat badan.

Semakin tua seseorang makaakan semakin berkurang pula kekuatan

otot-ototnyaapabila tidak terlatih secarateratur.

c. Daya tahan otot, yakni kemampuan dan kesanggupan otot

melakukan kerjasecara berulang-ulang tanpa mengalami kelelahan.

d. Fleksibilitas otot, yaitu kemampuan gerak maksimal suatu

persendian. Hal inimengurangi terjadinya resiko cedera.

e. Komposisi tubuh, yaitu berhubungan dengan pendistribusian otot

dan lemak keseluruh tubuh. Kelebihan lemak akan beresiko

kegemukan dan menderita berbagaipenyakit.

2. Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan motorik:

a. Keseimbangan (balance), berhubungan dengan sikap

mempertahankankeseimbangan ketika diam atau bergerak.

b. Daya ledak (eksplosife power), berhubungan dengan laju ketika

seseorangmelakukan kegiatan. Daya ledak merupakan hasil dari

kekuatan dikalikan dengan kecepatan.

c. Kecepatan (speed), kemampuan seseorang untuk mengerjakan

gerakan yangberkesinambungan dalam bentuk yang sama dengan

waktu yang sesingkat-singkatnya.

d. Kelincahan (agility), berhubungan dengan kemampuan cara

mengubah posisidengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 56

4.1.2. Fungsi Olahraga

Fungsi khusus dari kebugaran jasmani terbagi menjadi tiga golongan

sebagaiberikut [13]:

1. Golongan pertama yang berdasarkanpekerjaan. Misalnya, kebugaran

jasmanibagi olahragawan untuk meningkatkan prestasi, kebugaran

jasmani bagi karyawan10untuk meningkatkan produktivitas kerja, dan

kebugaran jasmani bagi pelajaruntuk mempertinggi kemampuan

belajar.

2. Golongan kedua berdasarkan keadaan.Misalnya,kebugaran jasmani

bagiorang-orang cacat untuk rehabilitasi, dan kebugaran jasmani bagi

ibu hamil untukmempersiapkan diri menghadapi kelahiran.

3. Golongan ketiga berdasarkan umur. Bagi anak-anak untuk

merangsangpertumbuhan dan perkembangan, dan kebugaran jasmani

bagi orang tua untukmeningkatkan daya tahan tubuh

4.1.3. Olahraga Disabilitas

a. Pengertian Disabilitas

Penyandang diartikan dengan orang yang menyandang (menderita)

sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang

berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities)

yang berarti cacat atau ketidakmampuan [14]

Penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik,

mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam

berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui

hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif

berdasarkan kesamaan hak [15]

b. Jenis-jenis Disabilitas

Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas.

Ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 57

masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan

berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas [16]:

1. Disabilitas Mental.

Kelainan mental ini terdiri dari [17]:

a. Mental Tinggi.

Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain

memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki

kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.

b. Mental Rendah.

Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ

(Intelligence Quotient)di bawah rata-ratadapat dibagi menjadi 2

kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes)yaitu anak yang

memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak

yang memiliki IQ (Intelligence Quotient)di bawah dikenal dengan

anak berkebutuhan khusus.

c. Berkesulitan Belajar Spesifik.

Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar

(achievment)yang diperoleh

Tuna grahita merupakan gangguan yang mengacu pada fungsi

intelektual, secara umum berada di bawah rata-rata normal. Bersamaan itu

pula, tuna grahita mengalami kekurangan di dalam tingkah laku dan

penyesuaian. Semua itu berlangsung atau terjadi pada masa

perkembangannya. Adapun klasifikasi pada tunagrahita yang dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Klasifikasi Tunagrahita

Tingkat Keturunan Skor Tes Integensi

Tunagrahita Ringan IQ 50-55 sd. 70-75

Tunagrahita Moderat IQ 35-40 sd. 59-55

Tunagrahita Severe (payah) IQ 20-25 sd. 35-40

Tunagrahita Berat IQ dibawah 20-25

Sumber : (Hendrayana, 2007)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 58

Olahraga untuk tuna grahita cenderung pada olahraga yang bersifat

rehabilitasi. Ketentuan kecacatan yang bisa mengikuti kegiatan olahraga

dalam kelas ini adalah mereka yang mempunyai tingkat kecerdasan

maksimal 70. Dan dalam pertandingan semua peserta akan mendapatkan

medali baik yang kalah maupun menang.

2. Disabilitas Fisik

Kelainan ini terdiri dari :

a. Tuna daksa

Tuna daksa diartikan sebagai seorang yang fisik dan

kesehatannya mengalami masalah sehingga menghasilkan kelainan

dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan untuk

meningkatkan fungsinya diperlukan program dan pelayanan

khusus. Dalam pengertian lain, tuna daksa merupakan kelainan

pada gangguan motorik sensorik dan mobilitas pada tubuh dan atau

anggota tubuh. Tuna daksa sendiri sendiri dibagi menjadi empat

kategori yaitu:

1) Amputi

Kecacatan yang disebabkan karena salah satu anggota gerak

badannya mengalami kerusakan permanen sehingga harus

mengalami amputasi agar tidak menginfeksi bagian tubuh yang

sehat. pengelompokan jenis cacat amputasi kedalam beberapa

kelas seperti yang dikutip Poretta [18] :

a) A 1 – Double diatas lutut.

b) A 2 – Tunggal di atas lutut.

c) A 3 – Double dibawah lutut.

d) A 4 – Tunggal dibawah lutut.

e) A 5 – Double diatas siku.

f) A 6 – Tunggal di atas siku.

g) A 7 – Double dibawah siku.

h) A 8 – Tunggal dibawah siku.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 59

i) A 9 – Kombinasi bagian bawah dan atas tubuh.

2) Les Autres

Kata “Les Atres” di ambil dari bahasa Prancis, yang atinya

“lainnya”. Kategori ini mencakup atlet yang mengalami cacat

mobilitas atau kehilangan fungsi fisik lainnya yang tidak

tergolong pada salah satu dari kelima kategori lainnnya.

Contohnya hambatan pertumbuhan, sklerosis berganda atau

cacat sejak lahir pada anggota badan. Klasifikasi terbagi menjadi

beberapa katogori antara lain :

a) L1 (1) Terus memakai kursi roda. (2) Kekakuan pada satu

ada kedua tangan. (3) Keseimbngan untuk duduk hampir

tidak ada. (4) Kekuatan otot berkurang.

b) L2 (1) Terus memakai kursi roda. (2) Fungsi tangan

berkurang sampai normal. (3) Keseimbngan duduk sedikit

sampai cukup.

c) L3 (1) Terus memakai kursi roda. (2) Funsi tangan normal.

(3) Keseimbangan duduk normal.

d) L4 (1) Dapat berjalan dengan alat bantu. (2) Fungsi kaki

berkurang pada satu atau dua kakinya.

e) L5 (1) Dapat berjalan dengan alat bantu. (2) Tangan untuk

melempar normal. (3) Fungsi kaki berkurang.

f) L6 (1) Funngsi kaki berkurang. (2) Ada cacat lain pada

tangan atau tubuh yang sifatnya ringan.

Adapun cacat lain yang perlu diperiksa untuk memenuhi syarat

cacat minimum [19] :

a) Kekakuan otot kaki berkurang 10 poin keatas.

b) Kekakuan otot tangan berkurang 10 poin keatas.

c) Mobilitas persendian (kaku atau berkurang).

d) Kaki pendek sebelah kurang lebih 7 cm.

e) Kecacatan pada tubuh dan punggung (kaku).

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 60

f) Dismelia atau kondisi lain. Salah satu bentuk kaki atau tangan

memendek kurang lebih 7 cm. Dismelia kecil harus ada

kecacatan lain

3) Paraplegia

Paraplegia adalah cidera pada saraf tulang belakang yang

disebabkan karena kecelakan yang merusak sensorik dan fungsi

motorik dibagian tubuh bagian bawah atau anggota gerak tubuh

bagian bawah. Paraplegia ini terutama disebabkan karena jatuh

dari ketinggian, kecelakaan parah, penyakit bawaan. Klasifikasi

cacat Paraplegia sebagai berikut [19] :

a) IA (1) Lesi cervikal bagian bawah. (2) Tulang belikat tidak

berfungsi terhadap lesistansi.

b) IB (1) Lesi cervikal bagian bawah. (2) Tulang belikat

berfungsi baik atau normal. (3) Fleksor dan ekstensor dengan

tingkatan otot 0 –3.

c) IC (1) Lesi cervikal bagian bawah. (2) Fleksor dan ekstensor

jari kuat. (3) Tidak mempunyai otot-otot antara jari atau

susunan otot lumbical yang perut mempunyai nilai

fungsional.

d) II (1) Tidak mempunyai keseimbangan yang baik ketika

duduk. (2) Otot perut tidak berfungsi.

e) III (1) Ketika duduk seimbang. (2) Otot perut bagian atas

baik, meskipun bagian bawah tidak berfungsi. (3) Ekstensor

trungkus bagian bawah tidak berfungsi.

f) IV (1) Ketika duduk seimbang. (2) Perut dan ekstensor spina

(tulang belakang baik). (3) Sedikit fleksor dan eductor

pinggul (4) Nilai 1 – 20 traumatis. (5) Nilai 1 – 15 polio.

g) V (1) Dapat duduk seimbang. (2) Nilai 41 – 60 traumatis. (3)

Nilai 36 – 50 polio

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 61

4) Cerebral Palsy

“Cerebral Palsy adalah suatu gejala yang komplek, yang terdiri

dari berbagai jenis dan derajat kelainan gerak”. kekacauan ini

merupakan gejala awal dan sifatnya permanen serta kondisi

tubuh cenderung tidak meningkat. Kelainan gerak ini biasanya

disertai dengan kelaian kepekaan, berfikir dan komunikasi serta

perilaku [18].

Terdapat tiga Tipe Cerebla Palsy yang dapat dilihat dari ciri

khas bergerak [18] :

a. Spastisity CP, adalah kekakuan atau kekejangan otot. Otot

menjadi kaku karena pesan yang disampaikan oleh bagian

otak yang rusak kepada otot tidak benar. Tipe CP ini adalah

yang paling umum, 70%-80% CP adalah dari jenis ini. Pada

orang normal, ketika bergerak sebagian otot mengeras, dan

sebagian otot lainnya rileks. Hal ini berbeda dengan yang

memiliki kelainan CP, ketika membuat suatu gerakan semua

otot pendukung menjadi tegang sehingga sulit untuk

membuat gerakan yang baik.

b. Diskinetic CP, 10% - 20% CP adalah dari jenis ini. Terdapat

dua bentuk dari jenis CP ini, yaitu :

- Athetosis adalah ditandai dengan adanya gerakan yang

tidak terkontrol/terkendali (lambat atau cepat).

- Dyistonia adalah ditandai dengan adanya kontraksi otot

yang timbul-tenggelam sehingga terjadi kesalahan gerak

yang berulang-ulang.

c. Ataxic CP adalah yang paling sedikit dari tipe kelaian CP.

Jenis ini ditandai oleh labilnya gerak tubuh. Sehingga

mempengaruhi keseimbangan tubuh dan koordinasi gerak.

Sedangkan penggolongan CP (Cerebral Palsy) terbagi

menjadi beberapa kategori, antara lain [19] :

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 62

- Klas C1 (1) Kekejangan (Athetosis) yang parah pada

kedua tangan dan kedua kaki. (2) Kekuatan fungsional

pada kedua lengan dan tubuh tidak sempurna. (3) Terus

memakai kursi roda listrik atau didorong orang lain. (4)

Tidak bisa mengayuh sendiri kursi rodanya.

- Klas C2 (1) Kekejangan sedang sampai berat pada kedua

kaki dan kedua tangan. (2) Kekuatan fungsional pada

kedua tangan dan tubuh tidak sempurna. (3) Terus

memakai kursi roda listrik atau didorong orang lain, dapat

berdiri dengan bantuan atau dapat berdiri dengan cara

yang sukar sekali. (4) Tidak dapat mengayuh sendiri kursi

rodanya.

- Klas C3 (1) Kekejangan sedang sampai berat pada 1

tangan dan 1 kaki, 2 tangan dan 1 kaki, 2 tangan dan 2

kaki. (2) Kekuatan tangan dan tubuh cukup. (3) Terus

memakai kursi roda, tetapi dengan bantuan peralatan dia

dapat berjalan dengan jarak sangat dekat.

- Klas C4 (1) Diplegia sedang sampai berat. (2) Kekuatan

fungsional tangan dan tubuh baik. (3) Terus memakai

kursi roda. (4) Dengan bantuan dapat berjalan dengan

jarak yang dekat.

- Klas C5 (1) Kedua kaki kejang sedang, hingga jalannya

sulit. (2) Diplegia namun mempunyai kekuatan funsional

yang baik pada kedua lengan. (3) Dapat berjalan tanpa alat

bantu, namun untu kegiatan seharihari menggunakan kursi

roda.

- Klas C6 (1) Kekejangan pada kedua tangan. (2) Berjalan

sendiri untu kegiatan sehari-hari. (3) Mempunyai problem

kontrol pada tangan dan kaki.

- Klas C7 (1) Kekejagan ringan sampai sedang pada separuh

tubuh atau 3 anggota badan (tangan dan kaki). (2) Berjalan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 63

sendiri untuk kegiatan. (3) Kemampuan fungsionalnya

baik pada sisi badan yang tak terkena kekejangan.

- Klas C8 (1) Hemiplegia,monoplegia,quadriplegia, ringan.

(2) Mampu berlari dan meloncat dengan bebas. (3) Tidak

mempunyai fungsi tubuh sempurna karena kurangnya

koordinasi .

b. Tuna Netra

Tunanetra adalah mereka yang mempunyai keterbatasan pada fungsi

matanya sehingga dapat menghambat segala aktivitasnya, sejalan

dengan pendapat [18]

“Tunanetra adalah mereka yang penglihatannya menghambat untuk

memfungsikan dirinya dalam pendidikan, tanpa menggunakan

material khusus, latihan khusus atau bantuan lainnya secara khusus.

Pada umumnya tunanetra dapat melihat cahaya, dan barangkali hanya

1 dari 4 tunanetra yang betul-betul buta total. Tunanetra yang buta

total sebagian terjadi sejak lahir atau buta bawaan lahir.

Klasifikasi pertandingan untuk tunanetra adalah sebagai berikut [18] :

a. B1, yaitu yang dari Total Blind yang tidak mampu mengenali cahaya

yang kuat yang diarahkan lurus kemata. Sampai dengan Light

Perseption yaitu yang mampu merasakan cahaya yang kuat dari jarak

3 kaki tetapi tidak mampu mendeteksi tangan yang digerakan dari

jarak yang sama.

b. B2, yaitu tunanetra yang mampu mengenali obyek atau kontur sampai

dengan ketajaman 2/60 atau dibatasi pandangan sejauh 5 derajat.

c. B3, yaitu tunanetra dengan kemampuan melihat dengan ketajaman

2/60 ke 6/60 (20/200) atau pandangan seluas 5 sampai dengan 20

derajat.

c. Tuna Rungu-Wicara

Tunarungu-wicara adalah mereka yang mempunyai kekurangan dalam

hal pendengaran dan bicara sehingga bila berkomunikasi harus

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 64

memakai tanda-tanda isyarat. Dalam pertandingan olahraga para

penderita tunarungu-wicara berada dalam satu kelas tersendiri, hal ini

untuk menjaga keadilan sebuah kompetisi atau perlombaan. Untuk

ajang pertandingan pada olahraga cacat/disabilitas sendiri yang tertera

pada situs NPC terdapat sebagai berikut :

a. Tingkat Dunia disebut Paralympic Games.

b. Tingkat Asia disebut ASIAN Paralympic Games.

c. Tingkat Asia Tenggara disebut ASEAN Paralympic Games.

d. Tingkat Nasional disebut PEPARNAS.

e. Tingkat Provinsi disebut PORCAPROV.

f. Tingkat Kabupaten/Kota disebut PORCAKAB atau PORCAKOT.

4.1.4. Perloambaan Atletik Disabilitas

Perlombaan atletik untuk penyandang cacat mempunyai ketentuan sebagai

berikut bedasarkan [19] :

Tabel 4.2. Klasifikasi Pertandingan

No. Jenis Kecacatan Tingkat Kecacatan

1. Amputi Klas A1 sampai dengan A9

2. Les Autres L1 dan L6

3. Paraplegia I-VI

4. Cerebral Palsy C1-C8

5. Cacat Netra B-B3

6. Cacat Rungu Semua tingkatan

7. Cacat Mental Retardasi Semua tingkatan

1. Klasifikasi dalam pertandingan (pengertian istilah) :

a) T : Track.

b) F : Field.

c) L : Les Autres.

2. Pertandingan :

a. Track (lintasan) : 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1.500 m, 3.00 m,

5.000 m, dan 10.000 m.

b. Field (lapangan) : tolak peluru, lempar lembing, lempar cakram,

lompat tinggi, lompat jauh, dan lompat jangkit.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 65

3. Pertandingan :

c. Track (lintasan) : 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1.500 m, 3.00 m,

5.000 m, dan 10.000 m.

d. Field (lapangan) : tolak peluru, lempar lembing, lempar cakram,

lompat tinggi, lompat jauh, dan lompat jangkit.

Tabel 4.3. Klasifikasi Perlombaan Atletik

No. Perlombaan Jenis Kecacatan

1. T + F 11 Untuk cacat netra B1

2. T + F 12 Untuk cacat netra B2

3. T + F 13 Untuk cacat netra B3

4. T + F 30 Untuk CP berkursi roda (C2)

5. T + F 31 Untuk CP berkursi roda (C2)

6. T + F 32 Untuk CP berkursi roda (C3)

7. T + F 33 Untuk CP berkursi roda (C4)

8. T + F 34 Untuk CP yang dapat berjalan (C5)

9. T + F 35 Untuk CP yang dapat berjalan (C6)

10. T + F 36 Untuk CP yang dapat berjalan (C7)

11. T + F 37 Untuk CP yang dapat berjalan (C8)

12. T + F 42 Untuk amputi dan les autres (A2 + A9 + L5)

13. T + F 43 Untuk amputi dan les autres (A3 + A9 + L5)

14. T + F 44 Untuk amputi dan les autres (A4 + A9 + L5)

15. T + F 45 Untuk amputi (A5 dan A7)

16. T + F 46 Untuk amputi dan les autres (A6 + A8 + L6)

17. T + F 50 Untuk paraplegia (IA)

18. T + F 51 Untuk paraplegia (IB dan IC)

19. T + F 52 Untuk paraplegia (II)

20. T + F 53 Untuk paraplegia (III, IV, V, dan VI)

21. T + F 54 Untuk cacat rungu-wicara I Klas

22. T + F 55 Untuk cacat netra retardasi I Klas

4. Pertandingan :

e. Track (lintasan) : 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1.500 m, 3.00 m,

5.000 m, dan 10.000 m.

f. Field (lapangan) : tolak peluru, lempar lembing, lempar cakram,

lompat tinggi, lompat jauh, dan lompat jangkit.

5. Peraturan permainan : Menggunakan peraturan seksi atletik IPC

(International Paralympic Committee) dan PASI (Persatuan Atletik

Seluruh Indonesia) yang disesuaikan dengan kecacatan atlet.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 66

6. Peraturan khusus :

a. Dalam nomor lempar dan lompatatlet dapat memakai

ancangancang/awalan atau tidak.

b. Pada Klas yang menggunakan kursi roda bila perlu memakai tali

pengikat badan atau kaki, tidak menggunakan tali yang elastis.

c. Pada event Track (lintasan) atlet Klas A2 dan A4 harus memakai

prothesisnya. Dilarang melompat-lompat. Pada event selain Track

(lintasan) mereka boleh memakai prothesisnya atau tidak.

4.2. Tinjauan Teori Asrama

4.2.1. Pengertian Asrama

Asrama dikenal juga dengan istilah Dorminotory yang berasal dari

bahasa latin yaitu Dormotorius yang berarti a sleeping place yang berarti

bahwa dorminotory merupakan keseluruhan bangunan yang berhubungan

dengan bangunan pendidikan yang terbagi atas kamar tidur, meja belajar bagi

penghuninya [20].

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Asrama berarti tempat

pemondokan [21].

Asrama adalah struktur yang memiliki dinding atap dan berdiri kurang

lebih secara permanen di satu tempat; "Ada bangunan tiga lantai di sudut";

“Itu adalah bangunan yang mengesankan” dan perumahan yang tersedia bagi

orang untuk tinggal: “dia menemukan tempat tinggal untuk keluarganya”;

“Saya mengunjungi tempat Sarjananya [22]

Asrama adalah bangunan tempat tinggal bagi kelompok orang yang

bersifat homogeny [23]

Asrama adalah ruang tempat tinggal yang menyediakan kamar atau suite

yang terpisah untuk individu atau kelompok dua, tiga atau keempat dengan

fasilitas toilet dan kamar mandi umum teteapi biasanya tanpa fasilitas

pemelihataan rumah, disebut juga asrama.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 67

Perumahan untuk mahasiswa merupakankesempatan yang baik untuk

mengembangkan dan meningkatkan kualitaspendidikan di Institusi

Akademik. Hasrat untuk menyediakan ruang bagimahasiswa yang mewadahi

kegiatan komputerisasi yang aktif, nyaman, danadanya kesempatan

bersosialisasi merupakan prioritas dari rencana Universitasdan Perguruan

Tinggi [24]

Asrama mahasiswa merupakan bangunan sederhana yang dibangun dan

dibiayai oleh universitas atau sekolah, perorangan, dan atau pemerintah

daerah yang diperuntukkan untuk tempat tinggal pelajar atau mahasiswa.

Asrama didefinisikan sebagai suatu tempat tinggal bersama dengan luasan

yang cukup, yang berhubungan dengan sebuah lembaga pendidikan atau bagi

mahasiswa yang berasal dari luar daerah [25]

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa, Asrama adalah suatu

tempat tinggal dalam jangka waktu yang relative tetap bersama dengan guru

sebagai pengasuhnya yang memberikan bantuan kepada para siswa dalam

proses pengembangan pribadinya melalui proses penghayatan dan

pengembangan nilai budaya.

4.2.2. Fungsi dan Tujuan Asrama

Berikut merupakan fungsi asrama [26]:

a. Sebagai sarana untuk tempat tinggal bagi pelajar selama menempuh

studinya

b. Sebagai sarana interaksi sosial serta dapat mempererat hubungan sosial

antar sesama.

c. Sebagai sarana membentuk pribadi pelajar sehingga dapat mandiri, disiplin

dan bertanggung jawab.

d. Sebagai sarana penunjang kegiatan belajar yang efektif dengan lingkungan

yang kondusif.

Berikut merupakan tujuan asrama :

a. Membantu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam menemukan tempat

tinggal, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari kota dan propinsi lain.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 68

b. Memberi kontribusi positif dalam mengisi kegiatan bagi mahasiswa yang

diselenggarakan oleh perserikatan asrama, kerohanian maupun kegiatan

yang menunjang dengan pendidikan lainnya.

c. Menciptakan lingkungan belajar yang baik dengan fasilitas penunjang

seperti perpustakaan, pusat bimbingan dan ruang belajar sehingga

meningkatkan perstasi mahasiswa.

4.2.3. Karakteristik Asrama

Berikut merupakan penjelasan mengenai karakteristik asrama dari berbagai

Negara [26]

Di Amerika, asrama dikenal sebagai ruang tidur atau bangunan tempat

tinggal bagi sejumlah orang, umumnya mahasiswa. Selain untuk mahasiswa,

asrama juga ditempati oleh peserta suatu pesta olahraga ataupun tentara

militer. Kebanyakan universitas menyediakan kamar yang disewakan untuk

satu orang atau beberapa orang mahasiswa. Di Jepang, banyak perusahaan

besar menawarkan pegawai yang baru lulus disebuah kamar asrama, dimana

kamar asrama memiliki dapur. Biasanya para pegawai membayar murah

(khususnya pria) sehingga dapat menabung untuk membeli rumah ketika

menikah.

Di Inggris, asrama merupakan suatu ruang dengan banyak tempat tidur,

umumnya memiliki sedikit perabot kecuali tempat tidur. Bahkan ada kamar

yang memuat hingga 50 tempat tidur (biasanya asrama militer). Kamar

seperti ini tidak menyediakan privasi bagi penghuninya dan hanya memiliki

tempat penyimpanan yang minim untuk barang milik mereka didekat ranjang

mereka.

Ruangan asrama di universitas bervariasi dalam ukuran, bentuk, fasilitas,

dan jumlah kapasitasnya. Umumnya, kamar asrama menampung satu atau dua

mahasiswa tanpa kamar mandi dalam, memiliki fasilitas kamar mandi

bersama. Selain itu, juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin, dimana pria

dan wanita tinggal dalam kelompok yang berbeda.Biasanya, setiap kamar

asrama memiliki perabot, yaitu: tempat tidur, meja belajar, rak buku, dan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 69

lemari pakaian. Selain itu, fasilitas yang dimiliki asrama adalah: ruang

komunal, kamar mandi bersama, ruang makan / kantin,ruang cuci / laundry,

dan jaringan internet.

Kebanyakan asrama terpisah dari bangunan universitas dan letaknya lebih

dekat ke kampus, hal ini merupakan faktor dalam memilih tempat tinggal

yang dekat dengan ruang kelas, khususnya bagi mahasiswa tahun pertama

yang tidak diizinkan untuk memarkir kendaraan di dalam kampus.

4.2.4. Jenis-Jenis Asrama

1. Jenis asrama berdasarkan status kepemilikannya [27] :

a. Milik Perguruan Tinggi

Pengadaan oleh Perguruan Tinggi, namun pengelolaan dipegang oleh

badan di bawah administrasi perguruan tinggi.

b. Milik Pemerintah Daerah

Penyelenggaraan, pengadaan, pengawasan, dan pengelolaan dipegang

oleh Pemerintah Daerah asal mahasiswa.

c. Milik Yayasan

Asrama yang dibangun dan dikelola oleh suatu yayasan tertentu

dengan sasaran penghuni pelajar dari berbagai perguruan tinggi dan

pelajar yang berasal dari berbagai daerah.

d. Milik Swasta atau Perorangan

Penyelenggaraan, pengadaan, pengawasan, dan pengelolaan dipegang

oleh yayasan, dapat berupa musaha komersial ataupun yayasan sosial

yang mendapat subsidi dari pemerintah.

2. Jenis asrama berdasarkan macam penghuninya (menurut jenis kelamin)

[27] :

a. Women student housing

Tempat tinggal khusus mahasiswa putri yang banyak memilki fasilitas

untuk aktivitas di dalam.

b. Man student housing

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 70

Tempat tinggal khusus mahasiswa putri yang banyak memilki fasilitas

untuk aktivitas di luar.

c. Co – educatinal housing

Tempat tinggal untuk mahasiswa putra dan putri yang berada dalam

satu kompleks yang terpisah dalam 2 bangunan

3. Jenis asrama berdasarkan denahnya

Jenis asrama berdasarkan bentuk dan pola denahnya, yaitu [28]:

a. The Double-Loaded Corridor

Merupakan serangkaian kamar yang tersusun secara linier di kedua

sisi, memiliki satu koridor, dan saling berhadapan, serta biasanya

dengan fasilitas kamar mandi dan sirkulasi tangga di kedua ujungnya.

Gambar 4.1. Double Loaded Corridor

(Sumber : Joseph, 2001)

b. The Gallery Plan

Merupakan deretan kamar satu sisi dengan memiliki satu koridor,

dengan koridor berpola membuka atau menutup.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 71

Gambar 4.2. The Gallery Plan

(Sumber : Joseph, 2001)

c. Vertical Houses

Asrama yang memiliki serangkaian kamar yang terdiri dari 4,6,8 unit

atau lebih. Dengan bangunan yang memiliki satu atau dua tangga yang

melayani sebuah kamar atau sederet kamar disediakan agar

menciptakan kesan seperti tempat tinggal sendiri

Gambar 4.3. Vertical Houses

(Sumber : Joseph, 2001)

d. The Extended Core Plan

Denah tipikal dengan letak core sepanjang deretan unit kamar. Core ini

mewadahi ruang servis, toilet, janitor, dan lift. Deretan hunian kamar

ini mengelilingi empat sisi denah dengan core memanjang hampir

sepanjang deretan unit-unit hunian.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 72

Gambar 4.4. The Extended Core Plan

(Sumber : Joseph, 2001)

e. Point Tower Plan

Tipikal denah yang biasa diaplikasikan pada bangunan bertingkat

tinggi dengan transportasi vertikal berupa lift.

Gambar 4.5. The Extended Core Plan

(Sumber : Joseph, 2001)

4. Jenis Menurut Ukuran Pondok Asrama

Ukuran pondok siswa (Asrama) dibedakan menjadi 4, yaitu [27]:

Pondok kecil mampu menampung 30 50 tempat tidur

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 73

Pondok sedang menampung 40 100 tempat tidur

Pondok besar menampung 100 125 tempat tidur

Pondok sangat besar menampung 250. 600 tempat tidur terbesar

mampu menampung 120 180, paling banyak 400 tempat tidur. Jumlah

tempat tidur dihubungkan dengan jumlah tamu rata rata, sedang tempat

tidur didesain dalam ukuran besar agar dapat menampung lebih banyak

tamu.

5. Jenis Berdasarkan Ketinggian Bangunan

Berikut beberapa kategori bangunan hunian [30]:

Maisonette: Asrama dengan tinggi 1 –4 lantai.

Low rise: Asrama dengan tinggi 4 –6 lantai.

Medium Rise: Asrama dengan tinggi 6 –9 lantai.

High Rise: Asrama dengan tinggi 9 lantai.

6. Berdasarkan Sistem Pengelolaan

Asrama dibagi menjadi 3 jenis, yaitu [31]:

1. Self contained

Pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usahadimana penghuni di

dalamnya merupakan mahasiswa dari beberapaperguruan tinggi yang

berdiri sendiri dan terlepas dari peraturan sebuahperguruan tinggi.

Asrama ini lebih mementingkan segi sosial.

2. Komersial

Pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha dengantujuan

mendapatkan keuntungan sebesar besarnya dengan harga sewasesuai

dengan lokasi dan fasilitas yang disediakan.

3. Bersubsidi

Pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha, dimanademi

kelangsungan operasionalnya mendapatkan subsidi. Terdapat

duamacam asrama mahasiswa, yaitu bersubsidi sebagian dengan

anggaranpengelolaan dibebankan sebagian kepada penyewa dan

bersubsidiseluruhnya dengan anggaran pengelolaan ditanggung

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 74

sepenuhnya olehpemerintah, swasta, atau lembaga lainnya yang

bertujuan meringankanbeban mahasiswa.

4.2.5. Pilihan Konfigurasi Ruang

Berikut adalah pilihan konfigurasi raung tidur dalam asrama [28]:

a. Single Room

Single room menyediakan kontrol privasi bagi penghuninya.

Kriteria ruangan ini memiliki akses langsung dengan koridor dan

menyediakan kebebasan bagi penghuni untuk pulang dan pergi. Privasi

untuk tidur dapat terkendali dengan baik jika bahan pembatas antar ruang

memiliki akustik yang baik (kedap suara). Ruangan ini disusun agar

memungkinkan orang kedua dapat belajar secara efektif. Selain itu, pelajar

harus dapat bermain musik atau instrumen ringan dan menuruti aktivitas

rekreasi lain yang beralasan tanpa menimbulkan masalah

akustik/kebisingan bagi tetangganya.

Gambar 4.6. Gambar susunan diagramatik, single rooms minimum

(Sumber : Chiara,2001)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 75

Gambar 4.7. Gambar susunan diagramatik, single rooms optimum

(Sumber : Chiara,2001)

Gambar 4.8. Gambar susunan diagramatik, single rooms generous

(Sumber : Chiara,2001)

b. Split Double Rooms

Split double rooms mewadahi kontak sosial yang didapat dari dua

orang yang saling berbagi ruang bersama, tetapi di waktu yang sama dapat

menimbulkan dan menyelesaikan masalah sosial dan pembelajaran di

antara kedua pelajar. Ruangan ini terdiri dari dua ruang dengan bukaan

penghubung yaitu dihubungkan oleh pintu, terdapat privasi secara akustik.

Tanpa pintu, susunannya hanya menghasilkan privasi secara visual dan

perlindungan terhadap sumber cahaya. Ketentuan atau syarat dari dua

ruang membuat suatu kemungkinan untuk satu orang tidur sedangkan yang

lain belajar atau bercakap-cakap dengan teman-temannya. Satu susunan

akan terdiri dari dua ruang dalam single room. Lalu ruang mungkin

dipisahkan oleh aktivitas utama, dengan meja belajar, belajar, dan aktivitas

hunian di satu ruang dan tidur dan aktivitas berpakaian di ruang yang lain.

c. Double Rooms

Double rooms adalah ruang komunal dalam perguruan tinggi dan

intitusi tertentu. Dahulu hal tersebut merepresentasikan standar tradisi

ekonomis dan hunian pelajar. Dengan berkembangnya kualitas pendidikan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 76

dan hunian pada satu institusi, hal ini menjadi suatu hal yang tidak

diinginkan.

Gambar 4.9. Gambar susunan diagramatik, double rooms (bunked beds)

minimum

(Sumber : Chiara,2001)

Gambar 4.10. Gambar susunan diagramatik, double rooms (bunked beds)

optimum

(Sumber : Chiara,2001)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 77

Gambar 4.11. Gambar susunan diagramatik, double rooms (bunked beds)

generous

(Sumber : Chiara,2001)

Gambar 4.12. Gambar susunan diagramatik, double rooms (non-bunked beds)

minimum

(Sumber : Chiara,2001)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 78

Gambar 4.13. Gambar susunan diagramatik, double rooms (non-bunked beds)

optimum dan generous

(Sumber : Chiara,2001)

d. Triple Rooms

Triple rooms adalah tipe ruang eksisting di perguruan tinggi, tetapi

tidak direkomendasikan dalam penerapannya saat ini. Area ekstra yang

tersedia melalui ruang ini justru menciptakan berbagai manipulasi perabot.

Bagaimanapun, situasi tiga orang yang hidup dalam satu ruang tidak

menciptakan lingkungan akademik yang ideal.

Gambar 4.14. Contoh Kamar Triple

Sumber : (Ernst, 2002)

e. Four-student rooms

Tempat pelajar berbagi dalam satu ruang memiliki pemaksaan

yang sama dengan tiga orang berbagi dalam satu ruang. Terdapat

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 79

anggapan remeh bahwa ruang yang pada umumnya besar, biasanya cukup

untuk pembagian dengan lemari pakaian, partisi, dan elemen lain, tetapi

hal ini tidak menutup kemungkinan membatasi ruang personal dan privasi

yang menjadi beban pelajar. Banyaknya jumlah pelajar yang akan berbagi

ruang, tetapi lebih dari empat disyaratkan bahwa harus memisahkan ruang

yang bersebelahan menjadi tersedia untuk aktivitas yang mengundang

konflik. Berdasarkan poin tersebut, salah satu yang perlu menjadi

pertimbangan adalah perencanaan suite.

f. Suites

Suite adalah susunan yang terdiri dari empat atau lebih pelajar yang

berbagi semua ruang dalam single atau double rooms, dengan atau tanpa

kamar mandi, dan tentu saja dengan ruang komunal ekstra. Melalui cara

ini, kelompok pelajar bekerja dan hidup bersama dengan jelas memiliki

satu ruang di bawah kontrol mereka yang mungkin digunakan untuk tiga

aspek utama ruang hunian: tidur, belajar, dan beraktivitas sosial. Ruang

komunal dalam suite mengurang tekanan rasa dua pelajar yang mencoba

berbagi satu ruang. Ruang ini juga disediakan untuk aktivitas sosial

layaknya di ruang tamu bangunan perumahan. Pembagian jumlah ruang

secara adil berdasarkan jumlah pelajar membuat kemungkinan adanya pola

pemanfaatan ruang yang bervariasi dan menyediakan fleksibilitas

pertimbangan dalam menyusun ulang suatu ruang.

Pola tipikal ruang komunal juga digunakan seperti ruang belajar;

satu ruang digunakan hanya untuk tidur, dengan pemisahan ruang untuk

belajar dan tujuan sosial, dan empat single roomsdan dua double rooms

dengan ruang tamu komunal.

Suite yang tersusun dari single roomsmemiliki potensi privasi lebih

tinggi dibandingkan double rooms. Bagaimanapun, jika bermaksud

membagi ruang untuk setiap pelajar, penambahan area sirkulasi di atas

merupakan persyaratan normal untuk empat pelajar yang akan menjadi

kebutuhan. Ruang ini mungkin akan mengindikasi turunnya ruang

komunal public.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 80

Gambar 4.15. Gambar susunan ruang suites

(Sumber : Chiara,2001)

Cara lain untuk memperoleh cukup area pada suite yaitu dengan

menghubungkan beberapa ruang koridor dengan satu ruang komunal.

Idealnya, setiap ruang individu akan menjadi ruang yang kedap suara

karena terpisah dengan ruang komunal.

Suite dapat dipengaruhi oleh aktivitas sosial mereka. Kehidupan

sosial yang kuat dalam perkembangan pelajar termasuk aktivitas mereka

disekitar suite memungkinkan berkurangnya dorongan untuk berteman

diluar lingkup mereka. Pelajar juga terdapat memiliki hasrat kesempatan

bertemu pelajar lain sangat tinggi.

Berbagi dalam ruang tamu dapat menghasilkan dasar yang besar

untuk berteman dan menghilangkan stress. Nilai kelompok pelajar di

dalam suite dimana pola relasi yang ditawarkan dapat berkembang

(pertama melalui peruangan atau mungkin dengan dua atau empat

penambahan pelajar dan selanjutnya dengan jumlah yang lebih besar)

menciptakan keseimbangan terbentuknya cara pelengkap di luar. Karena

itu, pra-rancangan untuk penggunaan suite harus menyediakan alternatif

untuk pola kehidupan masa mendatang.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 81

Menjadi sangat penting dalam suite untuk mengorganisasi ruang

komunal yang privasinya terjaga antara ruang tidur dan kamar mandi.

Permasalahan yang terjadi ketika ruang komunal dalam suite terbuka

untuk aktivitas mahasiswi dan itu membutuhkan area penyeberangan

komunal ketika mereka di antara satu ruang dan kamar mandi.

g. Apartmen

Apartemen berbeda dari suite karena menyediakan dapur. Terdiri

dari single roomsatau double rooms yang dibangun mengelilingi ruang

komunal seperti suite, atau mungkin dengan jumlah pelajar dalam ruang

tidur dan ruang komunal lain untuk bersosialisasi, pertemuan, dan belajar.

Pelajar beranggapan mereka akan mendapatkan makanan dengan harga

murah jika mereka memasak dan belanja sendiri. Karena itu, apartemen

mensyaratkan kapasitas ruang untuk suplai makanan yang cukup untuk

jumlah penghuni yang hidup di apartemen.

Pelajar yang tinggal di apartemen atau di luar kampus sering

memiliki alternatif untuk makan di rumah. Pusat servis makanan akan

menyediakan hal tersebut dan melayani untuk banyak pelajar.

Apartemen memiliki ketertarikan dan perbandingan kebebasan dari

kontrol lingkungan, salah satunya penghargaan untuk aktivitas di luar

pendidikan. Hal ini bukan berarti universitas melupakan tanggung jawab

tetapi lebih ke pengakuan akan kualitas kemandirian pelajar.

Pelajar yang tinggal di apartemen memelihara terciptanya relasi

dengan berbagi ruang. Pola ini lebih ke angkatan atas dengan pelajar baru

dan sebaliknya. Pelajar berkemampuan dalam menyusun perkenalan

kampus dan saat ini memperhatikan dalam mengolah pertemanan.

Apartemen seperti suite, dapat berkelompok untuk mewadahi aktivitas

yang dikombinasi pemakaian ruangnya untuk rekreasi, belajar, dan sosial

sehingga ukuran pertemanan semakin mungkin meluas.

Sejak kunci perbedaan antara suite dengan apartemen terletak pada

dapur, ketentuan akan termasuk dalam lokasi stop kontak dapur. Ini

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 82

memungkinkan di masa mendatang untuk perubahan fungsi dan

mempertinggi tingkat fleksibilitas.

4.2.6. Aspek Perilaku dalam Asrama

Asrama merupakan tipe dari perumahan yang sifatnya tetap dan memiliki

karakter-karakter yang khas. Biasanya suatu asrama selalu berhubungan

dengan institusi pendidikan, khususnya pendidikan yang setingkat dengan

universitas. Pada mulanya asrama merupakan tempat tinggal bagi orang orang

yang tidak saling mengenal sehingga situasi demikian seringkali menjadi

kesulitan bagi penghuninya. Dalam perencanaan asrama, pemikiran khusus

seharusnya diberikan kepada masalah masalah yang berhubungan dengan

sosialisasi dan individu yang bercampur di dalamnya dengan kebiasaan yang

berbeda beda. Berikut ini aspek aspek perilaku di dalam asrama [32]:

A. Keselamatan Pribadi (Personal Safety), di dalam asrama tidak lepas dari

bahaya kriminal dan kekerasan, yang dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain: peraturan asrama yang kurang ketat dan kurangnya

pertahanan desain bangunan asrama.

B. Hak teritorial antara institusi pemilik asrama dan penghuni asrama. Hak

para penghuni walaupun bersifat sementara, bukan berarti tidak penting,

karena mereka harus menaati peraturan peraturan yang telah ditetapkan

bersama. Peraturan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan penghuni

agar memiliki perasaan teritorial tempat tinggal mereka yang bersifat

temporer (sementara).

C. Privacy sangat penting bagi penghuni asrama sebagaimana orang lain

membutuhkannya, tetapi hal ini sangat sulit didapatkan didalam asrama

karena dihuni oleh banyak orang.

D. Pembentukan Kelompok (Friendship), biasanya terjadi pada tahun kedua,

dimana pada tahun pertama antar penghuni masih menyesuaikan diri

dengan penghuni lain. Pembentukan kelompok ini juga dapat

meningkatkan rasa aman (personal safety) dan nyaman di dalam asrama.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 83

4.2.7. Pengertian Perilaku Atlet

Perilaku/behavior merupakan (tingkah laku, kelakuan, perilaku, tindak-

tanduk, perangai); sebarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan)

yang dilakukan oleh suatu organisme; secara khusus, bagian dari satu

kesatuan pola reaksi; suatu perbuatan atau aktivitas; suatu gerap atau

kompleks gerak-gerak [33].Proses dan pola perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu proses individual dan proses social.

Proses individual meliputi [34] :

a. Persepsi Lingkungan

Proses manusia menerima informasi mengenai lingkungan sekitarnya dan

informasi mengenai ruang fisik tersebut kemudian diorganisasikan ke

dalam pikiran manusia.

b. Kognisis Spasial

Keragaman proses berpikir selanjutnya, mengorganisasikan, menyimpan,

dan mengingat kembali informasi mengenai lokasi, jarak, dan tatanan

dalam lingkungan fisik.

c. Perilaku Spasial

Merupakan hasil yang termanifestasikan ddalam tindakan dan respons

seseorang, termasuk deskripsi dan prederensi personal, respons

emosional, ataupun manusia dan lingkungan fisiknya.

Dapat disimpulkan bahwa, perilaku atlet yaitu tingkah laku/kelakuan atlet

dalam merespon pola interaksi, dengan kata lain yang dipersingkat perilaku

atlet merupakan aktivitas atlet. Perilaku atlet ada banyak ragam, pada saat

atlet berlatih secara ber-regu, atlet latihan secara individu, atlet beristirahat

dengan tidur, bermain, atau berjalan-jalan [35]

4.3. Tinjauan Istirahat Atlet

Untuk memperoleh latihan yang efektif pada atlet dan juga dalam upaya

untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi pertandingan ada beberapa hal

yang harus diperhatikan, salah satunya adalah atlet harus berada dalam

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 84

keadaan sepenuhnya relaks, diperlukan istirahat yang cukup agar tetap sehat

dan kuat. Istirahat yang cukup sama pentingnya dengan komitmen untuk

berlatih keras. Tanpa istirahat, maka kondisi fisik dan mental para atlet

dapat terganggu. Istirahat merupakan keadaan yang tenang, relaks tanpa

tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (ansietas) [36]. Berikut

beberapa jenis istirahat aktif, antara lain [36]:

1. Sosialisasi

Ini didefinisikan sebagai menghabiskan waktu bersama teman dan

hubungan dan bahkan mengobrol dengan rekan-rekan. Menurut

penelitian terbaru, sosialisasi membantu manusia terhindar dari kanker,

melawan penyakit menular dan kemudahan depresi serta mengurangi

resiko kematian akibat serangan jantung. Hanya mengobrol dengan

teman-teman telah terbukti mengurangi tingkat hormon stres dan

memberikan manfaat hormonal dan psikologis.

2. Istirahat Mental

Salah satu ide dari pentingnya istirahat mental adalah untuk

mendapatkan kondisi 'khusyuk' pada suatu hal yang sederhana.

Membaca buku dapat dikategorikan sebagai istirahat mental.

3. Istirahat Fisik

Cara terbaik untuk melakukan istirahat fisik ini adalah dengan tidur.

Tidur berasal dari kata bahasa latin "somnus" yang berarti alami periode

pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran.

Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan

periodik. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang di alami

seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau

rangsangan yang cukup [38].

Perilaku istirahat atlet dibagi menjadi 2, yaitu perilaku istirahat untuk

cabang olah raga beregu/kelompok dan cabang olahraga individu. Atlet

yang bermain dalam olahraga beregu cenderung lebih ekstrovert, dan lebih

dependen, menggantungkan diri pada orang lain [39]. Olahraga yang

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 85

bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar dibandingkan

dengan cabang olahraga beregu [40].

Dari penjelasan tersebut diambil kesimpulan bahwa atlet dalam

olahraga beregu dapat beristirahat dalam kamar yang dapat menampung

orang yang lebih banyak dibanding dengan atlet olahraga individual karena

atlet dalam olahraga beregu cenderung menggantungkan diri pada orang lain

dan cenderung ekstrovert. Agar para atlet dapat beristirahat dengan nyaman,

kamar atlet akan dirancang menjadi 2 tipe, yaitu kamar untuk atlet beregu

dan kamar atlet individual.

4.4. Pengertian Privasi

Psikologi atlet ber-regu dan atlet individu dengan sendirinya membentuk

kebutuhan akan privasi serta terbentuklah teritori didalamnya. Privasi

sendiri merupakan salah satu konsep dari gejala persepsi manusia terhadap

lingkungannya, dimana konsep ini amat dekat dengan konsep ruang

personal dan teritorialitas.

Terdapat beberapa macam mengenai privasi, dimana masing-masingnya

disajikan dalam pemahaman yang berbeda. Terdapat 4 tipe privasi [41]:

Solitude, merupakan situasi bebas tanpa gangguan dari orang lain

Intimacy, situasi dimana bersama dengan orang lain tapi terbebas dari

dunia luar

Anonymity, situasi dimana tidak diketahui meskipun berada dalam

keramaian

Reserve, merupakan situasi dimana seseorang dipekerjakan sebagai

pengatur situasi apabila terjadi keadaan yang menggangu.

Privasi merupakan inti dari ruang personal. Privasi adalah kehendak

untuk mengontrol akses fisik ataupun informasi terhadap diri sendiri dari

pihak orang lain, sedangkan ruang personal merupakan perwujudan privasi

itu dalam bentuk ruang. Dari uraian tersebut, privasi mempunyai fungsi dan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 86

merupakan bagian dari komunikasi. Dengan demikian, privasi memiliki

tujuan sebagai berikut [42]:

Memberikan perasaan berdiri sendiri, mengembangkan identitas

pribadi.

Memberi kesempatan untuk melepaskan emosi.

Membantu mengevaluasi diri sendiri, menilai diri sendiri.

Membatasi dan melindungi diri sendiri dari komunikasi dengan orang

lain.

Privasi dalam arsitektur merupakan suatu kebutuhan manusia untuk

menikmati sebagian dari kehidupan sehari-hari tanpa ada ganggunan baik

langsung maupun tidak langsung oleh subyek lain. Hal ini dinyatakan dalam

suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari

pihak luar. Jadi, konsep privasi ini jelas ada batasan-batasan fisik dalam

usaha mencapainya [35].

Pada umumnya, interaksi yang terjadi di ruang publik adalah interaksi

yang tidak direncanakan, diantaranya [42]:

Penataan ruang publik untuk mendapat privasi merupakan penataan

ruang agar pertemuan antara orang-orang asing, yang tidak saling

mengenal dapat terjadi dengan tenang dan efisien.

Ruang-ruang semi publik bersifat sedikit lebih privat daripada ruang

publik, seperti koridor, lobi, sekolah, dll. Penataan ruang semipublik

untuk mendapatkan privasi lebih menekankan peluang terjadinya

interaksi atau menghindari terjadinya interaksi.

Ruang semi-private, untuk mendapatkan privasi dalam ruang ini yaitu

dengan menciptakan batas-batas antar kegiatan yang dapat

menimbulkan konflik.

Ruang privat, ruang ini biasanya hanya terbuka bagi seseorang atau

sekelompok kecil.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 87

4.5. Pengertian Teritori

Saat atlet melakukan istirahat sosial hingga istirahat fisik, secara tak

disadari akan terbentuk sebuah teritori dimana atlet tidak akan merasa

terganggu saat beristirahat. Teritori yang dibentuk dalam ruang arsitektur

berdasarkan jenis istirahatnya maka akan membentuk privasi. Sehingga

dalam beristirahat, atlet memerlukan teritori untuk mencapai privasinya

[43].

Teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda,

kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan

identitas. Termasuk didalamnya dominasi, control, konflik, keamanan,

gugatan akan sesuatu, dan pertahanan [44].

Teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan

atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan cirri

pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain [45].

Penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya

dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer [46].

Teritorialitas memiliki 4 karakter utama, diantaranya [41]:

Kepemilikan atau hak dari suatu tempat

Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu

Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar

Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar

psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan

estetika.

Pembagian teritori dibagi menjadi 3 bagian yang didasarkan pada

derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian, diantaranya [47]:

Teritori Primer

Teritori ini dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran

terhadap teritori ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari

pemiliknya dan ketidak mampuan untuk mempertahankan teritori utama

ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikologis

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 88

pemiliknya. Contoh dari teritori ini adalah ruang kerja, ruang tidur,

wilayah Negara, dll.

Teritori Sekunder

Jenis ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh

perorangan. Teritorial ini dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang

sudah cukup saling mengenal. Contoh dari teritori ini yaitu ruang kelas,

kantin, kampus, dan ruang latihan olahraga. Sifat dari teritori ini yaitu

semi publik.

Teritorial Umum/Publik

Teritori yang terbuka untuk umum dan dapat digunakan oleh setiap

orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat

dimana teritorial umum itu berada. Contoh dari teritori ini adalah bis

kota, gedung bioskop, dan sebagainya.

Berikut klasifikasi teritorialitas yang sebanding dengan [47], namun

terdapat 2 tipe yang berbeda yaitu [48]:

Teritori Interaksi

Teritori yang ditujukan pada suatu daerah yang secara temporer

dikendalikan oleh sekelompok orang yang berinteraksi. Contoh dari

teritori ini adalah sebuah tempat perkemahan dan lapangan sepak bola.

Teritori Badan

Teritori ini dibatasi oleh badan manusia, artinya segala sesuatu

mengenai kulit manusia tanpa ijin dianggap gangguan. Secara otomatis

orang akan mempertahankan diri terhadap gangguan tersebut.

Pengontrolan teritori dapat mencapai lingkup privasi dalam suatu

lingkungan, karena didalamnya tercakup pemenuhan kebutuhan dasar

manusia yang meliputi [49]:

Kebutuhan akan identitas, berkaitan dengan kebutuhan akan

kepemilikan, kebutuhan terhadap aktualisasi diri, yang pada prinsipnya

adalah dapat menggambarkan kedudukan serta peran seseorang dalam

masyarakat.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 89

Kebutuhan terhadap stimulasi yang berkaitan erat dengan aktualisasi

dan pemenuhan diri.

Kebutuhan akan rasa aman, dalam bentuk bebas dari kecaman, bebas

dari serangan oleh pihak luar, dan memiliki keyakinan diri.

Kebutuhan yang berkaitan dengan pemeliharaan hubungan dengan

pihak-pihak lain dan lingkungan sekitarnya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keanekaan teritori adalah

karakter personal seseorang, perbedaan situasional berupa tatanan fisik dan

situasi sosial budaya seseorang. faktor yang mempengaruhi teritori,

diantaranya:

Faktor Personal, berupa jenis kelamin, usia, dan kepribadian seseorang.

Situasi, tatanan fisik dan sosial budaya seseorang.

Faktor Budaya, latar belakang budaya dalam sebuah kelompok yang

memiliki kebudayaan sama.

Penerapan teritorialitas dalam desain arsitektur mengacu pada pola

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan teritorialitas sehingga dapat

mengurangi agresi, meningkatkan kontrol, dan membangkitkan rasa tertib

dan aman [42].

Publik dan Privat

Ruang publik adalah area yang terbuka. Ruang ini dapat dicapai

oleh siapa saja pada waktu kapan saja dan tanggung jawab

pemeliharaannya adalah kolektif.

Ruang privat adalah area yang aksesibilitasnya ditentukan oleh

seseorang atau oleh sekelompok orang dengan tanggung jawab ada

pada mereka. Derajat aksesibilitas itu terkadang merupakan suatu

peraturan atau ketentuan, namun dapat juga terjadi suatu kesepakatan

saja diantara para pemakainya.

Dalam perancangan ruang-ruang arsitektur, perbedaan teritori

dapat dilakukan dengan dengan memberikan batas nyata seperti

dinding, pintu, atau dapat pula dengan simbolik atau logo tertentu.

Ruang Peralihan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 90

Daerah peralihan dibuat sebagai penghubung berbagai teritori yang

berbeda sifatnya. Sebagai daerah peralihan dari teritori primer yang

bersifat privat ke teritori publik, perwujudan arsitekturalnya harus

ramah karena merupakan daerah “selamat datang” sekaligus “selamat

jalan”. Area peralihan semacam ini juga dipakai sebagai wadah

melakukan kontak sosial sehingga secara administratif bisa termasuk

teritori publik ataupun teritori privat.

Demikian beberapa penjelasan mengenai teori-teori yang menunjang

didalam penelitian ini. Berdasarkan teori dari proses individual perilaku

manusia khususnya didalam persepsi manusia terhadap lingkungannya,

kebutuhan akan privasi dan teritori diharapkan terpenuhi dengan baik.

4.6. Standar Disabilitas

Asas Fasilitas dan Aksesibilitas

1. Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu

lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua

orang.

2. Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau

bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.

3. Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat

atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.

4. Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan

mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam

suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.

Persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan

lingkungan meliputi [50] :

a. Ukuran dasar ruang;

b. Jalur pedestrian;

c. Jalur pemandu;

d. Area parkir;

e. Pintu;

f. Ram;

g. Tangga;

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 91

h. Lif;

i. Lif tangga (stairway lift);

j. Toilet;

k. Pancuran;

Persyaratan :

a. Bilik pancuran (showe cubicles) harus memiliki tempat duduk yang lebar

dengan ketinggian disesuaikan dengan cara-cara perilaku memindahkan

badan pengguna kursi roda.

b. Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat ( hand rail ) pada posisi

yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu.

c. Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm atau alat pemberi tanda

lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat.

d. Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang bisa

dibuka dari luar pada kondisi darurat ( emer gency ).

e. Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu bukaan keluar.

f. Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan

dengannya harus bebas dari elemen-elemen yang runcing atau

membahayakan

g. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit.

Ukuran dan Detail Penerapan Standar [50] :

Gambar 4.16. Potongan Bilik Pancuran

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 92

Gambar 4.17. Bilik dengan Tempat Duduk dan Bak Penampung

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Gambar 4.18. Bilik Pancuran Tanpa Tempat Duduk

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Gambar 4.19. Ukuran Dasar Bak Rendam

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

l. Wastafel;

Persyaratan :

a. Wastafel harus dipasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan

lebar depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan

baik.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 93

b. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel.

c. Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak

menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda.

d. Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap pengguna kursi

roda.

e. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit.

Gambar 4.20. Wastafel

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Gambar 4.21. Ruang Bebas

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 94

Gambar 4.22.Ukuran Ruang Bebas

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

m. Telepon;

Persyaratan :

a. Telepon umum disarankan menggunakan tombol tekan, harus terletak

pada lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang

cacat, orang tua, orang sakit, balita dan ibu-ibu hamil.

b. Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan telpon umum

sehingga memudahkan penyandang cacat untuk mendekati dan

menggunakan telpon.

c. Ketinggian telepon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang

telpon terhadap pengguna kursi roda 80-100 cm.

d. Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan

alat kontrol volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau.

e. Bagi tuna rungu sebaiknya disediakan "telepon text", khususnya untuk

di kantor pos, bangunan komersial, dan fasilitas publik lainnya.

f. Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telpon dalam huruf

Braille dan dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (tal ki ng sign) yang

terpasang di dekat telpon umum.

g. Panjang kabel gagang telpon harus memungkinkan pengguna kursi roda

untuk menggunakan telpon dengan posisi yang nyaman, dengan

ketinggian ± 75 cm.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 95

h. Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan

gerak pengguna dan site yang tersedia. 3

Gambar 4.23.Gagang Telepon Diatas

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

n. Perlengkapan dan Peralatan Kontrol;

o. Perabot;

Persyaratan-persyaratan :

a. Sistem alarm/ peringatan

- Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari sistem peringatan

suara ( vocal alar ms), sistem peringatan bergetar vibrating alarms)

dan berbagai petunjuk serta penandaan untuk melarikan diri pada

situasi darurat .

- Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah

pengoperasian sistem alarm, termasuk peralatan bergetar (vibraing

devices) di bawah bantal.

- Semua pengontrol peralatan listrik harus dapat dioperasikan dengan

satu tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau

sampai dengan memutar lengan.

b. Tombol dan stop kontak

Tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan

tingginya sesuai dan mudah dijangkau oleh penyandang cacat.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 96

Gambar 4.24.Meja Bujur Sangkar

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Gambar 4.25.Meja Persegi Panjang

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Gambar 4.26. Tempat Tidur Tunggal

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 97

p. Rambu dan Marka.

Standar Sirkulasi Disabilitas [50]:

Gambar 4.27. Ruang Gerak Pemakai “Kruk”

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Gambar 4.28. Ruang Gerak Tuna Netra

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 98

Gambar4.29. Ukuran Kursi Roda

Sumber : (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2006)

4.7.Alokasi Ruang

Ukuran ruang yang minim harus dihindari. Keberhasilan pengukuran

ruang harus selaras baik kebutuhan ekonomi institusi maupun kebutuhan

spatial pengguna yaitu mahasiswa. Penelitian menemukan adanya ukuran

yang sesuai yaitu antara 33,52 m2 untuk single rooms dan 60,96 m2 untuk

2 orang dalam satu ruang.

Layout perabot sebagai sesuatu yang mudah berpindah akan

menentukan ukuran minimal suatu ruangan. Hal ini juga membatasi

ekspresi diri suatu ruang. Jika ukuran ruang semakin lebar, maka potensi

ruang untuk mengekspresikan diri melalui penataan perabot juga semakin

meningkat.

4.8.Tinjauan Khusus Bangunan dan Tapak

4.8.1. Tinjauan Tapak

Asrama mengutamakan aspek efisiensi yang menjadi kriteria penting

dalam pemilihan likasi dan tapak Asrama. Hal tersebut merupakan

pertimbangan awal dalam pemilihan lokasi. Beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi antara lain [52] :

a. Waktu tempuh maksimal 30 menit untuk mencapai tempat kerja dan

pusat – pusat pelayanan di perkotaan.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 99

b. Jaringan infrastruktur sudah lengkap, sehingga meminimalkan biaya

pengadaan jaringan baru pada pengembangan sebuah apartemen.

c. Aksesibilitas baik, terdapat sarana dan prasarana transportasi dengan

kualitas baik. Pemilihan tapak sebuah apartemen mempertimbangkan

hal - hal berikut :

a. Pemasaran, ditinjau dari permintaan pasar terhadap apartemen,

jenis hunian, potensi sekitar, dan rencana di masa mendatang. B

b. Hal – hal yang berkaitan dengan jalan, parkit, taman, dan bahaya

lingkungan seperti debu, kebisingan, asap, dll.

c. Lingkup pelayanan kota.

d. Jenis transportasi, waktu pencapaian, biaya transportasi, dan jadwal

transportasi umum.

e. Peraturan pemerintah setempat tentang masalah bangunan.

f. Fasilitas yang ada di lingkungan sekitar tapak.

g. Utilitas pada tapak seperti saluran hujan, persediaan air, gas, listrik,

jaringan telepon.

4.9.Kriteria Penentuan Lokasi Asrama Atletik Disabilitas

a. Aksesibility

Lingkungan adalah area sekitar bangunan gedung atau kelompok

bangunan gedung yang dapat diakses dan digunakan oleh semua orang

termasuk penyandang cacat dan lansia [53].

b. Kepemilikan

Bangunan gedung yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri adalah

semua bangunan, tapak bangunan dan lingkungan luar bangunannya, baik

yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta, maupun perorangan, yang

berfungsi selain sebagai rumah tinggal pribadi yang didirikan, dikunjungi

dan mungkin digunakan oleh semua orang termasuk penyandang cacat dan

lansia dan lansia [53].

c. Fasilitas

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 100

Setiap pembangunan tapak bangunan gedung harus memperhatikan

pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada [53] :

i. Ukuran dasar ruang/ruang lantai bebas;

ii. Jalur pedestrian;

iii. Jalur pemandu;

iv. Area parkir;

v. Ram;

vi. Rambu dan Marka;

Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa

sehingga mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga [50]:

a. cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman;

b. cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi

untuk memadamkan api;

c. dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.

d. Fungsi bangunan

Fungsi bangunan edung diusulkan oleh calon pemilik bangunan gedung

dalam bentuk rencana teknis bangunan gedung dan tidak boleh

bertentangan dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Teknis Ruang

Kota. Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan

lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari

lokasi yang bersangkutan [50].

Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui [50] :

a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah;

b. Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR); dan

c. Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan (RTBL).

e. Land Use

Hubungan antara sirkulasi parkir dengan kepadatan aktivitas. Area yang

berbeda dalam perngaturan perkotaan dengan kapasitas yang berbeda

untuk intensitas, akses, parkir, ketersediaan system transportasi, dan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 101

permintaan untuk penggunaan individu. Masalah utama dalam kebijakan

penggunaan lahan [54] :

a. Kurangnya keragaman penggunaan di suatu daerah

b. Kegagalan dalam mempertimbangkan faktor fisik lingkungan dan

alam.

4.10.Prinsip Penerapan Aksesibilitas

Dalam rangka menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi pedoman

teknis fasilitas dan aksesibilitas, digunakan prinsip-prinsip penerapan

sebagai berikut:

a. Setiap pembangunan bangunan gedung, tapak bangunan, dan

lingkungan di luar bangunan harus dilakukan secara terpadu.

b. Setiap kegiatan pembangunan bangunan gedung harus memperhatikan

semua pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada:

Ukuran dasar ruang/ ruang lantai bebas;

Pintu;

Ram;

Tangga;

Lif;

Lif Tangga (stairway lift);

Toilet;

Pancuran;

Wastafel;

Telepon;

Perabot;

Perlengkapan dan Peralatan Kontrol;

Rambu dan Marka.

a. Setiap pembangunan tapak bangunan gedung harus memperhatikan

pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada: - Ukuran dasar

ruang/ruang lantai bebas;

Jalur pedestrian;

Jalur pemandu;

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 102

Area parkir;

Ram;

Rambu dan Marka;

b. Setiap pembangunan lingkungan di luar bangunan harus

memperhatikan pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada: -

Ukuran dasar ruang / ruang lantai bebas;

Jalur pedestrian;

Jalur pemandu;

Area parkir;

Ram;

Rambu dan Marka.

4.11. Analisis Fungsional

Asrama Atlet Cabor Atletik merupakan sebuah tempat tinggal sementara

yang digunakan oleh para atlet diseluruh wilayah Jawa Barat. Tempat

tinggal tersebut dilengkapi berbagai fasilitas guna menunjang kebutuhan

atlet difabel selama proses karantina yaitu 6 bulan.

4.11.1. Program Ruang

Tabel 4.4. Besaran Ruang

NO. NAMA RUANG LUAS

RUANG

NO. NAMA RUANG LUAS

RUANG

1. R. Fisioterapi 60,84m² 24. Janitor 0,52 m²

2. Taman Healing 188,7 m² 25. Ruang Gym 243,36

3. Mushola 107,32

26. R. Tidur Penjaga 7,54 m²

4. R. Kantor Medic 96,2 m² 27. Dapur Umum 8,11 m²

5. R. Tindakan 5,56 m² 28. Gedung Serbaguna 29,31

6. R. Tunggu 25,77 m² 29. Pos Stpam 1,85 m²

7. R. Konsultasi Psikologi 5,56 m² 30. Ruang Laundry 8 m²

8. R. Ahli Terapi Okupasi 5,56 m² 31. Tempat Jemur Baju 1,95 m²

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 103

9. R. Ahli Terapi Saraf Motorik 5,56 m² 32. Toilet Umum 8,92 m²

10. R. Perawat dan Dokter 12,32 m² 33. Tempat Parkir 522,64

11. R. Kepala NPCI Jawa Barat 6,77 m² 34. Ruang Makan 200 m²

12. R. Staf Karyawan 8 m² 35.

Pantry 10,23

13. R. Rapat 142,14

36. Ruang Bersama

122,16

14. R. Informasi 8 m²

15. R. Tamu 16,82 m²

16. R. Istirahat Pengelola 37,36 m²

17. Toilet Staf 15,84 m²

18. Lobby 120 m²

19. Gudang Barang 39,66 m²

20. R. Pelatih Olahraga 10,8 m²

21. R.Tidur Atlet Tuna Netra 21 m²

22.

R.Tidur Atlet Tuna

Rungu/Wicara dan Tuna

Grahita

37,43 m²

23. R. Tidur Tuna Daksa 21,96 m²

4.11.2. Persyaratan Teknis

Berdasarkan Buku de Chiara, Time Saver Standards for Building Types

mengenai persyaratan ruang area, ukuran asrama yang digunakan adalah:

Table 4.4. Room Area Chart

Number of Double Bunk Number of People Min. Area Needed (sq ft)

2 4 120

4 8 240

6 12 360

8 16 480

10 20 600

12 24 720

14 28 840

16 32 960

Sumber : Chiara,2001

Time Saver Standards for Building Types menyebutkan bahwa luas

ruangan minimum untuk satu kamar dengan 2 tempat tidur tingkat yang

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 104

dihuni 4 orang adalah 120 kaki persegi atau +11m2. Dapat dipahami juga

jika di kamar tersebut ditempatkan 2 tempat tidur tidak bertingkat, maka

luasan yang dibutuhkan kurang lebih sama karena angka tersebut

memperhitungkan area yang dibutuhkan oleh tempat tidur. Luasan kamar

asrama dipengaruhi oleh banyaknya penghuni, jumlah tempat tidur yang

digunakan dan jenis tempat tidur yang digunakan.

Pada umumnya, kamar asrama yang dihuni oleh 2 atau lebih orang

menggunakan tempat tidur double decker/double bunk untuk

mengoptimalkan luas kamar agar dapat menampung banyak penghuni.

Gambar 4.30. Area minimum per double bunk, 60 sq ft

Sumber : Chiara,2001

Pada gambar 2.1 terlihat bahwa ketinggian minimum langit-langit

disarankan setinggi 2,4m yang sebetulnya tidak cukup untuk menampung

kegiatan duduk orang yang tidur di tempat tidur tingkat kedua. Ketinggian

tersebut juga berakibat pada ketinggian tempat tidur bagian bawah yang

juga rendah.

Rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas

total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang

secara tetap, dan tidak terletak di atas atau dibawah bangunan hunian lain

atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi [50]

Definisi Standar luas ruang tidur [51]:

- Minimal :

Luas minimal yang dibutuhkan mahasiswa dalam kamar yang

memungkinkan adanya tumpukan (overlap) interior.

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 105

- Optimal :

Ruang yang dianggap cukup tanpa overlap baik interior maupun sisa

ruang.

- General :

Menyediakan tidak saja ruang untuk interior namun memungkinkan

kenyamanan bergerak

Standart Luas Ruang Tidur [51]:

a. Ruang Tunggal/Single Rooms

Minimal: 8,5 m2

Optimal : 10 m2

General : 11 m2

b. Ruang Ganda/Dobel rooms, tanpa tempat tidur susun:

Minimal : 16 m2

Optimal : 20,5 m2

General : 22 m2

c. Ruang Ganda/Dobel rooms, dengan tempat tidur susun:

Minimal : 13 sq feet

Optimal : 15sq feet

General : 17 sq feet

4.12. Analisis Kondisi Lingkungan

Tabel 4.5. Analisis Site

NO. KATEGORI KETERANGAN KEKURAN

GAN

KELEBIHAN

1. Lokasi

LOKASI : JL. Derwati, Gedebage.

LUAS LAHAN : 40.500 m

KDB : 60%

KLB : 1.2

Jauh dari

pusat

keramaian

kota

Memenuhi

prinsip kriteria

sebagai lokasi

hunian baik

untuk atlet

atletik dan

untuk

penyandang

disabilitas

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 106

POTENSI SITE :

Transportasi dapat dijangkau dengan

mudah

Dekat dengan rumah sakit

Dekat dengan pemadam kebakaran

Peruntukan hunian

Dekat dengan stadion GBLA

2. Aksesibilitas Akses menuju Stadion GBLA hanya

membutuhkan jarak tempuh 7 menit

dengan menggunakan mobil. Dapat

diakses menggunakan kendaraan

pribadi maupun umum. Sedangkan

jarak tempuh menuju rumah sakit

terdekat (RSAI Bandung) yaitu 12

menit menggunakan kendaraan mobil,

dan dapat diakses pemadam kebakaran

dengan jarak tempuh paling dekat 27

menit.

Sistem jalan

dua arah

Dapat

memudahkan

pengunjung

untuk

mengakses site

3. Enterance Lokasi site berdekatan dengan jalan

utama, sehingga akses untuk

pencapaiannya mudah.

Tidak

terdapat

jalur

Site berada

disamping

jalan

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 107

pedestrian

4. Sirkulasi

kendaraan

Sirkulasi kendaraan baik, tidak begitu

banyak kendaraan yang berlalu-lalang,

sehingga kepadatan kendaraan rendah,

walaupun memiliki system dua jalur

kendaraan

Memiliki

system dua

jalur

kendaraan,

dan tidak

terdapat

zebra cross

ataupun

jembatan

penyebrang

an

Memiliki

intensitas

kepadatan

kendaraan

yang rendah.

5. Utilitas Terdapat lampu jalan, tiang listrik yang

dipasang disepanjang pintu masuk site.

Memiliki jalur drainase yang lebar

Tidak

terdapat

jalur

pedestrian,

dan tatanan

street

furniture

yang baik

Memiliki

system

drainase yang

cukup baik

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 108

6. Kebisingan Kebisingan pada lokasi site rendah, hal

ini dikarenakan jalur tersebut jarang

dilalui oleh kendaraan bermotor, serta

berada diingkungan pemukiman yang

memiliki kapasitas kebisingan yang

tidak terlalu tinggi, sehingga lokasi ini

cocok untuk dijadikan hunian untuk

atlet

Lokasi site

dengan

kondisi

yang tidak

begitu

ramai,

membuat

sedikit

kekhawatira

n jika

malam hari

Kebisingan

rendah

7. Polusi Hal ini sangat jelas, karena kendaraan

bermotor setiap harinya selalu berlalu

lalang di jalan soekarno hatta, selain

asap kendaraan yang menjadi polusi

pada site juga banyaknya debu yang

bertaburan akibat lalu-lalang kendaraan

bermotor.

Memiliki

polusi

cukup

tinggi

Bangunan

dapat

dimundurkan,

agar polusi

tidak langsung

ke bangunan.

8. Lingkungan

Sekitar

Cukup jauh

dari pusat

perkotaaan

Site berada

diantara

kawasan

hunian,

kebisingan

hanya

ditimbulkan

dari kendaraan

bermotor saja.

9. Topografi Kondisi tanah gembur, tanah dengan

klasifikasi subur karena banyak

terdapat beberapa rumut liar, tanaman,

dan pohon yang tumbuh dengan subur

pada site. Kondisi site merupakan suatu

Merupakan

bekas

bangunan

Memiliki

tanah dengan

tingkat

kesuburan

cukup tinggi

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 109

bangunan yang kemudian dibongkar

dan dijadikan tanah kosong hingga saat

ini.

10. Potensi

View

Potensi view terletak pada jalan

derwati, karena pada area terdebut

terdapat pemandangan sebuah gunung

kan akan terlihat jelas pada pagi

maupun sore hari.

View tidak

akan dapat

dicapai jika

tinggi

bangunana

rendah.

View akan

dapat dicapai

jika memiliki

tinggi

bangunan

11. Vegetasi Kondisi vegetasi cukup baik, hal ini

terlihat beberapa pohon nangka yang

tumbuh lebat disepanjang jalur pintu

masuk site. Selain memiliki vegetasi

yang baik pada sepanjang jalur pintu

masuk site, juga terdapat beberapa

pohon rindang yang tumbuh di site.

Vegetasi

hanya

pohon liar

yang

tumbuh

disektar site

Memiliki

vegetasi yang

cukup baik

Laporan TA – Anggie Wulan R (10415041) | 110