bab 4

19
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Mastoiditis 4.1.1 Anatomi Mastoid Antrum mastoid terletak di belakang cavum tympani di dalam mpars petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah malalui aditus. Diameter aditus lebih kurang 1 cm. Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum. Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan canalis semicircularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang , yaitu tegmen tympani, yang berhubungan dengan meningens pada fossa cranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang – lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideae (Snell, 2006). 13

Upload: muhammad-azmi-agung

Post on 22-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dd

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 4

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Mastoiditis

4.1.1 Anatomi Mastoid

Antrum mastoid terletak di belakang cavum tympani di dalam mpars

petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah malalui aditus.

Diameter aditus lebih kurang 1 cm. Dinding anterior berhubungan dengan telinga

tengah dan berisi aditus ad antrum. Dinding posterior memisahkan antrum dari

sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk

dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan canalis

semicircularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang , yaitu

tegmen tympani, yang berhubungan dengan meningens pada fossa cranii media

dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang – lubang,

menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideae (Snell, 2006).

Pocesus mastoideus mulai berkembang pada tahun kedua kehidupan.

Cellulae mastoidea adalah suatu rongga yang saling berhubungan di dalam

procesus mastoideus yang di atas berhubungan dengan antrum dan cavum

tympani. Rongga – rongga ini dlapisi oleh membran mukosa (Snell, 2006).

Cellulae mastoidea seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani.

Dekat antrum sel – sel nya kecil, makin ke perifer sel – selnya bertambah besar.

Oleh karena itu bila terjadi radang pada sel – sel mastoid, drainase tidak begitu

13

Page 2: BAB 4

baik sehingga mudah terjadi radang pada mastoid atau disebut mastoiditis

( Adams, 1997).

4.1.2 Definisi

Definisi mastoiditis adalah semua peradangan yang terjadi di prosessus di

mastoid air cell yang berada di tulang temporal. (Devan, 2014).

4.1.3 Etiologi

Mastoiditis dapat disebabkan kuman – kuman pseudomonas, streptoccus,

staphyloccus, Moraxella Catarrhalis, dan bakteri lainnya. Mikrobakteri penyebab

tersering adalah Streptococcus pneumonia (Devan, 2014).

4.1.4 Epidemiologi

Insiden mastoiditis yang memerlukan pembedahan yang berasal dari otitis

media akut sebanyak 0,004 % di Amerika Serikat. Mastoiditis akut adalah

penyakit yang sering terjadi pada usia muda kurang dari 2 tahun, dengan usia rata

– rata 12 bulan. Tetapi mastoiditis bisa terjadi kepada orang di segala usia (Devan,

2014).

Sebelum masa antimikroba, mastoidektomi dilakukan sebanyak 20 % dari

pasien dengan otitis media akut. Insiden mastoiditis telah menurun sejak

berkembangnya antimikroba dan telah menjadi langka. Pada tahun 1948, tingkat

ini menurun sampai kurang dari 3 % dan saat ini diperkirakan kurang dari 5 kasus

per 100.000 orang di Amerika Serikat atau negara – negara maju lainnya. Insiden

mastoiditis lebih tinggi di negara – negara berkembang daripada tempat lain,

terutama sebagai konsekuensi dari otitis media yang tidak diobati. Walaupun

insiden penyakit in telah menurun secara substansial di Amerika Serikat, namun

14

Page 3: BAB 4

masih merupakan infeksi yang signifikan secara klinis dengan potensi komplikasi

mengancam jiwa (Brook, 2014).

Negara – negara berkembang dan negara – negara di mana otitis media

akut tidak diobati dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis,

mungkin dihasilkan dari otitis media yang tidak diobati. Sebagai contoh , insiden

mastoiditis di Belanda yang memiliki tingkat peresepan antibiotik rendah untuk

otitis media akut, dilaporkan sebanyak 3,8 kasus per 100.000 penduduk per tahun.

Di semua negara lain dengan tingkat persepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh

lebih rendah daripada ini, yaitu 1,2 – 2 kasus per 100.000 orang per tahun (Brook,

2014).

4.1.5 Patofisiologi

Mastoiditis terjadi karena Streptococcus B Hemolyticus / pneumococcus.

Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknyas air ke

dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan

infeksi traktur respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa

terdapat pus yang berbau busukk akibat infeksi traktur respiratorius (Kartika,

2009).

Mastoditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah , bakteri

yang didapat apda mastoiditis baisanya sama dengan bakteri yang didapat pada

infeksi telinga tengah. Bakteri gram negatif dan Staphyloccus Aureus adalah

beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah

disebutkan di atas, bahwa keadaan – keadaan yang menyebkan penurunan dari

sistem imun dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis.

15

Page 4: BAB 4

Pada beberapa penelitian terakhir hampir sebagian dari anak – anak yang

menderita mastoiditis tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah se belumnya.

Bakteri yang berperan pada penderita anak – anak ini adalah S. Pneumoniae

(Kartika, 2009)

4.1.6 Gejala Klinis

Pasien mungkin memiliki gejala unik dari mastoiditis akut dan kronis. Mastoiditis

akut umumnya timbul setelah episode baru atau terjadi bersamaan dengan otitis

media akut dan sering menyebabkan demam (Brook, 2014).

Presentasinya bervariasi menurun usia dan tahap infeksi :

A. Penyakit kronis yang dapat subklinis, sering terjadi sekunder pada

pengobatan sebagain dengan otitis media akut dengan antibiotik.

B. Otorrhea yang berlangsung lebih dari 3 minggu adalah tanda yang paling

konsistem uang menunjukkan bahwa proses kronis yang melibatkan

mastoiditis telah terjadi.

C. Demam bisa ditemukan, suhu pasien dapat tinggi. Demam dapat tak henti –

hentinya pada mastoiditis akut dan mungkin berhubungan dengan otitis media

akut terkait. Demam yang menetap, terutama jika pasien mendapatkan

antimikroba yang memadai dan tepat, adlaah umum pada mastoiditis akut.

D. Nyeri dapat dilaporkan. Nyeri terlokalisir jauh di dalam atau di belakang

telinga dan biasanya lebih buruk pada malam hari. Nyeri yang menetap

adalah tanda peringatan penyakit mastoideus temuan ini mngkin sulit untuk

mengevaluasi pada pasien muda

16

Page 5: BAB 4

E. Kehilangan pendengaran dapat terjadi. Hal ini biasa terjadi dengan semua

proses melibatkan celah tengah telinga.

F. Gejala non spesifik (paling umum diamati pada bayi) termasuk kehilangan

nafsu makan dan iritabilitas

4.1.7 Pemeriksaan Fisik

Mastoiditis akut adalah infeksi bakteri serius dari tulang temporal dan

paling sering sebagai komplikasi dari otitis media. Symptom yang sering adalah

eritema, aurikula bengkak, dan demam (Devan, 2014).

Temuan pada mastoiditis akut dan kronik termasuk penebalan periosteal,

abses subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipplelike (seperti puting) dari

membran timpani pusat. Meneentukan adanya penebalan periosteal memerplukan

perbandingan dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi dari daun telinga

ke arah bawah dan ke luar (terutama pada anak – anak < 2 tahun) atau ke atas dan

ke luar (pada anak – anak > 2 tahun) dapat ditemukan. Abses subperiosteal

merubah posisi aurikel ke lateral dan melenyapkan kulit postauricular. Jika lipatan

tetap ada proses ini terjadi di lateral periosteum. Otitis media terlihat dengan

pemeriksaaan otoskop. (Brook, 2014)

Tanda – tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut (Brook, 2014)

1. Bulging membran timpani yang erythematous.

2. Eritema , tenderness, dan edema di atas area mastoid

3. Fluktuasi postauricular

4. Tonjolan dari aurikula

5. Pengenduran dinding kanalis postsuperior

17

Page 6: BAB 4

6. Demam (terutama pada anak – anak < 2 tahun)

7. Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak – anak < 2 tahun)

Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi

ekstensi ke luar proses mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya atau

dengan komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah

4.1.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan (Syamsuhidajat, 1997) :

1. Gejala klinis

2. Laboratorium

Darah : leukositosis

Pengambilan sekret untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas antibiotik

3. Pemeriksaan audiometric : tuli konduktif

4. Foto rontgen dan CT Scan menunjukkan perkabutan difus sel – sel

mastoid dan hilangnya septa antar selulae

4.1.9 Penatalaksanaan

Pasien diberikan antibiotik yang didasarkan dari hasil kultur. Pemberian

dilakukan selama 2 – 3 mingu secara oral. Selama pemberian antibiotik, pasien

harus diobservasi untuk memonitor tanda – tanda kekambuhan. Bila tidak terdapat

perbaikan atau ditemukan kolesteatoma perlu dilakukan pembedahan (Devan,

2014).

Terapi pembedahan yang dapat dilakukan meliputi myringotomy

/tympanocentesis , tympanostomy tube placement, dan mastoidectomy.

18

Page 7: BAB 4

Myrongotomy / tympanocentesis digunakan untuk mengambil spesimen

dan meredakan nyeri akibat otitis media akut. Pembukaan ini biasanya sembuh

dalam beberapa hari. Tympanostomy tube membuat drainase dari pus yang

terperangkap di telinga tengah dan mastoid. Karena ini digunakan sebagai

drainase, tympanostomy tube biasanya dimasukkan saat mastoidectomy. Tube

mempertahankan pembukaan membran timpani dan memberi akses ke telinga

tengah dan matsoid untuk obat tetes antibiotik atau steroid dan untuk drainase

tanpa harus mengkhawatirkan masalah di tuba eustachius (Devan, 2014).

Mastoidectomy adalah tindakan pembedahan dari mastoid air cell yang

telah terinfeksi. Prosedur ini meliputi pembukaan mastoid air cell dengan

melakukan insisi postaurikular dan memasuki mastoid dan membuang mastoid

cortex . Teknik operasi mastoidektomi ada beberapa tipe, yaitu mastoidektomi

sederhana (operasi Schwartze), mastoidektomi radikal (operasi Zautal / Stacke),

dan mastoidektomi dengan modifikasi (operasi Bondy) (Daven, 2014).

A. Mastoidektomi Sederhana

Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan

pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan

pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya

infeksi tenang dan telinga tidak baari lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran

tidak diperbaiki (Soepardi, 2007).

19

Page 8: BAB 4

Indikasi mastoidektomi sederhana adalah :

1. Mastoiditis laten

Mastoiditis koleasen yang tidak menunjukkan tanda dan gejala

yang khas dikelompokkan ke dalam istilah tersembunyi atau

mastoiditis late, pada umumnya pengobatan tidak cukup dengan

antibiotik. Gejala yang akut reda tapi pasien tidaklah sepenuhnya

baik. Nyeri disertai dengan ketulian dan demam, pada pemeriksaan

membran timpani tampak jelas dan tanda – tanda peradangan dan

kongesti mukosa timpani. Tampak post aural periosteal yang

mengentalkan tulang mastoid. Dari pemeriksaaan radiologi tampak

proses koalesens mastoid.

2. Matoiditis subperiosteal

Adanya pembengkakan klasik di belakang telinga disertai

pergeseran daun telinga bawah yang lebih cenderung dianggap

sebagai komplikasi dari mastoiditis akut ketimbang tanda dari

mastoiditis akut. Dengan mengadakan erosi terhadap dinding

bagian luar, abses periosteal akan menyebabkan pembengkakan di

bagian dalam liang telinga. Apabila dengan pemeriksaan radiologi

mastoid masih meragukan, sebaiknya dipertimbangkan melakukan

eksplorasi secara bedah.

20

Page 9: BAB 4

3. Abses bezold

Adalah abses di leher yang letaknya dalam, sebagai komplikasi

mastoiditis akut, dimana nanah merembes sampai ke permukaan

superior dari mukulus sternokleidomastoideus.

B. Mastoidektomi Radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau

kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan

kavm timpani dibersihkan dari semua jaringan aptologik. Dinding batas

antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid

diruntuhkan sehingga ketika daerah anatomi tersebut menjadi satu

ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan

patologik dan emncegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran

tidak diperbaiki (Soepardi, 2007).

Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang

seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol,

supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali,

sehingga dapa tmenghambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi

operasi ini adalah dengan memasang rongga operasi kering permanen,

tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus auditorius eksterna menjadi

lebar (Soepardi, 2007).

C. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah

atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid

21

Page 10: BAB 4

dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan

operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga

mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada (Soepardi,

2007)).

4.2 Kolesteatoma

4.2.1 Definisi

Kolesteatoma adalah suatu kista epitarial yang berisi deskuamasi epitel

(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma

bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johaes Muller

pada tahun 1983 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor,, yang

ternyata bukan, beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara

lain : keratoma (Schucknecht), squamous epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis

(Birrel, 1958)

4.2.2 Patogenesis

Banyak teori dikemukakan para ahli tentang patogenesis kolesteatoma,

antara lain adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori

implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi

kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel

kulit yang berada pada tempat yang salah, atau menurut pemahaman penulis

kolesteatoma dapat terjadi oleh karena adanya epitel kulit yang terperangkap

(Soepardi, 2007).

Sebagai kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing stratified

squamous epithalium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka, terpapar

22

Page 11: BAB 4

ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul – de – sac

sehingga apabila terdpat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama

maka epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap

sehingga membentuk kolesteatoma.

4.2.3 Klasifikasi

Kolesteatoma dpaat dibagi atas 2 jenis (Soepardi, 2007):

1. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan

ditemukan pada telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda – tanda

infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di kaum timpani, daerah perosus

mastoid atau di cerebellopontin angel. Kolesteatoma di cerebellopontin

angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.

2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi

atas dua :

A. Kolesteatoma akuisital primer

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran

timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari

membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di

telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).

B. Kolesteatoma akuisital sekunder

Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.

Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari

liang telinga atau dari pinggir perforasi timpani ke telinga tengah

23

Page 12: BAB 4

(Teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani

karena adanya iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori Metaplasi).

Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat

implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi,

setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi.

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan

kuman (infeksi). Yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.

Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan

produksi berbagai mediatur inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang

diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin – 1 ,

interleukin-6, tumor necrosis factor alpha (TNF-α), dan transforming growth

factor (TGF). Zat – zat ini dapat menstimulasi sel – sel keratonsit matriks

kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.

Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya

serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap

tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis,

meningitis dan abses otak (Soepardi, 2007).

24