bab 4 2006roy

Upload: syahrul-anwar

Post on 10-Oct-2015

90 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

amdal

TRANSCRIPT

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Gambaran Umum Lokasi

    A. Letak Geografi

    a. Letak dan luas wilayah

    Letak Kota Bekasi relatif strategis, wilayahnya berbatasan dengan Provinsi DKI

    Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, Kota Bekasi berada pada posis i 106

    55 Bujur Timur dan 6 7 6 15 Lintang Selatan, dengan ketinggian 19 m di atas

    permukaan laut dan luas wilayah 21.049 ha.

    Kota Bekasi terbagi menjadi 10 wilayah kecamatan yang masing-masing terdiri

    beberapa kelurahan. Masing-masing wilayah Kecamatan tersebut adalah Bekasi Utara,

    Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Barat, Medan Satria, Rawa Lumbu, Bantar

    Gebang, Jati Asih, Jati Sempurna dan Pondok Gede (Gambar 5).

    Kecamatan Bantar Gebang meliputi delapan kelurahan yaitu: Kelurahan Bantar

    Gebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Padurenan, Kelurahan Cimuning, Kelurahan

    Sumur Batu, Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Mustika Jaya dan Kelurahan Mustika

    Sari. Luas dari ketiga kelurahan yang merupakan lokasi TPA adalah Kelurahan

    Ciketing Udik 343,34 ha (di selatan dari TPA), Kelurahan Cikiwul 434,70 ha (di barat

    dan utara TPA) dan Kelurahan Sumur Batu 568,95 ha (di timur dan utara TPA).

    Batas Kecamatan Bantar Gebang dengan daerah sekitarnya adalah sebagai

    berikut:

    Sebelah Utara

    Sebelah Selatan

    Sebelah Barat

    Sebelah Timur

    :

    :

    :

    :

    Bekasi Timur dan Bekasi Barat

    Kabupaten Bogor

    DKI Jakarta

    Setu Kabupaten Bekasi

    Lokasi TPA dibatasi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan

    Cikiwul dan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi

    Jawa Barat. Luas lahan TPA Bantar Gebang seluruhnya adalah 108 ha yang terdiri dari

    lima wilayah atau zone. Luas efektif TPA yaitu luas yang digunakan untuk

    menimbun sampah adalah 80 % dari seluruh luas lahan, 20 % digunakan untuk

    prasarana TPA seperti pintu masuk, jalan, kantor dan instansi pengolahan lindi.

  • 55

    DKI

    6. Kec. Rawa Lumbu 7. Kec. Bekasi Selatan 8. Kec. Bekasi Barat 9. Kec. Medan Satria 10. Kec. Bekasi Utara

    Kec. Pondok Gede Kec. Jati Sampurna Kec. Jati Asih Kec. Bantar Gebang Kec. Bekasi Timur

    GAMBAR 5: Peta Kota Bekasi

    Kabupaten Bogor

    SKALA 1:50.000 U

    Lokasi TPA

    1

    2

    3

    4

    6

    5

    7

    8

    9

    10

  • 56

    TPA Bantar Gebang dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta yang ditujukan untuk

    penyelenggaraan sistem pengolahan sampah dengan memperhatikan segi lingkungan,

    dioperasikan tahun 1989 direncanakan mampu menampung sampah dari Jakarta dan

    Kota Bekasi hingga tahun 2005 (Gambar 6).

    b. Iklim

    Keadaan iklim Kota Bekasi panas, tahun 2001 jumlah curah hujan yang relatif

    tinggi hanya terjadi pada bulan Januari, Februari dan Maret yaitu masing-masing

    tercatat 1.539 mm, 1.094 mm dan 1.049 mm. Jumlah curah hujan tertinggi tercatat di

    Kecamatan Bekasi Utara pada bulan Januari yaitu 608 mm dengan jumlah hari hujan

    selama 19 hari. Sedangkan jumlah curah hujan pada bulan lainnya di musim hujan rata-

    rata kurang dari 400 mm.

    Kecamatan Bantar Gebang terletak di daerah tropis yang mengalami musim

    hujan dan kemarau, dengan jumlah curah hujan bervariasi setiap tahunnya. Curah hujan

    rata-rata tergolong tinggi yaitu sebesar 2.230 mm pertahun, dengan variasi hujan antara

    79 300 mm. Suhu udara rata-rata berkisar 24 33 C sepanjang tahun. Kelembaban

    udara bervariasi antara 60 99 persen, kecepatan angin berkisar antara 0,5 1,5 m per

    detik.

    c. Penduduk

    Jumlah penduduk Kota Bekasi 1.700.678 jiwa dengan luas wilayah 21.049 ha,

    memiliki laju pertumbuhan penduduk alami 1,50 persen per tahun dengan laju

    pertumbuhan penduduk migran 3,69 persen (Statistik Kota Bekasi dalam Angka, 1999).

    Jumlah penduduk di Kecamatan Bantar Gebang berjumlah 99.766 jiwa yang terdiri dari

    66.454 jiwa laki- laki dan 33.312 jiwa perempuan dalam 6.704 kepala keluarga,

    kepadatan penduduk sebesar 22,36 jiwa per km. Jumlah dan perkembangan

    penduduk di Kelurahan Sumur Batu, Cikiwul dan Ciketing Udik pada tahun 2001 setiap

    bulannya bertambah, disebabkan banyaknya penduduk yang datang dari luar Bekasi,

    seperti: dari Jakarta, Cirebon, Madura dan lain- lain (Tabel 11).

  • 57

    Gambar : 6 Peta TPA Bantar Gebang

  • 58

    Tabel 11. Jumlah dan Perkembangan Penduduk di tiga Kelurahan.

    Kelurahan

    No Bulan Sumur Batu (Jiwa) Ciketing Udik (Jiwa) Cikiwul (Jiwa)

    1. Januari 7.227 6.308 7.121

    2. Pebruari 7.246 10.126 16.813

    3. Maret 7.248 10.146 16.813

    4. April 7.274 10.168 16.815

    5. Mei 7.286 10.189 16.816

    6. Juni 7.292 10.193 16.824

    7. Juli 7.309 10.229 16.839

    8. Agustus 7.324 10.244 16.855

    9. September 7.474 10.270 16.903

    10. Oktober 7.474 10.282 16.909

    11. Nopember 7.477 10.289 16.952

    12. Desember 7.469 10.303 16.954

    Jumlah 88.100 109.504 192.614

    Sumber: Kantor Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi 2001.

    B. Karakteristik Sampah Perkotaan dan TPA

    a. Karakteristik sampah

    Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota

    lainnya, tergantung dari sumber, tingkat sosial ekonomi penduduk dan iklim (Suryanto,

    1988). Karakteristik untuk berbagai jenis sampah seperti nilai kalor dan kadar air

    sampah dan kadar abu (Laboratorium Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan

    Lingkungan, Departemen Kimpraswil, 2005), nilai kadar air sampah permukiman

    45,93 %, pasar modern 36,59 %, sekolahan 31,31 %, dan industri 23,73 %. Nilai

    kadar air tertinggi berasal dari sumber sampah pasar tradisional 56,58 %, hal ini

    disebabkan adanya banyak komponen sampah yang memiliki kandungan air yang

    cukup tinggi seperti kulit buah, sisa sayuran, dan buah yang sudah membusuk,

    sedangkan kadar air terendah didapatkan dari sumber sampah yang bersumber dari

    perkantoran 23,17 %, jenis sampah yang banyak ditemui umumnya kandungan air yang

    rendah seperti karet, plastik, kertas dan logam.

  • 59

    Sedangkan kadar abu sampah dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan

    bahan yang mudah terbakar yang terdapat di dalam sampah, kadar abu yang terdapat

    dari sumber sampah pasar modern 17,13 %, permukiman 16,24 %, sekolahan 13,92 %

    dan industri 11,93 %. Kadar abu tertinggi adalah sampah yang berasal dari sampah

    perkantoran 17,60 %, sedangkan kadar abu terendah berasal dari sampah pasar

    tradisional 10,26 % .

    Nilai kalor merupakan salah satu karakteristik sampah yang dapat

    mempengaruhi proses incenerator, nilai kalor dari sumber sampah sekolahan 3248

    kal/kg, perkantoran 2434 kal/kg, pasar modern 2102 kal/kg dan permukiman 2072

    kal/kg. Nilai kalor sampah tertinggi berasal dari sampah indus tri nilai kalor 3553 kal/kg

    sedangkan terendah didapatkan yang berasal dari sampah pasar tradisional nilai kalor

    1778 kal/kg. Sampah yang berasal dari industri mempunyai nilai yang relatif tinggi,

    karena adanya komponen tertentu yang dapat menghasilkan nilai kalor yang tinggi dan

    dilihat dari jenis komponen yang ada maka prosentase yang tertinggi pada jenis

    komponen tekstil atau kain, kertas dan plastik, sedangkan sampah yang berasal dari

    pasar merupakan sampah yang menghasilkan nilai kalor yang terendah karena dilihat

    dari komposisinya maka keadaannya berlawanan dengan sampah yang berasal dari

    sampah industri, dimana komposisi sampah pasar terbesar adalah organik.

    b. Komposisi sampah

    1). Komposisi fisik sampah DKI Jakarta adalah besarnya komponen pembentukan

    sampah yang dihasilkan rata-rata terdiri dari sampah organik 65,05 %, kertas 10,11

    %, kayu 3,12 %, kain dan tekstil 2,45 %, karet, kulit dan yang sejenis 0,55 %,

    logam 1,90 %, kaca, gelas 1,63 %, baterai 0,28 %, plastik 11,08 %, tulang, kulit

    telur 1,09 % dan lain- lain 2,74 % ( Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 1999). Data

    Dinas Kebersihan 2004, jumlah sampah yang terangkut ke TPA Bantargebang

    sebanyak 6.446.886 m Tabel 12.

  • 60

    Tabel 12. Jumlah sampah yang dibawa ke TPA Bantar Gebang Tahun 2004

    No Sumber sampah Sampah per tahun (m)

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    Dinas Kebersihan

    Sudin Jakarta Pusat

    Sudin Jakarta Utara

    Sudin Jakarta Barat

    Sudin Jakarta Selatan

    Sudin Jakarat Timur

    SPA Sunter

    SPA Cakung

    PD Pasar Jaya

    Swastanisasi Kebersihan

    Swasta Umum

    Kendaraan sewa

    79.524

    154.448

    101.915

    82.510

    441.319

    313.285

    1.032.328

    935.486

    275.801

    1.989.910

    13.536

    1.026.824

    Jumlah 6.446.886

    Sumber: Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2005).

    2). Komposisi kimia, adalah besarnya kandungan zat kimia yang terdapat dalam

    sampah. Komposisi kimia berhubungan dengan alterna tif pemrosesan atau

    pengolahan dan pilihan pemulihan (Suryanto, 1988).

    Pada sistem sanitary landfill dan open dumping, komposisi kimia dapat

    dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh lindi

    terhadap air tanah. Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari zat karbon,

    hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan fospor (C,H,O,N,S,P), serta unsur lainnya

    yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak (Suryanto, 1988).

    c. Densitas atau Kepadatan Sampah

    Kepadatan sampah menyatakan bobot sampah per satuan volume. Pada sistem

    sanitary landfill, kepadatan sampah diperlukan untuk menentukan ketebalan lapisan

    sampah yang akan dibuang pada sistem tersebut.

    Tempat Pemusnahan Akhir (TPA) Bantar Gebang, menampung sampah dari

    DKI Jakarta dan Kota Bekasi. Menurut Butler (2002), sampah yang berasal dari Kota

    Jakarta dengan volume 19.500 sampai dengan 23.000 m perhari atau, sekitar 6.000 ton

  • 61

    perhari, komposisi bahan organiknya serupa dengan kota-kota lain di Indonesia, antara

    80 hingga 90 % dari total sampah organik dan anorganik (Tabel 13).

    Tabel 13. Komposisi bahan organik dan anorganik di TPA Bantar Gebang

    No Material Presentase 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

    Kayu Kertas Tekstil Organik (yang dapat membusuk) Total Zat Organik Plastik Kaca Logam Lainnya

    5,70 10,71 4,05 65,96 86,4 8,24 2,14 1,49 1,71

    Sumber: Butler (2002).

    C. Umur Teknis TPA Bantar Gebang

    Umur pemanfaatan TPA menyangkut faktor teknis dan sosial. Faktor teknis

    dipengaruhi oleh dinamika faktor- faktor teknis, yakni luas zone, tinggi sampah, laju

    penyusutan dan laju penimbunan sampah. Sedangkan faktor sosial menyangkut

    toleransi masyarakat di sekitar TPA dengan kualitas lingkungan terutama dampak

    lingkungan.

    D. Kualitas Lingkungan

    Kualitas lingkungan adalah keadaan lingkungan yang diindikasikan oleh tinggi

    rendahnya batas kadar parameter pencemaran lingkungan, sehingga zat pencemar

    berada dalam batas-batas toleransi dalam lingkungan.

    Tinggi rendahnya batas kadar zat pencemar lindi dipengaruhi oleh tinggi

    rendahnya atau fluktuasi debit air sungai sebagai media penerimanya. Fluktuasi debit

    air sungai yang relatif stabil lebih diharapkan terjadi dan lebih baik dibandingkan

    dengan debit yang sangat fluktuatif. Fluktuasi debit air ekstrim terjadi pada musim

    hujan dan debit air sungai minimal musim kemarau. Fluktuasi debit air sungai yang

    tajam tidak diharapkan, karena menimbulkan risiko banjir dan mempengaruhi

    amplitudo konsentrasi zat pencemar dalam badan air sungai (Dinas Kebersihan DKI

    2002).

  • 62

    Zat pencemar yang dianalisis adalah zat pencemar yang berada dalam perairan,

    karena air merupakan komponen lingkungan yang sangat esensial untuk kehidupan.

    Status zat pencemar relatif dapat menggambarkan karakteristik kegiatan manusia dalam

    pengelolaan sumberdaya alam, khususnya di TPA dan wilayah yang diteliti, disamping

    itu juga dapat menggambarkan keadaan alamiah dari lingkungan tersebut (Dinas

    Kebersihan DKI, 2002). Standar yang digunakan untuk memahami karakteristik bahan

    organik terhadap media air adalah BOD, COD, logam berat, dan mikroba.

    E. TPA Liar dan Pemulung a. TPA Liar.

    TPA liar dibuat oleh masyarakat secara ilegal di sekitar TPA utama, dengan

    sistem open dumping. TPA liar ditujukan untuk menguasai sampah secara pribadi untuk

    diambil bahan yang laku di pasar, antara lain potongan besi, botol plastik, kayu, botol

    kaleng, karton, dan sebagainya. Sisa sampah umumnya dimusnahkan dengan cara

    dibakar. Sistem open dumping menimbulkan dampak yang cukup besar terutama air

    lindi masuk ke dalam air tanah, asap, lalat dan bau.

    TPA liar dipengaruhi oleh faktor yang kompleks, antara lain kerjasama

    pemulung dan supir truk sampah, kebutuhan pasar, tuntutan pemulung dan sebagainya.

    Untuk itu pengendalian TPA liar tidak semata-mata menyangkut faktor teknis, juga

    menyangkut aspek sosial ekonomi.

    b. Pemulung

    Kegiatan pemulung, merupakan refleksi dari ketimpangan sosial ekonomi pada

    masyarakat secara luas (Gambar 7). Dipandang dari sudut sosial ekonomi, pengentasan

    dan pemberdayaan pemulung di kawasan TPA merupakan bagian yang tidak

    terpisahkan dari perbaikan lingkungan hidup, peningkatan kinerja pengelolaan sampah

    perkotaan, dan pemanfaatan sampah perkotaan secara komersial dalam skala besar.

    Pengabaian dalam mengusahakan kehidupan yang lebih baik dari pemulung, akan

    menimbulkan dampak ke arah hulu maupun hilir dalam konteks sosial ekonomi secara

    luas ( Ken, 2002). Keberadaan pemulung di TPA Bantar Gebang yang setiap hari

    bekerja mengambil sebagian sampah yang masih bernilai ekonomi untuk didaur ulang

    atau digunakan kembali seperti plastik, kertas, kayu, botol dan sebaginya. Keberadaan

  • 63

    pemulung tersebut sangat mengganggu kelancaran pengoperasian alat-alat berat dan

    dapat menimbulkan kecelakaan bagi para pemulung.

    Gambar 7. Kegiatan pemulung di TPA Bantar Gebang

    Menurut Samom et al., (2002) cara terbaik untuk pemisahan sampah pada

    sumbernya yaitu dengan diberikan insentif keuangan, peraturan dan penciptaan

    kesadaran lingkungan. Di Bangkok 90 % dari sampah padat dibuang dengan sistem

    buangan terbuka, di sekitar TPA ada sejumlah toko-toko kecil (SSR) yang menjual

    barang-barang bekas dari tempat sampah, barang-barang ini dikumpulkan dan dijual

    oleh pegawai pengumpul dan pemulung. Jumlah barang yang diantarkan ke setiap SSR

    ini sekitar 1-6 ton/hari. Total ton harian dari barang-barang yang dikumpulkan oleh para

    pemulung diperkirakan sekitar 5 % dari jumlah sampah kota.

    Secara informal pemulung mengambil barang (sampah) yang mempunyai

    potensi untuk didaur ulang (kertas, karton, logam dan lain- lain) sehingga bernilai

    ekonomis. Pemisahan ini dilakukan secara manual karena pemisahan barang-barang

    yang dapat didaur ulang secara otomatis sukar dilakukan, Ridlo (1998). Masyarakat

    banyak berpandangan tentang rendahnya pekerjaan pemulung, tetapi tidak disadari

    manfaat yang dapat dikerjakan oleh pemulung sampah. Pekerja itu bukanlah menjadi

    hambatan bagi mereka yang melihatnya dari aspek pemanfaatan dan dapat dipahami

    sebagai mata pencaharian atau dipandang sebagai aspek ekonomi yang dapat

    menunjang kehidupan keluarga. Jalur ekonomi itu mempunyai landasan dalam sistem

    pemulungan, kondisi ini diakibatkan oleh kehendak atau kebutuhan hidup yang

    ditunjang adanya permintaan terhadap berbagai jenis barang yang dikumpulkan dari

    sampah tersebut.

  • 64

    Keterlibatan pemulung dalam pengelolaan sampah, dapat berperan ganda, secara

    langsung dapat mensejahterakan pemulung melalui penjualan sampah yang dipungut

    dari TPA. Secara tidak langsung mereka telah melakukan daur ulang terhadap sampah

    anorganik yang sulit diuraikan oleh mikroba, misalnya plastik, logam, besi, alumunium,

    kaleng dan lain sebagainya Garna et al., (1982). Pengumpulan sampah oleh pemulung

    akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu menimbulkan efek

    estetika, dan sering menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat sekitar lokasi TPA

    sampah.

    F. Dampak Pengelolaan TPA pada Lingkungan

    Menurut Usman (2003), dalam kajian dampak sosial paling tidak ada tiga alasan

    mengapa aspek sosial diperlukan bagi para pengambil kebijakan. Pertama, keberadaan

    suatu usaha atau kegiatan mempunyai dampak positif sekaligus negatif terhadap

    kehidupan masyarakat di sekitarnya. Kedua, penilaian atau respon masyarakat terhadap

    keberadaan suatu usaha atau kegiatan berubah-ubah. Sesuatu yang dianggap bermanfaat

    oleh lapisan atau sekelompok lainnya, dan sesuatu yang dianggap baik pada kurun

    waktu tertentu tidak dianggap baik pada kurun waktu tertentu tidak selamanya dianggap

    baik pada kurun waktu selanjutnya. Ketiga, dalam kurun waktu yang sama, kehidupan

    masyarakat boleh jadi bersentuhan dengan beberapa usaha atau kegiatan sekaligus.

    Hasil yang diharapkan dari aspek sosial dalam kegiatan dampak lingkungan

    adalah pengetahuan komprehensif tentang dampak suatu usaha atau kegiatan terhadap

    kehidupan masyarakat di sekitarnya, dimanfaatkan untuk: (1). proses pengambilan

    keputusan (khususnya dalam memperhitungkan resiko yang dihadapi. sedangkan (2).

    memperbaiki kebijaksanaan (terutama menghilangkan hal-hal yang sudah terbukti

    merugikan. Paling tidak terdapat 4 variabel kunci yang perlu dikaji sehubungan dengan

    introduksi suatu usaha atau kegiatan, yaitu: keresahan sosial, konflik sosial (benturan)

    dan integrasi sosial dari kelestarian nilai-nilai sosial. Keresahan sosial antara lain

    ditandai oleh protes yang dilakukan oleh penduduk lokal (baik tertulis maupun lisan),

    demonstrasi dan gerakan-gerakan politik lain yang dilandasi oleh ketidak puasan.

    Apabila komentarnya itu terjadi, itu berarti dampaknya adalah negatif.

  • 65

    Konflik (benturan) sosial dalam kontek kajian dampak lingkungan meliputi

    hubungan diantara penduduk lokal antara lokal dan pendatang serta antara pendatang.

    Apabila kontek ini sering terjadi, dampak suatu usaha atau kegiatan adalah negatif.

    Sebaliknya, apabila jarang terjadi (bahkan hampir tidak pernah terjadi) dampaknya

    adalah nol, sedangkan kele starian nilai-nilai kultural antara lain dapat diidentifikasi dari

    keberadaan upacara keagamaan, upacara adat dan upacara siklus kehidupan (kelahiran,

    perkawinan dan kematian). Apabila upacara-upacara semacam ini terganggu atau

    semakin terabaikan, dampaknya adalah negatif dan sebaliknya.

    Kegiatan TPA menurut dokumen AMDAL diperkirakan akan menimbulkan

    dampak lingkungan tergolong penting meliputi komponen fisik-kimia, biologi, sosial

    ekonomi, dan kesehatan masyarakat (Tabel 14). Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat

    bahwa kehadiran TPA di satu sisi menimbulkan dampak negatif dan pada sisi lain

    menimbulkan dampak positif, berupa peluang usaha dan kesempatan kerja. Prakiraan

    dampak penting tersebut menjadi dasar dalam Rencana Pengelolaan dan Rencana

    Pemantauan Lingkungan, yang mengikat secara hukum. Rencana Pengelolaan

    Lingkungan merupakan wujud nyata dalam meminimkan dampak lingkungan dari TPA

    (Dinas Kebersihan DKI 1997).

    Tabel 14. Perkiraan Jenis Dampak Penting di TPA Bantar Gebang

    No

    Jenis Dampak Penting

    1. Penurunan kualitas udara 2. Peningkatan kebisingan 3. Penurunan kualitas air permukaan (sungai Ciketing dan sungai sumur batu) 4. Penurunan kualitas air tanah 5. Komponen biologi. Meliputi jumlah taka, jumlah individu, serta

    keanekaragaman plankton. 6. Peluang usaha dan kesempatan kerja 7. Penurunan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA 8. Peningkatan kepadatan lalu lintas dan kemacetan, pengangkutan sampah ke

    TPA 9. Timbulnya keresahan dan konflik sosial terutama masyarakat dengan

    pemulung 10. Peningkatan peluang terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas pemulung

    di TPA. 11. Berkurangnya nilai estetika akibat adanya aktivitas pemulung sampah yang

    membangun gubuk-gubuk dan menumpuk sampah di sekitar tempat pemukiman mereka dan di sepanjang jalan masuk ke TPA

    Sumber: Rencana Pengelolaan Lingkungan LPA Bantar Gebang ( 1997).

  • 66

    Sampah perkotaan dapat mengandung bakteri patogen, virus, protozoa dan

    parasitic helminthes yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia,

    hewan, maupun tumbuhan. Menurut Ken, (2002), bakteri yang membahayakan adalah

    bakteri yang dapat membentuk spora, yang dikenal mengakibatkan penyakit Anthrax,

    Botulisme, gangrene, dan sebagainya. Kandungan logam berat, juga potensial dalam

    sampah perkotaan. Sebagian logam berat ini ada yang secara alamiah dibutuhkan oleh

    tumbuhan dalam jumlah tertentu. Sebagian lagi tidak diperlukan secara esensial oleh

    tanaman, tetapi karena keterkaitannya dengan mata rantai makanan yang potensial bisa

    membahayakan bagi kesehatan manusia dan hewan, bila dikonsumsi dalam jangka

    waktu yang panjang. Air lindi juga dihasilkan oleh sistem sanitary landfill, apabila

    tidak dikelola dengan baik merupakan ancaman bagi penyedia air bersih, baik air

    permukaan maupun air tanah. Air lindi yang dikelola dengan baik dibutuhkan sebagai

    komponen penting bagi kompos, guna menghasilkan pupuk organik berkualitas

    (Gambar 8).

    Gambar 8: Pengelolaan air lindi di TPA Bantar Gebang

    Berdasarkan surat perjanjian antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah

    Kota Bekasi Nomor 96 Tahun 1999/168 tentang Pengelolaan Sampah dan Tempat

    Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi,

    pengelolaannya merupakan tanggung jawab bersama dan memiliki tujuan antara lain:

    a. Mengembangkan dan meningkatkan pengelolaan sampah dan pengelolaan TPA

    berdasarkan azas manfaat dan kebersamaan serta saling menguntungkan.

  • 67

    b. Untuk memadu-serasikan pengelolaan sampah dan pengelolaan TPA, sehingga

    aman dan memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat serta tidak menimbulkan

    pencemaran lingkungan.

    Pengelolaan sampah di TPA merupakan suatu proyek yang akan berpengaruh

    terhadap aspek sosial lainnya baik secara langsung maupun tak langsung, setidaknya

    ada tiga dampak positif yang akan timbul sebagai akibat kesejahteraan penduduk, yaitu:

    1). semakin terbukanya informasi daerah sekitar TPA terhadap daerah lainnya, 2).

    terjadinya peningkatan interaksi sosial masyarakat di sekitar TPA dengan masyarakat

    lainnya. dan 3). terjadinya peningkatan perbedaan status sosial, sejalan dengan

    kesenjangan pendapatan di kalangan masyarakat, Tonny (1990).

    G. Peranserta Masyarakat, Swasta dan Pengelola TPA Peranserta masyarakat, swasta dan pengelola sampah pada saat ini menurut

    Dinas Kebersihan DKI Jakarta 2005, telah melakukan antara lain adalah:

    a. Peranserta masyarakat

    Pada saat ini peranserta masyarakat dalam pengumpulan sampah di

    koordinasikan oleh RT/RW, dengan pengadaan petugas gerobak sampah swadaya

    masyarakat dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan oleh sistem

    pengumpulan serta pengangkutan sampah yang diselenggarakan oleh Dinas Kebersihan.

    Proses pengumpulan sampah sudah cukup besar, namun masih perlu ditingkatkan

    terutama untuk proses pemilihan sampah organik dan anorganik, serta upaya

    pengumpulan sampah di sumbernya.

    b. Peranserta Swasta

    Pada saat ini sektor swasta telah ikut berperan dalam pengelolaan sampah baik

    dalam proses pengangkutan sampah, pengoperasian SPA dan TPA Bantar Gebang

    berdasarkan sistem kontrak kerja. Peran sektor swasta ini masih perlu ditingkatkan

    kearah investasi untuk pembangunan fasilitas pengelolaan sampah (SPA, TPA,

    incinerator) termasuk pengoperasiannya agar mengurangi beban biaya pemerintah.

    Peran swasta dalam pengembangan sistem pengelolaan sampah secara bertahap akan

    diterapkan peran Dinas Kebersihan sebagai Regulator dimana secara bertahap pula

    diharapkan peran swasta dan masyarakat setempat menjalankan operasionalisasi peran

    operator per bidang yang diminati.

  • 68

    Peranserta sektor swasta yang selama ini telah berjalan dalam kegiataan-

    kegiatan penyapuan jalan, pengangkutan sampah, pengoperasian SPA Cakung dan

    pengoperasian TPA Bantar Gebang perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan dalam

    rangka pembinaan sektor swasta sebagai operator. Langkah selanjutnya adalah

    mendorong sektor swasta untuk investasi dalam pembangunan dan pengoperasian

    fasilitas pengolahan sampah termasuk prasarana dan sarana penunjangnya seperti ITF

    (Intermediate Treatment Facility) suatu teknologi yang merubah bentuk, komposisi dan

    atau mereduksi jumlah sampah atau residu yang harus dibuang ke TPA, Stasiun

    Peralihan Antara (SPA) dan truk sampah (truk compector, truk Kapsul dan dump

    truck). Akan tetapi, peningkatan peran sektor swasta ini jangan bersifat monopolistik

    dan kapitalistik, namun harus partisipatif dan bersifat pemerataan (memberi peran

    berarti pada perusahaan kecil dan menengah termasuk para pemulung).

    c. Pengelola TPA

    Berdasarkan SK. Gubernur Nomor 15 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata

    Kerja Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta, Struktur Organisasi Dinas Kebersihan

    saat ini seperti pada Gambar 9, dengan kegiatan sebagai berikut:

    a. Dinas Kebersihan terdiri dari 6 Sub Dinas, 1 Bagian, 18 Seksi, 5 Sub-Bagian, dan 1

    Unit Pelaksana Teknis;

    b. Sub Dinas Kebersihan masing-masing terdiri dari 6 Seksi dan 1 Sub-Bagian;

    c. Ditiap Kecamatan terdapat 1 Seksi, dan tiap Kelurahan terdapat 1 Sub-Seksi;

    d. Jumlah petugas Dinas Kebersihan terdiri dari 3.633 orang pegawai dan 2950 orang

    pegawai harian lepas. Terdapat 6.656 orang petugas gerobak swadaya masyarakat

    (Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta, 2005).

    Sedangkan TPA Bantar Gebang telah melaksanakan hal penting dalam

    pengelolaan lingkungan antara lain:

    a. Pelapisan tumpukan sampah oleh tanah merah (soil cover) telah dilakukan hampir di

    seluruh zone, kecuali pada zone yang aktif (adanya kegiatan pengumpulan sampah).

    b. IPAS konstruksinya telah direhabilitasi, namun proses pengolahannya sedang dalam

    penyempurnaan. Proses pengolahan sudah terlihat adanya keterpaduan antara

    perlakuan fisik, kimia, dan biologi.

    c. Penertiban TPA liar dan diupayakan bekas TPA tersebut dilapisi oleh tanah merah.

  • 69

    Gambar 9: Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta

  • 70

    4.2. Evaluasi Fisik-Kimia

    A. Perkembangan Kualitas Air Sumur

    a. Kekeruhan

    Kekeruhan dapat menggambarkan tingkat penetrasi cahaya ke dalam perairan,

    Pescod (1973). Tingkat kekeruhan dipengaruhi oleh padatan tersuspensi dan koloid

    yang terkandung di dalam perairan. Secara tidak langsung kekeruhan dapat

    mempengaruhi produktivitas perairan. Nilai kekeruhan yang tinggi akan mengurangi

    penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga proses fotosintesis akan

    berlangsung pada lapisan air yang lebih tipis, dengan demikian produktivitas perairan

    akan semakin menurun. Kekeruhan juga dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan

    organisme air lainnya, derajat kekeruhan yang tinggi akan mengganggu organ-organ

    pernapasan atau alat penyaring makanan dari organisme air, sehingga dapat

    mengakibatkan kematian.

    Menurut Saeni 1988, kekeruhan terjadi karena adanya bahan tersuspensi yang

    bervariasi dari ukuran koloidal sampai dengan dispensi kasar, tergantung pada derajat

    turbilansinya. Bahan tersuspensi tersebut terdiri dari bahan organik dan anorganik yang

    berasal dari limbah domestik, limbah industri dan juga dari erosi. Pengukuran

    kekeruhan biasa dipakai JTU (Jeckson Turbidity Unit) dan NTU (Nephelometric

    Turbidity Unit) Gambar 10.

    Gambar 10. Lokasi Sumur bawah dari TPA

    Kekeruhan merupakan suatu ukuran banyaknya bahan-bahan tersuspensi yang

    terdapat di dalam air, seperti senyawa organik. Air yang keruh akan memberi

  • 71

    perlindungan pada kuman. Pada air yang mengandung zat organik dan anorganik,

    mikroorganisme dapat berkembang dan hidup baik. Oleh karena itu bakteri terdapat

    pada semua sistem air yang dapat merugikan atau tidaknya tergantung pada kondisi

    optimum yang menunjang pertumbuhannya. Penyimpangan terhadap standar kualitas

    yang telah ditetapkan yaitu 25 NTU (Nephelometric Turbidity Units) akan

    menyebabkan gangguan estetika dan mengurangi efektivitas desinfeksi air. Temuan

    hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di Kelurahan

    Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dengan parameter kimia-fisika dan biologi

    dapat dilihat pada Tabel 15.

    Tabel 15 . Kualitas Air Sumur Atas dari TPA 2004 Air Sumur Atas TPA Parameter Satuan Standard

    2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04 Kisaran Rata-rata

    Suhu C 27,7 26,8 23,8 23,8-27,7 26,1 Kekeruhan NTU 5 1 2 2 1 2 1,7 pH 6.9-8.5 6,73 6,81 6,69 6,69-6,81 6,74 TDS mg/l 1.300 288 279 189 189-288 252

    BOD5 mg/l 6 2,70 3,06 3,44 2,70-3,44 3,06 COD mg/l 10 5,44 6,45 11,6 5,44-11,6 7,83 Ammonia(N-NH3) ppm 0 0,376 0,404 0,299 0,299-0,404 0,359 Kesadahan mg/l 500 66,4 70,3 598,3 66,4-598,3 245 Nitrat (N-NO3) mg/l 10 2,804 2,245 2,780 2,245-2,804 2,609 Nitrit (N-NO2) mg/l 1 0,017 0,015 0,022 0,015-0,022 0,018 Klorida mg/l 600 102,5 90,5 98,3 90,5-102,5 97,1 DO mg/l 3,08 3,11 3,11 3,08-3,11 3,1 Besi (Fe) mg/l 1.0

  • 72

    yaitu air sumur yang di bawah dari wilayah TPA mempunyai DO lebih kecil dari pada

    air sumur yang di atas dari wilayah TPA.

    Kekeruhan air sumur pada tanggal 23 Oktober 2004 menunjukkan peningkatan

    tingkat kekeruhan baik air sumur yang dibawah TPA maupun yang di atas dari wilayah

    TPA, yaitu masing-masing 18 NTU dan 2 NTU. Hal ini menunjukkan bahwa

    penyinaran sumur di bawah lebih banyak terpencar daripada sumur diatas pada tanggal

    23 Oktober 2004, Tingkat kekeruhannya di atas BMAPSA KEPMENLH yang

    diperbolehkan, tetapi untuk sumur yang di atas dari wilayah TPA, dibawah yang

    dianjurkan. Tingkat kekeruhan air sumur bawah pada tanggal 27 Nopember 2004

    mengalami penurunan dibandingkan dengan kekeruhan pada tanggal 23 Oktober 2004,

    yaitu masing-masing adalah 14 NTU dan 18 NTU (Tabel 16).

    Tabel 16. Kualitas Air Sumur Bawah dari TPA 2004 Air Sumur Bawah TPA Parameter Satuan Standard

    2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04 Kisaran Rata-rata

    Suhu C 26,6 27,0 22,8 22,8-27,0 25,46 Kekeruhan NTU 5 15 18 14 14-18 15,66 pH 6.9-8.5 6,70 6,88 6,55 6,55-6,88 6,71 TDS mg/l 1.300 135 156 176 135-176 155,66

    BOD5 mg/l 6 3,56 3,80 4,09 3,56-4,09 3,81 COD mg/l 10 8,99 9,12 11,05 8,99-11,05 9,72 Ammonia (N-NH3) ppm 0 0,557 0,486 0,442 0,442-0,557 1,485 Kesadahan mg/l 500 38,7 45,6 44,3 38,7-45,6 42,6 Nitrat (N-NO3) mg/l 10 1,879 1,690 1,663 1,663-1,879 1,744 Nitrit (N-NO2) mg/l 1 0,052 0,047 0,044 0,044-0,052 0,047 Klorida mg/l 600 65,0 59,8 59,9 59,8-65,0 61,56 DO mg/l 3,04 3,02 3,11 3,02-3,11 3,05 Besi (Fe) mg/l 1.0 0,414 0,504 0,288 0,288-0,504 0,402 Timbal (Pb) mg/l 0.05

  • 73

    wilayah TPA pada periode yang sama adalah 14 18 NTU dengan rata-rata 15,66 NTU

    yang berarti diatas BMPSA yang dianjurkan.

    b. Suhu

    Suhu air merupakan salah satu faktor ekologis yang berperan di lingkungan

    perairan. Sifat-sifat kimia seperti kelarutan oksigen (DO) dan gas-gas lainnya,

    kecepatan reaksi kimia dan daya racun bahan pencemar dipenga ruhi oleh suhu air.

    Selain itu suhu air dapat mempengaruhi proses-proses fisiologis, susunan jenis dan

    penyebaran organisme perairan. Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi suhu

    air. Komposisi substrat, kecerahan, kekeruhan, pertukaran panas air dengan panas udara

    akibat respirasi, musim, cuaca, kedalaman perairan, kegiatan manusia di sekitar

    perairan maupun kegiatan dalam badan perairan itu sendiri dapat mempengaruhi suhu

    perairan.

    Ikan dan organisme air lainnya mempunyai daya adaptasi yang berbeda-beda

    terhadap suhu air. NTAC (1968) mengemukakan bahwa ikan yang hidup di perairan

    yang suhu airnya tidak pernah lebih dari 21,1 C dan langsung dipindahkan ke dalam

    perairan bersuhu 32,2 C akan mengalami tekanan fisiologis yang dapat menyebabkan

    kematian, jenis-jenis makanan ikan pada suhu tersebut merupakan titik mati karena

    dalam tubuhnya yang mengatur metabolisme terdiri dari enzim yang rusak pada suhu

    tinggi. Sedangkan menurut Pescod (1973) untuk menjamin kehidupan ikan dan

    organisme air lainnya dengan baik, maka dianjurkan agar perubahan suhu air pada

    perairan mengalir yang disebabkan oleh limbah bersuhu tinggi tidak lebih dari 2,8 C,

    sedangkan untuk perairan tergenang tidak lebih dari 1,7 C.

    Suhu merupakan parameter kualitas air yang berpengaruh dalam reaksi kimia dan

    kelarutan gas dalam air. Suhu dipengaruhi oleh lingkungan, tanah dan udara serta

    komponen-komponen fisik dalam air. Suhu merupakan parameter yang terpenting,

    karena erat hubungannya dengan kehidupan dalam air. Suhu berpengaruh terhadap

    kelarutan oksigen, kekeruhan, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan organisme di

    dalamnya. Hasil pengukuran suhu air sumur di atas dan bawah dari TPA seperti pada

    Tabel 15 dan 16, menunjukan bahwa berada di atas kadar maksimum yang

    diperbolehkan, yaitu + 3 C menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416

    Tahun 1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

  • 74

    Kisaran air sumur atas dari wilayah TPA periode tanggal 2 Oktober sampai dengan

    tanggal 27 Nopember 2004 minimum adalah 23,8 C dan maksimum 27,7 C dan rata-

    ratanya adalah 26,1 C, diatas baku mutu yang dianjurkan. Sedangkan kisaran suhu air

    sumur yang berada dibawah dari TPA pada periode yang sama adalah 22,8 27,0 C

    dengan rata-rata 25,46 C yang berarti masih diatas baku mutu.

    c. Kemasaman (pH)

    Kualitas air sumur juga ditentukan oleh kemasaman (pH), nilai pH dapat

    mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam air, oleh sebab itu menjadi penting untuk

    mengetahui parameter pH air sumur di lokasi penelitian, khususnya perkembangan

    dalam 5 tahun terakhir, seperti pada Gambar 11.

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    2000 2001 2002 2003 2004

    Tahun

    pH

    Sumur Bawah

    Sumur Atas

    Gambar 11. Perkembangan Parameter pH Air Sumur

    Kemasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara kandungan asam

    dan basa dalam air serta merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam

    larutan. Kemasaman dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan

    perairan, mempengaruhi tersedianya hara serta toksisitas dari unsur renik. Derajat

    kemasaman (pH) berperan penting dalam menentukan nilai guna perairan untuk

    kehidupan organisme, keperluan rumahtangga dan keperluan lainnya. Berubahnya nilai

    pH dapat menimbulkan perubahan terhadap keseimbangan kandungan karbon dioksida,

    bikarbonat dan karbonat di dalam air. Menurut Pescod (1973), batas toleransi

    organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung pada suhu, oksigen terlarut,

    adanya berbagai anion dan kation. Ikan dan organisme akuatik lainnya masih dapat

  • 75

    mentolerir lingkungan perairan yang mempunyai kisaran pH antara 4,0 - 11,0, namun

    suatu perairan yang produktif dan ideal bagi kehidupan akuatik adalah perairan yang pH

    airnya berkisar antara 6,5 -8,5 NTAC (1968).

    Perkembangan pH air sumur di lokasi penelitian tidak terlalu berbeda jauh dari

    tahun 2001-2004, kecuali air sumur bawah pada tahun 2001 yang mengalami

    peningkatan pH menjadi 10 setelah sebelumnya bernilai 6,60 (Gambar 11). pH air

    sumur bawah ini mendekati sangat basa, dan tidak aman untuk dikonsumsi sebagai air

    minum oleh masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.

    416/Menkes/Per/X/1990, tanggal 3 September 1990, pH air sumur bawah dan atas di

    tahun 2002-2004 masih berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan 6-9.

    Secara keseluruhan kisaran pH sumur dalam periode tanggal 2 Oktober sampai

    dengan tanggal 27 Nopember 2004 untuk sumur di atas TPA adalah 6,69 6,81 dengan

    rata-rata 6,74, sedangkan sumur di bawah TPA adalah 6,55-6,88 dengan rata-rata 6,71.

    Secara keseluruhan pH sumur di atas maupun di bawah TPA masih dalam batas-batas

    normal BMAPS-MENKLH.

    d. Total Disolved Solid (TDS)

    Padatan Terlarut Total merupakan bahan yang masih tetap tinggal dalam air,

    sebagai sisa dari lapukan selama penguapan dan pemanasan. Sanropie et al., (1989)

    mengemukakan apabila dalam air terdapat zat Padat Terlarut Total dalam jumlah besar

    melebihi kader maksimum (1.500 mg/l), maka akan menimbulkan antara lain: a).

    memberi rasa yang tidak enak; b). rasa mual terutama apabila zat padat terlarut tersebut

    berasal dari senyawa natrium sulfat dan magnesium sulfat, dan c). terjadinya cardiae

    disease serta toxemia pada wanita hamil. Hasil pengukuran Padatan Terlarut Total pada

    air sumur di atas dan bawah dari TPA seperti pada Tabel 15 dan 16.

    Nilai pengukuran TDS (Total Disolved Solid) pada sumur di atas dan bawah dari

    TPA masih berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan (baku mutu air bersih

    1.300 mg/l berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990

    tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

    Kisaran TDS air sumur atas dari wilayah TPA periode tanggal 2 Oktober sampai

    dengan 27 Nopember 2004 adalah 189-288 mg/l dengan rata-rata 252 mg/l, sedangkan

    sumur di bawah wilayah dari TPA adalah 135-176 mg/l dengan rata-rata 155,66 mg/l.

  • 76

    Secara keseluruhan TDS sumur atas maupun di bawah dari TPA masih berada dibawah

    ambang batas yang di perbolehkan.

    e. Chemical Oxigen Demand (COD)

    COD (Chemical Oxigen Demand) jumlah oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi

    bahan-bahan kimia di dalam sistem air. Untuk mengetahui jumlah kandungan bahan

    organik di dalam air dapat dilakukan dengan uji yang berdasarkan reaksi kimia dari

    suatu bahan oksidan, yaitu merupakan uji yang dapat menentukan jumlah oksigen yang

    dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat untuk mengosidasi bahan-

    bahan organik yang terdapat di dalam air. Jika nilai COD melebihi kadar batas

    maksimum yang diperbolehkan (10 mg/l) maka akan mengakibatkan sakit perut. COD

    adalah kebutuhan oksigen yang ekivalen untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia

    yang dapat dibiodegradabel, Radojevic dan Bashkin, (1999). Nilai COD dapat

    digunakan memperkirakan jumlah berbagai senyawa ano rganik dalam limbah cair. Juga

    dapat digunakan menentukan nilai BOD pada proses karbonatasi, yaitu dapat

    mengoksidasi berbagai senyawa anorganik dengan menggunakan senyawa permenganat

    atau dikromat atau dikromat sebagai oksidator. Hasil pengukuran COD pada air sumur

    di bawah dan atas dari TPA seperti pada Tabel 15 dan 16.

    Kisaran COD air sumur atas dari wilayah TPA periode tanggal 2 Oktober sampai

    dengan 27 Nopember 2004 adalah 5,44-11,6 mg/l dengan rata-rata 7,83 mg/l,

    sedangkan sumur di bawah wilayah dari TPA adalah 8,99-11,05 mg/l dengan rata-rata

    9,72 mg/l. Secara keseluruhan COD rata-rata sumur atas maupun sumur bawah dari

    TPA masih berada dibawah ambang batas yang di perbolehkan.

    Berdasarkan Tabel 15 dan 16, maka nilai kandungan COD di sumur atas dan

    bawah dari TPA berada masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan (10 mg/l,

    menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor

    Kep.02/MENKLH/I/1998 tentang Baku Mutu Air pada Sumber Air menurut Golongan

    Air).

    f. Kesadahan

    Kesadahan air disebabkan oleh adanya mineral dari kation logam bervalensi dua

    dalam jumlah yang berlebihan. Biasanya yang menimbulkan kesadahan adalah kation

    Ca dan Mg. Air yang mempunyai kesadahan tinggi melebihi kadar maksimum yang

    diperbolehkan yaitu 500 mg/l menimbulkan efek: a). mengurangi efektivitas sabun; b).

  • 77

    menyebabkan lapisan karak pada alat-alat dapur yang terbuat dari logam; c). merupakan

    masalah pada ketel pemanas yang akan menyebabkan karat sehingga menyumbat pipa

    dan berdampak mengurangi efesiensi pemanasan; d). kemungkinan terjadinya ledakan

    pada boiler; dan e). sayuran menjadi keras apabila dicuci dengan air yang sadah. Dari

    hasil pengukuran kesadahan air sumur di bawah dan atas dari TPA seperti pada Tabel

    15 dan 16.

    Kesadahan air sumur di bawah wilayah TPA pada tanggal 2 Oktober 2004 adalah

    38,7 mg/l dan yang diatas dari wilayah TPA adalah 66,4 mg/l atau lebih tinggi 27,7

    mg/l. Perbedaaan konsentrasi kesadahan ini diduga karena perbedaan dari konsentrasi

    ion Ca? pada sumur-sumur tersebut. Konsentrasi ion Ca? dan ion Mg? pada sumur yang diatas dari wilayah TPA lebih tinggi daripada sumur yang dibawah dari TPA.

    Kesadahan air sumur pada tanggal 23 Oktober 2004 masing-masing untuk sumur

    dibawah wilayah TPA dan yang diatas wilayah TPA adalah 45,6 mg/l dan 70,3 mg/l.

    Kesadahan air sumur di bawah dari TPA dan atas dari TPA masing-masing pada

    tanggal 27 Nopember 2004 adalah 44,3 mg/l dan 598,3 mg/l jauh lebih tinggi daripada

    kesadahan tanggal 23 Oktober 2004. Kesadahan pada tanggal 27 Nopember 2004 ini

    merupakan yang tertinggi untuk sumur yang di atas TPA (Tabel 15 dan 16). Secara

    keseluruhan kisaran kesadahan sumur yang di bawah TPA adalah 38,7 mg/l dan 45,6

    mg/l dengan rata-rata adalah 42,6 mg/l. Kisaran kesadahan sumur yang di atas TPA

    adalah 66,4 mg/l dan 598,3 mg/l dengan rata-rata 245 mg/l. Kualitas air sumur juga

    ditentukan oleh nitrat, oleh sebab itu menjadi penting untuk mengetahui parameter

    nitrat air sumur di lokasi penelitian.

    g. Nitrat (NO3)

    Nitrat (NO3 ) merupakan salah satu senyawa nitrogen yang paling stabil

    dibandingkan dengan nitrit dan ammonia. Sanropie at.al. (1989) mengemukakan bahwa

    kandungan nitrat dalam jumlah besar di dalam usus cendrung untuk berubah menjadi

    nitrit yang dapat bereaksi langsung dengan haemoglobine dalam darah sehingga dapat

    menghalangi perjalanan oksigen di dalam tubuh. Nitrogen merupakan komponen utama

    protein yang penting bagi pertumbuhan organisme. Di perairan nitrogen terdapat dalam

    bentuk gas (N2), nitrit, nitrat, ammonia dan ammonium. Nitrogen dalam bentuk

    senyawa nitrat mudah diserap oleh organisme nabati. Senyawaan ini terdapat dalam

  • 78

    perairan alami sebagai garam-garam yang terlarut, tersuspensi atau dalam bentuk

    endapan, Saeni (1989). Setiap organisme (alga dan fitoplangton) membutuhkan kadar

    nitrat yang berbeda. Namun nilai nitrat optimum yang dibutuhkan bagi pertumbuhan

    alga dan fitoplangton umumnya berkisar antara 0,3-1,7 ppm, sedangkan nilai nitrat

    yang dapat memberikan faktor pembatas bagi pertumbuhan alagae dan fitoplangton

    berkisar antara 0,1 ppm sampai kurang libih 45 ppm.

    Perkembangan nitrat air sumur di lokasi penelitian mengalami penurunan tajam

    pada tahun 2001 dan 2003 (Lampiran 16 dan 18). Setelah terjadi peningkatan kadar

    nitrat pada air sumur bawah dari sebelumnya 6,34 mg/l tahun 2000 menjadi 9,48 mg/l

    tahun 2001, dan penurunan kadar nitrat dari 9,20 mg/l menjadi 7,64 mg/l, maka secara

    drastis terjadi penurunan kadar nitrat di tahun 2003 menjadi 1,68 mg/l untuk sumur

    bawah dan 2,42 mg/l untuk sumur atas. Kadar nitrat mengalami sedikit peningkatan

    pada tahun 2004, namun masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan

    berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990, tanggal 3

    September 1990.

    Nitrat sumur bawah TPA konsentrasi pada tangga l 2 Oktober sampai dengan

    tanggal 27 Nopember 2004 kisaran 1,663 1,879 mg/l, nilai rata-rata 1,744 mg/l,

    sedangkan sumur di atas TPA kisaran 2,245-2,804 mg/l dengan nilai rata-ratanya 2,609

    mg/l, ini berarti pada sumur tersebut yang diatas maupun di bawah TPA sudah tercemar

    NH3?. Keberadaan nitrat dalam air sumur baik di atas dan dibawah dari TPA terjadi akibat proses nitrifikasi yaitu pemberian oksigen pada ammonia menjadi nitrat dan nitrit

    oleh bakteri dalam suasana aerob (Sugiarto, 1987). Untuk air minum N-NH3

    konsentrasinya harus 0. Untuk itu air sumur disekitar TPA sebaiknya tidak untuk

    dikonsumsi.

    h. Besi (Fe)

    Besi (Fe) dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel

    darah merah. Saeni (1989) mengemukakan bahwa melebihi 0,31 mg/l dapat

  • 79

    menimbulkan bekas karat, merusak keindahan pakaian, menimbulkan rasa yang tidak

    enak pada air minum, pengendapan pada pipa dan kekeruhan.

    Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di

    Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dapat dilihat pada Tabel 15.

    Besi (Fe) yang terjadi di sumur atas dan sumur bawah berada dibawah ambang batas

    yang diperbolehkan, besi air sumur bawah dari TPA dan yang di atas wilayah TPA pada

    tanggal 2 Oktober 2004 masing-masing adalah 0,414 mg/l dan sumur atas lebih kecil

    dari 0,05 mg/l (Tabel 15 dan 16). Besi (Fe) air sumur pada tanggal 23 Oktober 2004

    menunjukkan peningkatan pada air sumur yang dibawah TPA menjadi 0,504 mg/l dan

    yang di atas dari wilayah TPA tetap tidak mengalami peningkatan maupun penurunan,

    yaitu masing-masing sumur atas 0,504 mg/l dan sumur bawah lebih kecil dari 0,05

    mg/l. Tingkat besi di bawah ambang batas yang diperbolehkan (1,0 mg/l). Tingkat besi

    air sumur bawah pada tanggal 27 Nopember 2004 menga lami penurunan dibandingkan

    dengan besi pada tanggal 2 Oktober 2004, yaitu masing-masing adalah 0,414 mg/l dan

    0,288 mg/l (Tabel 16).

    Kisaran besi air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan selama priode

    tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum adalah lebih kecil

    dari 0,05 mg/l dan maksimum lebih kecil dari 0,05 mg/l dan rata-ratanya adalah lebih

    kecil dari 0,05 mg/l. Hal ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan.

    Sedangkan kisaran besi air sumur yang dibawah dari wilayah TPA pada periode yang

    sama adalah 0,288 0,504 mg/l dengan rata-rata 0,402 mg/l yang berarti masih

    dibawah ambang batas yang dianjurkan.

    i. Sulfida (S )

    Senyawa sulfida sangat beracun dan berbau busuk, oleh karena itu zat ini tidak

    boleh terdapat pada air minum. Dalam jumlah besar yaitu melebihi 0,1 mg/l dapat

    menimbulkan kemasaman air, sehingga menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa logam

    dan iritasi. Keracunan akibat kandungan sulfida jarang terjadi, akan tetapi bila sulfida

    ini berbentuk gas, zat ini cepat menjalar sehingga orang tidak sempat melarikan diri,

    akhirnya terjadi keracunan akut yang mematikan dalam waktu singkat. Jika kandungan

    sulfida dalam air lebih besar dari kadar maksimum yang diperbolehkan (0,1 mg/l) maka

    akan menimbulkan: a). Rasa bau yang tidak enak; b). Merubah air menjadi berwarna

  • 80

    dan bersifat korosif; dan c). menimbulkan rasa. Untuk mengurangi kelebihan kadar

    sulfida dengan cara pengudaraan, pemberian chlor dan penyaringan.

    Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di

    Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul dan Sumur Batu yang terletak di atas dan bawah dari

    TPA dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Sulfida yang terjadi di sumur atas dan sumur

    di bawah dari TPA berada dibawah kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,05

    mg/l untuk baku mutu air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416

    Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Kisaran Sulfida air

    sumur di atas dan sumur bawah wilayah TPA secara keseluruhan selama priode tangga l

    2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 menunjukan angka yang sama yaitu

    minimum adalah lebih kecil dari 0,05 mg/l dan maksimum lebih kecil dari 0,05 mg/l

    dan rata-ratanya adalah lebih kecil dari 0,05 mg/l, hal ini dibawah ambang batas yang

    diperbolehkan.

    j. Nitrit (NO2 )

    Nitrit (NO2 ) merupakan salah satu ion nitrogen anorganik dalam air. Ion ini dapat

    terjadi dari adanya reduksi nitrat ataupun oksidasi ammonia. Ion nitrit lebih berbahaya

    daripada ion nitrat (Sanropie et al. 1989), karena dapat merusak kehidupan akuatik.

    Pada tanah-tanah yang padat dan kurang gembur, nitrit dapat merembes kedalam

    sumur.

    Kandungan nitrit dalam air sebesar 1,0 mg/l dapat menyebabkan terbentuknya

    methemoglobin yang dapat menghambat perjalanan oksigen dalam tubuh terutama pada

    bayi (blue babies) dan menyebabkan diare. Selain itu nitrit adalah zat yang bersifat

    racun, sehingga standar persyaratan baku mutu kualitas air bersih tidak membolehkan

    kehadiran bahan nitrit lebih dari 1 mg/l.

    Nitrit (NO2 ) di sumur bawah dari TPA relatif rendah yang berkisar mulai dari

    0,044 mg/l sampai dengan yang tertinggi 0,052 mg/l yang terjadi pada tanggal 2

    Oktober 2004 (Tabel 16). Rata-rata konsentrasi nitrit pada periode tanggal 2 Oktober

    sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 0,047 mg/l. Secara keseluruhan nitrit

    di sumur bawah TPA masih dalam batas baku mutu air golongan A berdasarkan SK

    KEP.02/MENKLH/1988 dan SK Gub. KDH-DKI No.1608/1988. Nitrit sumur atas TPA

    berkisar 0,015 sampai dengan yang tertinggi yaitu 0,022 mg/l yang terjadi pada tanggal

  • 81

    27 Nopember 2004. Rata-rata keseluruhan nitrit di sumur atas dari TPA adalah 0,018

    mg/l, masih dalam batas baku mutu air golongan A.

    k. Orto fosfat

    Djabu et al. (1991) mengemukakan jika kandungan fosfat rata-rata dalam waktu 24

    jam lebih besar dari 2 mg/l akan menyebabkan gangguan pada tulang. Sumber fosfat

    akibat dari pencemaran industri, limbah domistik, hanyutan pupuk, dan bahan mineral

    fosfat. Kadar fosfat berbahaya terhadap kesehatan. Jika kandungan fosfat me lebihi batas

    kadar maksimum (0,5 mg/l) dapat mengganggu pencernaan.

    Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di

    Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dengan parameter kimia-fisika

    dan biologi dapat dilihat pada Tabel 15.

    Fosfat yang terjadi di sumur atas dan sumur bawah berfluktuasi cukup tajam,

    fosfat air sumur bawah dari TPA dan yang di atas wilayah TPA pada tanggal 2 Oktober

    2004 masing-masing adalah 2.76 mg/l dan 4,80 mg/l (Tabel 15 dan 16). Fosfat air

    sumur pada tanggal 23 Oktober 2004 menunjukkan penurunan tingkat fosfat baik air

    sumur yang dibawah TPA maupun yang di atas dari wilayah TPA, yaitu masing-masing

    2,34 mg/l dan 3,56 mg/l. Tingkat fosfat di atas ambang batas yang diperbolehkan (0,5

    mg/l) untuk baku mutu air bersih berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala

    Daerah DKI Jakarta Nomor 1608 tentang Baku Mutu Air Sungai di DKI Jakarta dan

    Baku Mutu Air Golongan A: Air Baku Air Minum. Tingkat fosfat air sumur bawah

    pada tanggal 27 Nopember 2004 menga lami penurunan dibandingkan dengan fosfat

    pada tanggal 2 Oktober 2004, yaitu masing-masing adalah 4,80 mg/l dan 3,87 mg/l

    (Tabel 16).

    Kisaran fosfat air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan selama priode

    tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum adalah 2,34 mg/l

    dan maksimum 2,89 mg/l dan rata-ratanya adalah 2,66 mg/l. Hal ini diatas ambang

    batas yang diperbolehkan. Sedangkan kisaran fosfat air sumur yang dibawah dari

    wilayah TPA pada periode yang sama adalah 3,56 4,80 mg/l dengan rata-rata 4,07

    mg/l yang berarti diatas yang dianjurkan.

    l. Ammonia (N-NH3)

  • 82

    Ammonia (N-NH3) air sumur atas berfluktuasi mulai dari 0,2999 sampai dengan

    0,404. Nilai tertinggi pada tanggal 23 Oktober 2004. Berdasarkan BMPAS Menteri

    Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup KEP.02/MENKLH-1988 maksimum

    yang dianjurkan dan yang diperbolehkan untuk air minum harus nihil atau 0 ppm dan

    untuk air golongan B maksimum yang dianjurkan 0,01 ppm dan maksimum yang

    diperbolehkan 0,5 ppm. Mengacu pada peraturan ini, maka konsentrasi N-NH3 untuk

    baku mutu air golongan B konsentrasi pada tanggal 2 Oktober 2004 di sumur bawah

    menunjukkan nilai yang semakin besar daripada di atas. Selama periode tanggal 2

    Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah nilai sumur bawah 0,4420,557 ppm

    dengan rata-ratanya 1,485 ppm. Nilai konsentrasi N-NH3 tertinggi di sumur bawah

    adalah 0,557 ppm dengan rata-ratanya 1,485 ppm. Nilai ini diatas BMPAS air

    golongan B.

    Namun, tahun 2004 kandungan N-NH3 air sumur bawah berada diatas ambang

    batas yang diperbolehkan, Rata-rata N-NH3 selama periode 2 Oktober sampai dengan

    27 Nopember 2004 adalah 1,485 mg/l. Sedangkan kandungan N-NH3 pada air sumur

    atas pada tanggal 2 Oktober 2004 sebesar 0,376 mg/l diatas baku mutu yang

    diperbolehkan, tanggal 23 Oktober 2004 sebesar 0,404 mg/l. Rata-rata N-NH3 selama periode 2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 ini adalah 0,359 mg/l.

    Menurut Alaert et al, 1983, Ammonia merupakan senyawa nitrogen yang

    menjadi NH4? pada pH rendah yang disebut ammonium. Ammonia dalam air

    permukaan berasal dari air seni dan tinja serta dari oksidasi zat organik secara

    mikrobiologi yang berasal dari industri dan penduduk. Ammonia berada dimana-mana

    dalam jumlah yang kecil beberapa mg per liter sampai dengan 30 mg/l pada air

    buangan. Kadar ammonia yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya

    pencemaran. Pada air minum kadar ammonia harus nol dan pada air sungai harus

    dibawah 0,5 mg/l. Menurut Morne dan Goldman (1994) dalam (http://.

    Ag.iastate.edu/centers/wrg/Lavene/webpages/NH A.htm, 2002) Ammonia berada dalam

    sistem perairan terutama sebagai disosiasi ion NH4? yang cepat diambil oleh

    fitoplankton dan tanaman perairan lainnya untuk pertumbuhan, apabila ammonia

  • 83

    kontak dengan air, ammonia terpisah menjadi ion NH4? dan ion CH (ammonium

    hidroksida). Pada pH netral dengan nilai 7 ammonia tidak mempunyai masalah, tetapi

    apabila pH lebih besar dari 7, maka ammonia hidroksida akan menjadi toksik baik bagi

    tumbuh-tumbuhan ataupun hewan.

    m. Koliform Total (MPN)

    Koliform Total (MPN) merupakan parameter yang ditekankan terhadap

    keberadaan bermacam-macam bakteri di dalam perairan. Fardiaz (1992)

    mengemukakan bahwa air dapat menjadi medium pembawa mikroorganisme petogenik

    yang berbahaya bagi kesehatan. Organisme patogen yang sering ditemukan dalam air

    adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti vibrio cholera, yang

    menyebabkan penyakit kolera.

    Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di

    Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dapat dilihat pada Tabel 15.

    Koliform yang terjadi di sumur atas berada diatas kadar maksimum yang diperbolehkan

    dan sumur yang dibawah dari TPA berada masih dibawah yang diperbolehkan (50 sel

    dalam 100 ml menurut baku mutu air bersih Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

    416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air) Peningkatan hasil

    jumlah perkiraan terbesar (Most Probability Number) pada sumur di atas lokasi TPA

    tersebut, disebabkan antara lain: a). Lokasi tanki septic jarak dari sumber air bersih

    kurang dari syarat minimal; b). Struktur tanah yang dominan pasir; c). Perilaku

    masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Sugiarto (1987)

    mengemukakan bahwa jarak penyebaran pencemaran bakteri dari tempat penampungan

    tinja harus sesuai dengan arah aliran air tanah yaitu mencapai 9 m, sedangkan

    penyebaran vertikal pada lapisan tanah yang jauh dari muka air tanah adalah 3 m

    dengan lebar sekitar 1 m, untuk itu syarat jarak lokasi tanki septic dari sumber air bersih

    minimal 10 m.

    Kisaran Koliform air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan selama

    priode tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum adalah 63

    MPN/100 ml dan maksimum 80 MPN/100 ml dan rata-ratanya adalah 71 MPN/100 ml.

    Hal ini diatas ambang batas yang diperbolehkan. Sedangkan kisaran Koliform air sumur

    yang dibawah dari wilayah TPA pada periode yang sama adalah 0,3 1,0 MPN/100 ml

  • 84

    dengan rata-rata 0,53 MPN/100 ml yang berarti masih dibawah ambang batas yang

    dianjurkan.

    n. Escherichia coli

    Bakteri ini disebut Escherichia coli sesuai dengan sumber keberadaannya yang

    berasal dari tinja manusia. Air yang mengandung Escherichia coli berarti disimpulkan

    air tersebut telah tercemar tinja. Tinja potensial dalam menularkan penyakit yang

    berhubungan dengan air. Dalam keadaan normal bateri ini tidak menimbulkan penyakit,

    tetapi bila jumlahnya berlebih yaitu 3 sel dalam 100 ml dapat bersifat patogen. Karena

    keterkaitannya yang kuat dengan tinja manusia atau hewan, bakteri ini diangkat sebagai

    indikator pencemar lingkungan oleh tinja. Keadaan ini memberikan indikasi bahwa air

    sumur diatas dan di bawah dari TPA telah terkontaminasi oleh tinja dengan resiko

    adanya patogen yang dapat menimbulkan penyakit seperti muntaber dan penyakit

    disentri.

    Hasil pengukuran Escherichia coli pada air sumur di atas dan bawah dari TPA

    dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur

    penduduk yang berada di Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dapat

    dilihat pada Tabel 15. Escherichia coli yang terjadi di sumur atas dan sumur di bawah

    dari TPA berada diatas kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 3 sel dalam 100 ml

    untuk baku mutu air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun

    1990 tentang Syarat-syarat dan Pengewasan Kualitas Air. Peningkatan jumlah sel pada

    sumur-sumur tersebut, disebabkan antara lain: a). Sumur-sumur tersebut jaraknya dari

    tanki septic kurang 10 m; b). Tingkat kemiringan tanah; c). struktur tanah berpasir; dan

    d).Perilaku masyarakat yang sering meletakan tali timba di lantai.

    Kisaran Escherichia coli air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan

    selama priode tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum

    adalah 52 MPN/100 ml dan maksimum 63 MPN/100 ml dan rata-ratanya adalah 55,66

    MPN/100 ml. Hal ini diatas ambang batas yang diperbolehkan. Sedangkan kisaran

    Escherichia coli air sumur yang dibawah dari wilayah TPA pada periode yang sama

    adalah 0,1 50 MPN/100 ml dengan rata-rata 23,36 MPN/100 ml yang berarti diatas

    ambang batas yang dianjurkan.

    Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan

    sebagai berikut: air sumur di atas dan sumur bawah dari TPA di Kelurahan Ciketing

  • 85

    Udik, Cikiwul dan Sumurbatu telah melampaui ambang baku mutu untuk air bersih

    untuk parameter kekeruhan, fosfat, COD, koliform total dan Escherichia coli. Untuk

    sumur atas dari TPA parameter yang telah melampaui ambang baku mutu untuk air

    bersih yaitu: COD, koliform total dan Escherichia coli. Untuk sumur atas dari TPA

    parameter yang telah melampaui ambang baku mutu untuk air bersih yaitu: COD,

    koliform total dan Escherichia coli. Air sumur di atas dan bawah dari TPA yang berada

    di Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul dan Sumurbatu tidak layak sebagai sumber air

    minum berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990 tentang

    Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air. Keputusan Menteri Negara Kependudukan

    dan Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air pada Sumber Air

    Menurut Golongan A). Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta

    Nomor 1608 Tahun 1988 tanggal 26 September 1988 tentang Baku Mutu Air Sungai di

    DKI Jakarta dan Baku Mutu Air Golongan A; Air Baku Air Minum.

    B. Perkembangan Kualitas Air Sungai

    Suhu air Sungai Ciketing pada inlet kecendrungan naik pada musim kemarau,

    tanggal 2 Oktober 2004 sebesar 31,6 C dan tanggal 23 Oktober 2004 sebesar 31,8 C,

    selanjutnya suhu mengalami penurunan pada awal musim hujan pada tanggal 27

    Nopember 2004 menjadi 28,5 C, secara keseluruhan suhu air Sungai Ciketing pada

    inlet berkisar 28,531,8 C dan nilai rata-ratanya 30,6 C. (Tabel 17).

    Suhu ini sudah melampaui Baku Mutu air sungai di DKI Jakarta. Menurut

    Fardiaz 1992, kenaikkan suhu diatas normal akan mengakibatkan antara lain sebagai

    berikut: 1). Jumlah oksigen terlarut akan menurun; 2). Kecepatan reaksi kimia akan

    meningkat; 3). Kehidupan ikan dan hewan lainnya akan terganggu; dan 4). Jika batas

    suhu yang mematikan terlampaui, maka ikan dan hewan kekurangan oksigen.

  • 86

    Tabel 17. Analisis Kualitas Air Sungai sebelum TPA (Inlet), 2004. Air Sungai Sebelum TPA Parameter Satuan BM

    2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04 Kisaran Rata-rata

    Suhu C 31,6 31,8 28,5 28,5-31,8 30,6

    Kekeruhan NTU 69 77 76 69-77 74

    pH 6.59 8,93 8,7 8,00 8,00-8,93 8,54

    Warna PtCo 271 306 244 244-306 273,66

    TDS mg/l 936 944 879 879-944 919,22

    BOD5 mg/l 24,5 30,1 31,9 24,5-31,9 28,83

    COD mg/l 83 91,2 92,3 83-92,3 88,83

    Nitrat (N-NO3 ) mg/l 10 8,34 7,56 7,54 7,54-8,34 7,8

    Nitrit (N-NO2) mg/l 1 5,40 3,87 5,54 3,87-5,40 4,96

    Besi (Fe) mg/l 1 12,48 11,66 10,33 10,33-12,48 11,49

    Mangan (Mn) mg/l 0.5 1,465 1,399 1,338 1,338-1,465 1,400

    Kadmium (Cd) mg/l 0.01

  • 87

    Kenaikan suhu air Sungai Ciketing ini terjadi, karena pada musim kemarau

    airnya dangkal dan alirannya lambat, sehingga penetrasi sinar matahari sangat mudah

    mencapai dasar sungai yang mengakibatkan suhunya naik cukup tinggi.

    Tabel 18. Analisis Kualitas Air Sungai sesudah TPA (Outlet), 2004.

    Air Sumur sesudah TPA Parameter Satuan BM 2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04

    Kisaran Rata-rata Suhu C 32,8 32,6 29,3 29,3-32,8 31,56

    Kekeruhan NTU 840 905 738 738-905 827,6

    PH 6.59 8,42 8,33 8,05 8,05-8,42 8,26

    Warna PtCo 3225 3178 3165 3165-3225 3169

    TDS mg/l 5460 5540 4999 4999-5540 5333

    BOD5 mg/l 445 513 456 445-456 471

    COD mg/l 1344 1515 1188 1188-1515 1349

    Nitrat (N-NO3) mg/l 10 2,55 2,66 2,97 2,55-2,97 2,72

    Nitrit (N-NO2) mg/l 1 1,15 1,42 1,05 1,05-1,42 1,21

    Besi (Fe) mg/l 1 3,17 4,30 4,02 3,17-4,30 3,83

    Mangan (Mn) mg/l 0.5 0,433 0,320 0,276 0,276-04,33 0,343

    Kadmium (Cd) mg/l 0.01

  • 88

    kedalam air dan hal ini akan mempengaruhi proses fotosintesis dalam air oleh

    fitoplangton dan tumbuhan lainnya, sehingga akan mengurangi konsentrasi oksigen

    terlarut.

    Pada tanggal 23 Oktober 2004 Sungai Ciketing di inlet kekeruhannya sebesar 77

    NTU dan setelah masuk dalam wilayah TPA (otlet) kekeruhannya naik menjadi 905

    NTU. Kondisi ini menunjukkan bahwa pencemaran semakin meningkat, karena air

    sungai setelah keluar wilayah TPA telah bercampur dengan lindi. Tingkat kekeruhan ini

    di atas BMAS-DKI yang tidak diperbolehkan. Sedangkan pada tanggal 27 Nopember

    2004 kekeruhan air Sungai Ciketing di inlet adalah 76 NTU atau menurun 1 NTU

    dibandingkan pada kondisi tanggal 23 Oktober 2004. Setelah keluar dari wilayah TPA

    (outlet) kekeruhannya semakin meningkat menjadi 738 NTU, karena sudah bercampur

    dengan buangan lindi. Namun demikian kekeruhan pada tanggal 27 Nopember 2004

    masih diatas BMAS-DKI.

    Secara keseluruhan kisaran konsentrasi air Sungai Ciketing pada inlet periode

    tanggal 2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah minimum 69 NTU dan

    maksimum 77 NTU dengan nilai rata-rata 74 NTU. Nilai rata-rata ini menunjukkan

    masih dibawah BMAS. Sedangkan kisaran kekeruhan air Sungai Ciketing pada outlet

    periode yang sama, kisaran kekeruhan minimum 738 NTU dan maksimum 905 NTU,

    dengan nilai rata-rata 827,6 NTU. Fluktuasi air Sungai Ciketing selama periode tanggal

    2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 di outlet diatas BMAS-DKI.

    Menurut Saeni, 1986, nilai pH suatu perairan mencerminkan keseimbangan antara

    asam dan basa yang diidentifikasikan melalui pengukuran konsentrasi ion hydrogen

    dalam suatu larutan. Nilai pH air normal adalah netral yaitu antara pH 68. Apabila pH

    air diatas atau dibawah angka kisaran tersebut, tergolong tidak normal. Perairan bersifat

    asam apabila pH nya lebih kecil dari 7 dan bersifat basa apabila pHnya lebih besar atau

    sama dengan 7. Pada industri makanan pada umumnya pHnya rendah, karena banyak

    mengandung asam-asam organik. Namun pada air buangan industri pH nya juga

    rendah, karena mengandung asam mineral yang tinggi. Namun adanya karbonat,

    hidroksida dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Hal ini dapat terjadi di TPA

    sampah, karena sampah yang dibuang banyak mengandung padatan terlarut dan

    tersuspensi dan disamping mineral-mineral bebas.

  • 89

    Perkembangan pH air Sungai Ciketing di lokasi penelitian tidak terlalu berbeda

    jauh dari tahun 2000-2004. Namun, pada tahun 2003 pH air sungai di inlet sedikit di

    atas pH air sungai di outlet, sedangkan pada tahun sebelumnya, pH air sungai di inlet di

    bawah dari outlet. Dari tahun 2000-2002, terjadi peningkatan aktivitas manusia untuk

    beragam keperluan seperti membuang air buangan hasil pencucian peralatan dapur di

    tengah aliran Sungai Ciketing, sehingga terjadi peningkatan pH. Sedangkan

    peningkatan pH air Sungai Ciketing di inlet pada tahun 2003 lebih disebabkan adanya

    peningkatan aktivitas di daerah inlet.

    Secara keseluruhan kisaran pH Sungai Ciketing di inlet berada pada 8,00 8,93

    dengan rata-rata 8,54. Nilai ini menunjukkan bahwa fluktuasi pH air Sungai Ciketing

    selama periode tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 masih

    normal. Sedangkan kisaran pH di outlet adalah 8,05 8,42 dengan rata-ratanya adalah

    8,26. Dari ke dua kisaran pH dan rata-rata kisaran pH Sungai Ciketing bersifat basa

    kisaran pH 8,00-8,54 masih sesuai BMAS Baku Mutu Air Sungai Golongan A dan

    Golongan B Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1608 tahun 1988 dan Keputusan

    Menteri Negara Kependudukkan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988.

    Tingkat warna air Sungai Ciketing pada tanggal 2 Oktober 2004 di inlet adalah

    271 unit PtCo dan di outlet adalah 3225 unit PtCo. Angka ini sudah jauh diatas BML air

    sungai di wilayah DKI yaitu 100 unit PtCo (yang diperbolehkan). Dengan adanya

    kenaikkan dari 271 unit PtCo ke 3225 unit PtCo menunjukkan adanya peningkatan

    pencemaran di wilayah TPA yang merupakan kemungkinan besar kontribusi dari

    kebocoran di TPA tersebut. Disamping itu peningkatan pencemaran rembesan dari sisi

    zone TPA pada waktu hujan.

    Pada tanggal 23 Oktober 2004 air Sungai Ciketing di inlet adalah 306 unit PtCo,

    dan di outlet pada tanggal yang sama adalah 3178 unit PtCo, lebih tinggi daripada di

    inlet. Tanggal 27 Nopember 2004 warna air Sungai Ciketing pada inlet 244 unit PtCo

    dan di outlet menjadi 3165 unit PtCo, berarti ada peningkatan pencemaran. Hal ini

    dapat dimaklumi, karena telah bercampur dengan buangan lindi, sehingga

    pencemarannya semakin meningkat. Tingkat warna air sungai tersebut semuanya diatas

    BMAPSA (Baku Mutu Air pada Sumber Air) berdasarkan Keputusan Menteri

    Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 dan BMAS (Baku Mutu

    Air Sungai) DKI Surat Keputusan Gubernur KDH Jakarta No. 1608 tahun 1988.

  • 90

    Secara keseluruhan kisaran warna sebagai salah satu indikator kualitas air Sungai

    Ciketing di inlet adalah antara 244 unit 306 unit PtCo dengan rata-rata dari tanggal 2

    Oktober 2004 sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 273,66 unit PtCo.

    Kisaran warna kualitas air Sungai Ciketing di outlet adalah 3165 3225 unit PtCo dan

    nilai warna rata-ratanya adalah 3169 unit PtCo. Nilai ini lebih tinggi daripada nilai

    warna rata-rata di inlet.

    Salah satu parameter untuk mengetahui kualitas air sungai adalah BOD5. Oksigen

    terlarut merupakan senyawa yang sangat penting dalam kehidupan perairan pada tingkat

    konsentrasi tertentu dan berguna untuk penghancuran bahan organik atau zat pencemar

    dalam air (Saeni, 1988). Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) adalah pengukuran jumlah

    oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme selama penghancuran bahan organik

    dalam waktu tertentu dan suhu 20 C (Saeni, 1988; Wardhana, 1995; Fardiaz, 1993;

    Jenie, 1992; Alaert et al., 1984). Selama jangka waktu 5 tahun terakhir, nilai BOD

    tertinggi terjadi pada tahun 2000 dengan titik outlet memberikan sumbangan BOD

    sebesar 228,50 mg/l dan titik inlet sebesar 43,50 mg/l. Nilai BOD ini terus mengalami

    penurunan, sehingga pada tahun 2004 di titik inlet hanya sebesar 31,90 mg/l dan di titik

    outlet sebesar 45,60 mg/l.

    Secara keseluruhan kisaran BOD sebagai salah satu indikator kualitas air Sungai

    Ciketing di inlet adalah antara 24,5 31,9 mg/l dengan rata-rata dari tanggal 2 Oktober

    2004 sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 28,83 mg/l. Kisaran BOD air

    Sungai Ciketing di outlet adalah 445 456 mg/l dan nilai rata-ratanya adalah 471 mg/1.

    Nilai ini lebih tinggi daripada nilai warna rata-rata di inlet. Selain BOD, parameter lain

    yang harus diperhatikan dalam melihat kualitas air Sungai Ciketing adalah COD.

    Adapun perkembangan COD dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada (Lampiran 20).

    Nilai COD di inlet dan outlet Sungai Ciketing memiliki perkembangan seperti nilai

    BOD. Nilai COD yang ditemukan di Sungai Ciketing tahun 2000 sangat tinggi,

    terutama di outlet yang mencapai nilai sebesar 2864,08 mg/l. Nilai COD ini terus

    mengalami penurunan sehingga pada tahun 2004, kandungannya hanya sekitar 118,80

    mg/l, namun nilai COD di inlet nilainya mengalami fluktuasi setelah mengalami

    peningkatan di tahun 2002 dan 2003, pada tahun 2004 nilainya mengalami penurunan.

    Secara keseluruhan kisaran COD sebagai salah satu indikator kualitas air Sungai

    Ciketing di inlet 83-92,3 mg/l, kecendrungan ada kenaikan nilai COD, dan dengan nilai

  • 91

    rata-rata dari tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah

    88,83 mg/l. Kisaran COD air Sungai Ciketing di outlet adalah 1188-1515 mg/l dan nilai

    rata-ratanya adalah 1349 mg/l. Nilai ini lebih tinggi daripada nilai rata-rata di inlet.

    Selain BOD dan COD, kandungan nitrat dan nitrit juga harus diperhatikan dalam

    pengamatan kualitas air sungai. Nitrat juga terdapat di dalam tanah dan air dengan cara

    biologis melalui bantuan mikroorganisme. Akar tumbuhan polongan atau kacang-

    kacangan terdapat bakteri yang mempunyai kemampuan mengikat nitrogen di udara dan

    selanjutnya melalui proses kimiawi dengan katalis bakteri akan terbentuk nitrat. Di

    dalam air nitrogen diikat oleh bakteri dan ganggang (Saeni, 1988; Sastrawijaya, 1991).

    Nitrat Sungai Ciketing di inlet berfluktuasi (Tabel 17) mulai dari 8,34 sampai

    dengan 7,54 mg/l. Nilai tertinggi pada tanggal 2 Oktober 2004. Berdasarkan BMPAS

    Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup KEP.02/MENKLH-1988

    maksimum yang dianjurkan dan yang diperbolehkan untuk air minum harus nihil atau 0

    mg/l dan untuk air golongan B maksimum yang dianjurkan 0,01 mg/l dan maksimum

    yang diperbolehkan 0,5 mg/l. Mengacu pada peraturan ini, maka konsentrasi N-NO3 untuk baku mutu air golongan B konsentrasi pada tanggal 2 Oktober sampai dengan 27

    Nopember 2004 baik di inlet dan di outlet menunjukkan nilai yang semakin besar

    daripada di inlet. Secara keseluruhan kisaran N-NO3 , di inlet Sungai Ciketing selama

    periode tanggal 2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah 7,54 8,34 mg/l

    dengan rata-ratanya 7,8 mg/l. Nilai konsentrasi N-NO3 tertinggi di outle adalah 2,55

    2,97 mg/l dengan rata-ratanya 2,72 mg/l. Nilai ini sudah diatas BMPAS air golongan

    B. Berarti pencemaran air Sungai Ciketing di outlet semakin bertambah.

    Nitrit (NO2 ) di inlet Sungai Ciketing (Tabel 17) secara keseluruhan menunjukkan

    konsentrasi yang tinggi berkisar antara 3,87 5,40 mg/l. Konsentrasi tertinggi terjadi

    pada tanggal 27 Nopember 2004 yaitu 5,54 mg/l. Konsentrasi nitrit tertinggi dicapai

    pada tanggal 27 Nopember 2004. Rata-rata konsentrasi nitrit selama periode tanggal 2

    Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah 4,96 mg/l. Nilai ini sudah diatas

    BMAPS air golongan A berdasarkan S.K. MENEG KLH No. KEP.02/MENKLH.

    Nitrit di outlet Sungai Ciketing secara keseluruhan selama periode tanggal 2

    Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 dilihat dari rata-rata lebih besar

  • 92

    (Tabel 18). Konsentrasi nitrit terendah dicapai pada tanggal 27 Nopember 2004 yaitu

    1,05 mg/l dan nitrit tertinggi dicapai pada tanggal 23 Oktober 2004 yaitu 1,42 mg/l.

    Nilai rata-rata keseluruhannya adalah 1,21 mg/l. Secara keseluruhan nilai nitrit rata-rata

    di atas baku mutu air golongan B berdasarkan S.K. MENEG KLH No.

    KEP.02/MENKLH dan baku mutu air golongan A berdasarkan S.K. Gub. KDH DKI

    No. 1608/1988.

    Nitrit NO2 adalah nitrogen yang teroksidasi dengan tingkat oksidasi +3 dan

    merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara ammonia dan nitrat yang dapat

    terjadi pada pengolahan air buangan, dalam air sungai dan sistem drainase dan

    merupakan pencemar berbahaya dalam konsentrasi yang tinggi (Alaert et al., 1983).

    Nitrit dalam tubuh manusia sangat membahayakan, karena dapat bereaksi dengan

    hemoglobin dalam darah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen. Keadaan ini

    akan mengakibatkan keracunan pada bayi yang disebut blue baby (Manahan, 1977.

    Saeni, 1988). Disamping itu nitrit juga dapat menimbulkan nitrosamin pada air buangan

    tertentu yang dapat menyebabkan kanker (Alaert et al., 1983).

    C. Perkembangan Kualitas Air Lindi

    Untuk mengetahui kualitas air lindi, maka perlu diperhatikan kualitas IPAS dengan

    menilai parameter nitrat, nitrit, BOD5, COD dan pH. Nilai nitrat tertinggi, baik pada

    inlet maupun outlet terjadi pada tahun 2000 dan 2001, terutama pada IPAS 2. Sampai

    tahun 2003, kandungan nitrat yang ditemukan pada IPAS 1 dan IPAS 2 Gambar 13

    masih di atas ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri

    Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990, tanggal 3 September 1990 untuk nitrat yaitu

    sebesar 20 mg/l.

    Gambar 13. Perkembangan Parameter Nitrat Air Lindi

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2

    2000 2001 2002 2003 2004

    Tahun

    mg/

    l inlet

    outlet

  • 93

    Namun, untuk tahun 2004 kandungan nitrat air lindi pada IPAS 1 (Inlet) sudah

    berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan, kecuali pada tanggal 27 Nopember

    2004 yang merupakan N-NO3 terendah dalam perode 2 Oktober sampai dengan tanggal

    27 Nopember 2004, N-NO3 pada tanggal 27 Nopember 2004 ini adalah 3,23 mg/l, N-

    NO3 yang tertinggi terjadi pada tanggal 23 Oktober 2004 dengan konsentrasi sebesar

    4,09 mg/l. Rata-rata N-NO3 selama periode 2 Oktober sampai dengan tanggal 27

    Nopember 2004 ini adalah 3,71 mg/l (Lampiran 4). Sedangkan kandungan nitrat

    tertinggi di IPAS 1 (outlet) pada tanggal 2 Oktober 2004 sebesar 20,95 mg/l diatas

    baku mutu yang diperbolehkan, kecuali pada tanggal 23 Oktober 2004 sebesar 3,03.

    Rata-rata N-NO3 selama periode 2 Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004

    ini adalah 14,65 mg/l.

    N-NO3 pada IPAS 2 (inlet) periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal

    27 Nopember 2004 berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan, dengan kisaran

    2,99 3,89 mg/l, dan raa-rata sebesar 3,43 mg/l (Lampiran 5). Sedangkan kandungan

    nitrat di IPAS 2 (outlet) periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal 27

    Nopember 2004 sebesar kisaran 7,08 8,01 mg/l dibawah baku mutu yang

    diperbolehkan, dengan rata-rata N-NO3 selama periode 2 Oktober sampai dengan

    tanggal 27 Nopember 2004 ini adalah 7,39 mg/l.

    Periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 N-NO3

    pada IPAS 3 (inlet) dengan kisaran 2,02 2,69 mg/l, dan rata-rata sebesar 2,35 mg/l

    (Lampiran 6), dan pada IPAS 4 (inlet) kisaran 4,98 6,46 mg/l, dan rata-rata sebesar

    5,77 mg/l (Lampiran 7) berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan, Sedangkan

    nitrat di IPAS 3 (outlet) periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal 27

    Nopember 2004 sebesar kisaran 3,55 3,92 mg/l, dengan rata-rata 3,78 mg/l,

    sedangkan pada IPAS 4 kisaran 3,44 3,88 mg/l, dengan rata-rata 3,69 mg/l

    (Lampiran 11) dibawah baku mutu yang diperbolehkan.

    Nilai nitrat yang tinggi lebih banyak dijumpai pada outlet, kecuali pada IPAS 1

    bulan Oktober, dan IPAS 4 pada bulan Oktober dan November. Konsentrasi nitrat

  • 94

    tertinggi terjadi pada IPAS 1 di bulan November di outlet dengan nilai mencapai 19,97

    mg/l dan terendah pada IPAS 3 di bulan Oktober di inlet yang mencapai nilai 2,02 mg/l.

    Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan nilai nitrat di IPAS periode Oktober-

    November 2004 dapat dilihat pada Gambar 14.

    Nilai nitrit air lindi di IPAS 1 (inlet) berkisar mulai dari 28,6 yang terendah

    sampai dengan 43,1 yang tertinggi. Angka terendah dicapai pada tanggal 27 Nopember

    2004 dan tertinggi dicapai pada tanggal 23 Oktober 2004. Nilai rata-rata selama

    periode 2 Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 36,2 mg/l. Secara

    keseluruhan nitrit rata-rata menunjukkan sudah jauh diatas baku mutu air limbah

    golongan II, dan IPAS 2, khususnya pada outlet berada di atas baku mutu yang

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.

    1 2 3 4

    IPAS

    mg/l inlet

    outlet

    Gambar 14. Perkembangan Nitrat di IPAS Periode Oktober- November 2004

    diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

    416/Menkes/Per/X/1990 tanggal 3 September 1990 karena memiliki nilai di atas 1 mg/l,

    kecuali pada tahun 2001. Sedangkan kandungan nitrit air lindi pada inlet masih berada

    di bawah baku mutu yang diperbolehkan, kecuali pada tahun 2000 dan di IPAS 1 pada

    tahun 2004. Sedangakan pada IPAS 2 dan 3 (Inlet) berada dibawah baku mutu, hanya

    pada IPAS 2 tanggal 27 Nopember 2004 dengan nilai 1,044 mg/l. Pada IPAS 4 (inlet)

    nilai nitrit menunjukkan angka yang sangat tinggi, periode tanggal 2 Oktober sampai

    dengan tanggal 27 Nopember 2004 kisaran 116,7 1552,5 dengan rata-rata 1037

    (Lampiran 7), melebihi baku mutu yang diperbolehkan.

    Nilai nitrit yang tinggi lebih banyak dijumpai pada titik outlet, kecuali pada

    IPAS 4. Konsentrasi nitrit tertinggi terjadi pada IPAS 4 di bulan Oktober di inlet

    dengan nilai mencapai 1444 mg/l dan terendah pada IPAS 2 di bulan Oktober. Untuk

  • 95

    lebih jelasnya mengenai perkembangan konsentrasi nitrit di IPAS periode Oktober-

    November 2004 dapat dilihat pada Gambar 15.

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    1600

    Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.

    1 2 3 4

    IPAS

    mg/l inlet

    outlet

    Gambar 15. Perkembangan Nitrit di IPAS Periode Oktober-November 2004

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990 tanggal

    3 September 1990 yang menetapkan bahwa batas BOD5 yang diperbolehkan adalah 50

    mg/l, maka keberadaan BOD air lindi telah sangat mengkhawatirkan. Nilai BOD5, baik di IPAS 1 maupun IPAS 2 sangat tinggi dan hanya ketika tahun 2002 di IPAS 1,

    nilainya berada di bawah baku mutu yang diperbolehkan. Bahkan pada tahun 2004,

    nilai BOD5 di IPAS 2 pada inlet mencapai 1008 mg/l. Nilai BOD lebih banyak ditemukan pada inlet, kecuali pada IPAS 2 di tahun

    2000 dan 2001 (Lampiran 15 dan 16). Hal ini disebabkan sesudah inlet air lindi

    terkontaminasi oleh beragam zat atau unsur lain, sehingga kandungan BOD sedikit

    berkurang. Nilai BOD5 tertinggi terjadi pada IPAS 4 di bulan Oktober 2004 di inlet

    dengan nilai mencapai 1267 mg/l dan terendah pada IPAS 2 di bulan Oktober 2004 di

    outlet yang mencapai nilai 144 mg/l. Secara umum, nilai BOD di inlet lebih tinggi

    daripada di outlet. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan nilai BOD di IPAS

    periode Oktober-November 2004 dapat dilihat pada Gambar 16.

  • 96

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.

    1 2 3 4

    IPAS

    mg/l inlet

    outlet

    Gambar 16. Perkembangan BOD5 di IPAS Periode Oktober-November 2004

    Nilai COD lebih banyak ditemukan pada titik inlet, kecuali pada IPAS 2 di

    tahun 2001 dan IPAS 4 tahun 2000. Nilai COD yang tinggi ditemukan pada IPAS 3

    tahun 2001 (Lampiran 14 dan 15). Untuk nilai COD air lindi yang ditemukan, nilainya

    juga berada di atas baku mutu yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri

    Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990 tanggal 3 September 1990 yang menetapkan

    bahwa batas COD yang diperbolehkan adalah 100 mg/l. Bahkan pada tahun 2004,

    kandungan COD di IPAS 2 pada titik inlet mencapai 3188 mg/l.

    Nilai COD dengan BOD tidak terlalu berbeda perkembangannya. Nilai COD

    tertinggi terjadi pada IPAS 4 di bulan Oktober di titik inlet dengan nilai 3455 mg/l dan

    terendah pada IPAS 2 di bulan Nopember di titik outlet mencapai nilai 380 mg/l.

    Secara umum, nilai COD di titik inlet lebih tinggi daripada di titik outlet. Untuk lebih

    jelasnya mengenai perkembangan nilai COD di IPAS periode Oktober-November 2004

    dapat dilihat pada Gambar 17.

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    3500

    4000

    Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.

    1 2 3 4

    IPAS

    mg/l inlet

    outlet

    Gambar 17. COD di IPAS Periode Oktober-November 2004

  • 97

    Nilai pH air lindi di IPAS menentukan keseimbangan antara asam dan basa

    yang diidentifikasikan melalui pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam suatu

    larutan. Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu kisaran pH 6-8. Apabila pH

    air diatas atau dibawah angka kisaran tersebut tergolong tidak normal. Air bersifat asam

    apabila pH nya lebih kecil dari 7 dan bersifat basa apabila pH nya lebih besar atau sama

    dengan 7.

    Untuk nilai pH air lindi yang ditemukan, nilainya masih berada dalam baku

    mutu yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.

    416/Menkes/Per/X/1990 tanggal 3 September 1990 yang menetapkan bahwa pH yang

    diperbolehkan adalah 6-9.

    Pada Gambar 18 terlihat bahwa pH di IPAS yang tinggi lebih banyak dijumpai

    pada bulan Oktober dengan nilai tertinggi berada pada IPAS 3. Nilai pH juga lebih

    tinggi pada inlet, kecuali pada IPAS 1 di bulan November dan IPAS 4 bulan Oktober,

    Secara keseluruhan pH air lindi pada IPAS periode bulan Oktober sampai dengan bulan

    Nopember 2004 berada lebih besar atau sama dengan 7 bersifat basa .

    6.6

    6.87

    7.2

    7.47.6

    7.88

    8.2

    8.48.6

    pH

    Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.

    1 2 3 4

    IPAS

    inlet

    outlet

    Gambar 18. pH di IPAS Periode Oktober-November 2004 4.3. Komponen Mikrobiologi

    Kualitas air secara biologis, khususnya secara mikrobiologis, ditentukan oleh

    banyak parameter. Parameter tersebut adalah E. coli dan coliform, fitoplankton dan

    bentos. Kehadiran mikroba berupa bakteri pencemaran tinja di dalam air yang

    digunakan untuk kepentingan hidup manusia (rumah tangga) sangat tidak diharapkan.

    Untuk keperluan di luar untuk air minum, seperti air kolam renang, dalam 100 ml air

  • 98

    kandungan bakteri coli tidak boleh lebih dari 200, sementara untuk air rekriasi tidak

    boleh mengandung lebih dari 1000 bakteri coli.

    Banyak jenis bakteri patogen (penyebab penyakit) berkembang dan menyebar

    melalui badan air, misalnya penyebab penyakit tipus (Salmonella), disentri (Shigella),

    kolera (Vibrio), dan dipteri (Coryne bacterium). Selain itu banyak bakteri patogen

    berkembang dan menyebar melalui air, baik yang hidup secara anaerobik maupun yang

    hidup secara aerobik. Kontak makanan dengan air yang mengandung bakteri tersebut

    akan dinyatakan berbahaya kalau kemudian termakan.

    Kandungan E. coli sumur atas dari TPA konsentrasi pada tanggal 2 Oktober

    sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 kisarannya 52 63 MPN/100 ml dengan

    nilai rata-ratanya 55,66 MPN/100 ml (Tabel 15), sedangkan pada sumur bawah dari

    TPA kisarannya 0,1 50 MPN/100 ml dengan nilai rata-ratanya 23,36 MPN/100 ml

    (Tabel 16), ini berarti pada sumur-sumur tersebut baik yang diatas maupun yang

    dibawah dari TPA sudah tercemar E. coli akan tetapi masih di bawah ambang batas

    BMPSA dan BMAS. Kondisi ini dan buruknya air sumur tersebut, lebih banyak

    disebabkan oleh buruknya kondisi lingkungan setempat dan pencemaran di sumur atas

    dan sumur bawah tidak hanya dipengaruhi oleh pencemar dari TPA, tetapi juga akibat

    adanya pencemaran di sekitar sumur seperti WC dan tumpukan sampah yang

    dikumpulkan oleh pemulung di sekitarnya.

    Kandungan koliform sumur jauh lebih tinggi daripada kandungan E. coli pada

    periode yang sama. Kandungan tertinggi dicapai pada tanggal 27 Nopember 2004 dan

    terendah pada tanggal 2 Oktober 2004. Kandungan rata-rata 71 MPN/100 ml. Angka ini

    masih dibawah