Download - Bab 4 2006roy
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi
A. Letak Geografi
a. Letak dan luas wilayah
Letak Kota Bekasi relatif strategis, wilayahnya berbatasan dengan Provinsi DKI
Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, Kota Bekasi berada pada posis i 106
55 Bujur Timur dan 6 7 6 15 Lintang Selatan, dengan ketinggian 19 m di atas
permukaan laut dan luas wilayah 21.049 ha.
Kota Bekasi terbagi menjadi 10 wilayah kecamatan yang masing-masing terdiri
beberapa kelurahan. Masing-masing wilayah Kecamatan tersebut adalah Bekasi Utara,
Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Barat, Medan Satria, Rawa Lumbu, Bantar
Gebang, Jati Asih, Jati Sempurna dan Pondok Gede (Gambar 5).
Kecamatan Bantar Gebang meliputi delapan kelurahan yaitu: Kelurahan Bantar
Gebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Padurenan, Kelurahan Cimuning, Kelurahan
Sumur Batu, Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Mustika Jaya dan Kelurahan Mustika
Sari. Luas dari ketiga kelurahan yang merupakan lokasi TPA adalah Kelurahan
Ciketing Udik 343,34 ha (di selatan dari TPA), Kelurahan Cikiwul 434,70 ha (di barat
dan utara TPA) dan Kelurahan Sumur Batu 568,95 ha (di timur dan utara TPA).
Batas Kecamatan Bantar Gebang dengan daerah sekitarnya adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
Sebelah Timur
:
:
:
:
Bekasi Timur dan Bekasi Barat
Kabupaten Bogor
DKI Jakarta
Setu Kabupaten Bekasi
Lokasi TPA dibatasi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan
Cikiwul dan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi
Jawa Barat. Luas lahan TPA Bantar Gebang seluruhnya adalah 108 ha yang terdiri dari
lima wilayah atau zone. Luas efektif TPA yaitu luas yang digunakan untuk
menimbun sampah adalah 80 % dari seluruh luas lahan, 20 % digunakan untuk
prasarana TPA seperti pintu masuk, jalan, kantor dan instansi pengolahan lindi.
-
55
DKI
6. Kec. Rawa Lumbu 7. Kec. Bekasi Selatan 8. Kec. Bekasi Barat 9. Kec. Medan Satria 10. Kec. Bekasi Utara
Kec. Pondok Gede Kec. Jati Sampurna Kec. Jati Asih Kec. Bantar Gebang Kec. Bekasi Timur
GAMBAR 5: Peta Kota Bekasi
Kabupaten Bogor
SKALA 1:50.000 U
Lokasi TPA
1
2
3
4
6
5
7
8
9
10
-
56
TPA Bantar Gebang dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta yang ditujukan untuk
penyelenggaraan sistem pengolahan sampah dengan memperhatikan segi lingkungan,
dioperasikan tahun 1989 direncanakan mampu menampung sampah dari Jakarta dan
Kota Bekasi hingga tahun 2005 (Gambar 6).
b. Iklim
Keadaan iklim Kota Bekasi panas, tahun 2001 jumlah curah hujan yang relatif
tinggi hanya terjadi pada bulan Januari, Februari dan Maret yaitu masing-masing
tercatat 1.539 mm, 1.094 mm dan 1.049 mm. Jumlah curah hujan tertinggi tercatat di
Kecamatan Bekasi Utara pada bulan Januari yaitu 608 mm dengan jumlah hari hujan
selama 19 hari. Sedangkan jumlah curah hujan pada bulan lainnya di musim hujan rata-
rata kurang dari 400 mm.
Kecamatan Bantar Gebang terletak di daerah tropis yang mengalami musim
hujan dan kemarau, dengan jumlah curah hujan bervariasi setiap tahunnya. Curah hujan
rata-rata tergolong tinggi yaitu sebesar 2.230 mm pertahun, dengan variasi hujan antara
79 300 mm. Suhu udara rata-rata berkisar 24 33 C sepanjang tahun. Kelembaban
udara bervariasi antara 60 99 persen, kecepatan angin berkisar antara 0,5 1,5 m per
detik.
c. Penduduk
Jumlah penduduk Kota Bekasi 1.700.678 jiwa dengan luas wilayah 21.049 ha,
memiliki laju pertumbuhan penduduk alami 1,50 persen per tahun dengan laju
pertumbuhan penduduk migran 3,69 persen (Statistik Kota Bekasi dalam Angka, 1999).
Jumlah penduduk di Kecamatan Bantar Gebang berjumlah 99.766 jiwa yang terdiri dari
66.454 jiwa laki- laki dan 33.312 jiwa perempuan dalam 6.704 kepala keluarga,
kepadatan penduduk sebesar 22,36 jiwa per km. Jumlah dan perkembangan
penduduk di Kelurahan Sumur Batu, Cikiwul dan Ciketing Udik pada tahun 2001 setiap
bulannya bertambah, disebabkan banyaknya penduduk yang datang dari luar Bekasi,
seperti: dari Jakarta, Cirebon, Madura dan lain- lain (Tabel 11).
-
57
Gambar : 6 Peta TPA Bantar Gebang
-
58
Tabel 11. Jumlah dan Perkembangan Penduduk di tiga Kelurahan.
Kelurahan
No Bulan Sumur Batu (Jiwa) Ciketing Udik (Jiwa) Cikiwul (Jiwa)
1. Januari 7.227 6.308 7.121
2. Pebruari 7.246 10.126 16.813
3. Maret 7.248 10.146 16.813
4. April 7.274 10.168 16.815
5. Mei 7.286 10.189 16.816
6. Juni 7.292 10.193 16.824
7. Juli 7.309 10.229 16.839
8. Agustus 7.324 10.244 16.855
9. September 7.474 10.270 16.903
10. Oktober 7.474 10.282 16.909
11. Nopember 7.477 10.289 16.952
12. Desember 7.469 10.303 16.954
Jumlah 88.100 109.504 192.614
Sumber: Kantor Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi 2001.
B. Karakteristik Sampah Perkotaan dan TPA
a. Karakteristik sampah
Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota
lainnya, tergantung dari sumber, tingkat sosial ekonomi penduduk dan iklim (Suryanto,
1988). Karakteristik untuk berbagai jenis sampah seperti nilai kalor dan kadar air
sampah dan kadar abu (Laboratorium Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan
Lingkungan, Departemen Kimpraswil, 2005), nilai kadar air sampah permukiman
45,93 %, pasar modern 36,59 %, sekolahan 31,31 %, dan industri 23,73 %. Nilai
kadar air tertinggi berasal dari sumber sampah pasar tradisional 56,58 %, hal ini
disebabkan adanya banyak komponen sampah yang memiliki kandungan air yang
cukup tinggi seperti kulit buah, sisa sayuran, dan buah yang sudah membusuk,
sedangkan kadar air terendah didapatkan dari sumber sampah yang bersumber dari
perkantoran 23,17 %, jenis sampah yang banyak ditemui umumnya kandungan air yang
rendah seperti karet, plastik, kertas dan logam.
-
59
Sedangkan kadar abu sampah dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan
bahan yang mudah terbakar yang terdapat di dalam sampah, kadar abu yang terdapat
dari sumber sampah pasar modern 17,13 %, permukiman 16,24 %, sekolahan 13,92 %
dan industri 11,93 %. Kadar abu tertinggi adalah sampah yang berasal dari sampah
perkantoran 17,60 %, sedangkan kadar abu terendah berasal dari sampah pasar
tradisional 10,26 % .
Nilai kalor merupakan salah satu karakteristik sampah yang dapat
mempengaruhi proses incenerator, nilai kalor dari sumber sampah sekolahan 3248
kal/kg, perkantoran 2434 kal/kg, pasar modern 2102 kal/kg dan permukiman 2072
kal/kg. Nilai kalor sampah tertinggi berasal dari sampah indus tri nilai kalor 3553 kal/kg
sedangkan terendah didapatkan yang berasal dari sampah pasar tradisional nilai kalor
1778 kal/kg. Sampah yang berasal dari industri mempunyai nilai yang relatif tinggi,
karena adanya komponen tertentu yang dapat menghasilkan nilai kalor yang tinggi dan
dilihat dari jenis komponen yang ada maka prosentase yang tertinggi pada jenis
komponen tekstil atau kain, kertas dan plastik, sedangkan sampah yang berasal dari
pasar merupakan sampah yang menghasilkan nilai kalor yang terendah karena dilihat
dari komposisinya maka keadaannya berlawanan dengan sampah yang berasal dari
sampah industri, dimana komposisi sampah pasar terbesar adalah organik.
b. Komposisi sampah
1). Komposisi fisik sampah DKI Jakarta adalah besarnya komponen pembentukan
sampah yang dihasilkan rata-rata terdiri dari sampah organik 65,05 %, kertas 10,11
%, kayu 3,12 %, kain dan tekstil 2,45 %, karet, kulit dan yang sejenis 0,55 %,
logam 1,90 %, kaca, gelas 1,63 %, baterai 0,28 %, plastik 11,08 %, tulang, kulit
telur 1,09 % dan lain- lain 2,74 % ( Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 1999). Data
Dinas Kebersihan 2004, jumlah sampah yang terangkut ke TPA Bantargebang
sebanyak 6.446.886 m Tabel 12.
-
60
Tabel 12. Jumlah sampah yang dibawa ke TPA Bantar Gebang Tahun 2004
No Sumber sampah Sampah per tahun (m)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Dinas Kebersihan
Sudin Jakarta Pusat
Sudin Jakarta Utara
Sudin Jakarta Barat
Sudin Jakarta Selatan
Sudin Jakarat Timur
SPA Sunter
SPA Cakung
PD Pasar Jaya
Swastanisasi Kebersihan
Swasta Umum
Kendaraan sewa
79.524
154.448
101.915
82.510
441.319
313.285
1.032.328
935.486
275.801
1.989.910
13.536
1.026.824
Jumlah 6.446.886
Sumber: Dinas Kebersihan DKI Jakarta (2005).
2). Komposisi kimia, adalah besarnya kandungan zat kimia yang terdapat dalam
sampah. Komposisi kimia berhubungan dengan alterna tif pemrosesan atau
pengolahan dan pilihan pemulihan (Suryanto, 1988).
Pada sistem sanitary landfill dan open dumping, komposisi kimia dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh lindi
terhadap air tanah. Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari zat karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan fospor (C,H,O,N,S,P), serta unsur lainnya
yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak (Suryanto, 1988).
c. Densitas atau Kepadatan Sampah
Kepadatan sampah menyatakan bobot sampah per satuan volume. Pada sistem
sanitary landfill, kepadatan sampah diperlukan untuk menentukan ketebalan lapisan
sampah yang akan dibuang pada sistem tersebut.
Tempat Pemusnahan Akhir (TPA) Bantar Gebang, menampung sampah dari
DKI Jakarta dan Kota Bekasi. Menurut Butler (2002), sampah yang berasal dari Kota
Jakarta dengan volume 19.500 sampai dengan 23.000 m perhari atau, sekitar 6.000 ton
-
61
perhari, komposisi bahan organiknya serupa dengan kota-kota lain di Indonesia, antara
80 hingga 90 % dari total sampah organik dan anorganik (Tabel 13).
Tabel 13. Komposisi bahan organik dan anorganik di TPA Bantar Gebang
No Material Presentase 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kayu Kertas Tekstil Organik (yang dapat membusuk) Total Zat Organik Plastik Kaca Logam Lainnya
5,70 10,71 4,05 65,96 86,4 8,24 2,14 1,49 1,71
Sumber: Butler (2002).
C. Umur Teknis TPA Bantar Gebang
Umur pemanfaatan TPA menyangkut faktor teknis dan sosial. Faktor teknis
dipengaruhi oleh dinamika faktor- faktor teknis, yakni luas zone, tinggi sampah, laju
penyusutan dan laju penimbunan sampah. Sedangkan faktor sosial menyangkut
toleransi masyarakat di sekitar TPA dengan kualitas lingkungan terutama dampak
lingkungan.
D. Kualitas Lingkungan
Kualitas lingkungan adalah keadaan lingkungan yang diindikasikan oleh tinggi
rendahnya batas kadar parameter pencemaran lingkungan, sehingga zat pencemar
berada dalam batas-batas toleransi dalam lingkungan.
Tinggi rendahnya batas kadar zat pencemar lindi dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya atau fluktuasi debit air sungai sebagai media penerimanya. Fluktuasi debit
air sungai yang relatif stabil lebih diharapkan terjadi dan lebih baik dibandingkan
dengan debit yang sangat fluktuatif. Fluktuasi debit air ekstrim terjadi pada musim
hujan dan debit air sungai minimal musim kemarau. Fluktuasi debit air sungai yang
tajam tidak diharapkan, karena menimbulkan risiko banjir dan mempengaruhi
amplitudo konsentrasi zat pencemar dalam badan air sungai (Dinas Kebersihan DKI
2002).
-
62
Zat pencemar yang dianalisis adalah zat pencemar yang berada dalam perairan,
karena air merupakan komponen lingkungan yang sangat esensial untuk kehidupan.
Status zat pencemar relatif dapat menggambarkan karakteristik kegiatan manusia dalam
pengelolaan sumberdaya alam, khususnya di TPA dan wilayah yang diteliti, disamping
itu juga dapat menggambarkan keadaan alamiah dari lingkungan tersebut (Dinas
Kebersihan DKI, 2002). Standar yang digunakan untuk memahami karakteristik bahan
organik terhadap media air adalah BOD, COD, logam berat, dan mikroba.
E. TPA Liar dan Pemulung a. TPA Liar.
TPA liar dibuat oleh masyarakat secara ilegal di sekitar TPA utama, dengan
sistem open dumping. TPA liar ditujukan untuk menguasai sampah secara pribadi untuk
diambil bahan yang laku di pasar, antara lain potongan besi, botol plastik, kayu, botol
kaleng, karton, dan sebagainya. Sisa sampah umumnya dimusnahkan dengan cara
dibakar. Sistem open dumping menimbulkan dampak yang cukup besar terutama air
lindi masuk ke dalam air tanah, asap, lalat dan bau.
TPA liar dipengaruhi oleh faktor yang kompleks, antara lain kerjasama
pemulung dan supir truk sampah, kebutuhan pasar, tuntutan pemulung dan sebagainya.
Untuk itu pengendalian TPA liar tidak semata-mata menyangkut faktor teknis, juga
menyangkut aspek sosial ekonomi.
b. Pemulung
Kegiatan pemulung, merupakan refleksi dari ketimpangan sosial ekonomi pada
masyarakat secara luas (Gambar 7). Dipandang dari sudut sosial ekonomi, pengentasan
dan pemberdayaan pemulung di kawasan TPA merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perbaikan lingkungan hidup, peningkatan kinerja pengelolaan sampah
perkotaan, dan pemanfaatan sampah perkotaan secara komersial dalam skala besar.
Pengabaian dalam mengusahakan kehidupan yang lebih baik dari pemulung, akan
menimbulkan dampak ke arah hulu maupun hilir dalam konteks sosial ekonomi secara
luas ( Ken, 2002). Keberadaan pemulung di TPA Bantar Gebang yang setiap hari
bekerja mengambil sebagian sampah yang masih bernilai ekonomi untuk didaur ulang
atau digunakan kembali seperti plastik, kertas, kayu, botol dan sebaginya. Keberadaan
-
63
pemulung tersebut sangat mengganggu kelancaran pengoperasian alat-alat berat dan
dapat menimbulkan kecelakaan bagi para pemulung.
Gambar 7. Kegiatan pemulung di TPA Bantar Gebang
Menurut Samom et al., (2002) cara terbaik untuk pemisahan sampah pada
sumbernya yaitu dengan diberikan insentif keuangan, peraturan dan penciptaan
kesadaran lingkungan. Di Bangkok 90 % dari sampah padat dibuang dengan sistem
buangan terbuka, di sekitar TPA ada sejumlah toko-toko kecil (SSR) yang menjual
barang-barang bekas dari tempat sampah, barang-barang ini dikumpulkan dan dijual
oleh pegawai pengumpul dan pemulung. Jumlah barang yang diantarkan ke setiap SSR
ini sekitar 1-6 ton/hari. Total ton harian dari barang-barang yang dikumpulkan oleh para
pemulung diperkirakan sekitar 5 % dari jumlah sampah kota.
Secara informal pemulung mengambil barang (sampah) yang mempunyai
potensi untuk didaur ulang (kertas, karton, logam dan lain- lain) sehingga bernilai
ekonomis. Pemisahan ini dilakukan secara manual karena pemisahan barang-barang
yang dapat didaur ulang secara otomatis sukar dilakukan, Ridlo (1998). Masyarakat
banyak berpandangan tentang rendahnya pekerjaan pemulung, tetapi tidak disadari
manfaat yang dapat dikerjakan oleh pemulung sampah. Pekerja itu bukanlah menjadi
hambatan bagi mereka yang melihatnya dari aspek pemanfaatan dan dapat dipahami
sebagai mata pencaharian atau dipandang sebagai aspek ekonomi yang dapat
menunjang kehidupan keluarga. Jalur ekonomi itu mempunyai landasan dalam sistem
pemulungan, kondisi ini diakibatkan oleh kehendak atau kebutuhan hidup yang
ditunjang adanya permintaan terhadap berbagai jenis barang yang dikumpulkan dari
sampah tersebut.
-
64
Keterlibatan pemulung dalam pengelolaan sampah, dapat berperan ganda, secara
langsung dapat mensejahterakan pemulung melalui penjualan sampah yang dipungut
dari TPA. Secara tidak langsung mereka telah melakukan daur ulang terhadap sampah
anorganik yang sulit diuraikan oleh mikroba, misalnya plastik, logam, besi, alumunium,
kaleng dan lain sebagainya Garna et al., (1982). Pengumpulan sampah oleh pemulung
akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu menimbulkan efek
estetika, dan sering menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat sekitar lokasi TPA
sampah.
F. Dampak Pengelolaan TPA pada Lingkungan
Menurut Usman (2003), dalam kajian dampak sosial paling tidak ada tiga alasan
mengapa aspek sosial diperlukan bagi para pengambil kebijakan. Pertama, keberadaan
suatu usaha atau kegiatan mempunyai dampak positif sekaligus negatif terhadap
kehidupan masyarakat di sekitarnya. Kedua, penilaian atau respon masyarakat terhadap
keberadaan suatu usaha atau kegiatan berubah-ubah. Sesuatu yang dianggap bermanfaat
oleh lapisan atau sekelompok lainnya, dan sesuatu yang dianggap baik pada kurun
waktu tertentu tidak dianggap baik pada kurun waktu tertentu tidak selamanya dianggap
baik pada kurun waktu selanjutnya. Ketiga, dalam kurun waktu yang sama, kehidupan
masyarakat boleh jadi bersentuhan dengan beberapa usaha atau kegiatan sekaligus.
Hasil yang diharapkan dari aspek sosial dalam kegiatan dampak lingkungan
adalah pengetahuan komprehensif tentang dampak suatu usaha atau kegiatan terhadap
kehidupan masyarakat di sekitarnya, dimanfaatkan untuk: (1). proses pengambilan
keputusan (khususnya dalam memperhitungkan resiko yang dihadapi. sedangkan (2).
memperbaiki kebijaksanaan (terutama menghilangkan hal-hal yang sudah terbukti
merugikan. Paling tidak terdapat 4 variabel kunci yang perlu dikaji sehubungan dengan
introduksi suatu usaha atau kegiatan, yaitu: keresahan sosial, konflik sosial (benturan)
dan integrasi sosial dari kelestarian nilai-nilai sosial. Keresahan sosial antara lain
ditandai oleh protes yang dilakukan oleh penduduk lokal (baik tertulis maupun lisan),
demonstrasi dan gerakan-gerakan politik lain yang dilandasi oleh ketidak puasan.
Apabila komentarnya itu terjadi, itu berarti dampaknya adalah negatif.
-
65
Konflik (benturan) sosial dalam kontek kajian dampak lingkungan meliputi
hubungan diantara penduduk lokal antara lokal dan pendatang serta antara pendatang.
Apabila kontek ini sering terjadi, dampak suatu usaha atau kegiatan adalah negatif.
Sebaliknya, apabila jarang terjadi (bahkan hampir tidak pernah terjadi) dampaknya
adalah nol, sedangkan kele starian nilai-nilai kultural antara lain dapat diidentifikasi dari
keberadaan upacara keagamaan, upacara adat dan upacara siklus kehidupan (kelahiran,
perkawinan dan kematian). Apabila upacara-upacara semacam ini terganggu atau
semakin terabaikan, dampaknya adalah negatif dan sebaliknya.
Kegiatan TPA menurut dokumen AMDAL diperkirakan akan menimbulkan
dampak lingkungan tergolong penting meliputi komponen fisik-kimia, biologi, sosial
ekonomi, dan kesehatan masyarakat (Tabel 14). Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat
bahwa kehadiran TPA di satu sisi menimbulkan dampak negatif dan pada sisi lain
menimbulkan dampak positif, berupa peluang usaha dan kesempatan kerja. Prakiraan
dampak penting tersebut menjadi dasar dalam Rencana Pengelolaan dan Rencana
Pemantauan Lingkungan, yang mengikat secara hukum. Rencana Pengelolaan
Lingkungan merupakan wujud nyata dalam meminimkan dampak lingkungan dari TPA
(Dinas Kebersihan DKI 1997).
Tabel 14. Perkiraan Jenis Dampak Penting di TPA Bantar Gebang
No
Jenis Dampak Penting
1. Penurunan kualitas udara 2. Peningkatan kebisingan 3. Penurunan kualitas air permukaan (sungai Ciketing dan sungai sumur batu) 4. Penurunan kualitas air tanah 5. Komponen biologi. Meliputi jumlah taka, jumlah individu, serta
keanekaragaman plankton. 6. Peluang usaha dan kesempatan kerja 7. Penurunan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA 8. Peningkatan kepadatan lalu lintas dan kemacetan, pengangkutan sampah ke
TPA 9. Timbulnya keresahan dan konflik sosial terutama masyarakat dengan
pemulung 10. Peningkatan peluang terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas pemulung
di TPA. 11. Berkurangnya nilai estetika akibat adanya aktivitas pemulung sampah yang
membangun gubuk-gubuk dan menumpuk sampah di sekitar tempat pemukiman mereka dan di sepanjang jalan masuk ke TPA
Sumber: Rencana Pengelolaan Lingkungan LPA Bantar Gebang ( 1997).
-
66
Sampah perkotaan dapat mengandung bakteri patogen, virus, protozoa dan
parasitic helminthes yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia,
hewan, maupun tumbuhan. Menurut Ken, (2002), bakteri yang membahayakan adalah
bakteri yang dapat membentuk spora, yang dikenal mengakibatkan penyakit Anthrax,
Botulisme, gangrene, dan sebagainya. Kandungan logam berat, juga potensial dalam
sampah perkotaan. Sebagian logam berat ini ada yang secara alamiah dibutuhkan oleh
tumbuhan dalam jumlah tertentu. Sebagian lagi tidak diperlukan secara esensial oleh
tanaman, tetapi karena keterkaitannya dengan mata rantai makanan yang potensial bisa
membahayakan bagi kesehatan manusia dan hewan, bila dikonsumsi dalam jangka
waktu yang panjang. Air lindi juga dihasilkan oleh sistem sanitary landfill, apabila
tidak dikelola dengan baik merupakan ancaman bagi penyedia air bersih, baik air
permukaan maupun air tanah. Air lindi yang dikelola dengan baik dibutuhkan sebagai
komponen penting bagi kompos, guna menghasilkan pupuk organik berkualitas
(Gambar 8).
Gambar 8: Pengelolaan air lindi di TPA Bantar Gebang
Berdasarkan surat perjanjian antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah
Kota Bekasi Nomor 96 Tahun 1999/168 tentang Pengelolaan Sampah dan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi,
pengelolaannya merupakan tanggung jawab bersama dan memiliki tujuan antara lain:
a. Mengembangkan dan meningkatkan pengelolaan sampah dan pengelolaan TPA
berdasarkan azas manfaat dan kebersamaan serta saling menguntungkan.
-
67
b. Untuk memadu-serasikan pengelolaan sampah dan pengelolaan TPA, sehingga
aman dan memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat serta tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan.
Pengelolaan sampah di TPA merupakan suatu proyek yang akan berpengaruh
terhadap aspek sosial lainnya baik secara langsung maupun tak langsung, setidaknya
ada tiga dampak positif yang akan timbul sebagai akibat kesejahteraan penduduk, yaitu:
1). semakin terbukanya informasi daerah sekitar TPA terhadap daerah lainnya, 2).
terjadinya peningkatan interaksi sosial masyarakat di sekitar TPA dengan masyarakat
lainnya. dan 3). terjadinya peningkatan perbedaan status sosial, sejalan dengan
kesenjangan pendapatan di kalangan masyarakat, Tonny (1990).
G. Peranserta Masyarakat, Swasta dan Pengelola TPA Peranserta masyarakat, swasta dan pengelola sampah pada saat ini menurut
Dinas Kebersihan DKI Jakarta 2005, telah melakukan antara lain adalah:
a. Peranserta masyarakat
Pada saat ini peranserta masyarakat dalam pengumpulan sampah di
koordinasikan oleh RT/RW, dengan pengadaan petugas gerobak sampah swadaya
masyarakat dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan oleh sistem
pengumpulan serta pengangkutan sampah yang diselenggarakan oleh Dinas Kebersihan.
Proses pengumpulan sampah sudah cukup besar, namun masih perlu ditingkatkan
terutama untuk proses pemilihan sampah organik dan anorganik, serta upaya
pengumpulan sampah di sumbernya.
b. Peranserta Swasta
Pada saat ini sektor swasta telah ikut berperan dalam pengelolaan sampah baik
dalam proses pengangkutan sampah, pengoperasian SPA dan TPA Bantar Gebang
berdasarkan sistem kontrak kerja. Peran sektor swasta ini masih perlu ditingkatkan
kearah investasi untuk pembangunan fasilitas pengelolaan sampah (SPA, TPA,
incinerator) termasuk pengoperasiannya agar mengurangi beban biaya pemerintah.
Peran swasta dalam pengembangan sistem pengelolaan sampah secara bertahap akan
diterapkan peran Dinas Kebersihan sebagai Regulator dimana secara bertahap pula
diharapkan peran swasta dan masyarakat setempat menjalankan operasionalisasi peran
operator per bidang yang diminati.
-
68
Peranserta sektor swasta yang selama ini telah berjalan dalam kegiataan-
kegiatan penyapuan jalan, pengangkutan sampah, pengoperasian SPA Cakung dan
pengoperasian TPA Bantar Gebang perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan dalam
rangka pembinaan sektor swasta sebagai operator. Langkah selanjutnya adalah
mendorong sektor swasta untuk investasi dalam pembangunan dan pengoperasian
fasilitas pengolahan sampah termasuk prasarana dan sarana penunjangnya seperti ITF
(Intermediate Treatment Facility) suatu teknologi yang merubah bentuk, komposisi dan
atau mereduksi jumlah sampah atau residu yang harus dibuang ke TPA, Stasiun
Peralihan Antara (SPA) dan truk sampah (truk compector, truk Kapsul dan dump
truck). Akan tetapi, peningkatan peran sektor swasta ini jangan bersifat monopolistik
dan kapitalistik, namun harus partisipatif dan bersifat pemerataan (memberi peran
berarti pada perusahaan kecil dan menengah termasuk para pemulung).
c. Pengelola TPA
Berdasarkan SK. Gubernur Nomor 15 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta, Struktur Organisasi Dinas Kebersihan
saat ini seperti pada Gambar 9, dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Dinas Kebersihan terdiri dari 6 Sub Dinas, 1 Bagian, 18 Seksi, 5 Sub-Bagian, dan 1
Unit Pelaksana Teknis;
b. Sub Dinas Kebersihan masing-masing terdiri dari 6 Seksi dan 1 Sub-Bagian;
c. Ditiap Kecamatan terdapat 1 Seksi, dan tiap Kelurahan terdapat 1 Sub-Seksi;
d. Jumlah petugas Dinas Kebersihan terdiri dari 3.633 orang pegawai dan 2950 orang
pegawai harian lepas. Terdapat 6.656 orang petugas gerobak swadaya masyarakat
(Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta, 2005).
Sedangkan TPA Bantar Gebang telah melaksanakan hal penting dalam
pengelolaan lingkungan antara lain:
a. Pelapisan tumpukan sampah oleh tanah merah (soil cover) telah dilakukan hampir di
seluruh zone, kecuali pada zone yang aktif (adanya kegiatan pengumpulan sampah).
b. IPAS konstruksinya telah direhabilitasi, namun proses pengolahannya sedang dalam
penyempurnaan. Proses pengolahan sudah terlihat adanya keterpaduan antara
perlakuan fisik, kimia, dan biologi.
c. Penertiban TPA liar dan diupayakan bekas TPA tersebut dilapisi oleh tanah merah.
-
69
Gambar 9: Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta
-
70
4.2. Evaluasi Fisik-Kimia
A. Perkembangan Kualitas Air Sumur
a. Kekeruhan
Kekeruhan dapat menggambarkan tingkat penetrasi cahaya ke dalam perairan,
Pescod (1973). Tingkat kekeruhan dipengaruhi oleh padatan tersuspensi dan koloid
yang terkandung di dalam perairan. Secara tidak langsung kekeruhan dapat
mempengaruhi produktivitas perairan. Nilai kekeruhan yang tinggi akan mengurangi
penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga proses fotosintesis akan
berlangsung pada lapisan air yang lebih tipis, dengan demikian produktivitas perairan
akan semakin menurun. Kekeruhan juga dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan
organisme air lainnya, derajat kekeruhan yang tinggi akan mengganggu organ-organ
pernapasan atau alat penyaring makanan dari organisme air, sehingga dapat
mengakibatkan kematian.
Menurut Saeni 1988, kekeruhan terjadi karena adanya bahan tersuspensi yang
bervariasi dari ukuran koloidal sampai dengan dispensi kasar, tergantung pada derajat
turbilansinya. Bahan tersuspensi tersebut terdiri dari bahan organik dan anorganik yang
berasal dari limbah domestik, limbah industri dan juga dari erosi. Pengukuran
kekeruhan biasa dipakai JTU (Jeckson Turbidity Unit) dan NTU (Nephelometric
Turbidity Unit) Gambar 10.
Gambar 10. Lokasi Sumur bawah dari TPA
Kekeruhan merupakan suatu ukuran banyaknya bahan-bahan tersuspensi yang
terdapat di dalam air, seperti senyawa organik. Air yang keruh akan memberi
-
71
perlindungan pada kuman. Pada air yang mengandung zat organik dan anorganik,
mikroorganisme dapat berkembang dan hidup baik. Oleh karena itu bakteri terdapat
pada semua sistem air yang dapat merugikan atau tidaknya tergantung pada kondisi
optimum yang menunjang pertumbuhannya. Penyimpangan terhadap standar kualitas
yang telah ditetapkan yaitu 25 NTU (Nephelometric Turbidity Units) akan
menyebabkan gangguan estetika dan mengurangi efektivitas desinfeksi air. Temuan
hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di Kelurahan
Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dengan parameter kimia-fisika dan biologi
dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 . Kualitas Air Sumur Atas dari TPA 2004 Air Sumur Atas TPA Parameter Satuan Standard
2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04 Kisaran Rata-rata
Suhu C 27,7 26,8 23,8 23,8-27,7 26,1 Kekeruhan NTU 5 1 2 2 1 2 1,7 pH 6.9-8.5 6,73 6,81 6,69 6,69-6,81 6,74 TDS mg/l 1.300 288 279 189 189-288 252
BOD5 mg/l 6 2,70 3,06 3,44 2,70-3,44 3,06 COD mg/l 10 5,44 6,45 11,6 5,44-11,6 7,83 Ammonia(N-NH3) ppm 0 0,376 0,404 0,299 0,299-0,404 0,359 Kesadahan mg/l 500 66,4 70,3 598,3 66,4-598,3 245 Nitrat (N-NO3) mg/l 10 2,804 2,245 2,780 2,245-2,804 2,609 Nitrit (N-NO2) mg/l 1 0,017 0,015 0,022 0,015-0,022 0,018 Klorida mg/l 600 102,5 90,5 98,3 90,5-102,5 97,1 DO mg/l 3,08 3,11 3,11 3,08-3,11 3,1 Besi (Fe) mg/l 1.0
-
72
yaitu air sumur yang di bawah dari wilayah TPA mempunyai DO lebih kecil dari pada
air sumur yang di atas dari wilayah TPA.
Kekeruhan air sumur pada tanggal 23 Oktober 2004 menunjukkan peningkatan
tingkat kekeruhan baik air sumur yang dibawah TPA maupun yang di atas dari wilayah
TPA, yaitu masing-masing 18 NTU dan 2 NTU. Hal ini menunjukkan bahwa
penyinaran sumur di bawah lebih banyak terpencar daripada sumur diatas pada tanggal
23 Oktober 2004, Tingkat kekeruhannya di atas BMAPSA KEPMENLH yang
diperbolehkan, tetapi untuk sumur yang di atas dari wilayah TPA, dibawah yang
dianjurkan. Tingkat kekeruhan air sumur bawah pada tanggal 27 Nopember 2004
mengalami penurunan dibandingkan dengan kekeruhan pada tanggal 23 Oktober 2004,
yaitu masing-masing adalah 14 NTU dan 18 NTU (Tabel 16).
Tabel 16. Kualitas Air Sumur Bawah dari TPA 2004 Air Sumur Bawah TPA Parameter Satuan Standard
2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04 Kisaran Rata-rata
Suhu C 26,6 27,0 22,8 22,8-27,0 25,46 Kekeruhan NTU 5 15 18 14 14-18 15,66 pH 6.9-8.5 6,70 6,88 6,55 6,55-6,88 6,71 TDS mg/l 1.300 135 156 176 135-176 155,66
BOD5 mg/l 6 3,56 3,80 4,09 3,56-4,09 3,81 COD mg/l 10 8,99 9,12 11,05 8,99-11,05 9,72 Ammonia (N-NH3) ppm 0 0,557 0,486 0,442 0,442-0,557 1,485 Kesadahan mg/l 500 38,7 45,6 44,3 38,7-45,6 42,6 Nitrat (N-NO3) mg/l 10 1,879 1,690 1,663 1,663-1,879 1,744 Nitrit (N-NO2) mg/l 1 0,052 0,047 0,044 0,044-0,052 0,047 Klorida mg/l 600 65,0 59,8 59,9 59,8-65,0 61,56 DO mg/l 3,04 3,02 3,11 3,02-3,11 3,05 Besi (Fe) mg/l 1.0 0,414 0,504 0,288 0,288-0,504 0,402 Timbal (Pb) mg/l 0.05
-
73
wilayah TPA pada periode yang sama adalah 14 18 NTU dengan rata-rata 15,66 NTU
yang berarti diatas BMPSA yang dianjurkan.
b. Suhu
Suhu air merupakan salah satu faktor ekologis yang berperan di lingkungan
perairan. Sifat-sifat kimia seperti kelarutan oksigen (DO) dan gas-gas lainnya,
kecepatan reaksi kimia dan daya racun bahan pencemar dipenga ruhi oleh suhu air.
Selain itu suhu air dapat mempengaruhi proses-proses fisiologis, susunan jenis dan
penyebaran organisme perairan. Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi suhu
air. Komposisi substrat, kecerahan, kekeruhan, pertukaran panas air dengan panas udara
akibat respirasi, musim, cuaca, kedalaman perairan, kegiatan manusia di sekitar
perairan maupun kegiatan dalam badan perairan itu sendiri dapat mempengaruhi suhu
perairan.
Ikan dan organisme air lainnya mempunyai daya adaptasi yang berbeda-beda
terhadap suhu air. NTAC (1968) mengemukakan bahwa ikan yang hidup di perairan
yang suhu airnya tidak pernah lebih dari 21,1 C dan langsung dipindahkan ke dalam
perairan bersuhu 32,2 C akan mengalami tekanan fisiologis yang dapat menyebabkan
kematian, jenis-jenis makanan ikan pada suhu tersebut merupakan titik mati karena
dalam tubuhnya yang mengatur metabolisme terdiri dari enzim yang rusak pada suhu
tinggi. Sedangkan menurut Pescod (1973) untuk menjamin kehidupan ikan dan
organisme air lainnya dengan baik, maka dianjurkan agar perubahan suhu air pada
perairan mengalir yang disebabkan oleh limbah bersuhu tinggi tidak lebih dari 2,8 C,
sedangkan untuk perairan tergenang tidak lebih dari 1,7 C.
Suhu merupakan parameter kualitas air yang berpengaruh dalam reaksi kimia dan
kelarutan gas dalam air. Suhu dipengaruhi oleh lingkungan, tanah dan udara serta
komponen-komponen fisik dalam air. Suhu merupakan parameter yang terpenting,
karena erat hubungannya dengan kehidupan dalam air. Suhu berpengaruh terhadap
kelarutan oksigen, kekeruhan, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan organisme di
dalamnya. Hasil pengukuran suhu air sumur di atas dan bawah dari TPA seperti pada
Tabel 15 dan 16, menunjukan bahwa berada di atas kadar maksimum yang
diperbolehkan, yaitu + 3 C menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416
Tahun 1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
-
74
Kisaran air sumur atas dari wilayah TPA periode tanggal 2 Oktober sampai dengan
tanggal 27 Nopember 2004 minimum adalah 23,8 C dan maksimum 27,7 C dan rata-
ratanya adalah 26,1 C, diatas baku mutu yang dianjurkan. Sedangkan kisaran suhu air
sumur yang berada dibawah dari TPA pada periode yang sama adalah 22,8 27,0 C
dengan rata-rata 25,46 C yang berarti masih diatas baku mutu.
c. Kemasaman (pH)
Kualitas air sumur juga ditentukan oleh kemasaman (pH), nilai pH dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam air, oleh sebab itu menjadi penting untuk
mengetahui parameter pH air sumur di lokasi penelitian, khususnya perkembangan
dalam 5 tahun terakhir, seperti pada Gambar 11.
0
2
4
6
8
10
12
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
pH
Sumur Bawah
Sumur Atas
Gambar 11. Perkembangan Parameter pH Air Sumur
Kemasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara kandungan asam
dan basa dalam air serta merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam
larutan. Kemasaman dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan
perairan, mempengaruhi tersedianya hara serta toksisitas dari unsur renik. Derajat
kemasaman (pH) berperan penting dalam menentukan nilai guna perairan untuk
kehidupan organisme, keperluan rumahtangga dan keperluan lainnya. Berubahnya nilai
pH dapat menimbulkan perubahan terhadap keseimbangan kandungan karbon dioksida,
bikarbonat dan karbonat di dalam air. Menurut Pescod (1973), batas toleransi
organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung pada suhu, oksigen terlarut,
adanya berbagai anion dan kation. Ikan dan organisme akuatik lainnya masih dapat
-
75
mentolerir lingkungan perairan yang mempunyai kisaran pH antara 4,0 - 11,0, namun
suatu perairan yang produktif dan ideal bagi kehidupan akuatik adalah perairan yang pH
airnya berkisar antara 6,5 -8,5 NTAC (1968).
Perkembangan pH air sumur di lokasi penelitian tidak terlalu berbeda jauh dari
tahun 2001-2004, kecuali air sumur bawah pada tahun 2001 yang mengalami
peningkatan pH menjadi 10 setelah sebelumnya bernilai 6,60 (Gambar 11). pH air
sumur bawah ini mendekati sangat basa, dan tidak aman untuk dikonsumsi sebagai air
minum oleh masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
416/Menkes/Per/X/1990, tanggal 3 September 1990, pH air sumur bawah dan atas di
tahun 2002-2004 masih berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan 6-9.
Secara keseluruhan kisaran pH sumur dalam periode tanggal 2 Oktober sampai
dengan tanggal 27 Nopember 2004 untuk sumur di atas TPA adalah 6,69 6,81 dengan
rata-rata 6,74, sedangkan sumur di bawah TPA adalah 6,55-6,88 dengan rata-rata 6,71.
Secara keseluruhan pH sumur di atas maupun di bawah TPA masih dalam batas-batas
normal BMAPS-MENKLH.
d. Total Disolved Solid (TDS)
Padatan Terlarut Total merupakan bahan yang masih tetap tinggal dalam air,
sebagai sisa dari lapukan selama penguapan dan pemanasan. Sanropie et al., (1989)
mengemukakan apabila dalam air terdapat zat Padat Terlarut Total dalam jumlah besar
melebihi kader maksimum (1.500 mg/l), maka akan menimbulkan antara lain: a).
memberi rasa yang tidak enak; b). rasa mual terutama apabila zat padat terlarut tersebut
berasal dari senyawa natrium sulfat dan magnesium sulfat, dan c). terjadinya cardiae
disease serta toxemia pada wanita hamil. Hasil pengukuran Padatan Terlarut Total pada
air sumur di atas dan bawah dari TPA seperti pada Tabel 15 dan 16.
Nilai pengukuran TDS (Total Disolved Solid) pada sumur di atas dan bawah dari
TPA masih berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan (baku mutu air bersih
1.300 mg/l berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
Kisaran TDS air sumur atas dari wilayah TPA periode tanggal 2 Oktober sampai
dengan 27 Nopember 2004 adalah 189-288 mg/l dengan rata-rata 252 mg/l, sedangkan
sumur di bawah wilayah dari TPA adalah 135-176 mg/l dengan rata-rata 155,66 mg/l.
-
76
Secara keseluruhan TDS sumur atas maupun di bawah dari TPA masih berada dibawah
ambang batas yang di perbolehkan.
e. Chemical Oxigen Demand (COD)
COD (Chemical Oxigen Demand) jumlah oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan kimia di dalam sistem air. Untuk mengetahui jumlah kandungan bahan
organik di dalam air dapat dilakukan dengan uji yang berdasarkan reaksi kimia dari
suatu bahan oksidan, yaitu merupakan uji yang dapat menentukan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat untuk mengosidasi bahan-
bahan organik yang terdapat di dalam air. Jika nilai COD melebihi kadar batas
maksimum yang diperbolehkan (10 mg/l) maka akan mengakibatkan sakit perut. COD
adalah kebutuhan oksigen yang ekivalen untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia
yang dapat dibiodegradabel, Radojevic dan Bashkin, (1999). Nilai COD dapat
digunakan memperkirakan jumlah berbagai senyawa ano rganik dalam limbah cair. Juga
dapat digunakan menentukan nilai BOD pada proses karbonatasi, yaitu dapat
mengoksidasi berbagai senyawa anorganik dengan menggunakan senyawa permenganat
atau dikromat atau dikromat sebagai oksidator. Hasil pengukuran COD pada air sumur
di bawah dan atas dari TPA seperti pada Tabel 15 dan 16.
Kisaran COD air sumur atas dari wilayah TPA periode tanggal 2 Oktober sampai
dengan 27 Nopember 2004 adalah 5,44-11,6 mg/l dengan rata-rata 7,83 mg/l,
sedangkan sumur di bawah wilayah dari TPA adalah 8,99-11,05 mg/l dengan rata-rata
9,72 mg/l. Secara keseluruhan COD rata-rata sumur atas maupun sumur bawah dari
TPA masih berada dibawah ambang batas yang di perbolehkan.
Berdasarkan Tabel 15 dan 16, maka nilai kandungan COD di sumur atas dan
bawah dari TPA berada masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan (10 mg/l,
menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor
Kep.02/MENKLH/I/1998 tentang Baku Mutu Air pada Sumber Air menurut Golongan
Air).
f. Kesadahan
Kesadahan air disebabkan oleh adanya mineral dari kation logam bervalensi dua
dalam jumlah yang berlebihan. Biasanya yang menimbulkan kesadahan adalah kation
Ca dan Mg. Air yang mempunyai kesadahan tinggi melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan yaitu 500 mg/l menimbulkan efek: a). mengurangi efektivitas sabun; b).
-
77
menyebabkan lapisan karak pada alat-alat dapur yang terbuat dari logam; c). merupakan
masalah pada ketel pemanas yang akan menyebabkan karat sehingga menyumbat pipa
dan berdampak mengurangi efesiensi pemanasan; d). kemungkinan terjadinya ledakan
pada boiler; dan e). sayuran menjadi keras apabila dicuci dengan air yang sadah. Dari
hasil pengukuran kesadahan air sumur di bawah dan atas dari TPA seperti pada Tabel
15 dan 16.
Kesadahan air sumur di bawah wilayah TPA pada tanggal 2 Oktober 2004 adalah
38,7 mg/l dan yang diatas dari wilayah TPA adalah 66,4 mg/l atau lebih tinggi 27,7
mg/l. Perbedaaan konsentrasi kesadahan ini diduga karena perbedaan dari konsentrasi
ion Ca? pada sumur-sumur tersebut. Konsentrasi ion Ca? dan ion Mg? pada sumur yang diatas dari wilayah TPA lebih tinggi daripada sumur yang dibawah dari TPA.
Kesadahan air sumur pada tanggal 23 Oktober 2004 masing-masing untuk sumur
dibawah wilayah TPA dan yang diatas wilayah TPA adalah 45,6 mg/l dan 70,3 mg/l.
Kesadahan air sumur di bawah dari TPA dan atas dari TPA masing-masing pada
tanggal 27 Nopember 2004 adalah 44,3 mg/l dan 598,3 mg/l jauh lebih tinggi daripada
kesadahan tanggal 23 Oktober 2004. Kesadahan pada tanggal 27 Nopember 2004 ini
merupakan yang tertinggi untuk sumur yang di atas TPA (Tabel 15 dan 16). Secara
keseluruhan kisaran kesadahan sumur yang di bawah TPA adalah 38,7 mg/l dan 45,6
mg/l dengan rata-rata adalah 42,6 mg/l. Kisaran kesadahan sumur yang di atas TPA
adalah 66,4 mg/l dan 598,3 mg/l dengan rata-rata 245 mg/l. Kualitas air sumur juga
ditentukan oleh nitrat, oleh sebab itu menjadi penting untuk mengetahui parameter
nitrat air sumur di lokasi penelitian.
g. Nitrat (NO3)
Nitrat (NO3 ) merupakan salah satu senyawa nitrogen yang paling stabil
dibandingkan dengan nitrit dan ammonia. Sanropie at.al. (1989) mengemukakan bahwa
kandungan nitrat dalam jumlah besar di dalam usus cendrung untuk berubah menjadi
nitrit yang dapat bereaksi langsung dengan haemoglobine dalam darah sehingga dapat
menghalangi perjalanan oksigen di dalam tubuh. Nitrogen merupakan komponen utama
protein yang penting bagi pertumbuhan organisme. Di perairan nitrogen terdapat dalam
bentuk gas (N2), nitrit, nitrat, ammonia dan ammonium. Nitrogen dalam bentuk
senyawa nitrat mudah diserap oleh organisme nabati. Senyawaan ini terdapat dalam
-
78
perairan alami sebagai garam-garam yang terlarut, tersuspensi atau dalam bentuk
endapan, Saeni (1989). Setiap organisme (alga dan fitoplangton) membutuhkan kadar
nitrat yang berbeda. Namun nilai nitrat optimum yang dibutuhkan bagi pertumbuhan
alga dan fitoplangton umumnya berkisar antara 0,3-1,7 ppm, sedangkan nilai nitrat
yang dapat memberikan faktor pembatas bagi pertumbuhan alagae dan fitoplangton
berkisar antara 0,1 ppm sampai kurang libih 45 ppm.
Perkembangan nitrat air sumur di lokasi penelitian mengalami penurunan tajam
pada tahun 2001 dan 2003 (Lampiran 16 dan 18). Setelah terjadi peningkatan kadar
nitrat pada air sumur bawah dari sebelumnya 6,34 mg/l tahun 2000 menjadi 9,48 mg/l
tahun 2001, dan penurunan kadar nitrat dari 9,20 mg/l menjadi 7,64 mg/l, maka secara
drastis terjadi penurunan kadar nitrat di tahun 2003 menjadi 1,68 mg/l untuk sumur
bawah dan 2,42 mg/l untuk sumur atas. Kadar nitrat mengalami sedikit peningkatan
pada tahun 2004, namun masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990, tanggal 3
September 1990.
Nitrat sumur bawah TPA konsentrasi pada tangga l 2 Oktober sampai dengan
tanggal 27 Nopember 2004 kisaran 1,663 1,879 mg/l, nilai rata-rata 1,744 mg/l,
sedangkan sumur di atas TPA kisaran 2,245-2,804 mg/l dengan nilai rata-ratanya 2,609
mg/l, ini berarti pada sumur tersebut yang diatas maupun di bawah TPA sudah tercemar
NH3?. Keberadaan nitrat dalam air sumur baik di atas dan dibawah dari TPA terjadi akibat proses nitrifikasi yaitu pemberian oksigen pada ammonia menjadi nitrat dan nitrit
oleh bakteri dalam suasana aerob (Sugiarto, 1987). Untuk air minum N-NH3
konsentrasinya harus 0. Untuk itu air sumur disekitar TPA sebaiknya tidak untuk
dikonsumsi.
h. Besi (Fe)
Besi (Fe) dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel
darah merah. Saeni (1989) mengemukakan bahwa melebihi 0,31 mg/l dapat
-
79
menimbulkan bekas karat, merusak keindahan pakaian, menimbulkan rasa yang tidak
enak pada air minum, pengendapan pada pipa dan kekeruhan.
Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di
Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dapat dilihat pada Tabel 15.
Besi (Fe) yang terjadi di sumur atas dan sumur bawah berada dibawah ambang batas
yang diperbolehkan, besi air sumur bawah dari TPA dan yang di atas wilayah TPA pada
tanggal 2 Oktober 2004 masing-masing adalah 0,414 mg/l dan sumur atas lebih kecil
dari 0,05 mg/l (Tabel 15 dan 16). Besi (Fe) air sumur pada tanggal 23 Oktober 2004
menunjukkan peningkatan pada air sumur yang dibawah TPA menjadi 0,504 mg/l dan
yang di atas dari wilayah TPA tetap tidak mengalami peningkatan maupun penurunan,
yaitu masing-masing sumur atas 0,504 mg/l dan sumur bawah lebih kecil dari 0,05
mg/l. Tingkat besi di bawah ambang batas yang diperbolehkan (1,0 mg/l). Tingkat besi
air sumur bawah pada tanggal 27 Nopember 2004 menga lami penurunan dibandingkan
dengan besi pada tanggal 2 Oktober 2004, yaitu masing-masing adalah 0,414 mg/l dan
0,288 mg/l (Tabel 16).
Kisaran besi air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan selama priode
tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum adalah lebih kecil
dari 0,05 mg/l dan maksimum lebih kecil dari 0,05 mg/l dan rata-ratanya adalah lebih
kecil dari 0,05 mg/l. Hal ini masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan.
Sedangkan kisaran besi air sumur yang dibawah dari wilayah TPA pada periode yang
sama adalah 0,288 0,504 mg/l dengan rata-rata 0,402 mg/l yang berarti masih
dibawah ambang batas yang dianjurkan.
i. Sulfida (S )
Senyawa sulfida sangat beracun dan berbau busuk, oleh karena itu zat ini tidak
boleh terdapat pada air minum. Dalam jumlah besar yaitu melebihi 0,1 mg/l dapat
menimbulkan kemasaman air, sehingga menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa logam
dan iritasi. Keracunan akibat kandungan sulfida jarang terjadi, akan tetapi bila sulfida
ini berbentuk gas, zat ini cepat menjalar sehingga orang tidak sempat melarikan diri,
akhirnya terjadi keracunan akut yang mematikan dalam waktu singkat. Jika kandungan
sulfida dalam air lebih besar dari kadar maksimum yang diperbolehkan (0,1 mg/l) maka
akan menimbulkan: a). Rasa bau yang tidak enak; b). Merubah air menjadi berwarna
-
80
dan bersifat korosif; dan c). menimbulkan rasa. Untuk mengurangi kelebihan kadar
sulfida dengan cara pengudaraan, pemberian chlor dan penyaringan.
Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di
Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul dan Sumur Batu yang terletak di atas dan bawah dari
TPA dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Sulfida yang terjadi di sumur atas dan sumur
di bawah dari TPA berada dibawah kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,05
mg/l untuk baku mutu air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416
Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Kisaran Sulfida air
sumur di atas dan sumur bawah wilayah TPA secara keseluruhan selama priode tangga l
2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 menunjukan angka yang sama yaitu
minimum adalah lebih kecil dari 0,05 mg/l dan maksimum lebih kecil dari 0,05 mg/l
dan rata-ratanya adalah lebih kecil dari 0,05 mg/l, hal ini dibawah ambang batas yang
diperbolehkan.
j. Nitrit (NO2 )
Nitrit (NO2 ) merupakan salah satu ion nitrogen anorganik dalam air. Ion ini dapat
terjadi dari adanya reduksi nitrat ataupun oksidasi ammonia. Ion nitrit lebih berbahaya
daripada ion nitrat (Sanropie et al. 1989), karena dapat merusak kehidupan akuatik.
Pada tanah-tanah yang padat dan kurang gembur, nitrit dapat merembes kedalam
sumur.
Kandungan nitrit dalam air sebesar 1,0 mg/l dapat menyebabkan terbentuknya
methemoglobin yang dapat menghambat perjalanan oksigen dalam tubuh terutama pada
bayi (blue babies) dan menyebabkan diare. Selain itu nitrit adalah zat yang bersifat
racun, sehingga standar persyaratan baku mutu kualitas air bersih tidak membolehkan
kehadiran bahan nitrit lebih dari 1 mg/l.
Nitrit (NO2 ) di sumur bawah dari TPA relatif rendah yang berkisar mulai dari
0,044 mg/l sampai dengan yang tertinggi 0,052 mg/l yang terjadi pada tanggal 2
Oktober 2004 (Tabel 16). Rata-rata konsentrasi nitrit pada periode tanggal 2 Oktober
sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 0,047 mg/l. Secara keseluruhan nitrit
di sumur bawah TPA masih dalam batas baku mutu air golongan A berdasarkan SK
KEP.02/MENKLH/1988 dan SK Gub. KDH-DKI No.1608/1988. Nitrit sumur atas TPA
berkisar 0,015 sampai dengan yang tertinggi yaitu 0,022 mg/l yang terjadi pada tanggal
-
81
27 Nopember 2004. Rata-rata keseluruhan nitrit di sumur atas dari TPA adalah 0,018
mg/l, masih dalam batas baku mutu air golongan A.
k. Orto fosfat
Djabu et al. (1991) mengemukakan jika kandungan fosfat rata-rata dalam waktu 24
jam lebih besar dari 2 mg/l akan menyebabkan gangguan pada tulang. Sumber fosfat
akibat dari pencemaran industri, limbah domistik, hanyutan pupuk, dan bahan mineral
fosfat. Kadar fosfat berbahaya terhadap kesehatan. Jika kandungan fosfat me lebihi batas
kadar maksimum (0,5 mg/l) dapat mengganggu pencernaan.
Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di
Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dengan parameter kimia-fisika
dan biologi dapat dilihat pada Tabel 15.
Fosfat yang terjadi di sumur atas dan sumur bawah berfluktuasi cukup tajam,
fosfat air sumur bawah dari TPA dan yang di atas wilayah TPA pada tanggal 2 Oktober
2004 masing-masing adalah 2.76 mg/l dan 4,80 mg/l (Tabel 15 dan 16). Fosfat air
sumur pada tanggal 23 Oktober 2004 menunjukkan penurunan tingkat fosfat baik air
sumur yang dibawah TPA maupun yang di atas dari wilayah TPA, yaitu masing-masing
2,34 mg/l dan 3,56 mg/l. Tingkat fosfat di atas ambang batas yang diperbolehkan (0,5
mg/l) untuk baku mutu air bersih berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah DKI Jakarta Nomor 1608 tentang Baku Mutu Air Sungai di DKI Jakarta dan
Baku Mutu Air Golongan A: Air Baku Air Minum. Tingkat fosfat air sumur bawah
pada tanggal 27 Nopember 2004 menga lami penurunan dibandingkan dengan fosfat
pada tanggal 2 Oktober 2004, yaitu masing-masing adalah 4,80 mg/l dan 3,87 mg/l
(Tabel 16).
Kisaran fosfat air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan selama priode
tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum adalah 2,34 mg/l
dan maksimum 2,89 mg/l dan rata-ratanya adalah 2,66 mg/l. Hal ini diatas ambang
batas yang diperbolehkan. Sedangkan kisaran fosfat air sumur yang dibawah dari
wilayah TPA pada periode yang sama adalah 3,56 4,80 mg/l dengan rata-rata 4,07
mg/l yang berarti diatas yang dianjurkan.
l. Ammonia (N-NH3)
-
82
Ammonia (N-NH3) air sumur atas berfluktuasi mulai dari 0,2999 sampai dengan
0,404. Nilai tertinggi pada tanggal 23 Oktober 2004. Berdasarkan BMPAS Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup KEP.02/MENKLH-1988 maksimum
yang dianjurkan dan yang diperbolehkan untuk air minum harus nihil atau 0 ppm dan
untuk air golongan B maksimum yang dianjurkan 0,01 ppm dan maksimum yang
diperbolehkan 0,5 ppm. Mengacu pada peraturan ini, maka konsentrasi N-NH3 untuk
baku mutu air golongan B konsentrasi pada tanggal 2 Oktober 2004 di sumur bawah
menunjukkan nilai yang semakin besar daripada di atas. Selama periode tanggal 2
Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah nilai sumur bawah 0,4420,557 ppm
dengan rata-ratanya 1,485 ppm. Nilai konsentrasi N-NH3 tertinggi di sumur bawah
adalah 0,557 ppm dengan rata-ratanya 1,485 ppm. Nilai ini diatas BMPAS air
golongan B.
Namun, tahun 2004 kandungan N-NH3 air sumur bawah berada diatas ambang
batas yang diperbolehkan, Rata-rata N-NH3 selama periode 2 Oktober sampai dengan
27 Nopember 2004 adalah 1,485 mg/l. Sedangkan kandungan N-NH3 pada air sumur
atas pada tanggal 2 Oktober 2004 sebesar 0,376 mg/l diatas baku mutu yang
diperbolehkan, tanggal 23 Oktober 2004 sebesar 0,404 mg/l. Rata-rata N-NH3 selama periode 2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 ini adalah 0,359 mg/l.
Menurut Alaert et al, 1983, Ammonia merupakan senyawa nitrogen yang
menjadi NH4? pada pH rendah yang disebut ammonium. Ammonia dalam air
permukaan berasal dari air seni dan tinja serta dari oksidasi zat organik secara
mikrobiologi yang berasal dari industri dan penduduk. Ammonia berada dimana-mana
dalam jumlah yang kecil beberapa mg per liter sampai dengan 30 mg/l pada air
buangan. Kadar ammonia yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya
pencemaran. Pada air minum kadar ammonia harus nol dan pada air sungai harus
dibawah 0,5 mg/l. Menurut Morne dan Goldman (1994) dalam (http://.
Ag.iastate.edu/centers/wrg/Lavene/webpages/NH A.htm, 2002) Ammonia berada dalam
sistem perairan terutama sebagai disosiasi ion NH4? yang cepat diambil oleh
fitoplankton dan tanaman perairan lainnya untuk pertumbuhan, apabila ammonia
-
83
kontak dengan air, ammonia terpisah menjadi ion NH4? dan ion CH (ammonium
hidroksida). Pada pH netral dengan nilai 7 ammonia tidak mempunyai masalah, tetapi
apabila pH lebih besar dari 7, maka ammonia hidroksida akan menjadi toksik baik bagi
tumbuh-tumbuhan ataupun hewan.
m. Koliform Total (MPN)
Koliform Total (MPN) merupakan parameter yang ditekankan terhadap
keberadaan bermacam-macam bakteri di dalam perairan. Fardiaz (1992)
mengemukakan bahwa air dapat menjadi medium pembawa mikroorganisme petogenik
yang berbahaya bagi kesehatan. Organisme patogen yang sering ditemukan dalam air
adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti vibrio cholera, yang
menyebabkan penyakit kolera.
Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di
Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dapat dilihat pada Tabel 15.
Koliform yang terjadi di sumur atas berada diatas kadar maksimum yang diperbolehkan
dan sumur yang dibawah dari TPA berada masih dibawah yang diperbolehkan (50 sel
dalam 100 ml menurut baku mutu air bersih Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air) Peningkatan hasil
jumlah perkiraan terbesar (Most Probability Number) pada sumur di atas lokasi TPA
tersebut, disebabkan antara lain: a). Lokasi tanki septic jarak dari sumber air bersih
kurang dari syarat minimal; b). Struktur tanah yang dominan pasir; c). Perilaku
masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Sugiarto (1987)
mengemukakan bahwa jarak penyebaran pencemaran bakteri dari tempat penampungan
tinja harus sesuai dengan arah aliran air tanah yaitu mencapai 9 m, sedangkan
penyebaran vertikal pada lapisan tanah yang jauh dari muka air tanah adalah 3 m
dengan lebar sekitar 1 m, untuk itu syarat jarak lokasi tanki septic dari sumber air bersih
minimal 10 m.
Kisaran Koliform air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan selama
priode tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum adalah 63
MPN/100 ml dan maksimum 80 MPN/100 ml dan rata-ratanya adalah 71 MPN/100 ml.
Hal ini diatas ambang batas yang diperbolehkan. Sedangkan kisaran Koliform air sumur
yang dibawah dari wilayah TPA pada periode yang sama adalah 0,3 1,0 MPN/100 ml
-
84
dengan rata-rata 0,53 MPN/100 ml yang berarti masih dibawah ambang batas yang
dianjurkan.
n. Escherichia coli
Bakteri ini disebut Escherichia coli sesuai dengan sumber keberadaannya yang
berasal dari tinja manusia. Air yang mengandung Escherichia coli berarti disimpulkan
air tersebut telah tercemar tinja. Tinja potensial dalam menularkan penyakit yang
berhubungan dengan air. Dalam keadaan normal bateri ini tidak menimbulkan penyakit,
tetapi bila jumlahnya berlebih yaitu 3 sel dalam 100 ml dapat bersifat patogen. Karena
keterkaitannya yang kuat dengan tinja manusia atau hewan, bakteri ini diangkat sebagai
indikator pencemar lingkungan oleh tinja. Keadaan ini memberikan indikasi bahwa air
sumur diatas dan di bawah dari TPA telah terkontaminasi oleh tinja dengan resiko
adanya patogen yang dapat menimbulkan penyakit seperti muntaber dan penyakit
disentri.
Hasil pengukuran Escherichia coli pada air sumur di atas dan bawah dari TPA
dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Temuan hasil penelitian terhadap kualitas air sumur
penduduk yang berada di Kelurahan Ciketing Udik yang terletak di atas dari TPA dapat
dilihat pada Tabel 15. Escherichia coli yang terjadi di sumur atas dan sumur di bawah
dari TPA berada diatas kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 3 sel dalam 100 ml
untuk baku mutu air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun
1990 tentang Syarat-syarat dan Pengewasan Kualitas Air. Peningkatan jumlah sel pada
sumur-sumur tersebut, disebabkan antara lain: a). Sumur-sumur tersebut jaraknya dari
tanki septic kurang 10 m; b). Tingkat kemiringan tanah; c). struktur tanah berpasir; dan
d).Perilaku masyarakat yang sering meletakan tali timba di lantai.
Kisaran Escherichia coli air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan
selama priode tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 minimum
adalah 52 MPN/100 ml dan maksimum 63 MPN/100 ml dan rata-ratanya adalah 55,66
MPN/100 ml. Hal ini diatas ambang batas yang diperbolehkan. Sedangkan kisaran
Escherichia coli air sumur yang dibawah dari wilayah TPA pada periode yang sama
adalah 0,1 50 MPN/100 ml dengan rata-rata 23,36 MPN/100 ml yang berarti diatas
ambang batas yang dianjurkan.
Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: air sumur di atas dan sumur bawah dari TPA di Kelurahan Ciketing
-
85
Udik, Cikiwul dan Sumurbatu telah melampaui ambang baku mutu untuk air bersih
untuk parameter kekeruhan, fosfat, COD, koliform total dan Escherichia coli. Untuk
sumur atas dari TPA parameter yang telah melampaui ambang baku mutu untuk air
bersih yaitu: COD, koliform total dan Escherichia coli. Untuk sumur atas dari TPA
parameter yang telah melampaui ambang baku mutu untuk air bersih yaitu: COD,
koliform total dan Escherichia coli. Air sumur di atas dan bawah dari TPA yang berada
di Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul dan Sumurbatu tidak layak sebagai sumber air
minum berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990 tentang
Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air. Keputusan Menteri Negara Kependudukan
dan Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air pada Sumber Air
Menurut Golongan A). Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 1608 Tahun 1988 tanggal 26 September 1988 tentang Baku Mutu Air Sungai di
DKI Jakarta dan Baku Mutu Air Golongan A; Air Baku Air Minum.
B. Perkembangan Kualitas Air Sungai
Suhu air Sungai Ciketing pada inlet kecendrungan naik pada musim kemarau,
tanggal 2 Oktober 2004 sebesar 31,6 C dan tanggal 23 Oktober 2004 sebesar 31,8 C,
selanjutnya suhu mengalami penurunan pada awal musim hujan pada tanggal 27
Nopember 2004 menjadi 28,5 C, secara keseluruhan suhu air Sungai Ciketing pada
inlet berkisar 28,531,8 C dan nilai rata-ratanya 30,6 C. (Tabel 17).
Suhu ini sudah melampaui Baku Mutu air sungai di DKI Jakarta. Menurut
Fardiaz 1992, kenaikkan suhu diatas normal akan mengakibatkan antara lain sebagai
berikut: 1). Jumlah oksigen terlarut akan menurun; 2). Kecepatan reaksi kimia akan
meningkat; 3). Kehidupan ikan dan hewan lainnya akan terganggu; dan 4). Jika batas
suhu yang mematikan terlampaui, maka ikan dan hewan kekurangan oksigen.
-
86
Tabel 17. Analisis Kualitas Air Sungai sebelum TPA (Inlet), 2004. Air Sungai Sebelum TPA Parameter Satuan BM
2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04 Kisaran Rata-rata
Suhu C 31,6 31,8 28,5 28,5-31,8 30,6
Kekeruhan NTU 69 77 76 69-77 74
pH 6.59 8,93 8,7 8,00 8,00-8,93 8,54
Warna PtCo 271 306 244 244-306 273,66
TDS mg/l 936 944 879 879-944 919,22
BOD5 mg/l 24,5 30,1 31,9 24,5-31,9 28,83
COD mg/l 83 91,2 92,3 83-92,3 88,83
Nitrat (N-NO3 ) mg/l 10 8,34 7,56 7,54 7,54-8,34 7,8
Nitrit (N-NO2) mg/l 1 5,40 3,87 5,54 3,87-5,40 4,96
Besi (Fe) mg/l 1 12,48 11,66 10,33 10,33-12,48 11,49
Mangan (Mn) mg/l 0.5 1,465 1,399 1,338 1,338-1,465 1,400
Kadmium (Cd) mg/l 0.01
-
87
Kenaikan suhu air Sungai Ciketing ini terjadi, karena pada musim kemarau
airnya dangkal dan alirannya lambat, sehingga penetrasi sinar matahari sangat mudah
mencapai dasar sungai yang mengakibatkan suhunya naik cukup tinggi.
Tabel 18. Analisis Kualitas Air Sungai sesudah TPA (Outlet), 2004.
Air Sumur sesudah TPA Parameter Satuan BM 2 Okt 04 23 Okt 04 27 Nop 04
Kisaran Rata-rata Suhu C 32,8 32,6 29,3 29,3-32,8 31,56
Kekeruhan NTU 840 905 738 738-905 827,6
PH 6.59 8,42 8,33 8,05 8,05-8,42 8,26
Warna PtCo 3225 3178 3165 3165-3225 3169
TDS mg/l 5460 5540 4999 4999-5540 5333
BOD5 mg/l 445 513 456 445-456 471
COD mg/l 1344 1515 1188 1188-1515 1349
Nitrat (N-NO3) mg/l 10 2,55 2,66 2,97 2,55-2,97 2,72
Nitrit (N-NO2) mg/l 1 1,15 1,42 1,05 1,05-1,42 1,21
Besi (Fe) mg/l 1 3,17 4,30 4,02 3,17-4,30 3,83
Mangan (Mn) mg/l 0.5 0,433 0,320 0,276 0,276-04,33 0,343
Kadmium (Cd) mg/l 0.01
-
88
kedalam air dan hal ini akan mempengaruhi proses fotosintesis dalam air oleh
fitoplangton dan tumbuhan lainnya, sehingga akan mengurangi konsentrasi oksigen
terlarut.
Pada tanggal 23 Oktober 2004 Sungai Ciketing di inlet kekeruhannya sebesar 77
NTU dan setelah masuk dalam wilayah TPA (otlet) kekeruhannya naik menjadi 905
NTU. Kondisi ini menunjukkan bahwa pencemaran semakin meningkat, karena air
sungai setelah keluar wilayah TPA telah bercampur dengan lindi. Tingkat kekeruhan ini
di atas BMAS-DKI yang tidak diperbolehkan. Sedangkan pada tanggal 27 Nopember
2004 kekeruhan air Sungai Ciketing di inlet adalah 76 NTU atau menurun 1 NTU
dibandingkan pada kondisi tanggal 23 Oktober 2004. Setelah keluar dari wilayah TPA
(outlet) kekeruhannya semakin meningkat menjadi 738 NTU, karena sudah bercampur
dengan buangan lindi. Namun demikian kekeruhan pada tanggal 27 Nopember 2004
masih diatas BMAS-DKI.
Secara keseluruhan kisaran konsentrasi air Sungai Ciketing pada inlet periode
tanggal 2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah minimum 69 NTU dan
maksimum 77 NTU dengan nilai rata-rata 74 NTU. Nilai rata-rata ini menunjukkan
masih dibawah BMAS. Sedangkan kisaran kekeruhan air Sungai Ciketing pada outlet
periode yang sama, kisaran kekeruhan minimum 738 NTU dan maksimum 905 NTU,
dengan nilai rata-rata 827,6 NTU. Fluktuasi air Sungai Ciketing selama periode tanggal
2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 di outlet diatas BMAS-DKI.
Menurut Saeni, 1986, nilai pH suatu perairan mencerminkan keseimbangan antara
asam dan basa yang diidentifikasikan melalui pengukuran konsentrasi ion hydrogen
dalam suatu larutan. Nilai pH air normal adalah netral yaitu antara pH 68. Apabila pH
air diatas atau dibawah angka kisaran tersebut, tergolong tidak normal. Perairan bersifat
asam apabila pH nya lebih kecil dari 7 dan bersifat basa apabila pHnya lebih besar atau
sama dengan 7. Pada industri makanan pada umumnya pHnya rendah, karena banyak
mengandung asam-asam organik. Namun pada air buangan industri pH nya juga
rendah, karena mengandung asam mineral yang tinggi. Namun adanya karbonat,
hidroksida dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Hal ini dapat terjadi di TPA
sampah, karena sampah yang dibuang banyak mengandung padatan terlarut dan
tersuspensi dan disamping mineral-mineral bebas.
-
89
Perkembangan pH air Sungai Ciketing di lokasi penelitian tidak terlalu berbeda
jauh dari tahun 2000-2004. Namun, pada tahun 2003 pH air sungai di inlet sedikit di
atas pH air sungai di outlet, sedangkan pada tahun sebelumnya, pH air sungai di inlet di
bawah dari outlet. Dari tahun 2000-2002, terjadi peningkatan aktivitas manusia untuk
beragam keperluan seperti membuang air buangan hasil pencucian peralatan dapur di
tengah aliran Sungai Ciketing, sehingga terjadi peningkatan pH. Sedangkan
peningkatan pH air Sungai Ciketing di inlet pada tahun 2003 lebih disebabkan adanya
peningkatan aktivitas di daerah inlet.
Secara keseluruhan kisaran pH Sungai Ciketing di inlet berada pada 8,00 8,93
dengan rata-rata 8,54. Nilai ini menunjukkan bahwa fluktuasi pH air Sungai Ciketing
selama periode tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 Nopember 2004 masih
normal. Sedangkan kisaran pH di outlet adalah 8,05 8,42 dengan rata-ratanya adalah
8,26. Dari ke dua kisaran pH dan rata-rata kisaran pH Sungai Ciketing bersifat basa
kisaran pH 8,00-8,54 masih sesuai BMAS Baku Mutu Air Sungai Golongan A dan
Golongan B Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1608 tahun 1988 dan Keputusan
Menteri Negara Kependudukkan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988.
Tingkat warna air Sungai Ciketing pada tanggal 2 Oktober 2004 di inlet adalah
271 unit PtCo dan di outlet adalah 3225 unit PtCo. Angka ini sudah jauh diatas BML air
sungai di wilayah DKI yaitu 100 unit PtCo (yang diperbolehkan). Dengan adanya
kenaikkan dari 271 unit PtCo ke 3225 unit PtCo menunjukkan adanya peningkatan
pencemaran di wilayah TPA yang merupakan kemungkinan besar kontribusi dari
kebocoran di TPA tersebut. Disamping itu peningkatan pencemaran rembesan dari sisi
zone TPA pada waktu hujan.
Pada tanggal 23 Oktober 2004 air Sungai Ciketing di inlet adalah 306 unit PtCo,
dan di outlet pada tanggal yang sama adalah 3178 unit PtCo, lebih tinggi daripada di
inlet. Tanggal 27 Nopember 2004 warna air Sungai Ciketing pada inlet 244 unit PtCo
dan di outlet menjadi 3165 unit PtCo, berarti ada peningkatan pencemaran. Hal ini
dapat dimaklumi, karena telah bercampur dengan buangan lindi, sehingga
pencemarannya semakin meningkat. Tingkat warna air sungai tersebut semuanya diatas
BMAPSA (Baku Mutu Air pada Sumber Air) berdasarkan Keputusan Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 dan BMAS (Baku Mutu
Air Sungai) DKI Surat Keputusan Gubernur KDH Jakarta No. 1608 tahun 1988.
-
90
Secara keseluruhan kisaran warna sebagai salah satu indikator kualitas air Sungai
Ciketing di inlet adalah antara 244 unit 306 unit PtCo dengan rata-rata dari tanggal 2
Oktober 2004 sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 273,66 unit PtCo.
Kisaran warna kualitas air Sungai Ciketing di outlet adalah 3165 3225 unit PtCo dan
nilai warna rata-ratanya adalah 3169 unit PtCo. Nilai ini lebih tinggi daripada nilai
warna rata-rata di inlet.
Salah satu parameter untuk mengetahui kualitas air sungai adalah BOD5. Oksigen
terlarut merupakan senyawa yang sangat penting dalam kehidupan perairan pada tingkat
konsentrasi tertentu dan berguna untuk penghancuran bahan organik atau zat pencemar
dalam air (Saeni, 1988). Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) adalah pengukuran jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme selama penghancuran bahan organik
dalam waktu tertentu dan suhu 20 C (Saeni, 1988; Wardhana, 1995; Fardiaz, 1993;
Jenie, 1992; Alaert et al., 1984). Selama jangka waktu 5 tahun terakhir, nilai BOD
tertinggi terjadi pada tahun 2000 dengan titik outlet memberikan sumbangan BOD
sebesar 228,50 mg/l dan titik inlet sebesar 43,50 mg/l. Nilai BOD ini terus mengalami
penurunan, sehingga pada tahun 2004 di titik inlet hanya sebesar 31,90 mg/l dan di titik
outlet sebesar 45,60 mg/l.
Secara keseluruhan kisaran BOD sebagai salah satu indikator kualitas air Sungai
Ciketing di inlet adalah antara 24,5 31,9 mg/l dengan rata-rata dari tanggal 2 Oktober
2004 sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 28,83 mg/l. Kisaran BOD air
Sungai Ciketing di outlet adalah 445 456 mg/l dan nilai rata-ratanya adalah 471 mg/1.
Nilai ini lebih tinggi daripada nilai warna rata-rata di inlet. Selain BOD, parameter lain
yang harus diperhatikan dalam melihat kualitas air Sungai Ciketing adalah COD.
Adapun perkembangan COD dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada (Lampiran 20).
Nilai COD di inlet dan outlet Sungai Ciketing memiliki perkembangan seperti nilai
BOD. Nilai COD yang ditemukan di Sungai Ciketing tahun 2000 sangat tinggi,
terutama di outlet yang mencapai nilai sebesar 2864,08 mg/l. Nilai COD ini terus
mengalami penurunan sehingga pada tahun 2004, kandungannya hanya sekitar 118,80
mg/l, namun nilai COD di inlet nilainya mengalami fluktuasi setelah mengalami
peningkatan di tahun 2002 dan 2003, pada tahun 2004 nilainya mengalami penurunan.
Secara keseluruhan kisaran COD sebagai salah satu indikator kualitas air Sungai
Ciketing di inlet 83-92,3 mg/l, kecendrungan ada kenaikan nilai COD, dan dengan nilai
-
91
rata-rata dari tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah
88,83 mg/l. Kisaran COD air Sungai Ciketing di outlet adalah 1188-1515 mg/l dan nilai
rata-ratanya adalah 1349 mg/l. Nilai ini lebih tinggi daripada nilai rata-rata di inlet.
Selain BOD dan COD, kandungan nitrat dan nitrit juga harus diperhatikan dalam
pengamatan kualitas air sungai. Nitrat juga terdapat di dalam tanah dan air dengan cara
biologis melalui bantuan mikroorganisme. Akar tumbuhan polongan atau kacang-
kacangan terdapat bakteri yang mempunyai kemampuan mengikat nitrogen di udara dan
selanjutnya melalui proses kimiawi dengan katalis bakteri akan terbentuk nitrat. Di
dalam air nitrogen diikat oleh bakteri dan ganggang (Saeni, 1988; Sastrawijaya, 1991).
Nitrat Sungai Ciketing di inlet berfluktuasi (Tabel 17) mulai dari 8,34 sampai
dengan 7,54 mg/l. Nilai tertinggi pada tanggal 2 Oktober 2004. Berdasarkan BMPAS
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup KEP.02/MENKLH-1988
maksimum yang dianjurkan dan yang diperbolehkan untuk air minum harus nihil atau 0
mg/l dan untuk air golongan B maksimum yang dianjurkan 0,01 mg/l dan maksimum
yang diperbolehkan 0,5 mg/l. Mengacu pada peraturan ini, maka konsentrasi N-NO3 untuk baku mutu air golongan B konsentrasi pada tanggal 2 Oktober sampai dengan 27
Nopember 2004 baik di inlet dan di outlet menunjukkan nilai yang semakin besar
daripada di inlet. Secara keseluruhan kisaran N-NO3 , di inlet Sungai Ciketing selama
periode tanggal 2 Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah 7,54 8,34 mg/l
dengan rata-ratanya 7,8 mg/l. Nilai konsentrasi N-NO3 tertinggi di outle adalah 2,55
2,97 mg/l dengan rata-ratanya 2,72 mg/l. Nilai ini sudah diatas BMPAS air golongan
B. Berarti pencemaran air Sungai Ciketing di outlet semakin bertambah.
Nitrit (NO2 ) di inlet Sungai Ciketing (Tabel 17) secara keseluruhan menunjukkan
konsentrasi yang tinggi berkisar antara 3,87 5,40 mg/l. Konsentrasi tertinggi terjadi
pada tanggal 27 Nopember 2004 yaitu 5,54 mg/l. Konsentrasi nitrit tertinggi dicapai
pada tanggal 27 Nopember 2004. Rata-rata konsentrasi nitrit selama periode tanggal 2
Oktober sampai dengan 27 Nopember 2004 adalah 4,96 mg/l. Nilai ini sudah diatas
BMAPS air golongan A berdasarkan S.K. MENEG KLH No. KEP.02/MENKLH.
Nitrit di outlet Sungai Ciketing secara keseluruhan selama periode tanggal 2
Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 dilihat dari rata-rata lebih besar
-
92
(Tabel 18). Konsentrasi nitrit terendah dicapai pada tanggal 27 Nopember 2004 yaitu
1,05 mg/l dan nitrit tertinggi dicapai pada tanggal 23 Oktober 2004 yaitu 1,42 mg/l.
Nilai rata-rata keseluruhannya adalah 1,21 mg/l. Secara keseluruhan nilai nitrit rata-rata
di atas baku mutu air golongan B berdasarkan S.K. MENEG KLH No.
KEP.02/MENKLH dan baku mutu air golongan A berdasarkan S.K. Gub. KDH DKI
No. 1608/1988.
Nitrit NO2 adalah nitrogen yang teroksidasi dengan tingkat oksidasi +3 dan
merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara ammonia dan nitrat yang dapat
terjadi pada pengolahan air buangan, dalam air sungai dan sistem drainase dan
merupakan pencemar berbahaya dalam konsentrasi yang tinggi (Alaert et al., 1983).
Nitrit dalam tubuh manusia sangat membahayakan, karena dapat bereaksi dengan
hemoglobin dalam darah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen. Keadaan ini
akan mengakibatkan keracunan pada bayi yang disebut blue baby (Manahan, 1977.
Saeni, 1988). Disamping itu nitrit juga dapat menimbulkan nitrosamin pada air buangan
tertentu yang dapat menyebabkan kanker (Alaert et al., 1983).
C. Perkembangan Kualitas Air Lindi
Untuk mengetahui kualitas air lindi, maka perlu diperhatikan kualitas IPAS dengan
menilai parameter nitrat, nitrit, BOD5, COD dan pH. Nilai nitrat tertinggi, baik pada
inlet maupun outlet terjadi pada tahun 2000 dan 2001, terutama pada IPAS 2. Sampai
tahun 2003, kandungan nitrat yang ditemukan pada IPAS 1 dan IPAS 2 Gambar 13
masih di atas ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990, tanggal 3 September 1990 untuk nitrat yaitu
sebesar 20 mg/l.
Gambar 13. Perkembangan Parameter Nitrat Air Lindi
0
50
100
150
200
250
300
IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2 IPAS 1 IPAS 2
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
mg/
l inlet
outlet
-
93
Namun, untuk tahun 2004 kandungan nitrat air lindi pada IPAS 1 (Inlet) sudah
berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan, kecuali pada tanggal 27 Nopember
2004 yang merupakan N-NO3 terendah dalam perode 2 Oktober sampai dengan tanggal
27 Nopember 2004, N-NO3 pada tanggal 27 Nopember 2004 ini adalah 3,23 mg/l, N-
NO3 yang tertinggi terjadi pada tanggal 23 Oktober 2004 dengan konsentrasi sebesar
4,09 mg/l. Rata-rata N-NO3 selama periode 2 Oktober sampai dengan tanggal 27
Nopember 2004 ini adalah 3,71 mg/l (Lampiran 4). Sedangkan kandungan nitrat
tertinggi di IPAS 1 (outlet) pada tanggal 2 Oktober 2004 sebesar 20,95 mg/l diatas
baku mutu yang diperbolehkan, kecuali pada tanggal 23 Oktober 2004 sebesar 3,03.
Rata-rata N-NO3 selama periode 2 Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004
ini adalah 14,65 mg/l.
N-NO3 pada IPAS 2 (inlet) periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal
27 Nopember 2004 berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan, dengan kisaran
2,99 3,89 mg/l, dan raa-rata sebesar 3,43 mg/l (Lampiran 5). Sedangkan kandungan
nitrat di IPAS 2 (outlet) periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal 27
Nopember 2004 sebesar kisaran 7,08 8,01 mg/l dibawah baku mutu yang
diperbolehkan, dengan rata-rata N-NO3 selama periode 2 Oktober sampai dengan
tanggal 27 Nopember 2004 ini adalah 7,39 mg/l.
Periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 N-NO3
pada IPAS 3 (inlet) dengan kisaran 2,02 2,69 mg/l, dan rata-rata sebesar 2,35 mg/l
(Lampiran 6), dan pada IPAS 4 (inlet) kisaran 4,98 6,46 mg/l, dan rata-rata sebesar
5,77 mg/l (Lampiran 7) berada dibawah ambang batas yang diperbolehkan, Sedangkan
nitrat di IPAS 3 (outlet) periode tanggal 2 Oktober sampai dengan tanggal 27
Nopember 2004 sebesar kisaran 3,55 3,92 mg/l, dengan rata-rata 3,78 mg/l,
sedangkan pada IPAS 4 kisaran 3,44 3,88 mg/l, dengan rata-rata 3,69 mg/l
(Lampiran 11) dibawah baku mutu yang diperbolehkan.
Nilai nitrat yang tinggi lebih banyak dijumpai pada outlet, kecuali pada IPAS 1
bulan Oktober, dan IPAS 4 pada bulan Oktober dan November. Konsentrasi nitrat
-
94
tertinggi terjadi pada IPAS 1 di bulan November di outlet dengan nilai mencapai 19,97
mg/l dan terendah pada IPAS 3 di bulan Oktober di inlet yang mencapai nilai 2,02 mg/l.
Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan nilai nitrat di IPAS periode Oktober-
November 2004 dapat dilihat pada Gambar 14.
Nilai nitrit air lindi di IPAS 1 (inlet) berkisar mulai dari 28,6 yang terendah
sampai dengan 43,1 yang tertinggi. Angka terendah dicapai pada tanggal 27 Nopember
2004 dan tertinggi dicapai pada tanggal 23 Oktober 2004. Nilai rata-rata selama
periode 2 Oktober sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 adalah 36,2 mg/l. Secara
keseluruhan nitrit rata-rata menunjukkan sudah jauh diatas baku mutu air limbah
golongan II, dan IPAS 2, khususnya pada outlet berada di atas baku mutu yang
0
5
10
15
20
25
Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.
1 2 3 4
IPAS
mg/l inlet
outlet
Gambar 14. Perkembangan Nitrat di IPAS Periode Oktober- November 2004
diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416/Menkes/Per/X/1990 tanggal 3 September 1990 karena memiliki nilai di atas 1 mg/l,
kecuali pada tahun 2001. Sedangkan kandungan nitrit air lindi pada inlet masih berada
di bawah baku mutu yang diperbolehkan, kecuali pada tahun 2000 dan di IPAS 1 pada
tahun 2004. Sedangakan pada IPAS 2 dan 3 (Inlet) berada dibawah baku mutu, hanya
pada IPAS 2 tanggal 27 Nopember 2004 dengan nilai 1,044 mg/l. Pada IPAS 4 (inlet)
nilai nitrit menunjukkan angka yang sangat tinggi, periode tanggal 2 Oktober sampai
dengan tanggal 27 Nopember 2004 kisaran 116,7 1552,5 dengan rata-rata 1037
(Lampiran 7), melebihi baku mutu yang diperbolehkan.
Nilai nitrit yang tinggi lebih banyak dijumpai pada titik outlet, kecuali pada
IPAS 4. Konsentrasi nitrit tertinggi terjadi pada IPAS 4 di bulan Oktober di inlet
dengan nilai mencapai 1444 mg/l dan terendah pada IPAS 2 di bulan Oktober. Untuk
-
95
lebih jelasnya mengenai perkembangan konsentrasi nitrit di IPAS periode Oktober-
November 2004 dapat dilihat pada Gambar 15.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.
1 2 3 4
IPAS
mg/l inlet
outlet
Gambar 15. Perkembangan Nitrit di IPAS Periode Oktober-November 2004
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990 tanggal
3 September 1990 yang menetapkan bahwa batas BOD5 yang diperbolehkan adalah 50
mg/l, maka keberadaan BOD air lindi telah sangat mengkhawatirkan. Nilai BOD5, baik di IPAS 1 maupun IPAS 2 sangat tinggi dan hanya ketika tahun 2002 di IPAS 1,
nilainya berada di bawah baku mutu yang diperbolehkan. Bahkan pada tahun 2004,
nilai BOD5 di IPAS 2 pada inlet mencapai 1008 mg/l. Nilai BOD lebih banyak ditemukan pada inlet, kecuali pada IPAS 2 di tahun
2000 dan 2001 (Lampiran 15 dan 16). Hal ini disebabkan sesudah inlet air lindi
terkontaminasi oleh beragam zat atau unsur lain, sehingga kandungan BOD sedikit
berkurang. Nilai BOD5 tertinggi terjadi pada IPAS 4 di bulan Oktober 2004 di inlet
dengan nilai mencapai 1267 mg/l dan terendah pada IPAS 2 di bulan Oktober 2004 di
outlet yang mencapai nilai 144 mg/l. Secara umum, nilai BOD di inlet lebih tinggi
daripada di outlet. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan nilai BOD di IPAS
periode Oktober-November 2004 dapat dilihat pada Gambar 16.
-
96
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.
1 2 3 4
IPAS
mg/l inlet
outlet
Gambar 16. Perkembangan BOD5 di IPAS Periode Oktober-November 2004
Nilai COD lebih banyak ditemukan pada titik inlet, kecuali pada IPAS 2 di
tahun 2001 dan IPAS 4 tahun 2000. Nilai COD yang tinggi ditemukan pada IPAS 3
tahun 2001 (Lampiran 14 dan 15). Untuk nilai COD air lindi yang ditemukan, nilainya
juga berada di atas baku mutu yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 416/Menkes/Per/X/1990 tanggal 3 September 1990 yang menetapkan
bahwa batas COD yang diperbolehkan adalah 100 mg/l. Bahkan pada tahun 2004,
kandungan COD di IPAS 2 pada titik inlet mencapai 3188 mg/l.
Nilai COD dengan BOD tidak terlalu berbeda perkembangannya. Nilai COD
tertinggi terjadi pada IPAS 4 di bulan Oktober di titik inlet dengan nilai 3455 mg/l dan
terendah pada IPAS 2 di bulan Nopember di titik outlet mencapai nilai 380 mg/l.
Secara umum, nilai COD di titik inlet lebih tinggi daripada di titik outlet. Untuk lebih
jelasnya mengenai perkembangan nilai COD di IPAS periode Oktober-November 2004
dapat dilihat pada Gambar 17.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.
1 2 3 4
IPAS
mg/l inlet
outlet
Gambar 17. COD di IPAS Periode Oktober-November 2004
-
97
Nilai pH air lindi di IPAS menentukan keseimbangan antara asam dan basa
yang diidentifikasikan melalui pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam suatu
larutan. Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu kisaran pH 6-8. Apabila pH
air diatas atau dibawah angka kisaran tersebut tergolong tidak normal. Air bersifat asam
apabila pH nya lebih kecil dari 7 dan bersifat basa apabila pH nya lebih besar atau sama
dengan 7.
Untuk nilai pH air lindi yang ditemukan, nilainya masih berada dalam baku
mutu yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
416/Menkes/Per/X/1990 tanggal 3 September 1990 yang menetapkan bahwa pH yang
diperbolehkan adalah 6-9.
Pada Gambar 18 terlihat bahwa pH di IPAS yang tinggi lebih banyak dijumpai
pada bulan Oktober dengan nilai tertinggi berada pada IPAS 3. Nilai pH juga lebih
tinggi pada inlet, kecuali pada IPAS 1 di bulan November dan IPAS 4 bulan Oktober,
Secara keseluruhan pH air lindi pada IPAS periode bulan Oktober sampai dengan bulan
Nopember 2004 berada lebih besar atau sama dengan 7 bersifat basa .
6.6
6.87
7.2
7.47.6
7.88
8.2
8.48.6
pH
Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov. Okt Nov.
1 2 3 4
IPAS
inlet
outlet
Gambar 18. pH di IPAS Periode Oktober-November 2004 4.3. Komponen Mikrobiologi
Kualitas air secara biologis, khususnya secara mikrobiologis, ditentukan oleh
banyak parameter. Parameter tersebut adalah E. coli dan coliform, fitoplankton dan
bentos. Kehadiran mikroba berupa bakteri pencemaran tinja di dalam air yang
digunakan untuk kepentingan hidup manusia (rumah tangga) sangat tidak diharapkan.
Untuk keperluan di luar untuk air minum, seperti air kolam renang, dalam 100 ml air
-
98
kandungan bakteri coli tidak boleh lebih dari 200, sementara untuk air rekriasi tidak
boleh mengandung lebih dari 1000 bakteri coli.
Banyak jenis bakteri patogen (penyebab penyakit) berkembang dan menyebar
melalui badan air, misalnya penyebab penyakit tipus (Salmonella), disentri (Shigella),
kolera (Vibrio), dan dipteri (Coryne bacterium). Selain itu banyak bakteri patogen
berkembang dan menyebar melalui air, baik yang hidup secara anaerobik maupun yang
hidup secara aerobik. Kontak makanan dengan air yang mengandung bakteri tersebut
akan dinyatakan berbahaya kalau kemudian termakan.
Kandungan E. coli sumur atas dari TPA konsentrasi pada tanggal 2 Oktober
sampai dengan tanggal 27 Nopember 2004 kisarannya 52 63 MPN/100 ml dengan
nilai rata-ratanya 55,66 MPN/100 ml (Tabel 15), sedangkan pada sumur bawah dari
TPA kisarannya 0,1 50 MPN/100 ml dengan nilai rata-ratanya 23,36 MPN/100 ml
(Tabel 16), ini berarti pada sumur-sumur tersebut baik yang diatas maupun yang
dibawah dari TPA sudah tercemar E. coli akan tetapi masih di bawah ambang batas
BMPSA dan BMAS. Kondisi ini dan buruknya air sumur tersebut, lebih banyak
disebabkan oleh buruknya kondisi lingkungan setempat dan pencemaran di sumur atas
dan sumur bawah tidak hanya dipengaruhi oleh pencemar dari TPA, tetapi juga akibat
adanya pencemaran di sekitar sumur seperti WC dan tumpukan sampah yang
dikumpulkan oleh pemulung di sekitarnya.
Kandungan koliform sumur jauh lebih tinggi daripada kandungan E. coli pada
periode yang sama. Kandungan tertinggi dicapai pada tanggal 27 Nopember 2004 dan
terendah pada tanggal 2 Oktober 2004. Kandungan rata-rata 71 MPN/100 ml. Angka ini
masih dibawah