bab 3 pengobatan patah tulang guru singa 3.1 … 007 09 rah p... · pasien memiliki penyakit dan...

29
Universitas Indonesia 39 BAB 3 PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA Pengobatan patah tulang GS melayani pengobatan pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Pasien diobati dengan minyak GS, sup sumsum, dan menggunakan peralatan lainnya. Selain itu, pasien diberi pantangan dalam pengobatan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai proses pengobatan patah tulang serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan patah tulang GS. 3.1 Proses pengobatan patah tulang GS Pada proses pengobatan patah tulang GS, alat-alat yang digunakan ialah perban putih, kapas, cairan antiseptik, cairan pembersih (rivanol), minyak GS, dan spalk/bidai dengan berbagai ukuran. Spalk kecil berukuran lebar 4cm panjang 30cm dengan ketebalan 6mm. Spalk sedang berukuran lebar 5cm panjang 40cm dengan ketebalan 6mm. Spalk besar berukuran lebar 6cm panjang 62cm dengan ketebalan 9mm. Foto 6. Peralatan yang digunakan pada pengobatan, spalk, kapas, perban putih, minyak, antiseptik (sumber: dok. Pribadi) Pasien memiliki penyakit dan latar belakang yang beragam, tidak ada perbedaan dalam proses pengobatan antara pasien laki-laki dan perempuan, yang membedakan adalah faktor usia, penyakit penyerta, dan kedisiplinan pasien dalam mematuhi saran dari pengobat. Bentuk pengobatan yang dilakukan yaitu reposisi tulang, diistirahatkan hingga tulang menyatu, setelah itu terapi terhadap bagian tubuh yang direposisi. Saat yang paling rawan adalah pada penyatuan tulang, bila Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Upload: vuonghanh

Post on 03-Mar-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Universitas Indonesia

39

BAB 3

PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA

Pengobatan patah tulang GS melayani pengobatan pada pasien rawat jalan

maupun pasien rawat inap. Pasien diobati dengan minyak GS, sup sumsum, dan

menggunakan peralatan lainnya. Selain itu, pasien diberi pantangan dalam

pengobatan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai proses pengobatan patah

tulang serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan patah tulang GS.

3.1 Proses pengobatan patah tulang GS

Pada proses pengobatan patah tulang GS, alat-alat yang digunakan ialah

perban putih, kapas, cairan antiseptik, cairan pembersih (rivanol), minyak GS, dan

spalk/bidai dengan berbagai ukuran. Spalk kecil berukuran lebar 4cm panjang

30cm dengan ketebalan 6mm. Spalk sedang berukuran lebar 5cm panjang 40cm

dengan ketebalan 6mm. Spalk besar berukuran lebar 6cm panjang 62cm dengan

ketebalan 9mm.

Foto 6. Peralatan yang digunakan pada pengobatan, spalk, kapas, perban putih, minyak, antiseptik

(sumber: dok. Pribadi)

Pasien memiliki penyakit dan latar belakang yang beragam, tidak ada

perbedaan dalam proses pengobatan antara pasien laki-laki dan perempuan, yang

membedakan adalah faktor usia, penyakit penyerta, dan kedisiplinan pasien dalam

mematuhi saran dari pengobat. Bentuk pengobatan yang dilakukan yaitu reposisi

tulang, diistirahatkan hingga tulang menyatu, setelah itu terapi terhadap bagian

tubuh yang direposisi. Saat yang paling rawan adalah pada penyatuan tulang, bila

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

40

tidak pas posisinya, tulang itu dapat di reposisi lagi dengan cara melunakkan

tulang yang sudah menyatu dengan cara membungkus bagian tubuh dengan kapas

yang sudah dibaluri air rebung.

Pada tangan, kaki, atau bagian tubuh pasien yang mengalami keseleo,

pengobatan yang dilakukan pengobat GS adalah dengan cara mengolesi minyak

dan memijit bagian tubuh pasien tersebut. Pemijitan dilakukan sekitar sepuluh

menit atau lebih. Jika pemijatan sudah dianggap cukup, pasien akan keluar dari

ruang pengobat menuju meja administrasi. Biaya untuk rawat jalan ini tidak

dikenakan tarif, pihak GS meminta bayaran sukarela dari para pasiennya.

Pasien yang mengalami patah di tangan (lengan atas atau lengan bawah),

akan diobati oleh pengobat GS dengan cara mereposisi (mengembalikan posisi

tulang yang patah ke posisi semula). Jika pasien baru datang dengan kondisi

tangan yang patah, pengobat mengoleskan minyak ke tangan pasien yang patah

disertai mendiagnosa keadaan pasien (ada yang terlihat jelas bahwa tulang pasien

patah dan ada pula yang tidak jelas terlihat patah, karena itu pengobat

mendiagnosanya dengan mengoleskan minyak dengan tangannya). Pengobat akan

mengajak pasien berbicara seperti misalnya pengobat menanyakan apakah pasien

sudah makan atau belum, selagi pasien memikirkan jawaban yang tepat (pada

pukul berapa pasien makan), pengobat melakukan reposisi disertai teriakan

pasien. Setelah direposisi, tangan pasien yang patah kembali dioleskan minyak,

kemudian tangan tersebut ditempelkan kapas yang sudah dilumuri minyak. Kapas

yang tertempel pada tangan pasien yang patah dibalut dengan perban putih (kasa).

Setelah itu spalk diletakkan disebelah sisi luar tangan atau di dua sisi tangan bila

dianggap perlu. Spalk yang digunakan sudah dibalut dengan kapas dan perban

putih. Kemudian tangan pasien dibalut perban elastis dengan tidak rapat menutup

seluruh kapas, dengan membiarkan ada bagian kapas yang tidak tertutup perban

elastis dimaksudkan sebagai pertanda tempat (bagian tangan) yang akan ditetesi

minyak. Pembalutan perban elastis ini dimaksudkan untuk mengencangkan spalk

dengan tangan yang patah agar tangan tersanggah spalk dan menguatkan tulang

yang telah direposisi. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan patah tangan ini

dirincikan sebagai berikut: biaya perban elastis (Rp.35.000,- sampai Rp.45.000,-),

biaya reposisi tulang (Rp.50.000,- sampai Rp.100.000), dan ditambah biaya

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

41

pengobatan yang sukarela. Jika kondisi pasien dianggap rawan, pihak GS akan

menyarankan pasien untuk dirawat inap, tetapi bila pasien menolak maka pihak

GS tidak akan memaksa.

Pada patah tulang kaki (tungkai atas maupun tungkai bawah) proses

pengobatannya hampir serupa dengan patah tangan, yang membedakan adalah

jumlah spalk yang digunakan. Untuk tungkai atas atau tulang bagian paha, spalk

yang digunakan bisa mencapai empat spalk. Hal ini disesuaikan dengan kondisi

tubuh pasien, biasanya untuk pasien yang bertubuh gemuk menggunakan empat

spalk. Reposisi tulang kaki dilakukan pengobat dengan tidak sendiri, pengobat

yang menangani akan meminta bantuan dari para pengobat yang lain untuk

mereposisi tulang pasien, serta dari para petugas GS yang lain untuk memegangi

pasien. Rincian biaya yang dikeluarkan pasien hampir serupa dengan pasien patah

tangan, hanya dibedakan besarnya biaya reposisi yang dapat mencapai

Rp.200.000,- dan biaya perban elastis yang biasanya digunakan adalah perban

elastis dengan ukuran paling besar yaitu seharga Rp.55.000,-

3.1.1 Pengobatan pada pasien rawat jalan

Pasien rawat jalan adalah pasien yang berobat ke GS dengan datang dan

tidak menginap di ruang rawat GS. Pasien rawat jalan merupakan pasien yang

datang ke GS untuk berobat maupun pasien yang datang ke GS untuk kontrol.

Pasien yang datang untuk kontrol ialah pasien yang sudah keluar dari ruang rawat

inap GS dan kembali datang ke GS untuk kontrol terhitung tiga hari setelah ia

keluar dari GS.

Pasien datang ke ruang kantor GS, duduk dan menunggu giliran untuk

masuk ke ruang pengobatan jika pada saat itu ramai pasien yang datang. Tetapi

bila pasien pada saat itu tidak ramai, maka tanpa harus menunggu pasien tersebut

dapat langsung masuk ke ruang pengobatan. Pasien menunggu berdasarkan siapa

yang lebih dahulu datang, di GS tidak menggunakan nomor panggil pasien seperti

pada klinik-klinik kesehatan maupun rumah sakit. Biasanya yang bertugas

memanggil pasien adalah petugas administrasi, walau terkadang petugas

kebersihan yang berada di kantor pun memanggil pasien yang akan diobati.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

42

Memasuki ruang pengobatan, pasien akan ditangani oleh pengobat.

Terdapat dua tempat tidur di ruang pengobatan yang berfungsi untuk mengobati

pasien yang pada bagian badan atau kaki yang membuat posisi pasien tertidur di

tempat tidur tersebut untuk diobati. Jika pada saat pasien rawat jalan ramai

mendatangi GS, maka satu tempat tidur tersebut dapat berfungsi untuk mengobati

dua pasien. Bila bagian tubuh pasien yang diobati adalah tangan, bahu, atau kaki

pasien yang dapat ditekuk (yang sakit pada bagian lutut kebawah), akan diobati

oleh pengobat di kursi kayu.

Pada pasien rawat jalan yang datang berobat dengan tanpa terlihat balutan

pada bagian tubuh pasien, pengobat akan menanyakan keluhan yang dialami

pasien tersebut. Kemudian pasien akan menceritakan keluhannya dan pengobat

akan melakukan tindakan pengobatan. Pengobat memulai pengobatannya dengan

meminta pasien melakukan gerakan-gerakan. Pasien melakukan gerakan-gerakan

yang diminta pengobat untuk mengetahui kondisi pasien seperti pada bagian

tangan pasien diminta untuk mengangkat tangan, menekuk tangan, bertepuk

tangan di atas kepala, memegang telinga, memegang hidung, memegang mata,

memegang kepala, bahkan sampai memukul telapak tangan pengobat. Pada bagian

kaki yang akan diobati, pengobat meminta pasien untuk mengangkat kaki,

menekuk kaki, menapakkan kaki ke lantai, dan sebagainya. Setelah diketahui

kondisi pasien, pengobat mengambil minyak GS.

Di dalam ruang pengobatan, minyak GS diletakkan di meja peralatan

pengobatan dan di tempat cuci tangan. Pengobat mengambil minyak dengan

menggunakan tangan untuk melumuri bagian tubuh pasien yang akan diobati.

Pengobatan dimulai dengan mengolesi minyak ke bagian tubuh pasien yang

diobati kemudian pengobat melakukan gerakan seperti memijat dan mengurut,

pengobatan dilakukan sekitar 5 menit hingga 20 menit. Setelah memijat dan

mengurut, pengobat kembali meminta pasien untuk melakukan gerakan-gerakan

seperti yang disebutkan pada paragraf sebelumnya kemudian pengobat kembali

memijat dan mengurut. Untuk kesekian kalinya, pengobat meminta pasien

melakukan gerakan-gerakan yang disebutkan diatas, tetapi disertai bantuan

pengobat untuk melakukannya.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

43

Pada pasien yang mengalami patah tulang, pengobat meletakkan kapas

yang sudah dilumuri minyak ke bagian tubuh pasien yang patah, membalutnya

dengan kasa putih, setelah itu pengobat meletakkan spalk di pinggir bagian tubuh

tersebut dan dibalut dengan perban elastis. Penggunaan spalk ditentukan oleh

bagian tubuh yang patah, bila bagian tubuh yang patah adalah paha, spalk yang

digunakan bisa tiga hingga empat spalk. Ini disesuaikan dengan kondisi tubuh

pasien, penggunaan tiga hingga empat spalk pada paha pasien diperuntukkan bagi

pasien yang memiliki tubuh gemuk sehingga paha dapat terbalut dengan baik,

selain untuk menjaga posisi bagian tubuh pasien yang patah agar menyatu lurus,

spalk juga berguna untuk pelindung bagian tubuh yang patah agar tidak terkena

benturan. Setelah pengobatan selesai, pengobat memberi tahu pasien untuk datang

kontrol kembali pada tiga hari kemudian.

Pada bagian tubuh pasien yang diobati, kapas yang dibalut oleh perban

elastis sengaja disisakan (kapas tidak ditutup penuh oleh perban elastis), kapas

yang sengaja disisakan inilah sebagai tempat untuk meneteskan minyak bila

pasien tidak berada di GS. Minyak yang akan diberikan disarankan untuk

diteteskan pada bagian tubuh yang diobati (melewati kapas), serta pada bagian

tubuh yang diobati dengan tidak dibalut perban elastis maka minyak tersebut

disarankan untuk dioles saja, karena pengobat yakin para pasien tidak bisa

mengurut, dengan kata lain daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan setelah

bagian tubuh tersebut diurut oleh pasien atau oleh orang yang tidak mengerti

maka cukup dengan dioles.

Di ruangan pengobatan, terdapat gergaji besi yang digantung dibawah

gambar anatomi tubuh manusia yang terletak diantara tempat tidur dengan kursi

pengobat. Benda ini akan membuat suatu reaksi tersendiri bagi orang yang

pertama kali masuk ke ruangan itu. Gergaji tersebut terlihat dengan jelas bila kita

masuk ke ruangan pengobatan. Patah tulang dan gergaji, seolah seperti ada suatu

fungsi langsung dari gergaji tersebut dengan patah tulang. Sebenarnya tidak,

gergaji tersebut dipakai untuk memotong spalk. Spalk yang di ruang pengobatan

sudah sesuai dengan ukurannya masing-masing, tetapi bila dibutuhkan spalk lebih

kecil, maka pengobat akan memotongnya baik mematahkan dengan tangan,

maupun memotong dengan gergaji. Tidak hanya gergaji, di ruangan ini juga

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

44

terdapat mistar, palu kecil dengan ujung besi, dan palu besar yang terbuat dari

kayu-berat. Benda-benda ini seolah berfungsi sebagai alat untuk humor.

Foto 7. Gergaji, mistar, dan alat untuk melihat rontgen berada di dalam ruang pengobatan GS

(sumber: dok. Pribadi)

Tindakan yang dilakukan pengobat di ruang pengobatan pada pasien yang

terdapat bagian tubuh pasien yang harus direposisi ia akan mereposisinya, setelah

itu pengobat memberitahu petugas administrasi bahwa ia mereposisi pasien

tersebut sehingga pasien dikenakan biaya sekitar Rp.20.000,- hingga Rp.100.000,-

, sesuai dengan bagian tubuh pasien yang direposisi. Setelah pembayaran

dilakukan pasien, petugas administrasi akan menyerahkan sebagian pembayaran

tersebut kepada pengobat yang menangani pasien. Jika pasien menggunakan

perban elastis baru dari GS, pengobat juga akan memberitahu petugas

administrasi, kemudian petugas administrasi mengenakan biaya perban elastis

kepada pasien.

Biaya pengobatan untuk pasien rawat jalan bersifat sukarela, tidak

ditentukan besarnya biayanya yang harus dikeluarkan pasien. Setelah pasien

diobati di ruang pengobatan, pasien menuju meja administrasi (meja kasir) untuk

membayar biaya pengobatan dengan sukarela kemudian diberi minyak yang sudah

dimasukkan kedalam plastik oleh petugas administrasi serta petugas administrasi

tersebut akan memberitahu pantangan pasien, yaitu es dan makanan yang haram.

3.1.2 Pengobatan pada pasien rawat inap

Jadwal rutin yang selalu dilakukan para pengobat adalah sekitar pukul 14.00

setiap harinya, para pengobat berkeliling mengontrol kesehatan pasien. Sebelum

berkeliling, para pengobat berkumpul di ruang kantor GS atau di teras

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

45

Laubenterudan (salah satu ruang rawat). Bila para pengobat sudah berkumpul

kemudian para pengobat berkeliling dimulai dari ruang rawat Laubenterudan;

Sibayak; Rinjani; Sibolangit; Rumah Sumbul; Sinabung; Kerinci; Tampomas;

Kambuna; Kambuna perempuan.

Perawat atau orang yang memegang status pasien (medical record) akan

memberitahu kepada pengobat siapa saja pasien yang harus dibuka atau diganti

perbannya. Penggantian perban pasien dilakukan setiap lima hari sekali, tetapi bila

terjadi sesuatu seperti bidai bergeser atau kulit pasien melepuh, perban bisa

dibuka dan diganti sesuai dengan keadaan pasien.

Penggantian perban pasien diawali dengan pembukaan perban. Satu per satu

pengait perban dilepas dan dengan perlahan pengobat melepas perban beserta

kapas-kapas yang menempel pada kulit pasien. Kulit pasien yang dilepas

perbannya kemudian dibersihkan dengan menggunakan kain atau handuk yang

sudah direndam air hangat, jika tidak ada air hangat maka air biasa pun tidak apa,

atau jika tidak ada juga maka dibersihkan dengan menggunakan tisu basah.

Setelah dibersihkan dengan kain basah kemudian dibersihkan kembali dengan

kain yang kering. Biasanya yang membersihkan bagian tubuh yang dilepas

perbannya ini adalah keluarga atau kerabat pasien atau penjaga pasien9. Setelah

bagian tubuh pasien tersebut sudah dibersihkan, pengobat memeriksa kondisinya

dengan cara melihat, meraba, dan menggerakkan atau dengan menyuruh pasien

untuk menggerakkannya agar diketahui kemampuannya dan agar diketahui

langkah selanjutnya yang harus dilakukan pengobat kepada pasien.

Foto 8. Kaki pasien yang dirawat inap

9 Penjaga pasien dijelaskan pada bagian II.3.4

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

46

Pengobat meletakkan kapas yang sudah dilumuri minyak pada bagian tubuh

pasien yang patah, dibalut dengan perban putih (kasa), diletakkan bidai disebelah

luar bagian tubuh pasien yang patah kemudian dibalut dengan perban elastis dan

dikaitkan. Untuk menjaga agar bagian tubuh pasien yang patah tetap lurus, maka

diberi batu (batako) ditempat tidur pasien dan diletakkan tepat disebelah bagian

tubuh pasien yang patah. Jika bagian tubuh pasien yang patah adalah kaki, maka

pergelangan kaki pasien dibalut kapas dan perban putih, kemudian diikat dengan

perban putih, ditarik, dan dikaitkan ke tempat tidur pasien, maksudnya adalah

untuk meluruskan kaki pasien agar tulangnya tidak miring. Pasien diberi tahu agar

ia menjaga posisi kakinya dengan cara melihat dan menyejajarkan antara ibu jari

kaki dengan lutut pasien.

Biaya pengobatan disesuaikan dengan kondisi pasien, apabila pasien hanya

berobat jalan seperti keseleo, urat ketarik, atau kontrol maka pasien membayar

secara sukarela, tidak ada tarif untuk itu. Tetapi bila ada bagian tubuh pasien yang

patah sehingga harus di reposisi barulah diberi tarif. Bila tangan pasien patah dan

disarankan untuk dirawat inap, biaya yang dikeluarkan berkisar antara

Rp.600.000,- sampai Rp.700.000,-. Jika kaki pasien dari lutut ke bawah yang

patah maka biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp.800.000,- sampai

Rp.900.000,-. Akan tetapi bila paha pasien yang patah maka biaya yang

dikeluarkan bisa mencapai Rp.1.000.000,- untuk reposisi tulang hingga perawatan

selama pasien dirawat inap. Paha merupakan bagian tubuh yang dianggap paling

sulit pengobatannya, hal ini terlihat dari tarif biaya yang harus dikeluarkan pasien

selama berobat.

“Paling mahal paling susah itu paha. Ini kan daging, tulangnya kan ke ini

daging terus kan. Trus ini juga kalau kita mau jalan apa kan paha,

tumpuannya itu di paha, tingkat kesulitannya lebih sulit lah kalau di paha

dibanding tangan. Kalau bahu itu gampang-gampang susah. Kalo dibilang

gampang, ya gampang, memang cepet kuatnya, tapi susahnya, dia batuk, dia

bangun tidur juga kalau nggak dijaga bisa ,,, kalau tangan kan bisa kita kasi

spalk, kalau di sini (bahu) kan cuma perban sama kapas”

Pada pagi hari, pasien yang diizinkan oleh pengobat untuk berjalan, akan

berjalan ke luar dari ruang rawat menuju lapangan parkir GS. Terdapat dua

bangku kayu panjang yang sengaja diletakkan di dekat ‘gerbang’ GS dengan

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

47

menghadap ke arah matahari terbit. Di bangku kayu inilah pasien berjemur,

dengan maksud untuk menghangatkan tubuh pasien yang telah lama tidak keluar

dari ruang rawat (karena kondisi pasien saat itu yang belum memungkinkan

pasien untuk keluar ruang rawat). Selain berjemur dengan duduk di bangku kayu,

ada pasien yang belajar menapakkan telapak kaki ke jalanan, ada pasien yang

belajar berjalan, dan lain sebagainya.

Fasilitas yang didapatkan pasien rawat inap ialah sarapan (antara bubur

kacang hijau, bubur ayam, atau roti, ditambah air teh manis), makan siang, dan

makan sore. Setelah sarapan dan makan sore, sup sumsum diberikan kepada

pasien rawat inap.

3.1.3 Minyak, Makanan, Minuman, dan Pantangan Pasien

Pada pengobatan patah tulang GS, obat yang digunakan diantaranya yaitu

Minyak GS dan Sup sumsum. Minyak GS berfungsi sebagai obat luar yang dioles

pada bagian tubuh pasien, sedangkan sup sumsum sebagai obat yang diminum

pasien untuk mengobati dari dalam tubuh pasien. Tidak ada makanan khusus

untuk dikonsumsi pasien selain sup sumsum yang diminum. Pantangan pasien

pada pengobatan ini terdapat dua hal, yaitu “yang dingin-dingin” dan “yang

haram-haram”.

3.1.3.1 Minyak Guru Singa

Pengobatan patah tulang GS menggunakan minyak untuk pengobatannya.

Minyak GS dibuat dari bahan dasar minyak sayur dan bumbu dapur seperti Kunyit

(Curcuma oomestica val.), jahe (Zingiber officinale rosc), kencur (Kaempferia

galanga L.), bawang merah (Allium cepa L.), bawang putih (Allium sativum L.),

lada hitam (Piperis nigri fructus), jintan (Nigela sativa), babandotan (Ageratum

conyzoides L.). Bahan-bahan tersebut dibeli di Pasar Perumnas Klender (pasar

yang terdekat dengan lokasi GS). Cara pembuatannya adalah dengan menumbuk

bahan-bahan tesebut. Lada hitam dihaluskan dengan menggunakan alat tumbuk

dan alas yang terbuat dari batu, sedangkan untuk bahan-bahan yang lain ditumbuk

dengan menggunakan alat tumbuk yang terbuat dari kayu dan alas tumbuk yang

terbuat dari batu. Bahan-bahan ini ditumbuk dengan tumbukan kasar (tidak halus)

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

48

karena jika tumbukan halus akan membuat tumbukan cepat gosong pada saat

dimasak.

Kompor untuk memasak minyak disiapkan. Bahan bakar kompor ini adalah

kayu atau papan dan minyak tanah. Kayu yang digunakan yaitu kayu yang sudah

tidak terpakai seperti spalk bekas dan kayu-kayu tidak terpakai dari toko kayu

dekat GS. Sebuah alat untuk menggoreng (penggorengan) dengan ukuran cukup

besar diletakkan diatas kompor. Kompor dinyalakan dengan cara membakar kayu-

kayu yang sebelumnya disiram minyak tanah.

Bahan-bahan yang sudah ditumbuk kemudian digoreng tanpa menggunakan

minyak (sangrai), setelah disangrai hingga tumbukan itu kecoklatan kemudian

dimasukkan minyak sayur. Dahulu minyak sayur yang digunakan adalah dibuat

sendiri, tetapi kini minyak sayur (minyak curah) dibeli di pasar. Perbandingan

antara bahan-bahan dan minyak kelapa yaitu 8 kg bahan dengan 40 liter minyak

kelapa. Ada bahan-bahan yang dikirim dari Medan, karena disini tidak terdapat

bahan-bahan tersebut, di sini diracik dan dimasak.

“Ya kalau apanya sih, dari sini banyak. Bumbu dapur, kencur,, cuma intinya

bukan itu. Hm.. apa ya? Sebenernya minyak ini minyak asli Kampung Karo.

Modelnya tu seperti ini. Panasnya kaya’ gini, cuma ada obat khususnya yang

ditaro diminyak ini. Itu ramuannya banyak. Bikinnya disini. Cuma obat-obat

intinya itu kan dari sana. Ada spesialis khusus disana untuk ngeracik

obatnya”

Bahan inti dari pembuatan minyak GS dikirim dari Medan ke Jakarta, adik

Ngulih yang mencari langsung ke hutan dan meraciknya. Bahan inti minyak ini

berasal dari makanan burung walet. Burung walet menjadi lambang pengobatan

patah tulang GS di Jakarta, hal ini terlihat pada kartu nama GS dan pada seragam

para pengobat GS. Sebuah lambang burung walet yang sedang membawa

makanan di ujung paruhnya menggambarkan bahwa inti dari pengobatan patah

tulang GS berasal dari makanan burung walet.

Pembuatan minyak dilakukan apabila persediaan minyak akan habis. Proses

pembuatan minyak selama dua sampai tiga jam, satu kali masak menggunakan

penggorengan besar yang menghasilkan 20 liter minyak. Dalam proses

pembuatannya, minyak GS dimasak dalam sebuah tungku besar di mana kayu

menjadi bahan bakar utamanya. Alasan menggunakan kayu sebagai bahan bakar

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

49

adalah untuk menghasilkan minyak agar bagus, seperti yang diutarakan salah

seorang pengobat:

“Hasilnya nggak bagus (jika bahan bakar menggunakan gas). Namanya juga

tradisional kan pasti alat-alatnya tradisional. Pernah nyoba gas,, apa,,

hasilnya nggak bagus”

Setelah minyak mendidih dan matang dimasak sekitar tiga jam, minyak

dipindahkan dari penggorengan ke panci-panci besar dengan cara mengambil

minyak menggunakan kaleng (kaleng bekas biskuit) dan menuangkannya ke

panci. Di atas panci disediakan kaleng yang telah dilubang-lubangi. Kaleng ini

berfungsi untuk menyaring minyak yang sudah jadi dengan bahan pembuat

minyak. Setelah minyak di penggorengan telah dipindahkan ke panci, bahan

pembuat minyak kembali dimasak dengan mencampurkan minyak sayur. Dalam

sekali masak minyak, penggorengan hanya memuat 20 liter, sehingga harus

memasak dua kali agar mencapai 40 liter minyak.

Minyak yang sudah jadi, disimpan di dalam sebuah kamar yang terletak di

Rinjani lantai dua, dekat dengan kamar salah seorang anak Ngulih. Kamar ini

berfungsi sebagai tempat menyimpan minyak (gudang minyak). Sebelum ditaruh

di kantor GS, minyak dimasukkan kedalam plastik-plastik kecil. Minyak diambil

dari panci dengan menggunakan mangkok kecil, untuk satu mangkok kecil bisa

mengisi empat sampai lima plastik kecil, sehingga dalam satu plastik terdapat

sekitar 5 ml minyak. Setelah minyak dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil,

minyak ditaruh di kantor dan sebagian lagi disimpan di gudang. Minyak-minyak

inilah yang dibawa oleh pasien rawat jalan setelah ia membayar pengobatan.

Tidak semua minyak yang sudah jadi dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil,

sebagaian minyak yang lain masih tetap dibiarkan di dalam panci sebagai minyak

yang digunakan pengobat dalam mengobati pasien. Minyak ini pula yang

berfungsi untuk mengobati pasien dari luar tubuh pasien.

Di dalam kantor GS, di dekat meja administrasi terpampang sebuah tulisan

“Kami tidak jual minyak” yang maksudnya adalah GS tidak menjual minyak.

Minyak diberikan hanya kepada pasien yang datang berobat atau pasien yang

masih dirawat inap. Hal ini dimaksudkan agar pengobat mengetahui keadaan

pasien sebelum minyak diberikan.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

50

Foto 9. Minyak GS dibungkus plastik-plastik kecil. Minyak ini yang dibawa pulang pasien rawat

jalan (sumber: dok.Pribadi)

3.1.3.2 Sup Sumsum

Dua kali dalam sehari pasien diberikan air sup sumsum tulang sapi bagian

kaki atas. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan sup adalah tulang kaki

sapi yang bagian paling besar, air, lada hitam (Piperis nigri fructus) ½ kg, kencur

(Kaempferia galanga L.)1 kg, jahe (Zingiber officinale rosc) 1 kg, bawang merah

(Allium cepa L.) 1 kg, bawang putih (Allium sativum) ¾ kg, jeruk nipis

(Citrusaurantifiolia) 2 kg (diperas, diambil airnya), garam dan tawar lilin. Cara

pembuatannya adalah dengan menghaluskan bumbu-bumbu tersebut kemudian

direbus dengan air dan tulang sapi bagian kaki atas selama satu jam. Untuk sekali

masak 10 liter air dibutuhkan sekitar 3 sendok makan bumbu racikan ditambah

tawar lilin.

Foto 10. Sup Sumsum dituang ke gelas (sumber: dok. Pribadi)

Tulang sapi dapat digunakan selama tiga hari, bila sudah sampai tiga hari

maka tulang sapi yang telah dimasak diganti dengan tulang sapi yang baru.

Pemberian segelas ukuran 250-300 ml sup sumsum tulang sapi ini dilakukan

setiap pagi setelah sarapan dan sore hari sekitar pukul 15.00.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

51

Ada keluarga pasien datang ke dapur dan menanyakan bahan-bahan yang

dibutuhkan untuk membuat sup karena ia akan membuatnya ketika pasien sudah

pulang ke rumah. Petugas dapur memberi tahu bahan-bahan dan cara pembuatan

sup tersebut, tetapi ia tidak memberi tahu mengenai tawar lilin. Hal ini juga yang

penulis alami ketika penulis menanyakan bahan-bahan dan cara pembuatan sup,

para petugas dapur dapat menjelaskan dengan lancarnya, tetapi setelah penulis

menanyakan mengenai tawar lilin kemudian para petugas dapur tersebut seolah

tidak mengerti dengan pertanyaan penulis. Salah seorang petugas dapur

memberitahu penulis mengenai tawar lilin setelah penulis menjelaskan bahwa

Kencana memberitahu penulis mengenai tawar lilin,

“Kita ada sop. Tapi sopnya udah kita kasih ramuan, namanya tawar lilin. Itu

khusus untuk rawat inap aja, kalau rawat jalan nggak. Khasiatnya untuk

menguatakan tulang dari dalam. Kalau minyak kan dari luar”.

Tawar lilin diberikan pada setiap sup yang dimasak. Tawar lilin berasal dari

tumbuh-tumbuhan yang dikirim dari Medan sudah berbentuk siap dimasak. Setiap

memasak sup, petugas dapur akan mengambil tawar lilin pada Sri karena dialah

yang menyimpan tawar lilin. Tawar lilin diberikan dengan ukuran yang sangat

sedikit, menurut salah seorang petugas dapur bahwa tawar lilin berbentuk lembek

seperti bubuk ramuan yang sudah diberi air sehingga bentuknya tidak padat dan

tidak cair.

Sup ini dianggap sebagai obat untuk mengobati dari dalam tubuh si pasien,

berbeda dengan minyak yang dianggap sebagai obat untuk mengobati dari luar

tubuh pasien. Sup ini dianggap dapat merangsang pertumbuhan tulang agar dapat

menyatu, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang pengobat:

“… ada ramuan-ramuan khususnya yang untuk merangsang pertumbuhan

tulang dan itu biasa digunakan buat orang-orang yang baru patah jadi kalau

tulang-tulangnya sudah lengket itu nggak perlu lagi makanya kita pake itu

hanya untuk yang dirawat inap aja. Jadi air sop itu untuk membantu

pertumbuhan tulang dari dalam, sementara minyak dari luar”

Jika terdapat pasien yang tidak mau meminum sup ini, pihak GS tidak akan

memaksa. Petugas dapur mengantarkan sup ke pasien-pasien, bila ada pasien yang

menolak maka petugas dapur tidak memaksa. Penolakan pasien untuk meminum

sup dengan berbagai alasan, ada yang berkata karena rasanya yang kurang sesuai

dengan lidahnya sehingga pasien tersebut sulit untuk menelan sup, ada yang

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

52

berkata karena pasien tersebut sedang diare sehingga ia tidak mau meminum sup.

Pada saat petugas dapur mengantarkan sup ke pasien, pasien dapat langsung

mengambil dan meminumnya, pasien tidak langsung meminum sup, pasien

membiarkan sup diatas lemari kecil dekat tempat tidurnya, atau pasien

menolaknya dengan mengutarakan alasan kepada petugas dapur.

3.1.3.3 Pantangan Pasien

Pada pengobatan ini, dua hal yang dipantang yaitu es dan yang haram

seperti daging anjing dan daging babi. Pantangan terhadap es tidak hanya pada es

batu atau minuman yang menggunakan es, tetapi juga termasuk buah-buahan yang

diambil dari lemari pendingin. Alasannya seperti yang dijelaskan oleh salah

seorang anak Ngulih,

“Kalau es itu kan, tulang yang patah itu kalau kena es itu ngilu, jadi kuatnya

lama. Itu juga semua dokter tulang ko, pasti kalau ada tulang yang patah pasti

pantangannya itu juga”.

Salah seorang pengobat juga menjelaskan mengenai pantangan pasien yang

tidak diperbolehkan meminum es atau makanan yang dingin dengan alasan bahwa

pasien akan merasa linu pada saat tulangnya sudah sembu, berikut penjelasannya,

“Kadang ya memang sih banyak pasien menganggap itu spele. Tapi itu fatal

banget kalau untuk tulang. Ada juga yang bandel, dia pernah minum es,

minum-minum dingin lah. Memang reaksinya nggak langsung linu, ada juga

yang langsung linu. Nah, yang nggak linu ini, takutnya nanti kalau tulangnya

sudah kuat, begitu dia sembuh, dia nggak bisa ke daerah-daerah dingin.

Bawaannya linu begitu dia sembuh. Dinginya itu masuk ke sumsum tulang

kemudian tulang itu tumbuh. Jadi itu yang bikin linu itu. Jadi ada yang

langsung berasa linu ada juga yang begitu sembuh”.

Selain pantangan es atau makanan dan minuman yang mengandung unsur

dingin, makanan-minuman yang diharamkan juga tidak dianjurkan untuk

dikonsumsi pasien yang berobat ke pengobatan patah tulang ini. Berikut

penjelesan dari salah seorang pengobat,

“Dari zaman nenek moyang dari penemunya itu memang udah dari sana

memang nggak boleh cium-cium bau-bau yang haram-haram”.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

53

Makanan yang haram merupakan pantangan obat. Sebagaimana dijelaskan

oleh salah seorang anak Ngulih,

“Itu memang pantangan obat, obat kita juga kan panas, kalau babi itu kan panas.

Ga bisa dengan logika mba, saya juga pernah nanya gitu ke bapak (Ngulih), bapak

juga nggak bisa ngomong. Emang udah nggak bisa dengan logika di-ini-in”

Pantangan makanan haram dianggap dapat memperlambat kesembuhan

pasien, seperti yang dijelaskan oleh anak Ngulih:

“Kalau zaman dulu kalau kita luka, kalau kita bisulan apa itu, kan dilarang

makan babi ... katanya kalau makan babi nanti lambat sembuhnya katanya”.

Kepada setiap pasien, pihak GS memberitahu pantangan pasien yang dua itu,

yaitu “yang dingin-dingin” dan “yang haram-haram” Dalam pengobatan ini,

maksud kata “haram” yang merupakan pantangan adalah makanan yang terbuat

dari babi dan atau anjing, sedangkan untuk minuman yang haram (bagi muslim)

seperti alkohol dan yang lainnya, pihak GS tidak mempermasalahkannya.

3.2 Pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan di GS

3.2.1 Pengobat

Di GS terdapat sepuluh pengobat, yaitu: Jojon, Fredy, Edi, Boim, Yono,

Banon, Christian, Sakeus, Yanto, dan Syam. Dana dan Kencana yang

merupakan anak kandung dari Ngulih juga sebagai pengobat. Agus bertugas

sebagai orang yang mengolesi, meneteskan minyak ke pasien pada saat tim GS

melakukan kontrol.

Beberapa pengobat di GS yang ada hubungan kerabat dengan Ngulih antara

lain yaitu Edi (keponakan Ngulih), Fredy (keponakan Ngulih), Christian (nenek

Christian adik dari kakek Dana), Banon (adik Christian), Sakeus (keponakan

Ngulih). Pengobat di GS tidak hanya berasal dari keturunan maupun kerabat

Ngulih, ada yang sama sekali tidak ada hubungan kerabat seperti Boim, Yanto,

dan Syam berawal karir dari dapur, serta Jojon merupakan mantan pasien

Ngulih kemudian menjadi asisten pertama Ngulih. Pengobat yang tidak ada

hubungan kerabat dengan Ngulih melewati tahapan awal yaitu bertugas di

dapur, kemudian menjadi petugas kebersihan, mengikuti tim kontrol harian dan

membantu-bantu seperti memegang pasien atau membalut spalk dengan kapas

dan perban putih, kemudian diangkat menjadi pengobat GS oleh Ngulih.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

54

Para pengobat datang setiap hari, tidak ada hari libur bagi pengobat kecuali

pengobat yang berhalangan hadir. Jam kerja pengobat dari pagi sekitar pukul

07.00 sampai malam hari sekitar pukul 21.00. Jam kerja ini tidak bersifat tepat

karena ada pengobat yang tinggal di wilayah GS datang lebih pagi atau ada

pengobat yang tinggal di luar wilayah GS datang lebih siang. Pada siang hari

pengobat melakukan kontrol ke pasien-pasien rawat inap, tim kontrol ini terdiri

dari sekitar sepuluh orang, angka ini pun tidak bersifat tepat karena terkadang

ada petugas kebersihan atau petugas lapangan lain yang turut serta dalam tim

kontrol ini.

Barus, Boim, Sakeus, Agus, Yanto, Syam, dan Pardy termasuk kedalam

tim kontrol harian, akan tetapi setiap harinya terdapat dua pengobat yang

dianggap sebagai orang yang dianggap paling berpengalaman dalam hal

pengobatan, diantaranya yaitu Jojon, Fredy, Yono, dan Christian, sedangkan

Banon bertugas di ruang pengobatan ditemani dua pengobat yang dianggap

paling berpengalaman lainnya. Misalnya hari ini tim kontrol harian beserta

Jojon dan Fredy, maka yang menjadi petugas di ruang pengobatan bersama

Banon adalah Yono dan Christian.

Pengobat mempunyai pasien langganan, baik pasien rawat jalan maupun

pasien rawat inap. Biasanya berawal dari pasien yang diobati oleh pengobat

pada saat pasien di rawat inap, setelah pasien tersebut pulang kemudian pada

saat pasien kontrol ke GS, ia akan meminta pengobat tersebut untuk

mengobatinya.

Pada malam hari, terdapat jadwal jaga malam (piket) baik bagi pengobat

maupun petugas lapangan. Pengobat yang tidak mempunyai tugas untuk jaga

malam adalah Jojon, karena beliau dianggap ‘sepuh’. Jadwal jaga malam para

pengobat setiap harinya bergantian, misalnya pada tanggal 1 yang bertugas jaga

malam adalah Fredy, maka pada tanggal 2 yang bertugas adalah Banon, pada

tanggal 3 yang bertugas adalah Sakeus dan Boim, pada tanggal 4 yang bertugas

adalah Christian dan Yanto, pada tanggal 5 yang bertugas adalah Yono, pada

tanggal 6 yang bertugas adalah Edy dan Syam. Kemudian pada tanggal 7 yang

kembali bertugas adalah Fredy, dan begitu seterusnya. Jadwal jaga malam ini

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

55

tertulis dipapan informasi yang tertempel di dinding ruang kantor. Jaga malam

dimulai sekitar pukul 21.00 hingga pukul 06.00.

Foto 11. Seragam pengobat Guru Singa (sumber: dok. Pribadi)

Para pengobat di pengobatan patah tulang GS menggunakan seragam dalam

kegiatannya sehari-hari. Pada hari Minggu, Senin, Selasa, dan Rabu seragam

yang digunakan berwarna biru-putih. Pada hari Kamis dan Sabtu, seragam yang

digunakan berwarna merah-putih, sedangkan pada hari Jumat pengobat tidak

menggunakan seragam. Seragam dipakai dari pagi hari (saat pengobat memulai

hari untuk mengobati) hingga malam hari sekitar pukul 19.00, setelah itu

pengobat menggunakan pakaian yang biasa, bukan seragam. Nama pengobat

tertulis pada sisi depan sebelah kanan seragam. Seragam yang berwarna merah,

diberikan oleh perusahaan tempat perban elastis dibeli. Pihak perusahaan

mengantarkan perban elastis yang kemudian dibayar oleh pihak GS.

3.2.2 Pemegang Status Kondisi Pasien (medical record)

Foto 12. Status kondisi pasien (sumber: dok.Pribadi)

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

56

Barus dan Laju bertugas sebagai orang yang memegang status kondisi

(medical record) pasien, terkadang perawat pun bertugas memegang status

pasien ini. Status pasien berbentuk selembar kertas yang bertuliskan nama,

tanggal masuk, gambar rangka manusia (yang kemudian di tandai bagian tubuh

mana yang sakit), dan tindakan yang dilakukan kepada pasien tersebut. Status-

status pasien ini dikumpulkan berdasarkan ruang rawat dan di satukan dalam

map besar. Selain Barus dan Laju yang memegang map berisi status ini adalah

Sakeus dan Paulina. Jika ada keluarga atau kerabat pasien yang menanyakan

kondisi pasien rawat inap ke ruang kantor, maka petugas ini akan mengambil

map status yang tersimpan di dalam lemari, kemudian menerangkan kondisi

pasien setelah melihat lembar status pasien.

3.2.3 Medis

Kerjasama antara medis dan pengobatan patah tulang GS sudah berlangsung

sekitar lebih dari sepuluh tahun. Kerjasama dengan tim dokter ini berawal dari

kerjasama dengan salah seorang dokter kemudian berlanjut hingga sekarang.

“Sebelumnya kerjasama sama bosnya dia, bosnya dia udah praktek di

Banten, dia suruh anak buahnya disini”

Ada sekitar enam dokter yang menjadi anggota tim dokter yang bekerja sama

dengan pengobatan GS.

Setiap malam pada hari senin sampai jumat, dokter berkeliling dari satu

ruang rawat ke ruang rawat yang lainnya. Dokter datang ke GS sekitar pukul

20.00 atau 21.00. Ia berkeliling bersama perawat dan seorang apoteker. Pada

saat berkeliling, perawat memberitahu kondisi terakhir pasien, misalnya ada

pasien yang baru dirawat inap, maka pasien tersebut termasuk kedalam daftar

pasien yang harus diperiksa oleh dokter. Pasien yang baru dirawat inap di GS

akan diperiksa dokter untuk mengetahui bagaimana kondisi pasien saat itu, obat

yang biasa diberikan untuk pasien adalah penghilang rasa nyeri. Sedangkan

pasien rawat inap lainnya ditanya sepintas “Ada yang sakit?”, jika ada pasien

yang merasa sakit, barulah pasien mengatakan kepada dokter atau perawat,

kemudian dokter akan memeriksa pasien tersebut. Jika tidak ada, maka dokter

akan berpindah ruang rawat berikutnya.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

57

Ada seorang apoteker yang mendampingi dokter pada saat berkeliling.

Tugas apoteker disini menyebutkan nama dan obat-obatan yang akan diberikan

kepada pasien tersebut, kemudian dicatat di atas kertas resep oleh dokter dan

dokter yang menentukan dosis yang akan diberikan. Setelah resep obat selesai

di tulis, dokter menyerahkan resep tersebut kepada apoteker untuk dicarikan

obat-obatnya. Keesokan malamnya, apoteker datang dengan membawa obat-

obatan para pasien sesuai dengan resep yang ditulis dokter.

Bila terdapat kondisi pasien yang harus dijahit maka tugas itu diserahkan

kepada tim medis, jika perawat tidak dapat menangani maka dokter dipanggil

(ditelepon) untuk segera datang ke GS.

“Karena kan kita ini dibantu medis. Jadi medis ini dia membantu, ada luka

yang ngejahitnya ya dokter”.

Perawat bernama Paulina menginap di GS setiap hari kecuali hari minggu.

Ruang medis yang bergabung dengan ruang rawat Sibolangit menjadi tempat

beristirahat perawat ini. Perawat bertugas memegang status pasien pada saat tim

GS mengontrol pasien-pasien rawat inap, membantu membersihkan luka-luka

pasien, menyuntik pasien dengan kondisi tertentu, dan sebagainya.

3.2.4 Kontrol harian

Pada saat kontrol keliling pasien rawat inap GS, ada petugas yang

membawa plastik berisi kapas, perban putih, cairan antiseptik yaitu Dirman dan

Pardy. Tidak sekedar membawa, Dirman dan Pardy juga membantu membalut

spalk dengan kapas dan perban putih, serta memegang tubuh pasien yang akan

dibuka dan diganti perbannya. Ada yang bertugas membawa perban elastis secara

bergantian, terkadang pengobat pun membawa perban elastis tersebut. Perban

elastis ini berfungsi untuk mengganti perban elastis pasien yang balutan

perbannya dibuka. Terdapat tiga ukuran perban elastis yaitu kecil, sedang, dan

besar. Masing-masing mempunyai harga yang berbeda-beda yaitu Rp.35.000,-,

Rp.45.000,- dan Rp.55.000,-. Bila ada pasien yang balutan perbannya dibuka

namun belum mempunyai perban elastis selain yang dipakai, keluarga pasien

diharapkan membeli perban elastis yang baru. Biasanya untuk buka balutan

pertama kali, pengobat langsung memasang perban elastis yang baru, setelah

selesai lalu orang yang memegang perban elastis meminta keluarga untuk

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

58

membayar perban elastis tersebut, bayar ditempat. Penggantian perban elastis

yang baru dilakukan pada lima hari setelah pasien dirawat inap di GS karena

biasanya pada pasien yang baru dirawat inap belum mempunyai perban elastis

yang lain, yang ia punya hanyalah perban elastis yang sedang dipakainya, untuk

itu perban elastis yang baru disarankan untuk dibeli. Tetapi jika pasien sudah

mempunyai perban elastis selain yang dipakainya, pasien diperkenankan untuk

menggunakan perban elastis itu untuk mengganti perban elastis yang telah

dipakai.

Perban elastis yang sudah dipakai, dibuka, dan dicuci dengan cara

merendamnya dengan sabun cuci selama semalam kemudian keesokan harinya

perban elastis dicuci seperti biasa mencuci baju. Setelah dicuci, perban elastis

dijemur hingga kering, dan digulung agar rapih serta agar pengobat dapat mudah

menggunakan perban elastis tersebut sebagai pengganti perban elastis yang telah

terpakai pasien. Pembukaan balutan perban ini dilakukan setiap lima hari sekali

terhitung sejak pasien menjadi pasien rawat inap di GS. seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya, jika terdapat kondisi pasien seperti spalk yang miring atau

terdapat cairan (melepuh) pada kulit pasien, maka pembukaan balutan perban

dapat dilakukan.

3.3 Pasien, latar belakang pemilihan pengobatan, dan interaksi

3.3.1 Ynt

Ynt berusia sekitar enam puluh tahun, tertabrak motor pada saat ia akan

berangkat kerja. Kecelakaan tersebut terjadi di dekat rumah Ynt. Orang-orang

yang berada disekitar lokasi kejadian membawa Ynt ke rumahnya, setelah itu

dipanggillah mantri kesehatan dekat rumah Ynt. Mantri kesehatan memberikan

surat rujukan ke Rumah Sakit Persahabatan, akan tetapi Ynt tidak mau ke RS

karena dianggap bahwa kondisi luka Ynt tidak berat. Ia berpendapat bahwa luka

yang dideritanya tidak berat karena luka dalam (tulang yang patah tidak

menembus daging dan kulit, sehingga tidak perlu untuk dibawa ke Rumah Sakit).

“…dikasih surat pengantar (dari mantri kesehatan dekat rumah) ke Rumah

Sakit Persahabatan tapi ternyata kan luka saya nggak berat, kenapa kok

harus dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan?”.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

59

“Yo artinya kalau dibawa ke rumah sakit kan otomatis lukanya, ketabrak

kan luka, kita kan nggak ada luka, cuma luka dalem, jadi cukup dibawa ke

Guru Singa aja. Kalau di Guru Singa kan ‘patah tulang’, udah ketauan ini

patah tulang. Kecuali saya keadaan babak belur perlu diobatin, perlu dirawat

dulu di rumah sakit, lah mungkin saya dibawa ke rumah sakit. Itu

pertimbangan saya itu. Kedua, pertimbangan keduanya kalau di rumah sakit,

karena sakit dalam, patah tulang, pasti dioperasi dan biasanya makan biaya

banyak. Jadi saya mendingan dibawa ke sini, patah tulang ini.”

Ia meminta untuk dibawa ke GS saja, karena ia percaya kalau ada kecelakaan

yang berhubungan dengan tulang maka dibawalah ke GS, walau sebelumnya Ynt

belum pernah berobat di GS. Ia pernah ke GS untuk menjenguk saudaranya yang

dirawat. Penulis menanyakan kepada Ynt bagaimana ia tahu mengenai GS, ia

menjawab bahwa ia tahu dari masyarakat setempat (masyarakat sekitarnya yang

menceritakan mengenai GS).

Setelah sampai di GS, tulang kaki kanan Ynt direposisi dan dibalut dengan

perban elastis. Pada tahap awal ini pengobatan yang Ynt alami serupa dengan

pengobatan pasien pada umumnya, tetapi setelah tiga hari dirawat di GS Ynt

mengalami strok ringan. Lidah Ynt terasa kaku dan menutup tenggorokan

sehingga ia tidak dapat berbicara. Istri Ynt melaporkan kejadian tersebut kepada

pihak GS kemudian dokter datang melihat keadaan Ynt. Dokter mengatakan Ynt

terkena strok ringan, dan dokter memberikan obat untuk Ynt. Reaksi obat tersebut

dianggap cepat oleh Ynt, yaitu sekitar satu jam. Kemudian sekitar dua hari Ynt

kembali pulih dari strok ringannya. Ynt diberitahu dokter bahwa sakitnya ini tidak

ada hubungannya dengan patah tulang, sehingga Ynt tidak merasa bahwa sakit ini

akibat dari pengobatan patah tulang.

Dalam proses pengobatan patah tulang ini Ynt merasakan kakinya seperti

bengkak dan terlihat dari celah perban elastis kulit kakinya melepuh. Ynt

melaporkan ke petugas GS mengenai keadaan kakinya, setelah itu petugas GS

membuka perban elastis yang membalut kaki Ynt kemudian terlihatlah kulit kaki

Ynt yang melepuh. Perawat GS menggunting kulit bagian atas Ynt untuk

menghilangkan cairan. Sekitar tiga sampai lima hari kemudian, kulit kaki Ynt

yang digunting mengering. Setelah mengering, proses pengobatan untuk Ynt sama

dengan proses pengobatan pasien lainya. Melepuhnya kulit kaki Ynt ini

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

60

dikarenakan kulit Ynt yang sensitif terhadap minyak GS. Pada saat kulit kaki Ynt

melepuh, minyak tidak digunakan sementara, tetapi perawat GS mengoleskan

salep agar kulit kaki Ynt cepat mengering.

Keluhan Ynt kepada pengobatan GS lebih ditekankan pada fasilitas tempat

tidur yang disediakan untuk pasien rawat inap. Tempat tidur yang beralaskan tikar

ini dirasa kurang nyaman, bukan karena terbuat dari kayu, tetapi karena tikar yang

digunakan tidak diganti atau dijemur setelah pasien yang sebelumnya keluar dari

ruang rawat inap. Ynt katakan bahwa badannya merasa gatal-gatal karena alas

tikar tersebut sehingga hal ini dianggap menjadi salah satu penghambat dalam

pengobatan patah tulang. Ynt menggunakan bedak bayi untuk mengurangi rasa

gatal dibadannya. Disaat menggaruk tubuh yang gatal, Ynt secara tidak langsung

akan menggerakkan kakinya sehingga hal ini dianggap penghambat.

Selama dirawat di GS, Ynt ditemani oleh istri. Istri Ynt berusia sekitar sama

dengan umur Ynt, istri Ynt ‘diberi jabatan’ “Ibu Lurah” oleh Hn, salah seorang

pasien GS yang ‘dinobatkan’ sebagai “Ketua RT” karena lamanya Hn menjadi

pasien rawat inap di GS khususnya di ruang bangsal Kambuna.

Ynt merasa para pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan GS bersikap

ramah dan bersahabat. Pernyataan serupa yang diucapkan istri Ynt yaitu para

pengobat atau pihak-pihak yang terlibat seolah seperti keluarga, begitu pun

kepada pasien dan keluarga pasien lainnya dirasa seolah seperti satu keluarga. Istri

Ynt dapat meminta tolong kepada pihak GS dengan tidak canggung seperti pada

saat lubang pembuangan kotoran di kamar mandi sedang penuh, ia meminta

kepada pihak GS untuk segera dibersihkan dengan memanggil ‘sedot WC’. Istri

Ynt menceritakan bahwa peralatan seperti ember, gayung, sapu, dan lain

sebagainya Ia beserta keluarga pasien lain yang membelinya. Alat-alat tersebut

tidak disediakan GS.

3.3.2 Al

Al berusia sekitar lima puluh tahun menderita patah kaki tungkai bawah. Ia

terjatuh dari peron stasiun kreta Pondok Kopi karena hendak menarik tangan

orang yang berada dibawah peron untuk naik, mungkin karena orang tersebut

memiliki tenaga lebih kuat dari Al sehingga Al tidak dapat menarik orang tersebut

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

61

ke atas peron justru Al-lah yang tidak sengaja ditarik orang tersebut kebawah. Al

dibawa ke GS oleh masyarakat sekitar lokasi kejadian, termasuk orang tersebut.

Akan tetapi, selama Al dirawat di GS, orang tersebut tidak pernah menjenguk Al.

Tempat tidur Al berada di depan tempat tidur Ynt yang berjarak sekitar satu

meter. Proses pengobatan yang dialaminya di GS sama dengan proses pengobatan

pada pasien lain yang serupa keadaannya yaitu patah tulang tungkai bawah. Saat

awal-awal Al dirawat, terlihat dari raut wajah dan sikap yang ditunjukkan bahwa

Ia merasa tidak terima dengan keadaan yang sedang dialaminya, akan tetapi

setelah dirawat sekitar dua minggu lebih Al terlihat dapat menerima keadaannya.

Selama Al dirawat ia hanya ditemani oleh istrinya, sesekali anaknya datang

menjenguk.

Pada saat penulis berada di dekat Al dan istri serta Ynt dan istri, penulis

mendengar jelas suara benturan dari tempat tidur Al. Sepertinya ada bagian tubuh

Al yang terbentur, kami (penulis, Ynt dan istri Ynt) terkaget, begitu juga dengan

istri Al, namun istri Al menanggapi dengan emosi. Dengan mengeluarkan kata-

kata “Sukurin!”, istri Al berbicara sendiri (ngedumel), yang intinya ia kesal

karena Al menolong orang tapi justru Al yang terjatuh, dibilang sok-baik-lah, dan

sebagainya. Kata-kata yang terlontar dari mulut istri Al membuat istri Ynt

berkomentar bahwa kita (keluarga pasien) itu semua sama-sama merasakan. Istri

Ynt berkata bahwa ini adalah ujian Tuhan, sampai sejauh mana kesabaran kita.

Al dan istri merasa bahwa petugas GS cukup baik dan bersahabat sehingga

mereka merasa GS cukup nyaman sebagai tempat rawat inap. Istri Al merasa lebih

nyaman karena fasilitas yang terdapat di GS diantaranya yaitu televisi. Istri Al

menjadi penggemar salah satu sinetron di televisi sehingga Ia tidak merasa

ketinggalan cerita terbaru dari sinetron tersebut walaupun harus menonton di

ruang tv, karena televisi yang berada di ruang rawat berada cukup jauh dari

tempat tidur Al sehingga suara dari televisi tersebut tidak terdengar jelas. Al

merasa tidak ada hiburan karena televisi berada cukup jauh darinya, itu yang

dikeluhkannya.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

62

3.3.3 Jm

Jm berusia sekitar 45 tahun. Kecelakaan di tempat kerja mengakibatkan Ia

dirawat di GS. Jm bekerja di pelabuhan Tanjung Priok, di bagian gudang. Dari

tumpukan barang-barang yang berada di gudang ia sering melompat dari suatu

tempat ke tempat lain. Pada saat Ia akan melompat dari suatu tumpukan barang

yang ketinggiannya sekitar satu meter, Ia terjatuh dan mengalami patah kaki

tungkai atas. Oleh pihak kantor tempat Jm bekerja, ia dibawa ke GS. Biaya selama

perawatan ditanggung oleh kantor tempat Jm bekerja tetapi tidak termasuk biaya

obat yang dibeli bukan dengan resep dokter GS. Istri Jm bercerita bahwa Ia

pernah membeli obat bukan dari resep dokter GS, tetapi berdasarkan informasi

yang Ia dapatkan dari keluarga pasien yang lain yaitu obat untuk mengempeskan

bengkak di kaki Jm.

Di Jakarta, Jm hidup sendiri tanpa keluarga karena keluarganya berada di

Demak. Istri Jm datang dari Demak untuk menemani Jm selama dirawat. Jm

menjadi pasien rawat inap di GS hampir tiga bulan. Sekitar dua bulan pertama,

kondisi Jm mulai membaik. Menurut cerita Jm, pengobat GS berkata padanya

bahwa Ia sudah boleh belajar berjalan, sudah dua kali Jm belajar berjalan dengan

tongkat milik Hn (pada waktu itu, tempat tidur Hn tepat berada di depan tempat

tidur Jm). Setelah Jm belajar berjalan, kakinya ditarik kembali (reposisi) oleh

salah seorang pengobat. Setelah kakinya ditarik, pada malam harinya, kaki Jm

bengkak. Bengkak yang cukup besar, berbentuk seperti ada balok kayu seukuran

panjang kebawah sekitar 20cm dan lebar ke samping sekitar 10cm dengan tebal

sekitar 3-5cm, yang menempel di kaki kanannya yang patah.

Jm dan keluarga berharap ada tindakan lebih yang dilakukan pihak GS

selain menunggu bengkak tersebut kempes dengan diolesi minyak. Kaki Jm tidak

dibalut perban karena bengkak, hampir tiga minggu kaki yang bengkak tersebut

hanya diolesi minyak GS. Menurut cerita istri Jm, pihak GS pun tidak tahu

mengapa kaki Jm menjadi bengkak sebesar itu. Hal ini juga dikemukakan para

pengobat GS yang penulis tanyai, mereka tidak mengetahui mengapa kaki Jm bisa

seperti itu.

Selama dirawat di GS Jm ditemani oleh istri. Sekitar lima hari sebelum Jm

dan keluarga memutuskan untuk pulang ke Demak, anak Jm dan adik ipar Jm

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

63

datang dari Demak untuk menemani Jm dan istri Jm. Anak Jm (Ll) kelas 4 SD, Ll

izin selama satu minggu tidak bersekolah karena Ia ke Jakarta.

Ada rencana untuk membawa pulang Jm ke Demak. Istri Jm berkata bahwa

di Demak Ia mempunyai banyak saudara yang akan mengurus, kalau di sini

(Jakarta) Ia hidup sendiri, tidak ada saudara. Istri Jm berkata bahwa Ia sering

disuruh ‘sabar’ oleh pihak GS, Istri Jm mengaku bisa untuk bersabar dengan

keadaan yang sedang dialami suaminya, akan tapi Ia memikirkan Jm yang

merasakan sakitnya. Hampir setiap malam, Jm tidak bisa tidur karena sakit di

kakinya yang bengkak. Raut wajah Jm terlihat tegang bahkan terkesan stres,

sepertinya bengkak kakinya ini sangat mempengaruhi pikiran Jm.

Adik ipar Jm yang baru datang dari Demak menginginkan ada tindakan

yang diambil oleh pihak GS, tidak hanya sekedar menunggu bengkaknya kempes,

atau tidak hanya dengan saran bahwa keluarga pasien harus sabar. Ia dan istri Jm

berencana membawa Jm untuk rontgen, setelah panjang lebar kami berbincang,

rencana rontgen tersebut terhenti karena perlu biaya lebih untuk membawa Jm

rontgen, termasuk untuk sewa ambulan. Keputusan diambil bahwa pihak keluarga

harus menunggu pihak kantor untuk kelanjutannya, apakah dibawa ke rumah

sakit, atau dibawa pulang ke Demak. Pada akhirnya Jm dan keluarga beranjak dari

GS menju Demak.

3.3.4 Hn

Hn berusia sekitar 34 tahun. Patah kaki tungkai bawah. Hampir empat bulan

Ia menjadi pasien rawat inap di GS akibat kecelakaan motor. Motor yang

dikendarainya ‘tidak sengaja’ tertabrak oleh mobil, Ia katakan bahwa Ia tidak

berpikir buruk mengenai mobil tesebut, karena setelah ‘tidak sengaja’ mobil

mengenai motornya sehingga terjadi kecelakaan itu, mobil melaju begitu saja

tanpa berhenti untuk melihat keadaan Hn beserta motor yang telah tertabrak

olehnya. Kecelakaan terjadi di daerah Tanjung Priok. Masyarakat sekitar lokasi

kecelakaan membawa Hn ke GS.

Pada awal Hn dirawat inap, salah seorang teman menjaganya. Setelah itu ia

meminta tolong kepada salah seorang temannya yang kurang mampu untuk

menjaganya dengan perhitungan upah yang sudah disepakati bersama. Selang

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

64

beberapa waktu menjaga Hn, temannya tersebut juga sambilan menjaga pasien

yang lain. Awalnya Hn tidak mempermasalahkan karena temannya itu pun diberi

upah oleh pasien lain yang dibantunya, akan tetapi semakin lama semakin

temannya itu menjadi penjaga pasien-pasien yang lain justru tidak menjaga Hn

sehingga Hn kesal dan temannya itu tidak dipekerjakan untuk menjaganya lagi.

Hampir empat bulan Hn dirawat di GS Ia dijenguk oleh orang tuanya

hanyalah setengah jam. Di Jakarta terdapat saudara Hn yang tinggal di Tanjung

Priok sebagai tempat tinggalnya selama di sini. Hn menyelesaikan jenjang sarjana

di salah satu universitas swasta dan bekerja di wilayah Jawa Tengah.

Jika ada pasien yang baru dirawat inap di Kambuna, Hn menyambutnya

dengan perbincangan serta diberitahu mengenai keadaan ruang rawat Kambuna.

Hal ini penulis alami pada saat pertama kali penulis menginjakkan kaki ke ruang

rawat Kambuna. Hn dengan tegas tidak memperbolehkan alas kaki masuk

kedalam ruang rawat Kambuna, alasannya adalah karena tidak ada petugas khusus

untuk membersihkan ruang rawat Kambuna sehingga bersih atau tidaknya

ruangan sesuai dengan penghuninya.

Hn merasa bahwa pasien dan keluarga pasien di Kambuna merupakan

keluarganya juga. Kebersihan ruang rawat Kambuna dijaga oleh para

penghuninya baik pasien maupun keluarga, selain itu keperluan Hn seperti

pakaian dan perban dicucikan oleh keluarga pasien. Hn sangat bersyukur atas

kebaikan keluarga pasien kepadanya. Hn diangkat atau mengangkat dirinya

menjadi Ketua RT di ruang rawat Kambuna ini dikarenakan Ia menjadi pasien

terlama yang dirawat inap di GS khususnya ruang rawat Kambuna.

Kekurangan GS menurut Hn adalah tidak adanya ruang rawat khusus untuk

anak kecil. Secara umum, Hn merasa nyaman dirawat di GS karena para pengobat

dan pihak-pihak terlibat yang lainnya bersikap akrab dan ramah seolah bagaikan

keluarga.

3.3.5 Humor pengobat

Humor-humor yang dilontarkan para pengobat pada pengobatan patah

tulang GS dapat dengan mudah ditemui, baik pada saat pengobatan di ruang

pengobatan maupun di ruang rawat inap pada saat kontrol harian. Pada ruang

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

65

pengobatan, seperti yang sedikit dijelaskan pada bagian sebelumnya, terdapat

benda-benda yang tidak hanya digunakan sebagaimana fungsi aslinya tetapi juga

digunakan untuk alat humor.

Ada pasien yang pada bagian wajahnya (sekitar dagu) di jahit akibat

kecelakaan, kemudian salah seorang pengobat mengambil mistar yang

tergantung di dinding. Berikut percakapan singkat yang penulis dengar, seperti

berikut:

Pengobat : “Jahitannya mau dibuka sekalian nggak?” dengan

memasang wajah serius dan menempelkan

mistar ke dagu pasien, seolah pengobat

tersebut akan membuka jahitan dengan mistar

Keluarga Pasien : “Memang di sini bisa?”

Pengobat : “Ya bisa”

Keluarga Pasien : “Ya sudah, terserah”

Kemudian pengobat tersebut tertawa: “Hahaha, ibu pasrah banget..” sambil

menggantungkan mistar kembali. (mistar digantung berdekatan dengan

gergaji).

Setelah selesai mengobati pasien, pengobat berkata bahwa yang harus

dipantang pasien adalah es dan makanan yang haram. Setelah itu keluarga

pasien bertanya kepada pengobat tentang pantangan selain es dan makanan

yang haram kemudian dijawab oleh

Pengobat :“ikan-ikanan”

Keluarga pasien : “O, ikan-ikanan juga nggak boleh”

Penulis yang mendengar pun bertanya kepada pengobat, karena selama ini

yang penulis tahu hanya dua hal itu saja yang menjadi pantangan yaitu es

dan makanan yang haram. “Memang, ikan-ikanan juga nggak boleh??”

Dijawab oleh pengobat yang lain, menjelaskan “Iya, ikan-ikanan

nggak boleh, tapi kalau ikan beneran ya nggak apa-apa. Hahaha”.

Pada saat kontrol harian, ada keluarga pasien yang bertanya kepada pengobat,

“Apakah pasien sudah boleh didudukin?” (maksudnya, pasien sudah boleh duduk

atau belum?), namun dijawab serentak oleh pengobat yang menangani pasien

tersebut, “Jangan!”. Keluarga pasien menanyakan mengapa, kemudian dijawab

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

66

bahwa “Kalau didudukin, jangan. Tapi kalau didudukkan, ya nggak apa-apa. Ntar kalau

didudukin kasian….”

Di ruang pengobatan ada seorang pasien yang sedang ditangani oleh Fredy,

pasien menceritakan bahwa Ia sedang mengendarai motor kemudian tertabrak

oleh motor di daerah Cakung. Penabrak hanya memberi uang Rp.20.000,-

untuk memperbaiki motornya. Kemudian Fredy berkata (seolah bercerita),

“Waktu itu saya menabrak orang di daerah Cakung, terus orang itu saya kasih dua puluh

ribu. Wah, berarti uangnya balik lagi ke saya donk..hehehe..”

Penulis sering mengucapkan “ALLAHU AKBAR” pada saat kaget, lupa, dan lain

sebagainya. Pada suatu ketika, penulis teringat sesuatu yang sempat penulis

lupakan, maka penulis mengucapkan takbir tersebut. Salah seorang pengobat

bertanya ada apa, penulis menjawab bahwa penulis “lupa” (maksudnya, ada

sesuatu yang penulis lupakan), kemudian dikomentari oleh pengobat tersebut,

“Kalau lupa itu bukan ALLAHU AKBAR”, penulis berkata “Astaghfirullah,,,?”.

Dijawab kembali “Bukan, kalau lupa itu lali (Lupa-bahasa Jawa)”.

Ada seorang ibu berbadan besar yang mengantar anaknya kontrol, diledeki

oleh orang-orang GS, “Pintunya cukup nggak tu?”, ibu ini cukup ramah, dia

berkata kepada penulis dengan menceritakan bahwa mereka (petugas GS)

memang seperti itu, suka bercanda. Tak lama kemudian ada pasien bertubuh

besar juga datang berobat ke GS, salah seorang petugas GS menegur pasien

tersebut “Mba-mba, masa’ ditantangin sama ibu ini” (maksudnya pasien yang baru

datang ditantang oleh ibu itu karena kedua badan orang ini cukup besar),

pasien dan ibu itu pun tertawa.

Ada pasien yang sudah dua kali penulis lihat berobat jalan, perempuan

berumur sekitar 30 tahun mengeluh kakinya sakit. Setelah hampir selesai

diobati, Ia berkata kepada Boim “Mungkin ini karena waktu saya di Saudi (Arab),

pernah di gips dua bulan”. “Ooo, iya. Mungkin” jawab Boim. Untuk keduakalinya

perempuan itu datang lagi dan bertemu dengan Boim lagi, kembali Ia

mengatakan “Waktu saya di Saudi pernah di gips dua bulan”. Kemudian Boim

menanggapinya, dengan sedikit meledek yang intinya Ia harus sembuh agar

bisa ke Saudi lagi.

Salah seorang keluarga pasien bertanya kepada Sakeus “Ada perkembangan ga?”

(maksudnya menanyakan perkembangan kondisi tulang yang patah) dijawab

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

67

oleh Sakeus “Kalau perkembangan nggak ada, tapi sudah bagus. Kalau

‘berkembang(bunga)’ akan repot nantinya…”

Pada saat Banon mengobati pasien, Ia mengatakan bahwa tangan yang sedang

diobatinya tidak akan sama seperti tangan yang satunya lagi. Pasien bertanya

dengan nada suara yang sedikit kaget, Ia mengira bahwa tangannya tidak akan

kembali sembuh seperti tangan yang satunya lagi. Kemudian dijawab oleh

Banon “Ya nggak mungkin sama, kan yang satu tangan kanan, yang satunya tangan kiri…”

Fungsi humor pada umumnya yang terutama adalah sebagai penglipur hati

pendengarnya (maupun penceritanya) yang sedang lara. Hal ini disebabkan karena

humor dapat menyalurkan ketegangan batin, yang ada mengenai ketimpangan

norma-norma masyarakat. Seperti kita ketahui ketegangan batin dapat

dikendurkan melalui tawa. Tawa akibat mendengar humor menurut Bliss (1915

dalam Danandjaja, 1991: 29) dapat memelihara keseimbangan jiwa dan kesatuan

sosial dalam menghadapi keadaan yang bertentangan (incongrous), keadaan yang

tak tersangka-sangka, atau perpecahan masyarakat (Danandjaja, 1991: 29).

Humor-humor yang dilontarkan pengobat tampatknya mengurangi ketegangan-

ketagangan yang terjadi dalam pengobatan.

Pengobatan Tradisional Patah..., Ida Rahmadewi, FISIP UI, 2009