bab 3 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab3/2007-3-00494-tisi bab 3.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1. Pengertian Kualitas
Dimasa kini, kualitas mendapat perhatian khusus dari para industrialis dan
konsumen. Kualitas merupakan faktor utama yang memegang peranan yang sangat
penting bagi konsumen dalam memilih produk untuk dikonsumsinya. Disamping itu,
kualitas juga merupakan kunci / faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan.
Manufaktur maupun jasa baik secara langsung maupun tidak langsung bergantung
kepada kualitas prosuk dan pelayanan yang diberikan. Perusahaan saling
berkompetensi dalam menghasilkan produk yang berkualitas maupun pelayanan yang
memuaskan guna memperebutkan dan mempertahankan pangsa pasar di bidang
industrialisasi.
Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan adalah kualitas
barang dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan
jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan konsumennya. Oleh karena itu
perusahaan perlu mengenal konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan
dan keinginannya. Terdapat banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang
sebenarnya pengertian yang satu hampir sama dengan pengertian yang lain.
32
Banyak ahli yang mendefinisikan kualitas yang secara garis besar orientasinya
adalah kepuasan pelanggan yang merupakan tujuan perusahaan yang berorientasi
pada kualitas. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara garis besar, kualitas
adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau jasa dalam tujuannya untuk
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pelanggan yang dimaksud di sini
bukan pelanggan atau konsumen yang hanya datang sekali untuk mencoba dan tidak
pernah kembali lagi, melainkan mereka yang datang berulang-ulang untuk membeli
dan membeli. Meskipun demikian, konsumen yang baru pertama kali datang juga
harus dilayani sebaik-baiknya, karena kepuasan yang pertama inilah yang akan
membuat pelanggan datang dan datang lagi. Suatu produk dikatakan berkualitas
mempunyai nilai subjektifitas yang tinggi antara satu konsumen dengan konsumen
lain. Hal inilah yang sering didengar sebagai dimensi kualitas yang berbeda satu dari
yang lain.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas produk atau jasa itu akan dapat
diwujudkan bila orientasi seluruh kegiatan perusahaan tersebut berorientasi pada
kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction). Apabila diutarakan secara rinci, kualitas
memiliki dua perspektif, yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen, dimana
bila kedua hal tersebut disatukan maka akan dapat tercapai kesesuaian antara kedua
sisi tersebut yang dikenal sebagai kesesuaian untuk digunakan oleh konsumen.
Menurut Russel (1996), hal ini dapat digambarkan seperti pada gambar 3.1. (Ariani,
2003, p5-6).
33
Sumber : Ariani, 2003.
Gambar 3.1. Dua Perspektif Kualitas
Pada gambar di atas dapat terlihat bahwa kedua perspektif tersebut akan
bertemu pada satu kata, yaitu Fitness for Consumer Use. Kesesuaian untuk digunakan
tersebut merupakan kesesuaian antara konsumen dengan produsen, sehingga dapat
membuat suatu standar yang disepakati bersama dan dapat memenuhi kebutuhan dan
harapan kedua belah pihak. Kegiatan pengendalian kualitas pun tidak hanya meliputi
penetapan standar produk atau proses dari pihak produsen, melainkan standar yang
ditetapkan produsen tersebut juga harus sesuai dengan spesifikasi atau toleransi yang
ditetapkan oleh pihak konsumen. (Ariani, 2003, p5).
Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang
dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Bahkan, yang
terbaik adalah apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan
proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (Work in Process),
34
sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki. Dengan
demikian, produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak
ada lagi pemborosan yang harus dibayar mahal karena produk tersebut harus dibuang
atau dilakukan pengerjaan ulang. (Ariani, 2003, p7).
3.2. Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan proses yang berkelanjutan untuk menjamin
kualitas produk yang dihasilkan. Tujuan pelaksanaan pengendalian kualitas adalah
untuk memperbaiki kualitas produk dan menurunkan ongkos secara keseluruhan.
Terdapat dua pendekatan dalam pengendalian kualitas, yaitu On-line Quality Control
dan Off-line Quality Control.
On-line Quality Control adalah kegiatan pengendalian kualitas yang
dilakukan selama proses manufakturing berlangsung dengan menggunakan Statistical
Process Control (SPC). Sifat on-line quality control adalah tindakan pengendalian
yang reaktif, atau tindakan setelah kegiatan produksi berjalan. Artinya jika produk
yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi yang diharapkan, tindakan perbaikan
terhadap proses dilakukan.
Off-line Quality Control adalah pengendalian kualitas yang dilakukan
sebelum proses produksi atau pengendalian kualitas yang bersifat preventif. Dengan
tindakan secara preventif maka kemungkinan adanya cacat produk dan masalah
kualitas dapat diatasi sebelum produksi berjalan. Pengurangan pada produk cacat
35
akan mengurangi scrap dan produk gagal, yang akhirnya akan mengurangi
pengembalian produk dari konsumen.
Tujuan dari off-line quality control adalah untuk mengoptimasi desain produk
dan proses dalam rangka mendukung kegiatan on-line quality control. Tujuan dan
keuntungan dari pengendalian kualitas pada tahap desain produk adalah :
1. Membuat produk sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan kualitas yang
diharapkan.
2. Mendesain produk sesuai kemampuan manufakturnya, sehingga terlepas dari
kesulitan pada saat produksi dengan biaya yang rendah dan kompetitif.
3. Mengurangi siklus pengembangan produk, sehingga produk sampai ke pasar
sesingkat mungkin.
4. Memperbaiki produktivitas dengan biaya pembuatan yang rendah.
5. Menghasilkan produk dengan kualitas kompetitif tidak hanya pada saat ini tetapi
tetap berkelanjutan.
3.3. Pengendalian Proses Statistik (Statistical Process Control)
Pengendalian proses statistik merupakan suatu terminologi yang mulai
digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik
statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performansi
proses untuk menghasilkan produk berkualitas.
36
Pengendalian proses statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang
digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis, pengelola, dan memperbaiki
proses menggunakan metode-metode statistik. Dengan menggunakan pengendalian
proses statistik ini maka dapat dilakukan analisis dan minimasi penyimpangan atau
kesalahan, mengkuantifikasikan kemampuan proses, dan membuat hubungan antara
konsep dan teknik yang ada untuk mengadakan perbaikan proses. Sasaran utamanya
adalah mengadakan pengurangan terhadap variasi atau kesalahan-kesalahan proses.
(Ariani, 2003, p61)
3.3.1. Variasi Proses
Menurut Gaspersz (2003, p3), variasi merupakan ketidakseragaman dalam
proses operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada produk
(barang/jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal ada dua jenis variasi yaitu :
1. Variasi Penyebab Khusus (Special Causes Variation)
Adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam
sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material,
lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini mengambil pola-
pola non acak sehingga dapat diidentifikasikan/ditemukan, sebab mereka tidak
selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses
sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statiskal
menggunakan peta-peta kendali (control charts), jenis variasi ini sering ditandai
37
dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas
pengendalian yang didefinisikan ( defined control limits ).
2. Variasi Penyebab Umum (Common Causes of Variation)
Adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab
umum sering disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem
(system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk
menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan
hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak
manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian
proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali, jenis variasi ini sering
ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas
pengendalian yang didefinisikan.
3.3.2. Jenis Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data,
kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat
berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua
jenis data, yaitu : (Gaspersz, 1998, p43)
1. Data Atribut
38
Merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis.
Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada
kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah,
banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat
karena corelap, dll. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit
nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
2. Data Variabel
Merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data
variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis,
berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit
dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume
biasanya merupakan data variabel.
3.3.3. Peta Kendali
Peta kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart
dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud
untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang
disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang
disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation).
SPC yang dikembangkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart menggunakan
suatu peta kendali (Control Chart) yang dibuat untuk membedakan antara sumber-
39
sumber yang berhubungan dengan variasi dalam proses. Peta kontrol merupakan alat
ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaannya dipahami secara benar.
(Gaspersz, 1998, p107). Berdasarkan jenis data diatas, maka jenis-jenis peta kendali
terbagi atas peta kendali untuk data variabel dan peta kendali untuk data atribut.
Berikut ini adalah jenis-jenis peta kendali menurut jenis datanya :
Tabel 3.1. Tabel Jenis Data dan Peta Kendalinya
Jenis Data Jenis Peta Kendali
Data atribut • Peta p
• Peta np
• Peta u
• Peta c
Data variabel • Peta X-bar dan MR
• Peta X-bar dan R
• Peta X-bar dan S
Sumber : Gaspersz,1998.
3.3.4. Peta Kendali X dan R
Peta kendali X dan R digunakan untuk memantau proses yang mempunyai
karakteristik berdimensi kontinu, sehingga sering disebut sebagai peta kendali untuk
data variabel. Peta kendali X menjelaskan tentang perubahan-perubahan yang
terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses.
Sedangkan peta kendali R menjelaskan tentang perubahan yang terjadi dalam ukuran
40
variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang
dihasilkan melalui suatu proses.
Langkah-langkah pembuatan peta kendali X dan R (Gaspersz, 2003, p65-66)
adalah sebagai berikut :
1. Tentukan ukuran contoh (n = 3, 4, 5, ...)
2. Kumpulkan banyaknya subgrup (k) sedikitnya 20 subgrup atau paling sedikit 60-
100 titik data individu.
3. Hitung nilai rata-rata dan range dari setiap set contoh.
4. Hitung nilai rata-rata dari semua X , yaitu : X yang merupakan garis tengah
(central line) dari peta kendali X serta nilai rata-rata dari semua R, yaitu : R
yang merupakan garis tengah (central line) dari peta kendali R.
5. Hitung batas-batas kendalinya :
• Batas kendali peta X
UCL = X + (A2* R )
LCL = X - (A2* R )
• Batas kendali peta R
UCL = D4* R
LCL = D3* R
Nilai A2, D4, dan D3 merupakan konstanta yang nilainya dapat dilihat di
lampiran H.
41
6. Buat peta kendali X & R dengan menggunakan batas-batas kendali 3-sigma di
atas. Setelah itu plot data serta lakukan pengamatan apakah data berada dalam
pengendalian statistikal. Apabila semua data pengukuran berada dalam peta
kendali maka kita dapat memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke
waktu. Apabila ada data yang keluar dari batas-batas peta kendali, maka data
tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan sehingga dilakukan perhitungan
ulang dan pembuatan peta kendali yang baru. Proses ini dilakukan sampai semua
data pengukuran berada dalam batas-batas pengendalian.
3.4. Tools yang Digunakan
3.4.1. Brainstorming
Brainstorming merupakan pemikiran kreatif tentang pemecahan suatu
masalah dan akan lebih baik jika dimulai dengan diskusi kelompok, untuk
memberikan gambaran tentang masalah yang akan dihadapi ditinjau dari semua sudut
pandang yang berbeda. Kemudian setiap orang pada diskusi itu mengungkapkan
faktor-faktor yang mungkin berpengaruh pada masalah yang dihadapi tanpa takut
dikritik oleh orang lain, sebab mungkin pendapat dan pandangan satu orang berbeda
dengan pendapat yang lain tentang suatu masalah. Oleh karena itu, dapat membantu
membangkitkan ide-ide alternatif dan persepsi dalam suatu tim kerja sama (team
work) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak malu-malu). Setelah semua faktor yang
42
diungkapkan dicatat, dilakukan penyaringan menjadi faktor yang akan diamati dan
faktor yang diabaikan.
3.4.2. Diagram Alur (Flowcharting)
Diagram alur merupakan diagram yang menunjukkan aliran atau urutan suatu
proses. Diagram tersebut akan memudahkan dalam menggambarkan suatu sistem,
mengidentifikasi masalah, dan melakukan tindakan pengendalian. Pada metode ini,
yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor melalui flowchart proses
pembuatan obyek yang diamati. Dengan melihat pada flowchart maka untuk masing-
masing tahap diidentifikasi faktor-faktor yang mungkin berpengaruh.
3.4.3. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram
sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan
karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Diagram sebab-akibat ini sering disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone
diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa’s
diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari
Universitas Tokyo pada tahun 1953.
43
KARAKTERISTIKKUALITAS
TULANGBESAR
Tulang BerukuranSedang
Tulang kecil
TULANG BELAKANG
TULANGBESAR
TULANGBESAR
TULANGBESAR Tulang kecil
Tulang kecil
Tulang kecil
Tulang BerukuranSedang
Tulang BerukuranSedang
Tulang BerukuranSedang
Tulang kecil
Tulang kecil
Tulang BerukuranSedang
Sumber : Gaspersz, 1998.
Diagram 3.1. Skema Diagram Tulang Ikan
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat dikemukakan
sebagai berikut :
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak
untuk diselesaikan.
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan“, yang merupakan akibat
(efek). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian
gambarkan “tulang belakang“ dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan
masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi
masalah kualitas sebagai “tulang besar“, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-
faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui
stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor : manusia, mesin,
peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dan lain-lain,
44
atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor
penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-penyebab
utama (tulang-tulang besar), serta penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai
“ tulang-tulang berukuran sedang “.
5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab
sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier itu
dinyatakan sebagai “ tulang-tulang berukuran kecil “.
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor
penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap
karakteristik kualitas.
7. Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti : judul,
nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dan lain-lain.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dari suatu masalah yang sedang
dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan berikut :
• Apa penyebab permasalahan itu ?
• Mengapa kondisi atau penyebab permasalahan itu terjadi ?
• Bertanya “ Mengapa “ beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan
penyebab yang cukup spesifik untuk diambil tindakan perbaikan. Penyebab-
penyebab spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam diagram sebab-
akibat.
45
3.4.4. Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh
grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan
seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang
terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Diagram Pareto diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Italia yang
bernama Vilfredo Pareto, dalam studinya mengemukakan mengenai prinsip 80/20.
Prinsip ini kemudian sering disebut dengan Prinsip Pareto yang mengatakan bahwa
80 persen dari semua masalah diakibatkan oleh 20 persen dari penyebabnya. Atau
dapat diidentifikasikan sebagai sebuah pandangan yang vital untuk pemfokusan dari
80% masalah yang timbul, dan mengabaikan sisanya yang 20% itu. Sehingga
diagram ini sangat berguna dalam prioritas pengambilan tindakan-tindakan perbaikan
proses.
Pada dasarnya diagram Pareto mempunyai kegunaan untuk :
• Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
46
• Membandingkan data cacat berdasarkan tipe, dan melihat cacat mana yang paling
umum terjadi.
• Membandingkan masalah-masalah berdasarkan hari tiap minggu atau tiap bulan,
untuk melihat selama periode tersebut masalah yang muncul paling sering.
• Mengurutkan tipe dari keluhan pelanggan, untuk mengetahui keluhan apa yang
paling sering terjadi.
Langkah-langkah pembuatan diagram Pareto (Gaspersz, 1998, p53) dapat
dikemukakan pada berikut ini :
Langkah 1
• Menentukan masalah apa yang akan diteliti, contohnya adalah keterlambatan
pengiriman barang, keterlambatan pelayanan, item yang rusak/cacat, kerugian
dalam nilai uang, kecelakaan yang terjadi, dan lain-lain. Kategori-kategori atau
penyebab-penyebab dari masalah yang dapat diidentifikasi oleh pihak
manajemen. Misalnya kategori-kategori atau penyebab-penyebab dari masalah
keterlambatan pengiriman barang adalah kekurangan personel, kekurangan alat
transportasi, terlalu sibuk, kemacetan lalu lintas, jadwal pengiriman tidak
konsisten, dll.
• Menentukan data apa yang diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan atau
mengkategorikan data itu. Contohnya klasifikasi berdasarkan penyebab
keterlambatan, jenis kerusakan, lokasi, proses, mesin, shift, operator/pekerja,
47
metode, dan lain-lain. (Catatan : untuk data yang kejadiannya jarang muncul
dapat diklasifikasijan ke dalam jenis “lain-lain”).
• Menentukan metode dan periode pengumpulan data. Termasuk dalam hal ini
adalah menentukan unit pengukuran dan periode waktu yang dikaji. (Catatan :
gunakan formulir pengumpulan data yang memudahkan untuk penggunaan
selanjutnya dan sedapat mungkin data yang dikumpulkan cukup banyak sehingga
mampu menggambarkan masalah yang sesungguhnya.
Langkah 2
Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari
masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau
lembar periksa.
Langkah 3
Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang
tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif, persentase dari total
kejadian, dan persentase dari total kejadian secara kumulatif.
Langkah 4
Menggambar dua buah garis vertikal dan sebuah garis horisontal.
1. Garis Vertikal :
a. Garis vertikal sebelah kiri : buatkan pada garis ini, skala dari nol sampai total
keseluruhan dari kerusakan.
48
b. Garis vertikal sebelah kanan : buatkan pada garis ini, skala dari 0% sampai
100%.
2. Garis Horisontal :
Bagilah garis ini ke dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item
masalah yang diklasifikasikan.
Langkah 5
Buatkan histogram pada diagram Pareto.
Langkah 6
Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif (total kumulatif
atau persen kumulatif) di sebelah kanan atas dari interval setiap item masalah.
Langkah 7
Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah
yang sedang terjadi itu. Untuk mengetahui akar penyebab dari suatu masalah, kita
dapat menggunakan diagram sebab-akibat atau bertanya mengapa beberapa kali
(konsep five whys).
3.5. Screening Designs
Dalam banyak pembangunan proses dan aplikasi manufaktur, variabel-
variabel potensial yang berpengaruh sangat banyak jumlahnya. Screening designs
bertujuan untuk mengurangi jumlah variabel yang ada dengan mengidentifikasi
variabel-variabel kunci atau pokok yang mempengaruhi kualitas produk. Adanya
49
pengurangan variabel dapat membantu peneliti benar-benar terarah kepada proses
perbaikan berdasarkan variabel yang benar-benar penting saja. Screening juga dapat
menghasilkan setting yang optimal atau terbaik untuk faktor-faktor ini, dan
menunjukkan apakah terjadi suatu bias pada hasil percobaan atau tidak. Kemudian
peneliti dapat menggunakan metode optimasi untuk menentukan setting yang terbaik
dan mengidentifikasi keberadaan suatu bias. (Anonymus, 2002,pI-1)
Dalam dunia industri, percobaan full-factorial dan fractional factorial dengan
dua level sering digunakan untuk menyaring faktor-faktor yang benar-benar penting
saja yaitu yang mempengaruhi hasil pengukuran proses atau kualitas produk.
3.5.1. Percobaan Fractional Factorial
Dalam percobaan full factorial, respon diukur untuk semua kombinasi dari
faktor level sehingga dapat memakan biaya yang cukup besar karena banyaknya
percobaan yang dilakukan. Untuk meminimasi waktu dan biaya, dapat digunakan
percobaan yang menghilangkan sebagian dari kombinasi faktor-faktor. Percobaan
faktorial dengan satu atau lebih kombinasi levelnya dihilangkan disebut percobaan
fractional factorial. Software Minitab dapat menghasilkan percobaan dua level
fractional factorial hingga 15 faktor.
Percobaan fractional factorial berguna dalam menyaring faktor karena
mengurangi jumlah percobaan menjadi lebih kecil. Percobaan-percobaan yang
dilaksanakan merupakan bagian atau fraction dari percobaan full factorial. Ketika
50
semua kombinasi faktor level tidak dicoba, ada beberapa pengaruh yang akan bias
(confounded). Pengaruh akibat confounded tidak dapat dilihat secara terpisah karena
ada pengaruh faktor-faktor yang saling tumpang tindih akibat nama yang sama/alias.
Software Minitab menampilkan tabel alias yang mengandung pola confounding.
Karena beberapa pengaruh bersifat confounded dan tidak bisa dipisahkan dari
pengaruh lainnya, fraction/bagian kombinasi faktor level yang dicoba harus dipilih
secara seksama untuk mencapai hasil yang baik. Memilih sub-bagian yang terbaik
dari seluruh kombinasi level yang ada membutuhkan pengetahuan tertentu tentang
produk atau proses yang sedang diamati. (Anonymus, 2002, pI-2;I-3)
3.5.2. Perhitungan Fractional Factorial Design
Pada design ini akan diberikan contoh perhitungan untuk tiga faktor. Masing-
masing faktor terdiri dari dua level, sehingga terdapat delapan kombinasi perlakuan.
Untuk level percobaan digunakan angka satu dan dua, dimana angka satu menyatakan
level rendah dan angka dua menyatakan level tinggi. Delapan kombinasi perlakuan
yang sering disebut sebagai design matrix ditunjukkan pada tabel berikut ini :
51
Tabel 3.2. Design Matrix Fractional Factorial Untuk Tiga Faktor
Run A B C Labels A B C
1 1 1 1 (1) 0 0 0
2 2 1 1 a 1 0 0
3 1 2 1 b 0 1 0
4 2 2 1 ab 1 1 0
5 1 1 2 c 0 0 1
6 2 1 2 ac 1 0 1
7 1 2 2 bc 0 1 1
8 2 2 2 abc 1 1 1
Sumber : Anonymus, Modul Praktikum Pengendalian Kualitas,Trisakti, 2002. Langkah-langkah perhitungan fractional factorial design adalah :
1. H01 : Faktor A tidak signifikan
H02 : Faktor B tidak signifikan
H03 : Faktor C tidak signifikan
H04 : Interaksi faktor A dan B tidak signifikan
H05 : Interaksi faktor A dan C tidak signifikan
H06 : Interaksi faktor B dan C tidak signifikan
H07 : Interaksi faktor A, B, dan C tidak signifikan
2. H11 : Faktor A signifikan
H22 : Faktor B signifikan
H33 : Faktor C signifikan
H44 : Interaksi faktor A dan B signifikan
H55 : Interaksi faktor A dan C signifikan
52
H66 : Interaksi faktor B dan C signifikan
H77 : Interaksi faktor A, B, dan C signifikan
3. Pilih suatu taraf nyata α = 0.05
4. Wilayah kritik : P-value ≤ α
5. Perhitungan efek rata-rata dan coef
Contrast A = [a - (1) + ab – b + ac – c + abc - bc]
Contrast B = [b + ab + bc +abc – (1) – a – c – ac]
Contrast C = [c + ac + bc + abc – (1) – a – b – ab]
Contrast AB = [ab – a – b + (1) + abc – bc – ac + c]
Contrast AC = [(1) – a + b – ab – c + ac – bc + abc]
Contrast BC = [(1) + a – b – ab – c – ac + bc + abc]
Contrast ABC = [abc – bc – ac + c – ab + b + a – (1)]
Effect = n
Contrast4
Sum of Square (SS) = n
Contrast8
2
Coef = 2
Effect
T = SECoef
CoefEffect − SE Coef : Standart Estimation Coef
P-value = Lihat tabel normal distribusi nilai dari -(T) lalu dikali 2
6. Kesimpulan : Tolak/terima H0/H1
53
Pada design di bawah ini akan diberikan contoh percobaan fractional factorial
untuk lima faktor, dengan masing-masing faktor terdiri dari dua level percobaan
sehingga jumlah keseluruhan percobaan adalah 25. Jika dilakukan setengah (½) dari
jumlah percobaan (half replicates) maka percobaan dengan lima faktor, ABCDE
dapat ditunjukkan dengan = 161 (a – 1)(b – 1)(c – 1)(d – 1)(e – 1) dimana sama
dengan : 161 [(abcde + abc + abd + abc + acd + ace + cde + bcd + bce + bde + cde + a
+ b + c + d + e) – (abcd + abce + abde + acde + bcde + ab + ac + ad + ae + bc + bd +
be + cd + ce + de + (1))]
Jika ingin melakukan percobaan seperempat (¼) dari jumlah percobaan
(quarter replicates) maka kombinasi percobaan yang dapat dilakukan adalah
keseluruhan kombinasi percobaan yang bagian minus atau bagian plusnya.
3.6. Metode Taguchi
3.6.1. Latar Belakang
Metode Taguchi dicetuskan oleh Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat
mendapat tugas untuk memperbaiki sistem komunikasi di Jepang. Ia memiliki latar
belakang engineering, juga mendalami statistika dan matematika tingkat lanjut
sehingga ia dapat menggabungkan antara teknik statistik dan pengetahuan
engineering. Metode ini ditemukan untuk memenuhi informasi yang akurat pada saat
percobaan yang besar tidak mungkin dilakukan. Metode Taguchi berawal dari metode
54
desain eksperimen klasik yang dikembangkan oleh R.A. Fisher di Inggris, metode ini
berdasarkan pada pendekatan statistika yang didasarkan pada latin square dan pada
awalnya dikembangkan untuk industri pertanian. Metode ini menjadi tidak praktis
untuk diterapkan pada industri manufaktur karena adanya asumsi tertentu dan
penekanan pada prosedur-prosedur tertentu. Taguchi mengembangkan metode desain
eksperimen dengan memanfaatkan sifat desain kokoh (robust design).
Sejak tahun 1960, metode Taguchi telah sukses digunakan untuk
meningkatkan kualitas dari produk Jepang. Tahun 1980, banyak perusahaan yang
akhirnya menyadari bahwa metode lama tidak lagi kompetitif untuk menjamin
kualitas dari produk yang dihasilkan karena inspeksi kualitas tidak dapat
memperbaiki produk yang cacat. Bagaimanapun menurut Taguchi, kualitas produk
harus diperhatikan sejak awal yakni mulai dari tahap desain produk. Oleh karena itu,
perusahaan-perusahaan di negara Amerika dan Eropa mulai menggunakan
pendekatan metode Taguchi sebagai usaha untuk mengembangkan kualitas produk
dan untuk menciptakan desain produk yang robust (kokoh).
Filosofi yang dikembangkan oleh Taguchi adalah kualitas yang diukur dengan
penyimpangan karakteristik dari nilai target. Faktor-faktor tidak terkendali seperti
kegaduhan dapat menyebabkan penyimpangan dan menambah biaya. Pengurangan
faktor kegaduhan tersebut sulit dan tidak mungkin dapat diterapkan. Metode Taguchi
mencoba meminimalkan pengaruh kegaduhan tersebut dengan mencoba menentukan
tingkat maksimal faktor-faktor penting yang dapat dikendalikan berdasar pada konsep
55
kekuatan atau kesamaan (robustness). Berarti ide dasar dalam desain Taguchi adalah
untuk mengidentifikasi, melalui penyelidikan interaksi antara parameter kontrol dan
noise variabel, setting yang tepat pada parameter kontrol dengan performansi sistem
yang kokoh (robust) terhadap variasi yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable
variation) dalam z. Dengan kata lain, Taguchi melakukan desain yang kokoh dalam
proses dan produk sedemikian sehingga dapat mencegah masuknya faktor yang tidak
terkendali dalam proses produksi dan mencegah masuknya dampak faktor yang tidak
terkendali tersebut pada konsumen. Dari ide dasar ini, maka pendekatan Taguchi
tersebut dinamakan desain parameter. Istilah desain ini dimaksudkan sebagai desain
dari sistem pada desain eksperimen statistik. Karena tujuannya adalah robust
terhadap variasi dalam variabel noise, maka pendekatan ini (desain parameter)
disebut juga dengan robust design.
Konsep Taguchi dibuat dari penelitian W.E. Deming bahwa 85% kualitas
yang buruk diakibatkan oleh proses manufaktur dan hanya 15% dari pekerja.
Kemudian ia mengembangkan sistem manufaktur yang robust atau tidak sensitif
terhadap variasi harian dan musiman dari lingkungan, mesin, dan faktor-faktor luar
lainnya. Dasar metode Taguchi juga berasal dari dua premis berikut ini : (Bagchi,
1993, p1)
1. Produk yang tidak mencapai target akan memberikan kerugian pada masyarakat.
56
2. Desain produk dan proses memerlukan pengembangan sistematis dan langkah-
langkah progresif melalui desain sistem, desain parameter, dan akhirnya desain
toleransi.
3.6.2. Pengertian Robust Design
Tujuan dari Robust design adalah untuk meningkatkan produktivitas selama
penelitian dan pengembangan dilakukan sehingga dapat menghasilkan produk
berkualitas tinggi dengan cepat dan dengan biaya yang rendah.
Oleh karena itu, metode ini dikatakan sebagai teknik pengendalian kualitas yang
bersifat offline karena usaha perbaikan kualitas dimulai dari perancangan hingga
pemrosesan sehingga efektif untuk melakukan perbaikan kualitas dan pengurangan
biaya, perbaikan dalam pembuatan produk, serta pengurangan biaya pengembangan
produk.
Robust design adalah suatu metodologi untuk meningkatkan kualitas produk
dengan meminimasi pengaruh dari variasi tanpa mengeliminasi penyebab-penyebab
yang tidak terkontrol karena penyebab tersebut sulit atau terlalu mahal biayanya
untuk dikontrol. Untuk lebih jelasnya penerapan metode robust design dalam tahap
pengembangan produk dapat dilihat pada gambar berikut ini :
57
Sumber : Eppinger, http://www.mit.edu/people/eppinger/pdf/Eppinger_ Taguchi _1995.pdf.
Gambar 3.2. Robust Design Dalam Proses Pengembangan Produk
Metode Taguchi atau robust design lebih menitik beratkan pada optimisasi
produk dan proses dalam manufaktur dengan membuat produk agar tidak sensitif
terhadap kondisi lingkungan dan komponen yang bervariasi, dibandingkan dengan
menekankan pada kualitas produk melalui inspeksi. Sasaran dari robust design
adalah menciptakan desain produk dan proses yang tidak peka atau memiliki
sensitivitas yang kecil terhadap semua kombinasi dari faktor-faktor yang tidak
terkendali dan secara efektif dan efisien dapat menghasilkan faktor kunci yang
terkendali pada tingkat tertentu.
Taguchi memiliki pandangan yang berbeda mengenai kualitas, ia tidak hanya
menghubungkan biaya dan kerugian dari suatu produk saat proses pembuatan produk
tersebut, tetapi juga dihubungkan pada konsumen dan masyarakat. Menurut Taguchi,
kualitas adalah kerugian setelah produk digunakan oleh masyarakat di samping
kerugian yang disebabkan oleh mutu produk itu sendiri. Selama proses produksi
masih berlangsung, sampai kemudian produk tersebut telah menjadi barang jadi,
segala cost / ongkos masih ditanggung oleh pihak perusahaan, tapi begitu produk jadi
58
segala cost / ongkos masih ditanggung oleh pihak perusahaan, tapi begitu produk jadi
ini keluar dari pabrik, konsumen adalah pihak yang menanggung ongkos kerugian.
Dengan definisi ini, tujuan dari perusahaan manufaktur yang seharusnya adalah
memberikan produk dan pelayanan yang memenuhi kebutuhan dan harapan
konsumen selama umur produk atau pelayanan tersebut, berdasarkan pada nilai yang
diberikan oleh konsumen. Ukuran yang digunakan Taguchi untuk mengetahui apakah
setting optimal yang dihasilkan memberikan hasil yang lebih adalah menggunakan
quality loss function.
Taguchi menghasilkan disiplin dan struktur dari desain eksperimen, dimana
hasilnya adalah standarisasi metodologi desain yang mudah diterapkan oleh peneliti.
Adapun tiga konsep sederhana dan mendasar yang dikemukakan oleh Dr. Genichi
Taguchi adalah : (Roy, 1991, p8)
1. Kualitas harus didesain ke dalam produk, sehingga yang diutamakan bukanlah
keharusan suatu inspeksi melainkan peningkatan kualitas.
2. Pencapaian kualitas terbaik adalah dengan meminimasi deviasi produk dari suatu
nilai target. Produk harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh
oleh faktor-faktor lingkungan yang tidak terkontrol.
3. Biaya kualitas harus diukur berdasarkan pada fungsi deviasi terhadap nilai standar
dan kerugiannya harus diperhitungkan juga ke dalam sistem.
59
3.6.3. Perbedaan Antara Desain Faktorial dengan Pendekatan Taguchi
Desain faktorial secara teknik digunakan untuk menyelidiki semua kondisi
yang mungkin terlibat dalam suatu percobaan. Teknik yang disebut juga sebagai
teknik faktorial penuh (Full Factorial) membutuhkan biaya yang besar dan waktu
yang relatif panjang karena jumlah percobaan yang dibutuhkan adalah “L”, dimana L
adalah jumlah level yang digunakan dan n adalah jumlah faktor yang diteliti.
Dalam perkembangannya, dilakukan penyederhanaan teknik yang disebut
teknik faktorial pecahan (Fractional Factorial) yang hanya menyelidiki sebagian dari
semua kombinasi yang mungkin. Pendekatan ini menghemat waktu dan biaya tetapi
dibutuhkan banyak perhitungan matematis, baik dalam perencanaan eksperimen
maupun analisa hasil. Tetapi, teknik faktorial pecahan juga memiliki kelemahan yang
dapat menyebabkan tiap peneliti menghasilkan desain eksperimen yang berbeda
untuk masalah yang sama. Taguchi memberikan pemecahan terhadap masalah ini
dengan melakukan penyederhanaan dan standarisasi perencanaan faktorial pecahan.
Sehingga eksperimen pada masalah yang sama dapat memberikan hasil yang serupa
walaupun dilakukan oleh peneliti yang berbeda.(Roy, 1991, p4-5)
Perbedaan jumlah percobaan yang dibutuhkan pada percobaan desain faktorial
dengan Taguchi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
60
Tabel 3.3. Perbedaan jumlah percobaan antara Desain Faktorial dengan Taguchi
Jumlah percobaan Jumlah
Faktor
Level yang
Digunakan Desain Faktorial Desain Taguchi
2 2 22 = 4 4
3 2 23 = 8 4
4 2 24 = 16 8
7 2 27 = 128 8
15 2 215 = 32768 16
Sumber : Roy, 1991.
3.6.4. Tujuh Point Taguchi
Terdapat tujuh point dari Taguchi yang membedakan pendekatan Taguchi
dengan pendekatan tradisional dalam menjamin kualitas, yaitu : (Bagchi,1993, p2-3)
1. Taguchi mendefinisikan kualitas sebagai penyimpangan dari performansi
tepat target, yang pada awal pemunculannya menjadi suatu paradok. Menurut
beliau, kualitas dari produk manufaktur adalah total kerugian yang
ditimbulkan oleh produk pada masyarakat sejak produk itu dikirimkan.
2. Dalam persaingan ekonomi, Continous Quality Improvement (CQI) atau
peningkatan kualitas terus-menerus dan penurunan biaya amat penting untuk
tetap bertahan dalam bisnis.
3. Sebuah program CQI melibatkan reduksi terus menerus dalam variasi
karakteristik performansi produk dalam nilai-nilai target mereka.
61
4. Kerugian yang diderita konsumen akibat variasi performansi produk
seringkali proporsional dengan kuadrat penyimpangan karakteristik
performansi dari nilai targetnya.
5. Kualitas dan biaya akhir (R&D, manufaktur, dan operasi) dari produk
manufaktur bergantung pada desain rekayasa produk dan proses
manufakturnya.
6. Variasi dalam suatu performansi produk (atau proses) dapat dikurangi dengan
mengeksploitasi pengaruh-pengaruh non linier berbagai parameter produk
(atau proses) pada karakteristik performansi.
7. Percobaan-percobaan perencanaan secara statistik dapat secara efisien dan
diandalkan mengidentifikasi berbagai setting dan parameter produk (atau
proses) yang akan mengurangi variasi performansi.
3.6.5. Pengendalian Kualitas Dengan Desain (Quality By Design)
Produk dengan kualitas yang baik berarti variasi fungsi produk yang kecil
untuk segala kondisi dari faktor tidak terkendali. Taguchi membagi tiga bagian utama
dalam off-line quality control, yaitu : (Ross, 1989, p203-204; Roy, 1993, p10; Ariani,
2003, p71-72)
1. System Design
Merupakan tahap pertama dalam desain dan merupakan tahap konseptual pada
pembuatan produk baru atau inovasi proses. Konsep mungkin berasal dari
62
percobaan sebelumnya, pengetahuan alam/teknik, perubahan baru atau
kombinasinya. Tahap ini adalah untuk memperoleh ide-ide baru dan
mewujudkannya dalam produk baru atau inovasi proses. Fokus dari tahap desain
sistem adalah pada penentuan level yang paling sesuai dari faktor desain. Hal ini
termasuk mendesain dan menguji suatu sistem berdasarkan kebijaksanaan
insinyur dalam memilih material, part, dan nilai nominal parameter produk/proses
berdasarkan atas teknologi yang berlaku. Seringkali juga terlibat penemuan dan
pengetahuan dari bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diterapkan.
2. Parameter Design
Tahap ini membantu dalam menentukan level faktor yang menghasilkan
performansi terbaik dari suatu produk/proses dengan cara pembelajaran.
Tujuannya adalah mengidentifikasi setting parameter yang akan memberikan
performansi rata-rata pada target dan menentukan pengaruh dari faktor gangguan
pada variasi dari target. Kondisi optimum kemudian dipilih sehingga pengaruh
dari faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol dapat menyebabkan variasi yang
paling minimum dari performansi sistem. Dalam desain parameter, tercakup
penemuan susunan optimal dari parameter produk dan proses untuk
meminimalkan variabilitas kinerja. Pada fase ini tidak semua sumber
penyimpangan dapat diterangkan, karena kurangnya pengetahuan yang berkaitan
dengan berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja produk. Dalam desain
parameter, karakteristik kualitas yang dianggap penting dan semua faktor yang
63
mungkin dapat mempengaruhinya dipilih dan dikumpulkan. Secara keseluruhan,
dari desain parameter terdapat dua tahap, yaitu :
a. Tahap pertama
Pada tahap ini tingkat parameter yang meminimalkan variabilitas karakteristik
kualitas output dipilih sehingga menciptakan desain yang standar atau kuat
(robust) yang menanggapi sumber variasi yang tidak terkendali.
b. Tahap kedua
Parameter yang memiliki dampak pada nilai rata-rata tetapi tidak berdampak
pada variabilitas diidentifikasi. Parameter ini dikenal dengan faktor-faktor
penyesuaian (adjustment factors) yang digunakan untuk mengendalikan
kualitas untuk mencapai nilai sasaran tanpa peningkatan variabilitas.
3. Tolerance Design
Desain toleransi merupakan tahap yang digunakan untuk mencocokkan hasil dari
desain parameter dengan cara mengetatkan toleransi faktor dengan pengaruh yang
signifikan terhadap produk. Tahap seperti ini akan secara wajar mengarah pada
pengidentifikasian kebutuhan material, pembelian peralatan baru, pengeluaran
uang lebih untuk inspeksi, dan sebagainya. Langkah ini digunakan hanya apabila
variasi kinerja yang dicapai dalam penyusunan parameter pada fase desain
parameter tidak dapat diterima. Toleransi yang terlalu kaku atau ketat akan
meningkatkan biaya pemrosesan, dan toleransi yang terlalu longgar akan
meningkatkan variasi kinerja, yang akan meningkatkan customer’s loss. Trade off
64
antara kedua biaya tersebut harus tercapai. Biasanya, setelah fase desain
parameter selesai dan penyusunan parameter pengendali disesuaikan dengan
tingkat yang dipilih, percobaan konfirmasi dilaksanakan.
Desain Sistem(Menyusun dasar perancangan dan konsep-konsep perancangan)
Menggunakan konsep-konsep ilmiah dan perancangan untukmengembangkan bentuk dasar dan memilih parameter produk danproses yang tepat seperti bahan baku, mesin, alat, dan seterusnya.
Desain Parameter(Menyusun desain target, dimensi, sifat)
Menggunakan konsep-konsep statistik dan perancangan yaitu desainsecara statistik dan analisis sensitivitas untuk menentukan
penyusunan optimum dari parameter-parameter yang dipilih :1. Memilih tingkat parameter desain untuk memaksimumkan statistik
kinerja (seperti rasio S/N)2. Memilih tingkat parameter pengendalian atau penyesuaian untuk
memindahkan tanggapan rata-rata terhadap target meningkatkanvariabilitas kinerja
Desain Toleransi(Menyusun toleransi)
Menggunakan konsep-konsep statistik dan perancangan untukmengurangi variabilitas dalam statistik kinerja yang meliputitoleransi secara statistik dan desain yang bersifat percobaan
Sumber : Ariani, 2003.
Gambar 3.3. Fase Dalam Metode Taguchi
3.6.6. Lima Tools Utama Dalam Strategi Robustness
3.6.6.1. Parameter Diagram (P-Diagram)
P-diagram merupakan tool yang sangat berguna dan membantu dalam
melakukan brainstorming dan documenting karena P-diagram memberikan gambaran
65
yang sangat jelas dari suatu sistem yang sedang diteliti dimana mulai dari input
hingga output dan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem. Oleh karena itu, diagram
ini telah banyak digunakan untuk pengembangan proyek.
Konsep P-diagram muncul berdasarkan konsep perubahan 100% dari energi
yang masuk (input signal) menjadi 100% fungsi yang ideal.
sErrorStateionIdealFunct
NoiseSignal
=
Setiap sistem yang telah direncanakan untuk mencapai fungsi yang ideal, dimana
ketika semua energi yang masuk (input) ditransformasikan secara efisien menjadi
energi output yang diinginkan, dengan kata lain jika 100% energi input
ditransformasikan maka energi output yang dihasilkan juga 100%. Namun dalam
kenyataannya tidak ada fungsi atau sistem yang seperti ini. Yang terjadi adalah energi
sistem (output) kurang dari 100% ketika 100% energi input ditransformasikan secara
efisien. Kekurangan ini akan menciptakan suatu sistem atau output yang tidak
diharapkan, dengan kata lain adalah error states.
Sumber : Thomas Edison, http://www.thequalityportal.com/p_diagram.htm.
Diagram 3.2. Parameter Diagram
66
Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik kualitas produk
(responses variable) dapat diklasifikasikan menjadi :
• Signal Factors
Merupakan faktor yang menjadi input dari suatu sistem atau parameter-parameter
signal. Jika signal konstan disebut karakteristik statis dan jika signal mempunyai
beberapa nilai yang berubah-ubah disebut karakteristik dinamis. Faktor ini tidak
diset oleh ahli rekayasa desain tetapi oleh pengguna berdasarkan kondisi yang ada
pada saat itu.
• Noise Factors
Merupakan parameter yang menjadi penyebab terjadinya variasi (deviation)
karakteristik kualitas dari target. Noise factors adalah faktor yang nilainya tidak
bisa diatur atau dikendalikan, atau faktor yang nilainya tidak ingin diatur atau
dikendalikan. Pada saat tertentu sebenarnya faktor ini dapat dikendalikan tetapi
membutuhkan biaya yang mahal. Faktor gangguan terdiri atas :
a. External (outer) noise, merupakan semua gangguan dari kondisi
lingkungan/luar produksi.
b. Internal (inner) noise : semua gangguan dari dalam produksi sendiri.
c. Unit to unit noise : perbedaan antara unit yang diproduksi dengan spesifikasi
yang sama.
67
• Control Factors
Merupakan parameter-parameter yang nilainya dapat dikontrol oleh ahli rekayasa
desain. Faktor terkontrol mempunyai nilai satu atau lebih yang disebut level.
Contohnya adalah waktu injeksi, tekanan injeksi, dan sebagainya.
3.6.6.2. Model Parameter (Modelling)
Model parameter merupakan model matematika dari suatu sistem yang akan
diteliti. Perbaikan kualitas yang signifikan dapat dicapai dengan mula-mula
mendefinisikan fungsi ideal dari sistem, kemudian dengan menggunakan desain
eksperimen mencari desain yang optimal yang dapat meminimasi penyimpangan dari
fungsi ideal tersebut. Dengan kata lain sistem yang nyata kita transformasikan
menjadi sistem matematika sehingga penyelesaian masalahnya menjadi lebih mudah.
Model parameter yang dibuat berdasarkan pada parameter diagram, yaitu :
Sumber : Belavendram, 1995.
Diagram 3.3. Diagram Model Parameter
68
Dari diagram parameter di atas dapat dibuat suatu model matematika dari suatu
sistem nyata yaitu : Y = f (M, X, Z).
Dalam membuat model parameter terdapat dua pendekatan yang dapat
dilakukan untuk optimasi sistem yang kompleks, yaitu :
• Micro Modelling
Model mikro dibuat berdasarkan pada pengertian yang mendalam terhadap suatu
sistem. Model ini dimulai dengan pengembangan dari model matematika suatu
sistem dimana pada eksperimen industri biasanya sangat kompleks. Apabila
sistem yang akan diteliti sangat kompleks maka dibuat asumsi yang dapat
menyederhanakan operasi, namun penyederhanaan tersebut tetap harus sesuai
dengan model nyata sistem, jika tidak maka optimasi yang dilakukan kurang
akurat.
• Macro Modelling
Model ini berkebalikan dengan model mikro dimana pada model ini tidak
mengutamakan pengertian yang mendalam terhadap sistem, untuk membuat
model matematika dari suatu sistem nyata tetapi yang diutamakan adalah
memperoleh sistem konfigurasi atau bentuk sistem yang optimum. Model makro
dapat menghasilkan informasi yang spesifik dimana yang benar-benar diperlukan
untuk optimasi dengan sumber daya eksperimen yang minim sehingga model ini
lebih efisien dan cepat.
69
3.6.6.3. Taguchi Loss Function
Kerugian kualitas digunakan dalam mengukur performansi karakteristik
kualitas dalam pencapaian nilai target (target value) yaitu suatu nilai yang ideal dari
performansi karakteristik tersebut. Semakin dekat penyimpangan produk dari nilai
target yang telah ditetapkan maka semakin baik mutunya. Taguchi menekankan
bahwa kualitas produk adalah fungsi dari karakteristik kunci suatu produk yang
disebut karakteristik–karakteristik performansi.
Biasanya pertimbangan perusahaan, kerugian sebagai tambahan biaya dari
produk lalu pelangganlah yang menanggung biaya kerugian. Apabila suatu ketika
pelanggan menolak untuk melanjutkan membayar dari biaya suatu kualitas yang
buruk, pengusaha pabrik akan bangkrut. Jika sebuah produk dibawah jaminan, maka
pengusaha pabrik yang membayar biaya jaminan tersebut. Ketika garansi itu habis
konsumen harus membayar untuk perbaikan atau pengerjaan ulang dari sebuah
produk. Tetapi secara tidak langsung, pihak perusahaan pabriklah yang harus
membayar kerugian akibat reaksi konsumen yang negatif dan biaya-biaya yang sulit
untuk dihitung, seperti :
• Pembelian
• Biaya garansi
• Komplain konsumen dan ketidakpuasannya
• Waktu dan uang yang dihabiskan oleh konsumen
• Kerugian dari pangsa pasar dan pertumbuhan pada akhirnya.
70
Tujuan dari Quality Control adalah untuk mengontrol variasi fungsional dan
masalah-masalah yang berkaitan. Karena tidak adanya evaluasi secara kuantitatif
untuk kualitas dan kerugian kualitas, masalah-masalah dari QC dan pemecahannya
dilihat secara subyektif. Tujuan dari Quality Lost Function adalah untuk
mengevaluasi secara kuantitatif dari kerugian kualitas yang disebabkan oleh variasi
fungsional.
Metode konvensional menggunakan loss-by-defect untuk menghitung
kegagalan kualitas yang disebabkan adanya produk yang cacat. Semua produk dalam
batas spesifikasi diasumsikan tidak memiliki kegagalan kualitas. Oleh karena itu, jika
diketahui proporsi produk yang cacat, maka tidak susah untuk menghitung kegagalan
kualitasnya. Dibawah ini dapat dilihat grafik loss function tradisional, yang
menunjukkan bahwa produk yang dibuat berhubungan dengan toleransi yang telah
ditentukan atau sesuai dengan spesifikasi produk. Selain itu juga terdapat rumus yang
digunakan untuk perhitungan loss by defect (Belavendram, 1995, p29), yaitu :
Dimana :
p-bar = nilai rata – rata dari data produk cacat.
total biaya / produk = biaya bahan / produk + biaya produksi / produk.
jumlah produk = jumlah produk yang dihasilkan perusahaan.
71
Sumber : http://www.staffs.ac.uk/schools/engineeringandtechnology/des/aids/ robust/tagumeth/qulofunc.htm, 12.
Grafik 3.1. Loss Function Tradisional
Taguchi loss function digunakan dalam mengukur performansi karakteristik
kualitas dalam pencapaian nilai target (Target Value, yaitu nilai yang ideal dari
performansi karakteristik tersebut). Semakin dekat penyimpangan produk dari nilai
target yang telah ditetapkan, semakin baik mutunya.
72
Sumber : Bagchi, 1993
Grafik 3.2. Taguchi Loss Function
Untuk melakukan perhitungan loss function, maka digunakan rumus antara
lain adalah :
k = l0/ 2∆
Dimana :
k = koeffisien biaya
0A = rata-rata biaya per tahun atau biaya perbaikan
2∆ = toleransi
Khusus untuk Larger the Better :
k = l0 x 2∆
73
Tabel 3.4. Rumus Loss Function Untuk Masing-masing Karakteristik
Jenis Produk Karakteristik Kualitas One - Pieces Many - Pieces
Nominal the Best 2)( tykL −= ( )[ ]22 tySkL −+=
Smaller the Better L = k 2y )(22 ySkL +=
Larger the Better 2
1⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
ykL
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧+= 2
2
2
31µµSkL
Sumber : Anonymus, Modul Praktikum Pengendalian Kualitas, Trisakti, 2002.
Dimana :
y = rata-rata hasil percobaan
t = nilai target
S = standar deviasi
BB BA
Pencapaian Target
Kerugian (Rp)
BA Pencapaian Target
Kerugian (Rp) Kerugian (Rp)
BB
Pencapaian Target
a. Nominal is the best b. Smaller the better c. Larger the better
Sumber : Anonymus,Modul Praktikum Pengendalian Kualitas, Trisakti, 2002.
Grafik 3.3. Taguchi Loss Function Berdasarkan Karakteristik Kualitas
74
3.6.6.4. Signal to Noise Ratio (SNR)
Rasio signal to Noise adalah rasio rataan (signal) terhadap standar deviasi
(noise), disingkat rasio S/N dan dilambangkan dengan η. Satuan rasio S/N adalah
desibel (dB). Dalam percobaan, respon rataan digunakan untuk mengoptimasi faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap rata-rata dan respon rasio S/N digunakan untuk
mengoptimasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variansi. (Belavendram,
1995, p507-508)
Rasio S/N digunakan untuk memilih faktor-faktor yang memiliki kontribusi
pada pengurangan variansi suatu respons. Rasio S/N merupakan rancangan untuk
transformasi pengulangan data (paling sedikit dua untuk satu percobaan) ke dalam
suatu nilai yang merupakan ukuran variansi yang timbul. (Ross, 1989, p172)
Rasio S/N adalah cara yang sangat berguna dalam mengevaluasi kualitas
sebuah proses atau produk. Rasio ini mengukur level performansi terhadap level
faktor gangguan pada performansi. Dengan demikian, rasio S/N merupakan sebuah
evaluasi kestabilan dari performansi karakteristik output. Rasio S/N bertujuan untuk
mengukur sensitifitas dari karakteristik kualitas dari faktor yang dapat dikontrol
terhadap pengaruh faktor eksternal yang tidak dikontrol. Dalam suatu percobaan
bertujuan untuk mendapat nilai rasio S/N terbesar, karena dengan semakin besar rasio
S/N maka variasi produk sekitar nilai target semakin kecil.
75
Terdapat beberapa jenis rasio S/N sesuai dengan tipe kualitas, yaitu nominal is
the best, smaller is better, bigger is better. Rumus untuk menghitung rasio S/N
adalah :
• Mean responses :
y ∑==
=n
iiy
n 1
1
• Standard deviation :
∑= −
−=
n
i
i
nyyS
1
2
1)(
Tabel 3.5. Rumus Rasio S/N Berdasarkan Karakteristik Kualitas
Tipe Target Karakteristik kualitas Rasio S/N
Smaller the better SNS = -10 log ⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛ ∑=
n
iiy
n 1
21
Nominal is the best SNT = 10 log
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛2
2
Sy
Larger the etter SNL = -10 log ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∑=
n
i iyn 12
11
Sumber : Mitra, 1993.
3.6.6.5. Orthogonal Array
Metode Taguchi termasuk dalam kelompok fractional factorial experiment.
Taguchi menyusun orthogonal array untuk tata letak eksperimennya. Orthogonal
76
Array (OA) merupakan salah satu bagian kelompok dari percobaan yang hanya
menggunakan bagian dari kondisi total, dimana bagian ini barangkali hanya separuh,
seperempat atau seperdelapan dari percobaan faktorial penuh. Orthogonal Array
diciptakan oleh Jacques Hardmard pada tahun 1897, dan mulai diterapkan pada
perang dunia II oleh Plackett dan Burman. Matriks Taguchi secara matematis identik
dengan matriks Hardmard, hanya kolom dan barisnya dilakukan pengaturan lagi.
Keuntungan Orthogonal Array adalah kemampuannya untuk mengevaluasi berapa
faktor dengan jumlah tes yang minimum. Jika pada percobaan terdapat 7 faktor
dengan level 2, maka jika menggunakan full factorial akan diperlukan 27 buah
percobaan. Dengan Orthogonal Array, jumlah percobaan yang perlu dilakukan dapat
dikurangi sehingga akan mengurangi waktu dan biaya percobaan. (Ross, 1989, p70).
Taguchi hanya menyediakan dua macam orthogonal array dasar, yaitu
orthogonal array dengan faktor-faktornya mempunyai dua level dan orthogonal
array dengan faktor-faktornya mempunyai tiga level. Jika orthogonal array yang siap
pakai tidak tersedia maka perlu dilakukan modifikasi dan memungkinkan untuk
melakukan pengujian faktor-faktor multiple level. Contoh orthogonal array adalah
L8(27) yang mempunyai arti delapan adalah baris yang menyatakan banyaknya
observasi, dua menyatakan level dan tujuh menyatakan kolom yaitu banyaknya faktor
dan interaksi faktor.
77
3.6.7. Langkah-langkah Robust Parameter Design
3.6.7.1.Perumusan Masalah
Pada tahap perumusan masalah perlu didefinisikan masalah yang akan diteliti
dengan tepat. Perumusan masalah harus spesifik dan jelas batasannya dan juga secara
teknis harus dapat dilaksanakan dalam eksperimen. Seperti halnya dalam penelitian
ini, masalah yang dihadapi perusahaan adalah produk yang dihasilkan banyak yang
cacat karena tidak sesuai dengan spesifikasi ukuran produk yang telah ditentukan
sehingga menimbulkan biaya kerugian. Dengan adanya perumusan masalah yang
jelas maka tujuan eksperimen yang akan dicapai juga jelas dan dapat menjawab
masalah yang telah dirumuskan.
3.6.7.2.Penentuan Variabel Tak Bebas (Karakteristik Kualitas)
Variabel tak bebas adalah variabel yang perubahannya tergantung pada
variabel-variabel lain. Dalam merencanakan suatu percobaan harus dipilih dan
ditentukan dengan jelas variabel tak bebas mana yang akan diselidiki. Dalam
percobaan Taguchi variabel tak bebas adalah karakteristik kualitas yang terdiri dari
tiga kategori, yaitu : (Peace, 1993, p46)
1. Measureable characteristics (karakteristik yang dapat diukur), yaitu semua hasil
akhir yang diamati dapat diukur dengan skala kontinu seperti dimensi, berat,
tekanan dan lain-lain. Karakteristik kualitas yang dapat diukur dapat
diklasifikasikan atas :
78
• Nominal is the best
Adalah karakteristik kualitas yang menuju suatu nilai target yang tepat pada
suatu nilai tertentu. Yang termasuk dalam kategori ini adalah :
berat panjang lebar kerapatan pengaturan
ketebalan diameter luas kecepatan frekuensi
volume jarak tekanan waktu ketepatan
• Smaller is better
Merupakan pencapaian karakteristik kualitas, jika semakin kecil (mendekati
nol) semakin baik. Contoh yang termasuk dalam kategori ini adalah :
penggunaan mesin persen kontaminasi hambatan
penyimpangan kebisingan produk gagal
waktu proses waktu respon pemborosan energi
pemborosan panas kerusakan
• Larger is better
Merupakan pencapaian karakteristik kualitas, jika semakin besar semakin
baik. Contoh dari karakteristik ini adalah :
kekuatan kekuatan tarik km/liter
waktu antar kerusakan efisiensi ketahanan terhadap korosi
2. Attribute Characteristics (karakteristik atribut), yaitu hasil akhir yang diamati
tidak dapat diukur dengan skala kontinu, tetapi dapat diklasifikasikan secara
79
kelompok. Seperti kelompok kecil, menengah, besar, dan sangat besar. Bisa juga
dikelompokkan berdasarkan berhasil / tidak.
3. Dynamic characteristics (karakteristik dinamik), merupakan fungsi representasi
dari proses yang diamati. Proses yang diamati digambarkan sebagai signal atau
input dan output sebagai hasil dari signal.
3.6.7.3.Penentuan Variabel Bebas
Pada tahap ini akan dipilih faktor-faktor mana saja yang akan diselidiki
pengaruhnya. Faktor – faktor yang berpengaruh termasuk variabel bebas yaitu
variabel yang perubahannya tidak tergantung pada variabel lain. Dalam suatu
eksperimen tidak seluruh faktor yang diperkirakan mempengaruhi respon diselidiki,
sebab terlalu banyak faktor yang diteliti, analisisnya akan menjadi kompleks,
sehingga hanya faktor – faktor yang dianggap penting saja yang diselidiki. Beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang akan diteliti
adalah dengan brainstorming, flowcharting, cause and effect diagram, dan diagram
pareto.
3.6.7.4.Pemisahan Faktor-faktor Kontrol dan Gangguan
Faktor-faktor yang diamati terbagi atas faktor kontrol dan faktor gangguan.
Dalam metode Taguchi, keduanya perlu diidentifikasikan dengan jelas sebab
pengaruh antar kedua faktor tersebut berbeda. Untuk pemisahan faktor-faktor tersebut
80
dapat digunakan P-diagram, agar faktor-faktor yang berpengaruh pada responses
dapat terlihat dengan jelas. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab 3.6.6.1, bahwa
P-diagram ada dua jenis yaitu P-diagram yang statis dan dinamis. Dalam penelitian
ini P-diagram yang digunakan adalah P-diagram yang statis karena faktor signal tidak
berpengaruh pada nilai target output.
3.6.7.5.Penentuan Jumlah Level dan Nilai Level Faktor
Pemilihan jumlah level penting artinya untuk ketelitian hasil percobaan dan
biaya pelaksanaan percobaan. Makin banyak level yang diteliti maka hasil percobaan
akan lebih teliti karena data yang diperoleh lebih banyak. Tetapi banyaknya level
akan meningkatkan jumlah pengamatan sehingga menaikkan biaya percobaan.
Level faktor dapat dinyatakan secara kuantitatif seperti berat: 15 Kg, 45 Kg;
tinggi 15 mm, 27 cm, dan lain-lain. Dapat pula dinyatakan secara kualitatif seperti
jenis kayu: kamper, jati, dan lain-lain. Suatu faktor dinyatakan secara kualitatif jika
skala numerik tidak dapat digunakan pada level faktor tersebut. Level juga dapat
dinyatakan secara fixed seperti tekanan, temperatur, waktu, dan lain-lain atau dipilih
secara acak dari beberapa kemungkinan yang ada seperti pemilihan mesin, operator,
dan lain-lain.
81
3.6.7.6. Identifikasi Interaksi Antar Faktor
Interaksi muncul ketika dua faktor atau lebih yang mengalami perlakuan
secara bersama akan memberikan hasil yang berbeda pada karakteristik kualitas
dibandingkan jika faktor mengalami perlakuan secara sendiri-sendiri.(Belavendram,
1995, p531)
Kesalahan dalam penentuan interaksi akan berpengaruh pada kesalahan
interpretasi data dan kegagalan pada penentuan proses yang optimal. Tetapi Taguchi
lebih mementingkan engineering approach dengan cara pengamatan pada main effect
(penyebab utama) sehingga adanya interaksi diusahakan seminimal mungkin, tetapi
tidak dihilangkan sehingga perlu dipelajari kemungkinan munculnya interaksi.(Peace,
1993, p86)
Jumlah interaksi yang terlalu banyak akan meningkatkan biaya percobaan dan
tidak efisien dalam penggunaan waktu. Maka penentuan interaksi dilakukan hanya
antar faktor yang potensial mengalami interaksi saja. Ini tergantung pada jenis
industri, proses manufaktur, dan lain-lain.
3.6.7.7. Perhitungan Derajat Kebebasan
Menurut Bagchi (1993, p114) perhitungan dengan derajat kebebasan
dilakukan untuk menghitung jumlah minimum percobaan yang harus dilakukan untuk
menyelidiki faktor yang diamati. Jika nA dan nB adalah jumlah perlakuan untuk faktor
A dan B maka:
82
dof untuk faktor A = nA – 1
dof untuk faktor B = nB – 1
dof untuk interaksi faktor A dan B = (nA – 1)(nB – 1)
Jumlah total dof = (nA – 1) + (nB – 1) + (nA – 1) (nB – 1)
dof total = (jumlah total percobaan x jumlah pengulangan) – 1
dof error = vT – vA – vB - vAxB
3.6.7.8. Pemilihan Orthogonal Array
Taguchi telah membuat 18 Orthogonal Array yang biasa juga disebut OA
Standar (Belavendram, 1995, p89). Pemilihan penggunaan OA disesuaikan dengan
jumlah Dof berdasarkan pada tabel berikut ini : (Bagchi, 1993, p91)
Tabel 3.6. Tabel Pemilihan Orthogonal Array
Jumlah Dof Orthogonal Array
2 – 3 L4
4 – 7 L8
8 – 11 L12
12 – 15 L16
Sumber : Bagchi, 1993.
Dalam memilih jenis Orthogonal Array harus diperhatikan jumlah level faktor
yang diamati yaitu :
a. Jika semua faktor adalah dua level: pilih jenis OA untuk 2 level faktor.
b. Jika semua faktor adalah tiga level: pilih jenis OA untuk 3 level faktor.
83
c. Jika beberapa faktor adalah multi-level faktor : gunakan Dummy Treatment,
Metode Kombinasi atau Metode Idle Columns.(Ross, 1989, p63,67-69)
d. Jika terdapat campuran faktor dari dua, tiga, atau empat level : lakukan modifikasi
OA dengan Merging Columns. (Ross, 1989, p60-63)
Jenis-jenis Orthogonal Array dapat dilihat pada lampiran I.
3.6.7.9. Penugasan Faktor Pada Orthogonal Array
Penugasan faktor-faktor baik faktor kontrol maupun gangguan dan interaksi-
interaksinya pada Orthogonal Array terpilih dengan memperhatikan grafik linier dan
tabel triangular. Kedua alat tersebut merupakan alat bantu penugasan faktor yang
dirancang oleh Taguchi. Grafik linier adalah satu seri garis dan titik yang bernomor
dan memiliki korespondensi satu-satu terhadap kolom-kolom pada OA.
Grafik linier mengindikasikan berbagai kolom ke mana faktor-faktor dapat
ditugaskan dan kolom berikutnya yang mengevaluasi interaksi dari faktor-faktor
tersebut. Tabel triangular berisi semua hubungan interaksi-interaksi yang mungkin
antara faktor-faktor (kolom-kolom) dalam suatu OA.
3.6.7.10. Persiapan dan Pelaksanaan Percobaan
Sudjana (1980, p10) menyatakan bahwa dua kondisi diperlukan untuk
memperoleh estimasi kesalahan percobaan yang valid yaitu replikasi dan
randomisasi.
84
Replikasi
Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama suatu percobaan
dengan kondisi yang sama untuk memperoleh ketelitian yang lebih tinggi. Replikasi
dalam eksperimen Taguchi terwakili oleh eksperimen untuk setiap kombinasi faktor
pada outer array. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kesalahan eksperimen
dan meningkatkan ketelitian data eksperimen. Replikasi diperlukan karena dapat :
1. Memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk
menentukan panjang interval konfidensi atau dapat digunakan sebagai satuan
dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikasi dari perbedaan-perbedaan
yang diamati.
2. Menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen.
3. Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek
rata-rata dari suatu faktor.
Adanya penambahan replikasi akan mengurangi tingkat kesalahan percobaan
secara bertahap, namun jumlah replikasi dalam suatu percobaan dibatasi oleh sumber
yang ada yaitu waktu, tenaga, biaya dan fasilitas.
Randomisasi
Dalam percobaan selain faktor-faktor yang diselidiki pengaruhnya terhadap
suatu variabel, juga terdapat faktor-faktor lain yang tidak terkendali/tidak diinginkan
(seperti kelelahan operator, naik / turun daya mesin, dan lain-lain) yang dapat
85
mempengaruhi hasil percobaan. Pengaruh faktor-faktor tersebut diperkecil dengan
menyebarkan pengaruh tersebut selama percobaan melalui randomisasi (pengacakan)
urutan percobaan. Secara umum randomisasi dimaksudkan untuk:
1. Meratakan pengaruh dari faktor yang tidak dapat dikendalikan pada semua unit
percobaan.
2. Memberikan kesempatan yang sama pada semua unit percobaan untuk menerima
suatu perlakuan sehingga diharapkan ada kehomogenan pengaruh dari setiap
perlakuan yang sama.
3. Mendapatkan hasil pengamatan yang bebas (independen) satu sama lain.
Jika replikasi dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan dilakukan uji
signifikan, maka randomisasi bertujuan menjadikan uji tersebut valid dengan
menghilangkan sifat bias. Randomisasi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel
bilangan acak, mengundi, menggunakan mata uang, dan sebagainya. Pelaksanaan
percobaan Taguchi adalah melakukan eksperimen berdasarkan setting faktor pada
OA dengan jumlah percobaan sesuai jumlah replikasi, dan urutan seperti pada
randomisasi.
3.6.7.11. Analisa Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan, pengaturan, perhitungan, dan
penyajian data dalam suatu lay out yang sesuai dengan desain yang dipilih untuk
suatu eksperimen. Dalam perhitungan tersebut, dapat terlihat berapa besar kontribusi
86
masing-masing faktor terhadap karakteristik produk. Cara yang digunakan untuk
menganalisa data adalah dengan melihat dan menganalisa grafik main effect
responses dan grafik interaction plot yang dihasilkan untuk rata-rata dan rasio S/N.
Perhitungan untuk menganalisa data dapat terbagi menjadi dua metode,
yaitu :
• Metode Average (Metode Rata-rata)
Perhitungan dengan metode ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari
masing-masing faktor dan interaksi terhadap nilai tengah dari hasil yang
diharapkan.
• Metode S/N Rasio (Signal to Noise)
Perhitungan dengan metode ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari
masing-masing faktor dan interaksi terhadap sebaran/variasi dari hasil yang
diharapkan.
3.6.7.12. Pemilihan Level Faktor-faktor Utama
Untuk mendapatkan suatu kondisi optimal harus dilakukan pemilihan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kondisi optimal dari kualitas suatu produk. Berbagai
macam pengaruh dari faktor-faktor dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(Belavendram, 1995, p66)
87
1. Hanya berpengaruh pada rata-rata.
Faktor yang berpengaruh terhadap rata-rata namun tidak pada variansinya dapat
digunakan untuk menggeser nilai rata-rata dari suatu proses menuju suatu nilai
target. Faktor ini disebut juga adjustment factor.
2. Hanya berpengaruh pada variansi.
Faktor yang berpengaruh pada variansi namun tidak pada rata-rata dapat
digunakan untuk mengurangi variansi dari suatu proses.
3. Berpengaruh pada rata-rata dan variansi.
Faktor yang berpengaruh pada rata-rata dan variansi harus digunakan dengan
sangat hati-hati. Faktor ini memiliki fleksibilitas dalam menyeimbangkan nilai
target.
4. Tidak berpengaruh baik pada rata-rata maupun variansi.
Faktor yang tidak berpengaruh pada nilai rata-rata maupun variansi bukanlah
suatu faktor yang tidak berguna. Level yang lebih baik dari faktor ini dapat dipilih
berdasarkan faktor-faktor lainnya seperti biaya, kepercayaan, dan lainnya.
Adanya faktor-faktor pengaruh yang seperti disebutkan di atas maka optimasi
pada karakteristik nominal is the best dapat dilakukan dengan cara two-step
optimization process, yaitu : (Belavendram, 1995, p149-150)
• Memaksimalkan atau meminimalkan sensitivitas terhadap noise. Pada tahap ini
akan dipilih level faktor terkontrol yang dapat meminimasi noise.
88
• Menyesuaikan mean terhadap target. Pada tahap ini akan dilakukan penyesuaian
faktor untuk mendekati mean pada target tanpa merubah SNR.
3.6.7.13. Percobaan Konfirmasi
Percobaan konfirmasi adalah percobaan yang dilakukan untuk memeriksa
kesimpulan setting kondisi optimal yang didapat dari perhitungan (validasi
kesimpulan yang ditarik selama fase analisa). Tujuan percobaan konfirmasi adalah
untuk memverifikasi : (Bagchi, 1993, p87)
1. Dugaan yang dibuat pada saat model performansi penentuan faktor dan
interaksinya.
2. Setting parameter (faktor) yang optimal analisa hasil percobaan pada performansi
yang diharapkan
Pada saat percobaan konfirmasi yang dilakukan adalah men-setting kondisi
optimal untuk faktor dan level signifikan, sedangkan untuk faktor yang tidak
signifikan, setting untuk level faktornya dipilih berdasarkan pertimbangan biaya
ekonomis. (Ross, 1989, p182)
3.6.8. Kelebihan dan Kelemahan Metode Taguchi
Desain eksperimen Taguchi mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
dari metode Taguchi adalah :
89
1. Memungkinkan eksperimen dengan banyak faktor dengan jumlah pelaksanaan
eksperimen yang sedikit sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.
2. Orthogonal Array Taguchi memberikan hasil yang serupa dan konsisten
walaupun eksperimen dilakukan oleh orang yang berbeda.
3. Tabel Orthogonal Array dapat digunakan untuk menentukan kontribusi dari
setiap faktor yang berpengaruh terhadap kualitas dan dapat menjelaskan level-
level faktor yang memberikan hasil optimal.
4. Orthogonal Array Taguchi lebih mudah dipahami walaupun terdapat banyak
faktor yang terlibat.
5. Dapat melakukan pengamatan terhadap rata-rata dan variasi karakteristik kualitas
sekaligus, sehingga ruang lingkup pemecahan masalah lebih luas.
6. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik kualitas
melalui perhitungan ANOVA (Analysis Of Variance) dan Rasio Signal to Noise
(SNR), sehingga faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diberikan
perhatian khusus.
Walaupun metode Taguchi telah banyak diterapkan di negara-negara maju,
namun beberapa pendekatan dalam metode desain parameter Taguchi memiliki
kelemahan. Kelemahan dari penggunaan metode Taguchi ini adalah :
1. Jika percobaan dilakukan dengan banyak faktor dan interaksi akan terjadi
pembauran beberapa interaksi oleh faktor utama. Akibatnya, keakuratan hasil
90
percobaan akan berkurang, jika interaksi yang diabaikan tersebut memang benar-
benar berpengaruh terhadap karakteristik yang diamati.
2. Pendekatan Taguchi berasumsi bahwa interaksi antar faktor terkontrol maupun
dengan noise tidak ada atau ditiadakan karena pertimbangan ekonomis.
3.7. Konsep Mesin Gravure
Mesin gravure adalah mesin yang mencetak rotogravure yang memiliki
keuntungan yang lebih besar dibandingkan cetak offset. Cetak gravure dapat
menghasilkan bentuk ukuran cetak dari medium sampai ke bentuk yang lebih
panjang.Proses gravure dipilih dikarenakan dapat menghasilkan proses berupa cetak
publikasi, pengiklanan, packaging dan bentuk ruang yang sama seperti panel kayu
lantai, dan beberapa variasi bentuk lainnya.Gravure dapat memproduksi kualitas
berbagai macam warna dengan intensitas yang tinggi mulai dari film, almunium,
samapai kertas yang cukup keras bentuknya. (Kendall Gillet, 1991,p3)
Mesin gravure terdiri dari beberapa komponen mesin, yaitu : un-air, mesin
cetak warna, mesin blower, mesin kompressor, re-air. Mesin gravure pada mulanya
adalah mesin yang bentuk dan ukurannya sederhana sama dengan bentuk mesin
offset. Mesin gravure dikembangkan dari mesin offset untuk memproduksi produk
yang tidak dapat dibuat oleh mesin offset.
91
Gambar 3.4 Mesin Gravure
Sumber : PT. DNP Indonesia
Dalam proses mesin gravure, permulaan yang diperlukan adalah
1. Persiapan untuk material roll plastik yang akan dicetak.
2. Tinta dalam keadaan terisi pada tabung pengisi
3. Mesin dalam keadaan berjalan, khusus untuk komponen mesin cetak
warna, blower dan sensor cacat produk.
4. kemudian plastik dimasukkan ke mesin un-air dan dijalankan sehingga
menghasilkan plastik yang siap untuk dicetak.
3.8. Pengenalan Material Plastik
Bahan sintesis plastik ditemukan oleh Leo Backeland, ahli kimia dari Belgia,
tahun 1907. Plastik disebut juga sebagai polimer. Definisi polimer menurut
‘International Union For Pure and Applied Chemenstry’ adalah suatu material
organik yang memiliki banyak molekul dan terdiri dari pengulangan unit yang besar,
92
jika ada penambahan maupun pengurangan dari beberapa unit tidak akan merubah
sifat-sifatnya. Pada dasarnya plastik dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Plastik Thermoset adalah plastik dengan bangun polimernya berbentuk jaring-
jaring tiga dimensi. Hal ini menyebabkan plastik thermoset tidak dapat lunak
dengan pemanasan kembali sehingga produk hasil injeksi tidak dapat diolah lagi.
Contohnya adalah Expoxidharze, dan lain-lain.
2. Plastik Thermoplastic adalah plastik dengan bangun polimernya tidak berbentuk
jaring-jaring tiga dimensi, sehingga mempunyai sifat dapat lunak dengan
pemanasan kembali sehingga produk hasil injeksinya dapat diolah lagi.
Contohnya adalah PVC (Polivinil Chlorida), PP (Polipropilen), dan lain-lain.
3. Plastik Elastomer adalah plastik yang mempunyai sifat elastis, contohnya adalah
karet silicon, dan lain-lain.
Material plastik yang biasanya digunakan dalam mesin gravure dapat
digolongkan menjadi :
• Semicrystalline
Semicrystalline merupakan campuran dari amorph dan kristal beraturan. Polimer
yang bersifat semikristal mempunyai sifat penyusutan yang sangat tinggi
dibandingkan dengan plastik yang bersifat amorph dan blends, contohnya :
Polybutylene Terephthalate, dan nylon.
93
3.8.1. Nilon
Bahan baku nilon merupakan bahan baku plastik yang termasuk dalam
golongan termoplastik dan bersifat semikristal. Istilah lain dari bahan baku nilon
adalah poliamid. Sifat nilon yang sangat terkenal adalah karakteristiknya yang tahan
panas, kekuatan tinggi, dan modulusnya tinggi, maka bahan ini banyak digunakan
untuk bahan komposit dan bahan isolasi listrik. Namun akibat dari sifat serap airnya,
maka kestabilan dimensinya dan sifat listriknya jelek karena bahan-bahan tersebut
agak berubah mikro strukturnya (struktur kristalin, kristalinitas) dimana struktur
kristalin dapat berubah oleh kedudukan dan jumlah ikatan hidrogen yang terbentuk
antara CO-NH dalam nilon, yang sangat dipengaruhi oleh jumlah karbon m, n, dan
sebagainya.
Nilon memiliki sifat higroskopik karena adanya gugus amida hidrofilik
sehingga makin tinggi kristalinitas dan makin kecil jumlah gugus amida yang ada,
semakin kecil sifat higroskopiknya. Jika bahan baku nilon mengandung kelembaban
maka akan mempengaruhi kestabilan dimensi dari cetakan, misalnya dengan absorpsi
air sebanyak 1%, maka dimensi bertambah (membengkak) sebesar 0.2% dengan nilon
6 dan 0.25% dengan nilon 66. Karena bersifat higroskopik maka sifat listrik rusak
karena absorpsi air bertambah. Tahanan volume berkurang kira-kira 1/10 nya dengan
bertambahnya air sebesar 1%. Bila suhu deformasi termal naik maka bahan menjadi
kurang peka terhadap pengaruh panas dan air. Kestabilan dimensi juga bertambah
karena keausan abrasi bertambah.
94
Karakteristik nilon yang penting untuk diperhatikan dalam injection moulding
adalah yang bersifat kristalin, sehingga temperatur pelunakannya berdaerah sempit
dan kalor pelelehannya tinggi. Selain itu, karena viskositas lelehan sangat tergantung
pada temperatur dan temperatur penguraian berada dekat pada titik leleh, maka
temperatur harus dikontrol ketat. Pada pencetakan, perlakuan panas dapat diberikan
untuk menghilangkan tegangan sisa dan meningkatkan kristalinitas, dengan
pemanasan dalam parafin cair atau minyak pengeras terhadap kelebihan air pada 10-
20 oC lebih tinggi daripada temperatur kerja.
Material nilon harus diproses dengan kondisi kandungan air lebih rendah dari
0.2%, jika tidak viskositas lelehan akan menurun dan beberapa permasalahan yang
mungkin terjadi selama proses berlangsung adalah parameter produksi tidak akan
berubah dalam viskositas lelehan, ini akan mempengaruhi tekanan material. Isi dari
komponen dapat berubah ketika tekanan material dirubah, dimana akan
mempengaruhi kualitas dari komponen. Selebihnya, material yang lembab cenderung
tersisa di nozzle dan komponen dapat rapuh dan permukaannya dapat rusak (terdapat
gelembung, lapisan, kelebihan (flash), dan sebagainya). Akhirnya, material yang
lembab dapat menyebabkan terjadinya gas emisi selama proses berlangsung, dimana
dapat meningkatkan pemakaian dari screw dan dapat menyumbat di lubang-lubang
cetakan. Karena sifat higroskopisnya nilon, maka air harus dihilangkan sebelum
pencetakan polimer dilakukan.
95
3.9. Simulasi
3.9.1. Pengertian Simulasi
Simulasi merupakan salah satu cara untuk memecahkan berbagai persoalan
yang dihadapi di dunia nyata (real world). Banyak metode yang dibangun dalam
Operation Research dan System Analyst untuk kepentingan pengambilan keputusan
dengan menggunakan berbagai analisis data. Namun pendekatan yang digunakan
untuk memecahkan berbagai masalah yang mengandung ketidakpastian dan
kemungkinan jangka panjang yang tidak dapat diperhitungkan dengan seksama
adalah dengan simulasi.
Simulasi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk
memecahkan atau menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang
penuh dengan ketidakpastian dengan tidak atau menggunakan model atau metode
tertentu dan lebih ditekankan pada pemakaian komputer untuk mendapatkan
solusinya. (Kakiay, 2004, p1-2)
Konsep sistem simulasi muncul dan dilaksanakan pada permulaan tahun
1950-an. Konsep ini muncul sebagai akibat dari terjadinya berbagai perubahan di
dalam memandang persoalan, dimana suatu persoalan dianggap dapat diuraikan
menurut bagian-bagian yang berinteraksi secara simultan. Perubahan-perubahan
semacam ini secara nyata dapat diamati dalam percobaan. Sistem simulasi
memberikan hasil yang layak (feasible) pada EDP, dimana hasilnya dapat diperoleh
dengan cepat. Simulasi juga memberikan kemungkinan untuk mengerjakan seluruh
96
bagian dalam sistem analisis yang sebenarnya merupakan persoalan yang kompleks
yang harus dikerjakan dengan analisis.
3.9.2. Simulasi Komputer
Simulasi komputer bukan lagi merupakan barang baru. Simulasi ini sudah
cukup dikenal di berbagai negara di seluruh dunia, terutama digunakan untuk
memecahkan berbagai persoalan yang rumit. Karena persoalan yang luas dan rumit
tersebut dapat diselesaikan dengan simulasi, maka kemudian timbul pemikiran untuk
merencanakan langkah-langkah pembuatan program simulasi secara sistematis
sehingga persoalan yang kompleks tersebut dapat dipecahkan dan diprogramkan
dengan lebih mudah.
Pada simulasi komputer hanya menggunakan komputer untuk memecahkan
masalah sesuai kebutuhan yang kemudian diprogramkan ke dalam komputer. Semua
tingkah laku yang dijadikan sebagai persoalan dialihkan ke dalam program, termasuk
ketentuan logika pengambilan keputusan dan pelaksanaannya. Simulasi komputer
banyak dipergunakan dalam berbagai sistem karena menawarkan berbagai
keunggulan sebagai alat untuk melakukan analisis. (Kakiay, 2004, p13-15)
3.9.3. Keuntungan Simulasi
Pada pendekatan simulasi, untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
rumit akan lebih mudah dilakukan bila dimulai dengan membangun model percobaan
97
dari suatu sistem. Menurut Kakiay (2004, p3-4), keuntungan yang dapat diperoleh
dengan memanfaatkan simulasi, adalah :
1. Menghemat waktu (CompressTime)
Kemampuan di dalam menghemat waktu ini dapat dilihat dari pekerjaan yang bila
dikerjakan akan memakan waktu tahunan tetapi kemudian dapat disimulasikan
hanya dalam beberapa menit, bahkan dalam beberapa kasus hanya dalam
hitungan detik. Kemampuan ini dapat dipakai oleh para peneliti untuk melakukan
berbagai pekerjaan desain operasional yang mana juga memperhatikan bagian
terkecil dari waktu untuk kemudian dibandingkan dengan yang terdapat pada
sistem yang nyata berlaku.
2. Dapat melebar-luaskan waktu (Expand Time)
Hal ini terlihat terutama dalam dunia statistik dimana hasil yang diinginkan dapat
tersaji dengan cepat. Simulasi dapat digunakan untuk menunjukkan perubahan
struktur dari suatu sistem nyata (real system) yang sebenarnya tidak dapat diteliti
pada waktu yang seharusnya (real time). Dengan demikian simulasi dapat
membantu mengubah real system hanya dengan memasukkan sedikit data.
3. Dapat mengawasi sumber-sumber yang bervariasi (Control Sources of
Variation )
Kemampuan pengawasan dalam simulasi ini tampak terutama apabila analisis
statistik digunakan untuk meninjau hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terkait yang merupakan faktor-faktor yang akan dibentuk dalam
98
percobaan. Hal ini dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu kegiatan yang
harus dipelajari dan ditangani dan tidak dapat diperoleh dengan cepat.
4. Mengoreksi kesalahan-kesalahan perhitungan (Error in Meansurment
Correction)
Dalam prakteknya, pada suatu kegiatan ataupun percobaan dapat saja muncul
ketidakbenaran dalam mencatat hasil-hasilnya. Sebaliknya, dalam simulasi
komputer jarang ditemukan kesalahan perhitungan terutama bila angka-angka
diambil dari komputer secara teratur dan bebas. Komputer mempunyai
kemampuan untuk melakukan perhitungan dengan akurat.
5. Dapat dihentikan dan dijalankan kembali (Stop Simulation and
Restart)
Simulasi komputer dapat dihentikan untuk kepentingan peninjauan ataupun
pencatatan semua keadaan yang relevan tanpa berakibat buruk terhadap program
simulasi tersebut. Dalam dunia nyata, percobaan tidak dapat dihentikan begitu
saja. Dalam simulasi komputer, setelah dilakukan penghentian maka kemudian
dapat dengan cepat dijalankan kembali (restart).
6. Mudah diperbanyak (Easy to Replicate)
Dengan simulasi komputer percobaan dapat dilakukan setiap saat dan dapat
diulang-ulang. Pengulangan dilakukan terutama untuk mengubah berbagai
komponen dan variabelnya, seperti dengan perubahan pada parameternya,
perubahan pada kondisi operasinya, ataupun dengan memperbanyak output.
99
3.10.Sistem Informasi
3.10.1. Pengertian Sistem Informasi
Salah satu kebutuhan yang sangat besar akan teknologi informasi sekarang ini
adalah kebutuhan akan sistem informasi. Sebelum memasuki pembahasan mengenai
sistem informasi, akan dibahas dulu mengenai pengertian sistem karena konsep
sistem merupakan dasar bidang kegiatan sistem informasi sehingga sangat penting
bagi pemakai untuk memahami teori pokok tentang sistem. Secara sederhana sistem
dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen atau
variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama
lain dan terpadu. Teori sistem secara umum pertama kali diuraikan oleh Kenneth
Boulding, terutama menekankan pentingnya perhatian terhadap setiap bagian yang
membentuk sebuah sistem. (Sutabri, 2004, p3).
Menurut McLeod (2001, p13), sistem adalah sekelompok elemen-elemen
yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dari beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu
kelompok komponen yang saling berhubungan dan bekerja bersama kearah suatu
pencapaian sasaran yang umum dengan menerima masukan dan memproduksi
keluaran dalam suatu proses perubahan bentuk atau transformasi yang terorganisir.
Sistem mempunyai tiga fungsi dasar berikut yang saling berinteraksi, yaitu :
100
• Masukan (Input)
Masukan mencakup penangkapan dan pengumpulan unsur/komponen yang
masuk ke dalam sistem untuk diproses.
• Pengolahan (Process)
Pengolahan melibatkan perubahan bentuk (transformasi) masukan menjadi
keluaran.
• Keluaran (Output)
Keluaran adalah hasil akhir dari proses perubahan bentuk. Keluaran
mencakup pemindahan unsur-unsur yang telah diproduksi oleh suatu proses
perubahan bentuk (transformasi) kedalam tujuan akhirnya.
Menurut McLeod (2001, p2) Informasi merupakan data yang telah diproses
atau data yang memiliki arti. Sedangkan menurut O’Brien (2002, p13), informasi
adalah data yang telah dikonversikan menjadi bentuk yang bermakna dan berguna
bagi pengguna akhir. Menurut pendapat ahli lainnya, informasi adalah data yang telah
diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat berupa fakta,
suatu nilai yang bermanfaat atau prospek keputusan. Jadi ada suatu proses
transformasi data menjadi suatu informasi (input-proses-output). Dari definisi yang
disebutkan, informasi dapat disimpulkan sebagai data yang telah diolah yang
mempunyai arti dalam pengambilan keputusan bagi pihak yang bersangkutan. Pengertian sistem informasi menurut Mcleod (2001,p4) adalah suatu
kombinasi yang terorganisasi dari manusia, perangkat lunak, perangkat keras,
101
jaringan komputer, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mentransformasikan,
serta menyebarkan informasi di dalam sebuah organisasi. Menurut pendapat ahli
lainnya, sistem informasi adalah sebuah sistem terintegrasi, sistem manusia-mesin,
untuk menyediakan informasi untuk mendukung operasi, manajemen, dan fungsi
pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Definisi sistem informasi dapat
disimpulkan sebagai gabungan sistem kerja dari berbagai elemen yang
mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan dan menyebar informasi dalam
suatu sistem.
Model Sistem Informasi menggambarkan suatu kerangka konseptual dasar
yang utama dari aktivitas dan komponen sistem informasi. Suatu sistem informasi
tergantung pada sumber daya orang-orang (pemakai dan spesialis sistem informasi),
perangkat keras (mesin dan media), perangkat lunak (program dan prosedur), data
(basis data dan pengetahuan), dan jaringan (media komunikasi dan jaringan
pendukung) untuk melaksanakan masukan, pengolahan, keluaran, penyimpanan, dan
aktivitas pengendalian yang mengubah sumber daya data ke dalam produk berbentuk
informasi. Sumber daya Data dirubah oleh aktivitas pengolahan informasi ke dalam
berbagai produk informasi untuk pemakai. Pengolahan informasi terdiri dari
masukan, pengolahan, keluaran, penyimpanan dan aktivitas pengendalian.
102
3.10.2. Komponen Sistem Informasi
Komponen sistem informasi merupakan model sistem informasi yang
menunjukkan hubungan antara komponen dan aktivitas sistem informasi, yang terdiri
atas :
1. Sumber daya orang (people resources)
Merupakan orang-orang yang mengoperasikan semua sistem informasi. Sumber
daya Orang meliputi:
• Pemakai (end user) adalah orang-orang yang menggunakan sistem informasi
atau informasi yang dihasilkannya. Contohnya adalah :
Clerical personnel, untuk menangani transaksi dan pemrosesan data dan
melakukan inquiry = operator.
First level manager, untuk mengelola pemrosesan data didukung dengan
perencanaan, penjadwalan, identifikasi situasi out-of-control dan
pengambilan keputusan level menengah ke bawah.
Management, untuk pembuatan laporan berkala, permintaan khsus,
analisis khusus, laporan khsusus, pendukung identifikasi masalah dan
peluang, pendukung analisis pengambilan keputusan level atas.
• Spesialis sistem informasi merupakan orang-orang yang mengembangkan dan
mengoperasikan sistem informasi.
2. Sumber daya perangkat keras (hardware resources)
103
Meliputi semua alat dan material fisik yang digunakan dalam pengolahan
informasi, mencakup semua mesin dan media data. Komponen penting adalah:
• Sistem Komputer, adalah CPU dan yang terkait, seperti terminal dan jaringan
PC (personal computer).
• Penghubung Komputer, adalah alat masukan dan alat keluaran seperti papan
tombol (keyboard), monitor, dan sarana penyimpanan sekunder.
• Jaringan Telekomunikasi, adalah sistem komputer yang saling berhubungan
melalui berbagai media telekomunikasi seperti modem (modulator-
demodulator).
3. Sumber daya perangkat lunak (software resources)
Meliputi sekumpulan instruksi untuk pengolahan informasi. Sumber daya
perangkat lunak meliputi:
• Perangkat lunak sistem, untuk mengendalikan bekerjanya komputer.
• Perangkat lunak aplikasi, digunakan untuk membantu pelaksanaan tugas
spesifik dari pemakai, seperti pengolah kata.
• Prosedur, adalah instruksi kerja atau operasional untuk orang-orang yang
menggunakan sistem informasi tersebut.
4. Sumber daya Data (data resources)
Data adalah bahan baku utama diantara berbagai sumber daya organisatoris yang
sangat berharga didalam suatu sistem informasi. Data dapat disajikan dalam
bentuk alphanumeric, teks, gambar dan/atau format audio. Data secara khas
104
terorganisir ke dalam basis data (database) yang mengatur proses dan
pengorganisasian data atau Basis Pengetahuan (knowledgebase) yang mengatur
pengetahuan dan knowledge dalam berbagai format atau bentuk seperti fakta dan
peraturan tentang suatu hal/subjek tertentu.
Sumber : O’brien,1997.
Gambar 3.5. Komponen Sistem Informasi
3.10.3. Pengembangan Sistem Informasi
Pengembangan sistem informasi (system development) dapat berarti
menyusun sistem informasi yang benar-benar baru atau yang lebih sering terjadi
adalah menyempurnakan sistem yang telah ada. Juga sering terjadi pengembangan
sistem informasi berbasis komputer dilakukan dengan motivasi untuk memanfaatkan
komputer sebagai alat bantu yang dikenal sebagai alat yang cepat, akurat, tidak cepat
105
lelah, serta tidak mengenal arti kata bosan, untuk melaksanakan instruksi-instruksi
pengguna.
Pengembangan sistem informasi yang direalisasikan dengan bantuan
komputer (Computerized Information System) melalui suatu tahapan yang disebut
dengan sistem analisis dan desain. Yang dimaksud dengan sistem analisis dan desain
adalah peningkatan kinerja suatu organisasi dengan tujuan perbaikan prosedur-
prosedur dan metode yang lebih baik. Sistem desain merencanakan suatu sistem baru
menggantikan (dikomplemenkan) dengan sistem usaha lama. Untuk itu diperlukan
analisis, yaitu proses mengumpulkan dan menginterprestasikan kenyataan-kenyataan
yang ada, mendiagnosa persoalan dan menggunakan keduanya untuk memperbaiki
sistem.
Sistem analis selain bertugas untuk memecahkan persoalan yang dihadapi
juga diharapkan dapat membantu menangani perencanaan perluasan usaha. Dalam hal
ini sistem pemecahan harus berorientasi ke masa mendatang, jika sistemnya belum
ada juga harus dapat memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan kebutuhan masa
depan suatu usaha dan perubahan yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Dalam banyak hal, sistem analis harus memiliki inovasi yang tinggi untuk
memberikan banyak cara alternatif untuk memperbaiki situasi. Rencana perbaikan
yang diberikan dapat lebih dari satu strategi dan setelah manajemen memutuskan
strategi yang dipilih, baru dikembangkan strategi tersebut. Sistem desain mirip
106
dengan blueprint yang memspesifikasikan semua karakteristik yang harus ada pada
produk jadi.
Menurut Adi Nugroho (2002,p78), pengembangan sistem informasi dilakukan
karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Adanya permasalahan yang dijumpai pada sistem yang lama
Permasalahan pada sistem yang lama bisa berarti pencatatan data yang tidak
akurat, informasi yang sering terlambat atau sukar diperoleh saat dibutuhkan,
ketidak-keefisienan operasi, serta ketidak-amanan data-data penting yang
mengakibatkan permasalahan akses data oleh oknum yang tidak berhak.
2. Pertumbuhan organisasi
Pada saat organisasi masih kecil, masih mungkin segalanya dilakukan secara
manual dengan jumlah pengelola beberapa orang saja. Namun saat organisasi
berkembang menjadi besar, tidaklah mungkin untuk melakukan segalanya secara
manual. Saat inilah diperlukan otomatisasi pemrosesan data sehingga proses-
proses dalam organisasi bisa berjalan dengan cepat serta akurat. Selain itu juga
diperlukan suatu cara tertentu sehingga data-data yang diperlukan sebagai dasar
pengambilan keputusan oleh manajer dapat diperoleh dengan cepat.
3. Untuk meraih kesempatan-kesempatan
Teknologi informasi telah berkembang dengan cepatnya. Organisasi mulai
merasakan bahwa teknologi informasi perlu digunakan untuk meningkatkan
penyediaan informasi sehingga mendukung penuh dalam proses pengambilan
107
keputusan yang akan dilakukan oleh para manajer. Dalam keadaan pasar bersaing,
kecepatan informasi sangat menentukan berhasil atau tidaknya strategi serta
rencana-rencana yang telah disusun untuk meraih kesempatan-kesempatan yang
ada. Bila pesaing organisasi berhasil memanfaatkan kesempatan-kesempatan itu,
kita akan tertinggal sehingga mungkin akan menjadi terlambat untuk dapat
memanfaatkan kesempatan itu.
Siklus pengembangan sistem adalah kumpulan-kumpulan kegiatan dari
analisis pendesain dan user dari sistem informasi yang dilaksanakan untuk
dikembangkan dan diimplementasikan. Siklus hidup pengembangan sistem informasi
menyajikan metodologi atau proses yang diorganisasikan guna membangun suatu
sistem informasi. Siklus hidup sistem informasi dimulai dari fase perencanaan, fase
pembangunan (investigasi, analisis, desain, implementasi), dan dievaluasi secara
terus-menerus untuk menetapkan apakah sistem informasi tersebut masih layak
diaplikasikan. Jika tidak maka sistem informasi tersebut akan diganti dengan yang
baru dan dimulai dari perencanaan kembali. Siklus pengembangan sistem informasi
terdiri dari aktivitas-aktivitas, yaitu penyelidikan awal, penentuan kebutuhan sistem,
pengembangan prototipe sistem, desain sistem, implementasi dan evaluasi.
108
Sumber : Tessy Badriyah, http://newserver.eepis-its.edu/~tessy/simbab2.pdf.
Gambar 3.6. Siklus Pengembangan Sistem
3.10.4. Metodologi Sistem Informasi
Metodologi adalah kesatuan metode-metode, prosedur-prosedur, konsep-
konsep pekerjaan, aturan-aturan yang digunakan oleh suatu ilmu pengetahuan, seni
atau disiplin yang lain, serta digunakan untuk mengembangkan sistem aplikasi.
Sedangkan metode adalah suatu cara, teknik sistematis untuk mengerjakan sesuatu.
Dengan demikian metodologi sistem informasi adalah metode-metode, prosedur-
prosedur, konsep-konsep pekerjaan, dan aturan-aturan untuk merancang atau
mengembangkan suatu sistem informasi. (Sutabri, 2004, p69).
Dalam perancangan atau pengembangan sistem informasi perlu digunakan
suatu metodologi yang dapat digunakan sebagai pedoman bagaimana dan apa yang
109
harus dikerjakan selama perancangan atau pengembangan berlangsung. Dengan
mengikuti metode dan prosedur-prosedur yang diberikan oleh suatu metodologi,
maka perancangan sistem informasi diharapkan akan dapat diselesaikan dengan
berhasil.
Dari perkembangannya sampai sekarang, metodologi sistem informasi dapat
dikelompokkan menjadi empat, apabila ditinjau dari alat untuk membuat model dan
paradigmanya. Sedangkan tahapan pada prinsipnya tidak mengalami perubahan yang
mendasar, yang berbeda adalah pada sistem konvensional mensyaratkan bahwa setiap
tahapan harus diselesaikan secara tuntas sebelum memasuki tahapan selanjutnya,
sedangkan konsep-konsep baru lebih menekankan adanya iterasi atau pelaksanaan
secara spiral. Menurut Sutabri (2004, p69-60), metodologi yang disebutkan di atas
terdiri atas :
1. Metodologi yang berorientasi keluaran
Metodologi ini disebut juga metodologi tradisional, diperkenalkan sekitar tahun
1960 dengan memberikan tahapan dalam pengembangan sistem tanpa dibekali
dengan teknik dan peranti yang memadai, seperti cara menganalisis,
menggambarkan sistem, sehingga sering disebut metodologi System Development
Life Cycle (SDLC). Hal di atas tidak menjadi masalah untuk pengembangan
sistem yang kecil dimana sistem analisis, desain, dan programmer ditangani oleh
satu orang. Bagaimana dengan pengembangan sistem yang melibatkan tim
dimana sistem analisis, desain, dan programmer terdiri dari orang yang berbeda?.
110
Di sini akan timbul kesulitan dalam menyampaikan hasil analisis ke orang yang
mendesain dan dari orang yang mendesain ke programmer, karena penggunaan
narasi dapat menimbulkan persepsi yang berlainan. Fokus utama metodologi ini
adalah pada keluaran/output seperti laporan penjualan, laporan pembelian, dan
lain sebagainya seperti gambar di bawah ini.
Sumber : Nugroho,2002.
Gambar 3.7. Output yang Berupa Narasi Dapat Menimbulkan Persepsi
yang Berbeda
2. Metodologi yang berorientasi proses
Metodologi ini disebut juga dengan metodologi struktur analisis dan desain,
diperkenalkan sekitar tahun 1970 dan masih mendominasi pengembangan sistem
sampai saat ini. Metodologi ini telah dilengkapi dengan alat-alat (tool) dan teknik-
teknik yang dibutuhkan untuk pengembangan sistem, khususnya pemrograman
terstruktur atau modular. Beberapa alat yang digunakan antara lain data flow
diagram (DFD), bagan terstruktur dan kamus data. Fokus utama metodologi ini
111
pada proses dengan menggambarkan dunia nyata yang memakai data flow
diagram seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Nugroho,2002.
Gambar 3.8. Titik Berat Ada Pada Proses
3. Metodologi yang berorientasi data
Metodologi ini disebut juga metodologi informasi, diperkenalkan sekitar tahun
1980 dengan semakin banyaknya perusahaan yang menggunakan Relational
DatabaseManagement System (DBMS). Alat yang digunakan untuk membuat
model adalah Entity Relational Diagram (ERD). Fokus utama metodologi ini
adalah data, dimana dunia nyata digambarkan dalam bentuk entitas, atribut data
serta hubungan antar data tersebut, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Nugroho,2002.
Gambar 3.9. Data Sebagai Fokus Utama
4. Metodologi yang berorientasi objek
Metodologi ini diperkenalkan sekitar tahun 1990 sebagai pelengkap untuk
pemrograman yang terlebih dahulu telah mengadopsi metode berorientasi objek.
112
Beberapa alat dan teknik yang digunakan antara lain dynamic and static object
oriented model, state-transition diagrams, dan case scenario. Fokus utama
metodologi ini pada objek, dengan melihat suatu sistem terdiri dari objek yang
saling berhubungan dengan sistem untuk mencapai tujuan. Objek dapat
digambarkan sebagai benda, orang, tempat, dan lain sebagainya, yang mempunyai
atribut dan metode seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Nugroho,2002.
Gambar 3.10. Fokus Utama Pada Objek
Secara umum, perkembangan sistem informasi yang banyak diketahui adalah
perkembangan dari sistem informasi yang berorientasi proses hingga sistem informasi
yang berorientasi objek. Untuk jelasnya dapat lihat gambar berikut ini :
Sumber : http://www.embarcadero.com/support/uml_central.asp.
113
3.11.Pemodelan (Modeling)
Pemodelan (modeling) adalah proses merancang piranti lunak sebelum
melakukan pengkodean (coding). Pemodelan sistem memainkan peranan penting
dalam pengembangan sistem. Sebagai seorang sistem analis atau user kemungkinan
akan menghadapi situasi atau masalah yang tidak terstruktur. Salah satu cara untuk
membuat masalah terlihat secara terstruktur adalah menggambar model. Model
adalah representasi dari realita. Model dapat dibuat untuk sistem yang sudah ada
sebagai suatu cara untuk lebih memahami sistem lebih baik lagi atau untuk sistem
yang diusulkan, sebagai suatu cara untuk mendokumentasikan kebutuhan bisnis
ataupun disain teknis.
Adanya penggunaan model, diharapkan pengembangan piranti lunak dapat
memenuhi semua kebutuhan pengguna dengan lengkap dan tepat, termasuk faktor-
faktor seperti scalability, robustness, security, dan sebagainya. Kesuksesan suatu
pemodelan piranti lunak ditentukan oleh tiga unsur, yang kemudian terkenal dengan
sebutan segitiga sukses (the triangle for success). Ketiga unsur tersebut adalah
metoda pemodelan (notation), proses, dan tool yang digunakan. Memahami notasi
pemodelan tanpa mengetahui cara pemakaian yang sebenarnya (proses) akan
membuat proyek gagal. Dan pemahaman terhadap metode pemodelan dan proses
disempurnakan dengan penggunaan tool yang tepat.
114
Sumber :Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003.
Gambar 3.12. The Triangle For Success
3.12.Perbandingan Object Oriented dan Terstruktur
Berikut ini merupakan perbandingan antara metodologi berbasiskan objek
dengan terstruktur menurut M. Hanif. MH, yaitu :
• Metodologi berorientasi objek
Pendekatan berorientasi objek membuat data terbungkus pada setiap fungsi atau
prosedur dan melindunginya terhadap perubahan yang tidak dikehendaki dari
fungsi yang berada diluarnya. Berikut ini merupakan ciri-ciri dari pendekatan
berorientasi objek, yaitu :
1. Pendekatan lebih pada data dan bukannya pada prosedur ataupun fungsi.
2. Program besar dibagi dalam objek-objek.
3. Fungsi ataupun prosedur yang mengoperasikan data tergabung dalam objek
yang sama.
4. Data tersembunyi dan terlindung dari fungsi atau prosedur yang ada dibagian
luar.
115
5. Objek-objek dapat saling berkomunikasi dengan mengirim pesan satu sama
lainnya.
6. Pendekatan dari bawah keatas (bottom up approach).
Sumber : Hanif, http://www26.brinkster.com/emhaxp/informasi _ hariini /object_ oriented&terstruktur.html..
Gambar 3.13. Pendekatan Object Oriented
• Metodologi terstruktur
Pada pendekatan terstruktur, permasalahan dilihat sebagai urutan proses yang
harus dikerjakan, misalkan : masukan, proses, dan keluaran. Fokus utamanya
pada fungsi dan prosedur yang terlibat. Fungsi dan prosedur tersebut merupakan
organisasi dari kelompok-kelompok perintah yang harus diikuti komputer.
Kelompok-kelompok tersebut berisikan aliran perintah dari satu aksi ke aksi
lainnya. Berikut ini gambar pendekatan berorientasi terstruktur :
116
Sumber : Hanif, http://www26.brinkster.com/emhaxp/informasi _hariini/object_
oriented&terstruktur.html.
Gambar 3.14. Pendekatan Structure Oriented
Berikut ini ini merupakan ciri-ciri dari pendekatan berorientasi terstruktur, yaitu :
1. Pendekatan lebih pada algoritma pemecahan masalah.
2. Program besar dipecah menjadi program yang kecil-kecil.
3. Kebanyakan fungsi atau prosedur berbagi data global.
4. Data bergerak secara bebas dalam sistem, dari satu fungsi menuju fungsi
lainnya yang terkait.
5. Fungsi-fungsi atau prosedur mentransformasikan data dari satu bentuk ke
bentuk lainnya.
6. Pendekatan dari atas ke bawah (top down approach).
3.13.Metodologi Pemodelan Berorientasi Objek
3.13.1. Latar Belakang Metodologi Berorientasi Objek
Banyak sekali metodologi yang digunakan dalam melakukan pendekatan
terhadap permasalahan di dunia nyata. Untuk memperoleh solusinya menggunakan
117
teknologi, metodologi object oriented dimana merupakan hasil evaluasi dari banyak
metodologi sebelumnya, seperti metodologi prosedural, sekuensial, konkurensi
maupun modular. Tujuan dari metodologi object oriented, bukanlah sebagai solusi
untuk menggantikan metodologi-metodologi yang sudah ada sebelumnya, tetapi
hanyalah sebagai salah satu alternatif pendekatan permasalahan untuk mencari solusi
pemecahan.
Istilah object oriented mulai dikenal pada awal tahun 1967, melalui bahasa
pemrograman yang bertujuan sebagai pemodelan atau simulasi yang bernama simula.
Simula adalah bahasa pertama yang menggunakan metodologi object oriented,
didalamnya sudah memiliki konsep dan prinsip dasar object oriented. Bahasa
pemrograman ini dikenalkan pertama kali oleh Ole-Johan Dahl dan Kristen Nygaard.
Pada awalnya bahasa pemrograman ini hanya untuk simulasi, tetapi pada akhirnya
menjadi bahasa pemrograman umum.
Object oriented secara umum adalah suatu metodologi atau cara yang diambil
dari filsafat dunia nyata yang diterapkan pada teknologi informasi, merupakan suatu
pola pikir yang diterapkan menyeluruh tentang bagaimana kita memandang sesuatu
baik sudut pandang pengguna, pengembang, ataupun pengelola tinggi. Dalam dunia
pemodelan, metodologi implementasi obyek walaupun terikat kaidah-kaidah standar,
namun teknik pemilihan obyek tidak terlepas pada subyektifitas software analyst dan
designer. Beberapa obyek akan diabaikan dan beberapa obyek menjadi perhatian
118
untuk diimplementasikan di dalam sistem. Hal ini sah-sah saja karena kenyataan
bahwa suatu permasalahan sudah tentu memiliki lebih dari satu solusi.
3.13.2. Konsep Dasar Metodologi Berorientasi Objek
Menurut Heru Irman (http://www.gematel.com/Edisi28/Artikel%20Lepas/
lepas3.html), metodologi berorientasi objek memiliki beberapa konsep dasar, yaitu :
1. Objek
Objek merepresentasikan sebuah entitas, baik secara fisik, konsep ataupun
secara perangkat lunak. Definisi yang formal dari objek adalah sebuah konsep,
abstraksi atau sesuatu yang diberi batasan jelas dan dimaksudkan untuk sebuah
aplikasi. Sebuah objek adalah sesuatu yang mempunyai keadaan, kelakuan dan
identitas. Keadaan dari objek adalah satu dari kondisi yang memungkinkan
dimana objek dapat muncul, dan dapat secara normal berubah berdasarkan waktu.
Keadaan dari objek biasanya diimplementasikan dengan kelompok propertinya
(disebut atribut), berisi nilai dari properti tersebut, ditambah keterhubungan objek
yang mungkin dengan objek lainnya.
Kelakuan menentukan bagaimana sebuah objek beraksi dan bereaksi
terhadap permintaan dari objek lainnya. Direpresentasikan dengan kelompok
pesan yang direspon oleh objek (operasi yang dilakukan oleh objek). Kelakuan
dari objek mendeskripsikan segala sesuatu yang dapat kita lakukan terhadap objek
tersebut dan segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh objek untuk kita. Setiap
119
objek mempunyai identitas yang unik. Identitas yang unik ini membuat kita dapat
membedakan dua objek yang berdeda, walaupun kedua objek tersebut
mempunyai keadaan dan nilai yang sama pada atributnya.
2. Kelas
Kelas adalah deskripsi dari kelompok objek dengan properti yang sama
(atribut), kelakuan yang sama (operasi), serta relationship dan semantik yang
sama. Dimana telah dinyatakan, bahwa sebuah objek adalah instansiasi dari kelas.
Sebuah kelas adalah sebuah hasil abstraksi dari sesuatu dengan mengelompokkan
karakteristik yang sejenis dengan mengabaikan karakteristik lainnya.
3. Atribut
Atribut adalah nama-nama properti dari sebuah kelas yang menjelaskan
batasan nilainya dari properti yang dimiliki oleh sebuah kelas tersebut. Atribut
dari suatu kelas merepresentasikan properti-properti yang dimiliki oleh kelas
tersebut. Atribut mempunyai tipe yang menjelaskan tipe instansiasinya. Hanya
sebuah instansiasi dari kelas (objek) yang dapat mengubah nilai dari atributnya.
Keadaan (state) dari sebuah objek dijelaskan dengan nilai dari atribut-
atribut yang dimilikinya (selain keberadaan hubungan dengan objek lainnya).
Dalam sebuah kelas atribut hanya dinyatakan keberadaan dan batasan nilainya
saja, sedangkan dalam sebuah objek atributnya sudah dinyatakan nilai dan
menjelaskan kedudukan/ keadaan dari objek tersebut.
120
4. Operasi
Operasi adalah implementasi dari layanan yang dapat diminta dari sebuah
objek dari sebuah kelas yang menentukan tingkah lakunya. Sebuah operasi dapat
berupa perintah ataupun permintaan. Sebuah permintaan tidak boleh mengubah
kedudukan dari objek tersebut. Hanya perintah yang dapat mengubah keadaan
dari sebuah objek. Keluaran dari sebuah operasi tergantung dari nilai keadaan
terakhir dari sebuah objek.
Sumber : http://www.te.ugm.ac.id/~selo_te/2004/APSI/Object%20Oriented
%20Analysis%20and%20Design.htm.
Gambar 3.15. Konsep Object Oriented
3.13.3. Teknik Dasar Metodologi Berorientasi Objek
Menurut Sapri Sutisna (http://www.gematel.com/Edisi28/Artikel%20 Lepas/
lepas2.html), dalam menerapkan metodologi berorientasi objek terdapat tiga teknik
dasar, yaitu :
Class Car Attributes
Model
Location Operations
Start
Accelerate
121
1. Pemodulan (Encapsulation)
Secara sederhana, pemodulan (encapsulation) dalam pemrograman
berorientasi objek berarti pengelompokan data dan fungsi (method). Definisi
formalnya adalah sebuah objek yang memiliki kemampuan untuk
menyembunyikan informasi penting (information hiding) dan tidak dapat diakses
oleh objek lain yang tidak memiliki hak akses dalam objek itu.
Ilustrasi dalam dunia nyata, seorang ibu rumah tangga menanak nasi
dengan menggunakan rice cooker, ibu tersebut menggunakannya hanya dengan
menekan tombol. Tanpa harus tahu bagaimana proses itu sebenarnya terjadi.
Disini terdapat penyembunyian informasi milik rice cooker, sehingga tidak perlu
diketahui seorang ibu. Dengan demikian menanak nasi oleh si ibu menjadi
sesuatu yang menjadi dasar bagi konsep information hiding.
2. Penurunan (Inheritance)
Penurunan (inheritance) merupakan kemampuan suatu objek untuk
menurunkan sifat, atribut, metode, dan variabel kepada kelas turunannya. Secara
sederhana berarti menciptakan kelas baru yang memiliki sifat-sifat kelas
induknya, ditambah dengan karakteristik yang khas dari kelas itu sendiri. Objek-
objek memiliki banyak persamaan, namun ada sedikit perbedan.
Contoh dengan beberapa buah mobil yang mempunyai kegunaan yang
berbeda-beda. Ada mobil bak terbuka seperti truk, bak tertutup seperti sedan dan
minibus. Walaupun demikian obyek-obyek ini memiliki kesamaan yaitu
122
teridentifikasi sebagai obyek mobil, obyek ini dapat dikatakan sebagai obyek
induk (parent). Sedangkan minibus dikatakan sebagai obyek anak (child), hal ini
juga berarti semua operasi yang berlaku pada mobil berlaku juga pada minibus.
3. Polymorphism
Polymorphism merupakan kemampuan untuk mendefinisikan beberapa
kelas dengan fungsi yang berbeda tetapi memiliki metoda dan properti yang sama.
Dengan kata lain adalah menyembunyikan banyak detail implementasi yang
berbeda-beda dari dan dengan hanya menggunakan sebuah antar muka yang
sama, merupakan juga pengembangan konsep enkapsulasi.
Contohnya, pada objek mobil, walaupun minibus dan truk merupakan
jenis objek mobil yang sama, namun memiliki juga perbedaan. Misalnya suara
truk lebih keras dari pada minibus, hal ini juga berlaku pada objek anak (child)
melakukan metoda yang sama dengan algoritma berbeda dari objek induknya. Hal
ini yang disebut polymorphism. Teknik atau konsep dasar lainnya adalah ruang
lingkup atau pembatasan, artinya setiap objek mempunyai ruang lingkup kelas,
atribut, dan metoda yang dibatasi.
3.14.Unified Modelling Language (UML)
3.14.1. Sejarah UML
Unified Modelling Language (UML) adalah sebuah bahasa yang berdasarkan
grafik/gambar untuk memvisualisasi, menspesifikasikan, membangun, dan
123
pendokumentasian dari sebuah sistem pengembangan software berbasis OO (Object
Oriented). Pendekatan analisa dan rancangan dengan menggunakan model OO mulai
diperkenalkan sekitar pertengahan 1970 hingga akhir 1980 dikarenakan pada saat itu
aplikasi software sudah meningkat dan mulai komplek. Sebelum tahun 1980 awal,
dimana C dan C++ berkembang, developer software masih menggunakan sistem
pemrograman struktural. Pemrograman yang umum digunakan adalah Cobol di tahun
1967 dan berkembang dengan pesat di tahun 1970. Sejak penggunaan OOAD (Object
Oriented Analysis and Design) pertama di bahasa pemrograman Smalltalk di awal
tahun 1980, banyak metode OOAD yang mulai muncul, diantaranya seperti
Shlaer/Mellor, Coad/Yourdon, Booch, Rumbaugh, dan lainnya.
Pada tahun 1994, Booch dan Rumbaugh bergabung di Rational Software
Corp dan membentuk sebuah standar yang baru. Pada awal tahun 1996, OMG
(Object Management Group) mengajukan proposal untuk bertanggung jawab pada
pengembangan dan penyatuan metode pengembangan berbasis objek, inilah yang
terus dikembangkan menjadi UML. Jumlah yang menggunakan metoda OO mulai
diuji cobakan dan diaplikasikan antara tahun 1989 hingga tahun 1994, seperti halnya
oleh Grady Booch dari Rational Software Co. yang dikenal dengan OOSE (Object-
Oriented Software Engineering) dan James Rumbaugh dari General Electric yang
dikenal dengan OMT (Object Modelling Technique).
Kelemahan saat itu mulai disadari oleh Booch maupun Rumbaugh, ketika
mereka bertemu rekan lainnya, Ivar Jacobson dari Objectory. Kelemahan saat itu
124
adalah tidak adanya standar penggunaan model yang berbasis OO, sehingga mereka
mulai mendiskusikan untuk mengadopsi masing-masing pendekatan metoda OO
untuk membuat suatu model bahasa yang seragam, yaitu UML (Unified Modeling
Language) dan dapat digunakan oleh seluruh dunia.
Secara resmi bahasa UML dimulai pada bulan oktober 1994, ketika
Rumbaugh bergabung dengan Booch untuk membuat sebuah proyek pendekatan
metoda yang seragam dari masing-masing metoda mereka. Saat itu baru
dikembangkan draft metoda UML version 0.8 dan diselesaikan, serta di release pada
bulan oktober 1995. Bersamaan dengan saat itu, Jacobson bergabung dan UML
tersebut diperkaya ruang lingkupnya dengan metoda OOSE sehingga muncul release
version 0.9 pada bulan Juni 1996. Hingga saat ini, sejak Juni 1998 UML version 1.3
telah diperkaya dan direspons oleh OMG (Object Management Group), Anderson
Consulting, Ericsson, Platinum Technology, Object Time Limited, dan lain-lain. UML
adalah standar dunia yang dibuat oleh Object Management Group (OMG), sebuah
badan yang bertugas mengeluarkan standar-standar teknologi object oriented dan
software component.
125
Sumber : Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003.
Gambar 3.16. Terbentuknya Unified Modelling Language (UML)
3.14.2. Keuntungan UML
Menurut Sapri Sutisna (http://www.gematel.com/Edisi28/Artikel%20Lepas
/lepas2.html), UML adalah sebuah bahasa standar untuk pengembangan sebuah
software yang dapat menyampaikan bagaimana membuat dan membentuk model-
model, tetapi tidak menyampaikan apa dan kapan model yang seharusnya dibuat yang
merupakan salah satu proses implementasi pengembangan software.
UML tidak hanya merupakan sebuah bahasa pemograman visual saja,
namun juga dapat secara langsung dihubungkan ke berbagai bahasa pemograman,
seperti JAVA, C++, Visual Basic, atau bahkan dihubungkan secara langsung ke
dalam sebuah object-oriented database. Begitu juga mengenai pendokumentasian
126
dapat dilakukan seperti : requirements, arsitektur, design, source code, project plan,
tests, dan prototypes.
3.14.3. Diagram UML
Berikut ini merupakan standarisasi diagram-diagram yang terdapat dalam
UML, yang digunakan untuk memodelkan sistem itu sendiri, yaitu :
1. Class Diagram
Menurut Sri Dharwiyanti dan Romi Satria Wahono (http://ikc.tuxed.org/
umum/yanti-uml.php, 2003), class adalah sebuah spesifikasi yang jika diinstansiasi
akan menghasilkan sebuah objek dan merupakan inti dari pengembangan dan desain
berorientasi objek. Class menggambarkan keadaan (atribut/properti) suatu sistem,
sekaligus menawarkan layanan untuk memanipulasi keadaan tersebut
(metoda/fungsi). Class memiliki tiga area pokok, yaitu nama, atribut dan metoda.
Atribut dan metoda dapat memiliki salah satu sifat berikut, yaitu :
• Private, tidak dapat dipanggil dari luar class yang bersangkutan.
• Protected, hanya dapat dipanggil oleh class yang bersangkutan dan anak-anak
yang mewarisinya.
• Public, dapat dipanggil oleh siapa saja.
Menurut Heru Irman (http://www.gematel.com/Edisi28/Artikel%20Lepas/
lepas3.html), antar class memiliki hubungan-hubungan, yang dapat dilihat pada
berikut ini, yaitu :
127
a. Asosiasi menampilkan keterhubungan struktural antar objek dari kelas yang
berbeda, informasi yang harus dipersiapkan untuk jangka waktu tertentu dan
keterhubungan dependesi prosedural yang mudah (misalnya, satu objek punya
asosiasi yang permanen terhadap objek lainnya).
Sumber : Spring, 2002, http://www.ics.uci.edu/~abhor/ics125/1.
Gambar 3.17. Hubungan Asosiasi
b. Dependensi adalah menggunakan keterhubungan yang menampilkan
keterhubungan antara pengguna dengan penyedia dimana perubahan spesifikasi
pada sisi penyedia akan mempengaruhi pengguna.
Sumber : Spring, 2002, http://www.ics.uci.edu/~abhor/ics125/1.
Gambar 3.18. Hubungan Dependensi
c. Generalisasi adalah keterhubungan membuat khusus ataupun umum dimana
elemen-elemen dari elemen yang lebih khusus (subtipe atau child) dapat
mengganti elemen dari elemen yang lebih umum, misalnya (parent).
Sumber : Spring, 2002, http://www.ics.uci.edu/~abhor/ics125/1.
Gambar 3.19. Hubungan Generalisasi
d. Agregasi adalah bentuk asosiasi khusus yang secara kuat memodelkan seluruh
bagian dari asosiasi antara hubungan satu bagian kelas secara keseluruhan dengan
bagian tertentu dari kelas lainnya, contohnya keterhubungan dari kelas siswa
128
dengan kelas jadwalnya, semua pada kelas siswa pasti memiliki sebuah kelas
jadwal masing-masing, jadi setiap siswa salah satunya harus terdiri dari
jadwalnya.
Sumber : Spring, 2002, http://www.ics.uci.edu/~abhor/ics125/1.
Gambar 3.20. Hubungan Agregasi
e. Komposisi adalah bentuk keterhubungan agregasi yang lebih kuat lagi
kepemilikannya dan mempunyai jangka waktu yang timbul sesuai kebutuhan.
Dari contoh agregasi dimana kelas siswa dapat berdiri sendiri, sedangkan adanya
kelas jadwal harus bergantung dan hanya bergantung kepada kemunculan kelas
siswanya, dan hanya merupakan bagian dari kelas siswa. Kelas jadwal tidak dapat
selalu muncul, tapi sewaktu-waktu dapat dimunculkan melalui kelas siswa.
Sumber : Spring, 2002, http://www.ics.uci.edu/~abhor/ics125/1.
Gambar 3.21. Hubungan Komposisi
f. Multiplicity adalah hubungan satu kelas dengan banyak kelas, seperti hubungan
one to many, many to many, dan sebagainya.
129
Sumber : Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003.
Diagram 3.4. Contoh Class Diagram
Menurut Adi Nugroho (2002, p33-34), Class dapat dibedakan atas dua jenis,
yaitu kelas abstrak dan kelas konkret. Kelas abstrak adalah kelas yang tidak punya
objek hasil instansiasi langsung, tetapi kelas turunannya dapat memiliki objek hasil
instansiasi langsung. Sedangkan kelas konkret adalah kelas yang dari padanya dapat
diperoleh suatu objek tertentu melalui proses instansiasi. Bagaimanapun juga,
peringkat terendah pada suatu diagram hierarki generalisasi-spesialisasi dengan
peringkat teratas suatu kelas abstrak haruslah sebuah kelas konkret, meskipun arah
sebaliknya tidaklah harus demikian.
130
Sumber : Nugroho, 2002.
Gambar 3.22. Kelas Abstrak dan Kelas Konkret
2. State Chart Diagram
Statechart diagram menggambarkan transisi dan perubahan keadaan (dari satu
state ke state lainnya) suatu objek pada sistem sebagai akibat dari stimuli yang
diterima. Pada umumnya statechart diagram menggambarkan class tertentu (satu
class dapat memiliki lebih dari satu statechart diagram). Sebuah state diagram
menunjukkan urutan-urutan state dari sebuah objek selama masa hidupnya (life time-
nya), sekaligus dengan event-event yang menyebabkan perubahan dari state tersebut.
Dalam UML, state digambarkan berbentuk segiempat dengan sudut membulat
dan memiliki nama sesuai kondisinya saat itu. Transisi antar state umumnya memiliki
kondisi guard yang merupakan syarat terjadinya transisi yang bersangkutan,
dituliskan dalam kurung siku. Action yang dilakukan sebagai akibat dari event
tertentu dituliskan dengan diawali garis miring. Titik awal dan akhir digambarkan
131
berbentuk lingkaran berwarna penuh dan berwarna setengah. (Dharwiyanti, Wahono,
http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003).
Sumber : UPT Perangkat Lunak Anapersis, 2003-2004.
Diagram 3.5. Contoh State Chart Diagram
3. Use Case Diagram
Use case diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari
sebuah sistem. Yang ditekankan adalah “apa” yang diperbuat sistem, dan bukan
“bagaimana”. Sebuah use case merepresentasikan sebuah interaksi antara aktor
dengan sistem. Use case merupakan sebuah pekerjaan tertentu, misalnya login ke
sistem, meng-create sebuah daftar belanja, dan sebagainya. Seorang atau sebuah
aktor adalah sebuah entitas manusia atau mesin yang berinteraksi dengan sistem
132
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Aktor adalah pengguna, pemeran
(role), yang bisa berupa sistem eksternal maupun orang.
Actor Use Case Sumber : Transparansi Pengembangan Sistem Informasi (SF 102), 2001.
Gambar 3.23. Gambar Actor dan Use Case
Notasi-notasi atau hubungan yang terdapat pada use case diagram, dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.7. Use Case Relationship
Relationship Purpose Notation
Association Menunjukkan hubungan antara aktor
dan use case.
Generalitation Menunjukkan inheritance di antara use
case.
Include Meliputi fungsionalitas dari satu use
case terhadap use case lainnya.
Extend Memperluas fungsionalitas dari satu use
case terhadap use case lainnya dalam
kondisi tertentu.
Sumber : Certified Internet Webmaster, 2000.
Use case diagram dapat sangat membantu bila kita sedang menyusun
requirement sebuah sistem, mengkomunikasikan rancangan dengan klien, dan
merancang test case untuk semua feature yang ada pada sistem. Sebuah use case
133
dapat meng-include fungsionalitas use case lain sebagai bagian dari proses dalam
dirinya. Secara umum diasumsikan bahwa use case yang di-include akan dipanggil
setiap kali use case yang meng-include dieksekusi secara normal.
Sebuah use case dapat di-include oleh lebih dari satu use case lain, sehingga
duplikasi fungsionalitas dapat dihindari dengan cara menarik keluar fungsionalitas
yang common. Sebuah use case juga dapat meng-extend use case lain dengan
behaviour-nya sendiri. Sementara hubungan generalisasi antar use case menunjukkan
bahwa use case yang satu merupakan spesialisasi dari yang lain. (Dharwiyanti,
Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003).
Sumber : Bruegge,Dutoit, http://www.utdallas.edu/~kcooper/teaching/6354/6354sum mer03/39.
Diagram 3.6. Contoh Use Case Diagram
Menurut Whitten et al. (Transparansi Pengembangan Sistem Informasi (SF
102), 2001), keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan use case adalah :
134
a. Sebagai dasar untuk membantu mengidentifikasi objek-objek dan hubungan
tingkat tinggi, serta tanggung jawab masing-masing.
b. Sebagai gambaran dari behavior sistem yang akan dibuat dari sisi pengguna
eksternal.
c. Sebagai alat yang efektif untuk memvalidasi kebutuhan.
d. Sebagai alat komunikasi yang efektif.
e. Sebagai dasar untuk melakukan perencanaan testing.
f. Sebagai dasar untuk melakukan pembuatan user manual.
Menurut Whitten et al. (Transparansi Pengembangan Sistem Informasi (SF
102), 2001), langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat use case modelling
adalah :
a. Mengidentifikasi aktor-aktor tambahan dan use case-use case.
b. Buatlah model use case.
c. Dokumentasikan kejadian-kejadian dalam use case.
d. Definisikan Use Case Analysis.
4. Activity Diagram
Activity diagram menggambarkan berbagai alir aktivitas dalam sistem yang
sedang dirancang, bagaimana masing-masing alir berawal, decision yang mungkin
terjadi, dan bagaimana mereka berakhir. Activity diagram juga dapat menggambarkan
proses paralel yang mungkin terjadi pada beberapa eksekusi. Activity diagram
merupakan state diagram khusus, di mana sebagian besar state adalah action dan
135
sebagian besar transisi di-trigger oleh selesainya state sebelumnya (internal
processing). Oleh karena itu activity diagram tidak menggambarkan behaviour
internal sebuah sistem (dan interaksi antar subsistem) secara eksak, tetapi lebih
menggambarkan proses-proses dan jalur-jalur aktivitas dari level atas secara umum.
Sebuah aktivitas dapat direalisasikan oleh satu use case atau lebih. Aktivitas
menggambarkan proses yang berjalan, sementara use case menggambarkan
bagaimana aktor menggunakan sistem untuk melakukan aktivitas.(Dharwiyanti,
Wahono,http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php,2003). Activity diagram digunakan
untuk menggambarkan secara grafis urutan dari aliran aktivitas dari proses bisnis atau
use case. Mereka dapat juga menggambarkan aksi-aksi yang akan dilakukan ketika
suatu operasi dikerjakan dan juga hasil-hasil dari aksi tersebut. Berikut ini merupakan
contoh dari activity diagram, yaitu :
136
Sumber : Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003.
Diagram 3.7. Contoh Activity Diagram
5. Interaction Diagram
Interaction diagram menggambarkan interaksi yang terdiri dari sekumpulan
objek-objek dan hubungan-hubungannya, termasuk pesan-pesan yang dikirim
diantara kedua objek tersebut. Interaction diagram terdiri atas sequence diagram dan
collaboration diagram. Penjelasan untuk sequence diagram adalah :
137
Sequence diagram
Sequence diagram adalah sebuah interaction diagram yang menekankan
pada urutan waktu penyampaian dari suatu pesan. Sequence diagram
menggambarkan interaksi antar objek di dalam dan di sekitar sistem (termasuk
pengguna, display, dan sebagainya) berupa message yang digambarkan terhadap
waktu. Sequence diagram terdiri atas dimensi vertikal (waktu) dan dimensi
horizontal (objek-objek yang terkait).
Sequence diagram biasa digunakan untuk menggambarkan skenario atau
rangkaian langkah-langkah yang dilakukan sebagai respons dari sebuah event
untuk menghasilkan output tertentu. Diawali dari apa yang men-trigger aktivitas
tersebut, proses dan perubahan apa saja yang terjadi secara internal dan output
apa yang dihasilkan. Masing-masing objek, termasuk aktor, memiliki lifeline
vertikal. Message digambarkan sebagai garis berpanah dari satu objek ke objek
lainnya. Pada fase desain berikutnya, message akan dipetakan menjadi operasi
atau metoda dari class. Activation bar menunjukkan lamanya eksekusi sebuah
proses, biasanya diawali dengan diterimanya sebuah message. (Dharwiyanti,
Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003). Berikut ini merupakan
contoh dari sequence diagram, yaitu :
138
Sumber : Palmkvist et al., http://www-edlab.cs.umass.edu/cs520/OMG-Tutorials/51.
Diagram 3.8. Contoh Sequence Diagram
6. Component Diagram
Component diagram menggambarkan struktur dan hubungan antar komponen
piranti lunak, termasuk ketergantungan (dependency) di antaranya. Komponen piranti
lunak adalah modul berisi code, baik berisi source code maupun binary code, baik
library maupun executable, baik yang muncul pada compile time, link time, maupun
run time. Umumnya komponen terbentuk dari beberapa class dan/atau package, tapi
dapat juga dari komponen-komponen yang lebih kecil. Komponen dapat juga berupa
interface, yaitu kumpulan layanan yang disediakan sebuah komponen untuk
komponen lain. (Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php,
2003). Berikut ini adalah contoh dari component diagram, yaitu :
139
Sumber : UPT Perangkat Lunak Anapersis, 2003-2004.
Diagram 3.9. Contoh Component Diagram
7. Deployment Diagram
Deployment (physical) diagram menggambarkan secara jelas bagaimana
komponen di-deploy dalam infrastruktur sistem, di mana komponen akan diletakkan
(pada mesin, server atau piranti keras apa), bagaimana kemampuan jaringan pada
lokasi tersebut, spesifikasi server, dan hal-hal lain yang bersifat fisikal. Sebuah node
adalah server, workstation, atau piranti keras lain yang digunakan untuk men-deploy
140
komponen dalam lingkungan sebenarnya. Hubungan antar node (misalnya TCP/IP)
dan requirement dapat juga didefinisikan dalam diagram ini. (Dharwiyanti, Wahono,
http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003).
Sumber : UPT Perangkat Lunak Anapersis, 2003-2004.
Diagram 3.10. Contoh Deployment Diagram
141
3.14.4. Konsep Dasar UML
Dari berbagai penjelasan yang rumit yang terdapat di dokumen dan buku-
buku UML, sebenarnya konsep dasar UML dapat dirangkum seperti tabel berikut ini :
(Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003).
Tabel 3.8. Konsep Dasar UML
Major Area View Diagrams Main Concept
Static View Class Diagram Class, Association, Generalization, Dependency, realization, Interface.
Use Case View Use Case diagram Use Case, Actor, Association, Extend, Include, Use Case Generalization.
Implementation View Component Diagram Component, Interface,
Dependency, Realization.
Structural
Deployment View Deployment Diagram Node, Component, Dependency, Location
State Machine View State Chart Diagram State, Event, Transition,
Action.
Activity View Activity Diagram State, Activity, Completion Transition, Fork Join.
Sequence Diagram Interaction, Object, Message, Activation.
Dynamic
Interaction View Collaboration Diagram
Collaboration, Interaction, Collaboration Role, Message.
Model Management
Model management View Class Diagram Package, Subsyste, Model.
Extensibility All All Constraint, Stereotype, Tagged Values.
Sumber : Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003.
3.15. Tahapan Pengembangan Sistem Informasi Berorientasi Objek
Sejak berkembangnya metodologi berbasiskan objek, telah banyak buku-buku
dan penjelasan para pakar terhadap metodologi tersebut. Penjelasan atau pandangan
142
antara pakar yang satu dengan pakar yang lain adalah berbeda-beda, namun konsep
dasarnya tetap sama. Oleh karena itu, terdapat banyak metode object oriented yang
dapat digunakan untuk menganalisis sistem.
Dalam siklus pengembangan sistem informasi ini, penulis menggunakan
metode Mathiassen, untuk tahapan atau langkah-langkah dalam menganalisis sistem.
Namun langkah-langkah yang ada tidak diikuti seratus persen karena terdapat
beberapa tahapan yang dirasakan harusnya ada tetapi tidak disarankan oleh
Mathiassen. Oleh karena itu, terdapat beberapa tambahan tahapan dalam
menganalisis masalah, dan juga ada beberapa tahapan yang tidak dibuat karena tidak
diperlukan dalam pengembangan sistem informasi atau tidak sesuai kebutuhan.
Menurut Mathiassen et al., untuk menganalisis sistem informasi berbasiskan
objek terdapat empat kegiatan utama yang harus dilakukan. Namun sebelumnya,
seorang analis harus mampu menangkap apa yang ingin pengguna dapatkan dari
sistem atau perangkat lunak itu. Untuk itulah diperlukan suatu metoda untuk
mengetahui spesifikasi sistem atau perangkat lunak, maka dikembangkanlah SRS
(System/Software Requirement Specification).
SRS sama dengan sistem definisi (yang biasanya disebutkan dalam
Mathiassen, et al.). SRS adalah pernyataan tertulis mengenai apa saja yang dilakukan
oleh sistem atau perangkat lunak. Fungsi SRS, selain mencatat kebutuhan pengguna
di atas adalah juga sebagai kendali (control) saat pengembangan dilaksanakan
sehingga diharapkan setiap tahapan pengembangan sistem (analisis, perancangan,
143
implementasi, dan pengujian) sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain itu, SRS
juga sering digunakan sebagai acuan saat pengujian (testing) dilakukan sehingga
sistem benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan pengguna.(Adi Nugroho,
2002, p81-82).
Empat kegiatan utama yang harus dilakukan menurut Mathiassen et al. (2000,
p14-15), seperti pada gambar dan keterangan berikut ini adalah :
Sumber : Mathiassen et al., 2000.
Gambar 3.24. Empat Kegiatan Utama Dalam Menganalisis Sistem
1. Problem domain analysis
Pada tahapan ini, sistem akan dirancang sesuai dengan spesifikasi kebutuhan
dari pengguna sistem. Laporan yang dihasilkan pada tahap ini adalah class diagram
dan state chart diagram.
144
Sumber : Mathiassen et al., 2000.
Gambar 3.25. Problem Domain Analysis
Sub-aktivitas yang dilakukan dalam Problem Domain Analysis seperti yang
terlihat pada gambar berikut adalah :
Sumber : Mathiassen et al., 2000. Gambar 3.26. Subaktivitas Dalam Problem Domain Untuk Memilih Class Dan Event
145
a. Menentukan class yang ada dalam sistem dengan melakukan proses
identifikasi dari sistem definisi yang telah dikembangkan. Untuk
mempermudah dalam menetukan sebuah class, dapat ditentukan terlebih
dahulu class candidate dimana semua kata benda yang terdapat dalam sistem
definisi dicatat semuanya.
b. Menganalisa dan mengembangkan struktur hubungan dari class–class yang
ada.
c. Menganalisa behaviour dari class–class tersebut, untuk menentukan state dari
setiap class yang termasuk dalam sistem ini. Untuk mempermudah dalam
menganalisa behaviour, dapat ditentukan dahulu event candidate dimana
semua kata kerja yang terdapat dalam sistem definisi dicatat semuanya,
kemudian dibuat event trace untuk memperoleh kumpulan pola event dari
kemungkinan urutan event untuk object di dalam class. Selanjutnya dapat
dibuat event table, untuk mengetahui hubungan class dengan event yang telah
ditentukan sehingga mempermudah dalam pembuatan state chart diagram.
2. Application domain analysis
Pada tahapan ini lebih difokuskan pada aplikasi suatu sistem, yaitu bagaimana
suatu sistem akan digunakan oleh pengguna.
146
Sumber : Mathiassen, 2000.
Gambar 3.27. Application Domain Analysis
Laporan yang diperoleh dari hasil Application Domain Analysis adalah
berikut ini :
a. Use Case Diagram, yang menggambarkan interaksi antara pengguna sebagai
aktor dengan sistem informasi.
b. Function List, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu sistem sebagai
kebutuhan dasar dari user.
c. User Interface Navigation Diagram, merupakan diagram yang menggambarkan
tampilan layar yang akan dirancang untuk memenuhi kebutuhan user.
Aktivitas utama yang dilakukan dalam Application Domain Analysis adalah
seperti yang terlihat pada keterangan dan gambar berikut ini :
147
Sumber : Mathiassen, 2000.
Gambar 3.28. Aktivitas Utama Application Domain Analysis
a. Menentukan usage, yaitu menentukan aktor dan use case yang terlibat, serta
interaksinya. Untuk membantu dalam pembuatan usage maka dibuat dahulu tabel
aktor, yang menggambarkan hubungan antara aktor dengan use case.
b. Menentukan fungi sistem untuk memproses informasi dan membuat daftar fungsi.
Fungsi sistem tidak harus dibuat, tergantung dari kebutuhan analis. Faktor-faktor
yang ditentukan dalam fungsi sistem bersifat subyektif karena tergantung dari
pandangan seorang analis.
c. Menetukan antarmuka pengguna dan sistem, untuk interaksi sesungguhnya antara
pengguna dengan sistem informasi yang dirancang.
3. Architectural Design
Pada tahap ini, akan dirancang arsitektur hubungan antara client dan server
yang memadai untuk sistem agar dapat berjalan dengan baik. Laporan yang
dihasilkan adalah Deployment Diagram. Perancangan di sini akan menentukan
148
bagaimana struktur sistem fisik akan dibuat dan bagaimana distribusi sistem
informasi pada rancangan fisik tersebut.
Sumber : Mathiassen, 2000.
Gambar 3.29. Architectural Design
4. Component Design
Component design merupakan sistem struktur yang menghubungkan antar
komponen. Laporan yang dihasilkan oleh component design adalah component
diagram. Component diagram merupakan diagram yang menggambarkan struktur dan
hubungan antar komponen piranti lunak, termasuk ketergantungan (dependency) di
antaranya. Pada tahap ini akan terlihat bagaimana sistem bekerja dan interaksi yang
terjadi antara sistem dengan pengguna.
149
Sumber : Mathiassen, 2000.
Gambar 3.30. Component Architecture Untuk Sistem Yang Sederhana
3.16.Penerapan Metodologi Object Oriented Pada Pemrograman Tidak Object
Oriented
Menurut Heru Irman (http://www.gematel.com/Edisi28/Artikel%20Lepas/
lepas3.html), sebenarnya dapat memungkinkan jika menerapkan hasil analisa dan
desain object oriented, misalnya berupa objek dan pesan untuk dikembangkan
menggunakan pemrograman yang belum menerapkan metodologi object oriented.
Hal itu dapat dilakukan dengan cara penerapan function calls, yang kelihatannya
biasa saja tetapi sebenarnya sudah mempunyai kemampuan object oriented dibalik
itu.
Function calls menerapkan sistem perangkat lunak client-server yang
canggih untuk menjalankan "keterbukaan sistem" yang bisa digunakan juga bagi
150
bahasa pemrograman biasa yang belum object oriented. Penerapan function calls
merupakan langkah awal dari pembuatan suatu fenomena paling tercanggih dalam
penerapan metodologi object oriented, yaitu CORBA (Common Object Request
Broker Architecture).
CORBA adalah antar muka statis dan dinamis untuk perangkat lunak yang
menangani permintaan dari semua aplikasi yang akses ke "bus" dan merupakan
model penerapan metodologi object oriented yang paling sempurna sampai saat ini.
CORBA menyediakan mekanisme transparansi objek untuk meminta requests dan
meminta respon. CORBA mendukung interoperabilitas antara aplikasi dari mesin
yang berbeda pada lingkungan heterogen yang terdistribusi dan melakukan
interkoneksi secara penggabungan dengan objek sistem yang jumlahnya banyak.