bab 3 hubungan internasional

32
BAB III HUBUNGAN INTERNASIONAL A. LATAR BELAKANG Perkembangan dunia yang sudah melintasi batas-batas wilayah teritorial negara lain sangat membutuhkan alasan yang jelas dan tegas agar tercipta suasana kerukunan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Kerja sama dalam bentuk hubungan antarbangsa atau hubungan internasional sangat memerlukan aturan-aturan hukum yang bersifat internasional. Bangsa- bangsa di dunia sudah lama melakukan hubungan kerja sama dengan bangsa lain, ketentuan atas hubungan yang dapat mengikat dua atau beberapa pihak telah dibuat dalam bentuk aturan yang harus ditaati oleh semua pihak yang mengadakan hubungan dan kerja sama internasional. Ketentuan ini disebut “Pack sunt servanda”. Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi kerja sama internasional karena perjanjian internasional akan mengakibatkan hukum yang juga sekaligus akan menjalin kepastian hukum. Pada perjanjian internasional juga di atas hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional. Menurut Pasal 38 Ayat (1) tentang Status Mahkamah Internasional, menyatakan bahwa “Perjanjian internasional merupakan sumber utama dari sumber hukum yang lainnya”. Hal ini dapat dibuktikan dalam setiap kerja sama internasional dewasa ini yang sering

Upload: arini-nurmala-sari

Post on 21-May-2015

105.916 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 3  Hubungan Internasional

BAB III

HUBUNGAN INTERNASIONAL

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan dunia yang sudah melintasi batas-batas wilayah teritorial

negara lain sangat membutuhkan alasan yang jelas dan tegas agar tercipta suasana

kerukunan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Kerja sama dalam bentuk

hubungan antarbangsa atau hubungan internasional sangat memerlukan aturan-aturan

hukum yang bersifat internasional. Bangsa- bangsa di dunia sudah lama melakukan

hubungan kerja sama dengan bangsa lain, ketentuan atas hubungan yang dapat

mengikat dua atau beberapa pihak telah dibuat dalam bentuk aturan yang harus ditaati

oleh semua pihak yang mengadakan hubungan dan kerja sama internasional.

Ketentuan ini disebut “Pack sunt servanda”. Perjanjian internasional menjadi hukum

terpenting bagi kerja sama internasional karena perjanjian internasional akan

mengakibatkan hukum yang juga sekaligus akan menjalin kepastian hukum. Pada

perjanjian internasional juga di atas hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban

antara subjek-subjek hukum internasional. Menurut Pasal 38 Ayat (1) tentang Status

Mahkamah Internasional, menyatakan bahwa “Perjanjian internasional merupakan

sumber utama dari sumber hukum yang lainnya”. Hal ini dapat dibuktikan dalam

setiap kerja sama internasional dewasa ini yang sering berpedoman pada perjanjian

internasional antara para subjek hukum internasional yang mempunyai kepentingan

yang sama, misalnya Deklarasi Bangkok 1968 yang melahirkan organisasi ASEAN

dengan tujuan kerja sama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Untuk itu negara-

negara sepakat menolak kehadiran militer asing yang tidak ada kepentingan dengan

ASEAN. Kedaulatan perjanjian internasional sebagai suatu usaha mempererat kerja

sama internasional sangat penting. Hal itu disebabkan sebagai berikut :

1. Kerja sama kepastian hukum sebab perjanjian internasional diadakan secara

tertulis

2. Mengatur masalah-masalah kepentingan bersama dari kerja sama antarnegara.

Page 2: Bab 3  Hubungan Internasional

B. KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI

1. Dasar Pertimbangan

Pada tahun-tahun pertama berdirinya negara Republik Indonesia, kita dihadapkan

pada kenyataan sejarah, yaitu munculnya dua kekuatan besar di dunia. Satu pihak

Barat (Amerika) dengan ideologi liberal dan di pihak lain blok Timur (Uni Soviet)

dengan ideologi komunis. Kenyataan demikian sangat berpengaruh terhadap usaha-

usaha bangsa Indonesia untuk konsolidasi demi kelangsungan hidup negara. Pengaruh

lain adalah adanya ancaman dari Belanda yang ingin kembali menjajah bangsa

Indonesia. Kondisi itulah membuat bangsa Indonesia bertekad untuk merumuskan

politik luar negerinya.

Pada tanggal 2 September 1948, pemerintah segera mengumumkan pendirian

politik luar negeri Indonesia di hadapan badan pekerja Komite Nasional Indonesia

Pusat yang antara lain berbunyi : “.... tetapi mestikah kita, bangsa Indonesia yang

memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita hanya harus memilih antara

pro-Rusia atau pro-Amerika? Apakah tak ada pendirian lain yang harus kita ambil

dalam mengejar cita-cita kita”.

Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil adalah pendirian

untuk menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, tetapi harus tetap

menjadi subjek yang berhak menentukan sikap sendiri dan memperjuangkan tujuan

sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya. Perjuangan kita harus dilaksanakan di

atas semboyan kita yang lama, yaitu percaya akan diri sendiri dan berjuang atas

kesanggupan kita sendiri. Dengan semboyan ini kita menjalin hubungan dengan

negara-negara lain di dunia. Keterangan inilah yang kemudian menjadi dasar

pertimbangan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Sudah seharusnya

kita tetap mempertahankan politik luar negeri bebas aktif itu agar kita tidak hanyut

dalam arus pertentangan negara-negara besar.

2. Landasan

Landasan bagi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Landasan idill Pancasila

b. Landasan kontitusional/ struktur UUD 1945

c. Landasan operasional, yaitu :

1) Ketetapan MPR tentang GBHN

Page 3: Bab 3  Hubungan Internasional

2) Kebijakan Presiden (Keppres)

3) Kebijakan Menlu, antara lain peraturan Menlu.

3. Tujuan

Politik luar negeri Indonesia antara lain bertujuan seperti berikut :

a. Pembentukan satu negara Indonesia yang berbentuk negara kesatuan dan negara

kebangsaan yang demokrasi dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai

Merauke.

b. Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam

wadah negara kesatuan Republik Indonesia dan semua negara di dunia, terutama

sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia atas dasar bekerja sama membentuk

satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme menuju kepada

perdamaian dunia yang sempurna.

Mengenai tujuan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif

Drs.Mohammad Hatta dalam bukunya dasar politik luar negeri Republik Indonesia

merumuskan sebagai berikut :

a. Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara.

b. Memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar untuk memperbesar

kemakmuran rakyat apabila barang-barang itu tidak atau belum dapat dihasilkan

sendiri.

c. Meningkatkan perdamaian internasional karena hanya dalam keadaan damai,

Indonesia dapat membangun dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk

memperbesar kemakmuran rakyat.

d. Meningkatkan persaudaraan segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang

tersimpul di dalam Pancasila, dasar dan filsafat negara kita.

4. Pedoman Perjuangan

Pedoman perjuangan politik luar negeri yang bebas aktif berdasarkan pada faktor-

faktor berikut:

a. Dasa – Sila Bandung yang mencerminkan solidaritas negara-negara Asia sendiri

dengan kerja sama regional.

Page 4: Bab 3  Hubungan Internasional

b. Pemulihan kembali kepercayaan negara-negara bangsa-bangsa lain terhadap

maksud dan tujuan revolusi Indonesia dengan cara memperbanyak kawan

daripada lawan, menjauhkan kontradiksi dengan mencari keserasian yang sesuai

dengan falsafah Pancasila.

c. Pelaksanaan dilakukan dengan keluwesan dalam pendekatan dan penanggapan

sehingga pengaruhnya harus dilakukan untuk kepentingan nasional terutama

kepentingan ekonomi rakyat.

5. Prinsip-Prinsip Pokok

Berdasarkan yang telah disampaikan pemerintah pada tanggal 2 September 1948

di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, dapat ditemukan pokok-

pokok yang menjadi dasar politik luar negeri Indonesia, antara lain sebagai berikut :

a. Negara Indonesia menjalankan politik damai.

b. Negara Indonesia bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai

dengan tidak mencampuri soal susunan dan corak pemerintahan negeri masing-

masing.

c. Negara Indonesia memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi

internasional untuk menjamin perdamaian yang kekal.

d. Negara Indonesia berusaha mempermudah jalannya pertukaran pembayaran

internasional.

e. Negara Indonesia membantu pelaksanaan sosial internasional dengan berpedoman

pada Piagam PBB.

f. Negara Indonesia dalam lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan

berusaha menyokong perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa yang masih dijajah.

Tanpa kemerdekaan, persaudaraan, dan perdamaian internasional, hal itu tidak

akan tercapai.

6. Pelaksanaan

Pemerintah Orde Baru telah berhasil menetapkan kembali kebijaksanaan politik

luar negeri kita pada tahun 1966, dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS No.

XII/MPRS/1966. Ketetapan MPRS inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan

pemerintah yang selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dalam Ketetapan MPR (GBHN)

Page 5: Bab 3  Hubungan Internasional

Tahun 1973, 1978 dan Ketetapan-ketetapan MPR selanjutnya. Pengalaman masa Orde

Lama dengan politik luar negeri yang membentuk proses Jakarta-Pyongyang-Peking,

sangat tidak sesuai dengan jiwa dan kepribadian yang tercermin dalam Pembukaan

UUD 1945. Dalam rangka menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan

sejahtera negara kita harus tetap melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan

aktif.

a. Bebas, artinya kita bebas menentukan sikap dan pandangan kita terhadap masalah-

masalah internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia

yang secara ideologis bertentangan (blok Timur dengan komunisnya dan blok

Barat dengan liberalnya).

b. Aktif, artinya kita dalam politik luar negeri senantiasa aktif memperjuangkan

terbinanya perdamaian dunia. Aktif memperjuangkan ketertiban dunia, dan aktif

ikut serta menciptakan keadilan sosial.

Perwujudan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, dapat kita lihat

pada contoh berikut ini :

1) Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 yang melahirkan

semangat dan solidaritas negara-negara Asia-Afrika yang kemudian

melahirkan deklarasi Bandung.

2) Keaktifan Indonesia sebagai salah satu negara pendiri gerakan Non Blok tahun

1961 yang berusaha membantu dunia internasional untuk meredakan

ketegangan perang dingin antara blok barat dan blok timur.

3) Indonesia juga aktif dalam merintis dan mengembangkan organisasi di

kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

Ikut aktif membantu penyelesaian konflik di Kamboja, perang saudara di

Bosnia, pertikaian dan konflik-konflik antara pemerintah Filipina dan bangsa

Moro, dan masih banyak lagi yang lainnya.

GBHN 1999-2004 tentang Bidang Politik (hubungan luar negeri) menegaskan

bahwa arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada

kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang,

mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam

segala bentuk serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerja sama internasional

untuk kesejahteraan rakyat. Penjelasan mengenai kehendak GBHN tidak terlepas dari

Page 6: Bab 3  Hubungan Internasional

faktor-faktor yang menentukan perumusan politik luar negeri yang mencakup hal-hal

berikut :

a. Posisi Geografis

Indonesia berada di posisi silang dunia dapat membawa pengaruh terhadap segala

aspek kehidupan bangsa Indonesia ideologi, politik, ekonomi, sosial, pertahanan,

dan keamanan.

b. Sejarah Perjuangan

Bangsa Indonesia yang telah dijajah oleh bangsa lain, terus berjuang untuk

memperoleh kemerdekaannya.

c. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal kekuatan. Sebaliknya, apabila

jumlah penduduk yang besar tersebut tidak dimanfaatkan akan mengundang

kelemahan-kelemahan dalam hubungannya dengan politik luar negeri.

d. Kekayaan Alam

Bila kekayaan alam Indonesia dapat dimanfaatkan secara efektif dan optinal, tidak

mustahil Indonesia pada suatu saat nanti dapat memainkan peranan yang besar

dalam menanggulangi krisis pangan dunia.

e. Militer

Bila militer Indonesia kuat, akan dapat menangkal ancaman yang datang, baik dari

dalam maupun dari luar.

f. Situasi Internasional

Terjadi konflik regional maupun perkembangan iptek dpat memicu timbulnya

konflik internasional.

g. Kualitas Diplomasi

Keberadaan para diplomat agar dapat menjalankan tugas secara efektif.

h. Pemerintahan yang Bersih

Untuk mendapatkan kepercayaan dan penghargaan, baik dari rakyat maupun

negara lain, sangat diperlukan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

i. Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional Indonesia lebih berorientasi pada pembangunan segala

bidang. Oleh karena itu, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus mengabdi

kepada kepentingan nasional yang selaras dengan kiprah perjuangan bangsa.

Page 7: Bab 3  Hubungan Internasional

C. PERJANJIAN INTERNASIONAL

1. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional

Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan

bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral ataupun multilateral dapat dilakukan

melalui tahap-tahap :

a. Perundingan ( Negotiation)

Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek

tertentu. Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan

penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak

yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negoisasi, suatu negara dapat diwakili oleh

pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full power). Selain mereka, hal ini

juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, atau

duta besar.

b. Penandatanganan (Signature)

Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (Menlu) atau

kepala pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan

teks perjanjian sudah dianggap sah jika dua per tiga suara peserta ynag hadir memberikan

suara, kecuali ditentukan lain. Namun, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-

masing negara, sebelum diratifikasi oleh masing-masing negaranya atau perjanjian akan

berlaku setelah ditandatangani pada tanggal waktu diumumkan atau mulai berlaku pada

tanggal yang ditentukan pada perjanjian itu sendiri.

c. Pengesahan (Ratification)

Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjajnjian dengan syarat apabila telah

disahkan oleh badan berwenang (treaty making powers) di negaranya. Penandatanganan

atas perjanjian yang bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan

atau penguatan ini dinamakan ratifikasi.

Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut :

1) Ratifikasi oleh badan eksekutif. Ini biasa digunakan oleh raja absolut dan

pemerintahan otoriter.

Page 8: Bab 3  Hubungan Internasional

2) Ratifikasi oleh badan legislatif. Secara umum sistem ini jarang digunakan, tetapi

sistem ini pernah diterapkan di negara Turki tahun 1924, Elsavador tahun 1950,

Honduras tahun 1936.

3) Ratifikasi campuran (DPR dan Pemerintah) sistem ini paling banyak digunakan

karena legislatif dan eksekutif secara bersama-sama menentukan dalam proses

ratifikasi suatu perjanjian.

Dalam Konvensi Wina tahun 1969 Pasal 24 menyebutkan bahwa berlakunya sebuah

perjanjian internasional adalah sebagai berikut :

1) Pada saat sesuai dengan yang ditentukan dalam naskah perjanjian tersebut.

2) Pada saat peserta perjanjian mengikat diri pada perjanjian itu bila dalam naskah tidak

disebut saat berlakunya. Persetujuan untuk mengikat diri dapat diberikan dengan

berbagai cara, tergantung pada persetujuan mereka. Misalnya, dengan

penandatanganan ratifikasi pernyataan turut serta (accession) ataupun pernyataan

menerima (acceptance) dan dapat juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah

ditandatangani.

Berikut ini beberapa contoh perjanjian internasional yang dapat ditemukan dari

perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia.

a. Persetujuan Indonesia dengan Belanda mengenai penyerahan Irian Barat (sekarang

Papua). Karena pentingnya materi yang diatur di dalam agreement tersebut maka

dianggap sama dengan treaty. Sebagai konsekuensinya, presiden memerlukan

persetujuan DPR dalam bentuk pernyataan pendapat.

b. Persetujuan Indonesia dengan Australia mengenai garis batas wilayah antara

Indonesia dengan Papua New Guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 Februari

1973 dalam bentuk agreement. Namun, karena pentingnya materi yang diatur dalam

agreement tersebut maka pengesahannya memerlukan persetujuan DPR dan

dituangkan dalam bentuk undang-undang, yaitu UU Nomor 6 Tahun 1973.

c. Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia dengan Singapura tentang

selat Singapura (25 Mei 1973). Sebenarnya materi persetujuan ini cukup penting,

namun dalam pengesahannya tidak meminta persetujuan DPR melainkan dituangkan

dalam bentuk keputusan presiden.

Page 9: Bab 3  Hubungan Internasional

2. Persyaratan Perjanjian Internasional

Negara yang mengajukan persyaratan, tidak mengundurkan diri dari perjanjian

(multilateral). Negara tersebut masih tetap sebagai peserta dalam perjanjian, tetapi dengan

syarat hanya terikat pada bagian-bagian tertentu yang dianggap membawa keuntungan

bagi kepentingan nasionalnya.

Unsur-unsur yang penting dalam persyaratan adalah sebagai berikut :

a. Harus dinyatakan secara formal/resmi.

b. Bermaksud untuk membatasi, meniadakan atau mengubah akibat hukum dari

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu. Mengenai persyaratan dalam

perjanjian internasional, terdapat dua teori yang cukup berkembang, yaitu sebagai

berikut :

1) Teori Kebulatan Suara (Unanimity Principle)

Persyaratan itu sah atau dapat berlaku bagi yang mengajukan persyaratan ini dan

diterima oleh seluruh peserta dari perjanjian meskipun tidak secara aklamasi.

Misalnya berdirinya Lembaga Bangsa Bangsa (LBB) atau PBB yang pada setiap

mengeluarkan resolusi atau menerima anggota baru, memerlukan kebulatan suara

dari seluruh anggota.

2) Teori Pan Amerika (Menekankan Kedaulatan Negara)

Setiap perjanjian itu mengikat negara yang mengajukan persyaratan dengan

negara yang menerima persyaratan. Hal ini dikarenakan oleh lunaknya sikap

terhadap persyaratan. Teori ini biasanya dianut oleh organisasi-organisasi negara

Amerika. Misalya dengan adanya NATO atau AFTA, setiap negara peserta diberi

kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam perjanjian yang dibentuk

tersebut.

3. Berlakunya Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini:

a. Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara

perunding.

b. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah

persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.

Page 10: Bab 3  Hubungan Internasional

c. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu

berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali

bila perjanjian menentukan lain.

d. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan

persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal

berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang

timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlakunya sejak saat

disetujuinya teks perjanjian itu.

4. Pelaksanaan Perjanjian Internasional

Ketaatan terhadap perjanjian internasional dilakukan berdasarkan sebagai berikut :

a. Perjanjian yang Harus Dipatuhi (Pacta Sunt Servanda).

Prinsip ini sudah merupakan kebiasaan karena merupakan jawaban atas pertanyaan

mengapa perjanjian internasional memiliki kekuatan mengikat.

b. Kesadaran Hukum Nasional.

Suatu negara akan menyetujui ketentuan perjanjian internasional yang sesuai dengan

hukum nasionalnya.

5. Penerapan Perjanjian

a. Daya Berlaku Surut (Retroactivity)

Biasanya, suatu perjanjian dianggap mulai mengikat setelah diratifikasi oleh peserta,

kecuali bila ditentukan dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian sudah dimulai

sebelum diratifikasi.

b. Wilayah Penerapan (Teritorial Scope)

Suatu mengikat di wilayah negara peserta, kecuali bila ditentukan lain. Misalnya,

perjanjian itu hanya berlaku pada bagian tertentu dari wilayah suatu negara, seperti

perjanjian perbatasan.

c. Perjanjian Penyusul (Successive Treaty)

Pada dasarnya, suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perjanjian serupa

yang mendahuluinya. Namun, bila perjanjian yang mendahului tidak sesuai lagi maka

dibuatlah perjanjian pembaruan.

Page 11: Bab 3  Hubungan Internasional

6. Penafsiran Ketentuan Perjanjian

Supaya perjanjian mempunyai daya guna yang baik dalam memberikan solusi atas

kasus hubungan internasional, perlu diadakan penafsiran aspek-aspek pengkajian dan

penjelasan perjanjian tersebut. Penafsiran dalam praktiknya dilakukan dengan

menggunakan tiga metode. Adapun metode-metode itu seperti berikut :

a. Metode dari aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian dengan

memanfaatkan pekerjaan persiapan.

b. Metode dari aliran yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan penafsiran

menurut arti yang umum dari kosa katanya.

c. Metode dari aliran yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.

7. Kedudukan Negara Bukan Peserta

Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk

mematuhinya. Akan tetapi bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya

besar (Terusan Suez, Selat Malaka, dan lain-lain) mereka juga dapat terikat dengan

kondisi sebagai berikut :

a. Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu.

b. Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.

8. Pembatalan Perjanjian Internasional

Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan suatu perjanjian

internasional dapat batal antara lain sebagai berikut :

a. Negara atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuan hukum nasionalnya.

b. Adanya unsur kesalahan (error) pada saat perjanjian itu dibuat.

c. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain

waktu pembentukan perjanjian.

d. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption) melalui kelicikan atau

penyuapan.

e. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik

dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan.

f. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.

Page 12: Bab 3  Hubungan Internasional

9. Berakhirnya Perjanjian Internasional

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. dalam buku pengantar hukum internasional

mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal berikut :

a. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.

b. Masa berlakunya perjanjian internasional itu sudah habis.

c. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.

d. Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.

e. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang

terdahulu.

f. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu

sudah dipenuhi.

g. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima

oleh pihak lain.

D. PERWAKILAN DIPLOMATIK

Perwakilan diplomatik adalah lembaga kenegaraan di luar negeri yang bertugas dalam

membina hubungan politik dengan negara lain. Tugas dan wewenang ini dilakukan oleh

perangkat korps diplomatik, yaitu duta besar, duta kuasa usaha, dan atase-atase.

Ketentuan mengenai perwakilan diplomatik diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945

pada Pasal 13, yaitu sebagai berikut :

1. Presiden mengangkat dua dan konsul.

2. Presiden menerima duta negara lain.

Kekuasaan presiden dalam mengangkat dan menerima duta negara lain ini adalah

konsekuensi dari kedudukan presiden sebagai kepala negara.

1. Diplomasi

Istilah diplomatik berasal dari bahasa latin, yaitu diploma yang berarti piagam, surat

perjanjian. Dalam pertumbuhan sejarah negara-negara, arti diplomatik itu berkembang

hingga meliputi kegiatan yang sangat luas seperti kegiatan yang menyangkut hubungan

antar-negara.

Page 13: Bab 3  Hubungan Internasional

Dahulu hubungan antarnegara dilakukan secara tertutup dan rahasia serta dilakukan

antarkepala negara. Akan tetapi, sejak tumbuhnya kesadaran demokrasi, timbul pula apa

yang disebut diplomasi terbuka. Dalam kegiatannya, diplomasi dilakukan dengan suatu

tata cara yang halus, mengindahkan kesopanan hubungan yang menjadi kelaziman dalam

hubungan internasional, dan dijalankan oleh dinas diplomat yang merupakan bagian dari

Dinas Luar Negeri.

Dalam praktik hubungan internasional diperlukan taktik dan prosedur tertentu untuk

mencapai tujuan nasional suatu negara. Kepentingan nasional dapat diperkenalkan kepada

bangsa lain dengan menggunakan diplomasi. Dalam arti luas, diplomasi meliputi seluruh

kegiatan politik luar negeri, yaitu sebagai berikut :

a. Menentukan tujuan dengan menggunakan semua daya dan tenaga untuk mencapai

tujuan tersebut.

b. Menyesuaikan kepentingan bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan

tenaga dan daya yang ada padanya.

c. Menentukan apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan negara

lain.

d. Mempergunakan sarana dan kesempatan yang ada sebaik-baiknya.

Dalam melaksanakan kegiatan diplomasi, selain terampil berdiplomasi juga harus

berhati-hati. Mengapa demikian? Karena hal itu sangat penting untuk menghindari

konflik antarbangsa dan membentuk perdamaian dunia. Pada umumnya, para diplomat

menggunakan sarana diplomasi ajakan, kompromi, dan menunjukkan kekuatan (militer

dan ekonomi) dalam mencapai tujuan negara yang diwakilinya.

Ada tiga fungsi diplomat dalam mewakili negara dan bangsanya :

a. Sebagai lambang prestise nasional di luar negeri dan mewakili kepala negaranya di

negara penerima.

b. Bertindak sebagai perwakilan yuridis yang resmi dari pemerintahannya. Misalnya,

menandatangani perjanjian, mengumumkan pernyataan, dan ratifikasi dokumen.

c. Sebagai perwakilan politik, yaitu alat penghubung timbal balik antara kepentingan

negaranya dengan kepentingan negara penerima.

Melihat fungsi dan kegiatan diplomasi di atas, dewasa ini ada tiga hal yang

memberikan kemungkinan adanya pengawasan diplomasi, antara lain sebagai berikut :

Page 14: Bab 3  Hubungan Internasional

a. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pasal 102 yang mewajibkan negara-

negara anggota PBB untuk mendaftarkan persetujuan-persetujuan yang telah dicapai

oleh negara tersebut kepada Sekretariat PBB.

b. Kesempatan bagi Menteri Luar Negeri dari berbagai negara untuk dapat bertemu

dalam Sidang Umum PBB setiap tahun.

c. Pemerintah demokrasi menghendaki bahwa setiap persetujuan yang telah diadakan

antarnegara. Sebelum diresmikan, harus mendapatkan persetujuan dari Dewan

Perwakilan Rakyat negara masing-masing.

2. Organ dan Petugas Diplomatik

a. Jenis Perwakilan Diplomatik

Dalam praktik internasional terdapat dua jenis perwakilan diplomatik.

1. Kedutaan Besar, yang ditugaskan tetap pada suatu negara tertentu untuk saling

memberikan hubungan rutin antarnegara tersebut.

2. Perutusan Tetap, yang ditempatkan pada suatu organisasi internasional (PBB).

Ketua perwakilan diplomatik dipimpin oleh seorang duta besar luar biasa dan

berkuasa penuh serta bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri luar negeri.

b. Tugas dan Fungsi Perwakilan Diplomatik

Secara umum, tugas perwakilan diplomatik adalah sebagai berikut :

1. Menjamin efisiensi dari perwakilan asing di suatu negara.

2. Menciptakan pengertian bersama (good will).

3. Memelihara dan melindungi kepentingan negara dan warga negaranya di negara

penerima.

Fungsi perwakilan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 adalah mewakili negara

pengirim dinegara penerima untuk hal-hal berikut :

1. Melindungi segala kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara

penerima dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.

2. Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.

3. Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima dengan

cara yang diizinkan undang-undang dan melaporkan kepada pemerintah negara

pengirim.

Page 15: Bab 3  Hubungan Internasional

4. Memelihara hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima dan

mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.

c. Kepangkatan Perwakilan Diplomatik

Tingkatan perwakilan diplomatik menurut Kongres di Aachen tahun 1918 adalah

sebagai berikut :

1. Duta Besar (Ambassador)

Adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatik. Duta besar mempunyai

kekuasaan penuh dan luar biasa, ditempatkan pada negara yang banyak hubungan

timbal balik. Dalam beberapa hal, dia dapat memutuskan sesuatu yang menyangkut

negaranya tanpa konsultasi dengan kepala negaranya terlebih dahulu.

2. Duta (Gerzant)

Adalah kepangkatan yang setingkat lebih rendah dari duta besar. Segala persoalan

yang menyangkut kedua negara harus dikonsultasikan dengan pemerintah negaranya.

3. Menteri Presiden (Minister President)

Adalah mereka yang tidak dianggap sebagai wakil kepala negara, tetapi hanya

ditempatkan untuk mengurus urusan-urusan negaranya.

4. Kuasa Usaha (Charge D’affair)

Kuasa usaha tidak diperbantukan kepada kepala negara, tetapi kepada menteri luar

negeri.

d. Kekebalan Diplomatik

Para anggota diplomatik memperoleh perlakuan yang istimewa dari pemerintah di

negara ia ditempatkan. Perlakuan istimewa itu merupakan ketentuan yang dalam

pergaulan internasional ditetapkan oleh protokol. Orang menetapkan semua aturan yang

berhubungan dengan tugas, hak serta kewajiban anggota diplomatik adalah Kepala

Protokol atau Direktur Protokol yang berasal dari pegawai Departemen Luar Negeri.

Selain diperlukan istimewa, seorang anggota diplomatik mendapat hak kekebalan (hak

imunitas) dan hak ekstrateritorial.

Page 16: Bab 3  Hubungan Internasional

1. Hak Imunitas atau Kekebalan Diplomatik

Hak imunitas menyangkut diri pribadi seorang diplomat serta gedung perwakilannya.

Yang dimaksud dengan hak imunitas pribadi adalah seorang anggota diplomatik berhak

mendapat perlindungan istimewa terhadap keselamatan diri serta harta bendanya.

Mengapa demikian? Tujuannya agar mereka mendapat perlindungan dari segala macam

gangguan dan dari penahanan penguasa-penguasa setempat. Ia dibebaskan dari kewajiban

membayar pajak, termasuk bea cukai. Akan tetapi, hal ini bukanlah hak melainkan hanya

sekedar resiprositas (timbal balik) saja.

Anggota diplomatik tidak tunduk kepada yurisdiksi pengadilan pidana maupun

perdata di negara yang didiaminya. Akan tetapi, ia wajib tunduk kepada undang-undang

pidana dan peraturan polisi dari negara yang didiaminya. Jika melanggar, dapat diusir

atau dikembalikan ke negara asalnya. Walaupun ia tidak tunduk pada yurisdiksi

(menyelesaikan perkara) perdata dimana ia berada, ia tidak kebal terhadap perkara yang

menyangkut benda tidak bergerak. Tuntutan terhadap perkara perdata dari seorang

anggota diplomatik harus dilakukan oleh pemerintahannya sendiri. Ia dapat pula dituntut

oleh negara yang mengutusnya. Terhadap anggota diplomatik tidak diperkenankan

penggunaan alat paksa. Seorang anggota diplomatik dapat pula tunduk atau mengikuti

yurisdiksi perdata maupun pidana dari negara tempat ia bertugas tetapi harus minta izin

kepada pemerintah yang mengutusnya. Ia juga dapat menolak terhadap permintaan untuk

menjadi saksi di muka hakim/pengadilan dalam perkara pidana.

Imunitas terhadap gedung perwakilan dapat diartikan bahwa alat negara seperti polisi

dan pejabat kehakiman tidak boleh memasuki daerah kediaman anggota diplomatik tanpa

izin pihak perwakilan tersebut. Apabila seorang penjahat melarikan diri ke kedutaan, atas

permintaan pemerintah, penjahat itu harus diserahkan kepada yang berwajib.

2. Hak Ekstrateritorial

Hak ekstrateritorial adalah hak yang dianggap berdiam di luar lingkungan wilayah

negara yang menerimanya. Akan tetapi, utusan diplomatik tidak memiliki hak asylum

atau hak suaka (hak perlindungan). Hak asylum dalam hukum antarbangsa merupakan

rangkaian peraturan yang memberikan kemungkinan suatu negara untuk memberi

perlindungan kepada warga negara asing yang melarikan diri karena berbagai alasan.

Page 17: Bab 3  Hubungan Internasional

Berdasarkan atas hak-hak istimewa tersebut, bagi siapapun yang berani mengganggu

hak-hak ini harus dihukum lebih berat daripada hukuman atas orang biasa, tetapi tidak

mutlak. Kalau bukti perkara seorang duta cukup lengkap dalam hal melakukan kekacauan

atau gangguan di dalam negara di mana ia ditempatkan, atau mengadakan komplotan

guna merongrong dan dengan sengaja telah merencanakan untuk menggulingkan

pemerintah negara tempat ia bertugas, maka duta ia dianggappersona nongrata.

Pemerintah dapat meminta kepada duta itu secara langsung untuk segera meninggalkan

negara yang ditempatinya sekaligus menarik kembali duta itu.

E. SIKAP POSITIF TERHADAP KERJA SAMA DAN PERJANJIAN

INTERNASIONAL

Negara Indonesia sebagai negera yang merdeka dan berdaulat, berhak menentukan

nasibnya sendiri serta kebijakan luar negerinya. Kerja sama dengan bangsa lain dalam

bentuk hubungan internasional mutlak diperlukan baik yang mneyangkut bidang politik,

ekonomi maupun sosial budaya. Bagi Indonesia, hubungan kerja sama degan negara lain

dilandasi pada kemauan bebas dan persetujuan dari beberapa atau semua negara. Menurut

buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (RENSTRA), hubungan

antarbangsa dalam segala hal aspeknya dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai

kepentingan nasional negara tersebut.

Hubungan ini dalam Encylopedia Americana dilihat sebagai hubungan antarnegara

atau antarindividu dari negara yang berbeda-beda, baik berupa hubungan politik, budaya,

ekonomi, ataupun hukum. Konsep ini berhubungan erat dengan subjek-subjek seperti

organisasi internasional, diplomasi hukum internasional, dan politik internasional. Bangsa

Indonesia dalam membina hubungan dengan negara lain menerapkan prinsip politik luar

negeri yang bebas dan aktif yang diabadikan bagi kepentingan nasional, terutama untuk

kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan

hubungan luar negeri Indonesia dituntut untuk meningkatkan persahabatan dan kerja

sama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan

kepentingan dan kemampuan nasional.

Page 18: Bab 3  Hubungan Internasional

Dalam hubungan ini perlu dikembangkan citra Indonesia yang positif di luar negeri.

Untuk menandai hubungan dengan negara lain lazimnya didahului dengan pembukaan

utusan (konsuler dan diplomatik) yang bersifat bilateral. Dewasa ini hubungan

internasional diselenggarakan oleh korps diplomatik sebagai unsur Departemen Luar

Negeri yang harus menjabarkan aspirasi nasional di luar negeri. Tugas-tugas yang

dijalankan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) harus dapat dipertanggungjawabkan secara

hukum kepada presiden sebagai pemerintahan dan mandaris MPR.

F. MENGHARGAI KERJA SAMA DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Bagi bangsa Indonesia kerja sama internasional yang bermanfaat dapat diukur dari

perjuangan bangsa Indonesia untuk menuju kemerdekaan berdasarkan nilai-nilai yang

dikandung dalam pembukaan UUD 1945 yaitu sebagai berikut :

1. Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan :

“Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Dalam hal ini, kerja sama dengan

perjanjian internasional apapun bentuknya harus didukung sepanjang perjuangan

kemerdekaan suatu bangsa dan juga sebagai usaha menjamin kedaulatan bagi suatu

negara.

2. Alinea keempat pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:

“.......... ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial”.

Pernyataan ini mengandung makna bahwa bangsa Indonesia akan mendukung bentuk-

bentuk kerja sama internasional yang berkaitan dengan hak-hak berikut :

a. Pelanggaran/pelarangan perlombaan senjata.

b. Pelucutan senjata.

Selain itu citra positif Indonesia dalam pergaulan dunia terus dikembangkan,

antara lain dengan usaha-usaha sebagai berikut :

1. Memperkenalkan kebudayaan nasional, hasil-hasil pembangunan, dan daerah-

daerah tujuan wisata.

2. Pertukaran pelajar, mahasiswa,pemuda, dan kegiatan olahraga dalam skala

internasional.

3. Berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan dunia yang bertentangan

dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Page 19: Bab 3  Hubungan Internasional

4. Konstruktif dan konsisten dalam memperjuangkan masalah dunia yang

bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

5. Kemampuan antisipasi dan penyesuaian terhadap perkembangan,perubahan, dan

gejolak dunia melalui jalur diplomasi disertai dengan pendekatan yang tepat

sesuai dengan kepentingan nasional.

6. Penggalangan dan pemupukan solidaritas,kesatuan, dan sikap kerja sama di antara

negara-negara berkembang maupun negara maju, dilakukan dengan

memanfaatkan forum organisasi internasional, seperti ASEAN, OKI, Gerakan

Non-Blok,dan PBB.

7. Meningkatkan kegiatan ekonomi (melalui perdagangan ekspor-ekspor yang saling

menguntungkan), tukar-menukar ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka

memperkukuah persatuan dan ketahanan nasional masing-masing negara serta

terwujudnya kawasan dunia yang aman, damai, bebas, netral, sejahtera, dan bebas

dari bahaya senjata nuklir. Misalnya, kerja sama internasional antara pemerintah

Indonesia dengan Tunisia memiliki manfaat bagikedua belah pihak negara yang

bersangkutan.peluang-peluang kerja sama yang diperoleh adalah dibidang

perdagangan, perkebunan, elektronik, pariwisata, dan home industry, sangat

berperan dalam mempererat hubungan internasional kedua negara.

Page 20: Bab 3  Hubungan Internasional

KESIMPULAN

1. Bangsa dan negara Indonesia dalam rangka kerja sama dengan bangsa lain senantiasa

dilandasi oleh nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 serta kebijaksanaan

politikluar negeri yang bebas dan aktif.

2. Indonesia menjalin kerja sama dengan lembaga/organisasi regional dan internasional,

yaitu dalam bentuk kerja sama ASEAN, Solidaritas Asia-Afrika, OPEC, dan PBB.

3. Manfaat kerja sama antarbangsa terutama diabadikan pada kepentingan nasional

dengan tetap menghormati kedaulatan masing-masing negara, baik di bidang

ekonomi, politik, sosial, budaya maupun hankam.

4. Melalui pengembangan hubungan kerja sama antarbangsa, masalah-masalah bilateral,

regional, dan multilateral akan dapat diselesaikan dengan dilandasi rasa kekeluargaan,

saling menghormati dan menghargai sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, dan

bermartabat.

5. Tahap-tahap perjanjian internasional sebagai berikut :

a. Perundingan (negotiation)

b. Penandatanganan (signature)

c. Pengesahan (ratification)

6. Jenis perwakilan diplomatik ada dua, yaitu kedutaan besar dan perutusan tetap.

Page 21: Bab 3  Hubungan Internasional

DAFTAR PUSTAKA

Lukman, Cecilia, Dadi Pakar. 1996. Ensiklopediku yang Pertama. Jakarta: PT Widyadara.

Majalah, Tempo. Jakarta: PT Tempo Inti Media, Tbk.

Majalah, Kartini. Jakarta: PT Kartini Cahaya Lestari.

Materu, Mohamad Sidky Daeng. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia.

Jakarta: PT Gunung Agung.

Munandar, Haris. 1994. Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi di Indonesia.

Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Noor Effendi, Tajuddin. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi. Yogayakarta: Penerbit Pustaka

Pelajar Offset.

Nursito. 1999. Membina Majalah Dinding. Jakarta: Adicita Karya Nusa.

Oetama,Jakob. 2001. Demokrasi, Kekerasan, Disintegrasi. Jakarta: Kompas.

Patton, John. 1997. Children’s Encylopedia, Jilid 5. Connecticut : Grolier Incorporated.

P. Huntington Joan Nelson, Samuel.---tt---. Partisipasi Politik di Negara Berkembang.

Patton, John.1997. Children’s Encylopedia, Jilid 6. Connecticut: Grolier Incorporated.

Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat, Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi.

Jakarta: LP3S.