bab 3

Upload: dwi-wahyu-arsita

Post on 18-Oct-2015

141 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

okkk

TRANSCRIPT

5

44

45

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Penyebab Kelainan Pulpa Gigi SulungIritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan pulpa dapat terbagi menjadi lima yaitu iritan bakteri, iritan mekanik, iritan termal, iritan kimia, dan iritan elektrik.1. Bakteri Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media bakteri untuk berkumpul sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel (karies) yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa sehingga terjadi radang pulpa yang disebut pulpitis.2. MekanisGigi yang mengalami atrisi, abrasi, dan trauma akibat preparasi misalnya, dapat mengiritasi bagian pulpa sehingga menyebabkan inflamasi pulpa.3. TermalSuhu panas yang dapat mengiritasi pulpa biasanya timbul karena semen tertentu yang mempunya reaksi eksotermis, saat memulas restorasi logam sehingga panas makin meningkat, saat preparasi dilakukan proses pendinginan yang kurang, dan sebagainya.4. Kimia Iritasi dari bahan kimia biasanya berasal dari bahan-bahan kedokteran gigi itu sendiri seperti semen ZnPO4 yang bersifat asam sehingga penggunaannya dapat mengiritasi pulpa.5. ElektrikApabila terdapat tumpatan dengan logam berbeda dan bergesekan langsung maka akan menimbulkan arus galvanik dan mengakibatkan syok galvanic

5

3.2 Jenis Penyakit Pulpa1. Pulpitis reversibel.Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas, dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang.2. Pulpitis irreversibel.Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pulpitis irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis irreversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus dapat dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak diobati dapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible dimana eksudat inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama.3. Pulpitis irreversibel hiperplastikPulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis irreversibel pada pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga timbul ke permukaan oklusal. Polip pulpa dapat terjadi pada pasien muda oleh karena ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai pembuluh darah yang banyak, serta adanya perforasi pada atap pulpa yang merupakan drainase. Polip pulpa ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari serat jaringan ikat dengan pembuluh kapiler yang banyak. Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan jaringan ikat yang berwarna merah mengisi kavitas gigi di permukaan oklusal. Polip pulpa disertai tanda klinis seperti nyeri spontan dan nyeri yang menetap terhadap stimulus termal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri yang ringan juga terjadi ketika pengunyahan.4. Nekrosis PulpaNekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah ke pulpa.Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan total.Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal dan tes listrik. Jika tidak dirawat, akan menyebabkan abses periapikal jika pertahanan tubuh lemah. Jika pertahanan tubuh kuat akan membentuk granuloma (Mohan, dkk., 2008).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi pulpa yang mengakibatkan penyakit pulpa merupakan infeksi polimikrobial yaitu infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh E. Ercan (2006) menyatakan bahwa beberapa bakteri yang terdapat pada infeksi saluran akar gigi adalah bakteri Fusobacterium spp dan bakteri Prevotella spp . Daniel Saito et al (2006) menyatakan bahwa salah satu bakteri pada infeksi endodonsi adalah bakteri Peptostreptococcus. Berikut ini beberapa jenis bakteri yang menjadi iritan mikroba pada gigi nekrosis berdasarkan penelitian-penelitian tersebut : 1. Peptostreptococcus spp.Peptostreptococcus spp. merupakan Streptococcus yang hanya tumbuh dalam kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan menghasilkan berbagai hemolisin. Streptococcus ini adalah flora normal mulut, saluran napas atas, usus, dan traktus genitalia. Organisme ini bersama dengan spesies bakteri lain sering menimbulkan infeksi bakteri campuran di abdomen, pevis, paru, dan otak.2. Porphyromonas spp.Porphyromonas spp. merupakan bakteri basil gram negatif. Bakteri jenis ini merupakan bagian dari flora normal mulut dan terdapat juga pada organ tubuh yang lain. Genus Porphyromonas meliputi spesies yang sebelumnya dimasukkan ke dalam genus Bacteroides. Spesies Porphyromonas dapat dibiakkan dari infeksi gusi dan periapikal gigi.3. Prevotella spp.Spesies Prevotella merupakan bakteri basil gram negatif dan dapat nampak seperti coccobasillus. Spesies yang paling sering diisolasi adalah P. melannognica, P.bivia, dan P.disiens. Prevotella sering dikaitkan dengan organisme anaerob lainnya yang merupakan bagian dari flora normal terutama Peptostreptococcus, bakteri basil anaerob gram positif, spesies Fusobacterium, bakteri anaerob fakultatif gram positif dan gram negatif yang merupakan bagian dari flora normal.4. Fusobacterium spp.Fusobacterium merupakan bakteri basil pleomorfik gram negatif. Sebagian besar spesies menghasilkan asam butirat dan merubah treonin menjadi asam propionat. Kelompok Fusobacterium meliputi beberapa spesies yang paling sering diisolasi dari infeksi bakteri campuran yang disebabkan oleh flora normal mukosa. Namun, spesies Fusobacterium juga dapat menjadi satu-satunya bakteri pada sebuah infeksi.5. Actinomyces spp.Kelompok Actinomyces meliputi beberapa spesies yang menyebabkan aktinomikosis. Pada pewarnaan gram, bakteri ini sangat bervariasi ukurannya. Beberapa spesies dapat bersifat aerotoleran dan tumbuh dengan adanya udara. Spesies Actinomyces sensitif terhadap penisilin G, eritromisin, dan antibiotik lainya.6. Enterococcus spp.Kelompok Enterococcus merupakan bakteri kokus gram positif. Bakteri ini bersifat nonhemolitik, katalase negatif, dan merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial yang paling sering dan resisten terhadap antibiotik tertentu. Enterococcus lebih resisten terhadap penisilin G daripada Streptococcus. Banyak isolat Enterococcus yang resisten terhadap vankomisin.

3.3 Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada PulpaBanyak hal yang dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya sel-sel inflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatkan pengaktifan bermacam-macam sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin, bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid. Selain itu, respon imun juga dapat menginisiasi dan memperparah penyakit pulpa. Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendritik. Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai bentuk mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi mikroorganisme dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan pada inflamasi pulpa (Mohan, dkk., 2008).Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat pun terbentuk. Peningkatan tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif dan kolapsnya venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa dikelilingi oleh memiliki dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, yang merupakan proses lanjutan dari radang pulpa akut maupun kronis. Hal ini terjadi karena jaringan pulpa yang berada di dalam ruang pulpa yang sempit, dan menerima sirkulasi darah hanya melalui pembuluh darah yang masuk ke dalam jaringan pulpa melalui foramen apikal yang sempit pula, sehingga pulpitis ireversibel mudah berkembang menjadi nekrosis pulpa (Widodo, 2010).Tabel Terminologi Diagnosis Pulpa

Diagnosis PulpaKeluran UtamaRiwayat GigiTemuan RadiografiTes

ElektrikTermalPerkusiPalpasi

Pulpa Normal

Pulpitis Reversibel

Pulpitis Irreversibel

Nekrosis PulpaTidak ada

Sensitif terhadap dingin dan panas

Sensitif yang lama terhadap dingin dan panas

Tidak adaTidak ada

Tidak ada

Nyeri Spontan

VariasiNormal

Normal

Normal / RLP

Normal / RLPR

R

TR

TRRS

RSB

RLB

TR

TR

TR

TR

RTR

TR

TR

TR

3.4 Perawatan Pulpa Anak3.4.1 Pulp Capping3.4.1.1 DirekPerawatan ini dapat dilakukan terhadap gigi yang pulpanya terbuka karena karies atau trauma tapi kecil diyakini keadaan jaringan di sekitar tempat terbuka itu tidak dalam keadaan patologis. Dengan demikian pulpa dapat tetap sehat dan bahkan mampu melakukan upaya perbaikan sebagai respon terhadap medikamen yang dipakai dalam perawatan pulp capping (Kennedy, 1993).A. Indikasi1. Gigi sulung dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis dengan besar tidak melebihi dari 1 mm persegi dan di kelilingi oleh dentin bersih serta tidak ada gejala.2. Gigi tetap dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis atau karena karies dan lebarnya tidak lebih dari 1 mm persegi dan tidak ada gejala.Mengingat penyebaran peradangan pulpa pada mahkota gigi sulung demikian cepatnya (Hobson, 1070), tidaklah mengherankan bahwa perawatan pulp capping direk gigi sulung kurang berhasil. Itulah sebabnya perawatan ini hanya dilakukan pada pulpa yang terbuka oleh sebab mekanis dan bukan oleh karena karies (Kennedy, 1993).

B. Kontraindikasi 1. Nyeri spontan2. Pembengkakan3. Fistula4. Peka terhadap perkusi5. Kegoyangan patologik6. Resorpsi akar eksterna7. Resorpsi akar interna8. Radiolusensi di periapeks dan antar akar9. Kalsifikasi pulpa10. Terbukanya pulpa secara mekanis dan instrument yang dipakai telah memasuki jaringan pulpa11. Peradangan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa12. Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa

C. Keberhasilan perawatan tergantung pada :1. Diagnosis yang tepat sebelum perawatan2. Tidak ada bakteri yang mencapai pulpa3. Tidak ada tekanan pada daerah pulpa yang terbuka

D. TehnikPemasangan isolator karet (rubber dam) merupakan satu-satunya cara guna memperoleh lingkungan daerah kerja yang steril. Dengan demikian dimungkinkan keberhasilan akan meninggkat jika perawatan menggunakan isolator karet walaupun secara klinik belum terbukti (Kennedy, 1993).Sekali pulpa terbuka, hindarilah manipulasi pulpa selanjutnya. Kavitas hendaknya diirigasi dengan larutan salin, chloramine T atau air dan perdarahan dihentikan dengan penekanan ringan menggunakan butiran kapas. Hindarilah meletakkkan bahan pulp capping dengan tekanan yang mungkin akan mendorong bahan itu ke dalam jaringan pulpa. Bahan yang dianjurkan pulp capping adalah hidroksida kalsium walaupun ada pula yang lain digunakan.Volume kavitas gigi sulung mungkin saja tidak mencukupi bagi penempatan hidroksida kalsium, basi semen dan amalgam, sehingga lebih disukai pemakaian Ca (OH)2 yang keras misalnyanya Dycal. Walaupun begitu, dokter gigi harus tetap hati-hati untuk tidak melakukan kondensasi yang tidak perlu pada daerah pulpa yang terbuka. Agar perawatan bisa berhasil hendaknya daerah tepi tumpatan akhirnya ditutup rapat sehingga menghindari masuknya bakteri dan saliva.

E. Pemilihan Bahan Pulp Capping Direk1. Hidroksida KalsiumHasil penelitian klinis jangka pendek dari perawatan pulp capping gigi sulung yang terbuka pulpanya karena karies memperlihatkan presentasi keberhasilan sebanyak 75% (Hargreaves, 1969; Jepperson, 1971). Sedangkan pulpotomi formokresol memperlihatkan presentasi keberhasilan 90% (Berger, 1965; Redig, 1968) (Kennedy, 1993).Jaringan pulpa yang terletak di bawah hidroksida kalsium menunjukkan gambaran milroskopik yang khas. Setelah 24 jam disekitar pasta Ca(OH)2 yang pH nya kurang lebih 11 terdapat jaringan pulpa nekrotik. Setelah 7 hari terlihat banyak aktivitas fibroblast dan selular pada hari ke 28 terlihat pembentukan barrier dentin (Glass dan Zander, 1949). Barier dentin ini akan tampak di radiograf tersebut secara histologic sebetulnya belum sempurna dan hanya terlihat berbentuk jembatan yang belum sempurna (Spedding,1963).Gagalnya pulp capping dengan hidroksida kalsium pada gigi sulung terlihat dengan adanya resorpsi interna pada radiograf. Hargreaves (1969) mengemukakakan bahwa penyebabnya adalah terkontaminasinya pulpa oleh saliva sebelum perlekatan bahan pulp cappingnya. Penemuan ini menyakinnkan kita agar isolator karet harus selalu digunakan rutin. Akan tetapi, mungkin juga kegagalan itu disebabkan oleh adanya inflamasi pulpa sebelum perawatan yang tidak terdeteksi yang menghambat kemungkinan terjadinya perbaikan jaringan pulpa dan pembentukan jembatan dentin.2. Semen antibiotikal/ KortikosteroidBanyak para klinisi yang memakai Laedermix bagi perawatan pulp capping. Bahan ini terdiri atas :a) Bubuk merupakan campuran dari dimetilkhlortetrasiklin hidrokhlorida dan triamsinolon asetonid serta ZnO dan hidroksida kalsium; b) Cairan yang merupakan katalisator dan dibuat dari eugenol dan minyak terpentin murni.Hargreaves (1969) menemukan bukti bahwa bahan ini lebih baik daripada Ca(OH)2 bagi perawatan pulp capping gigi sulung. Diduga hal ini disebabkan oleh karena kortikosteroid dan antibiotika menekan respon inflamasi dalam pulpa dan mengembalikan kondisi yang memungkinkkan bagi berlangsungnya perbaikan (Kennedy, 1993).

3.4.1.2 Pulp Capping IndirekIndirek Pulp Capping merupakan prosedur indirek yang digunakan dalam menajemen lesi karies yang dalam namun tidak sampai mengenai pulpa. Indirek Pulp Capping hanya dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak ada tanda-tanda pulpitis irreversible (Walton & Torabinejad, 2008)Indikasi1. Riwayat Ketidaknyamanan yang ringan karena rangsangan kimia dan termal. Tidak ada nyeri spontan.2. Pemeriksaan Klinis Lesi karies besar. Tidak ada lymphadenopathy. Gingiva yang berdekatan normal. Warna gigi normal.3. Pemeriksaan Radiografik Lesi karies besar didekat pulpa. Lamina dura normal. Ruang ligamen periodontal normal. Tidak ada interradicular atau radiolusensi periapikal (Ingle & Backland, 2002).

Kontraindikasi1. Riwayat Nyeri yang tajam, penetrasi sakit bertahan setelah penarikan stimulus. Nyeri spontan yang berkepanjangan, terutama malam hari.2. Pemeriksaan Klinis Mobilitas gigi yang berlebihan. Paruks pada gingiva mendekati akar gigi. Perubahan warna gigi. Pada pengujian pulpa tidak ada respon.3. Pemeriksaan Radiografik Lesi karies besar dengan paparan jelas pada pulpa. Terganggunya atau rusaknya lamina dura. Ruang ligamen periodontal melebar. Radiolusensi di daerah apeks akar atau didaerah furkasi (Ingle & Backland, 2002).

Bahan Pulp Cappinga. .Kalsium Hidroksida Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dapat dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan pH 12-13. Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp capping. Jika diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini dapat mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa. Sifat bahan yang alkalis inilah yang banyak memberikan pengaruh pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil. Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion kalsium akan membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktivitas osteoklas akan terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah kalsium fosfat kompleks. Selain itu, osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk diatap pulpa. Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak lipopolisakarida dinding sel bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi lisis, baik dari bakteri maupun produknya.

b. Zinc Oxide Eugenol ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai kemampuan dalam pembentukan odontoblas (Karitna, 2005) Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari bahan ini dan mempunyai derivat fenol yang menunjukkan toksisitas serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol dalam pengendalian nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls saraf. Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis setelah aplikasi ZOE akan diikuti oleh pembentukan lapisan odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder (Walton & Torabinejad, 2008) ZOE tidak sering lagi digunakan saat ini karena menyebabkan persentasi yang tinggi terhadap resorpsi internal dan tingkat kesuksesannya hanya 55-57% (Bargenholtz, 2010)

c. Resin Adhesive Berdasarkan beberapa penelitian, bahan resin adhesive yang terbukti dapat digunakan sebagai bahan kaping pulpa secara langsung adalah bahan resin adhesive yang mengandung kombinasi utama Polyethylene Glycidyl Methacrylate (PEGDMA), Glutaraldehide 5% dan Bisphenol-Glycidyl Methacrylate (Bis-GMA), kombinasi 4- Methacrylate Trimmellitate anhydride (4-META), Hydroxyethyl Methacrylate (HEMA) dan PolyMethyl Methacrylate (PMMA), serta kombinasi Methacryloxyethyl Phenyl Hidrogen Phospatase (Phenyl-P), N-Methacryloyl-5-aminosalicylic Acid (5-NMSA), Bis-GMS, HEMA dan Methacryloxydcl Dehydrogen Phospate (MDP). Pada dasarnya, bahan resin adhesive terdiri dari bahan etsa, larutan primer, dan komponen adhesive yang dikemas dan digunakan sesuai dengan generasi sistem adhesive bahan itu sendiri (Dewi, Julita, 2003) Penelitian menunjukkan pada perbandingan resin adhesive dan dycal, untuk indirect pulp capping, material ini menunjukkan tingkat kesuksesan 96% untuk resin dan 83% untuk dycal (Bargenholtz, 2010)Prosedur KerjaLangkah langkah Pulp Capping:1. Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang 2. Isolasi gigi. Selain menggunakanrubber dam,isolasi gigi juga dapat menggunakan kapas dansaliva ejector,juga posisinya selama perawatan3. Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor pad kedalaman kavitas dan dengan hentakanintermitengerakan bor melalui fisur pad permukaan oklusal.4. Eksavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies dengan ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa tanpa membuka kamar pulpa.5. Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol karena dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.6. Berikan Zinc Oxide Eugenol. Keringkan kavitas dengancotton pelletlalu tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida, lalu Zinc Oxide Eugenol di dasar kemudian dilapisi semen seng fosfat (tambalan sementara)7. Perawatan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian.8. Apabila tidak ada keluhan, dilakukan penambalan tetap (Walton & Torabinejad, 2008)

EvaluasiKeberhasilan perawatan Indirek Pulp Capping, ditandai dengan hilangnya rasa sakit serta reaksi sensitiv terhadap rangsangan panas atau dingin, selain itu ditandai dengan pulpa yang ada tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambar radiografi pulpa yang terbentuk karena adanya fungsi sel odontoblas pada daerah pulpa yang terbuka, berlanjut pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum sempurna.

3.4.2 PulpotomiPengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian :1. Pulpotomi vital.2. Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation.3. Pulpotomi non vital / amputasi mortal.

Keuntungan dari pulpotomi :1. Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.2. Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit.3. Iritasi obat obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.4. Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.

1. Pulpotomi VitalDefinisi :Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital.Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna. Berdasarkan penelitian, menurut Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol 97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa.

Indikasi1. Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda tanda gejala peradangan pulpa dalam kamar pulpa.2. Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp capping indirek yang kurang hati hati, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.3. Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar gigi.4. Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.5. Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.

Kontra indikasi1. Rasa sakit spontan.2. Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.3. Ada mobiliti yang patologik.4. Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna maupun eksterna.5. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rendah.6. Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.

Obat yang dipakai formokresol dari formula Buckley :- Formaldehid 19%- Kresol 35%- Gliserin 15%- Aquadest 100

Khasiat formokresol :Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang kuat dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak merangsang pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi jaringan pulpa akan membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan terhadap autolysis dan merupakan barrier terhadap serangan bakteri yang menuju ke apikal.

Pemakaian formokresol pada pulpotomi vital terdiri 2 metode :1. Pulpotomi 1 kali kunjungan atau metode 5 menit. Pada pulpa yang mengalami peradangan kronis jaringan pulpa seharusnya perdarahan akan berhenti dalam 3 5 menit setelah diletakkan formokresol.2. Pulpotomi 2 kali kunjungan atau metode 7 hari. Karena adanya persoalan kontrol perdarahan yaitu perdarahan yang berlebihan.

Pulpotomi gigi tetap muda dengan Ca(OH)2 lebih berhasil karena apeks masih relatif terbuka dan vaskularisasi pulpa cukup membantu. Pulpotomi Ca(OH)2 pada gigi sulung merupakan kontra indikasi karena terjadinya resorpsi interna akibat stimulasi yang berlebihan dari Ca(OH)2 yang mengaktifkan sel odontoklas. Keberhasilan yang dilaporkan secara klinis 94% dan secara radiografis 64%. Resorpsi akan lebih cepat terjadi pada gigi sulung yang telah dirawat pulpotomi.

Teknik pulpotomi vital :Kunjungan pertamaa. Ro-foto.b. Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.c. Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan, kemudian gigi diolesi dengan larutan yodium.d. Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril dengan kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian pemotongan atau amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa sampai batas dengan ekskavator yang tajam atau dengan bur kecepatan rendah.e. Setelah itu irigasi dengan aquadest untuk membersihkan dan mencegah masuknya sisa sisa dentin ke dalam jaringan pulpa bagian radikular. Hindarkan penggunaan semprotan udara.f. Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil yang dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin atau aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama 3 5 menit.g. Sesudah itu, kapas diambil dengan hati hati. Hindari pekerjaan kasar karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan perdarahan kembali.h. Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian orifis saluran akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa kapas kecil yang dibasahi dengan formokresol jangan terlalu basah, dengan meletakkan kapas tersebut pada kasa steril agar formokresol yang berlebihan tadi dapat diserap.i. Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan terlihat warna coklat tua atau kehitam hitaman akibat proses fiksasi oleh formokresol.j. Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta dari ZnO, eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1, di atasnya tempatkan tambalan tetap.

Kunjungan keduaApabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa berarti peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena itu diperlukan 2 kali kunjungan.Teknik pulpotomi dua kali kunjungan :a. Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus ini pulpa ditekan kapas steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump dan ditutup dengan tambalan sementara.b. Hindarkan pemakaian obat obatan untuk penghentian perdarahan, seperti adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini dapat membantu dugaan keparahan keradangan pulpa.

Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)a. Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol diambil dari kamar pulpa.b. Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol dengan perbandingan 1:1 dan zink oksid powder.c. Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan tambalan tetap.

2. Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation)Definisi :Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta para formaldehid.Indikasi :1. Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.2. Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.3. Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.4. Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi terutama pada gigi posterior.5. Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.

Kontra indikasi1. Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin dilakukan.2. Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.3. Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.

Teknik pulpotomi devital :Kunjungan pertama1. Ro-foto, isolasi daerah kerja.2. Karies disingkirkan kemudian pasta devital para formaldehid dengan kapas kecil diletakkan di atas pulpa.3. Tutup dengan tambalan sementara, hindarkan tekanan pada pulpa.4. Orang tua diberitahu untuk memberikan analagesik sewaktu waktu jika timbul rasa sakit pada malamnya.

Kunjungan kedua (setelah 7 10 hari)1. Diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau pembengkakan.2. Diperiksa apakah gigi goyang.3. Gigi diisolasi.4. Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta disingkirkan.5. Buka atap pulpa kemudian singkirkan jaringan yang mati dalam kavum pulpa.6. Tutup bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol pasta atau ZnO dengan eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1.7. Tutup ruang pulpa dengan semen kemudian restorasi.

3. Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal)Definisi :Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik.

TujuanMempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer

Indikasi1. Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.2. Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan sebagai space maintainer.3. Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.4. Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.

Obat yang dipakai :- Formokresol- CHKMTeknik non vital pulpotomi :1. Kunjungan pertama2. Ro-foto daerah kerja.3. Buka atap pulpa / ruang pulpa4. Singkirkan isi ruang pulpa dengan ekskavator atau bur bulat yang besar sejauh mungkin dalam saluran akar.5. Bersihkan dari debris dengan aquadest kemudian keringkan dengan kapas.6. Formokresol yang telah diencerkan atau CHKM diletakkan dengan kapas kecil ke dalam ruang pulpa kemudian ditambal sementara.

Kunjungan kedua (setelah 2 10 hari)1. Periksa gigi tidak ada rasa sakit atau tanda tanda infeksi.2. Buka tumpatan sementara, bersihkan kavitas dan keringkan.3. Letakkan pasta dari ZnO dengan formokresol dan eugenol (1:1) dalam kamar pulpa, tekan agar pasta dapat sejauh mungkin masuk dalam saluran akar.

Evaluasi Setelah PerawatanPasien dan orang tuanya perlu diberitahu bahwa mungkin gigi terasa kurang enak dalam beberapa hari, dan untuk itu dianjurkan untuk memberikan analgetik yang tepat kepada anak. Bila gejala tersebut menetap dalam jangka waktu yang lebih lama, dianjurkan kepada pasien untuk devitalisasi pulpa, dan selanjutnya perawatan pulpa yang lebih radikal atau pencabutan gigi (Budiyanti, 2012).Evaluasi selanjutnya dilakukan setiap 6 bulan secara klinis dan setiap tahun secara radiografis untuk melihat keadaan gigi yang dirawat dan keadaan gigi pengganti. Kegagalan pulpotomi formokresol biasanya dapat dideteksi secara radiografis. Tanda pertama kegagalan perawatan adalah terjadinya resorbsi internal pada akar yang berdekatan dengan tempat pemberian formokresol. Pada keadaan lanjut akan diikuti dengan terjadinya resorbsi eksternal. Pada molar sulung, radiolusensi berkembang di daerah bifurkasi atau trifurkasi, sedangkan pada gigi anterior di daerah apeks atau sebelah lateral akar. Pada kerusakan yang parah, gigi akan goyang dan biasanya timbul fistel. Perawatan pulpotomi formokresol yang gagal jaeang menimbulkan rasa sakit. Oleh karena itu, kegagalan baru terdeteksi setelah pasien datang pada pemeriksaan ulang (Budiyanti, 2012).Bila infeksi pulpa meluas sampai melibatkan benih gigi pengganti, atau gigi mengalami resorpsi internal atau eksternal yang luas, maka sebaiknya dicabut (Budiyanti, 2012).

3.4.3 PulpektomiDefinisiPengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar. Pada gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis tidak memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks.

Indikasi1) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non vital.2) Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.3) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.4) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.

Kontra indikasi1) Bila kelainan sudah mengenai periapikal.2) Resorpsi akar gigi yang meluas.3) Kesehatan umu tidak baik.4) Pasien tidak koperatif.5) Gigi goyang disebabkan keadaan patologis

Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan akan berkelanjutan. Pulpektomi masih dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi pulpa bertambah luas. Indikasi tersebut di atas ada hubungan dengan faktor faktor lainnya seperti :1. Berapa lama gigi masih ada di mulut.2. Kepentingan gigi di dalam mulut (space maintainer).3. Apakah gigi masih dapat direstorasi.4. Kondisi jaringan apikal.

Pulpektomi dilakukan dengan beberapa prosedur :1. Untuk gigi sulung vital 1 kali kunjungan.2. Untuk gigi sulung non vital beberapa kali kunjungan.3. Teknik pulpektomi disebut partial atau total tergantung penetrasi4. instrumen saluran akar.Bahan pengisi saluran akar :1. ZnO eugenol2. Kalsium hidroksidSyarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung :1. Dapat diresorpsi sesuai kecepatan resorpsi akar.2. Tidak merusak jaringan periapikal.3. Dapat diresorpsi bila overfilling.4. Bersifat antiseptik.5. Bersifat hermetis dan radiopak.6. Mengeras dalam waktu yang lama.7. Tidak menyebabkan diskolorasi.

Hal hal yang harus diperhatikan pada perawatan pulpektomi :1. Diutamakan memakai file daripada reamer.2. Memakai tekanan yang ringan untuk menghindari pengisian saluran akar yang berlebihan (overfilling).3. Diutamakan sterilisasi dengan obat obatan daripada secara mekanis.4. Pemakaian alat alat tidak sampai melewati bagian apikal gigi.

Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara :1) Pulpektomi vital.2) Pulpektomi devital.3) Pulpektomi non vital.

1). Pulpektomi vital :Defenisi :Pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa dan saluran akar secara vital.Indikasi1) Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis.2) Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6 tahun.3) Tidak ada bukti bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang lebih dari 2/3

Teknik pulpektomi vital pada gigi molar sulung :1) Ro-foto.2) Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.3) Preparasi kavitas sesuai dengan lesi karies 4) Untuk mengangkat sisa sisa karies dan debris pada ruang pulpa dipakai bur besar dan bulat. Periksa apakah semua jaringan pulpa koronal telah terangkat.5) Setelah ruang pulpa terbuka, perdarahan dievaluasikan dan eksudasi purulent.6) Jaringan pulpa diangkat dengan file endodonti.Mulai dengan file ukuran no. 15 dan diakhiri dengan no. 35. Pada gigi sulung, preparasidilakukan hanya untuk mengangkat jeringan pulpa, bukan untuk memperluassaluran akar.7) Irigasi saluran akar dengan bahan H2O2 3%. Keringkan dengan gulungan kapas kecil dan paper point. Jangan sekali kali mengalirkan udara langsung ke saluran akar 8) Apabila perdarahan terkontrol dan saluran akar sudah kering maka saluran akar diisi dngan semen zink oksid eugenol. Campur pada pad, angkat dengan amalgam carrier dan masukkan ke dalam ruang pulpa 9) Gunakan amalgam plugger dan berikan tekanan secara konstan untuk memadatkan semen zink oksid eugenol.10)Metode alternatif lainnya adalah menggunakan campuran tipis zink oksid eugenol pada file atau paper point dan menempatkannya pada saluran akar. Bentuklah campuran tebal zink oksid eugenol seperti cone dan padatkan pada saluran akar dengan menggunakan gulungan kapas lembab sebagai kondensor.11) Roentgen foto untuk memastikan bahwa saluran akar sudah terisi dengan zink oksid eugenol. Karena kalsifikasi saluran akar, zink oksid eugenol tidak mencapai apeks gigi, tetapi gigi - geligi ini sering tetap berfungsi sebelum molar permanen pertama erupsi.12) Pasien diminta datang lagi dalam satu atau dua minggu untuk mengevaluasi keberhasilan perawatan. Gigi geligi yang menunjukkan gejala bebas penyakit secara klinis dan radiografis dengan eksfolisasi dalam batas batas waktu normal dianggap sukses.

2). Pulpektomi devitalDefinisi :Pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar yang lebih dahulu dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa.

IndikasiSering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami pulpitis atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang tidak tahan terhadap anestesi. Pemilihan kasus untuk perawatan pulpektomi devital ini harus benar benar dipertimbangkan dengan melihat indikasi dan kontra indikasinya. Perawatan pulpektomi devital pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi yang mengandung para formaldehid seperti toxavit dan lain lain.

Teknik PerawatanKunjungan pertama :1) Ro-foto dan isolasi daerah kerja.2) Karies diangkat dengan ekskavitas atau bur dengan kecepatan rendah.3) Letakkan para formaldehid sebagai bahan devitalisasi kemudian ditambalkan sementara.

Kunjungan kedua (setelah 7 10 hari) :1) Tambalan sementara dibuka dilanjutkan dengan instrumen saluran akar dengan file Hedstrom pemakaian Reamer tidak dianjurkan.2) Irigasi dengan H2O2 3% keringkan dengan kapas.3) Beri bahan obat antibakteri formokresol atau CHKM dan ditambal sementara.

Kunjungan ketiga (setelah 2-10 hari) :1) Buka tambalan sementara jika tidak ada tanda tanda dapat dilakukan pengisian saluran akar dengan salah satu bahan sebagai berikut : ZnO dan formokresol eugenol (1:1) atau ZnO formokresol, atau pasta ZnO eugenol.

3). Pulpektomi non vitalDefinisi :Gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan diagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa.

Indikasi1) Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan estetik.2) Gigi tidak goyang dan periodontal normal.3) Belum terlihat adanya fistel.4) Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma pada gigi-geligi sulung.5) Kondisi pasien baik.6) Keadaan sosial ekonomi pasien baik.

Kontra indikasi1) Gigi tidak dapat direstorasi lagi.2) Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti diabetes,TBC dan lain-lain.3) Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang sukardibersihkan.

Teknik perawatanKunjungan pertama :1) Ro-foto dan isolasi daerah kerja.2) Buka atap pulpa dan setelah ruang pulpa terbuka, jeringan pulpa diangkat dengan file Hedstrom.3) Instrumen saluran akar pada kunjungan pertama tidak dianjurkan jika ada pembengkakkan, gigi goyang atau ada fistel.4) Irigasi saluran akar dengan H2O2 3% keringkan dengan gulungan kapas kecil.5) Obat anti bakteri diletakkan pada kamar pulpa formokresol atau CHKM dandiberi tambalan sementara.

Kunjungan kedua (setelah 2 10 hari ) :1) Buka tambaln sementara.2) Jika saluran akar sudah kering dapat diisi dengan ZnO dan eugenol formokresol (1:1) atau ZnO dan formokresol.3) Kemudian tambal sementara atau tambal tetap. Jumlah kunjungan, waktu pelaksanaannya dan sejauh mana instrumen dilakukan ditentukan oleh tanda dan gejala pada tiap kunjungan. Artinya saluran sakar diisi setelah kering dan semua tanda dan gejala telah hilang.

3.5 Kegagalan Setelah Perawatan PulpaI. RESORPSI INTERNALResorpsi internal merupakan proses destruktif yang umumnya diyakini disebabkan oleh aktivitas osteoklas, dan prosesnya dapat lambat atau cepat. Kadang terjadi penyembuhan sekunder pada daerah dentin yang mengalami resorpsi (McDonald dkk., 2000).Telah dibuktikan bahwa pada pulpa yang terbuka karena karies akan terjadi proses inflamasi dengan derajat tertentu. Inflamasi dapat terbatas pada daerah pulpa yang terbuka atau dapat menyebar ke seluruh pulpa bagian mahkota. Memotong semua pulpa yang menunjukkan perubahan inflamasi merupakan hal yang sulit atau tidak mungkin, dan mungkin masih ada jaringan pulpa abnormal yang tertinggal. Jika inflamasi meluas ke saluran akar, osteoklas akan tertarik ke daerah ini.Sel-sel inflamasi tertarik ke tempat diletakkannya bahan pelindung yang mengiritasikan, dan menarik osteoklas serta memicu terjadinya resorpsi intenal walaupun pulpa dalam keadaan normal pada waktu perawatan dilakukan. Karena akar gigi sulung mengalami resorpsi fisiologis, vaskularisasi di daerah apikal meningkat, dan terdapat aktivitas osteoklas di bawah ini. Hal ini merupakan faktor presdiposisi terjadinya resorpsi internal pada gigi, bila bahan iritan seperti bahan pelindung pulpa diletakkan pada pulpa.

II. ABSES ALVEOLARAbses alveolar kadang-kadang terjadi beberapa bulan setelah perawatan pulpa. Gigi biasanya tidak memberikan gejala atau keluhan, dan pasien tidak menyadari adanya infeksi yang timbul pada tulang di sekitar apeks atau di daerah bifurkasi akar. Fistula terbuka, yang menunjukkan infeksi kronis mungkin terjadi disini. Gigi Sulung dengan abses alveolar harus dicabut. Gigi permanen yang dirawat dengan pelindung pulpa atau pulpotomi dan kemudian menunjukkan adanya nekrosis pulpa dan ineksi periapikal dapat dipertimbangkan untuk dirawat endodontik. III. EKSFOLIASI DINI ATAU PERSISTENSI GIGI SULUNGKecenderungan gigi sulung yang telah berhasil dirawat pulpotomi atau pulpektomi, mengalami persistensi melebihi waktu eksfoliasi yang normal. Keadaan ini kurang menguntungkan karena mengganggu erupsi normal gigi permanen pengganti dan memberikan pengaruh yang merugikan bagi perkembangan oklusi. Observasi berkala dalam waktu dekat pada gigi yang telah dirawat pulpanya diperlukan untuk menangani masalah perkembangan seperti itu. Penanggulangannya biasanya cukup dengan pencabutan gigi sulung tersebut. Menurut Starkey, fenomena eksfoliasi fisiologis yang terlambat ini disebabkan karena banyaknya semen yang terdapat di dalam ruang pulpa. Walaupun semen dapat diresorpsi, resorpsinya berjalan lambat, bila terdapat dalam jumlah yang besar. (McDonald dkk., 2000)

3.6 Faktor Kegagalan Perawatan Endodontik1..Faktor PatologisFaktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar adalah: 1. Keadaan patologis jaringan pulpa.Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis. Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih baik bila tidak terdapat lesi periapikal.1. Keadaan patologis periapikalAdanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi kista periapikal sulit dilakukan.2. Keadaan periodontalKerusakan jaringan periodontal merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prognosis perawatan saluran akar. Bila ada hubungan antara rongga mulut dengan daerah periapikal melalui suatu poket periodontal, akan mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan lunak di periapikal. Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial dapat menambah bertahannya reaksi inflamasi.3. Resorpsi internal dan eksternalKesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada kemampuan menghentikan perkembangan resorpsi. Resorpsi internal sebagian besar prognosisnya buruk karena sulit menentukan gambaran radiografis, apakah resorpsi internal telah menyebabkan perforasi. Bermacam-macam cara pengisian saluran akar yang teresorpsi agar mendapatkan pengisian yang hermetis.2. Faktor PenderitaFaktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan saluran akar adalah sebagai berikut:1. Motivasi PenderitaPasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya, mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama perawatan akan menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi2. Usia PenderitaUsia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya3. Keadaan kesehatan umumPasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis.3. Faktor PerawatanFaktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan saluran akar bergantung kepada :1. Perbedaan operatorDalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi untuk menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan efektif2. Teknik-teknik perawatanBanyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi, namun keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara umum belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula.3. Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan pasti. Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih pendek dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal yang lebih jauh.4 Faktor Anatomi GigiFaktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan saluran akar dengan mempertimbangkan :1. Bentuk saluran akarAdanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit, atau bentuk abnormal lainnya akan berpengaruh terhadap derajat kesulitan perawatan saluran akar yang dilakukan yang memberi efek langsung terhadap prognosis2. Kelompok gigiAda yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal mempunyai hasil yang lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini disebabkan karena ada hubungannya dengan interpretasi dan visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-gigi anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi pada apeks gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak daerah periapikal untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi radiografinya mudah dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior, sehingga perubahan periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan dengan gambaran radiologi gigi posterior3. Saluran lateral atau saluran tambahanHubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian apikal saja, tetapi juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian besar ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar yang umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal.Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan, sering menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus ke arah kegagalan perawatan akhir5 Kecelakaan ProseduralKecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir perawatan saluran akar, misalnya :1. Terbentuknya ledge (birai) atau perforasi lateral.Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran akar yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran.Birai terbentuk karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan; penempatan instrumen yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus serta tidak fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok.Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis selama kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang memadai.2. Instrumen patahPatahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja. Prognosis yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi.3. Fraktur akar vertikalFraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan pada waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar vertikal memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi terhadap ligamen periodontal.

3.7 Perawatan Pit dan FisuraMenurut M. John Hick (dalam J.R Pinkham, 1994: 456), sejumlah pilihan perawatan bagi para dokter gigi dalam merawat pit dan fisura, meliputi:a. Melalui pengamatan (observasi), menjaga oral higiene, dan pemberian fluor b. Pemberian sealantUpaya pencegahan terjadinya karies permukaan gigi telah dilakukan melalui fluoridasi air minum, aplikasi topikal fluor selama perkembangan enamel, dan program plak kontrol. Namun tindakan ini tidak sepenuhnya efektif menurunkan insiden karies pada pit dan fisura, dikarenakan adanya sisi anatomi gigi yang sempit (Robert G.Craig:1979: 29).Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak banyak berpengaruh terhadap insidensi karies pit dan fisura. Hal ini karena pit dan fisura merupakan daerah cekungan yang dalam dan sempit. Fluor yang telah diberikan tidak cukup kuat untuk mencegah karies. (R.J Andlaw, 1992: 58). Pemberian fluor ini terbukti efektif bila diberikan pada permukaan gigi yang halus, dengan pit dan fisura minimal (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 455). Upaya lain dalam pencegahan karies pit dan fisura telah dilakukan pada ujicoba klinis pada tahun 1965 melalui penggunaan sealant pada pit dan fisura. Tujuan sealant pada pit dan fisura adalah agar sealant berpenetrasi dan menutup semua celah, pit dan fisura pada permukaan oklusal baik gigi sulung maupun permanent. Area tersebut diduga menjadi tempat awal terjadinya karies dan sulit dilakukan pembersihan secara mekanis (Robert G.Craig :1979: 29).Indikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah sebagai berikut:a. Dalam, pit dan fisura retentifb. Pit dan fisura dengan dekalsifikasi minimalc. Karies pada pit dan fisura atau restorasi pada gigi sulung atau permanen lainnyad. Tidak adanya karies interproximale. Memungkinkan isolasi adekuat terhadap kontaminasi salivaf. Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun.

Sedangkan kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalaha. Self cleansing yang baik pada pit dan fisurab. Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproximal yang memerlukan perawatanc. Banyaknya karies interproximal dan restorasid. Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan isolasi dari kontaminasi salivae. Umur erupsi gigi lebih dari 4 tahun (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 459-61)Pertimbangan lain dalam pemberian sealant juga sebaiknya diperhatikan. Umur anak berkaitan dengan waktu awal erupsi gigi-gigi tersebut. Umur 3-4 tahun merupakan waktu yang berharga untuk pemberian sealant pada geligi susu; umur 6-7 tahun merupakan saat erupsi gigi permanen molar pertama; umur 11-13 tahun merupakan saatnya molar kedua dan premolar erupsi. Sealant segera dapat diletakkan pada gigi tersebut secepatnya. Sealant juga seharusnya diberikan pada gigi dewasa bila terbukti banyak konsumsi gula berlebih atau karena efek obat dan radiasi yang mengakibatkan xerostomia (Norman O. Harris, 1999: 245-6).Terdapat beberapa bentukan pit dan fisura, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Bahan sealant yang ada diaplikasikan untuk menutupi bentukan anatomi tersebut, guna mencegah masuknya bakteri, food debris ke dalam pit dan fisura (Carline Paarmann, 1991:10).Pencegahan karies pada permukaan gigi terutama, pit dan fisura perlu perhatian khusus. Hal ini dikarenakan bagian ini merupakan daerah yang paling rentan karies. Prevalensi karies oklusal pada anak-anak terbanyak ditemukan pada permukaan pit dan fisura. Area ini sering tidak terjangkau oleh bulu sikat gigi. Molar pertama merupakan gigi permanen yang memiliki waktu terlama berada dalam rongga mulut. Sealant diaplikasikan pada pit dan fisura guna menutup dan melindungi dari karies. Bahan sealant dibedakan menurut bahan dasar yang digunakan, metode polimerisasi, dan ada tidaknya kandungan fluoride. Meskipun kebanyakan sealant di pasaran, bahan sealant berbahan dasar dan memiliki komposisi kimia sama, namun hal ini penting guna mengetahui keefektifan dan kemampuan retensi masing-masing bahan tersebut. Kemampuan sealant untuk melepaskan fluoride, pada permukaan pit dan fisura akan memberikan keuntungan tersendiri pada bahan sealant semen ionomer. Semen ionomer disarankan sebagai bahan ideal untuk menutup pit dan fisura karena memiliki kemampuan melepas fluoride dan melekat pada enamel (Subramaniam, 2008).

3.7.1 Bahan Sealant Berbasis Resina. Bahan matriks resin Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat (bis-GMA), suatu resin dimetakrilat. Karena bis-GMA memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari metal metakrilat, kepadatan gugus metakrilat berikatan ganda adalah lebih rendah dalam monomer bis-GMA, suatu faktor yang mengurangi pengerutan polimerisasi. Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan bertambahnya ikatan silang dan perbaikan sifat polimer (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).Bis-GMA, urethane dimetrakilat (UEDMA), dan trietil glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya bis-GMA amatlah kental pada temperature ruang. Penggunaan monomer pengental penting untuk memperoleh tingkat pengisi yang tinggi dan menghasilkan konsistensi pasta yang dapat digunakan secara klinis. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan monomer dimetakrilat (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat. Reaksi ini dikatalisasi melalui sistem amine-peroksida (Lloyd Baum, 1997: 254). b. Partikel bahan pengisiDimasukkannya partikel bahan pengisi ke dalam suatu matriks secara nyata meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks. Penyerapan air dan koefisiensi termal dari komposit juga lebih kecil dibandingkan dengan resin tanpa bahan pengisi. Sifat mekanis seperti kekuatan kompresi, kekuatan tarik, dan modulus elastis membaik, begitu juga ketahanan aus. Semua perbaikan ini terjadi dengan peningkatan volume fraksi bahan pengisi (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).Bis-GMA saat ini merupakan matriks resin pilihan sebagai bahan sealant. Bisa dengan atau tanpa bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi meliputi serpih kaca mikroskopis, partikel quartz dan bahan pengisi lainnya. Bahan ini membuat sealant lebih tahan terhadap abrasi (Norman O. Harris, 1999: 246).Bahan yang digunakan bahan pengisi makro adalah partikel-partikel halus dari komponen silika, cristalin quartz, atau silikat glass boron. Quartz telah digunakan secara luas sebagai bahan pengisi. Quartz memiliki keunggulan sebagai bahan kimia yang kuat. Sementara sifat radiopak bahan pengisi disebabkan oleh sejumlah kaca dan porselen yang mengandung logam berat seperti barium, strontium dan zirconium. Penambahan bahan pengisi mengurangi pengerutan pada saat polimerisasi dan menambah kekerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).c. Bahan coupling Bahan pengisi sangatlah penting berikatan dengan matriks resin. Hal ini memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke partikel yang lebih kaku. Ikatan antara 2 fase komposit diperoleh dengan bahan coupling. Aplikasi bahan coupling yang tepat dapat meningkatan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang antar bahan pengisi dan resin. -metakriloksipropiltrimetoksi silane adalah bahan yang sering digunakan sebagai bahan coupling (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).

d. PenghambatUntuk mencegah polimerisasi spontan dari monomer, bahan penghambat ditambahkan pada sistem resin. Penghambat ini mempunyai potensi reaksi kuat dengan radikal bebas. Bila radikal bebas telah terbentuk, bahan penghambat akan bereaksi dengan radikal bebas kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi. Bahan penghambat yang umum digunakan adalah butylated hydroxytoluene (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).

e. Sifat bahan resin Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang baik, kelarutan bahan resin sangat rendah. Sifat termis bahan resin sebagai isolator termis yang baik. Bahan resin memiliki koefisien termal yang tinggi. Kebanyakan resin bersifat radiopaque (E.C Combe, 1992: 176-7).Resin memiliki karakteristik warna yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perawatan. Sifat mekanis yang baik sehingga dapat digunakan pada gigi dengan beban kunyah besar. Terjadinya pengerutan selama proses polimerisasi yang tinggi menyebabkan kelemahan klinis dan sering menyebabkan kegagalan. Kebocoran tepi akibat pengerutan dalam proses polimerisasi dapat menyebabkan karies sekunder. Pemolesan bahan harus bagus karena kekasaran pada permukaan komposit dapat dijadikan tempat menempelnya plak (Kenneth J Anusavice, 2004: 247).f. Indikasi fisure sealant berbasis resinPenggunaan sealant berbasis resin digukanan pada hal berikut:a. Digunakan pada geligi permanenb. Kekuatan kunyah besarc. Insidensi karies relatif rendahd. Gigi sudah erupsi sempurnae. Area bebas kontaminasi atau mudah dikontrolf. Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan yang membutuhkan waktu lebih lama.

Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis ResinPembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:a. Memiliki kemampuan abrasif ringanb. Tanpa ada pencampur bahan perasac. Tidak mengandung minyakd. Tidak mengandung Fluore. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stainf. Memiliki kemampuan poles yang bagus

Pembilasan dengan air Syarat air: a. Air bersihb. Air tidak mengandung mineralc. Air tidak mengandung bahan kontaminan

Isolasi gigiGunakan cotton roll atau gunakan rubber dam. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.Syarat udara :a. Udara harus keringb. Udara tidak membawa air (tidak lembab)c. Udara tidak mengandung minyakd. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi.

Lakukan pengetsaan pada permukaan gigia. Lama etsa tergantung petunjuk pabrikb. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.c. Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.

Pembilasan dengan air selama 60 detikSyarat air sama dengan point 2.Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisuraa. Syarat udara sama dengan point 3. b. Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara, permukaan yang teretsa akan tampak lebih putihc. Jika tidak berhasil, ulangi proses etsad. Letakkan cotton roll baru, dan keringkane. Keringkan dengan udara selama 20-30 detikF. Aplikasi bahan sealanta. Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan terjadi selama 60-90 detik.b. Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.G. Evaluasi permukaan oklusala. Cek oklusi dengan articulating paperb. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)(Donna Lesser, 2001)

3.7.2.Fissure Sealant Berbasis ResinMenurut Kervanto (2009) fissure sealant yang sering digunakan adalah fissure sealant berbasis resin dan fissure sealant semen ionomer kaca (SIK). Fissure sealant berbasis ionomer kaca mengandung gelas aluminosilikat dan asam poliakrilat dan merupakan bahan restorasi pertama yang adhesif terhadap email dan dentin secara kimia. Pengetsaan email tidak diperlukan, tetapi debris organik harus dibersihkan dengan menggunakan bahan kondisioner khusus yang terdapat di kemasannya (asam poliakrilat). Asam poliakrilat ini menjamin bersihnya permukaan sehingga ikatan tidak tergaggu. Semen ionomer mengandung flour yang dapat menimbulkan efek kariostatika. Sampai saat ini tidak ada uji coba klinik tentang teknik ini yang cukup memadai sehingga rekomendasi penggunaannya belum dapat diberikan secara pasti (Kidd dan Bechal, 1991). Resin yang digunakan sebagai fissure sealant belakangan ini berdasarkan pada resin Bis GMA yang dikembangkan oleh Bowen (1963). Bis GMA adalah reaksi yang dihasilkan oleh bis (4-hidroxyphenyl) dimethylmethane dan glicidymethacrylate. Menurut Andlaw dan Rock (1992), terdapat dua tipe resin menurut cara polimerisasinya, yaitu: yang mengalami polimerisasi setelah pencampuran komponen katalis dan universal (tipe autopolimerisasi), dan yang mengalami polimerisasi hanya setelah terkena sumber sinar yang sesuai. Sinar ultraviolet (panjang gelombang 365 mm) digunakan sampai sekarang. Tetapi telah banyak diganti oleh sinar yang dapat terlihat (biru, dengan panjang gelombang 430-490 mm). Kebanyakan resin yang digunakan sebagai fissure sealant adalah unfilled, yaitu tidak mengandung partikel-partikel filler. Penggabungan filler ke dalam resin meningkatkan daya tahan terhadap abrasi. Terdapat beberapa alasan dalam menggunakan filled resin untuk fissure sealant. Suatu bahan resin komposit telah dicampur dengan perbandingan 1:1 dengan unfilled resin dan berhasil digunakan sebagai sealant, tetapi filled resin yang dirancang khusus untuk digunakan sebagai sealant telah diperkenalkan akhir-akhir ini. Oleh karena itu, hanya terdapat sedikit sekali studi klinis mengenai kegunaannya, tetapi studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa retensi filled resin lebih baik dibandingkan unfilled resin (Andlaw dan Rock, 1992).

1. Fissure Sealant Berbasis Resin Berdasarkan Polimerasi a. Fissure sealant polimerasi cahaya ultraviolet Fissure sealant ini akan mengalami polimerasi setelah terpapar pada gelombang ultraviolet sebesar 360 angstrom. Fissure sealant tidak akan berpolimerasi sebelum disinari sehingga waktu untuk memanipulasi cukup banyak (Kennedy, 1992). Fissure sealant yang berpolimerisasi dengan ultraviolet bekerja pada bezoin methyl ether atau alkyl benzoin ether, kemudian mengaktifkan sistem curing peroksidase. Benzoin methyl ether berfungsi sebagai indikator yang mengawali proses polimerisasi (Mc Donald dan Avery, 1994). Fissure sealant polimerisasi ultraviolet sebagai generasi I memiliki hasil yang kurang menguntungkan karena berbagai faktor misalnya hasil sinar ultraviolet tidak selalu seragam, dan area cahaya yang disinari kecil. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Baum (1997) sistem ultraviolet mempunyai kendala karena daya penetrasi sinar ultraviolet terbatas kedalamnya resin, serta kurangnya penetrasi melalui struktur gigi. Penetrasi sinar yang terbatas ini menyebabkan resin tidak dapat dipolimerasi dengan sempurna, kecuali pada bagian yang sangat tipis langsung terkena sinar tersebut.

b. Fissure sealant polimerasi kimia Fissure sealant ini menggunakan katalisator benzoin peroksida yang dicampurkan dengan resin, karena polimerisasi akan segera terjadi setelah penambahan katalisator, maka waktu yang tersedia bagi pengerjaan fissure sealant menjadi berkurang. Keuntungannya adalah waktu yang memungkinkan terkontaminasinya email yang dietsa menjadi lebih sedikit. Demikian juga waktu yang tersita untuk pengaplikasian fissure sealant dan mencapai alat penyinarnya. Oleh karena itu, fissure sealant harus tepat sekali perlekatannya, tidak seperti bahan polimerisasi sinar ultraviolet yang leluasa penempatannya karena tidak akan mengeras sebelum disinari (Kennedy, 1992). Fissure sealant dengan reaksi kimia, komponen amina ester (aktivator) dicampur dengan komponen lain yang mengandung benzoin peroksida, dan reaksi tersebut menghasilkan radikal bebas yang mengawali polimerisasi dari fissure sealant (Mc donald dan Avery, 1994).

c. Fissure sealant polimerasi cahaya biasa Bahan resin yang dipolimerisasi dengan sinar terdapat dalam satu wadah. Sistem pembentuk radikal bebas yang terdiri atas molekul-molekul photoiniciator dan activator amine terdapat dalam pasta tersebut. Bila kedua komponen ini tidak disinari, keduanya tidak akan merangsang photoiniciator bereaksi dengan amine membentuk radikal bebas (Baum, 1997).

d. Fissure sealant polimerasi yang melepaskan fluor Fissure sealant tersedia dalam bentuk dengan fluor maupun tanpa mengandung fluor. Fissure sealant mengandung flour dilepaskan secara cepat setelah satu bulan dengan pelepasan fluor dibawah konsentrasi air minum berfluorida. Setelah enam bulan konsentrasinya sama dengan air minum yang tidak berfluorida (Octarina, 2003).3.7.3 Bahan Sealant Semen Ionomer KacaSemen ionomer kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil. Juga disebut sebagai semen polialkenoat. Bahan dalam semen ionomer kaca terdiri atas bubuk dan cairan. a. Bubuk semen ionomer kaca Bubuk adalah kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut dalam asam. Komposisi dari bubuk semen ionomer kaca adalah silica, alumina, aluminium fluoride, calsium fluoride, sodium fluoride, dan aluminium phosphate. Bahan-bahan mentah digabung sehingga membentuk kaca yang seragam dengan memanaskannya samapi temperature 1100-1500 C. Lanthanum, strontium, barium, atau oksida seng ditambahkan untuk menimbulkan sifat radiopak (Kenneth J. Anusavice, 2004: 449).b. Cairan semen ionomer kaca Cairan yang digunakan untuk semen ini adalah larutan asam poliakrilat dengan konsentrasi 50%. Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen, asam poliakrilat dalam cairan adalah dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleik atau trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan mengurangi kecenderungan membentuk gel. Selain itu, memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja dan memperpendek waktu pengerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).c. PengerasanKetika bubuk dan cairan dicampur untuk membentuk suatu pasta (gambar 2), permukan partikel kaca akan terpajan asam. Ion-ion kalsium, aluminium, natrium dan fluorin dilepaskan ke dalam media yang bersifat cair. Rantai asam poliakrilat akan berikatan silang dengan ion-ion kalsium dan membentuk masa yang padat. Selama 24 jam berikutnya, terbentuk fase baru dimana ion-ion aluminium menjadi terikat dalam campuran semen. Ini membuat semen menjadi lebih kaku. Ion natrium dan fluorin tidak berperan serta di dalam ikatan silang dari semen. Beberapa ion natrium dapat menngantikan ion-ion hidrogen dari gugus karboksil, sementara sisanya bergabung dengan ion-ion fluorin membentuk natrium fluoride yang menyebar merata di dalam semen yang mengeras (Kenneth J. Anusavice, 2004: 451).Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum dapat diterangkan dengan jelas. Meskipun demikian, perekatan ini diduga terutama melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit pada enamel dan dentin. Ikatan antara semen dengan enamel selalu lebih besar daripada ikatannya dengan dentin, mungkin karena kandungan anorganiknya enamel yang lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar (Kenneth J. Anusavice, 2004: 452).d. Sifat semen ionomer kacaSemen ini memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh inferior dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan fluor. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan kemampuan adhesi. Ikatan fisiko kimiawi antara bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi tumpatan (Kenneth J. Anusavice, 2004: 453).e. Indikasi fisure sealant semen ionomer kacaIndikasi penggunaan Fissure sealant dengan semen ionomer kaca sebagai berikut:a. Digunakan pada geligi sulungb. Kekuatan kunyah relatif tidak besarc. Pada insidensi karies tinggid. Gigi yang belum erupsi sempurnae. Area yang kontaminasi sulit dihindarif. Pasien kurang kooperatif

f. Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer KacaPembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:a. Memiliki kemampuan abrasif ringanb. Tanpa ada pencampur bahan perasac. Tidak mengandung minyakd. Tidak mengandung Fluore. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stainf. Memiliki kemampuan poles yang bagusPembilasan dengan air Syarat air: a. Air bersihb. Air tidak mengandung mineralc. Air tidak mengandung bahan kontaminanIsolasi gigiGunakan cotton roll atau gunakan rubber damKeringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara. Syarat udara :a. Udara harus keringb. Udara tidak membawa air (tidak lembab)c. Udara tidak mengandung minyakd. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi.Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi pabrik). Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan semen beradaptasi dengan baik dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang bagus.Pembilasan dengan air selama 60 detikSyarat air sama dengan point 2.Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan pit dan fisura dilakukan pembilasana. Syarat udara sama dengan point 3. b. Keringkan dengan udara selama 20-30 detikAplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura.Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan.Evaluasi permukaan oklusala. Cek oklusi dengan articulating paperb. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)(Departemen Kesehatan North Sidney, 2008).