bab 3

Upload: tony-yunus-yudhanto

Post on 15-Jul-2015

167 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

BAB III

PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN GUNUNGAPI

3.1 BENCANA GUNUNGAPI DI INDONESIA 3.1.1 TERJADINYA GUNUNGAPIAktivitas Gunungapi yang dapat menimbulkan bencana bagi manusia, adalah pada saat terjadinya Vulkanisme. Vulkanisme adalah keluarnya magma kepermukaan, baik berupa lelehen pijar (lava), bahan bahan gas (exhalasi) maupun bahan padat atau setengah padat yang dilempar ke udara (piroklastik), seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Model Penampang Gunungapi Saat Vulkanisme

Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki gunung api di dunia. Tidak kurang dari 500 buah gunungapi yang tersebar di Indonesia dan 129 diantarnya merupakan gunungapi aktif, sekitar 70 dari gunungapi aktif tersebut sering meletus. Bahaya gunungapi adalah bahaya yang ditimbulkan oleh letusan/kegiatan yang menyemburkan benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya yang mengancam dan cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta dalam tatanan kehidupan manusia.

Hal III - 1

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Bahaya gunung api dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu bahaya secara langsung (primer) dan bahaya secara tidak langsung (sekunder). Kedua bahaya tersebut dapat menimbulkan kerugian harta benda dan jiwa manusia. Bahaya langsung (primer) merupakan bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat terjadi letusan gunungapi. Hal ini disebabkan oleh lemparan material yang langsung dihasilkan oleh letusan gunungapi seperti : aliran lava, atau leleran batu pijar, aliran piroklastika atau awan panas, jatuhan piroklastika atau hujan abu lebat, lontaran material pijar. Selain itu bahaya primer juga dapat ditimbulkan karena hembusan gas beracun. Bahaya tidak langsung (sekunder) merupakan bahaya akibat letusan gunungapi yang terjadi setelah atau selama letusan gunungapi tersebut terjadi. Bahaya tidak langsung yang umumnya terjadi di Indonesia adalah bahaya lahar, baik lahar Lahar dingin maupun Lahar Panas. Lahar Panas, Terjadi bila gunung api mempunyai danau kepundan. Bila terjadi erupsi (gejala keluarnya magma melaui saluran, maka lumpur panas terdiri dari air danau yang mendidih beserta hasil-hasil gunungapi lainnya akan mengalir kebawah dengan deras. Contoh G. Kelud di Jawa-Timur, G. Rinjani di P. Lombok. Lahar Dingin, bila setelah peledakan gunungapi terjadi hujan lebat yang cukup lama, maka air hujan yang menyeret hasil-hasil gunungapi dalam jumlah besar akan mengalir kebawah. Hal ini sangat umum terjadi disetiap gunungapi di Indonesia. Derajat bahaya erupsi suatu gunungapi tergantung dari beberapa faktor diantaranya : Sifat erupsi Keadaan lingkungan dan kepadatan penduduknya Sifat gunungapi itu sendiri

3.1.2

Kawasan Potensi Gunungapi

Gunungapi adalah tempat keluarnya magma, yang mampunyai kenampakan di permukaan bumi sebagai suatu tonjolan berbentuk kerucut, deretan kerucut atau hanya berupa lubang letusan atau kawah. Tubuh gunungapi itu tersusun dari endapan hasil letusannya berupa batuan-batuan vulkanik yang terdiri dari lava, piroklastik, abu gunungapi dan rempah-rempah lainnya yang terakumulasi ribuan tahun yang lampau. Pegunungan, gunung dan gunungapi, menurut pandangan awam tidaklah memperlihatkan suatu perbedaan yang besar. Bila dari penglihatan bentang alam saja hanya berupa tonjolan perbukitan berbentuk kerucut atau deretan beberapa kerucut, yang sebenarnya banyak sekali perbedaannya itu. Salah satu perbedaan dan kelebihan yang terdapat pada gunungapi, mungkin tidak terdapat pada suatu pegunungan atau gunung yang bukan gunung api. Perbedaan dan kelebihan itu antara lain didapatkannya sumber air panas mengandung belerang, adanya lapangan solfatara, fumarola dan kawah-kawah bekas letusan gunungapi tersebut. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 lempeng kerak bumi, yaitu : Lempeng Asia, Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Pasifik.

Hal III - 2

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Akibat tumbukan ketiga lempeng itu dapat menimbulkan jalur gunung api aktif yang memanjang 7000 km dari Aceh sampai Sulawesi Utara, melalui Bukit Barisan (30 buah), Kepulauan Maluku (16 buah), dan Sulawesi (18 buah). Di sepanjang jalur terseut terdapat hampir 13 % dari gunungapi dunia dan terkenal sebagai negara yang mempunyai gunungapinya terbanyak, yaitu terdapat 129 buah didefinisikan aktif, sedangkan di P. Jawa terdapat 21 buah tipe A, 9 buah tipe B dan 5 buah tipe C. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (Departemen ESDM) telah membagi suatu klasifikasi prioritas terutama untuk pemantauan dan pengamatannya. Klasifikasi ini didasarkan kepada tingkat kegiatannya yang diketahui terbagi menjadi 3 tipe, adalah : Tipe A Gunungapi yang meletus atau menunjukkan kegiatannya sejak tahun 1600, berjumlah sebanyak 79 buah, untuk itu tipe A ini dipantau secara terus menerus kegiatannya dari pos Pengamatan Gunungapi. Gunungapi yang pernah meletus, tetapi sejak tahun 1600 tidak pernah menunjukkan peningkatan kegiatannya, berjumlah 29 buah. Gunungapi yang dianggap sudah padam/istirahat lama. Pada daerah ini hanya terdapat jejak gunungapi berupa solfatara, fumarola. Berjumlah sebanyak 21 buah. Gambar 3.2 Gunung berapi di Indonesia

Tipe B Tipe C

Hal III - 3

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Berikut in adalah daftar nama gunung-gunung api yang ada di Indonesia Tabel 3.1 Gunung Api Di IndonesiaNo 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 Nama Gunung Api Jaboi / Weh Seulawah Agam Peut Sagoe Bur Ni Geurendong Bur Ni Telong Gayo Leuser Sinabung Sibayak Pusuk Bukit Helatuba (Tarutung) Sibual Buali Sorikmarapi Talakmau Marapi Tandikat Talang Kerinci Kunyit Sumbing Belirang Beriti Bukit Daun Kaba Dempo Bukit Lumut Balai Marga Bayur Sekincau Belerang Pematang Bata Hullubelu Rajabasa Anak Krakatau Karang Pulosari Kiaraberes Gagak Perbakti Salak Gede Tangkuban Parahu Patuha Wayang Windu Kawah Kamojang Papandayan Guntur Galunggung Talagabodas No. Gn api 120 103 1 126 2 128 4 3 5 119 6 7 8 9 10 11 12 13 14 118 115 15 16 116 130 17 117 109 104 18 20 19 23 22 21 24 25 26 27 29 31 28 32 33 A A A B A C B B B C B A B A A A A B A B B A A B C B C C B A B B C C A A A B B C A A A B Tipe B C C Lokasi Aceh Aceh Aceh Aceh Aceh Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Barat Sumatera Barat Sumatera Barat Bengkulu Bengkulu Bengkulu Bengkulu Bengkulu Sumatera Selatan Sumatera Selatan Sumatera Selatan Lampung Lampung Lampung Lampung Selat Sunda Banten Banten Banten Banten Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat

Hal III - 4

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

No 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93

Nama Gunung Api Kawah Manuk Kawah Karaha Cereme Slamet Butak Patarangan Dieng Sundoro Sumbing Merbabu Merapi Unggaran Lawu Wilis Kelut Arjuno Welirang Bromo Semeru Lamongan Iyan Argopuro Raung Kawah Ijen Batur Agung Rinjani Tambora Sangiangapi Wae Sano Poco Leok Anak Ranakah Inelika Inirie Ebulobo Iya Ndatu Napi Rokatenda Sukoria Kelimutu Egon Ile Muda Lewotobi Laki-laki Lewotobi Perempuan Lereboleng Riang Kotang Ile Boleng Batubara Ile Lewotolo Ile Werung Hobal Labalekan

No. Gn api 30 34 35 36 105 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 89 131 60 61 62 64 110 71 66 65 67 111 69 68 70 112 106 75 72 74 132 73

A

Tipe B

C C C

Lokasi Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah / Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Bali Bali Lombok Sumbawa Sumbawa Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores Flores

A A A A A A A A B B B A A A A A B A A A A A A A C C A A A A A C A C A A B A A A C A A A A A B

Hal III - 5

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

No 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129

Nama Gunung Api Sirung Yersey Emperor of China Nieuwerkerk Wetar Damar / Wurlali Teon / Serawerna Nila / Laworkarwa Serua / Legatala Banda Api Manuk Makian / Kie Besi Gamalama Todoko Gamkonora Ibu Malupang Welirang Dukono Una-Una / Colo Ambang Soputan Batukolok Lahendong Lakon Empung Sempu Tempang Mahawu Sarongsong Tompasu Klabat Tangkoko Ruang Karangetang Banua Wuhu Awu G.Api (Sangir)

No. Gn api 76 127 108 107 83 77 78 79 80 82 81 102 100 98 99 97 125 96 95 129 94 124 121 91 123 113 92 122 93 90 89 88 87 86 85 84

A A A A A A A A A A

Tipe B B

C

Lokasi Flores Flores Laut Banda Laut Banda Laut Banda Laut Banda Laut Banda Laut Banda Laut Banda Laut Banda Laut Banda Halmahera / Maluku Halmahera / Maluku Halmahera / Maluku Halmahera / Maluku Halmahera / Maluku Halmahera / Maluku Halmahera / Maluku Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara

B A A B A A A A A A A C C A B C A C C B A A A A A A 80 28

Jumlah gunungapi aktif di Indonesia Keterangan : (diluar jumlah gunungapi aktif) 1 R. Referat 2 Cikurai 3 Buyan Bratan 4 Pui

21 = 129

Jawa Barat Bali Flores

Sumber : Hasil kegiatan subdit pemetaan gunung api

Hal III - 6

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Klasifikasi itu hanya merupakan klasifikasi prioritas dalam pemantauan, karena dapat saja terjadi perubahan, atau terjadi peningkatan kegiatan pada tipe gunungapi yang sudah lama beristirahat, seperti halnya G. Anak Ranakah di Flores yang meletus dan mengeluarkan lava pijar pada tahun 1988, padahal daerah itu sudah beristirahat lebih dari 15.000 tahun. Seperti juga halnya G. Vinatubo di Filipina yang meletus tahun 1990 padahal sudah beristirahat lebih dari 500 tahun. Jumlah penduduk Indonesia adalah nomor 4 di dunia, terkonsentrasi di P. Jawa dan di pulau-pulau gunungapi yang subur. Berdasarkan data yang tercatat, lebih tiga juta penduduknya berdomisili di daerah bahaya letusan gunungapi, yang tersebar di daerah tersebut diatas. Padahal bencana letusan gunungapi ini sudah banyak menelan korban jiwa seperti tercatat sejak abad 19 berjumlah lebih dari 200.000 jiwa, seperti letusan Galunggung 1822 (korban 4.011 jiwa), 1982 (korban 6 jiwa), Krakatau tahun 1983 (korban 36.417 jiwa), Tambora tahun 1815 (92.000 jiwa). Korban jiwa itu diakibatkan secara langsung dan tidak langsung.

3.1.3 Perwilayahan Dampak GunungapiUntuk melihat tingkat kegiatan dari gunung berapi tersebut dapat dilihat dari Protap Tingkat Kegiatan Gunungapi dan Peningkatan Kewaspadaan Masyarakat a. Aktif Normal (Tingkat I) Pada tingkat ini gunungapi dalam keadaan normal dan tidak memperlihatkan adanya kegiatan berdasarkan hasil pengamatan secara visual maupun hasil pemantauan secara instrumental. Ditingkat ini, keadaan aman, penduduk melakukan kegiatan sehari-hari dengan tenang. Pada tingkat ini gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan, berupa kelainan yang teramati secara visual dan instrumental. Penduduk meningkatkan kewaspadaan. Pemda dan instansi terkait memeriksa / mengadakan bahan / sarana penyelamatan diri, melakukan penyuluhan. Gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan semakin nyata, yang teramati secara visual dan instrumental, serta berdasarkan analisis perubahan kegiatan yang cenderung diikuti erupsi. Di tingkat siaga : penduduk mensiagakan diri termasuk siap mengungsi. Sedangkan Pemda dan instansi terkait mensiagakan bahan keperluan penyelamatan diri dan pengungsian. Yaitu gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan mendekati terjadinya erupsi dan pada umumnya diikuti letusan abu atau asap.

b.

Waspada (Tingkat II)

c.

Siaga (Tingkat III)

d.

Awas (Tingkat IV)

Hal III - 7

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Pada tingkat ini, penduduk mengungsi. Pemda dan instansi terkait membantu Pengungsian dan melaksanakan tanggap darurat. Perubahan tingkat kegiatan gunungapi tidak harus berurutan. Penentuan tingkat kegiatan dan perubahan setiap tingkat gunungapi dilaksanakan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Geologi (DV&MBG).

3.2 PENANGANAN BENCANA GUNUNGAPIIssu-issu penting yang berkaitan dengan masalah penanganan bencana alam gerakan tanah/longsor, diantaranya adalah : Pentingnya pertimbangan kebencanaan dalam seluruh proses penataan ruang Sejalan dengan kepentingan tersebut, saat ini masih dijumpai belum lengkapnya data dan informasi tentang kebencanaan termasuk dalam kaitannya dengan penataan ruang Belum optimalnya koordinasi antar sektor yang terkait dalam penanganan bencana alam Belum tersedianya peraturan dan perundangan mengenai penanganan bencana alam skala nasional Masih rendahnya pemahaman masyarakat dan aparat pemerintah dalam menyikapi kondisi alam yang berada di kawasan bencana. Diluar issu-issu penting tersebut, terdapat pula issu khusus yang berkaitan dengan bencana alam gunungberapi, yaitu : Secara geologis, Indonesia terletak pada zona tumbukan aktif antar 3 lempeng raksasa (lempeng Samudra Indo-Australia, lempeng Benua Eurasia dan Lempeng Samudra Pasifik), yang mengakibatkan terbentuknya zona sesar aktif, terdapatnya pusat-pusat gempa, terbentuknya jalur gunungapi aktif dan terjadinya tsunami. Interval letusan gunung api yang relatif panjang, seringkali membuat proses penataan ruang mengabaikan adanya bahaya ini. Padahal bagaimanapun juga bencana alam bisa datang dengan tiba-tiba sehingga antisipasi harus selalu dilakukan di setiap waktu di setiap tahapan termasuk dalam keseluruhan proses penataan ruang. Masalah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan dikaitkan dengan zona rawan bahaya gunungberapi Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan sifat potensi kebencanaan gunung berapi Lokasi rawan bahaya gunung berapi biasanya merupakan lahan subur yang membuat masyarakat seringkali beraktivitas dan bermukim di sana

Hal III - 8

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Penanganan bencana alam gunung berapi merupakan tugas kompleks yang melibatkan berbagai instansi dan kewenangan. Beberapa pembagian tugas penting antar departemen yang dirasakan akan mampu melakukan penanganan bencana gunung berapi secara efisien dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tugas Antar Departemen Dalam Prakiraan Bencana GunungapiNo. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kegiatan PENDATAAN Aliran dan kubah lava Endapan piroklastik Potensi lahar Curah hujan/iklim Banjir lahar Bangunan pengendali lahar Stabilitas lereng / longsoran Tata guna lahan Sosial ekonomi / Demografi PEMANTAUAN Kegiatan gunungapi Potensi lahar Lahar Curah hujan/iklim Sedimen & Bang. Pengendali PRAKIRAAN BENCANA Letusan gunungapi Banjir lahar Objek bencana VUL xx xx xx x x x xx x xx SDA x GTL BMG BPN PEMDA

x xx xx x x

xx

x xx x x

10. 11. 12. 13. 14.

xx xx x x x

x xx x xx

xx

15. 16. 17.

xx xx x

xx x

x

x

xx

3.2.1 Penanganan Bencana Gunungapi Melalui Penataan RuangIdealnya, antisipasi terhadap bahaya bencana alam termasuk bencana alam gunung berapi telah menjadi pertimbangann penting dan dialokasikan dalam produk perencanaan tata ruang wilayah. Walaupun demikian pada kenyataannya belum semua produk RTRW yang ada telah mengakomodasikan kepentingan ini. Hanya ada beberapa RTRW yang telah mengakomodasikan kepentingan ini. Berkaitan dengan hal tersebut, penanganan bencana alam gunungberapi saat ini lebih ditekankan pada saat terjadinya bencana dan itupun lebih dititikberatkan pada masalah penanganan korban bencana. Dalam kondisi darurat seperti itu penggunaan ruang yang dibutuhkan seringkali tidak mengikuti perencanaan yang ada. Untuk itu, maka seharusnya kebutuhan-kebutuhan ruang untuk penanggulangan bencana alam dan untuk meminimalisasi kerugian baik materi maupun jiwa dapat menjadi satu bagian penting yang harus diakomodasikan dalam kebijakan penataan ruang daerah.

Hal III - 9

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

3.3 KEBIJAKAN PENANGANAN BENCANA GUNUNGAPI MELALUI PENATAAN RUANGPenanganan bencana alam akibat gunungberapi perlu dilakukan salah satunya melalui mekanisme penataan ruang. Penataan ruang yang telah mempertimbangkan antisipasi terhadap bencana alam gunungberapi akan dapat meminimalkan korban baik materi maupun jiwa ketika bencana alam tersebut terjadi. Secara umum kebijakan penting yang perlu dilakukan adalah melakukan identifikasi kawasankawasan bencana dan melakukan perencanaan ruang dengan mengacu pada hasil identifikasi kawasan tersebut. Setiap pemerintah kabupaten/kota perlu menginventarisasi peta daerah rawan bencana gunung berapi untuk setiap gunung berapi yang ada di wilayahnya. Saat ini untuk beberapa gunung berapi, peta-peta tersebut telah tersedia di direktorat vulkanologi dan mitigasi bencana alam geologi. Bila diperlukan, pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan perlu melakukan pemetaan dengan tingkat kedetailan yang lebih tinggi. Memberlakukan ketentuan agar semua proses perencanaan ruang mengacu pada informasi peta daerah rawan bencana gunungberapi. Pada pelaksanaannya, kebijakan tersebut perlu diterapkan pada tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang.

3.3.1 Kebijakan Penanganan Pada Tahap PerencanaanMelakukan delineasi terhadap kawasan yang aman untuk pengembangan dan kawasan bahaya yang harus dihindarkan dari pengembangan Menyusun zoning regulasi untuk pemanfaatan ruang yang mengantisipasi bahaya gunungberapi Menyiapkan suatu mekanisme penanganan yang melibatkan antar instansi dan bila diperlukan juga antar daerah Menyusun indikasi program pembangunan yang mengacu pada antisipasi terhadap bencana gunungberapi

3.2.3 Kebijakan Penanganan Pada Tahap Pemanfaatan RuangMenyiapkan daerah-daerah aman untuk penampungan pengungsi bila dibutuhkan Menyiapkan jalur pergerakan yang memudahkan pergerakan pengungsi Menyediakan prasarana dan sarana dasar untuk melayani pengungsi

Hal III - 10

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

3.3.3 Kebijakan Penanganan Pada Tahap Pengendalian Pemanfaatan RuangMenyiapkan kebijakan/peraturan perijinan Peraturan teknis tata letak kegiatan dan bangunan Peraturan teknis bangunan Peraturan pembangunan pengembangan prasarana

3.4 PROSEDUR PENANGANAN BENCANA GUNUNGAPI BIDANG PENATAAN RUANGGambar 3.4 Prosedur Penanganan Bencana

data

literatur

Hasil studi

Visi & misi penataan ruang

Identifikasi potensi bencana alam Pemetaan daerah rawan bencana Delineasi daerah rawan bencana

Wilayah perencanaan

Identifikasi langkah pengamanan Identifikasi kawasan pengembangan teknis kelembagaan kebijakan

Rencana tata ruang

Hal III - 11

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

3.5 KEBUTUHAN PENANGANAN BENCANA GUNUNGAPI MELALUI PENATAAN RUANGSalah satu cara untuk mengantisipasi bencana, yaitu dengan meningkatkan pengetahuan tentang gunungapi dan pengetahuan lainnya yang sangat berkaitan dengan bencana gunungapi terutama kepada penduduk yang berdomisili di daerah rawan bencana itu, misalnya dengan memberikan penyuluhan/bimbingan kepada penduduk di sekitar gunungapi, sehingga akan mendapatkan tanggapan bila diperlukan saat akan menghindarkan diri atau menjauhkan diri dari bencana gunungapi itu sebelum terjadi letusan/pada saat aktivitas gunungapi itu meningkat. Usaha lain yang lebih baik untuk menghindar dari ancaman bahaya sebelumnya adalah dengan membuat perencanaan yang baik dan terkoordinasi, yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang. Peta rawan bencana Gunungapi (Peta Daerah Bahaya Gunungapi), dinyatakan dalam urutan-urutan angka dari tingkat kerawanan rendah ke tingkat kerawanan tinggi, yaitu : Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana III. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar). Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu : Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa lahar/banjir, dan kemungkinan perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di sepanjang sungai/dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan berupa hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar). Pada kawasan ini, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi/kegiatan gunung api dan turun hujan lebat.

Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran lahar dan gas beracun, umumnya menempati lereng dan kaki gunungapi. Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu : Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa awan panas, aliran lava, guguran batu (pijar), aliran lahar dan gas beracun. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan sepereti lontaran batu (pijar), hujan abu lebat, dan hujan lumpur (panas). Pada kawasan ini, masyarakat diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi, sampai daerah ini dinyatakan aman kembali.

Hal III - 12

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan gas beracun. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi gunungapi yang sangat giat atau sering meletus. Pada kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian atau aktifitas apapun. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi bertujuan untuk memberikan informasi di dalam pengembangan wilayah dan perencanaan tata ruang wilayah. Peta tersebut berisi informasi mengenai pembagian tingkat kerawanan bencana yang berdasarkan pada gejala geologi, bentang alam, dan aktifitas gunungapi yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi terjadinya bencana yang diakibatkan oleh aktifitas gunungapi, sangat diperlukan pengetahuan secara umum tentang gunungapi dan pengetahuan lainnya yang sangat berkaitan dengan bencana gunungapi, terutama kepada penduduk yang berdomisili di daerah rawan bencana, yaitu dengan memberikan penyuluhan/bimbingan kepada penduduk, sehingga dapat menghindarkan diri atau menjauh dari wilayah gunungapi sebelum terjadi letusan atau pada saat aktifitas gunungapi meningkat. Selanjutnya beberapa kegiatan penting di bidang penataan ruang yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam akibat letusan gunungberapi adalah seperti diuraikan pada bagian di bawah ini. A. Pengembangan wilayah gunungapi Tujuan : Membantu menyiapkan master plan untuk daerah gunung-gunungapi, dimana peta-peta yang dihasilkan merupakan salah satu acuan dalam Rencana Tata Ruang. Peran DV&MBG dalam perencanaan tata ruang yaitu membantu mempelajari program pengembangan daerah rural (pedalaman atau terpencil), seperti management penambangan pasir didaerah sungai yang berhulu dari gunung-gunungapi aktif dan multi fungsi dari fasilitas Sabo (irigasi, micro hydro, jalan dan jembatan). Selain itu DV&MBG membantu menyiapkan program suatu project jangka panjang. Membantu mengevaluasi master plan yang ada, untuk mempertimbangkan aktivitas gunungapi, khususnya piroklastik aliran, isue penambang pasir, kondisi sosial ekonomi pada daerah study. Study tersebut terdiri dari : 1. Membantu mengevaluasi skala bencana Mempertimbangkan jumlah material piroklastik yang dihasilkan, dimana merupakan endapan yang tidak stabil. Membantu menghitung volume endapan aliran piroklastik. Dengan demikian dalam jangka panjang perlu dilakukan penghitungan kesetimbangan endapan sedimen di dalam sungai-sungai yang berasal dari puncak. 2. Membantu mengevaluasi tingkat bahaya gunungapi pada setiap tampungan sungai (river basin): Bila frekwensi aktivitas gunungapi cukup tinggi, kondisi topografi akan berubah oleh endapan bahan piroklastik dengan demikian merevisi peta

Hal III - 13

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

daerah bahaya ( KRB) perlu dilakukan. Peta tersebut sangat penting tidak hanya untuk rencana pencegahan gunungapi, tetapi juga berguna untuk memformulasikan perencanaan pengembangan secara regional. 3. Peningkatan system evakuasi: Penduduk yang tinggal didaerah bahaya selalu menderita terhadap ketakutan yang tinggi akan bahaya gunungapi ketidakamanan sosial (social insecurity). Meskipun sudah ada sistem monitoring, tanda bahaya dan evakuasi yang diberikan oleh pemerintah untuk memitigasi kerusakan akibat bencana, tetapi masih membutuhkan peningkatan, yaitu system evakuasi. Dengan mempertimbangkan system informasi, rute evakuasi dan lokasi serta partisipasi masyarakat akan pentingnya memahami bahaya. 4. Management dari bahan galian golongan. C, terutama sirtu Eskavasi yang tidak terkontrol akan menyebabkan degradasi yang cukup serius pada dasar sungai dan pengerusakan struktur sabo (bila daerah tersebut memiliki chek dam atau sabo). Dengan demikian memformulasikan program jangka panjang dari penggalian sirtu perlu dilakukan. 5. Multi fungsi dari fasilitas chek dam Melengkapi sabo dam dengan multi fungsinya adalah pendekatan yang berguna untuk memaksimalkan struktur sabo yang ada dan mendukung untuk pengembangan. regional, seperti : irigasi kanal, irigasi intek, mikro hidro, jalan dan jembatan. Fasilitas seperti tersebut dapat memitigasi harta benda dari kerusakan yang diakibatkan oleh gunungapi, pengamanan air irigasi dan kekurangan infrastrutur. 6. Pembuatan Bangunan Pengendali a. b. Pembuatan bangunan pengendali memperkecil ancaman bahaya lahar. pengelak lahar untuk

Pembuatan terowongan pengendali volume air danau kawah pada gunungapi berdanau kawah untuk memperkecil ancaman bahaya lahar letusan. Pembuatan Bangunan Pengendali merupakan wewenang Pemerintah Daerah setempat atau instansi terkait berdasarkan saran teknis dari Direktorat Vulkanologi.

c.

B.

Pemetaan dalam menunjang penyiapan pengembangan tata ruang wilayah gunungapi Pemetaan tersebut mencakup a. b. Pemetaan geomorfologi di daerah gunungapi dan sekitarnya. (berupa peta geomorfologi) Inventarisasi potensi bahan galian didaerah gunungapi (berupa peta potensi bahan galian)

Hal III - 14

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

c. d. e. f. g. a.

Inventarisasi potensi wisata didaerah gunungapi (peta potensi wisata gunungapi) Inventarisasi potensi air didaerah gunungapi (peta potensi air didaerah gunungapi) Pemetaan geologi daerah gunungapi (peta geologi gunungapi) Pemetaan Kawasa Rawan Bencana Gunungapi (Peta KRB Gunungapi) Pemetaan zona risiko daerah gunungapi (peta zona risiko)

Pemetaan geomorfologi didaerah gunungapi ditujukan untuk menganalisis bentuk-bentuk topografi guna mengetahui genesa dan proses morfologi yang ada. Hasilnya diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam penataan ruang dan tata guna lahan sebagai upaya pengembangan wilayah di daerah gunungapi. Metoda pendekatannya dan hasilnya didasarkan pada analisa foto udara serta didukung pengecekan langsung di lapangan. Pemetaan geomorfologi dan pemisahan masing-masing morfologi didasarkan pada morfogenesa, morfometri dan morfografi. Hasilnya memberikan gambaran bentukan asal geomorfologi (geomorfologi origin) berupa bentukan asal gunungapi (V), bentukan asal gunungapi dan struktur (VS), bentukan asal gunungapi dan denudasi (VD), bentukan asal sedimentasi (S) dan bentukan asal fluviatil (F).

b.

Inventarisasi potensi bahan galian di daerah gunungapi dilakukan untuk mendata jenis bahan galian yang berasosiasi dengan hasil aktivitas gunungapi, Dalam mengin-ventarisir, lokasi, luas potensi bahan galian, volume, kualitas serta akses menuju daerah potensi dilakukan pendataannya. Jenisnya terdiri dari bahan galian golongan C, seperti pasir, batu belah, belerang, gypsum dan kaolin. Hasil inventarisasi berupa peta potensi bahan galian daerah gunungapi. Saat ini peta potensi bahan galian tersebut belum dipublikasikan secara luas. Inventarisasi potensi wisata dilakukan dalam rangka menyiapkan potensi keindahan alam di lingkungan gunungapi yang kemungkinan berpeluang dalam memperoleh dan meningkatkan devisa negara. Potensi alam ini unik, has, segar, umumnya berada di daerah dataran tinggi, hidup berbagai flora dan fauna serta kurangnya polusi. Potensi wisata tersebut dapat berupa kawah, danau kawah, danau kaldera, letusan gunungapi strombolian, kubah lava, air terjun di daerah gunungapi, airpanas, hutan lindung dan perkebunan. Hasil inventarisasi disajikan dalam bentuk peta, gambar serta informasi penting lainnya. Saat ini hasil inventarisasi masih dalam bentuk laporan kegiatan proyek. Inventarisasi potensi air di daerah gunungapi dilakukan dalam rangka menyiapkan data potensi air di wilayah gunungapi. Potensi tersebut berupa air kawah, air kaldera, air terjun, mata air dingin maupun airpanas. Kegiatan tersebut terdiri dari menghitung volume dan debit air, kedalaman kawah danau dan kaldera secara batimetri, menganalisis karakteristik kimia sehingga dapat memberikan informasi mengenai Potensi air didaerah gunungapi. Misalnya sebagal tenaga listrik mikro hidro, air irigasi bagi pertanian, pengembang

c.

d.

Hal III - 15

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

biakan ikan air tawar dan kemungkinan mengembangkan industri air mineral. Hasil inventarisasi potensi air di sajikan dalam bentuk peta, gambar, seketsa dan data kimia air. Saat ini inventarisasi potensi air masih dalam bentuk perencanaan proyek yang akan dilaksanakan pada kegiatan mendatang. e. Pemetaan geologi gunungapi telah dilaksanakan untuk memetakan sebaran produk gunungapi, jenis produk dan komposisi, urut-urutan terbentuknya, serta sejarah geologinya. Hal ini untuk mempelajari kemungkinan bahaya yang akan ditimbulkannya bila tedadi letusan gunungapi yang akan datang. Pemetaan Kawasa Rawan Bencana Gunungapi (Peta KRB Gunungapi) dilakukan untuk menentukan kawasan berdasarkan tingkat kerawanannya terhadap bahaya erupsi gunungapi. Pemetaan zona risiko daerah gunungapi (peta zona risiko) telah dilaksanakan pada beberapa gunung. Penekanannya pada permukiman penduduk disekitar gunungapi aktif. Peta zona risiko belum di publikasikan secara luas, masih dalam bentuk laporan kegiatan dan laporan tersebut dapat diperoleh pada perpustakaan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. C. Laporan Pelaporan kegiatan gunungapi dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi dan disampaikan kepada Pemerintah Daerah setempat, dan instansi terkait seperti Bandara terdekat, sesuai dengan kepentingannya. Dalam keadaan darurat, dimana perubahan tingkat kegiatan yang tidak berurutan dan langsung mengarah pada Tingkat TV (Awas), maka perubahan tingkat kegiatan gunungapi dan pelaporannya dapat dilakukan secara lisan. Pelaporan adanya peningkatan kegiatan gunungapi atau letusan gunungapi dapat pula dilakukan oleh masyarakat dan atau Pemerintah Daerah setempat kepada Direktorat Vulkanologi.

f.

g.

3.5 INDIKASI PROGRAM 3.5.1 Indikasi Program Penataan Ruang Pra Bencana A. PreventifDilatar belakangi oleh kondisi bahwa setiap gunungapi memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda-beda maka dalam tahap preventif perlu dilakukan pengkajian yang cukup mendalam terhadap gunung api yang setidaknya meliputi aspek-aspek sebagai berikut : Mempelajari perilaku gunung api dan melakukan pemantauan gunungapi Pemantapan Prosedur Tetap pengamatan tingkat kegiatan Gunungapi

Hal III - 16

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Pembimbingan dan informasi gunung api Penerbitan peta geologi gunungapi yang berisikan informasi mengenai pembagian tingkat kerawanan bencana berdasarkan pada gejala geologi, bentang alam, dan aktifitas gunungapi yang bersangkutan Mempelajari sejarah gunung api untuk mengetahui frekuensi letusan, jenis dan arah aliran material yang dilontarkan Jenis-jenis bencana yang terjadi ketika gunung api meletus Melakukan pemetaan zonasi daerah bahaya Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi dan Peta Zona Resiko Bahaya Gunungapi Pembimbingan dan informasi gunungapi kepada penduduk di sekitar gunungapi, sehingga akan mendapatkan tanggapan bila diperlukan saat akan menghindarkan diri atau menjauhkan diri dari bencana gunungapi itu sebelum terjadi letusan/pada saat aktivitas gunungapi itu meningkat. Peta Daerah Bahaya yang disusun berdasarkan sejarah letusan terdahulu dengan mengingat sifat letusan, kerusakan yang diakibatkan, penyebaran bahan letusan, peta topografi dan morfologinya mendapat perhatian-perhatian apabila terjadi peningkatan kegiatan. Penyelidikan geologi, geofisika dan geokimia Peningkatan sumber daya manusia, dan pendukung lainnya Membuat perencanaan yang baik dan terkoordinasi, yang dituangkan dalam penataan ruang dan pengembangan wilayah Meningkatkan kesiagaan dan melakukan manajemen bencana diakomodasikan melalui penataan ruang dan pengelolaan lingkungan yang

Penerbitan peta geologi gunungapi yang berisikan informasi mengenai pembagian tingkat kearwanan bencana berdasarkan pada gejala geologi, bentang alam, dan aktifitas gunungapi yang bersangkutan.

B. MitigasiBerdasarkan mekanismenya, bahaya gunung api dapat dibedakan menjadi bahaya langsung dan bahaya tidak langsung. Bahaya langsung (primer) adalah bahaya yang ditimbulkan secara langsung oleh erupsi gunungapi. Bahaya tersebut adalah aliran lava, awan panas, guguran batu pijar, lontaran batu, hujan abu, hujan lumpur, lahar letusan, gas racun dan tsunami gunungapi. Upaya memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat erupsi gunung api dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut : Pengamatan Gunungapi Pengamatan dilakukan dengan cara penyelidikan dan pemantauan kegiatan gunungapi : Penyelidikan merupakan suatu kegiatan secara temporer dalam pengumpulan dan pengolahan data awal geofisika, geologi, geokimia dan

Hal III - 17

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

lainnya, yang hasil penafsirannya sebagai penunjang pemantauan gungungapi. Penyelidikan tersebut dapat dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi atau instansi lainnya dan dapat diminta sesuai kebutuhan oleh pemerintah daerh tempat gunung berapi aktif berada. Pemantauan gunungapi merupakan suatu kegiatan secara terus-menerus dalam pengumpulan dan pengolahan data geofisika, geologi, geokimia dan lainnya serta penafsirannya untuk mempelajari dan mengetahui tingkat kegiatan gunungapi. Hasil pengamatan gunungapi merupakan informasi dasar untuk menentykan tingkat kegiatan gunungapi dan penyelidikan serta pemantauan berikutnya. Tingkat kegiatan gunungapi ditentukan berdasarkan hasil pengamatan, yang diurut atas 4 tingkat dari aktif normal ke tingkat awas.

Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (KRB) Pemetaan kawasan rawan bencana gunungapi dilakukan untuk menentukan kawasan berdasarkan tingkat kerawanannya terhadap bahaya erupsi gunungapi. Pelamparan kawasan rawan bencan atidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Peta KRB dibuat oleh Direktorat Vulkonologi atau instansi lainnya sesuai Standarisasi Nasional Indonesia N0.13 4689 1998, tentangPenyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi. Peta KRB yang dihasilkan dapat dijadikan salah satu acuan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di daerah gunungapi. Peta rawan bencana Gunungapi (Peta Daerah Bahaya Gunungapi), dinyatakan dalam urutan-urutan angka dari tingkat kerawanan rendah ke tingkat kerawanan tinggi, yaitu Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana III. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar / banjir, dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar). Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu: Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa lahar / banjir, dan kemungkinan perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di sepanjang sungai / dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak kawasan rawan bencana terhadap jatuhan berupa hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar). Pada kawasan ini, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi / kegiatan gunung api dan turun hujan lebat. Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran lahar dan gas beracun, umumnya menempati lereng dan kaki gunungapi. Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu: Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa, awan panas, aliran lava, guguran batu (pijar), aliran lahar dan gas beracun.

Hal III - 18

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu (pijar), hujan abu lebat, dan hujan lumpur (panas). Pada kawasan ini, masyarakat diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi, sampai daerah ini dinyatakan aman kembali. Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan gas beracun. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi gunungapi yang sangat giat atau sering meletus. Pada kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian atau aktivitas apapun. Upaya lain yang lebih baik untuk terhindar dari ancaman bahaya adalah dengan membuat perencanaan yang baik dan terpadu, yang dituangkan dalam penataan ruang wilayah, misalnya tidak diberikan izin untuk mendirikan kawasan pemukiman baru, lokasi pabrik/kawasan industri atau proyek berskala besar yang pada kawasan rawan bencana. Misalnya pada suatu kawasan rawan bencana II adalah merupakan daerah yang berpotensi untuk terlanda bencana, disarankan tidak untuk kawasan pemukiman maupun industri, tetapi dapat dikembangkan untuk kawasan hutan industri, perkebunan tanpa adanya pemukiman yang permanen, sedangkan untuk daerah wisata alam dengan tidak mendirikan hotel/penginapan, dan sebaiknya hanya dijadikan kawasan hutan saja. Disamping itu untuk mengurangi kerugian akibat aliran lahar hujan diperlukan pengendali alirannya, dengan membuat bangunan pelindung seperti tanggul penyedak, tanggul pengarah aliran, dam dan kantong-kantong lahar.

C.

Kesiapsiagaan

Cara terbaik dalam memanfaatkan dan menghindarinya adalah dengan meningkatkan kesiagaan dan melakukan manajemen bencana yang diakomodasikan melalui penataan ruang dan pengelolaan lingkungan. Dalam mengantisipasi terjadinya letusan gunungapi, kesiapsiagaan yang dibutuhkan dalam aspek penataan ruang meliputi : Penyiapan lokasi-lokasi aman untuk pengungsi, dengan kriteria sebagai berikut: o o o Berada di tempat yang tidak terjangkau secara langsung oleh aliran lahar Lokasi relative terbuka, jauh dari bangunan-bangunan tinggi Disiapkan jaringan jalan yang memadai untuk mencapai lokasi ini (bila memungkinkan, jaringan jalan ini tidak digunakan dalam kondisi biasa tetapi tetap dipelihara dengan baik) Tersedia sumber air bersih yang memadai Disiapkan fasilitas sanitasi yang memadai Disiapkan sarana kesehatan dan pelaksanaan pertolongan darurat yang memadai

o o o

Hal III - 19

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

o

Disediakan sarana komunikasi yang tetap dapat berfungsi dalam kondisi terjadinya bencana

Penyiapan suatu mekanisme kelembagaan yang terstruktur baik (antara pemerintah pusat pemerintah propinsi pemerintah kabupaten/kota) sehingga aktivitas/kegiatan penanganan bencana dapat dilakukan dengan seefisien dan seefektif mungkin dengan orientasi minimalisasi korban bencana. (sejak tahap informasi pada masyarakat, pengerahan tenaga/personil dan peralatan serta koordinasi antar elemen-elemen yang terlibat dalam penanganan bencana) Sosialisasi secara intensif kepada masyarakat tentang cara-cara penyelamatan diri serta informasi tentang lokasi dan rute mencapai daerah yang aman

3.5.2 A.

Indikasi Program Penataan Ruang Saat Bencana Letusan Gunung Berapi Peringatan Dini

Peringatan dini menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk meminimalisasikan korban dan kerugian dalam kejadian bencana alam termasuk letusan gunungapi. Peringatan dini yang dibutuhkan setidaknya memenuhi : Pemantauan aktivitas gunung berapi secara menggunakan peralatan dan teknologi terbaru terus menerus dengan

Memberikan peringatan ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung api kepada masyarakat setempat, pemerintah daerah setempat dan pemerintah pusat Sistem peringatan dini harus dapat menjangkau daerah rawan bencana (I, II, III) dalam waktu yang sangat singkat Penyiapan mekanisme system informasi yang efisien dalam memberitahukan terjadinya bencana serta langkah-langkah darurat yang harus dilakukan melalui penggunaan media elektronik, system sirene/alarm bahaya, keterlibatan kelompok-kelompok masyarakat melalui pengunaan kentongan dan sejenisnya.

Hal III - 20

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Gambar 3.4

Contoh Peta Kawasan Rawan Gunung Api (Gunung Kelud)

Keterangan : KAWASAN RAWAN BENCANA IIISelalu terancam awan panas, gas beracun, lahar letusan dan kemungkinan aliran lava.

(r = 2km) Terancam lontaran batu pijar dan lumpur panas

KAWASAN RAWAN BENCANA IIBerpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lahar letusan dan lahar hujan

(r = 5km) Berpotensi terlanda hujan abu lebat, lumpur (panas) dan lontaran batu (pijar)

KAWASAN RAWAN BENCANA IBerpotensi terlanda lahar hujan dan kemungkinan dapat terlanda lahar letusan

(r = 10km) Berpotensi terlanda hujan abu dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar)

Pos Pengamatan Gunung api

Pusat kesehatan masyarakat

Arah kemungkina penyimpanan / perluasan lahar letusan lahar hujan

Arah penyelamatan diri

Hal III - 21

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Memberikan rekomendasi kepada Pemda sesuai Protap Protap Tingkat Kegiatan Gunungapi dan Peningkatan Kewaspadaan Masyarakat a. Aktif Normal (Tingkat I) Pada tingkat ini gunungapi dalam keadaan normal dan tidak memperlihatkan adanya kegiatan berdasarkan hasil pengamatan secara visual maupun hasil pemantauan secara instrumental. (Ditingkat ini, keadaan aman, penduduk melakukan kegiatan sehari-hari dengan tenang.) b. Waspada (Tingkat II) Pada tingkat ini gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan, berupa kelainan yang teramati secara visual dan instrumental. (Penduduk meningkatkan kewaspadaan. Pemda dan instansi terkait memeriksa / mengadakan bahan / sarana penyelamatan diri, melakukan penyuluhan.) c. Siaga (Tingkat III) Gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan semakin nyata, yang teramati secara visual dan instrumental, serta berdasarkan analisis perubahan kegiatan yang cenderung diikuti erupsi. (Di tingkat siaga : penduduk mensiagakan diri termasuk siap mengungsi. Sedangkan Pemda dan instansi terkait mensiagakan bahan keperluan penyelamatan diri dan pengungsian.) d. Awas (Tingkat IV) Yaitu gunungapi memperlihatkan peningkatan kegiatan mendekati terjadinya erupsi dan pada umumnya diikuti letusan abu atau asap. (Pada tingkat ini, penduduk mengungsi. Pemda dan instansi terkait membantu Pengungsian dan melaksanakan tanggap darurat.) Perubahan tingkat kegiatan gunungapi tidak harus berurutan. Penentuan tingkat kegiatan dan perubahan setiap tingkat gunungapi dilaksanakan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Geologi (DV&MBG).

B.

Tanggap Darurat

Tanggap darurat ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mengatasi keadaan darurat akibat bencana gunung berapi, dilakukan dengan cara : Mengerahkan sumberdaya seperti: personil, bahan bantuan, peralatan, dana dan bantuan darurat;

Hal III - 22

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Menggerakkan masyarakat dan petugas satuan tugas penanggulangan bencana (Satlak dan Satkorlak) Mengamankan secara darurat sarana dan prasarana penting yang terancam oleh bahaya gunung berapi. Pengerahan peralatan yang dibutuhkan untuk penanganan bencana, meliputi peralatan transportasi, alat-alat berat untuk evakuasi, alat-alat kesehatan Mengevakuasi penduduk ke tempat-tempat yang aman Melaporkan kegiatan sesuai bagan alir (mana bagan alirnya?) Memberikan rekomendasi kepada Pemda sesuai Protap

Gambar 3.5

3.5.3 A.

Indikasi Programpenataan Ruang Pasca Bencana Letusan Gunung Berapi RehabilitasiMenurunkan tingkat kegiatan gunungapi sesuai Protap Menginventarisir data letusan, termasuk sebaran dan volume bahan letusan Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya sekunder

Hal III - 23

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Memberikan saran penanggulangan bahaya sekunder Memberikan saran penataan kawasan jangka panjang Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak Melanjutkan pemantauan rutin Melakukan pembersihan kawasan hunian dan perkotaan dari sisa letusan (abu, pasir, batu dsb) Melakukan penataan ruang di kawasan yang kemungkinan terkena bahaya sekunder : relokasi kawasan permukiman yang terancam bahaya sekunder, pelarangan kembalinya masyarakat ke kawasan yang akan terancam bahaya sekunder

B.

RekonstruksiMelakukan penataan kawasan jangka panjang secara komprehensif, dimulai dari pemetaan KRB, evaluasi RTRW Kota/Kabupaten, pendetailan rencana tata ruang yang tanggap terhadap bencana letusan gunung berapi, hingga pemrograman dan penyusunan pedoman pembangunan kawasan yang rentan terhadap letusan gunung berapi Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak Memperbaiki infrastruktur, utilitas dan pelayanan publik yang rusak Perencanaan yang efektif dengan mengacu pada Tujuan Penataan Ruang wilayah masing-masing daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota, yaitu terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang, kawasan lindung dan kawasan budidaya, dan tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.

3.6 PENYUSUNAN KEGIATAN PRIORITASPenyusunan Program prioritas berdasarkan indikasi program yang diajukan dapat dilihat pada Tabel berikut di bawah ini.

Hal III - 24

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Isue-isue Isu-isu umum dalam penanganan Penataan Ruang berkaitan dengan Kebencanaan 1. mempertimbangkan aspek kebencanaan di adlam penataan ruang 2. belum lengkapnya data kebencanaan dalam penataan ruang 3. belum optimalnya koordinasi antar sektor yang terkait dalam penanganan bencana alam 4. belum tersedianya peraturan dan perundangan mengenai penanganan bencana alam skala nasional 5. masih rendahnya pemahaman masyarakat dan aparat pemerintah dalam mensikapi kondisi alam yang berada di kawasan bencana

Kebijakan Kebijakan Penataan Ruang Pra Bencana

Prosedur Mengurangi / menghilangkan bencana

Program Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian

Kegiatan Prioritas

Mengurangi dampak bencana

Perencanaan tata ruang dengan memperhatikan zonasi rawan bencana gunungberapi

Identifikasi kawasan rawan bencana 1,2,3 (peta rawan bencana Gunung Api) Penetapan kawasan rawan bencana 1,2,3 Penetapan kawasan (zoning regulation resettlement) pada kawasan rawan bencana I Review RTRW untuk pengembangan tata ruang wilayah Gunung Api Peta analisia resiko gunung Api Perencanaan bangunan / penyimpanan (kantung lahar) Penentuan lokasi-lokasi aman untuk penampungan pengungsi Arahan pembangunan sarana dan prasarana di kawasan penampungan pengungsi Penentuan pos pengamatan yg sesuai dengan lokasi

Khusus

Hal III - 25

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Isue-isue 1. secara geologis indonesia terletak pada zona tumbukan aktif antar 3 lempeng raksasa (Lempeng Samudra IndoAustralia, Lempeng Benua Eurasia, dan Lempeng Samudra Pasifik), yang mengakibatkan terbentuknya zona sesar aktif, terdapatnya pusatpusat gempa, terbentuknya jalur gunungapi aktif dan terjadinya tsunami

Kebijakan

Prosedur

Program

Kegiatan Prioritas Penentuan lokasi dan jalur pengungsian Pembentukan tim penanganan bencana lokal

Pemanfaatan ruang dalam mengantisipasi bencana alam gunungberapi

Pemantauan intensitas dan besaran Gunung api meletus Pengadaan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum Pembuatan bangunan penanggulangan (tanggul) Pembangunan jaringan pergerakan menuju lokasi-lokasi aman Penetapan rencana tata bangunan yang mempertimbangkan antisipasi terhadap bahaya gunungberapi Penetapan peraturan dan perijinan bangunan Penetapan zoning regulation Sosialisasi rezoning regulation Pelatihan adan sosialisasi aparat dan masyarakat tentang penyelamatan diri dan penanggulangan Evaluasi RTRW atau kawasan

Pengendalian ruang untuk mengantisipasi bencana alam gunungberapi

Hal III - 26

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Isue-isue

Kebijakan

Prosedur

Program Khusus

Kegiatan Prioritas

Pendidikan dan pelatihan

Perencanaan untuk mempersiapkan aparat dan masyarakat dalam menghadapi bencana alam gunungberapi

Penyusunan materi sosialisasi penanggulangan bencana gunungberapi Peletakan pos-pos pengamatan Penentuan lokasi pengungsian Pembentukan tim penanganan bencana lokal

Pemanfaatan; proses pemberdayaan aparat dan masyarakat dalam menghadapi bencana alam gunungberapi Pengendalian

Sosialisasi penyelamatan diri pada saat terjadi bencana gunungberapi Penempatan rambu-rambu tentang informasi dan arah penyelamatan diri dari bencana gunungberapi Pelatihan dan sosialisasi aparat dan masyarakat tentang penyelamatan diri dan penanggulangan bencana

Kebijakan Penataan Ruang Saat Bencana

Penyelamatan diri Perencanaan; penentuan lokasi-lokasi aman untuk penyelamatan Identifikasi lokasi aman bencana atau kawasan bencana Penentuan lokasi evakuasi Pemantauan aktivitas Gunung Berapi dari rawan

Hal III - 27

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Isue-isue

Kebijakan

Prosedur

Program

Kegiatan Prioritas Reinventarisasi sarana prasarana yang rusak Ruang terbuka hijau diperbanyak Pusat-pusat logistik dan

Pemanfaatan; penerapan teknologi yang dapat mengantisipasi bencana alam gunungberapi

Sosialisasi bangunan)

bencana

(struktur

Sosialisasi cara penyelamatan diri Pelatihan evakuasi Sistem informasi

Pengendalian Penanggulangan korban

Perencanaan; penentuan lokasi aman dan pemanfaatan jalur pergerakan serta infrastruktur lainnya

Identifikasi lokasi aman untuk pengungsian Aksesibilitas logistik

Pemanfaatan; langkahlangkah penaggulangan

Pembuatan posko, dapur umum, barak dll

Hal III - 28

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Isue-isue

Kebijakan

Prosedur

Program bencana alam gunungberapi Pengendalian

Kegiatan Prioritas Sarana sanitasi

-

Kebijakan Penataan Ruang Pasca Bencana

Rehabilitasi sarana dan prasarana

Perencanaan Reinventarisasi sarana dan prasarana yang rusak Identifikasi kawasan.resettlement permukiman dari kawasan.bahaya 2 &3 yg ditetapkan dlm RTRW hasil evaluasi Rezoning dan Zoning regulation Evaluasi RTR, RDTR dan RTR dengan menetapkan kaw.1,2,3 letusan Gunung Api Mengidentifikasi daerah bahaya sekunder Relokasi kawasan permukiman yang terancam bahaya sekunder Sosialisasi rezoning regulation yang baru Pengendalian

Pemanfaatan

Hal III - 29

Operasionalisasi Program Penanganan Bencana Alam Bidang Penataan Ruang

Isue-isue

Kebijakan

Prosedur Rekonstruksi

Program Perencanaan

Kegiatan Prioritas

Revitalisasi kawasan paska letusan Gunung Api Identifikasi lokasi kawasan potensial untuk menampung resettlement permukiman dan infrastruktur Pemanfaatan Rekonstruksi bangunan dan infrastuktur yang tidak dapat dipindahkan dari kawasan paska letusan Rekonstruksi bangunan dan infrastuktur di kawasan baru atau resettlement Pengendalian

Hal III - 30