bab 2 tinjauan pustaka tanaman jeruk - repository.ipb.ac.id · lalu, jeruk sudah tumbuh di...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jeruk
Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina
dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang
lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan.
Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan Belanda yang
mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Itali (AAK 1994). Jenis
jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah Jeruk Keprok (Citrus
reticulata/nobilis L.), Jeruk Siem (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang terdiri
atas Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, Jeruk Manis (C. auranticum L.
dan C.sinensis L.), Jeruk Sitrun/Lemon (C. medica), Jeruk Besar (C.maxima
Herr.), Jeruk Nipis (C. aurantifolia), Jeruk Purut (C. hystrix) dan Jeruk Sambal
(C. hystix ABC). Jeruk varietas introduksi yang banyak ditanam adalah varitas
Lemon dan Grapefruit. Sedangkan varitas lokal adalah Jeruk Siem, Jeruk Baby,
Keprok Medan, Bali, Nipis dan Purut. Sentra jeruk di Indonesia tersebar meliputi:
Garut -Jawa Barat, Tawangmangu-Jawa Tengah, Batu -Jawa Timur, Tejakula-
Bali, Selayar-Sulawesi Selatan, Pontianak-Kalimantan Barat dan Medan -
Sumatera Utara. (Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2000).
Klasifikasi botani jeruk keprok adalah sebagai berikut (Van Steenis 1975):
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Geraniales
Suku : Rutaceae
Marga : Citrus
Jenis : Citrus nobilis Lour
Semua jenis jeruk tidak suka tempat yang terlindung dari sinar matahari.
Jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan basah (musim hujan). Bulan basah ini
diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di
Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-
Agustus. Temperatur optimal antara 20-30 C namun ada yang masih dapat
tumbuh normal pada 38 C. Jeruk Keprok memerlukan temperatur optimal pada
20 C. Kecepatan angin yang lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan
buah sehingga dibutuhkan tanaman penahan angin. Kelembaban optimum untuk
pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80% (Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2000).
Tumbuhan Jeruk Keprok merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter.
Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap,
panjang 0.5-1.5 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau
berbentuk lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya
bergerigi beringgit sangat lemah dengan panjang 3.5-8 cm. Bunganya mempunyai
diameter 1.5-2.5 cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk
bola tertekan dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0.2-0.3 cm, dan daging
8
buahnya berwarna jingga. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar
1-1.5 mm (Van Steenis 1975).
Tinggi tempat dimana jeruk dapat dibudidayakan bervariasi dari dataran
rendah sampai tinggi tergantung pada spesies: Jenis Keprok Madura, Keprok
Tejakula: 1–900 m dpl. ; Jenis Keprok Batu 55, Keprok Garut: 700-1.200 m dpl. ;
Jenis Manis Punten, Waturejo, WNO, VLO: 300–800 m dpl. ; Jenis Siem: 1–700
m dpl. ; Jenis Besar Nambangan-Madiun, Bali, Gulung: 1–700 m dpl. ; Jenis
Jepun Kasturi, Kumkuat: 1-1.000 m dpl. ;Jenis Purut: 1–400 m dpl.
Tabel 2.1 Kandungan vitamin dan zat mineral lainnya setiap 100 gram buah jeruk Kandungan
Kadar
Jenis Jeruk
Keprok Manis Nipis Grape Fruit
Vitamin A (I.U.) 400.0 200.0 - - Vitamin B (I.U.) 60.0 60.0 60.0 60.0 Vitamin C (I.U.) 60.0 30.0 40.0 50.0 Protein (gram) 0.5 0.5 0.5 0.5 Lemak (gram) 0.1 0.1 - - Hidrat arang (gram) 8.0 10.0 3.0 4.0
Besi (mgr) - 0.3 0.1 0.1 Kapur (mgr) 40.0 40.0 10.0 20.0 Phosphor (mgr) 20.0 20.0 10.0 20.
Sumber :AAK 1994
Tabel 2.2 Volume impor buah-buahan pada tahun 2007-2011 di Indonesia
Komoditas Volume Impor (ton)
2007 2008 2009 2010 2011
Jeruk 119 740 143 770 216 785 203 916 231 542
Apel 146 655 141 239 155 277 199 484 214 245
Pir 94 558 86 755 90 390 111 276 133 592
Anggur 29 136 28 156 37 745 44 087 59 162
Durian 23 149 24 679 28 935 24 368 27 149
Pisang 25 56 328 2 779 1 631
Mangga 1 088 969 821 1 129 989
Semangka 921 390 761 1 036 832
Strawberi 639 833 567 452 564
Melon 111 100 632 364 348
Pepaya 57 163 300 580 299
Nanas 345 2 014 198 219 267
Nangka 5 - 18 35 66
Rambutan 87 - 33 23 27
Manggis 14 2 10 13 20
Langsat 9 0 284 146 5
Belimbing 1 1 4 4 1
Lainnya 86 585 72 944 107 576 102 791 161 339
Sumber: BPS 2012
9
Jika ditinjau dari segi hama dan penyakit buah jeruk maka ada beberapa
fenomena yang terjadi. Diantaranya adalah tungau, penggerek buah, kutu
domplotan, lalat buah, kutu sisik, kudis, busuk buah, gugur buah prematur dan
kanker. Tungau (Tenuipalsus sp. , Eriophyes sheldoni Tetranychus sp) menyerang
bagian tangkai, daun dan buah. Sehingga muncul bercak keperakperakan atau
coklat pada buah dan bercak kuning atau coklat pada daun. Penggerek buah
(Citripestis sagittiferella.) dapat menimbulkan lubang yang mengeluarkan getah.
Kutu dompolon (Planococcus citri.) menyerang bagian tangkai buah sehingga
berkas berwarna kuning, mengering dan buah gugur. Lalat buah (Dacus sp.)
menyerang bagian buah yang hampir masak. Terlihat gejala adanya lubang kecil
di bagian tengah, buah gugur, belatung kecil di bagian dalam buah.
Kutu sisik (Lepidosaphes beckii Unaspis citri.) dapat menyerang bagian
daun, buah dan tangkai. Daun berwarna kuning, bercak khlorotis dan gugur daun.
Busuk buah disebabkan oleh Penicillium spp. Phytophtora citriphora,
Botryodiplodia theobromae. Indikasi yang terlihat adalah: terdapat tepung-tepung
padat berwarna hijau kebiruan pada permukaan kulit. Kanker disebabkan oleh
bakteri Xanthomonas campestris Cv. Citri. Bagian yang diserang adalah daun,
tangkai, dan buah. Kanker dicirikan dengan adanya bercak kecil berwarna hijau-
gelap atau kuning di sepanjang tepi, luka membesar dan tampak seperti gabus
pecah dengan diameter 3-5 mm.
Tabel 2.3 Volume ekspor buah-buahan pada tahun 2007-2011 di Indonesia
Komoditas Volume Ekspor (ton)
2007 2008 2009 2010 2011
Manggis 9 093 9 466 11 319 11 388 12 603
Pisang 2 378 1 970 701 14 1 735
Mangga 1 198 1 908 1 616 999 1 485
Jeruk 1 109 1 402 1 108 1 339 1 005
Anggur 520 103 97 148 555
Rambutan 396 725 666 533 496
Pepaya 37 0 143 111 468
Melon 52 39 148 229 256
Semangka 370 1 144 483 42 169
Apel 130 171 143 86 112
Strawberi 582 211 403 374 82
Nangka 2 2 16 28 4
Belimbing 0 0 0 0 0
Pir 19 1 1 - 0
Durian 2 33 21 25 -
Langsat - 45 43 - -
Buah Lainnya 31 629 36 961 28 115 22 019 14 818
Sumber: BPS 2012
10
Dalam tiap - tiap 100 gram buah jeruk mengandung vitamin dan zat mineral
seperti Tabel 2.1. Vitamin-vitamin dan zat-zat mineral di atas berguna sebagai
pencegah kekurangan vitamin C, begitu pula dapat menyembuhkan penyakit
influenza dan banyak khasiat lainnya (Simarmata 2010).
Kondisi Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan dalam hal pemenuhan
akan buah jeruk dalam negeri. Hampir semua buah jeruk didominsi oleh produk
luar negeri. Indonesia termasuk negara pengimpor buah jeruk yang tinggi. Bahkan
mengalami peningkatan yang besar hampir 20% per tahun. Sementara ekspor
buah jeruk tidak mengalami peningkatan. Hal ini dilaporkan oleh Badan Pusat
Statistik sejak tahun 2007 sampai 2011 seperti Tabel 2.2 dan 2.3.
Jeruk Keprok Garut
Jeruk keprok merupakan komoditi buah-buahan yang sejak lama tumbuh
subur di Kabupaten Garut. Penampilan jeruk ini dapat dilihat seperti pada Gambar
2.1. Berbagai varietas jeruk juga dapat ditemui seperti Jeruk Keprok Garut, Siem,
Licin, dan Konde. Tahun 1986 Jeruk Garut mengalami penurunan populasi akibat
adanya letusan Gunung Galunggung dan serangan CVPD. Berbagai upaya telah
dilakukan sejak tahun 1992 baik berupa rehabilitasi tanaman sakit, maupun
pembibitan bebas CVPD, sehingga pertanaman jeruk sampai tahun 2004
menghasilkan produksi sebesar 67 601 ton. Tahun 1996 Jeruk Garut telah diakui
merupakan tanaman khas Garut, hal ini tertuang dalam SK Mentan,
No.760/Kpts/TP.240/6/99 Tentang Pelepasan Jeruk Keprok Garut sebagai Varitas
Unggulan. Saat ini, Kabupaten Garut telah memiliki Balai Benih Hortikultura
(Blok Penggandaan Mata Tempel). BBH ini pada dasarnya tetap mengedepankan
komoditi Jeruk sebagai komoditi andalan disamping buah-buahan spesifik lainnya
dan tanaman hias. Daerah sentra yang dikenal sebagai produsen Jeruk Garut
diperlihatkan pada Tabel 2.4. (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Garut 2009)
Tabel 2.4 Daerah sentra produsen Jeruk Keprok Garut di Kabupaten Garut
Kecamatan Jumlah Tanaman
(pohon)
Jumlah tanaman
menghasilkan (pohon) Produksi (ton)
Samarang 55 047 48 997 2 454
Pasirwangi 60 927 30 000 1 559
Wanaraja 1 620 600 30
Karangpawitan 34 457 17 850 955
Bayongbong 11 917 - -
Cisurupan 46 890 14 650 713
Cilawu 12 800 6 050 291
Cibalong 15 040 3 724 175
Sumber:Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut 2009
11
Tabel 2.5 Banyaknya tanaman buah-buahan yang menghasilkan di Kabupaten
Garut pada tahun 2007 ( pohon )
Kecamatan Jeruk Siam/Keprok Mangga Nangka Nenas
Cilawu 4 500 12 300 2 053 13 100
Bayombong 17 057 6 448 4 694 -
Karangpawitan 43 652 6 590 160 -
Wanaraja 4 320 1 157 210 -
Cibalong 15 147 35 120 257 717
Cisurupan 48 591 3 900 3 040 -
Wanaraja 4 320 1 157 210 -
Pasirwangi 57 673 1 637 510 946 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut 2009
Tabel 2.6 Banyaknya populasi tanaman jeruk di Kabupaten Garut ( pohon )
Tahun Populasi Tan. Jeruk (ph) Tahun Populasi Tan. Jeruk (ph)
1990 103 273 1999 476 417
1991 86 430 2000 390 858
1992 68 786 2001 228 589
1993 140 584 2002 246 952
1994 159 314 2003 252 718
1995 242 903 2004 349 461
1996 383 865 2005 381 850
1997 454 485 2006 384 599
1998 531 184 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut 2009
Gambar 2.1 Jeruk Keprok Garut utuh dan bagian-bagian jeruk (Tetra 2004)
Tanaman jeruk di Kabupaten Garut pada umumnya belum diperkebunkan
dalam skala yang luas, berkisar antara 100 s/d 2000 pohon/petani, dengan rata-
rata pemilikan 300 s/d 500 pohon. Kondisinya berpencar-pencar, terutama di
wilayah kecamatan sentra produksi, yaitu Kecamatan Pasirwangi, Samarang,
Bayongbong, Cigedug, Cisurupan, Wanaraja, Leles, Karangpawitan, Tarogong,
Banyuresmi, Cilawu. Jumlah populasi tanaman yang ada pada tahun 2004 tercatat
349 461 pohon. Jumlah populasi terbesar terdapat di Kecamatan Samarang
(49.597 ph), Pasirwangi (69 679 ph), Cisurupan (44 090 ph) dan Sukaresmi
12
(26.810 ph) Produktivitas rata-rata baru mencapai 48.05 kg/ph/thn, dengan jumlah
tanaman menghasilkan 140 808 pohon, dan tanaman belum menghasilkan (umur
< 3 tahun) 208 653 pohon. Jumlah produksi tahun 2004 tercatat 67 601 kwintal
(Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut 2009). Berdasarkan
Badan Pusat Statistik dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Garut,
perkembangan populasi tanaman jeruk pada tahun 2007 terlihat pada Tabel 2.5
dan 2.6. Selain itu pemerintah Garut sudah menargetkan satu juta pohon pada
tahun 2011 dan swasembada jeruk pada tahun 2016.
Fisiologi Pascapanen Buah Jeruk Keprok
Kehidupan buah meliputi 3 tahap fisiologi utama yaitu pertumbuhan sel
(growth), pendewasaan (maturation) dan penuaan (senescence). Setelah proses
pembelahan sel pada cikal bakal buah kemudian akan dilanjutkan dengan
pembesaran ukuran dan pengembangan sel sampai mencapai volume dan ukuran
maksimal (Wills et al. 1989). Tahap pertumbuhan dan pendewasaan adalah tahap
perkembangan sel. Sementara pematangan merupakan akhir darui pendewasaan
dan awal penuaan. Pada tahap penuaan terjadi perubahan sifat-sifat fisik dan
kimia buah sampai akhirnya buah mengalami pembusukan atau kematian. Tahap
akhir kematangan sampai senescence berlanjut ketika buah lepas. Namun jeruk
merupakan buah yang memiliki tipe pola respirasi nonklimakterik yaitu pada saat
mendekati tahap senescence tidak menunjukan adanya perubahan laju produksi
CO2 dan etilen yang besar.
Etilen adalah hormon yang mengatur penuaan dan pemasakan yang aktif
dalam jumlah kecil (<0.1 ppm). Tingkat respirasi buah jeruk rendah, yaitu pada
kisaran 5oC mempunyai kecepatan 5-10 mg CO2/kg jam dan kecepatan produksi
etilen yang sangat rendah yaitu kurang dari 0.1µl C2H4/kg jam pada kisaran suhu
20oC (Margeyst 1999; Kader 1992; Ladaniya 2008). Respirasi buah jeruk
dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, pergerakan udara, gas atmosfir dan
praktek penaganan buah (Ladaniya 2008). Pada kelembaban rendah, kecepatan
respirasi jeruk lebih rendah daripada pada kelemaban tinggi. Peningkatan
temperatur akan meningkatakan laju respirasi.
Proses pematangan buah menyebabkan adanya perubahan fisik dan kimia
pada buah. Perubahan-perubahan tersebut dapat menentukan kualitas buah. Ketika
mendekati proses akhir hidupnya, buah jeruk akan mengalami penurunan mutu.
Hal ini dapat dilihat dari penampilan kulit buah yang keriput atau munculnya
kebusukan (Wills et al. 1989).
Perubahan fisiologi yang terjadi pada komoditi panenan meliputi perubahan
kimia yang akhirnya juga mempengaruhi terjadinya perubahan fisik. Beberapa
peristiwa dan perubahan yang mungkin terjadi selama pemasakan buah berdaging
adalah pematangan biji, perubahan warna, perubahan laju respirasi, perubahan
laju produksi etilen, perubahan permeabilitas jaringan, perubahan senyawa pektin
(pelunakan), perubahan komposisi karbohidrat, perubahan asam organik, produksi
senyawa volatil. Perubahan kimia yang terjadi meliputi perubahan kandungan
karbohidrat, etilen, asam, lipida, protein dan zat warna. Sedangkan perubahan
fisik meliputi perubahan warna, tekstur, dan perubahan citarasa (Santoso 2005).
Perubahan warna kulit dapat dijadikan tanda untuk tingkat kematangan buah
jeruk. Perubahan warna jeruk keprok yang terjadi selama kematangan hanya
13
sedikit warna hijau. Pengujian rasa untuk mengetahui kematangan buah tipe ini
paling baik dilakukan (Pantastico et al. 1993). Pada saat pematangan, pecahan
pektin dan polisakarida lainnya menyebabkan buah menjadi lunak sehingga lebih
sensitif terhadap gangguan mekanik. Pematangan akan menyebakan peningkatan
kadar gula sederhan, penurunan kadar asam organik dan senyawa fenolik, serta
peningkatan produksi zat-zat volatil untuk memberikan bau yang khas pada buah
(Muchtadi dan Sugiyono 1992).
Mutu dan Standar Buah Jeruk Keprok
Jeruk keprok termasuk digolongkan dalam empat ukuran yaitu kelas A. B. C
dan D. berdasarkan berat tiap buah. yang masing-masing digolongkan dalam dua
jenis mutu. yaitu Mutu I dan Mutu II (SNI 1992). Kelas A: diameter ≥ 7.1 cm atau
≥ 151 gram/buah. Kelas B: diameter 6.1–7.0 cm atau 101–150 gram/buah. Kelas
C: diameter 5.1–6.0 cm atau 51–100 gram/buah. Kelas D: diameter 4.0–5.0 cm
atau 50 gram/buah. Adapun syarat mutu buah jeruk keprok berdasarkan
Kementrian Perdagangan adalah seperti pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Standar jeruk keprok Kementrian Perdagangan (Tim PS 2003)
Kriteria Mutu 1 Mutu 2 Keasamaan varietas: Seragam Seragam
Tingkat ketuaan Tua. tidak terlalu matang Tua. tidak terlalu matang
Kekerasan Keras Cukup keras
Ukuran Seragam Kurang seragam
Kerusakan% 5 10
Kotoran Bebas Bebas
Busuk % 1 2
Keasamaan sifat varietas, ketuaan, kekerasan dan kotoran dilakukan dengan
cara uji organoleptik. Sementara parameter lain dilakukan pengukuran sesuai
standar uji seperti ukuran cara uji SP-SMP-309-1981. Kerusakan. % (jml/jml):
cara uji SP-SMP-310-1981 dan Busuk % (jml/jml): cara uji SP-SMP-311-1981.
Berdasarkan SNI 3165 tahun 2009, buah jeruk keprok memiliki total padatan
terlarut minimum 8 % Brix. Derajat Brix menggambarkan nilai rata-rata
kemanisan dari keseluruhan bagian daging buah. Warna buah harus menunjukkan
ciri varietas dan atau tipe komersial serta lokasi tanam. Perlakuan pengkuningan
kulit buah (degreening) tidak diperbolehkan.
Kelas super merupakan jeruk keprok bermutu paling baik (super) yaitu
mencerminkan ciri varietas/tipe komersial, bebas dari kerusakan kecuali
kerusakan sangat kecil. Kelas A merupakan jeruk keprok bermutu baik yaitu
mencerminkan ciri varietas/tipe komersial, dengan kerusakan kecil yang
diperbolehkan sebagai berikut: sedikit penyimpangan pada bentuk, sedikit
penyimpangan pada warna kulit, sedikit penyimpangan pada kulit terkait dengan
pembentukan buah, sedikit bekas luka/cacat pada kulit akibat mekanis. Total area
yang mengalami penyimpangan dan cacat maksimum 10 % total luas permukaan
buah dan penyimpangan tersebut tidak boleh mempengaruhi mutu daging buah.
Kelas B merupakan jeruk keprok bermutu baik yaitu mencerminkan ciri
varietas/tipe komersial, dengan kerusakan kecil yang diperbolehkan sebagai
berikut: sedikit penyimpangan pada bentuk, sedikit penyimpangan pada warna
14
kulit, sedikit penyimpangan pada kulit terkait dengan pembentukan buah, sedikit
bekas luka/cacat pada kulit akibat mekanis. Total area yang mengalami
penyimpangan dan cacat maksimum 15 % dari total luas permukaan buah dan
penyimpangan tersebut tidak boleh mempengaruhi mutu daging buah.
Spektroskopi Listrik Bahan
Tinjauan kualitas buah harus ditinjau dari karakterisasi dan pengujian sifat
dasar dari bahan penyusunnya. Spektroskopi listrik merupakan tinjauan spektrum
(frekuensi) dari besaran – besaran listrik yang terkait dengan bahan. Hal ini terkait
dengan frekuensi sinyal eksternal yang diberikan pada bahan dan kemampuan
tanggapan dari bahan terhadap kondisi tersebut.
Dua garis besar sifat listrik yang utama adalah sifat konduktif yang biasanya
direpresentasikan dengan nilai konduktivitas atau impedansinya. Nilai
konduktivitas berkorelasi dengan mobilitas ion atau elektron dalam bahan ketika
diberikan energi dari luar bahan seperti perbedaan potensial listrik. Sifat utama
lainnya adalah sifat kapasitif atau sifat dielektrik bahan. Sifat ini menandakan
suatu tingkat kemampuan polaritas dari molekul dalam bahan ketika diberikan
beda potensial dari luar. Sifat konduktivitas maupun kapasitif bahan bisa
dipengaruhi oleh kondisi eksternal maupun internal dari bahan. Faktor
eksternalnya antara lain beda potensial, arus listrik, frekuensinya dan suhu.
Sementara faktor internal antara lain polaritas bahan, jenis kandungan bahan, dan
energi ikatan molekuler. Karakteristik listrik pada bahan bisa dianalisa dengan
pendekatan rangkaian elektronik antara resistor dan kapasitor secara parallel (Choi
et al. 2001).
Kapasitansi Listrik dan Bahan Dielektrik
Kapasitansi listrik dari bahan dipengaruhi oleh permitivitas atau sifat
dielktriknya. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari kemampuan polaritas
bahan. Dalam aplikasinya, pengukuran nilai kapasitansi bisa dikorelasikan dengan
pengukuran kadar air bahan, kelembaban (Figura dan Teixeira 2007). Permitivitas
atau sifat dielektrik ( ) digambarkan sebagai permitivitas relatif kompleks yang
merupakan pembagi antar permitivitas absolut dengan permitivitas ruang hampa.
Karena permitivitas merupakan suatu bilangan kompleks maka dinyatakan dalam
dua bagian yaitu real dan imaziner (Sitkei 1986). Jika sumber tegangan
merupakan sinyal bolak-balik dengan frekuensi f maka permitivitas dapat
diturunkan dari vektor dielectric displacements (D) dan vektor medan listrik (E)
sebagai berikut:
ED (2.1a)
"'* j (2.1b)
Dengan j merupakan bilangan imajiner, * merupakan konstanta
dielektrik relatif kompleks ( ' dan " ).
15
(a) (b) (c)
Gambar 2.2 Skema kapasitor keping sejajar(a), kondisi penyisipan sebagian
bahan(b), dan model rangkaian kapasitornya(c)
Kapasitansi listrik juga merupakan ukuran dari kapasitas penyimpanan
muatan untuk suatu perbedaan potensial tertentu (Tipler 1991). Kapasitor sendiri
merupakan suatu komponen elektronika yang terdiri dari dua buah keping
penghantar terisolasi yang disekat satu sama lain dengan suatu bahan dielektrik.
Keberadaan bahan dielektrik akan menyebabkan lemahnya medan listrik diantara
keping kapasitor sehingga kapasitansinya naik. Lemahnya medan listrik antar
keping kapasitor dikarenakan hadirnya medan listrik internal dari molekul-
molekul dalam bahan dielektrik yang akan menghasilkan medan listrik tambahan
yang arahnya berlawanan dengan medan listrik luar. Banyaknya muatan (Q) yang
tersimpan pada kapasitor (C) sebanding dengan tegangan (V) yang diberikan oleh
sumber dan dinyatakan dengan persamaan Q = CV.
Nilai kapasitansi bergantung pada faktor geometri dan sifat bahan
dielektrik. Faktor geometri yang menentukan adalah luas penampang keping dan
jarak antar keping. Sedangkan sifat bahan dielektrik ditentukan oleh nilai
konstanta dielektriknya dan frekuensi sinyal. Suatu kapasitor keping sejajar yang
diberikan tegangan sebesar Vs diperlihatkan pada Gambar 2.2a. Besarnya nilai
kapasitansi kapasitor keping sejajar dinyatakan pada persamaan:
d
AffC )(
)( (2.2)
Dimana A : luas penampang keping sejajar (m2)
: permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12
F/m)
d : jarak pisah antar keping sejajar (m)
Pada ruang hampa kapasitansi dinyatakan sebagai berikut
d
AC
(2.2a)
Sedangkan jika diantara dua keping terdapat bahan dielektrik persamaannya
adalah
d
AC
(2.2b)
dengan ε adalah permitivitas bahan dielektrik (F/m) (Tipler 1991).
Contoh Ilustrasi aplikasi pengukuran dan pemodelan kapasitansi adalah
pada bahan yang disisipkan pada kapasitor tersebut pada Gambar 2.2 bagian b dan
c (Figura dan Teixeira 2007). Besarnya pengisian bahan pada plat kapasitor bisa
+ --
d
Vs d
h
a a
C0 C1
16
dianalisa dengan memanfaatkan modelnya. Maka nilai kapasitansi totalnya
sebagai berikut:
10 CCCtotal
d
haa
d
ahCtotal
)(
)( hahd
aCtotal
ahhd
aCtotal )1(
(2.2c)
Atau bisa disederhanakan dalam bentuk suseptibilitas listrik ():
ahd
aCtotal
hd
aCC kosongtotal
(2.2d)
Gambar 2.3 Kapasitor silinder kondisi dengan pengisian sebagian bahan dielektrik
Persamaan tersebut bisa dipakai untuk menentukan ketinggian atau kedalam
bahan pada plat kapasitor. Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa nilai
kapasitansinya linier terhadap tinggi bahan dielektrik pengisinya. Selain itu,
kapasitor juga bisa bebentuk silinder. Nilai kapasitansinya bergantung pada
dimensi jari – jari plat bagian dalam (ri) dan luar (ra) serta panjang dari silinder
tersebut (l). Ilustrasinya diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Nilai kapasitansi dari kapasitor silinder kosongnya adalah :
i
a
r
r
lC
ln
..2 0 (2.2e)
Setelah sebagian terisi maka persamaan menjadi
10 CCCtotal
h
r
rhl
r
rC
i
a
i
a
total
ln
..2)(
ln
.2 00
)(
ln
.2 0 hlh
r
rC
i
a
total
ri
ra
h l
17
lh
r
rC
i
a
total
ln
.2 0
l
r
rh
r
rC
i
a
i
a
total
ln
.2
ln
.2 00
kosong
i
a
total Ch
r
rC
ln
.2 0 (2.2f)
Persamaan tersebut analog dengan persamaan kapasitor plat paralel, yaitu dapat
diartikan bahwa nilai kapasitansinya linier terhadap tinggi bahan dielektrik
pengisinya.
Nilai dielektrikum dan kelistrikan bahan ada yang bersifat nonlinier (Zhou
et al. 2001) sehingga perlu pengukuran dengan alat yang bisa meminimalkan
fenomena tersebut. Pada pemakaian sumber arus tetap, kondisi sumber sinyal
listrik tidak terganggu oleh kondisi bahan uji (Ron et al. 2001).
Pada bahan kapasitif sering muncul fenomena kehilangan energi yang
direpresentasikan dengan besaran " . Loss faktor atau Loss coefficient ini
merupakan parameter yang menyatakan kemampuan suatu bahan untuk
menghamburkan atau melepaskan energi dan mengkonversinya menjadi panas.
Sudut loss coefficient dibentuk oleh fasor arus total bolak-balik dengan arus
pengisian Ic pada kapasitor. seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 a (Harmen
2001). Pada kondisi tidak ada kehilangan energi atau kondisi idel maka arus pada
kapasitor idealnya mendahului tegangan sebesar 90°. Apabila terjadi kehilangan
energi, maka sudut fase akan berkurang dan sudut loss koefisient akan bertambah.
sehingga loss coefficient dapat dinyatakan sebagai: Loss Coefficient = 90° - sudut
fase (θ).
Pada kasus pemberian sinyal dengan frekuensi tertentu, maka bahan
dielektrik dapat dimodelkan sebagai rangkaian resistor dan kapasitor secara
paralel sepeti Gambar 2.4 b. Pada gambar tersebut dapat ditinjau faktor daya (PF)
sebagai nilai cos . Pada kasus kehilangan dielektrik rendah (low loss dielectric)
yaitu kecil, maka nilai cos bisa menggantikan tan . Loss coefficient dapat
dinyatakan dalam persamaan konduktansi sebagai berikut
C
G
CV
RV
I
I
C
R
/tan (2.3)
dengan ω adalah frekuensi angular.
Pada saat bahan dielektrik diberikan medan listrik luar, maka muatan-
muatan listriknya kan terkutubkan atau terpolarisasi. Bahan dielektrik merupakan
bahan nonk konduktor yang tidak memiliki elektron bebas. Muatan positif dan
negatif bahan akan membentuk dwikutub atau dikenal dengan diplo listrik. Jika
frekuensi sumber tegangan eksternal diubah-ubah maka bahan dielektik yang
disisipkan antara dua plat tersebut akan terganggu, diantaranya perubahan arah
momen dipol – momen dipol listrik sesuai dengan frekuensinya. Jika momen
dipol bahan lebih seragam maka kondisi ini akan mengurangi medan listrik
eksternal dari sumber tegangan tersebut. Kondisi penyeragaman momen dipol ini
tergantung dari sifat bahan tersebut. Molekul-molekul dari beberapa bahan
18
dielektrik, seperti air, mempunyai momen dipol listrik permanen. Di dalam bahan-
bahan seperti itu (bahan polar) maka momen-momen dipol listrik cenderung untuk
mensejajarkan dengan suatu medan listrik luar (Lumsden 1997). Ilustrasi
pensejajaran dipol listrik dari bahan sebagai akibat medan listrik eksternal
diperlihatkan pada Gambar 2.5.
(a) (b)
Gambar 2.4 Rangkaian setara RC (a) dan diagram fasornya (b)
(a) (b)
Gambar 2.5 Tingkat pensejajaran momen dipol listrik pada bahan ketika tidak
ada medan listrik (a) dan ketika ada medan listrik eksternal (b)
Konduktivitas dan Resistivitas Listrik
Konduktivitas listrik merupakan ukuran kemampuan suatu bahan untuk
menghantarkan arus listrik. Konduktivitas listrik ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu konsentrasi atau jumlah ion. mobilitas ion. serta suhu. Semakin tinggi
konsentrasi atau jumlah ion maka konduktivitas listrik semakin tinggi. Hubungan
ini terus berlaku hingga larutan menjadi jenuh. Suhu yang tinggi mengakibatkan
viskositas air menurun dan ion-ion dalam air bergerak cepat yang menyebabkan
kenaikan konduktivitas listrik (Hendayana et al. 1995). Konduktivitas listrik (σ)
didefinisikan sebagai rasio dari rapat arus (J) terhadap kuat medan listrik (E)
E
J (2.4)
Secara umum jika ion dengan muatan pembawanya ada dalam bahan
makanan atau pertanian dan diberikan beda potensial tertentu maka akan terjadi
aliran arus yang melewati bahan tersebut (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Aliran elektron dalam bahan konduktor ketika ada beda potensial
listrik eksternal
E
eksternal
IR
I
Ic
θ
δ
R C ~
19
Pada tinjauan elektron pada bahan dikenal dengan istilah elektron valensi
yang merupakan elektron terlua yang masih terikat pada atom dan menempati pita
energi valensi. Pada kasus pemberian energi dari luar maka elektron tersebut akan
lepas menjadi elektron bebas atau elektron konduksi. Elektron konduksi
merupakan muatan yang bergerak dalam bahan dan sebagai pembawa arus.
Pergerakan elektron dalam bahan mengindikasikan adanya aliran arus listrik pada
bahan tersebut. Elektron tersebut bergerak bebas dengan kecepatan tertentu.
Tanpa adanya medan listrik luar pada bahan maka arah gerak elektron tersebut
akan sembarangan atau acak seperti pegerakan molekul gas di dalam suatu wadah.
Elektron-elektron tersebut terus bergerak dan bertumbukan satu sama lain atau
bahkan dengan inti ataom sehingga terjadi perubahan gerak secara acak.
Bila ditinjau pada bahan konduktor yang diberikan beda potensial V atau
medan listrik E dari luar. Maka ektron-elektron tersebut mendapatkan gaya listrik
untuk bergerak pada suatu arah tertentu sehingga mengalami percepatan yang
arahnya tergantung dari polaritas beda potensial luarnya.
Bila medan listrik diberikan pada sebuah elektron maka akan terjadi gaya
listrik sebesar eE yang akan memberikan percepatan a kepada elektron tersebut.
Maka berdasarkan hukum newton dua berlaku:
eEmaF
m
eEa (2.5)
Selama tumbukan elektron tersebut mengalami perubahan arah dengan laju
drift tertentu (vd) yang dapat didekati dengan persamaan persepatan a dan waktu
rata-rata diantara tumbukan :
m
eEavd (2.5a)
Nilai kecepatan drift ini dapat dinyatakan dalam rapat arus maupun jumlah
elektran (ne) dan digabungkan menjadi sebagai berikut;
m
eE
ne
Jvd
m
eE
ne
J
m
ne
E
J 2
(2.5b)
Dengan menggabungkan ke dalam persamaan dasar konduktivitas listrik maka
m
ne
E
J 2
(2.6)
Dengan pendekatan waktu selang antara tumbukan sebagai pembagian
kecepatan drift (vd) dan panjang lintas bebas rata rata (), maka konduktivitas
listrik bisa dinyatakan sebagai (Beiser 1987) berikut:
dv
m
ne2
(2.6a)
Karakteristik lain yang merepesentasikan kebalikan dari konduktivitas
listrik adalah resistivitasnya (). Resistivitas juga merupakan karakteristik bahan
yang khas. Dua besaran ini sangatlah berhubungan erat sekali. Secara
20
makroskopik nilai hambatan bahan dipengaruhi juga oleh geometri bahan ( luas,
A dan panjang, L) dan sifat khas bahan. Ilustrasinya adalah sebagai beikut:
A
LR (7)
Secara umum, material dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya
untuk membawa atau menghantarkan muatan listrik: Konduktor adalah material
yang mudah menghantarkan muatan listrik seperti tembaga, emas dan perak.
adalah contoh insulator yang baik. Semikonduktor adalah material yang memiliki
sifat antara konduktor dan insulator. Silikon dan germanium adalah material yang
banyak digunakan dalam pabrikasi perangkat elektronik.
Nilai konduktivitas maupun resistivitas bahan konduktor dipengaruhi juga
oleh suhu (T) secara linier. Representasinya diperlihatkan pada persamaan di
bawah ini:
)1( To atau )1( To
Impedansi Listrik
Impedansi listrik merupakan parameter penting yang digunakan untuk
menganalisa rangkaian elektronik , komponen listrik, dan bahan bahan lain.
Secara umum impedansi listrik (Z) didefiniskan sebagai total hambatan pada suatu
rangkaian elektronik ketika diberikan arus bolak-balik. Nilai impedansi ini
dinyatakan dalam bentuk bilangan kompleks dan bisa dibuat grafik fasor dari
resistor (R) pada bagian real, reaktansi(X) dari kapasitor (C) dan induktor (L)
dalam bagian imazinernya seperti diilustrasikan pada Gambar 2.7 dari Agilent
technologies, 2000.
Gambar 2.7 Ilustrasi grafik fasor dari impedansi kompleks
Keterkaitan impedansi dengan kapasitasni maupun resistansi diperlihatkan
pada persamaan 8a, b, dan c. Persamaan tersebut dipengaruhi nilai frekuensi dan
sudut fasa ().
fjXRZ (2.8a) ieZZ (2.8b)
)(tan 1
R
fX (2.8c)
Reaktansi terdiri dari dua bentuk, yaitu induktif (XL) dan kapasitif (XC).
Gambar 2.8 mewakili dua kemungkinan bentuk reaktansi dan representasi
korespondennya pada impedansi untuk frekuensi yang diberikan.
21
Gambar 2.8 Kemungkinan bentuk reaktansi dan representasi korespondennya
pada impedansi listrik (Santos 2009)
Jika ditinjau pembangkit sinyal listrik sebagai fungsi waktu tcosVV max
untuk rangkaian LCR seri maka kaidah kirchoff memberikan
0IRC
Q
dt
dILtcosVmax (2.9)
Dengan menggunakan dt
dQI dan tII cosmax sehingga dengan mengatur
kembali susunannya :
tcosVC
Q
dt
dQR
dt
QdL max2
2
Sudut fase diberikan oleh R
XX Cl tan
Arus maksimum dituliskan Z
V
XXR
VI max
2
CL
2
max
max
(2.10)
Dengan begitu impedansi Z didefinisikan secara matematis sebagai
22
CL XXRZ (2.11)
Besaran XL-XC disebut reaktansi total dan besaran Z disebut impedansi listrik
(Giancoli 2001).
Beberapa metode pengukuran impedansi telah ada dan diperlihatkan oleh
Agilent technologies, 2000. metode tersebut mulai dari metode tradisional
termasuk: jembatan wheatstone, resonansi, I-V, RF I-V, network analysis dan
auto balancing bridge.
Gambar 2.9 Metode pengukuran impedansi listrik dengan jembatan
Wheatstone (Santos 2009)
Pada Jembatan Wheatsone (Gambar 2.9) dipakai analisa kondisi ketika
tidak ada arus yang melalui detektor, nilai impedansi ZX diketahui dapat diperoleh
dengan hubungan elemen jembatan lainnya dengan:
3
2
1 ZZ
ZZx (2.12)
22
Berbagai jenis rangkaian jembatan seperti penggunaan kombinasi L, C,
dan komponen R sebagai elemen jembatan telah banyak digunakan dalam
aplikasinya. Metode ini membutuhkan biaya rendah dengan cakupan frekuensi
yang luas (DC ke 300 MHz) walaupun dengan menggunakan berbagai jenis
jembatan.
Pada pengukuran impedansi listrik dengan sistem resonansi digunakan
skema pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Metode pengukuran impedansi listrik dengan sistem resonansi
(Agilent technology)
Ketika rangkaian disesuaikan pada kondisi resonansi yaitu dengan mengatur
nilai kapasitornya, maka nilai impedansi Lx and Rx diperoleh dengan pengujian
dan pengaturan frekuensinya, Kapasitansi dan nilai Q. Q merepresentasikan faktor
kualitas dari induktansi. Q diukur langsung dengan voltmeter yang ditempatkan
pada kapasitor. Karena koefisien loss rangkaian pengukuran sangat rendah, maka
nilai Q setinggi 1000 dapat diukur. Ini menyajikan akurasi Q yang baik sampai
dengan Q yang tinggi, tetapi kebutuhan untuk tuning untuk resonansi dan pada
impedansi rendah akurasi metode pengukuran ini memiliki kelemahan. Metode ini
memiliki rentang frekuensi yang berlaku dari 10 kHz sampai 70 MHz.
Metode pengukuran impedansi listrik dengan sistem I-V dipelihatkan pada
Gambar 2.11. nilai impedansi dari bahan yang tidak diketahui dapat dihitung
dengan rumus :
RV
V
I
VZx
2
11 (2.13)
Nilai arus I dihitung menggunakan pengukuran tegangan (V2) melintasi
resistor yang rendah dengan keakuratan yang tinggi. Dalam prakteknya sering
digunakan transformator low-los yang digunakan sebagai pengganti R untuk
mencegah dampak yang disebabkan dengan penempatan resistor yang rendah
pada rangkaian . Rentang frekuensi yang berlaku antar 10 kHz sampai 100 MHz..
Metode ini memiliki keuntungan dapat melakukan pengukuran perangkat
grounded dan cocok untuk kebutuhan tipe probe uji.
Gambar 2.11 Metode pengukuran impedansi listrik dengan sistem I-V (Agilent
technology)
23
Metode pengukuran impedansi listrik dengan sistem RF I-V diperlihatkan
pada Gambar 2.12 baik untuk impedansi rendah maupun tinggi. Metode RF I-V
didasarkan pada prinsip yang sama sebagai metode pengukuran I-V, tetapi
dikonfigurasi dalam cara yang berbeda dengan menggunakan rangkaian
impedansi pengukuran yang cocok (50 Ω) dan tes port presisi koaksial untuk
operasi pada frekuensi yang lebih tinggi. Ada dua jenis konfigurasi pengukuran
yang cocok untuk impedansi rendah (Gambar. 2.12 a), dan impedansi tinggi
(Gambar. 2.12.b). Impedansi ZX dihitung dari tegangan terukur V1 dan V2.
Persamaan (2.14a) mengacu pada pengaturan pengukuran impedansi rendah dan
(14b) merujuk pada penyusunan pengukuran impedansi tinggi. Rentang frekuensi
(1 MHz sampai 3 GHz) yang dicapai pada metode ini dibatasi oleh transformator
ini
1
2
21
VV
R
I
VZx (2.14a)
12
21
VV
R
I
VZx (2.14b)
Gambar 2.12 Metode pengukuran impedansi listrik dengan sistem RF I-V (a)
pada impedansi rendah dan (b) tinggi (Agilent technology)
Metode pengukuran impedansi listrik dengan network analysis diperlihatkan
pada Gambar 2.13. Dalam metode ini koefisien refleksi diperoleh dengan
mengukur rasio antara sinyal datang dan sinyal pantul. Sebuah directional coupler
atau jembatan yang digunakan untuk mendeteksi sinyal pantul dan network
analyzer digunakan untuk pasokan dan pengukuran sinyal. Selama metode ini
digunakan untuk mengukur impedansi refleksi di ZX, maka metode ini dapat
digunakan dalam rentang frekuensi yang lebih tinggi (300 kHz dan di atas).
Metode ini menyajikan akurasi yang baik ketika impedansi yang tidak
diketahui dekat dengan impedansi karakteristik rangkaian, tetapi memiliki
kelemahan yaitu membutuhkan suatu prosedur kalibrasi ulang ketika terjadi
perubahan frekuensi. Hal ini juga menyebabkan pengukuran impedansi yang
sempit.
Metode pengukuran impedansi listrik dengan jembatan auto balance
diperlihatkan pada Gambar 2.14. Arus yang mengalir melalui impedansi ZX, juga
mengalir melalui resistor R. Potensial pada titik "L" dipertahankan pada nol
(sehingga disebut "virtual ground"), karena arus melalui saldo R seimbang dengan
arus pada ZX. Hal ini dicapai dengan pengoperasian penguat converter I-V.
Impedansi ZX dihitung dengan menggunakan beda tegangan yang diukur pada
titik "H" dan tegangan R.
24
Gambar 2.13 Metode pengukuran impedansi listrik dengan network analysis
(Agilent technology)
Gambar 2.14 Metode pengukuran impedansi listrik dengan jembatan auto balance
(Agilent technology)
Dalam prakteknya, konfigurasi jembatan auto balance / otomatis
keseimbangan berbeda untuk setiap jenis instrumen. Umumnya LCR meter, dalam
rentang frekuensi rendah biasanya di bawah 100 kHz menggunakan penguat
operasional yang sederhana untuk converter I-V nya. Jenis instrumen ini memiliki
kelemahan akurasi pada frekuensi tinggi, karena adanya batasan penguat dalam
hal kinerjanya.
Model Rangkaian Listrik Bahan
Model rangkaian listrik pada bahan biologi dari mulai sel sampai bahan
pertanian lainnya sudah mulai dikaji oleh para peneliti. Namun prinsip dari model
tersebut adalah kesederhanaan dan kecocokan dengan data eksperimen. Ellappan
dan Sundararajan (2005) telah mencoba memodelkan sel biologi dengan bentuk
rangkaian listrik yang terdiri dari resistor dan kapasitor. Masing-masing
komponen tersebut mewakili dari bagian-bagian dari sel. Pemodelan berlandaskan
kelistrikan ini umunya merupakan pendekatan arus listrik lemah yaitu sinyal
listrik dengan nilai amplitudo yang kecil. Hal ini dilakukan agar pemberian listrik
tidak merusak bahan yang diuji.
Pemodelan listrik bisa dipakai dalam bidang pertanian, diantaranya pada
model impedansi listrik dari pohon jeruk. Model ini dapat menjelaskan dan
menggambarkan fenomena persediaan air yang terkait dengan mekanisme
transportasi pada jaringan xilem (Muramatsu dan Hiraoka 2007). Wu et al. (2008)
melaporkan bahwa spektroskopi impedansi dengan model terdistribusi yang
didasarkan pada persamaan model impedansi Cole-Cole (Gambar 2.15)
memberikan kecocokan dengan data impedansi hasil pengukuran pada terung
segar.
25
Pemodelan rangkaian listrik juga telah dilakukan oleh Wu et al. (2008) pada
terung dan kentang. Model yang dipakai untuk menjelaskan fenomena
kelistrikanya adalah model Hayden (Hayden et al. 1969) seperti Gambar 2.16.
Pemodelan rangkaian listrik lain telah dilakukan oleh Bauchot et al. (2000) pada
buah kiwi. Dasar pemodelannya adalah rangkaian resistor dan kapasitor yang
didasarkan pada model yang telah diungkapkan oleh Zhang et al. ( 1990) seperti
pada Gambar 2.17. Model yang dibangun merupakan pengembangan dari model
Hayden.Model yang dibangun cukup sederhan, representatif. Menurut Ozier-
Lafontaine dan Bajazet pemodelan listrik yang dibangun untuk menjelaskan suatu
fenomena produk harus didasarkan pada kesederhanaan, representasi terbaik,
realistis dan konfigurasi apakah elemen sirkuit yang terhubung secara seri atau
paralel (Ozier-Lafontaine dan Bajazet 2005)
Gambar 2.15 Model rangkaian listrik untuk mewakili bahan biologi yang
diusulkan Cole (Liu 2006)
Gambar 2.16 Model rangkaian listrik untuk mewakili bahan yang diusulkan oleh
Hayden et al.(1969)
Gambar 2.17 Model rangkaian listrik untuk mewakili bahan yang diusulkan oleh
Zhang et al. (1990)