bab 2 tinjauan pustaka - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00283-sp...

39
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, yang berdiri membentuk sudut tertentu terhadap sumbu horisontal, atau dapat dikatakan lereng adalah permukaan tanah yang memiliki dua elevasi yang berbeda dimana permukaan tanah tersebut membentuk sudut. Dari proses terbentuknya, sebuah lereng dapat terjadi secara alamiah dan buatan manusia. Yang dimaksud dengan lereng alamiah adalah lereng yang terbentuk karena proses alam tanpa campur tangan manusia, sedangkan lereng buatan adalah lereng yang dibentuk oleh manusia seperti lereng akibat sebuah galian dan lereng akibat timbunan. Gambar 2.1 Lereng (www.antarafoto.com )

Upload: doankhue

Post on 01-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lereng

Lereng adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, yang berdiri membentuk

sudut tertentu terhadap sumbu horisontal, atau dapat dikatakan lereng adalah permukaan

tanah yang memiliki dua elevasi yang berbeda dimana permukaan tanah tersebut

membentuk sudut. Dari proses terbentuknya, sebuah lereng dapat terjadi secara alamiah

dan buatan manusia. Yang dimaksud dengan lereng alamiah adalah lereng yang

terbentuk karena proses alam tanpa campur tangan manusia, sedangkan lereng buatan

adalah lereng yang dibentuk oleh manusia seperti lereng akibat sebuah galian dan lereng

akibat timbunan.

Gambar 2.1 Lereng

(www.antarafoto.com)

Perbedaan elevasi pada permukaan tanah seperti lereng dapat mengakibatkan

pergerakan massa tanah dari bidang dengan elevasi yang tinggi menuju bidang dengan

elevasi yang lebih rendah, pergerakan ini diakibatkan oleh gravitasi. Pergerakan massa

tanah tersebut juga dapat dipengaruhi oleh air dan gaya gempa. Pergerakan atau gaya

tersebut akan menghasilkan tegangan geser yang berfungsi sebagai gaya penahan dan

apabila berat massa tanah yang bekerja sebagai gaya pendorong itu lebih besar dari

tegangan geser tersebut maka akan mengakibatkan kelongsoran.

2.1.1 Kelongsoran Lereng

Permasalahan dari sebuah lereng adalah kelongsoran, definisi kelongsoran

adalah luncuran atau gelinciran atau jaruhan dari massa batuan/tanah atau campuran

keduanya dari elevasi yang lebih tinggi menuju elevasi yang lebih rendah. Kelongsoran

sendiri terjadi karena pergerakan tanah untuk mencari keseimbangan atau kestabilan

daya dukung tanah karena tanah terjadinya penambahan tegangan geser yang lebih besar

dari kuat geser lereng tersebut.

Gambar 2.2 Kelongsoran Lereng

(www.sindikasi.inilah.com)

Longsoran merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya terdiri atas :

• Jatuhan ( Fall )

Jatuhan adalah massa batuan bergerak melalui udara dari posisi yang lebih tinggi

menuju posisi yang lebih rendah. Massa yang jatuh terlepas dari lereng yang curam dan

tidak ditahan oleh suatu geseran dengan material yang berbatasan. Umumnya terjadi

pada massa tanah atau batuan yang mana permukaan bidang longsor tidak terbentuk.

Pada jenis runtuhan batuan umumnya terjadi dengan sangat cepat dan ada kemungkinan

didahului dengan gerakan awal. Tanah sering jatuh bila suatu material yang dapat

tererosi dengan mudah terletak di bawah material yang lebih tahan erosi seperti suatu

lapisan pasir halus atau lempung terletak di bawah lapisan lempung terkonsolidasi

berlebih. Jenis kelongsoran ini dapat terjadi seketika pada saat gempa.

• Longsoran-longsoran gelinciran ( slides )

Longsoran adalah gerakan yang disebabkan oleh keruntuhan melalui satu atau beberapa

bidang yang dapat diamati ataupun diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu

longsoran translasi dan longsoran rotasi. Longsoran gelinciran dengan susunan

materialnya tidak banyak berubah, dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional. Dalam

kelongsoran rotasi, gerakan terdiri dari regangan geser dan perpindahan sepanjang satu

atau beberapa permukaan. Longsoran rotasi merupakan suatu longsoran yang

membentuk bidang busur yang bergerak dari arah atas lereng secara rotasi hingga ke

bagian kaki lereng. Dalam banyak kasus dari jenis kelongsoran ini, pada permukaannya

berbentuk sendok dan gerakan rotasi yang terjadi bergerak terhadap suatu sumbu yang

sejajar dengan lereng. Kelongsoran rotasi terjadi pada permukaan kelengkungan yang

halus dan umumnya terjadi pada jenis tanah yang homogen. Pada tipe kelongsoran

lereng yang diakibatkan oleh pergerakan material tanah secara rotasi, terjadi pada tanah

yang bersifat kohesi seperti tanah lempung dan lanau. Gaya kohesi tersebut yang

berpengaruh terhadap gerakan rotasi ini karena jika tanah tersebut tidak memiliki koresi

maka akan terjadi gerakan tanah yang lebih bersifat planar. Umumnya gerakan rotasi ini

terjadi pada tanah yang memiliki butiran halus.

Rotasi

Gambar 2.3 Kelongsoran Rotasi

Jenis-jenis kelongsoran rotasi yang sering terjadi :

- Kelongsoran dasar (base slide), kelongsoran yang bidang kelongsorannya

membentuk bidang busur lingkaran pada seluruh bidang lereng. Pada umumnya

terjadi karena adanya lapisan tanah lunak di atas tanah keras. Dikatakan

kelongosoran dasar karena bidang kelongsoran yang terbentuk melewati bidang

dasar dari lereng tersebut. Dan bidang kelongsorannya melebihi bidang lereng yang

terbentuk.

- Kelongsoran lereng (slope slide), kelongsoran yang permukaan kelongsorannya

sampai bidang lereng dan belum melewati ujung kaki lereng. Kelongsoran ini hanya

terjadi dari bagian permukaan lereng hingga kaki lereng tanpa melewati dasar dari

lereng tersebut.

- Kelongsoran di ujung kaki lereng (toe slide), kelongsoran yang permukaan bidang

kelongsorannya melalui ujung kaki lereng.

Slope Slide

Failure Arc

Base Slide

Failure Arc

Toe Slide

Failure Arc

Gambar 2.4 Jenis-Jenis Kelongsoran Rotasi

Jenis kelongsoran lainnya adalah kelongsoran dengan gerakan translasi. Gerakan

ini umumnya terjadi pada lereng dengan permukaan lemah dan memiliki butiran tanah

yang lebih kasar. Dalam kelongsoran dengan gerakan translasi ini, massa tanah yang

bergerak berlangsung turun dan keluar sepanjang permukaan yang kurang lebih

memiliki bentuk planar atau lembut bergelombang dan memiliki sedikit gerakan rotasi

tetapi gerakan rotasi tersebut tidak dalam dan tidak dominan. Gerakan kelongsoran

secara translasi di mana massa bergerak umumnya terjadi pada tanah yang tidak

homogen, karena umumnya terjadi kelongsoran dimana suatu jenis tanah yang lebih

lemah terletak diatas jenis tanah yang lebih kuat. Gerakan slide translasi umumnya

dikendalikan oleh permukaan struktural lemah, Pergerakan translasi juga dapat terjadi

dalam suatu massa tanah homogen. Secara khusus, bahan granular seperti pasir dan

kerikil lebih memiliki sifat kelongsoran secara translasi, hal ini diakibatkan karena tanah

jenis ini memiliki nilai kohesi yang sangat rendah. Analisis kemiringan lereng yang tak

terbatas sering mewakili dari kegagalan tersebut karena asumsi dari analisa ini adalah

bidang kelongsoran terjadi secara paralel dengan bidang kemiringan lereng. Dengan

rasio kecil dari jenis analisis ini sering tepat karena umumnya dengan skala yang lebih

kecil runtuhan translasi lebih sering terjadi.

TRANSLASI

Gambar 2.5 Kelongsoran Translasi

• Aliran ( flow ) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau

kadar air tanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara material

yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Jenis tanah longsor ini terjadi ketika

massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan

lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya karena jenis material tanah

tersebut akan mempengaruhi nilai permeabilitas yang mana akan mempengaruhi aliran

air yang bergerak tersebut.

• Longsoran majemuk ( complex landslide ) adalah gabungan dari dua atau tiga jenis

gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam, tetapi biasanya ada

salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih dominan.

• Rayapan ( creep ) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan

gerakannya yang secara alami biasanya lambat.

• Gerak horisontal / bentangan lateral ( lateral spread ), merupakan jenis longsoran

yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material batuan secara horisontal.

2.1.2 Stabilitas lereng

Sebuah lereng dikatakan stabil apabila lereng tersebut tidak mengalami

kelongsoran. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilitas lereng secara umum

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan yaitu naiknya berat unit tanah

karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal, bertambahnya kecuraman

lereng karena erosi alami atau penggalian dan bekerjanya beban guncangan.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan ; meliputi penyerapan air,

kenaikan tekanan air pori, beban guncangan atau beban berulang, pengaruh

pembekuan dan pencairan, hilangnya sementasi material, proses pelapukan dan

regangan berlebihan pada lempung sensitif

Faktor-faktor yang memiliki perngaruh terhadap ketidak stabilian suatu lereng seperti

yang sudah disebutkan diatas secara khusus dipengaruhi oleh :

a. Curah Hujan/iklim

Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar air

(water content; w, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %). Hujan dapat

meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan menyebabkan kondisi

fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan kadar air tanah akan memperlemah

sifat fisik-mekanik tanah (mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan

menurunkan Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989;

Hirnawan & Zufialdi, 1993). Kondisi lingkungan geologi fisik sangat berperan

dalam kejadian gerakan tanah selain kurangnya kepedulian masyarakat karena

kurang informasi ataupun karena semakin merebaknya pengembangan wilayah

yang mengambil tempat di daerah yang mempunyai masalah lereng rawan

longsor.

b. Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng

Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) mengikutsertakan peranan

aktifitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan, terutama memandang

aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat perumahan (real estate) atau

bangunan lain di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit merupakan

tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut

menyebabkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan

dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan lereng akan menurun.

Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak menurunkan faktor

keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, makin besar pula

penurunan faktor keamanan lerengnya, sehingga lereng makin labil atau makin

rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini.

Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas penambangan bahan

galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan dan lain lain, atau

erosi (Hirnawan, 1993).

c. Vegetasi

Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada beberapa

daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah longsor

(Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor erosi. Letak atau

posisi penutup tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi faktor keamanan

Lereng. Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng akan memperkuat

kestabilan lereng, sebaliknya penanaman tanaman keras di puncak lereng justru

akan menurunkan faktor keamanan lereng sehingga memperlemah kestabilan

lereng (Hirnawan, 1993). Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan

internal yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut

sertanya peranan air dalam tubuh lereng.

d. Naik Turunnya Muka Air tanah

Kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi

kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili

oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan,

atau muka air tanah. Kehadiran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan

mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang

berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material

tanah . Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan

meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion).

Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan,

ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).

e. Lereng Terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang

terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin.

Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung

lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

f. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan

ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini

memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.

Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi

lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

g. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran

antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan

mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan

terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

h. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan

adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya

kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan

jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah

perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus

bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

i. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran

mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah

tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

Kestabilan lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan

yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian,

karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta

kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-

macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal,

penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.

Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu,

seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan berat isi yang juga

sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi

kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kestabilan

lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan

dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat

dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau “diganggu”.

Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-

cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.

Nilai suatu stabilitas lereng dinyatakan dalam Faktor keamanan. Faktor keamanan

sendiri adalah rasio perbandingan kuat geser (shear strength) dengan tegangan geser

(shear stress).

(2.1)

Shear Stress

Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi

pada saat terbebani. Keruntuhan geser (Shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan

karena hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerak relatif antara

butir-butir tanah tersebut. Pada peristiwa kelongsoran suatu lereng berarti telah terjadi

pergeseran dalam butir-butir tanah tersebut. Kekuatan geser yang dimiliki oleh suatu

tanah disebabkan oleh :

• Pada tanah berbutir halus (kohesif) ,misalnya lempung kekuatan geser yang dimiliki

tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara butir-butir tanah (c soil).

• Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena adanya

gesekan antara butir-butir tanah sehingga sering disebut sudut gesek dalam (φ soil).

• Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan tanah kasar (c dan φ

soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan (karena kohesi) dan gesekan

antara butir-butir tanah (karena φ).

Kuat geser tanah dipengaruhi oleh dua parameter tanah yaitu nilai kohesi dan friksi dari

tanah tersebut. Kuat geser tanah dinyatakan dalam rumus :

(2.2)

Dimana :

c = kohesi

σ = gaya normal pada bidang kelongsoran

� = sudut geser tanah

c

Gambar 2.6 Teori Mohr Coulomb

Rumus diatas juga berlaku untuk tekanan geser tanah, menjadi :

(2.3)

Dimana :

cd = kohesi

σ = gaya normal pada bidang kelongsoran

�d = sudut geser tanah

Dari kedua rumus diatas (2.2) dan (2.3) disubtitusikan pada rumus (2.1) maka didapat

(2.4)

σ

τf

τf

Dari persamaan ini dapat kita bagi menjadi 2 didapatkan rumus lain untuk menghitung

nilai faktor keamanan berdasarkan nilai kohesi dan pengaruh friksi.

(2.5)

dan

(2.6)

2.2 METODE ELEMEN HINGGA

Metode elemen hinga merupakan metode perhitungan yang didasarkan pada

konsep diskretasi, yaitu pembagian suatu system struktur, massa, atau benda padat

menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pembagian ini memungkinkan system ini

memiliki derajat kebebasan tidak terhingga menjadi derajat kebebasan terhingga,

sehingga memudahkan perhitungan masing-masing, sehingga memudahkan proses

perhitungan karena benda tersebut sudah dibuat menjadi elemen-elemen yang lebih

kecil. Metode Elemen Hingga juga merupakan metode pendekatan, semakin kecil

pembagian elemen-elemen kecil semakin akurat perhitungan pendekatan melalui

Metode Elemen Hingga. Metode Elemen Hingga dapat digunakan untuk menghitung

distribusi beban yang terjadi pada elemen seperti deformasi dan tegangan.

2.3 PLAXIS

PLAXIS merupakan sebuah program dalam bidang geoteknik yang

menggunakan Metode Elemen Hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan

model-model tanah untuk melakukan simulasi terhadap perilaku dari tanah.

Pengembangan PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Delft (Delft University

of Technology) atas inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan Sumber Daya

Air Belanda (Dutch Department of Public Works and Water Management

/Rijkswaterstaat). Tujuan awal dari pembuatan Program PLAXIS adalah untuk

menciptakan sebuah program komputer berdasarkan Metode Elemen Hingga dua

dimensi yang mudah digunakan untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun di

atas tanah lunak di dataran rendah di Belanda. Pada tahun-tahun berikutnya, PLAXIS

dikembangkan lebih lanjut hingga mencakup hampir seluruh aspek perencanaan

geoteknik lainnya.

Didalam Plaxis pemodelan struktur geoteknik pada umumnya dapat dimodelkan

menjadi regangan bidang (plane strain) atau model axi-simetri. Pada model regangan

bidang model geometri penampang melintang yang kurang lebih seragam dengan

kondisi regangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang dalam arah tegak lurus

terhadap penampang tersebut (arah z). Perpindahan dan regangan dalam arah z

diasumsikan tidak memiliki pengaruh ( berbinilai 0) karena arah tersebut di asumsikan

memiliki panjang yang tidak terbatas. Walaupun demikian tegangan normal pada arah z

diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa.

Pada model axisimetri struktur berbentuk lingkaran dengan penampang radial

melintang yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu

aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama disetiap arah radial.

Koordinat x menyatakan radius dan koordinat y merupakan sumbu simetris dalam arah

aksial.

Dalam pemodelan geometri struktur geoteknik, dibentuk berdasarkan komponen-

komponen yaitu Titik, Garis, dan Cluster. Titik merupakan titik awal dan akhir dari

sebuah garis. Garis digunakan untuk mendefinisikan batasan-batasan geometri dari

struktur geoteknik yang dimodelkan, sedangkan Cluster merupakan suatu daerah

tertutup yang terbuat dari beberapa garis yang saling berhubungan dan membentuk sutu

bidang.

TITIK

GARISCLUSTER

Gambar 2.7 Titik,garis,cluster dalam Plaxis

Setelah pembuatan geometri, pemodelan elemen hingga dapat dianalisa,

berdasarkan komposisi cluster dan garis pada pemodelan geometri. Komponen-

komponen yang terdapat pada bentuk elemen hingga adalah elemen, nodal, dan titik

tegangan. Pada pembuatan bentuk geometri, cluster dibagi menjadi elemen-elemen

segitiga. Elemen segitiga tersebut ada dua macam, yaitu 15 nodal elemen dan 6 nodal

elemen. 15 nodal elemen memiliki 15 nodal di dalam sebuah elemen segitiganya dan 6

nodal elemen hanya memiliki 6 nodal. Perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan

lebih teliti dibandingkan 6 nodal elemen, karena semakin banyak nodal yang dianalisa

dalam perhitungan. Namun perhitungan dengan menggunakan 15 nodal akan memakan

waktu analisa yang lebih lama, karena proses perhitungan semakin banyak untuk setiap

nodal di dalam elemen. Tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu bentuk

diperhitungkan secara individual dengan menggunakan Gaussian intergration

points(titik tegangan) bukan pada titik nodal. Pada 15 nodal terdapat 12 titik tegangan

dan pada 6 nodal elemen terdapat 3 titik tegangan.

Gambar 2.8 Pembagian Elemen-Elemen Segitiga pada Cluster

Gambar 2.9 Titik Nodal pada Elemen

Gambar 2.10 Titik Tegangan pada Elemen

(Plaxis b.v2. 2002)

Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan meggunakan berbagai macam

jenis mode. Pemodelan hubungan tegangan-tengan yang paling sederhana adalah

pemodelan hukum linier Hooke, elastisitas isotropik, yang hanya memerlukan dua input

yaitu modulus Young (E), dan poisson rasio (ν). Dengan pemodelan linier hasil yang

didapatkan terlalu besar untuk dipakai dalam pemodelan. Oleh sebab itu terdapat

berbagai macam pemodelan sifat mekanis material dalam program Plaxis, yaitu Mohr

Coulomb Model, Jointed Rock Model, Hardening Soil Model, Soft Soil Creep Model

dan Soft Soil model.

Pada pemodelan material Mohr Coulomb model terdapat 5 parameter yang perlu

dimasukan yaitu Modulus Elastisitas (E) dan Poisson Ratio ν untuk elastisitas tanah,

sudut geser (ϕ) dan kohesi (c) untuk plastisitas tanah, dan ψ untuk dilatansi tanah.

Pemodelan Mohr Coulomb menggunakan pendekatan yang mendekati perilaku mekanis

pada tanah.

Gambar 2.11 Pemodelan Mohr-Coulomb

Pada pemodelan Mohr Coulomb setiap lapisan diperkirakan memiliki kekakuan

rata-rata yang konstan, akibat kekakuan yang konstan perhitungan dalam program akan

lebih cepat dan dapat menghasilkan perkiraan deformasi dari perhitungan tersebut.

Untuk model lainya tidak dibahas dalam penelitian ini karena tidak digunakan dalam

analisa.

Salah satu perencanaan geoteknik tersebut adalah menganalisa stabilitas lereng.

Pada Plaxis analisa stabilitas lereng menggunakan metode Shear Strenght Reduction-

Finite Element Method yaitu perhitungan faktor keamanan dengan mereduksi

parameter-parameter yang mempengaruhi kuat geser tanah yaitu nilai kohesi dan sudut

geser tanah. Sehingga faktor keamanan stabilitas lereng berdasarkan metode ini menjadi

(2.7)

dan

(2.8)

1

1

Gambar 2.12 Shear Strenght Reduction

Dalam metode ini, parameter kekuatan geser tanah yang didapat dari hasil perhitungan

dengan parameter tanah asli seperti pada gambar (2.12) akan direduksi secara otomatis

hingga garis keruntuhan bersinggungan denghan beban yang ada sehingga kelongsoran

terjadi. Dalam program Plaxis metode ini disebut “Phi-c reduction”.

2.4 GEOSTUDIO

Geostudio merupakan software di bidang geoteknik yang dikembangkan dari

Kanada. Dalam penelitian ini program ini dipakai untuk menganalisa stabilitas lereng.

Dalam pemodelan lereng di program ini dibentuk berdasarkan 2 komponen yaitu titik

dan region. Titik mewakili sebuah acuan untuk pembuatan geometri untuk membentuk

tan

tanϕreduc

τ

σ

suatu bidang, dan region merupakan bidang untuk mewakili suatu material lapisan

material tanah.

TITIK

REGION

Gambar 2.13 Titik dan Region pada Geostudio

Dalam menganalisa stabilitas lereng pada program ini kita menggunakan

SlopeW, adapun metode yang digunakan di dalam program ini adalah Metode Limit

Equilibrium.

Metode Limit Equilibrium adalah metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan

gaya, metode ini juga dikenal dengan metode irisan karena bidang kelongsoran dari

lereng tersebut dibagi menjadi beberapa bagian. Dalam Metode Limit Equilibrium

terdapat dua asumsi bidang kelongsoran yaitu bidang kelongsorannya yang diasumsikan

berbentuk circular dan bidang kelongsoran yang diasumsikan berbentuk non-circular.

Pada metode kesetimbangan batas dengan asumsi bidang kelongsoran berbentuk

circular.

Bidang kelongsoran berbentuk busur

Bidang kelongsoran yang dibagi-bagimenjadi beberapa bagian

Gambar 2.14 Metode Limit Equilibrium Circular

Bidang kelongsoran non-circular

Bidang kelongsoran yang dibagi-bagimenjadi beberapa bagian

Gambar 2.15 Metode Limit Equilibrium Non-Circular

Dalam program ini terdapat beberapa Metode Limit Equilibrium yang sudah cukup

dikenal. Pemilihan metode yang akan di gunakan, dipilih pada awal pembuatan

dokumen.

Gambar 2.16 Pemilihan Metode di dalam Slope/W

Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah Bishop,Ordinary,Janbu, Morgenstern-

Price, Spencer, dan Sarma. Sehingga pembahasan teori dasar dari metode yang dipakai

hanya sebatas yang dipakai dalam penelitian ini.

Secara manual perhitungan menggunakan metode Limit Equilibrium dimulai

dengan menentukan sebuah titik yang akan digunakan sebagai titik pusat untuk

mengasumsikan bidang kelongsoran dan titik pusat itu juga sebagai pusat dari gaya

moment yang diasumsikan bekerja disepanjang bidang kelongsoran. Dalam Geostudio

pemilihan titik pusat bidang momen dapat kita asumsikan posisinya ataupun secara

otomatis dapat dicari titik minimumnya.

Gambar 2.17 Pemilihan Titik Pusat Momen secara Manual atau Otomatis

2.4.1 Metode Swedish Circle/ ���� = 0= 0= 0= 0

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dalam menganalisa

stabilitas lereng short-term. Dalam metode ini bidang kelongsoran di asumsikan

berbentuk busur, dalam metode ini parameter kuat geser yaitu sudut geser dalam di

asumsikan 0 sehingga kuat geser tanah tersebut tergantung dari nilai kohesi tanah

tersebut. Faktor keamanannya dapat dihitung dengan menjumlahkan gaya momen yang

bekerja pada bidang kelongsoran.

F = Resisting moment/Driving moment

(2.9)

Dimana :

FS = Faktor Keamanan

Cu = kuat geser tanah dalam kondisi undrained

R = radius bidang kelongsoran dari pusat lingkaran

W = gaya akibat beban tanah ke-n

x = jarak horizontal dari pusat lingkaran terhadap titik berat bidang kelongsoran

X

Wn

Cu

R

R

a

Cu

Cu

Cu

Cu T = Cu L = Cu Ra

Gambar 2.18 Metode Swedish Circle/ � = 0

Pada metode ini proses perhitungan kesetimbangan momen didapatkan dengan

mengasumsikan gaya normal yang bekerja lurus terhadap pusat dari lingkaran bidang

kelongsoran dan gaya geser yang bekerja diasumsikan memiliki jarak yang sama dengan

radius dari pusat lingkaran ke bidang kelongsoran. Dalam metode ini digunakan analisa

dalam kondisi undrained sehingga kuat geser yang bekerja di sepanjang bidang

kelongsoran. Dalam analisa menggunakan tegangan efektif, kuat geser di sepanjang

bidang kelongsoran berhubungan dengan tegangan efektif normal dari kriteria kegagalan

teori Mohr-Coloumn sehingga tegangan normal yang bekerja di sekitar bidang

kelongsoran harus ditentukan.

2.4.2 Metode irisan sederhana (Ordinary Method of Slices/Fellinius Method)

Metode ini ditemukan oleh Fellinius pada tahun 1936. Pada metode ini gaya

horisontal yang mendorong bidang kerja dari kedua arah diabaikan karena diasumsikan

memiliki besaran nilai yang sama

bnR sec a

ln

R

Wn

a

a

Pn

Sn

Gambar 2.19 Gaya yang Bekerja pada Bidang Kelongsoran

Pada metode ini Wn dan Pn di asumsikan berada di tengah dari bidang kerja, dari

metode ini didapatkan faktor keamanan sebagai berikut:

(2.10)

Dimana :

FS = Faktor Keamanan

c’ = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam

kondisi drained diambil nilai kohesi efektif)

ln = panjang sisi miring irisan ke-n

Wn = gaya akibat beban tanah ke-n

α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor

�’ = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0)

u = tekanan air pori

2.4.3 Metode irisan Bishop yang disederhanakan ( Bishop Simplified Method)

Pada tahun 1955 Alan W.Bishop memperkenalkan metode yang lebih teliti untuk

menganalisa kestabilan lereng, dalam metode ini pengaruh gaya-gaya yang bekerja pada

tepi irisan diperhitungkan.

bn

ln

Wn

a

Pn

Sn

En+1

En

Gambar 2.20 Gaya-gaya yang Bekerja Bidang Irisan (Metode Bishop)

Pada metode ini ada beberapa hal yang asumsi yang dibuat pada metode ini :

1. Pada metode ini keruntuhan diasumsikan akibat gerakan rotasi dari tanah

tersebut yang mana keruntuhan tersebut berbentuk lingkaran. Metode ini tidak

bisa digunakan untuk menghitung faktor keamanan dari sebuah keruntuhan yang

tidak memiliki bidang keruntuhan berbentuk lingkaran.

2. Nilai dari gaya horisontal pada kedua sisi dapat diabaikan karena tidak diketahui

nilainya dan sulit untuk dihitung.

3. Gaya normal yang bekerja diasumsikan bekerja ditengah bidang irisan dan

diperoleh dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal.

Maka nilai faktor keamanan dalam metode ini dapat dihitung dengan rumus

(2.11)

FS = Faktor Keamanan

c’ = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam

kondisi drained diambil nilai kohesi efektif)

bn = panjang horisontal bidang irisan ke-n

Wn = gaya akibat beban tanah ke-n

α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor

�’ = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0)

u = tekanan air pori

2.4.4 Metode Irisan Janbu yang disederhanakan ( Janbu Simplified Method)

Metode ini tidak mengasumsikan bidang keruntuhan berbentuk busur, dan tidak

menggunakan penyelesaian persamaan dengan metode momen, tetapi menggunakan

gaya-gaya yang bekerja secara vertikal dan horisontal. Asumsi yang digunakan pada

metode ini sama dengan pada metode Bishop dimana gaya di kedua sisi irisan di

eliminasikan.

Bidang kelongsoran non-circular

Bidang kelongsoran yang dibagi-bagimenjadi beberapa bagian

Gambar 2.21 Metode Limit Equilibrium Non-Circular

dari bentuk irisan diatas di dapatkan gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan adalah

sebagai berikut :

bn

ln

Wn

aPn

Sn

En+1

En

Gambar 2.22 Gaya-gaya yang Bekerja Bidang Irisan (Metode Janbu)

Dari gaya-gaya yang bekerja di dapatkan rumus faktor keamananya

(2.12)

FS = Faktor Keamanan

c’ = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam

kondisi drained diambil nilai kohesi efektif)

bn = panjang horisontal bidang irisan ke-n

Wn = gaya akibat beban tanah ke-n

α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang

longsor

�’ = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0)

u = tekanan air pori

Pada metode Janbu ini nilai faktor keamanan yang didapat dari persamaan diatas harus

dikalikan lagi dengan faktor koreksi

(2.13)

Dimana

F = Faktor Keamanan setelah di koreksi

FS = Faktor Keamanan dari hasil kalkulasi awal

f0 = faktor koreksi

faktor koreksi pada metode Janbu ini didapat dari :

(2.14)

d

LBidang kelongsoran

Gambar 2.23 Gambar Perbandingan Nilai d dan l

Dimana nilai b1 didapat berdasarkan tipe tanah :

� = 0 maka nilai b1 = 0,69

c = 0 maka nilai b1 = 0,31

c > 0, � >0 maka nilai b1 = 0,0,5

2.4.5 Metode Morgenstern-Price

Metode ini adalah salah satu metode yang berdasarkan prinsip kesetimbangan

batas yang dikembangkan oleh Morgenstern dan Price pada tahun 1965, dimana proses

analisanya merupakan hasil dari kesetimbangan setiap gaya-gaya normal dan momen

yang bekerja pada tiap irisan dari bidang kelongsoran lereng tersebut baik gaya. Dalam

metode ini, dilakukan asumsi penyederhanaan untuk menunjukkan hubungan antara

gaya geser di sekitar irisan (X) dan gaya normal di sekitar irisan(E) dengan persamaan :

(2.17)

dimana f(x) adalah asumsi dari sebuah nilai suatu fungsi dan λ adalah suatu faktor

pengali yang nilainya akan diasumsi dalam perhitungan ini.

Nilai dari asumsi yang tidak diketahui dalam metode Morgenstern-Price yaitu factor of

safety (F), faktor pengali (λ), gaya normal yang bekerja pada dasar bidang irisan(P),

Gaya di sekitar bidang irisan yang bekerja secara horizontal dan titik dimana gaya di

sekitar bidang irisan bekerja (Thrust Line). Dari hasil analisa dengan kesetimbangan

maka asumsi diatas akan dapat diketahui, dan komponen gaya geser yang bekerja di

sekitar bidang irisan (X) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (2.18)

Gaya-gaya yang bekerja pada pada tiap irisan bidang kelongsoran terdapat pada

gambar dibawah ini.

Wn

T

b

P

XL

XR

ER

EL

l

a

Gambar 2.24 Gaya yang Bekerja pada Bidang Irisan pada Metode Morgenstern-Price

(2.18)

P = Gaya normal

c’ = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam

kondisi drained diambil nilai kohesi efektif)

Wn = gaya akibat beban tanah ke-n

α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang

longsor

�’ = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0)

u = tekanan air pori

XL, XR = gaya gesek yang bekerja di tepi irisan

Dalam metode ini analisa faktor keamanan dilakukan dengan dua prinsip yaitu

kesetimbangan momen (Fm) dan kesetimbangan gaya (Ff). Faktor keamanan dari prinsip

kesetimbangan momen adalah untuk bidang kelongsoran circular :

(2.19)

Dan nilai faktor keamanan dengan prinsip kesetimbangan gaya :

(2.20)

Pada proses iterasi pertama, gaya geser di sekitar irisan (XL dan XR) diasumsikan

nol. Kemudian pada proses iterasi selanjutnya gaya tersebut didapatkan dari rumus :

(2.21)

Kemudian gaya geser tersebut dihitung dengan mengasumsikan nilai λ dan f(x).

2.4.6 Metode Sarma

Metode Sarma (1973) memiliki pendekatan yang berbeda dalam analisa untuk

mencari faktor keamanan karena dalam metode ini menggunakan koefisien gempa (kc)

yang tidak diketahui besarnya dan nilai faktor keamananya harus diasumsikan terlebih

dahulu. Umumnya nilai faktor keamanan pada awalnya diasumsikan bernilai 1 dan

koefisien gempa tersebut dianalisa balik untuk didapatkan nilainya dengan asumsi nilai

faktor keamanan 1. Koefisien ini menunjukkan bahwa kekuatan gempa yang terjadi

yang menyebabkan terjadinya kelongsoran.

Gambar 2.25 Gaya Yang Bekerja Pada Bidang Irisan pada Metode Sarma

Nilai Ei dan Xi adalah nilai dari gaya normal dan gaya geser diantara tiap irisan, Wi

adalah gaya yang diakibatkan oleh beban dari tanah tersebut, sedangkan Kh.Wi adalah

suatu gaya horizontal yang diakibatkan oleh koefisien gempa. Terdapat hubungan linear

antara faktor keamanan dengan persamaan.

F= 1+ 3,33 Kc (2.22)

Kesetimbangan gaya secara horizontal di tiap blok:

Kesetimbangan gaya secara vertikal di tiap blok:

Kesetimbangan momen di tiap blok:

dimana rxi dan ryii adalah lengan dari gaya Fxi and Fyi

E = gaya yang bekerja di sekitar bidang irisan

N = gaya normal yang bekerja di bidang kelongsoran

T = gaya geser yang bekerja di bidang kelongsoran

X = gaya geser yang bekerja di sekitar bidang irisan

z = lokasi dimana disekitar bidang irisan bekerja

l = bidang dimana gaya normal dan geser bekerja

Kh = koefisien akselerasi gaya horizontal (faktor gempa)

Di dalam metode ini gaya geser diantara blok irisan dihubungkan dengan prinsip

tegangan geser Mohr Coulomb

X= c x h + E tan ϕ

X = Gaya geser di sekitar irisan

c = kohesi material tanah

h = tinggi bidang irisan dimana gaya geser bekerja

E = gaya yang bekerja terhadap bidang irisan

Φ = sudut geser dalam material tanah

Di dalam program Geostudio, hanya memperhitungkan faktor keamanan dari

kesetimbangan gaya yang bekerja secara vertikal saja

2.4.7 Metode Spencer

Metode Spencer merupakan metode yang mengasumsikan bidang kelongsoran

yang berbentuk non-circular. Metode ini berdasarkan pada asumsi dari gaya-gaya yang

bekerja di sekitar bidang irisan adalah paralel sehingga gaya-gaya tersebut memiliki

sudut kemiringan yang sama yaitu :

Dimana θ adalah sudut dari resultan gaya yang bekerja di sekitar bidang irisan

terhadap horizontal. Metode ini menjumlahkan setiap gaya yang tegak lurus memperoleh

gaya normal yang bekerja pada bidang irisan

(2.23)

Dengan memperhitungkan keetimbangan gaya dan momen, akan dihasilkan 2 jenis

faktor keamanan, yaitu Ff dan Fm. Faktor keamanan berdasarkan momen (Fm) yang

berpusat pada satu titik menghasilkan persamaan faktor keamanan

(2.24)

Faktor keamanan berdasarkan kesetimbangan gaya (Ff) dengan menggunakan asumsi

dari spencer maka nilai dari faktor keamanannya didapat dari persamaan

(2.25)

P = Gaya normal

c’ = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam

kondisi drained diambil nilai kohesi efektif)

Wn = gaya akibat beban tanah ke-n

α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang

longsor

�’ = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0)

u = tekanan air pori

XL, XR = gaya gesek yang bekerja di tepi irisan

Dalam analisa perhitungan ini dilakukan dengan cara trial and error untuk

menyelesaikan persamaan ini. Faktor keamanan didefinisikan sebagai faktor dimana

kekuatan material harus dikurangi hingga mendapatkan kesetimbangan batas yang tetap

yaitu dimana suatu gaya pendorong yang bekerja sama dengan gaya penahan yang

bekerja. Faktor ini didapatkan dengan serangkaian perhitungan dengan pengurangan

kekuatan dengan metode trial and error hingga koefisien gaya horizontal mencapai nilai

0 dimana hal tesebut menandakan bahwa nilai faktor keamanannya sama dengan

1.Proses untuk mendapatkan nilai faktor keamanan dalam metode ini dilakukan

perhitungan hingga didapatkan nilai faktor keamanan yang serupa dari tiap proses

analisa.