bab 2 tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/bab 2.pdf · 6 bab 2 tinjauan...

22
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) i dan pepse’ (digestion) yang berarti i gangguan percernaan. Awalnya gangguan ini dianggapi sebagai bagian dari gangguan icemas, hipokondria, dan histeria (Purnamasari, 2017). Istilah ‘dispepsia’ bukan diagnosis, imelainkan kumpulan gejala yang mengarah ipada penyakit atau gangguan saluran pencernaan atas (British Society of Gastroenterology (BSG), 2019). Istilah dispepsia sendiri mulai igencar dikemukakan sejak akhir i tahun 1980-an, yang menggambarkan keluhan atau i kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri i dari nyeri atau rasa tidak inyaman di i epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, isendawa, regurgitasi, dan rasa panas iyang menjalar di dada. Sindrom i atau keluhan ini dapat disebabkan i atau didasari oleh berbagai penyakit, i tentunya termasuk juga di dalamnya i penyakit yang mengenai lambung, atau iyang lebih dikenal sebagai penyakit imaag (Djojodiningrat, 2009). 2.1.2 Epidemiologi Dispepsia adalah keluhan klinis iyang sering dapat dijumpai dalam praktiki klinis sehari-hari (Abdullah & Gunawan, 2012). Secara global, terdapat berkisar i 15-40% penderita sindrom dispepsia. Setiap i tahun sindrom ini mengenai 25% i populasi di dunia. Sekitar 25% i populasi tersebut memiliki gejala

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dispepsiai

2.1.1 Definisii

Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) idan

‘pepse’ (digestion) yang berarti igangguan percernaan. Awalnya gangguan ini

dianggapi sebagai bagian dari gangguan icemas, hipokondria, dan histeria

(Purnamasari, 2017). Istilah ‘dispepsia’ bukan diagnosis, imelainkan kumpulan

gejala yang mengarah ipada penyakit atau gangguan saluran pencernaan atas

(British Society of Gastroenterology (BSG), 2019).

Istilah dispepsia sendiri mulai igencar dikemukakan sejak akhir itahun

1980-an, yang menggambarkan keluhan atau ikumpulan gejala (sindrom) yang

terdiri idari nyeri atau rasa tidak inyaman di iepigastrium, mual, muntah,

kembung, cepat kenyang, rasa penuh, isendawa, regurgitasi, dan rasa panas iyang

menjalar di dada. Sindrom iatau keluhan ini dapat disebabkan iatau didasari oleh

berbagai penyakit, itentunya termasuk juga di dalamnya ipenyakit yang mengenai

lambung, atau iyang lebih dikenal sebagai penyakit imaag (Djojodiningrat, 2009).

2.1.2 Epidemiologi

Dispepsia adalah keluhan klinis iyang sering dapat dijumpai dalam

praktiki klinis sehari-hari (Abdullah & Gunawan, 2012). Secara global, terdapat

berkisar i15-40% penderita sindrom dispepsia. Setiap itahun sindrom ini

mengenai 25% ipopulasi di dunia. Sekitar 25% ipopulasi tersebut memiliki gejala

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

7

dispepsia ienam kali setiap tahunnya. Prevalensi idispepsia di Asia sekitar 8-30%

(Purnamasari, 2017).

Prevalensi pasien dispepsia Indonesia di pelayanan ikesehatan mencakup

30% dari pelayanan idokter umum dan 50% dari ipelayanan dokter spesialis

gastroenterologi (Marcellus et al, 2014). Prevalensi iyang cukup tinggi ditemui di

iMakasar tahun 2011 (55%), Solo tahuni 2008 (51,8%), Yogyakarta (30.6%) idan

Surabaya tahun 2013 (23,5%), sertai prevalensi terendah di Jakarta i(8%)

(Parewangi, 2011). Menurut Andhini (2011), angka kejadian dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang angkatan

2008 mencapai 68.4%.

2.1.3 Klasifikasi

(Futagami et al., 2018)

Gambar 2.1

Klasifikasi Dispepsia

Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua, iyaitu organik (struktural) dan

fungsional i(nonorganik). Pada dispepsia organik terdapat ipenyebab yang

mendasari, seperti penyakit iulkus peptikum (Peptic Ulcer Disease atau PUD),

GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease), kanker, dan lain-lain. Non-organik

(fungsional) ditandai dengan nyeri atau itidak nyaman perut bagian atas iyang

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

8

kronis atau berulang, tanpa iabnormalitas pada pemeriksaan fisik dan iendoskopi.

Dispepsia fungsional dibagi menjadi tiga, yaitu rasa pandrial distress syndrome

(PDS), Epigastric Pain Syndrome (EPS), dan gabungan antara keduanya (PDS-

EPS) (Futagami et al., 2018)

2.1.4 Diagnosis

Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah

adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas (Abdullah &

Gunawan, 2012). Indikasi endoskopi bila ada gejala atau tanda alarm seperti

gejala dispepsia yang baru muncul pada usia lebih dari 55 tahun, penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, anoreksia, muntah persisten, disfagia

progresif, odinofagia, perdarahan, anemia, ikterus, massa abdomen, pembesaran

kelenjar limfe, riwayat keluarga dengan kanker saluran cerna atas, ulkus

peptikum, pembedahan lambung, dan keganasan (Black et al., 2018).

(Black et al., 2018)

Gambar 2.2

Tanda Bahaya pada Pasien dengan Dispepsia

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

9

2.1.5 Algoritma

(Abdullah & Gunawan, 2012)

Gambar 2.3

Algoritma Pengelolaan Pasien dengan Dispepsia

Mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarming features) pada pasien dengan

keluhan dispepsia merupakan hal penting. Apabila didapatkan tanda-tanda bahaya

atau usia lebih dari 55 tahun, tindakan esofagogastroduodenoskopi untuk

keperluan diagnostik sangat dianjurkan (Abdullah & Gunawan, 2012).

Namun, bila tidak didapatkan kondisi di atas, terdapat 2 tindakan yang

dapat dilakukan: (1) Test-and-treat: untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi

Helicobacter pylori dengan uji noninvasif yang tervalidasi disertai pemberian obat

penekan asam bila eradikasi berhasil, tetapi gejala masih tetap ada, (2)

Pengobatan empiris menggunakan Proton-Pump Inhibitor (PPI) untuk 4-8

minggu. American College of Physicians menyatakan bahwa pengobatan empiris

menggunakan obat antisekresi ini merupakan tulang punggung utama pengobatan

dispepsia dan masih dipraktikkan secara luas hingga saat ini. Alternatif (1)

dianjurkan untuk mengobati populasi dengan prevalensi infeksi H. pylori tingkat

sedang sampai tinggi (>10%), sedangkan alternatif (2) disarankan pada populasi

dengan prevalensi infeksi H. pylori rendah (Abdullah & Gunawan, 2012).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

10

2.1.6 Faktor Resiko Dispepsia (Rahmayanti, 2016)

1. Faktor Psiko-Sosial

Dispepsia sangat iberhubungan erat dengan faktor psikis. iBesarnya

peranan stres dalam memicu iberbagai penyakit sering tidak disadari oleh

penderita bahkan oleh tenaga imedis sendiri. Hal ini sekaligus menjelaskani

mengapa sebagian penyakit bisa imenemukan progesifitas penyembuhan yang

baik isetelah faktor stres ini ditangani.

2. Penggunaan Obat-obatani

Sejumlahi obat dapat mempengarui gangguan iepigastrium, mual,

muntah dan nyeri idi ulu hati. Misalnya golongan NSAIDs, seperti aspirin,

ibuprofen, dan naproxen, steroid, teofilin, digitalis, dan antibiotik.

3. Pola Makan tidak Teraturi

Pola makan yang itidak teratur terutama bila jarang isarapan di pagi

hari, termasuk iyang beresiko dispepsia. Di pagi ihari kebutuhan kalori

seseorang cukup ibanyak, sehingga bila tidak sarapan, imaka lambung akan

lebih banyak imemproduksi asam.

4. Gaya Hidup yang tidak Sehati

a. Menghisap rokok. iTar idalam asap rokok idapat melemahkan ikatup

Lower Esophageal Spinter (LES), ikatup antara ilambung dan

tenggorokan, isehingga gas dilambung naiki hingga ikerongkongan.

b. Minum Alkohol. iAlkohol bekerja imelenturkan katup LES, sehinggai

menyebabkan irefluks atau berbaliknya iasam lambung kei kerongkongan.

Alkohol ijuga meningkatkan iproduksi asam lambung.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

11

c. Minumi kopi, iteh atau minuman ilain yang imengandung kafein. Kafein

idapat mengendurkan iLES, katup iantara lambung idan tenggorokan,

sehingga imenyebabkan gas di ilambung naik ihingga kerongkongan.

d. Terlalu isering mengkonsumsi makanani yang berminyak idan berlemak.

Makanani tersebut cenderung ilambat dicerna, imembuat makanan tinggal

ilebih lama di lambung, yang ipada akhirnya akan meningkatkan tekanan

iterjadinya perlemahan LES. Jika iLES melemah, asam lambung akan naik

ike kerongkongan.

2.1.7 Manifestasi Klinis

Gejala dispepsia : (Suzuki, 2017; Rahmayanti, 2016)

Epigastric pain

Sensasi yang tidak menyenangkan; beberapa pasieni merasa terjadi

kerusakan jaringan.

Postprandiali fullness

Perasaan yang tidak inyaman seperti makanan berkepanjangan di iperut.

Early satiation

Perasaan bahwa iperut sudah terlalu penuh segera isetelah mulai makan,

tidak sesuai idengan ukuran makanan yang dimakan, sehingga makan

tidak dapat diselesaikan. iSebelumnya, kata “cepat kenyang” digunakan,

itapi kekenyangan adalah istilah yang ibenar untuk hilangnya sensasi nafsu

imakan selama proses menelan makanan.

Epigastrici burning

Terbakar adalah perasaan isubjektif yang tidak menyenangkan dari ipanas.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

12

2.1.8 Patofisiologii

Berbagai hipotesis telah banyak idiajukan tentang patofisiologi sindrom

dispepsia. iDiantaranya yang paling banyak dibicarakan iadalah :

1. Sekresi asam lambung

Kasus dispepsia fungsional umumnya imempunyai tingkat sekresi

asam lambung, ibaik sekresi basal maupun dengan istimulasi pentagastrin,

yang rata-rata inormal. Diduga terdapat peningkatan sensitivitas imukosa

lambung terhadap asam yang imenimbulkan rasa tidak enak di iperut

(Djojoningrat, 2009).

Peningkatan sensitivitas imukosa lambung dapat terjadi akibat polai

makan yang tidak teratur. iPola makan yang tidak teratur iakan membuat

lambung sulit untuk iberadaptasi dalam pengeluaran sekresi asam ilambung.

Jika hal ini berlangsung idalam waktu yang lama, produksi iasam lambung

akan berlebihan sehingga idapat mengiritasi dinding mukosa pada ilambung

(Rani et al., 2011).

2. Infeksi Helicobacter pylori (Hp)

Peran Helicobacter ipylori pada patogenesis sindrom dispepsia masih

terus dipelajari. H. pylori ididuga menyebabkan inflamasi dan dismotilitas,

imenginisiasi hipersensitivitas viseral dan meningkatkan sekresii asam. Pada

kejadian sindrom idispepsia yang disebabkan oleh kelainan iorganik, seperti

tukak peptikum, infeksi iHp memiliki peranan yang penting i(Brun & Kuo,

2010). Reaksi iimun yang timbul terhadap Hp justrui menyebabkan kerusakan

sel-sel iepitel gastroduodenal yang lebih parah inamun tidak berhasil

mengeliminasi bakteri idan menjadi infeksi kronik. Selain iitu, Hp yang

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

13

terkonsentrasi di iantrum juga dapat menyebabkan kerusakan isel-sel D

setempat yang ifungsinya untuk menghasilkan somatostatin. Penurunan

isomatostatin yang terjadi menyebabkan gastrin i(asam lambung) tidak dapat

ditekan isehingga asam lambung berlebihan dan idapat berlanjut ke duodenum

menyebakan itukak dudodenum (Djojoningrat, 2014). Sedangkan ipada

dispepsia fungsional, peran Hp ibelum sepenuhnya dimengerti. Dari berbagai

ilaporan, kekerapan Hp pada dispepsia ifungsional sekitar 50% dan tidak

iberbeda bermakna dengan angka kekerapan ipada orang sehat (Djojoningrat,

2014; Ranii et al., 2011).

3. Dismotilitas gastrointestinali

Gejala pada idispepsia fungsional dijelaskan sebagai akibat adanyai

gangguan motilitas selama dan isetelah makan (Brun & iKuo, 2010). Pada

23% kasus menyebutkan ibahwa pada sindrom dispepsia, terutama idispepsia

fungsional, terjadi pengosongan lambung iyang lebih lama dan berkorelasi

idengan adanya keluhan mual, muntah, idan rasa penuh di ulu ihati sedangkan

pada 40% kasus ilainnya ditemukan gangguan akomodasi lambung iwaktu

makan yang berhubungan dengan rasai cepat kenyang dan penurunan iberat

badan (Djojoningrat, 2014).

4. Gangguan relaksasi fundus

Makanani yang masuk kedalam lambung iakan menyebabkan relaksasi

fundus dan ikorpus gaster. Pada 40% kasus dispepsia terjadi penurunan

kapasitas relaksasi ifundus yang bermanifestasi dalam keluhan cepati kenyang

(Djojoningrat, 2014). Keadaan iini juga yang menyebabkan perbedaan

ipengosongan lambung terhadap makanan cair dani padat. Lambung

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

14

membutuhkan waktu ipengosongan yang normal untuk makanan icair tapi

terjadi perlambatan pengosongan ilambung pada makanan padat (Rani iet al.,

2011).

5. Faktor dietetiki

Pada kasus sindrom idispepsia terjadi perubahan pola makan, sepertii

hanya mampu porsi kecil idan intolerasi terhadap porsi besar, terutamai

makanan berlemak (Djojoningrat, 2014). iPasien dengan dispepsia fungsional

sering imelaporkan gejala yang dialaminya berkaitan dengani makanan yang

dikonsumsi, namun isebenarnya data mengenai hubungan antara ikeduanya

masih kontroversial (Brun & iKuo, 2010). Mengonsumsi makanan berminyak

idan berlemak terlalu sering dapat menyebabkani refluks makanan karena

pencernaan imenjadi lambat sehingga makanan membutuhkan iwaktu yang

lebih lama berada idalam lambung. Hal ini akan imengakibatkan peningkatan

tekanan dalam lumen lambungi dan akhirnya membuat katup iantara lambung

dan kerongkongan menjadi lemahi sehingga asam lambung dan igas dapat

naik (Susanti, 2011). Makanan yang dapat imencetuskan serangan dispepsia

diantaranya adalah ibuah-buahan, kopi, alkohol, dan imakanan berlemak (Rani

et al., 2011).

6. Psikologii

Adanyai stres akut dapat mempengaruhi ikejadian sindrom dispepsia

sehingga faktor ikognitif dan faktor psikosomatik juga iharus dinilai pada

pasien kasus isindrom dispepsia. Penjelasan antara hubungan faktori

psikologik stres, fungsi otonom, idan motilitas tetap masih kontroversial

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

15

namun dilaporkan bahwa terdapat penurunan ikontraktilitas lambung yang

mendahului keluhan imual setelah stimulus stres isentral (Djojoningrat, 2014).

7. Peran Kolesistokinin (CCK) dan Sekretini

Hormon kolesistokinin (CCK) imeningkat setelah makan dan bersama

idengan Gastrin menginduksi relaksasi gaster idan menurunkan tekanan

intragaster. Komponen ilemak dan protein menstimulus pelepasan hormoni ini

dari sel I idalam jumlah yang banyak. Hormon iini menyebabkan pelepasan

enzim-enzim ipencernaan dari pankreas dan memperlambat ipengosongan

lambung melalui kontraksi pilorus isehingga nutrien dapat dicerna secara

ioptimal. Pada penderita dispepsia terjadi peningkatan hormon ini. Sekretin

juga imemicu pengosongan lambung yang lambat ipada penderita dispepsia.

Sekretin akan idisekresi saat duodenum mengalami pengasaman iyang

kemudian menstimulus duodenum memproduksi ibikarbonat untuk

menetralkan duodenumi (Rani et al., 2011).

2.1.9 Komplikasi Dispepsia

Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau

melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung dan dapat

mengakibatkan kanker pada lambung (Djojoningrat, 2009).

2.2 Stres

2.2.1 Definisi stresi

Stres merupakan adaptasi terhadap respons pertarungan atau pelarian

selama evolusi. Stres dapat menyebabkan konstelasi respons fisiologis (termasuk

sistem saraf, endokrin, dan kekebalan) yang jika tidak demikian dapat berbahaya

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

16

dalam kondisi tertentu (Yang L et al., 2015).iDalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia yang dimaksudi dengan istres adalah gangguan iatau kekacauan imental

dan emosional yangi disebabkan ioleh faktor luar iatau ketegangan. iDengan

demikian dapat disimpulkani bahwa stres adalahi suatu reaksi ifisik idan psikis

terhadap isetiap tuntutan iyang menyebabkan ketegangan idan mengganggu

istabilitas kehidupan sehari-harii (Hidayat, i2009).

2.2.2 Sumber stresi

Kondisi stres idapat disebabkan ioleh berbagai penyebab iatau sumber,

dalami istilah yang lebih umum idisebut stresor. Stresor adalah keadaan atau

situasi, obyek atau individu iyang dapat menimbulkan stres. Masalah

penyesuaiani atau keadaan stres dapat bersumber pada frustasi, konflik, tekanan,

ataui krisis (Hidayat, 2009).

1. Frustasi

Timbul ibila ada aral melintang antara ikita dan maksud (tujuan) kita,

iindividu yang sedang berusaha mencapai ikebutuhan mendadak timbul

halangan yang imerupakan frustasi baginya yang dapat menimbulkani stres

padanya. Misalnya bila ikita mau berpiknik lantas mendadak ihujan turun.

Ada frustasi yang idari luar, seperti: bencana alam, ikecelakaan, kematian,

goncangan ekonomi, diskriminasi, persaingan, iperubahan yang terlalu cepat.

Frustasi yangi datang dari dalam seperti: icacat tubuh, kegagalan dalam usaha

idan moral sehingga penilaian diri isendiri menjadi sangat buruk, dani

penyakit dapat pula melemahkan dayai tahan psikologik terhadap stres ilain

(Maramis, 2010).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

17

2. Konflik

Menurut Marasmis (2010), iterjadi bila kita tidak dapat imemilih

antara dua atau lebih imacam kebutuhan atau tujuan sebagai iberikut: Konflik

pendekatan-penolakan: individu idihadapkan pada suatu keadaan yang

mengharuskan ia mengambil keputusan, tetapi iia tidak dapat, maju terus tidak

berani, mundur juga tidak imenyenangkan. Konflik pendekatan iganda:

individu itu berusaha mencapai ikedua-duanya, tetapi sukar baginya, iia harus

melepaskan salah satu iatau harus mengubah sikapnya terhadap salahi satu.

Konflik penolakan ganda: iindividu itu tidak menghendaki kedua-duanyai

karena tidak menyenangkan baginya, itetapi ia harus memilih salah isatu.

3. Tekanan

Tekanan sehari-hari biarpun ikecil, tetapi bila tertumpuk-tumpuk,

dapati menjadi stres yang hebat. iTekanan yang datang dari dalam iseperti

cita-cita yang terlalu itinggi sehingga kita terus-menerus iberada di bawah

tekanan. Contoh itekanan dari luar seperti orang itua menuntut anak

mendapatkan nilai iyang tinggi (Maramis, 2010).

4. Krisis

Suatu ikeadaan yang mendadak menimbulkan stres ipada seorang

individu ataupun suatu ikelompok, seperti: kematian, kecelakaan, penyakit

yang diharuskan untuk dilakukannya operasi, masuk sekolah iuntuk pertama

kali (Maramis, 2010).

2.2.3 Stres pada Mahasiswa

Peralihani SMA menuju universitas menyebabkan ibanyak perubahan

dalam ikehidupan dari iseorang siswa SMA iyang dapat imenyebabkan stres.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

18

Studi telah imencoba iuntuk mengidentifikasi sumber istres di ikalangan

imahasiswa kedokteran umum. Hasil istudi tersebut terdapat tiga hal iyang dapat

menyebabkan stres yaitu itekanan akademik, isu sosial, dan imasalah keuangan.

Proses evaluasi terus imenerus, pekerjaan yang melelahkan, berjuang

untuki mendapatkan nilai tinggi, tujuan iyang ingin dicapai idan lainnya ibukan

satu-satunya isumber stres ibagi mahasiswa ikedokteran. Potensi sumber istres

bagi siswa dapat mencakup stres akademik, tekanan sosial, dan istres fisik.

Stres akademik meliputi imateri yang akan dibahas dalam ijangka waktu

yang terbatas, perubahan idalam cara belajar, kurangnya bimbingan iyang tepat,

gagal dalam ujian. iTekanan sosial meliputi hubungan dengan ikelompok sebaya,

dosen, senior, perpindahan idari rumah, harapan orang tua, iperubahan dalam

media pendidikan. Stres ifisik meliputi fasilitas asrama yang itidak memadai,

makanan, dll.

2.2.4 Coping Stress

Terdapat dua strategi coping, yaitu : (Davinson et al., 2010)

1. Problem solving focused coping

Mekanisme seseorang individu yang secara aktif mencari penyelesaian dari

masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres.

2. Emotion focused coping

Individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan.

Lahey (2004) mengemukakan coping yang efektif antara lain :

1. Menjauhi sumber-sumber stress (removing stressor) dan mengurangi kondisi

lingkungan yang berbahaya.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

19

2. Melakukan penyesuaian dalam pemikiran ketika menghadapi suatu

permasalahan (cognitive coping) dan bersikap toleran terhadap peristiwa atau

kenyataan yang negatif.

3. Mengatur reaksi yang ditimbulkan karena stress atau segala tekanan

(managing stress reaction) dan memelihara keseimbangan emosi.

4. Memelihara citra diri yang positif dan memelihara hubungan yang positif

dengan orang lain.

Sedangkan coping yang tidak efektif antara lain :

1. Penghindaran (withdrawal)

2. Bersikap agresi (aggression)

3. Mengobati diri sendiri, seperti minum-minuman keras dan pelarian pada obat

terlarang (self-medication)

4. Melakukan ego pertahanan diri (defends mechanism) seperti melakukan

displacement, sublimasi, proyeksi, reaksi formasi, regresi, rasionalisasi,

represi, denial, dan intelektualisasi.

2.2.5 Hubungan Stres Dengan Dispepsia

Selama stres, Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) dari hipotalamus

menstimulasi sekresi hormon adenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior,

yang pada gilirannya melepaskan glukokortikoid (kortisol) dari kelenjar adrenal.

Hormon kortisol yang disekresikan akibat paparan stres psikologis akan memicu

sekresi asam lambung. Sekresi asam lambung yang meningkat merupakan salah

satu patofisiologi dari sindrom dispepsia (Darwin et al., 2017).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

20

2.3 Pola Makan

Margaret Mead, seorang ahli Antropologi, mengemukakan bahwa pola

pangan atau food pattern merupakan cara seseorang atau sekelompok orang

memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi dan

sosio-budaya yang dialaminya. Pola pangan ini berkaitan dengan kebiasaan

makan (food habit). Pola makan merupakan tingkah laku manusia dalam

memenuhi kebutuhan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan

makanan. Seseorang dapat bersikap positif atau negatif terhadap makanan

tergantung nilai-nilai afektif yang berasal dari lingkungan tempat manusia

tersebut tumbuh sedangkan kepercayaan terhadap makanan berkaitan dengan

nilai-nilai kognitif, yaitu kualitas baik atau buruk, dan menarik atau tidak

(Dwigint, 2015).

Kebiasaan ihidup yang dianjurkan pada dispepsia iadalah pola makan yang

normal idan teratur, pilih makanan yang iseimbang dengan kebutuhan dan jadwal

makani yang teratur, sebaiknya tidak imengonsumsi makanan yang berkadar

asami tinggi, cabai, alkohol dan pantang irokok, bila minum obat karena isesuatu

penyakit, misalnya sakit kepala, igunakan obat secara wajar dan itidak

mengganggu fungsi lambung (Hartaty, i2012).

2.3.1 Klasifikasi Pola Makan

a. Jenis Makanan

Jenis makanani dapat dikelompokkan imenjadi dua iyaitu makanan

utama idan makanan iselingan. Makanan iutama merupakan makanan iyang

biasa dikonsumsi iseseorang berupa imakan pagi, makan isiang, dan imakan

malam yang iterdiri dari imakanan pokok, lauk ipauk, isayur, buah, dan

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

21

iminuman. Sementara Makanan iselingan adalah imakanan ringan atau snacki

yang biasa dikonsumsi di isela-sela makan utama.

Makanan pokok adalah makanan yang dianggap memegang peranan

penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan pokok berfungsi

sebagai sumber energi (kalori) dalam tuuh dan memberikan rasa kenyang.

Makanan pokok yang biasa dikonsumsi yaitu nasi, roti, dan mie (Sediaotama,

2004).

Pada iumumnya pasien yang menderita dispepsia iadalah

pengkonsumsi rokok, minuman alkohol iyang berlebihan, mengonsumsi

minuman berkafein dalam ijumlah banyak dan makan-makanan yang

mengandung asam. Kafein merupakan turunan metilxantin yang terdapat

dalam teh, kopi, dan coklat (Ernst, 2010). Kandungan kakao, kafein, dan

stimulan lain, seperti theobromine, dapat menyebabkan kadar asam di

lambung meningkat. Selain itu, cokelat juga banyak mengandung lemak yang

dapat berpengaruh terhadap asam lambung. Pengosongan lambung itergantung

pada jenis makanan. Biasanya berlangsungi sekitar 1-4 jam. iMakanan yang

mengandung protein, lemak, makanani yang kental (hipertonis), banyaknya

iudara dan usus halus yang penuhi memerlukan waktu yang lebih ilama untuk

dicerna dalam lambung. Lemaki tetap berada di dalam ilambung selama 3-6

jam (Suratun & Lusianah, 2010).

b. Keteraturan makan

Makan tepati waktu dan teratur sangat ipenting untuk dilakukan dan

bahkan iharus dibiasakan, sebab makan tepat iwaktu dan teratur memberikan

manfaat iyang luar biasa bagi tubuh (Tilong, 2014). Frekuensi imakan

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

22

merupakan iseringnya seseorang melakukan kegiatani makan idalam sehari

baik imakanan utama imaupun makanan selingan, ifrekuensi makan

idikatakan baik jika frekuensii makan idalam sehari tiga kali makanan iutama

atau dua kali makanan iutama dengan satu kali makanan iselingan. Frekuensi

makan dinilai kurang ijika frekuensi makan setiap harinya idua kali makan

utama atau ikurang (Hudha, 2006).

c. Jumlah Makanan

Jumlah atau iporsi makanan merupakan suatu ukuran iatau takaran

yang dikonsumsi pada itiap kali makan. Menurut Sedioetama i(2004) jumlah

atau porsi istandar ibagi remaja antara ilain: makanan ipokok berupa nasi,

iroti, dan imie instan. Jumlah iatau porsi imakanan pokok antara ilain: nasi,

mie instan atau pasta, kentang, roti tawar 50 gram (3 potong sedang), biskuit

50 gram, dan umbi-umbian 150 gram. Lauk pauk imempunyai dua golongan,

golongan lauk ihewani dan nabati. Jumlah atau iporsi makanan antara lain:

daging i50 gram, telur 50 gram, iikan 50 gram, tempe 50 igram (2 potong),

tahu 100 gram (2 potong). Sayur merupakan ibahan makanan yang berasal

dari itumbuh-tumbuhan. Jumlah atau porsi isayuran dari berbagai jenis

makanan isayuran, anatara lain 100 gram. iJumlah porsi buah ukuran i100

gram, potongan 75 gram.

2.3.2 Pola Makan yang Mempengaruhi Dispepsia

a. Makanan iritatif

Makanani iritatif yang dimaksud iadalah makanan yang terbukti ada

ipengaruhnya terhadap dispepsia yaitu makanan ipedas dan makanani asam.

Frekuensi makan-makanan berisiko iberhubungan signifikan dengan kejadian

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

23

dispepsia. iSemakin sering mengkonsumsi makanan tersebut semakin berisiko

terkena dispepsia (Anggita, i2012).

Konsumsi makanan ipedas secara iberlebihan akan merangsang sistemi

pencernaan, iterutama lambung idan usus yang iberkontraksi. Keadaan ini

menimbulkan rasa ipanas dan nyerii ulu hati iyang disertai muali dan muntahi

(Oktaviani, 2011). Bila kebiasaan mengkonsumsi ilebih dari satu kali dalam

iseminggu selama minimal enam bulan idibiarkan berlangsung lama dapat

menyebabkan iiritasi pada lambung yang idisebut gastritis. Selain itu, bubuk

cabai iatau chilli powder dapat menyebabkan kehilangani sel epitel pada

lapisan mukosai (Berdanier, 2008).

Makanan yang iberminyak dan berlemak juga dapat imenimbulkan

gejala dispepsia. Makanan ini iberada di lambung lebih lama idari jenis

makanan lainnya. Makanan itersebut lambat dicerna dan menimbulkan

tekanani di lambung. Proses pencernaan iini membuat katup LES (Lower

Esophageal Sphincter) melemah sehingga asam ilambung dan gas akan naik

ike kerongkongan (Berdanier, 2008).

b. Minuman iritatif

Menurut Yunita (2010), ifrekuensi minum-minuman iritatif iseperti

minuman berkafein yaitu kopi, teh, cokelat, dan sodaiberpengaruh signifikan

terhadap kejadian idispepsia. Alkohol juga berpengaruh pada kasus dispepsia.

Beberapa jenis minuman atau izat tertentu yang terkandung pada iminuman

ternyata memiliki hubungan terhadap kejadiani dispepsia. Zat yang

terkandung idalam kopi, teh, coklat, dan soda adalah kafein yang merupakani

zat sekret tagogue. Zat iini merupakan salah satu penyebab antrumi mukosa

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

24

lambung menyekresikan hormon igastrin. Kafein dapat menstimulasi produksi

ipepsin yang bersifat asam yang imenyebabkan iritasi dan erosi mukosa

ilambung. Hormon gastrin yang dikeluarkan ioleh lambung mempunyai efek

sekresi igetah lambung yang sangat asam idari fundus lambung (Ganong,

2008). Minuman bersoda merupakan minuman mengandung igas. Gas yang

berlebihan dalam ilambung dapat memperberat kerja lambung. iMinuman

bersoda atau berkarbonasi akan melenturkani katup LES (Lower Esophangeal

iSphincter) sehingga menyebabkan reflux iatau berbaliknya asam lambung ke

ikerongkongan. Disamping itu, minuman bersoda juga memiliki pH antara 3-

4i yang berarti bersifat asam isehingga akan meningkatkan dampak buruk

ibagi lambung (Berdanier, 2008).

c. Keteraturan makan

Menurut Susanti (2011), kejadian dispepsia dipengaruhi oleh

keteraturani dan frekuensi makan. iOrang iyang memiliki ipola makan yang

tidaki teratur imudah terserang dispepsia. iFrekuensi makan merupakan faktor

yang iberhubungan dengan pengisian dan pengosongan lambung. Kasus

dispepsia diawali idengan pola makan yang tidak iteratur sehingga asam

lambung meningkat, iproduksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkani

gesekan pada dinding lambung idan usus halus, sehingga timbul nyerii

epigastrum. Keadaan ini secara iperlahan menimbulkan perdarahan. Perut

yang ikosong atau ditunda pengisiannya, asam ilambung akan mencerna

lapisan mukosa ilambung, berakibat rasa nyerii (Oktaviani, 2011).

Menurut Putheran (2011), kerja lambung akan meningkat pada pagi

hari, yaitu jam 07.00-09.00. Ketika siang hari berada dalam kondisi normal

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

25

dan melemah pada waktu malam hari jam 07.00-09.00 malam. Oleh karena

itu, sindrom dispepsia berisiko terhadap seseorang yang jarang atau bahkan

tidak sarapan pagi. Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak

sehingga bila tidak sarapan, maka lambung akan lebih banyak memproduksi

asam (Rani et al., 2011).

2.3.3 Hubungan Pola Makan Dengan Dispepsia

Lambung yang kosong dikarenakan ipola makan yang tidak teratur

mengakibatkani kadar asam lambung yang imeningkat sehingga dapat mengiritasi

lambung. Jenis makanan yang dikonsumsi turut berperan dalam tejadinya

dispepsia. Konsumsi makanan dan minuman iritatif seperti makanan pedas,

berlemak atau berminyak, asam, bergas (coklat, gorengan, kopi, teh, dan minuman

bersoda), kafein (kopi, teh, coklat), dan alkohol dapat memicu peningkatan asam

lambung. Peningkatan asam lambung merupakan salah satu patofisiologi dari

dispepsia (Almatsier, 2010).

2.3.4 Pola Makan Bagi Penderita Dispepsia

Makan tepat waktu merujuk ipada konsep tiga kali makan idalam sehari

ialah sarapan, makan isiang, dan makan malam. Dalam imemulai makan,

janganlah makan setelah ibenar-benar lapar. Jeda waktu makan merupakan

penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik yaitu

berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004). Secara alami lambung akan terus

memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6

jam sesudah makan, kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

26

sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung

terstimulasi. Bila seseorang terlambat makan sampai 2-3 jam, maka asam

lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat

mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium

(Basagili, 2017).

Secara alamiah, makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan

mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung

sifat dan jenis makanan. Secara rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4

jam. Maka jadwal makan sebaiknya menyesuaikan dengan kosongnya lambung.

Orang yang memiliki pola makan tidak teratur, mudah terserang penyakit yang

berhubungan dengan asam lambung. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam,

asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebihan. Akibatnya,

timbul rasa nyeri. Terjadi refluks dan gejala penyakit lambung dan kerongkongan

lainnya. Selain frekuensi makan, diet lambung juga dapat diterapkan (Kemenkes,

2011).

Diet lambung dengan syarat makanan dalam bentuk lunak dan mudah

dicerna, hindari makanan yang merangsang lambung seperti asam, pedas, keras,

terlalu panas atau dingin, porsi yang diberikan kecil yang diberikan sering, dan

cara pengolahannya direbus, dikukus, panggang dan tumis juga dapat diterapkan

terutama untuk dispepsia organik yaitu radang pada lambung (gastritis), radang

pada esofagus, radang pada usus besar, thypus abdominalis, diare, dan setelah

operasi saluran cerna. (Basagili, 2017; Kemenkes, 2011).

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58450/3/BAB 2.pdf · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsiai 2.1.1 Definisii Kata ‘dispepsia’ berasal dari ibahasa

27

Makanan yang harus dihindari: (Kemenkes, 2011)

Makanan pedas : Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan

merangsang sistem pencernaan untuk berkontraksi. Akibat timbul rasa panas

dan nyeri di ulu hati. Yang disertai dengan mual dan muntah lebih lanjut hal

itu akan membuat seseorang berkurang nafsu makannya.

Makanan asam : Makanan dengan cita rasa asam, akan meningkatkan

keasaman saluran pencernaan dan memiliki efek iritasi jika dikonsumsi secara

berlebihan. Akibatnya terjadi peningkatan pengeluaran asam lambung.

Beberapa makanan dengan rasa asam yang sebaiknya dihindari antara lain

jeruk, cuka, dan lainnya.

Makanan yang sulit dicerna : Jenis makanan ini, membuat lambung

membutuhkan waktu lebih lama, untuk mencernanya dan menjadi lambat

diteruskan ke usus. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di

dalam lambung untuk waktu yang lama, menyebabkan rasa panas di ulu hati

dan dapat mengiritasi. Makanan yang sulit dicerna anatara lain makanan yang

digoreng, dan lainnya.

Makanan yang mengandung gas : Makanan yang mengandung gas

menyebabkan peningkatan tekanan dalam perut yang berujung pada terjadinya

refluks asam lambung. Makanan mengandung gas yang patut dihindari, antara

lain minuman bersoda, coklat, gorengan, kopi, dan teh.