bab 2 tinjauan pustaka 2.1 tumbuhan jambu biji...

27
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava L.) Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun (Hapsoh, 2011). 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Jambu Biji Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium Spesies : Psidium guajava L. Nama Lokal : Jambu Biji 2.1.2 Morfologi Tumbuhan Jambu Biji Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, Universitas Sumatera Utara

Upload: dinhtuong

Post on 07-Jul-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun

liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak

ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat

ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun

(Hapsoh, 2011).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Jambu Biji

Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

Nama Lokal : Jambu Biji

2.1.2 Morfologi Tumbuhan Jambu Biji

Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya

berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun

tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus,

permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong,

Universitas Sumatera Utara

ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan

menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal,

bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna putih.

Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai

hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak,

berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di

tengah, kecil-kecil. Keras, berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh, 2011).

2.1.3 Manfaat Tumbuhan Jambu Biji

Tanaman jambu biji atau Psidium guajava L. Termasuk familia Myrtaceae,

banyak tumbuh di daerah-daerah di tanah air kita. Penduduk terlalu

mementingkan buahnya, sedangkan daun-daunnya hanya sebagian kecil saja yang

memperhatikannya, padahal mempunyai nilai obat yang baik, terutama untuk

menyembuhkan sakit: diare dan astringensia (Kartasapoetra, 1992).

Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat

dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan

minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi)

bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan

kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan

sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman lainnya, seperti daun, kulit akar

maupun akarnya, dan buahnya yang masih muda juga berkhasiat obat untuk

menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, pingsan,

radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar

matahari (Cahyono B, 2010).

Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah dilakukan penelitian terhadap uji

aktivitas anti oksidannya (Soebagio,et al. 2007) dan uji aktivitasnya sebagai anti

bakteri penyebab diare (Adyana, et al. 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara

pemisahan dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul

yang berasal dari mahluk hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para

ahli kimia organi, yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan

tentang reaksi-reaksi organik, dan terutama dapat untuk menguji hipotesis-

hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya,

biogenesis dari produk alami berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, tetapi

mempunyai tujuan yang berlainan (Manitto, 1992).

Pada hakekatnya kimia bahan alam nerupakan pengetahuan yang telah

dikenal sejak peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui

adalah pembuatan bahan makanan, pewarnaan benda, obat-obatan atau stimulan,

dan sebagainya (Sastrohamidjojo, 1996).

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menemukan induk

obat baru dari alam, dan semuanya pernah digunakan oleh perusahaan farmasi

dalam upaya memanfaatkan potensi hayati bahan alam yaitu :

1. Pendekatan etnobotani

Pengetahuan tentang penggunaan tumbuhan tertentu oleh penduduk asli

dimanfaatkan untuk mengarahakan pencarian induk obat baru, biasanya dilakukan

oleh ahli botani dan kemudian menguji aktifitas biologisnya.

2. Pendekatan kemotaksonomik

Pengetahuan bahwa suatu kelompok tumbuhan khusus mengandung golongan

bahan alam tertentu yang dimanfaatkan untuk memperkirakan bahwa tumbuhan

sejenis secara taksonomi mungkin mengandung senyawa yang secara struktural

mirip. Pendekatan ini sangat bermanfaat jika aktifitas kimia dan biologi senyawa

diketahui dengan baik serta senyawa berstruktur kimia yang sama perlu diuji

biologis lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara

3. Pendekatan acak

Tanaman dikumpulkan tanpa memperhatikan aktifitas kimia atau biologis yang

telah ada sebelumnya. Pendekatan ini tergatung pada ketersediaan tanaman yang

melimpah diwilayah tertentu. Pendekatan ini murni coba-coba karena seleksi

tanaman secara acak akan mengarah pada penemuan ekstrak yang memiliki

aktifitas biologis (bioaktivitas).

4. Pendekatan berbasis-informasi

Memanfaatkan kombinasi pendekatan etnobotani, kemotaksonomi dan acak

bersama dengan mengumpulkan data yang memiliki semua informasi yang

relevan mengenai spesies tumbuhan tertentu . kumpulan data ini digunakan untuk

memprioritaskan tanaman yang harus diekstrasi dan diskrining untuk mencari

bioaktivitasnya.

Sejumlah kelompok senyawa bahan alam dapat dibuat dari asam amino

fenillalanin, terutama fenilpropana, lignan, kumarin, dan flavonoida, semuanya

memiliki substruktur umum yang berbasis cincin 6-karbon aromatik (unit C6)

dengan rantai 3-karbon (unit 3) yang melekat pada cincin aromatik (Heinrich M,

2005).

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam

berbagai bahan alam, berkembang juga sistem klasifikasi senyawa yang berasal

dari bahan alam, tetapi biasanya ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan untuk

membahasnya (Nakanishi et al, 1974).

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia

Klasifikasi ini adalah klasifikasi formal berdasarkan kerangka struktur molekul,

yaitu:

a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak,

gula-gula, dan hampir semua asam amino

b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan

beberapa alkaloid

Universitas Sumatera Utara

c. Senyawa benzenoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.

d. Senyawa heterosiklik, seperti alkaloid, flavonoid, dan basa-basa nukleat.

2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi

Biasanya pengembangan bahan alam didahului dengan pengamatan dan

pengalaman empirik khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit

tertentu. Oleh karena itu, salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan

atau bahan alam lainnya adalah melalui ekstraksi dan penetapan khasiat

farmakologi ekstrak, diikuti dengan isolasi komponen murni.

Sebagai contoh, berbagai steroid dengan struktur yang berbeda, aktivitas

kardiotoniknya (kardenolida dan bufadienolida) ditunjukkan secara spesifik oleh

(a) ikatan cis cincin A/B, (b) adanya gugus gula pada C3, dan (c) gugus lakton

(dengan 5 atau 6 atom karbon) terkonjugasi pada C17.

O

Bufadienolida

OO

HRO

OHH

R= gugus gula

Kardenolida

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

Klasifikasi ini didasarkan pada pengkajian morfologi komparatif atau taksonomi

tumbuhan. Di dalam hewan dan sebagian mikroorganisme metabolit akhir

biasanya diekskresikan ke luar tubuh, sedangkan di dalam tumbuhan, metabolit

tersebut disimpan di dalam tubuh tumbuhan. Walaupun beberapa metabolit

selama ini diketahui spesifik pada tumbuhan tertentu, tetapi sekarang telah

diketahui tersebar di dalam berbagai tumbuhan, misalnya alkaloid dan isoprenoid

telah dapat diisolasi dari berbagai genus, spesies, suku, atau ordo. Bahkan di

dalam satu spesies terdapat sejumlah komponen yang memiliki struktur dasar

yang berkaitan. Sebagai contoh, opium dari Papaver somniferum mengandung

lebih dari 20 alkaloid seperti morfin, kodein, tebain dan narkotin yang semuanya

Universitas Sumatera Utara

merupakan hasil biosintesis dari prekursor 11-benzilisokuinolin dengan kopling

oksidatif.

Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan

sangat pesat karena berkembangnya metode ekstraksi, isolasi dan

karakterisasinya. Hal ini mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang

disebut kemotaksonomi (chemotaxonomy) atau sistematik kimia

(chemosystematic) yang mengarah ke pembagian kandungan tumbuhan

berdasarkan taksa tumbuhan. Dengan kata lain, isi kandungan tumbuhan dianggap

sebagai tanda bagi evolusi dan kalsifikasi tumbuhan.

N MeHO

HO

CH2

OHO Me

NMeH

OHO

Me

Morfin R=HKodein R=Me 11-Benzilisokuinolin

R-O

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan

tanpa perbedaan. Namun, istilah biogenesis biasanya digunakan untuk reaksi

pembentukan yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut

telah dibuktikan secara eksperimen, digunakan istilah biosintesis.

Sebagian besar bahkan hampir semua, senyawa kandungan kimia bahan

alam adalah senyawa organik, dan sumber utama senyawa karbon atau senyawa

organik ini adalah glukosa yang dibentuk melalui fotosintesis di dalam tumbuhan

autotropik atau diperoleh dari organisme heterotrof.

Berbagai teori tentang pembentukan senyawa metabolit primer dan

metabolit sekunder telah dikemukakan di dalam berbagai publikasi. Diawali

dengan teori aturan isoprena pada tahun 1930, yang menyatakan bahwa semua

Universitas Sumatera Utara

terpenoid dibentuk dari unit isoprena 5-C, dilanjutkan dengan teori

poliketometilena untuk senyawa fenolik, yang merupakan sarana pertama bagi

biosintesis asetogenin (poliketida). Komponen pembangun utama untuk atom-

atom karbon dan nitrogen di dalam semua senyawa bahan alam berasal dari 5

kelompok prekursor, yaitu:

a. asetil ko-A → unit 2C (MeCO-) → poliketida (asetogenin)

malonil ko-A

b. asam sikimat → unit 6C-3C (6C-1C atau 6C-2C) → senyawa fenolik

c. asam mevalonat → unit prenil → isoprenoid

( CH2=C-CH2-CH2-)

Me

d. unit asam amino seperti fenilanalina, tirosina, ornitina, lisina, dan triptofan

→ alkaloid

e. 5-5’-deoksiadenilmetionina → unit 1C (Wiryowidagdo, 2008).

2.3 Metabolit Sekunder

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ tanaman

kering. Senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur

tanaman (selulosa, kitin, lignin), sebagai cadangan makanan (amilum, protein,

lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolisme penting lainnya (protein

dan enzim). Senyawa kimia dari tanaman yang bebeda-beda dapat disaring

dengan pelarut umum (air, etanol, eter, benzen), berupa senyawa kimia tanaman

dengan molekul kecil, senyawa kimia bermolekul kecil ini memiliki penyebaran

yang terbatas, senyawa inilah yang disebut dengan metabolit sekunder.

2.3.1 Penggolongan Metabolit Sekuder

Pengelompokkan senyawa kimia tananam berdasarkan sifat khas yang dimiliknya

(antara lain warna, rasa, bau, pH, kelarutan), merupakan hal penting sehingga

sampai sekarang masih banyak dipakai. Berikut contoh pengelompokkan senyawa

kimia seperti tersebut diatas.

Universitas Sumatera Utara

1. Minyak Atsiri. Baunya khas dan dapat dipisahkan dari senyawa kimia tanaman

lainnya, karena sukar larut dalam air dan dapat menguap bersama uap air.

2. Alkaloid. Senyawa yang bersifat basa dapat dipisahkan dari yang netral dan

asam. Penyebab sifat basa sangat erat kaitannya dengan kerja farmakologi pada

tubuh binatang dan manusia.

3. Zat Pahit. Berpedoman pada rasa pahit adalah suatu metode yang mudah untuk

memisahkan senyawa kimia tanaman, perlu waktu yang cukup sehingga seluruh

zat pahit dalam sari menjadi zat yang dapat dikristalkan.

4. Zat warna. Jumlah zat warna dari tanaman diperkirakan ± 2000 jenis. Pigmen

tanaman mempunyai struktur kimia yang berlainan, begitu juga sifat fisika,

kelarutan, warna, fuoresensi, dan sebagainya (Sirait, 2007).

2.4 Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber

dari asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur

poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang

bergabung dengan unit C6-C3 (sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal

triketida. Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri

atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.

Sistem penomoran untuk turunan senyawa flavonoid diberikan di bawah :

OA

12

35

8

6

7 1'2' 3'

4'

5'6'

O4

CB

(Robinson, 1995)

Unit awal triketida mengalami siklisasi oleh enzim kalkon sintase untuk

membentuk gugus kalkon pada flavonoid. Kemudian terjadi siklus untuk

menghasilkan cincin piranon yang mengandung inti flavanon, yang dapat

memiliki ikatan C2-C3 teroksidasi (tidak jenuh) untuk menghasilkan gugus flavon,

Universitas Sumatera Utara

atau dihidroksilasi pada posisi C3 cincin piranon untuk menghasilkan gugus

flavanol pada flavonoid.

Flavanol ini selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan antosianin, yang

memberikan warna biru terang pada bunga dan warna anggur merah gelap.

Senyawa flavonoid juga berperan dalam memberikan banyak warna lain di alam,

terutama daun mahkota kuning dan jingga, bahkan flavonoid yang tidak berwarna

menyerap cahaya pada spektrum UV (karena banyak gugus kromofor) dan dapat

dilihat oleh banyak serangga. Senyawa ini diduga memiliki manfaat ekologi yang

besar di alam berkat warnanya sebagai penarik serangga dan burung untuk

membantu penyerbukan tanaman. Flavonoid tertentu juga mempengaruhi rasa

makanan secara signifikan, misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan

kesat seperti glikosida flavanon naringin.

O

OH

OH

OGlc

O

Rha

Naringin Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena,

berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak

kondisi penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas

seperti superoksida dan hidroksil, dan flavonoid memiliki kemampuan untuk

menghilangkan dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak

itu. Oleh karena itu, makanan kaya flavonoid dianggap penting untuk mengobati

penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (yang dapat memburuk

akibat oksidasi lipoprotein densitas-rendah) (Heinrich et al, 2009).

2.4.1 Biosintesis Flavonoida

Semua varian flavonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama yang

melalui alur sikimat dan alur asetat-malonat. Flavonoida yang pertama kali terben-

tuk pada biosintesis adalah khalkon dan semua bentuk diturunkan darinya melalui

Universitas Sumatera Utara

berbagai alur. Modifikasi flavonoida lebih lanjut mungkin terjadi pada berbagai

tahap dan menghasilkan: penambahan (atau pengurangan) hidroksilasi, metilasi

gugus hidroksil atau inti flavonoida, metilenasi gugus orto-dihidroksil, dimerisasi

(pembentukan biflavonoida), dan glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavo-

noida O-glikosida) atau inti flavonoida (pembentukan flavonoidaC-glikosida).

( Markham, 1988)

Gambar 2.1 Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat dan alur sikimat. 2.4.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Universitas Sumatera Utara

Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman

struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari

struktur dasar flavonoid, antara lain:

1. Flavonoid O-glikosida.

Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, pada senyawa

tersebut satu gugus hidroksi flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula

(atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh

glikosilasi meyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah

larut dalam air (cairan). Glukosa merupakan gula yang paling umum

terlibat, walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga

terdapat. Gula lain yang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa

dan asam glukuronat serta galakturonat.

2. Flavonoid C-glikosida.

Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula

tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-

karbon. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang

terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam

inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit

ketimbang jenis gula pada O-glikosida. Jenis aglikon flavonoid yang

terlibat pun sangat terbatas. Jadi, walau pun isoflavon, flavanon, dan

flavonol kadang-kadang terdapat dalam bentuk C-glikosida, hanya flavon

C-glikosida yang paling lazim ditemukan.

3. Flavonoid Sulfat

Gabungan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin

ditemukan hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion

sulfat atau lebih, yang terikat pada hidroksil fenol atau gula.

4. Biflavonoid

Universitas Sumatera Utara

Biflavonod adalah flavonoid dimer, walau pun prosianidin dimer (satuan

dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini.

Flavonoid yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara

biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ (atau

kadang-kadang 5,7,3’,4’) dan ikatan antar-flavonoid berupa ikatan karbon-

karbon atau kadang-kadang ikatan eter. Biflavonoid jarang ditemukan

sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada

gimnospermae.

5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik

Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan

demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya

terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonid ini ialah

flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa

biflavonoid (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan

oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :

1. Flavon

Pada flavon, cincin C merupakan dasar dan membentuk garam kalium

dengan asam klorida. Flavon bersamaan dengan flavonol merupakan

senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan kuning,

meskipun warna kuning tumbuhan jagung biasanya disebabkan oleh

karotenoid. Senyawa ini biasanya larut dalam air panas dan alkohol,

meskipun beberapa flavonoid yang termetilasi tidak larut dalam air.

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugus

3-hidroksi. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok

senyawa flavonoid.

Universitas Sumatera Utara

O

O

A C

B

2. Flavonol

Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat

dalam berbagai bentuk terhidroksilasi. Flavonol paling sering terdapat

sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida. Larutan flavonol dalam suasana

basa (tetapi flavon tidak) dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat

sehingga pengunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O

OOH

A C

B

3. Isoflavon

Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi

warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan

warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi

kebanyakan yang lain (misalnya genistein) tampak sebagai bercak

lembayung pudar yang dengan amonia berubah menjadi coklat pudar.

Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa

ini penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan

untuk pertahanan terhadap penyakit. Pembeda struktur isoflavon dari

flavonoid lain terletak pada cincin C, dimana cincin B terikat langsung

pada cincin C pada atom C-3. O

O

A C

B

4. Flavanon

Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan

flavonoid lain. Tidak berwarna atau hanya kuning sedikit. Flavanon

(dihidroflavon) sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa glikosidanya

Universitas Sumatera Utara

dikenal misalnya hesperidin dan naringan dari jaringan kulit buah jeruk.

Penentuan struktur flavanon cepat dilakukan berdasarkan metoda klasik.

Polihidroksiflavon mudah dikenal terbentuknya merah, lembayung, bila

flavon direduksi dengan magnesium dalam garam klorida dalam larutan

etanol. Pada srtukturnya, cincin C pada atom C-3 mengikat 2 proton

langsung karena tidak ada ikatan rangkap diantara C-2 dan C-3.

O

O

A C

B

5. Flavanonol

Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang

paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini

terdapat sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas

tetapi terurai oleh udara.

O

OOH

A C

B

6. Antosianin

Senyawa flavonoid alam yang paling menyolok adalah antosianin, yang

merupakan pembentuk dasa pigmen warna merah, ungu dan biru pada

tanaman, terutama sebagai bahan pewarna bunga dan buah-buahan.

Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa,

banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin

terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus.

Antosianin selalu terdapat dalam bentuk glikosida.

O

OHA C

B

Universitas Sumatera Utara

7. Katekin

Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang

mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat

pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu.

O

OH

HO

OH

OHOH

A C

B

8. Leukoantosianidin

Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat

sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah

apiferol, dan peltoginol.

O

OHHO OH

OHOH

A C

BHO

9. Auron

Berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita.

Dalam larutan senyawa ini menjadi merah ros. O

O

CHA B

10. Kalkon

Polihidroksi kalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun

terdistribusinya di alam tidak lazim. Pada kenyataan, pengubahan kalkon

menjadi flavanon terjadi dengan mudah dalam larutan asam dan reaksi

kebalikannya dalam basa. Reaksi ini mudah diamati karena kalkon

warnanya jauh lebih kuat daripada warna flavanon, terutama dalam larutan

basa warnya merah jingga. Alasan pokok bahwa kalkon cepat mengalami

isomerasi menjadi flavanon dalam satuan keseimbangan. Oleh karena itu,

Universitas Sumatera Utara

hidrolisis glikosida kalkon dalam suasana asam menghasilkan aglikon

flavanon sebagai senyawa jadi, bukan kalkon.

A

O

B

(Robinson, 1995).

2.5 Skrining Fitokimia

Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari

flavonoid, meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa

polifenol. Reagen yang biasa digunakan adalah :

1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak

sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai

ungu akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan

xanton. Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan,

dimana hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat

sampai magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda

yang lemah sampai magenta.

2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning

pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah

kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah

(Cannell, 1998).

3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet

4. FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa

fenol, tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam

golongan flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru,

dan warna hitam-biru (Robinson, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.6 Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan

ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-

komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya

perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran

yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada

perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa

yang termasuk dalam satu golongan.

Gambar 2.2 Diagram Teknik Pemisahan

Biomassa

(tanaman, mikroba, laut)

Ekstraksi

Skrining

Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati

Skrining silang

Elusidasi Struktur

(Muldja, 1995).

2.6.1 Ekstraksi

Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan

menjadi spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya

(daun, batang, kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini

kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari

Universitas Sumatera Utara

penguraian komponen oleh udara atau mikroba. Jika telah dikeringkan, biomassa

kemudian digiling menjadi partikel-partikel kecil menggunakan blender atau

penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena ektraksi efektif pada partikel

kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih besar.

Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut

pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional.

Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk

mendapatkan zat aktif.

Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah

ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering

hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut

yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan

metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga

kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan

kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan

kelarutannya (dan polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah

proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi,

meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi

pada suhu kamar (Heinrich et al, 2009).

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif

terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat,

biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator

(Harborne, 1996).

2.6.2 Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak

digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua

pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak

bercampur yang kepolarannya meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua

tahap:

1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di

lapisan organik

2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat

fraksi agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan

yang mudah dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi

fisik dengan medium lain (Heinrich et al, 2009).

2.6.3 Hidrolisis

Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah,

sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6%

sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk

membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45

menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter.

Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter,

setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon

flavonoid setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).

2.6.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael

Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman

dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi

kalsium karbonat (CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan

yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan

dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen

organik maupun komponen anorganik.

Universitas Sumatera Utara

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada

pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi

pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran.

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas:

kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar),

kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang

paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel

dalam jumlah yang besar.

Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum

semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua

kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung

fase geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan

menggunakan perbandingan dalam persamaan:

Rf= Jarak yang ditempuh solut

Jarak yang ditempuh fase gerak

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai

perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut

bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf

adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan

fase diam.

Proses Sorpsi

Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam,

sementara itu proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak)

disebut dengan desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara

terus menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi

berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara

dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga

Universitas Sumatera Utara

keadaan kesetimbangan ini. Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2

atau lebih mekanisme ini terlibat dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis

tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.

Adsorben

Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas.

Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus

silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk

ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu

mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel.

Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun

demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan

benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin

tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini (Gandjar dkk, 2007).

2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Dalam kromatografi lapis tipis (KLT), adsorben diletakkan tepat pada satu sisi

plat atau kaca atau saluran plastik ataupun aluminium. Adsorben yang paling

sering digunakan adalah silika gel dan alumina. Beberapa mikroliter larutan

sampel yang akan dianalisa ditotolkan pada plat sebagai titik kecil yang tunggal

dengan menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat dikembangkan dengan

meletakkannya didalam botol ataupun chamber pengembang yang berisi sejumlah

kecil pelarut. Pelarut akan menaiki plat dengan adanya gaya kapilar, dan

membawa senyawa dari sampel dengan itu. Senyawa yang berbeda dipisahkan

dari dasarnya pada saat interaksi mereka dengan lapisan adsorben.

Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika 60 Å

dan ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium, beberapa

Universitas Sumatera Utara

dengan menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi yang sesuai

untuk analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai dasar dari

langkah preparatif. Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan gunting atau

kertas cutter untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda yang

dihasilkan dapat menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan menyemprot

dengan menggunakan reagen yang sesuai (Cseke et al, 2006).

2.6.4.2 Kromatografi Kolom

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi

(gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang

dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran

pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya

sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100

kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh

bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.

Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai

jika pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya

lebih besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai

untuk kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan

mudah didapat.

Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan

KLT) atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian

sinambung) digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan

rendah. Jika pelarut dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter

dkk, 1991).

Universitas Sumatera Utara

2.6.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah

miligram. Kromatografi lapis tipis preparatif bersama-sama dengan kromatografi

kolom terbuka, dijumpai sebagian besar dalam isolasi bahan alam. Penjerap yang

paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran

senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ukuran partikel dan porinya

kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT.

Kromatografi lapis tipis preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan

tebal (1 mm) sebagai pengganti lapisan penjerap yang tipis (0,10-0,25). Pelat

preparatif yang dibuat oleh paprik dapat dibeli. Cuplikan sebanyak 10-100 mg

dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau aluminium oksida 20 x 20 cm yang

tebalnya 1 mm. Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca

yang dapat menampung beberapa plat.

Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang

membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang

dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok

dari plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus

diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin

(sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g penjerap). Harus diperhatikan bahwa semakin lama

senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian

(Hostettmann dkk, 1995).

2.7 Teknik Spektroskopi

Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika

yang dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas

dan tetap dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis

adalah absorpsi dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul.

Universitas Sumatera Utara

Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet

dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna

sebagai parameter analisis. Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi

radiasi elektromagnet dengan komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya

sama, uraian teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta

fenomena yang dipakai sebagai parameter analisisnya (Satiadarma dkk, 1995).

2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan

maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam

golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing,

karakteristik spektra UV dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah

dari golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil

aromatik bahan alam.

Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan

dalam aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat

mengurangi perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang

lainnya seperti NMR dan MS (Andersen, 2006).

Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyungasi dan karena

itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan Spektrum

tampak seperti yang disajikan pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida

𝛌 Maksimum

utama (nm)

𝛌 Maksimum tambahan (nm)

(dengan intensitas nisbi)

Petunjuk

475-567 ±275 (55%) Atosianin

390-430 240-270 (32%) Auron

365-390 240-260 (30%) Khalkon

350-390

250-270

±300 (40%) Flavonol

330-350

300-350

Tidak ada Flavon dan Biflavonil

275-295

±225

310-330 (30%) Flavanon dan Flavanonol

255-295 310-330 (25%) Isoflavon

(Harborne, 1996)

2.7.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi

getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen

mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan

dua bola yang terikat oleh suatu pegas.

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap

menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi

molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan

dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang

gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam

getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-

C, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang

gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat

digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul.

Banyaknya energi yang diserap juga beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini

Universitas Sumatera Utara

disebabkan sebagian oleh perubahan dalam momen dipol (µ≠0) pada saat energi

diserap. Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah,

sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan

absorpsi yang lebih kuat.

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi

molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:

1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi

perpanjangan atau pemendekan ikatan.

2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan

sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu

panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330

cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang

ikatan O-H itu. Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1,

energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe

vibrasi yang berlain-lainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman,

2010).

2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR)

adalah yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam

spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi

pada molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai

jumlah dari masing-masing hidrogen.

Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua

proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama.

Hal ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul

dikelilingi oleh elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan

Universitas Sumatera Utara

elektronik dari satu dan yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang

mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari

daerah penghasil proton yang bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku.

Pergeseran kimia dalam unit δ ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang

bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi

δ=pergeseran dalam Hz

frekuensi spektrometer dalam MHz

Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel

dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam

jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal.

Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan

memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari

TMS atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai

resonansi yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki

penyerapan yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara

kimia. Pada kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa

banyak tipe proton yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat

memperlihatkan berapa banyak jenis perbedaan yang ada dalam molekul tersebut.

Dalam spektrum nmr, daerah dibawah masing-masing peak adalah proporsional

dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada peak tersebut (Pavia, 1979).

Universitas Sumatera Utara