bab 2 tinjauan pustaka 2.1. pirazinamid (pza/z)eprints.umm.ac.id/47520/3/bab 2.pdf · neuropati...

14
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z) 2.1.1. Definisi Pirazinamid merupakan analog struktural dari nikotinamid. Obat ini dikenalkan sebagai obat TB pada. Obat ini dikenalkan sebagai obat TB pada awal tahun 1950. Pirazinamid bertanggung jawab untuk membunuh persisten basil tuberculosis di awal terapi fase intensif (Somoskovi et al, 2001) 2.1.2. Efikasi pada manusia Pirazinamid umumnya digunakan dalam kombinasi bersama obat lain seperti Isoniazid (INH) dan Rifampisin (RIF) pada terapi Metionin (M) tuberculosis. Regimen terapi paling sering digunakan adalah INH, RIF, PZA, Etionamid (ETH) setiap hari selama 2 bulan dilanjutkan INH dan RIF tiga kali per minggu selama 4 bulan. Pirazinamid memperpendek terapi dari 12 bulan menjadi 6 bulan dengan membunuh organisme yang tidak terpengaruh oleh obat anti-TB lain, khususnya pada lingkungan asam. Penggunaan Pirazinamid pada 2 bulan pertama terapi mampu mengurangi durasi terapi. Pirazinamid juga mengurangi tingkat kekambuhan dari 22% menjadi 8% ketika pirazinamid ditambahkan pada kombinasi INH dan streptomisin (STR). Pirazinamid dapat melintasi meninges. Pirazinamid menjadi bagian penting dalam terapi meningitis tuberkulosis (Zhang dan Mitchison, 2003; Mitchison, 2000). 2.1.3 Keamanan dan efek samping Keamanan obat PZA untuk anak-anak masih belum ditetapkan. Pirazinamid dikontraindikasikan penggunaan pada penderita diabetes melitus; penderita dengan gangguan fungsi ginjal; dan penderita dengan riwayat tukak peptik (Depkes RI, 2005).

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pirazinamid (PZA/Z)

2.1.1. Definisi

Pirazinamid merupakan analog struktural dari nikotinamid. Obat ini dikenalkan sebagai

obat TB pada. Obat ini dikenalkan sebagai obat TB pada awal tahun 1950. Pirazinamid

bertanggung jawab untuk membunuh persisten basil tuberculosis di awal terapi fase intensif

(Somoskovi et al, 2001)

2.1.2. Efikasi pada manusia

Pirazinamid umumnya digunakan dalam kombinasi bersama obat lain seperti Isoniazid

(INH) dan Rifampisin (RIF) pada terapi Metionin (M) tuberculosis. Regimen terapi paling

sering digunakan adalah INH, RIF, PZA, Etionamid (ETH) setiap hari selama 2 bulan

dilanjutkan INH dan RIF tiga kali per minggu selama 4 bulan. Pirazinamid memperpendek

terapi dari 12 bulan menjadi 6 bulan dengan membunuh organisme yang tidak terpengaruh

oleh obat anti-TB lain, khususnya pada lingkungan asam. Penggunaan Pirazinamid pada 2

bulan pertama terapi mampu mengurangi durasi terapi. Pirazinamid juga mengurangi

tingkat kekambuhan dari 22% menjadi 8% ketika pirazinamid ditambahkan pada kombinasi

INH dan streptomisin (STR). Pirazinamid dapat melintasi meninges. Pirazinamid menjadi

bagian penting dalam terapi meningitis tuberkulosis (Zhang dan Mitchison, 2003;

Mitchison, 2000).

2.1.3 Keamanan dan efek samping

Keamanan obat PZA untuk anak-anak masih belum ditetapkan. Pirazinamid

dikontraindikasikan penggunaan pada penderita diabetes melitus; penderita dengan

gangguan fungsi ginjal; dan penderita dengan riwayat tukak peptik (Depkes RI, 2005).

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

5

Efek samping penggunaan PZA meliputi luka liver, artalgia, anoreksia, mual muntah,

dysuria, malaise, demam, dan anemia sideroblastik. Ditemukan pula efek samping berupa

mekanisme penjendalan darah atau integritas vaskuler dan reaksi hipersensitifitas seperti

urtikaria, pruritis dan eksim kulit juga mungkin terjadi. Selain itu, Pirazinamid juga

dikontraindikasikan pada pasien dengan kerusakan hati parah atau gout akut dikarenakan

PZA dapat meningkatkan kadar serum asam urat sehingga menyebabkan arthralgia

nongoutt. Ketika digunakan dalam kombinasi dengan INH dan/atau RIF sering

menyebabkan hepatotoksisitas. Pirazinamid harus dihentikan dan tidak dimulai lagi jika

tanda kerusakan hepatoseluler atau hiperurisemia bersama gout atritis akut muncul (Brennan

et al., 2008).

2.2. Etambutol (EMB/E)

2.2.1 Definisi

Etambutol dilaporkan pertama kali pada tahun 1961. Etambutol membunuh secara

aktif bacilli yang sedang memperbanyak diri dan memiliki aktivitas sterilisasi sangat

lemah. Obat ini hanya sedikit berperan dalam perpendekkan waktu terapi. Fungsi utama

EMB adalah untuk mencegah munculnya resistensi terhadap obat lain di dalam terapi

kombinasi (Ma et al., 2007)

2.2.2. Efikasi pada manusia

Etambutol dideskripsikan sebagai “obat ke empat” untuk terapi empiris M.

tuberculosis dan M. avium (Peloquin et al., 1999). Etambutol digunakan sebagai terapi

pembantu TB paru khususnya pada kasus yang dicurigai resisten obat. Etambutol tidak

boleh digunakan sendiri karena risiko terjadinya mutan resisten. Kombinasi etambutol

dengan INH atau streptomisin (STR) telah direkomendasikan oleh (FDA) (Brennan et al.,

2008). Studi klinis terhadap 100 pasien menunjukkan bahwa EMB memiliki aktivitas

sterilisasi yang kurang dan adanya kemungkinan dapat menghambat aktifitas sterilisasi

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

6

obat anti-TB lain paling tidak pada 14 hari pertama terapi (Jindani et al., 2002). Ketika

EMB digunakan sebagai obat utama dalam regimen intermitten, pasien mengalami tingkat

kekambuhan tinggi (Mitchison, 2004)

2.2.3. Keamanan dan efek samping

Neuropati optis dan hepatotoksisitas kadangkadang dapat dialami oleh pasien akibat

penggunaan obat ini. Konsentrasi di atas 10 µg/mL dapat memperburuk penglihatan. Efek

ini mungkin berhubungan dengan dosis dan durasi terapi. Namun, efek samping tersebut

bersifat reversibel (akan kembali normal setelah pemberian obat dihentikan). Pada

beberapa kasus, pemulihan dapat tertunda hingga 1 tahun atau lebih. Kebutaan irreversible

juga telah dilaporkan (Brennan et al., 2008). Neuropati optik menjadi efek toksik

etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti neuritis optis atau retrobulbar

neuritis memiliki satu atau lebih karakteristik berikut, yaitu penurunan ketajaman

penglihatan, scotoma, kebutaan warna dan/atau kerusakan penglihatan. Kejadian tersebut

juga telah dilaporkan ketika pasien tidak memiliki diagnosis neuritis optis ataupun

retrobulbar neuritis. Oleh karena itu, pasien perlu dinasehati agar segera melapor kepada

dokter atau apoteker jika mengalami. Selain itu, hepatotoksisitas juga telah dilaporkan.

Oleh karena itu, penilaian fungsi hati secara mendalam dan periodik sebaiknya dilakukan

selama terapi. Efek samping lain dari EMB adalah pruritus, nyeri sendi, gastrointestinal

upset, nyeri perut, malaise, sakit kepala, pusing, kebingungan, disorientasi dan halusinasi

juga mungkin terjadi (Brennan et al., 2008).

2.3. Levofloxacin (Lfx)

2.3.1. Definisi

Levofloxacin adalah isomer S-(-) optik dari ofloxacin. Obat ini memiliki spektrum

efek antibakteri yang luas. Levofloxacin aktif terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-

negatif termasuk anaerob. Selain itu, levofloxacin telah menunjukkan aktivitas antibakteri

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

7

terhadap Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. Mekanisme kerja utama

levofloxacin adalah melalui hambatan DNA gyrase, suatu enzim topoisomerase tipe 2.

Akibatnya terjadi hambatan replikasi dan transkripsi DNA bakteri. (Lu dan Drlica, 2003).

2.3.2. Efikasi pada manusia

Levofloksasin digunakan dalam kombinasi dengan obat lain untuk terapi TB

contohnya 750 mg/ hari secara umum digunakan pada terapi lini kedua. Dosis ini

digunakan pada terapi lini kedua (Drlica et al, 2003).

2.3.3. Kemananan dan efek samping

Pasien penerima obat golongan fluoroquinolone akan mengalami fototoksisitas

sedang hingga parah setelah terpapar sinar matahari langsung. Seperti obat quinolone

lainnya, Lfx juga menyebabkan gangguan kadar gula darah termasuk hipoglikemik dan

hiperglikemik simptomatik. Hal ini terjadi khususnya pada pasien Diabetes melitus (DM)

yang juga mengkonsumsi terapi oral anti diabetes (contohnya gliburid atau glibenklamid)

atau insulin. Selain itu, aritmia juga dilaporkan terjadi pada pasien infark miokard dan

perpanjangan interval QT (penanda ventricular takiaritmia potensial dan resiko kematian

mendadak) atau penggunaan obat kondisi ini (contohnya amiodarone dan sotalol) bersama

obat golongan quinolone. Pasien lanjut usia kemungkinan lebih rentan mengalami efek

samping berupa perpanjangan interval QT (Brennan et al., 2008). Perhatian perlu diberikan

pada penggunaan Lfx bersama dengan obat dengan efek perpanjangan interval QT seperti

antiaritmia kelas IA atau kelas IIII atau pasien dengan perpanjangan interval QT dan

hipokalemia tidak terkontrol. Perhatian penggunaan Lfx juga harus diberikan pada pasien

kelainan sistem saraf pusat yang berkencederungan mengalami kejang. Efek samping lain

dari Lfx adalah reaksi hipersensitifitas seperti rash kulit, angioedema, pembengkakkan bibir,

lidah, wajah, kesesakkan tenggorokan, suara serak) atau gejala alergi lain; kelainan tendon

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

8

seperti tendonitis atau keretakkan tendon dengan resiko tinggi kelainan tendon pasien

berumur lebih dari 65 tahun khususnya bagi pengguna kortikosteroid (Brennan et al., 2008).

2.4. Respon Inflamasi

2.4.1. Pengertian Inflamasi

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jarigan terhadap infeksi atau cedera dan

melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun didapat. Inflamasi merupakan

respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan.

Inflamasi dapat lokal, sistemik, akut dan kronis yang menimbulkan kelainan patologis.

Sel- sel sistem imun nonspesifik seperti neutrofil, sel mast, basofil, eosinofil da makrofag

jaringan berperan dalam inflamasi. (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Menurut Kundu

(2008), Inflamasi adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh. Dimana dalam proses

melawan penyakit/benda asing, sistem imunitas akan mengenali dan menghapus rasa sakit

dan membuatnya menjalani proses penyembuhan (Kundu, 2015).

Menurut Roma (2018), patofisiologi dari inflamasi sebagai berikut :

Pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi

Akan meningkatkan tekanan darah yang disebabkan oleh pembuluh darah yang

vasodilatasi.

Permeabilitas pembuluh darah kapiler meningkat dan neutrofil bermigrasi

menuju jaringan yang terinfeksi dibagian dinding pembuluh darah (diapedesis).

Sel-sel darah putih akan berubah, makrofag dan limfosit mulai menggantikan

neutrofil yang berumur pendek.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

9

Perbedaan antara inflamasi akut dan kronis adalah perbedaan pada waktu dan pada

inflamasi kronis sel-sel inflamasi primernya didominasi oleh limfosit, produksi sitokin

inflamasi, growth factor,enzim yang berkontribusi terhadap perkembangan kerusakan

jaringan dan perbaikan sekunder termasuk fibrosis dan pembentukan granuloma (Roma,

2018).

2.4.2. Proses Inflamasi Akut

Peradangan atau inflamasi akut memiliki tiga komponen utama: (1) dilatasi atau

pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah, (2) peningkatan

permeabilitas mikrovaskuler yang memungkinkan protein plasma dan leukosit

meninggalkan sirkulasi, (3) emigrasi leukosit dari sirkulasi, dan akumulasi leukosit pada

lokasi cedera, serta aktivasi leukosit untuk mengeliminasi agen penyerang (Kumar et al.,

2015).

Langkah-langkah yang membentuk inflamasi :

1. Luka di kulit memasukkan bakteri, yang bereproduksi di tempat luka. Makrofag residen

yang teraktivasi memakan patogen dan menyekresikan sitokin dan kemotaksin.

2. Sel mast yang teraktivasi melepaskan histamin.

3. Histamin mendilatasi pembuluh darah lokal dan melebarkan pori kapiler. Sitokin-

sitokin menyebabkan neutrofil dan monosit menempel ke dinding pembuluh darah.

4. Kemotaksin menarik monosit dan neutrofil yang terperas ke luar di antara dinding

pembuluh darah, suatu proses yang disebut dengan diapedesis, dan bermigrasi ke

tempat infeksi. (Sherwood, 2015)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

10

2.4.3. Proses Inflamasi Kronis

Inflamasi kronis terjadi bila proses inflamasi akut gagal, nila antigen menetap.

Inflamasi akut berbeda dengan inflamasi kronis. Antigen yang persisten menimbulkan

aktivasi dan akumulasi makrofag yang terus menerus. Hal ini menimbulkan terbentuknya

sel epiteloid (makrofag yang sedikit diubah) dan granuloma Tumor Necrosis Factor (TNF)

diperlukan untuk pembentukan dan mempertahankan granuloma. Interferon (IFN) dilepas

sel T yang diaktifkan menimbulkan transformasi makrofag menjadi sel epiteloid dan sel

multinuklear yang merupakan fusi dari beberapa makrofag (Baratawidjaja dan Rengganis,

2010).

Menurut Pahwa (2017), Inflamasi kronis dapat disebabkan oleh beberapa hal :

Kegagalan mengeliminasi antigen yang menginfeksi tubuh seperti Mycobacterium

tuberculosis, protozoa, fungi dan parasit.

Penyakit autoimun, yang menyebabkan sistem imunitas dalam tubuh lebih sensitif

dibanding pada orang normal.

Recurrent inflammation.

Inflamasi dan biokimia yang menyebabkan meningkatnya produksi radikal bebas,

kristal asam urat dan oksidasi lipoprotein.

Menurut Pahwa (2017), Inflamasi kronis memiliki 2 tipe yaitu :

Nonspecific proliferative: Ditandai dengan adanya granulasi jaringan non-spesifik

yang dibentuk oleh infiltrasi sel mononuklear (limfosit, makrofag, sel plasma) dan

proliferasi fibroblas, jaringan ikat, pembuluh dan sel epitel.

Granulomatous inflammation: Jenis peradangan kronis spesifik ditandai dengan

adanya lesi nodular yang berbeda atau granuloma yang terbentuk dengan agregasi

makrofag yang diaktifkan atau sel turunannya yang disebut sel-sel epiteloid biasanya

dikelilingi oleh limfosit.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

11

Infeksi bakteri kronis dapat memacu pembentukan granuloma berupa agregrat fagosit

mononuklear dan sel plasma yang disebut DTH. Fagosit terdiri atas monosit yang baru

dikerahkan dengan sedikit makrofag yang sudah ada dalam jaringan. Kadang-kadang

ditemukan fusi makrofag dan membentuk sel datia. Granuloma ditemukan pada reaksi

terhadap gelas, talk (bedak dan inisiator hipersensitivitas selular seperti Mycobacterium

tuberculosis dan histoplasma kapsulatum). Pembentukan granuloma akan mengisolasi fokus

inflamasi yang persisten, membatasi penyebaran dan memungkinkan fagosit mononuklear

mempresentasikan antigen ke limfosit yang ada di permukaan (Baratawidjaja dan Rengganis,

2010).

2.5. Interleukin 6 (IL-6)

Interleukin-6 merupakan suatu sitokin proinflamasi yang berperan dalam maturitas

dan aktifitas netrofil, maturitas makrofag, dan diferensiasi sitotoksik limfosit T dan natural

killer cells. Selain itu juga mengaktifasi astrosit dan mikroglia (Oliviera et al., 2011).

IL-6 diproduksi oleh berbagai jenis sel, seperti Sel-T, sel B, monosit, fibroblas,

keratinosit, sel endothelial, sel mesangial, adiposit dan beberapa lainnya. Reseptor IL-6R

(IL-6) terutama dinyatakan di sel hemopoietik, seperti sel T, monosit, mengaktifkan sel-B

dan neutrofil. Menariknya, IL-6 mempengaruhi berbagai jenis sel dan memiliki banyak

aktivitas biologis melalui sistem reseptornya yang unik. Tinggi produksi IL-6

berkontribusi terhadap patogenesis berbagai penyakit autoimun dan inflamasi (Masahiko,

2012).

Interleukin-6 disekresi oleh banyak sel yaitu makrofag, monosit, eosinofil, hepatosit,

dan sel glia. Interleukin-6 dapat diinduksi produksinya oleh TNF-α dan IL-1 sehingga

menyebabkan demam dan aktifasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dengan

menggunakan reseptor α (IL-6Rα) dan sub unit gp 130. Interleukin-6 merupakan salah satu

sitokin yang muncul dini dan merupakan mediator induksi dan kontrol pada sintesis

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

12

protein fase akut yang dilepaskan oleh hepatosit selama stimuli nyeri seperti trauma,

infeksi, operasi, dan luka bakar. Setelah terjadi trauma, konsentrasi IL-6 dalam plasma

dapat dideteksi dalam 60 menit dan puncaknya antara 4-6 jam, dan dapat bertahan hingga

10 hari. Interleukin-6 ini merupakan penanda yang paling sesuai dengan derajat kerusakan

jaringan (Jun-Hua et al., 2006).

IL-6 terbukti memainkan peran penting dalam reaksi nerve injury. Seperti terjadinya

aktivasi mikrogial dan astrositik serta regulasi pengeluaran saraf neuropeptida. IL-6 juga

berperan dalam peningkatan rasa nyeri neuropatik pada kasus terjadinya cedera saraf

perifer (Jun-Ming, 2007).

IL-6 berfungsi dalam imunitas non-spesifik dan spesifik, diproduksi fagosit

mononuklear, sel endotel vaskular, fibroblas dan sel lain sebagai respons terhadap mikroba

dan sitokin lain. IL-6 mempunyai berbagai fungsi. dalam imunitas nonspesifik, IL-6

merangsang hepatosit untuk memproduksi Acute Phase Protein (APP) dan bersama

Cerebrospinal Fluid (CSF) merangsang proggenitor di sumsum tulang untuk memproduksi

neutrofil. Dalam imunitas spesifik, IL-6 merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel B

menjadi sel mast yang memproduksi antibodi. IL-6 juga merupakan Growth Factor (GF)

sel plasma neoplastik (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

Dalam perannya sebagai pro-inflamasi, IL-6 akan menyebabkan larutnya reseptor

IL-6 yang akan mengaktifkan imun sistem yang menyebabkan meningkatnya sel-sel

inflamasi seperti makrofag, dan lain-lain, menyebabkan inhibisi terhadap apoptosis sel T,

inhibisi pada differensiasi Treg (Rose-John, 2012).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

13

2.6. Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe.)

2.6.1. Taksonomi Jahe Merah

Taksonomi tanaman jahe merah adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Marga : Zingiberis

Spesies : Zingiber officinale Roscoe

Varietas : Zingiber officinale Roscoe var. amarum

(Bermawie dan Purwiyanti, 2010)

Gambar tanaman jahe merah pada gambar 2.1. (Bermawie dan Purwiyanti, 2010)

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

14

Gambar 2.2 Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe.) (Ermayanti, 2009)

2.6.2 Deskripsi Tanaman Jahe Merah

Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm. Akarnya

berbentuk rimpang dengan akar berwarna putih, kuning hingga kemerahan dengan bau

menyengat. Daun tanaman jahe menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang

8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu halus, bunga jahe tumbuh dari dalam tanah

berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm.

Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan.

Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua (Paimin dan

Murhananto, 2002).

2.6.3 Kandungan Jahe Merah

Jahe mengandung senyawa volatile yakni terpenoid dan non volatile yang terdiri

dari gingerol, shogaol, paradol, zingerone dan senyawa turunan mereka serta senyawa-

senyawa flavonoid dan polifenol (Stailova et al, 2007).

Jahe merah mempunyai kandungan 6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol dan 6-

shogaol yang lebih tinggi dibandingkan dengan jahe gajah yaitu sebesar 18.03, 4.09, 4.61,

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

15

dan 1.36 mg/g sehingga banyak dikonsumsi masyarakat sebagai bahan obat (Fathona,

2011 ; Ermayanti et al, 2009).

Data kandungan fitokimia rimpang jahe merah yang sudah diketahui menurut

Fathona

Tabel 2.1. Kandungan fitokima rimpang jahe merah (mg/g)

Kandungan Jahe merah Jahe gajah

6-gingerol,

8-gingerol,

10-gingerol

6-shogaol

18.03 mg/g

4.09 mg/g

4.61 mg/g

1.36 mg/g

9.56 mg/g

1.49 mg/g

2.96 mg/g

0.92 mg/g

(Fathona, 2011)

2.6.4 Manfaat Jahe Merah

Rimpang jahe mengandung beberapa komponen kimia yang berkhasiat bagi

kesehatan. Jahe segar digunakan sebagai anti muntah (antiematic), anti batuk

(antitussive/expectorant), merangsang pengeluaran keringat, dan menghangatkan tubuh

serta mempunyai efek antiinflamasi, antitumor, anti-apoptosis, antimikroba dan efek

hipokolesterolemi (Fathona, 2011).

Pada penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa terapi 6-gingerol meregulasi

ekspresi berlebihan dari TNF-α dan IL6. Gingerol dan shogaol menghambat produksi

dari mediator inflamasi seperti nitirit dan prostaglandine E (PGE) secara signifikan dalam

dosis tunggal. Jahe diketahui untuk menghambat induksi dari beberapa gen yang terlibat

dalam respon inflamasi, beberapa gen ini mengkode sitokin, kemokin, dan COX-2. Jahe

juga menekan biosintesis leukotrin dengan menghambat 5- lipoxygenase (Abdel-Azeem

et al., 2013).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

16

Tabel 2.2. Aktivitas biologik senyawa dalam jahe

Senyawa Aktif Jahe Merah Aktifitas Biologik

Gingerol dan senyawa terkait gingero Antioksidan, antitumor, antiinflamasi,

analgesik, antimikroba dan

hepatoprotektif

Paradol Antioksidan, antikanker, dan

antimikroba

Shogaol Antioksidan, dan antiinflamasi

Zingeron Antioksidan, antiinflamasi, dan

antibakteri

Zerumbone Antitumor, dan antimikroba

1-Dehydro-(10) gingerdione Regulasi gen inflamasi

Terpenoid Menginduksi apoptosis dengan aktivasi

p53

Flavonoid jahe Antioksidan

Sumber : Rahmani et al. (2014)

Salah satu manfaat jahe adalah sebagai antimikroba. Bellik (2014) membuktikan

bahwa oleoresin dalam jahe mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli, Bacillus

subtilis dan Staphylococcus aureus, sedangkan minyak atsiri jahe lebih aktif terhadap

Staphylococcus aureus dibandingkan dengan oleoresin jahe. Beberapa senyawa dalam

oleoresin jahe, termasuk gingerol, shogaol dan zingeron memberikan aktivitas

farmakologi dan fisiologis antara lain seperti efek antiinflammasi, analgesik,

antikarsinogenik dan antioksidan. Adapun efek antiinflamasi jahe berasal dari

kemampuannya untuk menghambat aktivitas enzim COX-2 (Tjendraputra et al, 2001;

Giriraju dan Yunus, 2013; Ozougwu et al, 2016).

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pirazinamid (PZA/Z)eprints.umm.ac.id/47520/3/BAB 2.pdf · Neuropati optik menjadi efek toksik etambutol yang paling sering terjadi. Neuropati optis seperti

17

2.7. Tikus Putih (Rattus Novergicus)

2.7.3. Taksonomi Tikus Putih

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Klas : Mamalia

Ordo : Rodensia

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Norvergicus

(Wolfenshon dan Lloyd, 2013)

2.7.4. Deskripsi Tikus Putih

Tikus putih merupakan hewan coba yang sering dipakai untuk penelitian karena

mudah dipelihara serta memenuhi kiteria sebagai hewan percobaan. Tikus mempunyai

karakteristik tidak dapat muntah serta tidak memiliki kantong empedu. (Muchtadi, et

al,1993). Salah satu faktor yang mendukung kelangsungan hidup tikus putih dengan baik

ditinjau dari segi lingkungan adalah temperatur dan kelembaban. Kelembaban yang baik

untuk tikus putih yaitu 40-70 %, sedangkan temperatur 19° C – 23° C (Wolfenshon dan

Lloyd, 2013). Tikus memiliki kadar kolesterol total normal dengan nilai 10-54 mg/dl

(Harini, 2009).

Gambar 2.3 Tikus putih

(Koolhaas, 2010)