bab 2 tinjauan pustaka 2.1 pengukuran waktu kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/bab ii.pdf · 2....

18
34 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Secara singkat pengukuran waktu kerja adalah metode penerapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Untuk menghitung waktu baku (standart time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternative metode kerja terbaik, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja (work measurement atau time study). Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan demikian maka waktu baku yang dihasilkan dalam aktifitas pengukuran kerja ini dapat digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang dihasilkan serta berapa pula jumlah tenaga kerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Menurut Wignjosoebroto (2006), pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu kerja dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pengukuran waktu kerja secara langsung Pengukuran dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang diukur sedang berlangsung. 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung Pengukuran dilakukan tanpa pengamat harus berada di tempat pekerjaan yang diukur sedang berlangsung. Cara-cara pengukuran waktu kerja baik secara langsung maupun tidak langsung dikelompokkan sebagai berikut: 1. Pengukuran waktu kerja secara langsung dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: a. Metode jam henti (Stopwatch Time Study) b. Metode Work Sampling

Upload: dangkhuong

Post on 20-Jun-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

34

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengukuran Waktu Kerja

Secara singkat pengukuran waktu kerja adalah metode penerapan

keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output

yang dihasilkan. Untuk menghitung waktu baku (standart time) penyelesaian

pekerjaan guna memilih alternative metode kerja terbaik, maka perlu diterapkan

prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja (work measurement atau time

study). Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja

yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Dengan demikian maka waktu baku yang dihasilkan dalam aktifitas pengukuran

kerja ini dapat digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja

yang menyatakan berapa lama kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output

yang dihasilkan serta berapa pula jumlah tenaga kerja untuk menyelesaikan

pekerjaan tersebut.

Menurut Wignjosoebroto (2006), pada garis besarnya teknik-teknik

pengukuran waktu kerja dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pengukuran waktu kerja secara langsung

Pengukuran dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang

diukur sedang berlangsung.

2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung

Pengukuran dilakukan tanpa pengamat harus berada di tempat pekerjaan

yang diukur sedang berlangsung.

Cara-cara pengukuran waktu kerja baik secara langsung maupun tidak

langsung dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pengukuran waktu kerja secara langsung dapat dilakukan dengan dua

metode, yaitu:

a. Metode jam henti (Stopwatch Time Study)

b. Metode Work Sampling

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

dua metode, yaitu:

a. Metode standart data

b. Metode data gerakan

2.1.1 Pengukuran Waktu Kerja dengan Metode Jam Henti (Stopwatch Time

Study)

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W Taylor pada awal

abad 19. Metode pengukuran waktu kerja dengan jam henti sangat baik digunakan

untuk mengukur suatu pekerjaan yang berlangsung secara singkat dan berulang-

ulang (repetitive). Pengukuran waktu secara berulang-ulang dilakukan dengan

mengembalikan jarum pada angka nol setelah membaca dan mencatat waktu kerja

dari pekerjaan yang diukur. Hasil pengukuran kerja dapat digunakan untuk

memperoleh waktu baku serta output standart yang nantinya dapat digunakan

untuk melakukan perencanaan produksi (Sutalaksana dkk, 2006).

2.1.2 Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data dapat digunakan untuk mengetahui apakah data

yang diperoleh seragam atau tidak. Uji keseragaman data ini perlu dilakukan

terlebih dahulu sebelum menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan

waktu standart. Berikut adalah langkah-langkah menghitung keseragam data:

1. Menghitung waktu rata-rata dari setiap elemen kerja dengan

menggunakan rumus:

X =

…………2.1

Dimana : ∑xi = Jumlah semua data yang cukup

N = Jumlah pengamatan tiap elemen kerja

2. Menghitung standart deviasi dengan menggunakan rumus:

δ = √ ( X )

( ) …...………2.2

Dimana : δ = Standar deviasi

X = Data waktu pengamatan

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

X = Harga rata-rata dari setiap waktu

3. Menghitung berapa besarnya tingkat ketelitian dengan menggunakan

rumus:

S =

.………2.3

Dimana : S = Tingkat ketelitian

4. Menghitung tingkat kepercayaan dengan menggunakan rumus:

CL = 100% - S ……….2.4

Untuk menentukan harga K, dapat melihat ketentuan sebagai berikut:

1. Untuk tingkat kepercayaan 68% harga k adalah 1

2. Untuk tingkat kepercayaan 95% harga k adalah 2

3. Untuk tingkat kepercayaan 99% harga k adalah 3

5. Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah

(BKB) dengan cara sebagai berikut:

Gambar 2.1 Grafik Pengendali

BKA = X + k.δ ………2.5

BKB = X – k.δ ……….2.6

Dimana: k = harga indeks toleransi terhadap penyimpangan data.

BKA

BKB

Rata

-rata

wak

tu u

ntu

k

kelo

mp

ok

-kelo

mp

ok

dari

temp

o p

enga

mata

n

Harga rata-rata ( )

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

2.1.3 Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data digunakan untuk mengetahui apakah data yang

digunakan mencukupi atau tidak, semakin besar jumlah siklus yang diamati maka

semakin mendekati kebenaran data dan waktu yang diperoleh.

Rumusan yang digunakan sebagai berikut:

N’ =

√ ( )

………2.7

Dimana: N’ = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilaksanakan

N = Jumlah pengamatan yang telah dilaksanakan

K = Konstanta yang dipengaruhi oleh Convidence Level

S = Derajat ketelitian

X = Data waktu yang dibaca stopwatch untuk setiap pengamatan

Untuk N’ < N, maka jumlah pengamatan sudah mencukupi. Dan apabila

N’ > N, jumlah pengamatan belum mencukupi maka harus ditambah lagi

sebanyak n pengamatan.

2.1.4 Penyesuaian Waktu dengan Rating Performance Kerja

Dengan melakukan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bias

“dinormalkan” kembali. Ketidak normalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh

operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau

kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya (Sutalaksana dkk, 2006).

Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan,

maka hal ini dilakukan dengan mengadakan penyesuaian yaitu dengan cara

mengalikan waktu pengamatan rata-rata dengan faktor penyesuaian/rating “P”.

Harga dari rating faktor ini adalah sebagai berikut:

1. Apabila operator dirasakan bekerja terlalu cepat yaitu bekerja diatas

batas kewajaran (normal) maka rating faktor ini akan lebih besar dari

pada satu (p>1 atau p>100%).

2. Apabila operator dirasakan bekerja terlalu cepat yaitu bekerja dibawah

batas kewajaran (normal) maka rating faktor ini akan lebih kecil dari

pada satu (p<1 atau p<100%).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

3. Apabila operator dirasakan bekerja secara normal atau wajar maka

rating faktor ini diambil sama dengan satu (P=1 atau P=100%).

Westing House Company (1927) juga ikut memperkenalkan sistem yang

lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang dilaksanakan oleh Bedaux. Disini

selain kecapakan (Skill) dan Effort yang telah dinyatakan oleh Bedaux sebagai

faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House

menambahkan lagi dengan kondisi kerja (Working Condition) dan keajegan

(consistency) dari operator didalam melakukan kerja. Untuk menormalkan waktu

yang ada maka hal ini dilakukan dengan jalan mengalikan waktu yang diperoleh

dari pengukuran kerja dengan jumlah ke empat rating faktor yang dipilih sesuai

dengan performance yang ditunjukkan oleh operator. Tabel dari performance

rating tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Performance Rating

SKILL EFFORT

+0.15 A1 Superskill

+0.13 A2

+0.11 B1 Excellent

+0.08 B2

+0.06 C1 Good

+0.03 C2

0.00 D Average

-0.05 E1 Fair

-0.10 E2

-0.16 F1 Poor

-0.22 F2

+0.13 A1 Superskill

+0.12 A2

+0.10 B1 Excellent

+0.08 B2

+0.05 C1 Good

+0.02 C2

0.00 D Average

-0.04 E1 Fair

-0.08 E2

-0.12 F1 Poor

-0.17 F2

CONDITION CONSISTENCY

+0.06 A Ideal

+0.04 B Excellent

+0.02 C Good

0.00 D Average

-0.03 E Fair

-0.07 F Poor

+0.04 A Ideal

+0.03 B Excellent

+0.01 C Good

0.00 D Average

-0.02 E Fair

-0.04 F Poor

Sumber: (Wignjosoebroto S, 2006)

Menurut Sutalaksana dkk (2006) : Keterampilan atau skill didefinisikan

sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang diterapkan. Untuk keperluan

penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap

kelas yang dikemukakan berikut ini:

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

Super skill :

1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaanya.

2. Bekerja dengan sempurna.

3. Gerakan – gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sifat untuk

diikuti.

4. Tampak seperti telah terlatih dengan cepat sehingga sangat sulit untuk

diikuti.

5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.

6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak

terlampau terlihat karena lancarnya.

7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berfikir dan merencanakan

tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).

8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah

pekerja yang sangat baik.

Excellent skill:

1. Percaya pada diri sendiri.

2. Tampak cocok dengan pekerjaannya.

3. Terlihat telah terlatih baik.

4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan atau pemeriksaan lagi.

5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa

kesalahan.

6. Menggunakan peralatan dengan baik.

7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.

8. Bekerjanya cepat tapi halus.

9. Bekerjanya berirama dan berkomondasi.

Good skill:

1. Kualitas hasil baik.

2. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerja pada

umumnya.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang

keterampilannya lebih rendah.

4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.

5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.

6. Tiada keraguan.

7. Kerjanya “stabil”.

8. Gerakan-gerakan terkoordinasi dengan baik.

9. Gerakan-gerakannya cepat.

Average skill:

1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

2. Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.

3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan.

4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5. Gerakan-gerakan cukup menunjukkan tidak ada keraguan.

6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.

7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk

pekerjaannya.

8. Bekerja cukup teliti.

9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.

Fair skill:

1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.

3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan-

gerakan.

4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah

dipekerjakan di bagian itu sejak lama.

6. Mengetahui apa-apa yang dilakukan dan harus dilakukan tapi tampak

tidak selalu yakin.

7. Sebagian waktunya terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

8. Jika tidak bekerja secara sungguh-sungguh outputnya akan sangat

rendah.

9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.

Porr skill:

1. Tidak bias mengkoordinasikan tangan dan pikiran.

2. Gerakan-gerakannya kaku.

3. Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan-urutan gerakan.

4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.

5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.

6. Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan-gerakan kerja.

7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.

8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.

Untuk usaha atau effort cara Westing House membagi juga kelas-kelas

dengan ciri-ciri tersendiri. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan yang

ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya (Sutalaksana

dkk, 2006). Berikut ini ada enam kelas usaha dengan ciri-cirinya, yaitu:

Excessive effort:

1. Kesempatan sangat berlebihan.

2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan

kesehatannya.

3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari

kerja.

Excellent effort:

1. Jelas terlihat kecepatannya sangat tinggi.

2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4. Banyak memberi saran.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

5. Menerima saran-saran petunjuk dengan senang.

6. Tidak bertahan lebih dari beberapa hari

7. Bangga atas kelebihannya.

8. Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.

9. Bekerjannya sangat sistematis

Good effort:

1. Bekerja berirama.

2. Saat-saat menggangur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.

3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4. Senang pada pekerjaannya.

5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.

6. Percaya pada pekerjaannya.

7. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.

Average effort:

1. Tidak sebaik good, tapi lebih baik dari poor.

2. Bekerja dengan sttabil.

3. Menerima saran-saran tapi tidak melaksanakannya.

4. Set up dilaksanakan dengan baik.

5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan.

Fair effort:

1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal/

2. Kadang-kadang perhatian tidak ditunjukkan pada pekerjaannya.

3. Kurang sungguh-sungguh.

4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.

5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.

Poor effort:

1. Banyak membuang waktu.

2. Tidak memperlihatkan adanya minat bekerja

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

3. Tidak mau menerima saran-saran.

4. Tampak malas dan lambat bekerja.

5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat

dan bahan.

6. Set up kerjanya terlihat tidak rapi.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westing

House adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan

kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya, yaitu keterampilan, usaha, dan

konsistensi merupakan sesuatu yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja

merupakan sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa

banyak kemampuan mengubahnya. Oleh sebab itu, faktor kondisi sering disebut

sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang

mengubah atau memperbaikinya (Sutalaksana dkk, 2006).

Menurut Sutalaksana dkk (2006), Kondisi kerja dibagi menjadi enam

kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average, Fair, Poor. Kondisi yang ideal tidak

selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakterlistiknya masing-

masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Satu kondisi yang

dianggap good untuk satu pekerjaan dapat saja dirasakan fair atau bahkan poor

bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang paling

cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan kinerja

maksimal dari pekerja. Sebaliknya, kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang

tidak membantu jalannya pekerjaan atau bahkan sangat menghambat pencapaian

kinerja yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang kriteria yang disebut

ideal, dan kriteria yang disebut poor perlu dimiliki agar penilaian terhadap kondisi

kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan dengan seteliti

mungkin.

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency.

Faktor ini perlu diperhatikan karena pada setiap pengukuran waktu angka-angka

yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan

pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam,

bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus

diperhatikan. Sebagaimana halnya faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi

menjadi enam kelas yaitu Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor.

Seseorang yang bekerja Perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu

penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat. Sebaliknya konsistensi

yang Poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata-rata

secara acak. Konsistensi rata-rata atau Average adalah bila selisih antara waktu

penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang

“letaknya” jauh (Sutalaksana dkk, 2006).

Sebagai contoh, apabila, diketahui bahwa waktu rata-rata yang diukur

terhadap suatu elemen kerja adalah 0,50 menit dan rating performance operator

adalah memenuhi klasifikasi berikut:

- Excellent skill (B2) : +0,08

- Good Effort (C2) : +0,02

- Good Condition (C) : +0,02

- Good Consistency (C) : +0,01

Total : +0,13

Maka waktu normal untuk elemen kerja ini adalah: 0,50 x 1,13 = 0,565

menit.

2.1.5 Penetapan Waktu Normal

Waktu normal adalah waktu yang diperoleh dengan memasukkan faktor

performa dari operator yang diamati. Waktu normal dapat diperoleh dengan rumus

berikut:

Ws = X . PR …..……….2.8

Dimana: Ws = Waktu normal

X = Waktu pengamatan rata-rata

PR = Performance rating/ Rating factor

Nilai waktu yang diperoleh disini masih belum bisa ditetapkan sebagai

waktu standart untuk penyelesaian suatu operasi kerja, karena disini faktor-faktor

+

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

yang berkaitan dengan kelonggaran waktu (Allowance Time) masih belum

dikaitkan.

2.1.6 Penetapan Waktu Longgar

Dalam hal ini waktu longgar dapat diklarifikasikan menjadi tiga macam,

yaitu personal allowance, fatigue allowance dan delay allowance.

Personal Allowance adalah jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil

dapat ditetapkan dengan jalan melaksanakan aktivitas time study sehari kerja

penuh atau dengan metode sampling kerja. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif

ringan dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang

resmi sekitar 2 sampai 5% (atau 10 sampai 24 menit) setiap jari akan

dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat personil ini

(Wignjosoebroto S, 2006).

Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti

minim sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-

cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun

kejemuan dalam kerja (Sutalaksana dkk, 2006).

Fatigue Allowance adalah kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh

beberapa penyebab diantaranya adalah karena kerja yang membutuhkan pikiran

banyak dan kerja fisik. Untuk pekerjaan-pekerjaan berat, masalah kebutuhan

istirahat untuk melepaskan lelah sudah banyak berkurang karena disini sudah

mulai diaplikasikan penggunaan peralatan atau mesin yang serba mekanis dan

otomatis secara besar-besaran, sehingga mengurangi peranan manusia. Sebagai

konsekuensinya maka kebutuhan waktu longgar untuk istirahat melepaskan lelah

ini dapat pula dihilangkan (Wignjosoebroto S, 2006).

Delay Allowance adalah keterlambatan atau delay bisa disebabkan oleh

faktor-faktor yang sulit untuk dihindarkan, tetapi juga bisa disebabkan oleh faktor-

faktor yang masih bisa dihindari. Keterlambatan yang terlalu besar/lama tidak

diperhitungkan sebagai dasar untuk menetapkan waktu baku (Wignjosoebroto S,

2006).

Menurut Sutalaksana dkk (2006), beberapa contoh yang termasuk ke dalam

hambatan tak terhindarkan adalah:

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas

b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin

c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat

potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

d. Mengasah peralatan potong.

e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

f. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

g. Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan.

Apabila ketiga jenis kelonggaran waktu tersebut diaplikasikan secara

bersamaan untuk seluruh elemen kerja, maka hal ini bisa

menyederhanakan perhitungan yang harus dilakukan.

2.1.7 Menghitung Waktu Standar

Waktu standar atau waktu baku adalah waktu normal ditambah dengan

waktu longgar dalam menyelesaikan pekerjaan. Waktu standar ditentukan dengan

rumus:

Ws = Wn x

….……. 2.9

2.1.8 Menghitung Output Standart

Rumus untuk perhitungan output standar sebagai berikut:

Output Standart =

………….. 2.10

2.2 Perencanaan Produksi

Perencanaan produksi adalah pernyataan rencana produksi ke dalam

bentuk agregat. Perencanaan ini merupakan alat komunikasi antara manajemen

(top management) dan manufaktur. Disamping itu juga, perencanaan produksi

merupakan pegangan untuk merancang jadwal induk produksi (Ginting R; 2007).

2.2.1 Tujuan Perencanaan Produksi

Tujuan perencanaan produksi adalah:

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

1. Sebagai langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi yaitu

sebagai referensi perencanaan lebih rinci dari rencana agregat menjadi

item dalam jadwal induk produksi.

2. Sebagai masukan rencana sumber daya sehingga perencanaan sumber

daya dapat dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi.

3. Meredam (stabilitas) produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi

permintaan.

2.3 Biaya Produksi

Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan

uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya adalah:

a. Pengorbanan ekonomis yang telah terjadi (historical cost) dan mempunyai

kemungkinan akan terjadi (future cost).

b. Tujuan dari pengorbanan tersebut adalah untuk memperoleh manfaat.

c. Dapat diukur dengan satuan uang (Rangkuti, 2012).

2.3.1 Klasifikasi Biaya

Jenis biaya yang ditimbulkan dan cara biaya ini diklasifikasikan akan

tergantung pada jenis organisasi yang bersangkutan.

1. Biaya dalam hubungan dengan produk

a. Biaya fabrikasi (manufacturing cost). Biaya fabrikasi meliputi tiga

elemen dasar untuk menentukan harga pokok produksi yaitu: bahan baku

langsung (direct material), tenaga kerja langsung (direct labor), dan

overhead pabrik (manufacturing overhead). Overhead pabrik adalah

seluruh biaya, seperti bahan baku tidak langsung, tenaga kerja tidak

langsung, depresiasi fasilitas pabrik, dan biaya lainnya untuk

mengoperasikan divisi manufaktur suatu perusahaan.

b. Biaya komersial. Pada umumnya meliputi biaya pemasaran dan

administrasi.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

2. Biaya dalam hubungan dengan volume kegiatan

a. Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang jumlah keseluruhannya tetap

dalam kisaran keluaran yang relevan.

b. Biaya variable (variable cost), yaitu biaya variabel yang berubah totalnya

menurut hubungan langsung dengan perubahan tingkat produksi

perusahaan.

c. Biaya semi-variabel (mixed cost), adalah biaya yang mengandung elemen

biaya variabel maupun biaya tetap (Rangkuti, 2012).

2.4 Perencanaan Agregat

Menurut Nasution (2008), perencanaan agregrat merupakan salah satu

metode dalam perencanaan produksi. Dengan menggunakan perencanaan agregat

maka perencanaan produksi dapat dilakukan dengan menggunakan satuan produk

pengganti sehingga keluaran dari perencanaan produksi dinyatakan dalam tiap

jenis produk (individual produk).

2.4.1 Biaya-biaya yang terlibat

1. Hiring Cost (biaya penambahan tenaga kerja).

2. Firing Cost (biaya pemberhentian tenaga kerja).

3. Overtime Cost dan Undertime Cost (biaya lembur dan biaya

mengganggur).

4. Inventory Cost dan Backorder Cost (biaya persediaan dan biaya

kehabisan persediaan).

5. Subcontract Cost (biaya subkontrak).

2.4.2 Strategi dalam Perencanaan Agregat

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk melakukan perencanaan

yaitu dengan melakukan manipulasi persediaan, laju produksi, jumlah tenaga

tenaga kerja, kapasitas atau variabel terkendali lainnya. Jika perubahan laju

produksi disebut sebagai strategi murni (pure strategy). Sebaliknya, strategi

gabungan (mixed strategy), merupakan gabungan perubahan dua atau lebih

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

strategi murni sehingga diperoleh perencanaan produksi flexsibel (Nasution,

2008).

Masalah fluktuasi permintaan mengakibatkan perusahaan harus menemukan

cara atau strategi berproduksi agar fluktuasi permintaan tersebut dapat diantisipasi

tentu saja dengan cara yang ekonimis sehingga tujuan perusahaan mencari

keuntungan dapat tercapai. Jadi dalam perencanaan agregat, tidak dihasilkan

rencana dalam bentuk individual produk melainkan dalam bentuk agregat produk.

Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan satuan agregat antara lain:

a. Kemudahan dalam pengolahan data

b. Ketelitian hasil yang didapatkan.

c. Kemudahan untuk melihat dan memahami mekanisme system produksi

yang terjadi dalam implementasi rencana.

2.4.3 Metode – Metode Perencanaan Agregat

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan pada perencanaan produksi agregat (Nasution, 2008). Beberapa

diantaranya adalah sebagai berikut:

A. Jumlah tenaganya tetap dan struktur biayanya linier

1. Trial and Error

2. Program Linier

3. Transportasi

4. Programa Dinamis

B. Jumlah tenaganya berubah-ubah dan struktur biayanya linier

1. Program Linier

C. Jumlah tenaganya berubah-ubah dan biayanya non linier

1. Linier Decision Rule

2. Heuristic Search

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

2.4.4 Perencanaan Agregat dengan Metode Transportasi

Pada metode transportasi ini seringkali digunakan dalam proses

determinasi perencanaan minimasi biaya untuk pengiriman suatu barang dari

sejumlah sumber ke sejumlah tujuan (Rangkuti F, 2012).

Ciri-ciri permasalahan transportasi adalah sebagai berikut:

1. Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan tertentu.

2. Kuantitas barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh

setiap tujuan, besarnya tertentu.

3. Barang yang diangkat dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya sesuai

dengan permintaan kapasitas sumber.

4. Ongkos pengangkutan barang dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya

tertentu.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Waktu Kerjarepository.untag-sby.ac.id/145/3/BAB II.pdf · 2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dapat dilakukan dengan dua metode,

2.5 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Metode Kesimpulan

1.

M. Fahni

A.K.

(2007)

Analisa Jumlah Tenaga

Kerja Produksi Untuk

Memenuhi Target

Pengukuran waktu

kerja, rating

performance,

waktu siklus, line

balancing.

Penetuan line

balancing

produksi

2.

Edwin

Murdhani

(2008)

Analisa Perhitungan

Waktu Baku Serta

Jumlah Pekerja Guna

Meningkatkan

Kapasitas Produksi

Pengukuran waktu

kerja, peramalan

Peramalan

yang

menentukan

jumlah tenaga

kerja yang

diperlukan

3.

Renty

Anugerah

& Melissa

Devi

Pendekatan Program

Linier Dalam

Perencanaan Tenaga

Kerja Pada Dept. Head

Analize Di Pt.

Indonesia Epson

Industri

Programa linier,

WinQSB,

perencanaan

tenaga kerja

Penentuan

hiring dan

firing yang

diperlukan