bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. bab 2 skripsi tina...

50
11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan Transport Klien Gawat Darurat 2.1.1 Definisi Evakuasi Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi korban diartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Evakuasi korban merupakan kegiatan memindahkan korban dari lokasi kejadian menuju ke tempat aman, sehinggga akhirnya korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut. (Ramsi,et al ,2014). Evacuation is an essential component of rescue services because efficient and fully executed proper protection of the victim can only be performed in a safe place where rescuers are not threatened by any hazards(Gawlowski & Biskup, 2019). Evakuasi adalah komponen penting dari layanan penyelamatan karena tepat efisien dan sepenuhnya dijalankan, perlindungan korban hanya dapat dilakukan di tempat yang aman di mana penyelamat tidak terancam oleh segala bahaya(Gawlowski & Biskup, 2019). The right evacuation method is also important for the rescuers themselves, as a properly selected and properly executed method protects the rescuers

Upload: others

Post on 25-Mar-2021

51 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Evakuasi dan Transport Klien Gawat Darurat

2.1.1 Definisi Evakuasi

Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi korban

diartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan

kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan

perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Evakuasi korban merupakan

kegiatan memindahkan korban dari lokasi kejadian menuju ke tempat

aman, sehinggga akhirnya korban mendapatkan perawatan dan pengobatan

lebih lanjut. (Ramsi,et al ,2014).

Evacuation is an essential component of rescue services because efficient

and fully executed proper protection of the victim can only be performed

in a safe place where rescuers are not threatened by any

hazards(Gawlowski & Biskup, 2019).

Evakuasi adalah komponen penting dari layanan penyelamatan karena

tepat efisien dan sepenuhnya dijalankan, perlindungan korban hanya dapat

dilakukan di tempat yang aman di mana penyelamat tidak terancam oleh

segala bahaya(Gawlowski & Biskup, 2019).

The right evacuation method is also important for the rescuers themselves,

as a properly selected and properly executed method protects the rescuers

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

12

from harm or personal injury, such as overload injuries. The number of

rescuers is also important, as some methods can be used by one and others

require more people (Gawlowski & Biskup, 2019).

Metode evakuasi yang tepat juga penting untuk penolong itu sendiri,

sebagai metode yang dipilih dengan benar dan dilaksanakan dengan tepat

untuk melindungi penolong dari cedera, seperti cedera yang tidak

diinginkan(Gawlowski & Biskup, 2019).

In the evacuation process from the accident site, the rapid adminittration

of first aid is of particular importance. In cases of manifest circulatory

and respiration disturbances, clinical death, bleeding, open and closed

fractures, thermal and chemical burns, delay to render assistance quickly

leads to a significant deterioration of the body condition and even

death(Kochadze, 2019).

Dalam proses evakuasi dari lokasi kecelakaan, penanganan pertolongan

pertama yang cepat sangat penting. Dalam kasus gangguan sirkulasi dan

pernapasan, gangguan klinis, perdarahan, fraktur terbuka dan tertutup, luka

bakar termal dan terkena cairan kimia, keterlambatan dalam memberikan

bantuan dengan cepat menyebabkan kemunduran yang signifikan pada

kondisi tubuh dan bahkan bisa sampai mengakibatkan

kematian(Kochadze, 2019).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

13

At the prehospital stage of medical evacuation timely injuries are crucial

for victims of traffic accidents assessment of the severity of their condition,

determination of the leader symptom complex of injuries, conducting them

(with necessary) a temporary stop of bleeding, airway management; rectal

analgesia and skeletal immobilization damage, antishock infusion therapy

and maintaining stable hemodynamics. On time the proper and qualified

implementation of these measures - Ti increases the survival of those

injured in road accidents, especially with severe multiple and combined

trauma, providing conditions for a favorable social rehabilitation(I.V.

Petchin, Barachevsky, & L.I. Menshikova, 2018).

Pada tahap pra-rumah sakit evakuasi medis, penilaian keparahan kondisi

cedera tepat waktu sangat penting bagi korban kecelakaan lalu lintas,

penentuan awal cedera, penghentian pendarahan, manajemen jalan napas,

dan imobilisasi patah tulang, terapi infus antishock dan mempertahankan

hemodinamik yang stabil. Implementasi yang tepat waktu dan berkualitas

dari langkah-langkah ini akan meningkatkan kelangsungan hidup mereka

yang terluka dalam kecelakaan di jalan, terutama dengan multipel yang

parah dan dikombinasikan dengan trauma, akan memberikan kondisi yang

menguntungkan lingkungan sosial(I.V. Petchin et al., 2018).

Causes of death and disability in traffic accident victims are mostly caused

by mistakes in first aid to accident victims. The first aids referred to here

include 1. Evacuation error, 2. Resuscitation error and 3. Mistakes in

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

14

splinting. The evacuation error is the most common in the first aid of pre

hospital in the public. Most people have not understood the importance of

first-aid pre-hospitalization to be done to prevent more severe injuries or

even life-threatening injuries, especially evacuation procedures. The

wrong evacuation procedure can increase and aggravate the injury

suffered by accident victims, it can also be one cause of death in the

accident victims. For example, a broken bone victim, the wrong way of

rapture can cause a broken bone to rupture the blood vessels and cause

severe bleeding. Also on the victim of a neck injury, the wrong way of

rapture can cause the nerves of the dileher to be squeezed and may cause

respiratory arrest or respiratory failure(Eka, G, & Damayanti, 2015).

Penyebab kematian dan kecacatan pada korban kecelakaan lalu lintas

sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dalam pertolongan pertama

kepada korban kecelakaan. Bantuan pertama yang dimaksud di sini

termasuk 1. Kesalahan evakuasi, 2. Kesalahan resusitasi dan 3. Kesalahan

dalam belat. Kesalahan evakuasi adalah yang paling umum dalam

pertolongan pertama pra rumah sakit di masyarakat. Kebanyakan orang

belum memahami pentingnya pertolongan pertama pra-rawat inap yang

harus dilakukan untuk mencegah cedera yang lebih parah atau bahkan

cedera yang mengancam jiwa, terutama prosedur evakuasi. Prosedur

evakuasi yang salah dapat meningkatkan dan memperburuk cedera yang

diderita oleh korban kecelakaan, itu juga bisa menjadi salah satu penyebab

kematian pada korban kecelakaan. Misalnya, korban patah tulang, cara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

15

pengangkatan yang salah dapat menyebabkan patah tulang pecah

pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan hebat. Juga pada korban

cedera leher, cara pengangkatan yang salah dapat menyebabkan saraf

dileher terjepit dan dapat menyebabkan henti napas atau gagal napas(Eka

et al., 2015).

Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misalnya saat

evakuasi korban gawat darurat, ketika korban harus mendapatkan

perawatan dan pengobatan di rumah sakit sehingga evakuasi korban harus

dilakukan nsecara cepat dan dan waspada serta diusahakan tidak

memperburuk keadaaan korban atau menambah cedera baru. (Ramsi,et al

,2014)

2.1.2 Syarat Korban Untuk Dapat di Evakuasi

a. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan keaadan umum korban

dipantau terus.

b. Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal.

c. Perdarahan yang sudah diatasi dan dikendalikan.

d. Patah tulang yang ada sudah ditangani.

e. Mutlak tidak ada cedera.

f. Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakan

penolong dan korban.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

16

2.1.3 Hal yang harus diperhatikan bagaimana posisi korban pada saat diberi

tindakan (Wartatmo,et al,2017)

1. Korban duduk

Pada kecelakaan lalu lintas sering terjadi pada korban yang masih

berada di dalam kendaraan. Sebelum melakukan evakuasi korban,

penolong harus menentukan apakah penolong dalam keadaan stabil

atau tidak stabil, apakah perlu evakuasi segera.

2. Korban berbaring

Pada saat kejadian kecelakaan sehari-hari mungkin didapatkan

korban pada posisi berbaring, tetapi mungkin dalam posisi

terlentang atau mungkin juga dalam posisi tertutup. Pada saat

melakukan pemindahan perhatikan adakah kemungkinan cedera

pada tulang belakang atau tidak. Bila terdapat fraktur tulang atau

dicurigai adanya fraktur lakukan immobilisasi dahulu sebelum

pengangkatan pasien.

3. Korban yang menggunakan helmet

Pada kecelakaan lalu lintas terutama pasien dengan kendaraan roda

dua yang menggunakan helm. Bila dalam keadaan tidak sadar dan

menggunakan helm, maka helm harus dibuka terlebih dahulu.

Helm dengan bagian muka terbuka mungkin tidak ada masalah

untuk membukanya, tetapi jenis helm yang tertutup seluruhnya,

perlu cara khusus untuk membukanya. Pada saat membuka harus

ditentukan adakah kemungkinan/dugaan fraktur pada tulang leher,

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

17

lakukan immobilisasi kepala pada saat membuka helm kemudian

pasang collar splint pada saat melakukan prosedur pemeriksaan

lain.

2.1.4 Macam-macam situasi pemindahan penderita(Wartatmo,et al,2017)

Seberapa cepat anda harus memindahkan penderita? Haruskah

menyelesaikan masalah sebelum memindahkan penderita? Berapa lama

waktu yang harus dihabiskan dalam waktu perlindungan spinal dan

keamanan penderita lain? Jawabannya adalah tergantung pada situasi.

a. Pemindahan Darurat (Emergency)

terdapat 3 situasi yang memerlukan penerapan pemindahan darurat.

1) Tempat kejadian berbahaya. Bahaya mengharuskan untuk

memindahkan penderita dengan cepat untuk melindungi

penolong dan penderita. Hal ini dapat terjadi jika terdapat

lalu lintas yang tidak terkontrol, api atau ancaman api,

kemungkinan ledakan, bahaya listrik, gas beracun atau

radiasi.

2) Perawatan kondisi yang mengancam hidup memerlukan

resusitasi. Penolong mungkin harus memindahkan penderita

ke permukaan yang keras dan rata untuk melakukan RJP atau

penolong mungkin harus memindahkan penderita untuk

menolong perdarahan yang mengancam hidup.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

18

3) Penolong harus menolong penderita lain. Jika ada penderita

lain pada tempat kejadian yang memerlukan perawatan untuk

masalah yang mengancam hidup, penolong mungkin harus

memindahkan penderita lain untuk memeriksa penderita

dengan kondisi yang mengancam hidup.

b. Pemindahan mendesak (urgency)

Pemindahan mendesak diperlukan ketika penderita harus

dipindahkan dengan cepat untuk mengatasi bahaya yang

mengancam hidup, namun tidak seperti pemindahan darurat,

pemindahan ini dilakukan dengan tindakan pencegahan cedera

tulang belakang. Contoh kondisi dimana pemindahan mendesak

diperlukan antara lain:

1) Perawatan kondisi penderita memerlukan pemindahan.

Penderita harus dipindahkan untuk memperbaiki pernafasan

yang tidak adekuat atau mengobati shock atau gangguan

status kejiwaan.

2) Faktor faktor pada tempat kejadian menyebabkan kondisi

penderita menurun. Jika kondisi penderita menurun dengan

cepat karena panas atau dingin, misalnya, dia harus mungkin

dipindahkan.

3) Memindahkan penderita ke papan spinal yang panjang, juga

disebut papan (longspineboard), merupakan pemindahan

mendesak yang digunakan ketika terdapat bahaya yang

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

19

mengancam hidup dan kecurigaan cedera spinal. Jika

penderita telentang pada tanah, maneuver log roll

(menggulingkan) harus dilakukan untuk memindahkan

penderita ke samping. Papan spinal kemudian di tempatkan di

dekat tubuh penderita lalu di gulingkan kembali ke papan.

Setelah penderita aman dan diimobilisasi ke papan spinal,

papan dan penderita diangkat bersamaan ke tandu dan

dimasukkan ke ambulans.

c. Pemindahan tidak mendesak

Ketika tidak ada bahaya yang mengancam hidup, penderita harus

dipindahkan ketika transportasi sudah tersedia, menggunakan

pemindahan tidak mendesak. Pemeriksaan pada tempat kejadian

dan perawatan pada tempat kejadian yang diperlukan, seperti

pembidaian, harus dilakukan terlebih dahulu. Pemindahan tidak

mendesak harus dilakukan untuk mencegah cedera atau cedera

tambahan pada penderita dan untuk menghindari ketidaknyamanan

dan nyeri.

2.1.5 Teknik Evakuasi Korban(Ramsi,et al,2014)

1. Evakuasi Oleh Satu Penolong

Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwa

korban tidak mengalami cidera spinal, cidera tulang tengkorak, dan

gegar otak.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

20

A. Teknik Menarik Korban

Teknik ini dapat digunakan untuk memindahkan korban dalam

jarak dekat. Pastikan permukaan tanah cukup rata agar tidak

menambah luka.

Cara drag (drag = diseret) (Amiruddin, 2010)

a) Jongkoklah di belakang pasien bantu pasien sedikit/setengah

duduk. Atur kedua lengan pasien menyilang dadanya.

b) Susupkan kedua lengan penolong di bawah ketiak kiri dan

kanan pasien dan gapai serta pegang kedua pergelangan

tangan pasien.

c) Secara hati-hati tarik/seret tubuh pasien ke belakang sembari

penolong berjalan jongkok ke belakang.

d) Bila pasien kebetulan memakai jaket buka semua kancingnya,

balik bagian belakang jaketnya, tarik dan seret hati-hati

bagian belakang.

Perhatian :

Cara-cara ini tidak digunakan pada pasien dengan cedera

pundak, kepala dan leher.

1) Menarik kemeja korban (shirt drag)

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

21

Bagian kemeja yang ditarik adalah bagian punggung belakang.

Jika terlalu depan, terdapat risiko kemeja lepas dan mencekik

korban.

Gambar 1. Menarik Kemeja Korban

Menarik ketiak korban (shoulder drag)

Tempatkan kedua tangan pada masing-masing ketiak korban.

Tarik korban perlahan. Teknik menarik ketiak ini adalah

teknik drag paling aman bagi korban sebab korban dipegang

langsung oleh penolong sehingga risiko terlepas lebih kecil.

2) Menarik dengan selimut (blanket drag)

Tempatkan bahan tertentu sebagai alas, seperti kain selimut,

kardus dsb.

Gambar 2. Menarik dengan Selimut

3) Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag)

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

22

Tangan korban diikat dan digantungkan di leher penolong.

Cegah kepala korban agar tidak terseret di tanah dengan

menggunakan satu tangan atau menggantungkannya.

Gambar 3. Membawa Korban Melalui Lorong Sempit

4) Teknik Mengangkat Korban (Carry)

Teknik ini dipakai untuk memindahkan korban dengan jarak

sedang atau cukup jauh. Dengan teknik ini, penolong dapat

sedikit lebih menghemat tenaga sebab tidak perlu

membungkukkan badan, tetapi harus menopang keseluruhan

berat badan korban. Untuk itu pertimbangkan kekuatan angkat

dan berat badan korban.

a. Gendong punggung (piggy back carry)

Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri, dapat

dipindahkan dengan mengendong korban di belakang

penolong. Posisi tangan penolong dapat menopang pantat

atau pengunci kedua lengan korban.

Cara piggy back carry = (digendong, "ngamplok di

punggung" (Amiruddin, 2010)

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

23

a) Jongkoklah didepan pasien dengan punggung

menghadap pasien.

Anjurkan pasien meletakkan kedua lengannya

merangkul di atas pundak penolong. Bila

dimungkinkan kedua tangannya saling berpegangan

di depan pada penolong.

b) Gapai dan peganglah paha pasien, pelan-pelan

angkat ke atas menempel pada punggung penolong.

Gambar 4. Gendong Punggung

b. Mengangkat depan/memapah (craddle carry)

Korban yang sadar tetapi lemas, tidak dapat berjalan, dan

tangan hanya dapat menggantung pasif ke leher penolong,

sebaiknya dipindahkan dengan cara membopong.

Cara cradle carry (memapah) (Amiruddin,

2010)Jongkoklah di belakang pasien letakkan satu lengan

penolong merangkul di bawah punggung pasien sedikit di

atas pinggang.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

24

a) Letakkan lengan yang lain di bawah paha pasien

tepat pelipatan lutut. Berdirilah pelan-pelan dan

bersamaan mengangkat pasien.

Gambar 5. Gendong Depan

c. Menjulang

Teknik menjulang dilakukan untuk penolong satu orang

dan diperlukan pergerakan yang cepat atau menempuh

jarak jauh. Posisi ini akan membuat penolong lebih

leluasa untuk bergerak.

Gambar 6. Menjulang

5) Teknik Menopang (cruth)

a. Memapah 1 orang (one rescuer crutch)

Jika masih dapat berjalan meskipun sedikit, maka korban

dapat dibantu dengan memapahnya. Tangan korban

dirangkulkan di pundak penolong, salah satu tangan

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

25

penolong memegang pinggang korban untuk

mengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak lemas.

Cara Human Crutch (papah rangkul) (Amiruddin, 2010)

Human Crutch : dipapah dengan dirangkul dari samping,

bila dimungkinkan berikan alat bantu jalan sebagai

penopang atau penguat (alat bantu ekstra).

a) Berdiri di samping pasien di sisi yang cedera atau

yang lemah, rangkulkan satu lengan pasien pada

leher penolong dan gaitlah tangan pasien atau

pergelangannya.

b) Rangkulkan tangan penolong yang lain dari arah

belakang menggait pinggang pasien. Tahan kaki

penolong yang berdekatan dengan pasien untuk

mendampingi pasien, sedang kaki penolong yang

jauh dari pasien maju setapak demi setapak.

c) Bergeraklah pelan-pelan maju.

Selanjutnya tarik pelan-pelan gulungan yang ada di

arah kepala agar terbuka mengalasi tubuh pasien

bagian atas sedang gulungan yang ada di arah kaki

tarik ke bawah agar terbuka mengalasi tubuh pasien

bagian bawah.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

26

d) Selanjutnya selundupkan kedua tongkat masing-

masing di kiri dan kanan tepi kanvas yang sudah

dilipat dan dijahit.

e) Angkat & angkut pasien hati-hati.

Gambar 7. Memapah

2. Evakuasi Oleh Dua Penolong (Ramsi,et al ,2014)

Korban diangkat dengan menggunakan tangan sebagai tandu

Cara ditandu dengan kedua lengan penolong (Amiruddin, 2010)

Pasien didudukkan

1) Kedua penolong jongkok dan saling berhadapan di samping kiri

dan kanan pasien lengan kanan penolong kiri dan lengan kiri

penolong kanan saling menyilang di belakang punggung pasien.

Menggapai dan menarik ikat pinggang pasien.

2) Kedua lengan penolong yang menerobos di bawah pelipatan lutut

pasien, saling bergandengan dan mengait dengan cara saling

memegang pergelangan tangan.

3) Makin mendekatlah para penolong.

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

27

Tahan dan atur punggung penolong tegap. Angkatlah pasien

pelan-pelan bergerak ke atas.

Gambar 8. Evakuasi dengan 2 Penolong

3. Mengusung Korban Oleh 3 Penolong. (Ramsi,et al ,2014)

Yang perlu diperhatikan adalah posisi korban yang dipertahankan

agar tetap sesuai aksis punggungnya.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

28

Gambar 9. Evakuasi dengan 3 orang Penolong

Gambar 9. Menjelaskan mengenai posisi mengangkat korban

yang dilakukan oleh tiga orang penolong. Penting menjadi

perhatian adalah posisi korban yang dipertahankan agar tetap

sesuai aksis punggungnya.

4. Penggunaan papan spinal panjang

Korban cedera spinal harus diusung dengan menggunakan papan

spinal panjang (long spinal board)

Gambar 10. Pengangkatan Korban Menggunakan Papan Spinal

Korban yang harus mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih

lanjut, dibawa ke rumah sakit atau tempat rujukan lain. Pada keadaan

ketika kendaraan tidak dapat menjangkau lokasi, evakuasi korban

dengan tandu darurat merupakan sebuah alternative yang penting.

Evakuasi korban dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

29

berbagai macam sarana, tergantung dari jumlah penolong, sarana

yang ada, rute yang dilalui, keadaan korban, dan segalanya.

a. Traksi manual pada cedera spinal

1) Posisikan kedua tangan penolong

2) Lakukan traksi (tarikan) ke arah ujung kepala dengan

mantap dan lembut

3) Pertahankan traksi, jaga kepala dalam posisi netral sejajar

dengan tulang belakang.

Gambar 11. Prosedur traksi pada cedera

spinal

b. Pemasangan collar pada posisi telentang

a) Berlututlah di atas kepala korban

b) Jari jari berada pada dasar tengkorak, sisi palmar

menghadap kepala

c) Lakukan traksi (tarikan) dengan lembut.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

30

Gambar 12. Pemasangan Collar dari Depan Kepala

d) Pasangkan collar.

Gambar 13. Collar dikunci dibelakang leher

e) Teruskan mempertahankan kestabilan leher dan kepala.

Gambar 14. Collar setelah terpasang

c. Memindahkan korban ke tandu spinal

Oleh dua penolong

Metode ini seharusnya hanya digunakan jika ada bahaya pada

tempat kejadian yang mengancam jiwa, baik korban maupun

penolong.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

31

a) Penolong A melakukan teknik pembukaan jalan napas dan

mempertahankannya serta melakukan traksi manual ketika

penolong B memasang Collar

b) Penolong A menstabilkan kepala korban , sementara

penolong B melapisi tandu spinal dan menempatkannya dekat

korban. Satukan kaki korban dan ikat menggunakan ikatan

delapan

c) Penolong B meluruskan lengan korban disamping kepalanya

dan penolong tersebut berlutut sejajar pinggul korban.

Penolong A memberi aba-aba memiringkan korban, dan

lakukan secara bersama-sama sebagai satu kesatuan.

Penolong B kemudian menarik tandu sehingga tepat berada

di samping korban.

d) Korban secara berhati-hati digulingkan sehingga berada

diatas tandu. Satukan tangan korban dan ikat, kemudian

fiksasi korban dengan tali yang sudah tersedia pada tandu

tersebut.

Oleh empat penolong

a) Penolong A melakukan traksi manual dan membuka jalan

napas menggunakan teknik modified jaw-trust. Penolong B

memasang cervical collar menglingkari leher korban,

sementara penolong A mempertahankan traksi manual.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

32

b) Tandu ditempatkan di samping korban, jika mungkin lapisi

tandu tersebut pada daerah leher, pinggang, lutut, dan

pergelangan kaki untuk membantu mengisi ronggga antara

tubuh korban dan tandu

c) Penolong D menyatukan kaki korban dengan mengikatnya.

Gambar 15. Pemasangan Collar dan Pemasangan Tali

d) Tiga orang penolong (B, C, D) berlutut pada sisi korban

berlawanan dengan sisi yang ada tandunya. Buat jarak antara

korban untuk memiringkan korban ke arah mereka.

Tempatkan satu orang penolong di daerah bahu, satu orang di

pinggang dan satu orang lagi pada lutut korban. Penolong A

tetap mempertahankan posisi kepala

e) Penolong A mengontrol pergerakan. Penolong yang berada

sejajar bahu korban meluruskan lengan korban di sisi

kepalanya untuk persiapan memiringkan korban.

Gambar 16. Persiapan memindahkan korban ke tandu

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

33

f) Penolong A memberi aba-aba tiga penolong yang lain untuk

menempatkan tangan mereka pada posisinya :

1) Penolong yang sejajar bahu menempatkan satu tangan

dibawah bahu korban dan tangan yang lain di bawah

lengan korban.

2) Penolong yang sejajar pinggang menempatkan satu

tangan di bawah pinggang korban dan tangan yang lain

berada di bawah bokong korban

3) Penolong yang sejajar lutut korban menempatkan satu

tangan di bawah paha korban bagian bawah dan tangan

yang lain di bawah pertengahan betis korban.

g) Penolong A mempertahankan traksi manual pada kepala dan

leher. Mengikuti gerakan tiga penolong yang lain ketika

korban dimiringkan. Lakukan dengan hati-hati dan gerakkan

korban sebagai satu kesatuan.

Gambar 17. Memiringkan Korban untuk

memindahkan Korban ke tandu

h) Penolong yang sejajar dengan pinggang melepaskan

tangannya dari tubuh korban dan menggapai tandu yang

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

34

berada di hadapannya, kemudian menarik tandu mendekati

korban.

i) Penolong A memberi aba-aba mengembalikan korban ke

tandu spinal

j) Fiksasi tubuh korban pada tandu tersebut, satukan

pergelangan tangan korban dan ikat. Penolong A tetap

mempertahankan kepala dan leher korban

Gambar 18. Korban diletakkan di tandu lalu diikatkan

pada tandu

k) Pasang selimut tebal di bawah kepala korban, kemudian

gulung kedua sisi selimut ke atah kepala korban

l) Kemudian fiksasi selimut tersebut menggunakan mitela

m) Kirim korban ke rumah sakit beserta tandu spinalnya sebagai

satu kesatuan.

Gambar 19. Kepala di fiksasi dengan selimut lalau di

ikat ke tandu

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

35

2.1.6 Peralatan Pengangkut Penderita

Peralatan pengangkut penderita merupakan peralatan mekanis dan semua

tenaga kesehatan harus tahu bagaimana menggunakan peralatan ini.

Kesalahan pada penggunaan peralatan ini dapat menyebabkan cedera pada

diri si penolong dan penderita.

1. Tandu Beroda (Wheeled Strecher)

Tandu ini merupakan alat yang pada semua ambulans. Terdapat

banyak merk dan tipe tandu beroda ini, namun tujuannya semua

sama untuk memindahkan penderita dengan aman dari satu tempat

ke tepat lain, biasanya pada posisi berbaring. Kepala tandu dapat di

naikkan, yang akan sangat menguntungkan pada beberapa

penderita.

Gambar 20. Tandu Beroda(Wheeled Strecher)

2. Tandu Portabel

Tandu portable atau tandu lipat dapat menguntungkan pada

kejadian dengan banyak korban (kejadian dengan banyak

penderita). Tandu dapat terbuat dari kanvas, aluminium, atau

plastic keras dan biasanya dapat dilipat atau dikempiskan.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

36

Gambar 21. Tandu Portabel

3. Kursi Tangga

Kursi tangga memiliki banyak keuntungan dalam memindahkan

penderita dari tempat kejadian ke tandu. Keuntungan pertama

adalah, seperti namanya, kursi tangga ini bagus digunakan pada

tangga. Tandu besar sering tidak bisa dibawa ke sudut yang sempit

atau naik turun tangga yang sempit. Kursi tangga memindahkan

penderita pada posisi duduk, yang dapat mengurangi panjang

penderita dan alat, memungkinkan penolong untuk bergerak di

sekitar sudut dan melalui ruang yang sempit. Alat ini ideal untuk

penderita dengan kesulitan bernafas. Penderita seperti ini biasanya

harus duduk tegak untuk bernafas lebih mudah dan kursi tangga

memungkinkan penderita untuk melakukannya. Kursi tangga tidak

boleh dilakukan pada penderita dengan cedera leher atau spinal

karena penderita ini harus diimmobilisasi terlentang dengan papan

untuk mencegah cedera lebih lanjut.

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

37

Gambar 22. Kursi Tangga

4. Tandu Sekop (scoop strechter).

Alat ini disebut dengan tandu sekop karena terbagi menjadi 2

bagian secara vertical dan penderita dapat di sekop dengan

mendorong sebagian alat ke bawah penderita. Tandu sekop tidak

memberikan perlindungan langsung pada bagian bawah spinal

penderita dan tidak direkomendasikan pada penderita dengan

kecurigaan cedera spinal.

Gambar 23. Tandu Sekop (scoop strechter)

5. Papan Spinal

Terdapat 2 tipe papan spinal atau papan punggung: panjang (long

spine board) dan pendek (short spine board). Alat ini digunakan

pada penderita yang ditemukan berbaring atau berdiri dan harus

diimmobilasi. Perlatan ini terbuat dari kayu tradisional dan juga

plastic tahan pecah. Papan spinal pendek digunakan terutama untuk

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

38

memindahkan penderita dari kendaraan ketika dicurigai ada cedera

leher atau spinal.

Gambar 24. Papan Spinal

6. Tandu keranjang

Dapat digunakan untuk memindahkan penderita satu tingkat ke

tingkat lainnya atau melewati tanah yang kasar. Keranjang harus

dilapisi dengan selimut sebelum memposisikan penderita.

Gambar 25. Tandu Keranjang

7. Tandu fleksibel

Terbuat dari kanvas atau bahan berkaret atau bahan fleksibel

lainnya. Seringkali dengan rangka kayu dipasnag pada kantungnya

dan ketiga pegangan pada setiap sisi. Karena fleksibelnya alat ini

dapat berguna pada daerah yang terpencil atau sempit.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

39

Gambar 26. Tandu Fleksibel

2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.2.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan secara umum adalah segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,

kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan

ini tersirat unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan),

proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan

output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari

suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau

perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif

oleh sasaran dari promosi kesehatan(Rachmawati, 2018).

Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam

bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua

kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap,

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

40

praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Rachmawati, 2018).

2.2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan adalah perubahan sikap dan tingkah laku

individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam membina

serta memelihara perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Lebih spesifik lagi tujuan

pendidikan kesehatan yaitu perubahan pengetahuan (kognitif), sikap

(pengertian, motivasi) atau praktik (mendapatkan akses informasi

kesehatan, mempergunakan informasi) untuk meningkatkan atau

mempertahankan kesehatannya (Rachmawati, 2018).

Sedangkan menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmojo (2010)

tujuan pendidikan kesehatan secara umum adalah mengubah perilaku

individu/masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan tersebut kemudian

diperinci lebih lanjut menjadi:

a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dalam

masyarakat.

b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana

pelayanan kesehatan yang ada.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

41

Dengan demikian dapat disimpulkan tujuan dari pendidikan kesehatan

adalah perubahan pengetahuan atau pemahaman individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat dalam bidang kesehatan sehingga akan terjadi

perubahan sikap dan tingkah laku untuk mencapai derajat kesehatan yang

optimal dengan meningkatkan tanggung jawab yang lebih terhadap

kesehatannya serta mencegah terjadinya atau berkembangnya penyakit.

2.2.3 Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan

Menurut Susilo (2011) metode pembelajaran adalah alat dan cara dalam

pelaksanaan strategi belajar mengajar. Sedangkan strategi belajar mengajar

adalah pola umum perbuatan pengajar –orang yang diajarkan dalam

perwujudan kegiatan belajar mengajar.

Dasar pemilihan metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan

bergantung pada beberapa faktor yaitu karakteristik sasaran/partisipan

(jumlah, status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin), waktu dan tempat

yang tersedia, serta tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam pendidikan

kesehatan tersebut (perubahan pengetahuan, sikap atau praktik partisipan)

misalnya teknik dan media (pengalaman langsung) yang digunakan dalam

pendidikan kesehatan menstimulasi paling banyak indra partisipan, di sini

keterampilan motorik dan sikap partisipan diasah sehingga metode ini

sesuai untuk mengubah sikap dan perilaku partisipan. Jika tujuan suatu

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

42

pendidikan kesehatan hanya mengubah pengetahuan maka teknik dan

media baca (flyer, pamphlet/leaflet) adalah yang paling tepat

(Rachmawati, 2018).

Metode pembelajaran terbagi menjadi 4 yaitu:

1 Metode ceramah

Merupakan metode dimana pengajar biasanya memberikan uraian

mengenai topik (pokok bahasan) tertentu di tempat tertentu dan

alokasi waktu tertentu sehingga dalam pengajaran perhatian

terpusat pada guru (teacher centered) dengan hubungan satu arah

(one way communication). Dalam penggunaan metode ini aktivitas

siswa hanya menyimak sambil sesekali mencatat (Syah, 2011).

2 Metode seminar

Adalah sebuah metode mengajar dengan penyajian (presentasi) dari

seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang

dianggap penting dan dianggap hangat (Notoatmodjo, 2010).

3 Metode simulasi

Adalah suatu metode yang menciptakan kondisi belajar yang

sangat sesuai atau mirip dengan kondisi pekerjaan, pelatihan ini

digunakan untuk belajar secara teknikal dan skill.

4 Metode demonstrasi

Adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,

kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

43

langsung maupun melalui media pengajaran yang relevan dengan

pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Tujuan pokok

penggunaan metode ini dalam proses belajar mengajar adalah

untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara

melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu (Syah, 2011).

2.3 Konsep Metode Simulasi

2.3.1 Definisi Simulasi

Metode simulasi menurut Anitah (2010) merupakan salah satu metode

mengajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses

pembelajarannya yaitu objeknya cenderung bukan benda atau kegiatan

yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura.

Selama proses pembelajaran akan dibina kemampuannya berkaitan dengan

keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Selain itu,

dalam metode simulasi ini diajak untuk dapat bermain peran beberapa

perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Pembelajaran simulasi merupakan metode pembelajaran yang membuat suatu

peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of

affaris) atau proses (Rachmawati, 2018). Berdasarkan beberapa pendapat yang

dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut di atas, dapat dipahami bahwa metode

simulasi merupakan suatu model pembelajaran yang dilaksanakan oleh pengajar

dengan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan

untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

44

dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses

pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya.

2.3.2 Prinsip Prinsip Metode Simulasi

Menurut Taniredja, dkk (2011) prinsip–prinsip metode simulasi, antara

lain:

1. Dilakukan oleh kelompok orang, tiap kelompok mendapat

kesempatan melaksanakan simulasi yang sama atau dapat juga

berbeda

2. Semua orang harus terlibat langsung peranan masing–masing

3. Penentuan topik sesuai disesuaikan dengan tingkat kemampuan

kelas, dibicarakan oleh peserta dan pengajar.

4. Penunjuk simulasi diberikan terlebih dahulu.

5. Dalam simulasi hendaknya digambarkan situasi yang lengkap

6. Hendaknya diusahakan terintegrasikannya beberapa ilmu.

2.3.3 Kelebihan Metode Simulasi

Menurut Taniredja, dkk (2011) metode simulasi memiliki kelebihan, yaitu:

1) Menyenangkan sehingga para peserta secara wajar terdorong untuk

berpartisipasi.

2) Menggalakkan pengajar untuk mengembangkan aktivitas simulasi

3) Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan

lingkungan yang sebenarnya

4) Memvisualkan hal–hal yang abstrak

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

45

5) Tidak memerlukan keterampilan komunikasi yang pelik.

6) Memungkinkan terjadinya interaksi antarpeserta.

7) Menimbulkan respon yang positif dari peserta yang lamban,

kurang cakap, dan kurang motivasi

8) Melatih berfikir kritis karena peserta terlibat dalam analisa proses,

kemajuan simulasi.

2.4 Konsep Keterampilan

2.4.1 Definisi Keterampilan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan adalah kecakapan

dalam menyelesaikan tugas. Pendapat lain menyebutkan ada beberapa

konsep dalam mendefinisikan skill atau keterampilan, yaitu kemampuan

melakukan sesuatu dengan baik, kecakapan, keahlian, ketangkasan, yang

diperoleh melalui praktik atau proses belajar (Creek, 2010). Secara lebih

lengkap, keterampilan atau skill didefiniskan suatu kemampuan individu

dalam menerapkan atau menerjemahkan suatu pengetahuan ke dalam

praktik yang sesuai dengan harapan tercapainya hasil kerja (Suprapto,

2009). Sehingga, dapat di didefinisikan bahwa keterampilan atau skill

adalah suatu kemampuan individu melakukan sesuatu dengan baik untuk

mencapai hasil kerja yang maksimal berdasarkan pengetahuan atau

pengalaman yang diperoleh melalui praktik atau pembelajaran.

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

46

2.4.2 Macam-Macam Keterampilan

Pada dasarnya, setiap keterampilan memiliki makna dapat menyelesaikan

tugas atau pekerjaan dengan baik. Pembagian bentuk keterampilan tidak

terlalu signifikan pentingnya, akan tetapi hal ini akan membantu menelaah

tujuan belajar setiap peserta didik (Abbatt, 1998). Karena banyak aktivitas

yang dianggap sebagai suatu bentuk keterampilan.

Berikut ini merupakan beberapa macam keterampilan, diantaranya:

1) Keterampilan psikomotor

Keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan seseorang

dalam menggunakan bagian tubuhnya (misalnya tangan) dalam

melakukan suatu pekerjaan (seperi perawat memasang pembalut)

(Abbatt, 1998). Sesuai dengan pendapat lain, bahwa keterampilan

psikomotor berhubungan dengan anggota tubuh individu atau

tindakan yang membutuhkan koordinasi antara sel syaraf dengan

otak sehingga menimbulkan gerakan motorik yang terarah

(Yuliarto, 2011).

2) Keterampilan kognitif

Keterampilan kognitif merupakan suatu keterampilan yang dimiliki

oleh individu dalam membuat keputusan. Sebagai contohnya,

seorang perawat memutuskan suatu diagnosa keperawatan,

memelihara catatan dokumen, dan memilih tempat untuk

menyimpan sesuatu (Abbatt, 1998). Keterampilan atau kemampuan

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

47

kognitif berhubungan dengan kemampuan intelektual atau

kemampuan berpikir (Ustad, 2012).

3) Keterampilan komunikasi

Keterampilan komunikasi berhubungan dengan kemampuan

seseorang dalam berbicara dengan orang lain, termasuk

meyakinkan orang lain untuk melakukan berbagai tugas yang

diberikan (Abbatt, 1998).

2.4.3 Pengukuran Keterampilan

1. Pengertian Skala Pengukuran

Pengukuran adalah penetapan/pemberian angka terhadap objek atau

fenomenema menurut aturan tertentu. (Stevens, 1951). Skala

pengukuran adalah kesepakatan yang digunakan sebagai acuan atau

tolak ukur untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada

pada alat ukur sehingga alat ukur tersebut bisa digunakan dalam

pengukuran akan menghasilkan data (Ramli, 2011). Pada hakikatnya

skala pengukuran adalah pemberian angka pada sebuah fenomena

yang diamati dan diukur oleh seseorang (Kuntoro, 2015).

Untuk penilaian peserta didik aspek penilaiannya ada 4, dimulai dari

dilakukan dengan benar (nilai 3), dilakukan dengan kurang benar

(nilai 2), dilakukan tidak benar (nilai 1), tidak dilakukan (nilai 0)

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

48

(UMBJM,2019). Penentuan nilai critical point dilandaskan pada

penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi

bahaya. Untuk penilaian critical point pada keterampilan ini adalah

apabila responden dilakukan dengan benar (nilai 6), dilakukan dengan

kurang benar (nilai 4), dilakukan dengan tidak benar (nilai 2), tidak

dilakukan (nilai 0).

2. Macam-Macam Skala Pengukuran Untuk Instrumen

Skala pengukuran yang umumnya digunakan dalam penelitian

meliputi Skala Likert , Skala Guttman, Semantic Differential atau

Rating Scale. Pada penelitian ini yang peneliti bahas yaitu skala

Rating Scale.

1) Rating Scale

Rating Scale, data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian

ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden menjawab,

senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau

tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model

Rating Scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari

jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah

satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. (Hikmayanti

Huwaida, 2019).

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

49

Oleh karena itu Rating Scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas

untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi

responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk

mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan

lain-lain.Yang penting dalam Rating Scale adalah harus dapat

mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban

pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban

angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu belum tentu sama

maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan

angka 2. (Dr. Drs. Ismail Nurdin, M.Si, & Dra. Sri Hartati, M.Si ,

2019).

Rating Scale adalah alat pengumpul data yang digunakan dalam

observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, menilai individu

atau situasi. Rating Scale merupakan sebuah daftar yang

menyajikan sejumlah sifat atau sikap sebagai butir-butir atau item.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan pengertian

Rating Scale adalah salah satu alat untuk memperoleh data yang

berupa suatu daftar yang berisi tentang sifat / ciri-ciri tingkah laku

yang ingin diselidiki yang harus dicatat secara bertingkat. (Dr.

Drs. Ismail Nurdin, M.Si, & Dra. Sri Hartati, M.Si , 2019)

Karena penilaian yang diberikan merupakan pendapat pribadi dari

pengamat dan bersifat subyektif, skala penilaian yang diisi oleh

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

50

satu pengamat saja tidak berarti untuk mendapatkan gambaran

yang agak obyektif tentang orang yang dinilai. Untuk itu

dibutuhkan beberapa skala penilaian yang diisi oleh beberapa

orang, yang kemudian dipelajari bersama-sama untuk

mendapatkan suatu diskripsi tentang kepribadian seseorang yang

cukup terandalkan dan sesuai dengan kenyataan.

Kriteria penilaian dapat dilakukan sebagai berikut:

(Sugiyono,2017)

1) Jika seorang responden memperoleh nilai 80-100% dapat

ditetepkan sangat Kompeten

2) Jika seorang responden memperoleh nilai 60-79% dapat

ditetepkan Kompeten

3) Jika seorang responden memperoleh nilai 40-59% dapat

ditetepkan Cukup Kompeten.

4) Jika seorang responden memperoleh nilai 0-39% dapat

ditetepkan tidak Kompeten

2.5 Konsep Kecelakaan Lalu Lintas

2.5.1 Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan Lalu Lintas merupakaan suatu peristiwa di jalan yang tidak

diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa

Pengguna Jalan lainnya mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

51

harta benda (PP No. 22 Tahun 2009). Definisi lain dari kecelakaan adalah

suatu kecelakaan jalan yang berakibat terjadinya korban luka yang

diakibatkan oleh suatu kendaraan atau lebih yang terjadi di jalan raya, dan

didata polisi(Azizirrahman, Normelani, Arisanty, Lintas, & Kecelakaan,

2015).

Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang terjadi pada suatu pergerakan lalu

lintas akibat adanya kesalahan pada sistem pembentuk lalu lintas, yaitu

pengemudi (manusia) kendaraan jalan dan lingkungan, pengertian

kesalahan dapat dilihat sebagai kondisi yang tidak sesuai dengan standar

atau peraturan yang berlaku maupun kelalaian yang dibuat oleh

manusia(Muhammad Gunawan, n.d.).

2.5.2 Tipe Dan Karakteristik Kecelakaan

Menurut Abubakar (1996), dalam Mayuna (2011) secara garis besar

pengelompokan kecelakaan berdasarkan proses terjadinya adalah :

1. Kecelakaan tunggal (KT), yaitu kecelakaan tunggal yang dialami

oleh satu kendaraan.

2. Kecelakaan pejalan kaki (KPK), yaitu kecelakaan tunggal yang

melibatkan pejalan kaki.

3. Kecelakaan membelok dua kendaraan (KMDK), yaitu kejadian

kecelakaan pada saat melakukan gerakan membelok dan hanya dua

kendaraan yang membelok.

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

52

4. Kecelakaan membelok lebih dari dua kendaraan (KMLDK), yaitu

kejadian kecelekaan pada saat melakukan gerakan membelok dan

lebih dari dua kendaraan yang terlibat.

5. Kecelakaan tanpa ada gerakan membelok dua kendaraan (KDK),

yaitu kejadiaan kecelakaan pada saat berjalan lurus atau kejadiaan

kecelakaan tanpa ada gerakan dan hanya dua kendaraan yang

terlibat.

6. Kecelakaan tanpa membelok lebih dari dua kendaraan (KLDK)

yaitu kejadiaan kecelakaaan pada saat berjalan lurus atau

kecelakaan yang terjadi tanpa ada gerakan membelok dan lebih

dari dua kendaraan yang terlibat.

Secara garis besar karakteristik kecelakaan menurut tabrakan dapat

diklasifikasikan dengan dasar yang seragam (Fachrurozy, 1986,

dalam Mayuna, 2011) :

1) Rear-angle (Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada

arah yang berbeda, tidak berlawanan arah, kecuali pada sudut

kanan.

2) Rear-end (Re), kendaraan menabrak dari belakang kendaraan

lain yang bergerak searah, kecuali pada jalur yang sama.

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

53

3) Sideswipe (Ss), kendaraan yang menabrak kendaraan lain dari

samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah

yang berlawanan, kecuali pada jalur yang berbeda.

4) Head on (Ho), tabrakan antara kendaraan yang berjalan pada

arah yang berlawan.

5) Backing, tabrakan secara mundur.

2.5.3 Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

Faktor-faktor penyebab kecelakaan biasanya diklasifikasikan identik

dengan unsur-unsur transportasi yaitu (Dishub, 2006)

1. Faktor manusia, manusia sebagai pemakai jalan yaitu sebagai

pejalan kaki dan pengendara kendaraan. Pejalan kaki tersebut

menjadi korban kecelakaan dan dapat juga menjadi penyebab

kecelakaan. Pengemudi kendaraan merupakan penyebab

kecelakaan yang utama, sehingga paling sering diperhatikan.

2. Faktor kendaraan, kendaraan bermotor sebagai hasil produksi suatu

pabrik, telah dirancang dengan suatu nilai faktor keamanan untuk

menjamin keselamatan bagi pengendaranya, kendaraan harus siap

pakai, oleh karena itu kendaraan harus dipelihara dengan baik

sehingga semua bagian mobil berfungsi dengan baik, seperti mesin,

rem kendali, ban, lampu, kaca spion, sabuk pengaman, dan alat-alat

mobil.

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

54

Dengan demikian pemeliharaan kendaraan tersebut diharapkan

dapat :

1) Mengurangi jumlah kecelakaan

2) Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan

lainnya.

3) Mengurangi besar kerusakan pada kendaraan bermotor.

3. Faktor kondisi jalan, sangat berpengaruh sebagai penyebab

kecelakaan lalu lintas. Kondisi jalan yang rusak dapat

menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Begitu juga tidak

berfungsinya marka, rambu dan sinyal lalu lintas dengan optimal

juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Ahli jalan raya dan

ahli lalu lintas merencanakan jalan dan rambu-rambunya denga

spesifikasi standar, dilaksanakan dengan cara yang benar dan

perawatan secukupnya, dengan harapan keselamatan akan

didapatkan dengan demikian.

4. Faktor Lingkungan jalan, jalan dibuat untuk menghubungkan suatu

tempat ketempat lain dari berbagai lokasi baik di dalam kota

maupun di luar kota. Berbagai faktor lingkungan jalan yang sangat

mempengaruhi dalam kegiatan berlalulintas. Hal ini mempengaruhi

pengemudi dalam mengatur kecepatan (mempercepat,

memperlambat, berhenti) juka menghadapi situasi seperti :

Page 45: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

55

1) Lokasi Jalan: 1) di dalam kota (di daerah pasar, pertokoan,

perkantoran, sekolah, perumahan), 2) di luar kota

(pedesaan).

2) Iklim, indonesia mengalami musim hujan dan musim

kemarau yang mengundang perhatian pengemudi untuk

waspada dalam mengemudikan kendaraannya.

3) Volume Lalu Lintas, berdasarkan pengamatan diketahui

bahwa makin padat lalu lintas jalan, makin banyak pula

kecelakaan yang terjadi, akan tetapi kerusakan fatal, makin

sepi lalu lintas makin sedikit kemungkinan kecelakaan akan

tetapi fatalitas akan semakin tinggi. Adanya komposisi lalu

lintas seperti tersebut diatas, diharapkan pada pengemudi

yang sedang mengendarai kendaraannya agar selalu

berhati-hati dengan keadaan tersebut.

2.6 Konsep Pemadam Kebakaran

2.6.1 Definisi Pemadam Kebakaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2019, tentang pemadam

kebakaran disingkat Damkar, Brawir (Dalam bahasa Belanda “Brandweer)

atau PMK adalah orang atau pasukan yang bertugas memadamkan

kebakaran, melakukan penyelamatan, dan menanggulangi bencana dan

kejadian lainnya. Petugas pemadam kebakaran selain terlatih untuk

menyelamatkan korban dari kebakaran atau melakukan pemadaman, juga

Page 46: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

56

dilatih untuk menyelamatkan korban-korban bencana seperti kecelakaan

lalu lintas, gedung runtuh, banjir, gempa bumi, dll.

Dilain hal, mereka juga ditugaskan untuk melakukan tugas-tugas

penyelamatan yang tidak menyangkut adanya kebakaran seperti

pengevakuasian sarang tawon, menyelamatkan korban bunuh diri,

menyelamatkan orang atau hewan yang terjebak, menanggulangi pohon

tumbang, dll. Pemadam kebakaran juga terkadang ditugaskan untuk

memberi sosialisasi dan pendidikan kepada rakyat sipil tentang kebakaran

dan cara menanggapinya (Kota et al., n.d, 2019).

Dinas pemadam kebakaran dan/atau BPBD (Badan Penanggulangan

Bencana Daerah) adalah unsur pelaksana pemerintah yang diberi tanggung

jawab dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran

dan bencana yang termasuk dalam dinas gawat darurat atau Rescue /

(Penyelamatan) seperti Ambulans dan Badan SAR Nasional. Para

Pemadam Kebakaran dilengkapi dengan pakaian anti-panas atau anti-api

dan juga helm serta boot/sepatu khusus dalam melaksanakan tugas, dan

biasanya pakaianya dilengkapi dengan scotlight reflektor berwarna putih

mengkilat agar dapat terlihat pada saat pelaksanaan tugas. Di Indonesia,

nomor telepon pusat Pemadam Kebakaran adalah: 113 (Kota et al., n.d,

2019).

Page 47: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

57

2.6.2 Sejarah Damkar di Hindia Belanda

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2019, Sejarah damkar yang dulu

dikenal "Branwir" dari Bahasa Belanda: Brandweer bermula pada tahun

1873, di mana terjadi kebakaran besar di Kramat-Kwitang, dan residen

(sekarang Gubernur DKI Jakarta) mengeluarkan peraturan (reglemet) pada

tahun 1915 dengan nama Reglement op de Brandweer in de Afdeeling stad

Vorsteden van Batavia. Sekarang menjadi Dinas Pemadam Kebakaran

Provinsi DKI Jakarta (Kota et al., n.d, 2019).

2.6.3 Unit Tugas Pemadam Kebakaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2019, Pemadam Kebakaran

Indonesia memakai Moto yang berbunyi: Pantang Pulang Sebelum Padam.

Sedangkan tugas pokok adalah:

1) Pencegahan Kebakaran.

2) Pemadaman Kebakaran, dan

3) Penyelamatan Jiwa dan ancaman kebakaran dan bencana lain.

2.6.4 Kendaraan Pemadam Kebakaran

Kendaraan-kendaraan Pemadam Kebakaran tergolong sebagai kendaraan

unit gawat darurat. Tipe kendaraaan ini biasanya truk yang bagian

belakang merupakan penyimpanan air, dan kendaraan ini umumnya

berwarna merah. Ada beberapa tipe kendaraan yang digunakan di kesatuan

pemadam kebakaran seperti: mobil pick-up double cabin atau SUV yang

Page 48: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

58

digunakan untuk membawa perwira/komando pemadam kebakaran, truk

pemadam kebakaran dengan ukuran kecil dan besar sebagai unit pembawa

air (unit tanker), truk pemompa dan penyimpan air (biasanya dapat

memompa air dari Hidran dan sumber air lainya) disebut Pump Unit truk

dan mobil pembawa alat-alat dan perlengkapan (selang, palu, gergaji, p3k,

lampu, dll) pemadam kebakaran, truk pembawa tangga (unit ladder), serta

kendaraan pembantu operasional lainya seperti: ambulans milik pemadam

kebakaran(Kota et al., n.d, 2019)

Pada kondisi darurat atau menanggapi suatu kebakaran, kendaraan ini

wajib diberi laluan dan jalan di lalulintas agar sampai di lokasi dengan

cepat. Pada kondisi darurat atau menanggapi suatu kebakaran, kendaraan

ini akan membunyikan sirene dan menyalakan lampu-lampu darurat yang

umumnya berwarna merah atau biru maupun kuning, jika pengemudi

melihat ini di jalan raya atau lalulintas, maka seluruh kendaraan wajib

memberi laluan atau minggir untuk memprioritaskan tugas penyelamatan

nyawa tersebut. Dan jika ada pengemudi yang mengabaikan, membiarkan,

atau mengganggu perjalanan kendaraan darurat yang sedang menjalankan

tugas, maka itu merupakan tindakan pelanggaran lalulintas dan sangat

dilarang dalam peraturan lalu-lintas Indonesia maupun seluruh dunia. Pada

kondisi ini, kendaraan darurat juga termasuk seperti: Ambulans (Kota et

al., n.d.).

Page 49: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

59

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Skema 2.1 Kerangka konsep “Pengaruh pelatihan evakuasi korban dengan

metode simulasi terhadap keterampilan skill Evakuasi dan Transportasi korban

kecelakaan lalu lintas pada Anggota Pemadam Kebakaran.

Sebelum

dilakukan

Pelatihan

Evakuasi Korban

Melakukan

penanganan

cedera yang

tepat

Mengurangi

keparahan

cedera di

tempat

kejadian

sebelum di

bawa ke pusat

pelayanan

kesehatan

Pelatihan

Evakuasi Korban

dengan Metode

Simulasi

Setelah dilakukan

Pelatihan

Evakuasi Korban

1.Evakuasi oleh 1 penolong

a. Teknik Menarik Korban

(drag)

b. Teknik Menangkat Korban

(carry)

- Gendong Punggung (piggy

back carry)

- mengangkat depan

/memapah (cradle carry)

c.Teknik Menopang (cruth)

2.Evakuasi oleh Dua Penolong

- Korban diangkat dengan

menggunakan tangan

sebagai tandu

3.Evakuasi dengan

menggunakan alat yaitu tandu/

papan spinal panjang

Skema 1. Kerangka

Konsep Penelitian

Page 50: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. BAB 2 SKRIPSI TINA LESTARI.pdfDalam kasus gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,

60

2.8 Hipotesis

Menurut sugiyono 2017 hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara. karena

jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum

didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan

data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap

rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiric, jadi hipotesis

penelitian ini adalah: “Ada pengaruh terhadap pelatihan evakuasi korban

dengan metode simulasi terhadap keterampilan skill Evakuasi dan

transportasi pada korban kecelakaan lalu lintas pada anggota Pemadam

Kebakaran”.