bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep evakuasi dan ...eprints.umbjm.ac.id/1176/4/4. bab 2 skripsi tina...
TRANSCRIPT
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Evakuasi dan Transport Klien Gawat Darurat
2.1.1 Definisi Evakuasi
Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi korban
diartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan
kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan
perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Evakuasi korban merupakan
kegiatan memindahkan korban dari lokasi kejadian menuju ke tempat
aman, sehinggga akhirnya korban mendapatkan perawatan dan pengobatan
lebih lanjut. (Ramsi,et al ,2014).
Evacuation is an essential component of rescue services because efficient
and fully executed proper protection of the victim can only be performed
in a safe place where rescuers are not threatened by any
hazards(Gawlowski & Biskup, 2019).
Evakuasi adalah komponen penting dari layanan penyelamatan karena
tepat efisien dan sepenuhnya dijalankan, perlindungan korban hanya dapat
dilakukan di tempat yang aman di mana penyelamat tidak terancam oleh
segala bahaya(Gawlowski & Biskup, 2019).
The right evacuation method is also important for the rescuers themselves,
as a properly selected and properly executed method protects the rescuers
12
from harm or personal injury, such as overload injuries. The number of
rescuers is also important, as some methods can be used by one and others
require more people (Gawlowski & Biskup, 2019).
Metode evakuasi yang tepat juga penting untuk penolong itu sendiri,
sebagai metode yang dipilih dengan benar dan dilaksanakan dengan tepat
untuk melindungi penolong dari cedera, seperti cedera yang tidak
diinginkan(Gawlowski & Biskup, 2019).
In the evacuation process from the accident site, the rapid adminittration
of first aid is of particular importance. In cases of manifest circulatory
and respiration disturbances, clinical death, bleeding, open and closed
fractures, thermal and chemical burns, delay to render assistance quickly
leads to a significant deterioration of the body condition and even
death(Kochadze, 2019).
Dalam proses evakuasi dari lokasi kecelakaan, penanganan pertolongan
pertama yang cepat sangat penting. Dalam kasus gangguan sirkulasi dan
pernapasan, gangguan klinis, perdarahan, fraktur terbuka dan tertutup, luka
bakar termal dan terkena cairan kimia, keterlambatan dalam memberikan
bantuan dengan cepat menyebabkan kemunduran yang signifikan pada
kondisi tubuh dan bahkan bisa sampai mengakibatkan
kematian(Kochadze, 2019).
13
At the prehospital stage of medical evacuation timely injuries are crucial
for victims of traffic accidents assessment of the severity of their condition,
determination of the leader symptom complex of injuries, conducting them
(with necessary) a temporary stop of bleeding, airway management; rectal
analgesia and skeletal immobilization damage, antishock infusion therapy
and maintaining stable hemodynamics. On time the proper and qualified
implementation of these measures - Ti increases the survival of those
injured in road accidents, especially with severe multiple and combined
trauma, providing conditions for a favorable social rehabilitation(I.V.
Petchin, Barachevsky, & L.I. Menshikova, 2018).
Pada tahap pra-rumah sakit evakuasi medis, penilaian keparahan kondisi
cedera tepat waktu sangat penting bagi korban kecelakaan lalu lintas,
penentuan awal cedera, penghentian pendarahan, manajemen jalan napas,
dan imobilisasi patah tulang, terapi infus antishock dan mempertahankan
hemodinamik yang stabil. Implementasi yang tepat waktu dan berkualitas
dari langkah-langkah ini akan meningkatkan kelangsungan hidup mereka
yang terluka dalam kecelakaan di jalan, terutama dengan multipel yang
parah dan dikombinasikan dengan trauma, akan memberikan kondisi yang
menguntungkan lingkungan sosial(I.V. Petchin et al., 2018).
Causes of death and disability in traffic accident victims are mostly caused
by mistakes in first aid to accident victims. The first aids referred to here
include 1. Evacuation error, 2. Resuscitation error and 3. Mistakes in
14
splinting. The evacuation error is the most common in the first aid of pre
hospital in the public. Most people have not understood the importance of
first-aid pre-hospitalization to be done to prevent more severe injuries or
even life-threatening injuries, especially evacuation procedures. The
wrong evacuation procedure can increase and aggravate the injury
suffered by accident victims, it can also be one cause of death in the
accident victims. For example, a broken bone victim, the wrong way of
rapture can cause a broken bone to rupture the blood vessels and cause
severe bleeding. Also on the victim of a neck injury, the wrong way of
rapture can cause the nerves of the dileher to be squeezed and may cause
respiratory arrest or respiratory failure(Eka, G, & Damayanti, 2015).
Penyebab kematian dan kecacatan pada korban kecelakaan lalu lintas
sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dalam pertolongan pertama
kepada korban kecelakaan. Bantuan pertama yang dimaksud di sini
termasuk 1. Kesalahan evakuasi, 2. Kesalahan resusitasi dan 3. Kesalahan
dalam belat. Kesalahan evakuasi adalah yang paling umum dalam
pertolongan pertama pra rumah sakit di masyarakat. Kebanyakan orang
belum memahami pentingnya pertolongan pertama pra-rawat inap yang
harus dilakukan untuk mencegah cedera yang lebih parah atau bahkan
cedera yang mengancam jiwa, terutama prosedur evakuasi. Prosedur
evakuasi yang salah dapat meningkatkan dan memperburuk cedera yang
diderita oleh korban kecelakaan, itu juga bisa menjadi salah satu penyebab
kematian pada korban kecelakaan. Misalnya, korban patah tulang, cara
15
pengangkatan yang salah dapat menyebabkan patah tulang pecah
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan hebat. Juga pada korban
cedera leher, cara pengangkatan yang salah dapat menyebabkan saraf
dileher terjepit dan dapat menyebabkan henti napas atau gagal napas(Eka
et al., 2015).
Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misalnya saat
evakuasi korban gawat darurat, ketika korban harus mendapatkan
perawatan dan pengobatan di rumah sakit sehingga evakuasi korban harus
dilakukan nsecara cepat dan dan waspada serta diusahakan tidak
memperburuk keadaaan korban atau menambah cedera baru. (Ramsi,et al
,2014)
2.1.2 Syarat Korban Untuk Dapat di Evakuasi
a. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan keaadan umum korban
dipantau terus.
b. Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal.
c. Perdarahan yang sudah diatasi dan dikendalikan.
d. Patah tulang yang ada sudah ditangani.
e. Mutlak tidak ada cedera.
f. Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakan
penolong dan korban.
16
2.1.3 Hal yang harus diperhatikan bagaimana posisi korban pada saat diberi
tindakan (Wartatmo,et al,2017)
1. Korban duduk
Pada kecelakaan lalu lintas sering terjadi pada korban yang masih
berada di dalam kendaraan. Sebelum melakukan evakuasi korban,
penolong harus menentukan apakah penolong dalam keadaan stabil
atau tidak stabil, apakah perlu evakuasi segera.
2. Korban berbaring
Pada saat kejadian kecelakaan sehari-hari mungkin didapatkan
korban pada posisi berbaring, tetapi mungkin dalam posisi
terlentang atau mungkin juga dalam posisi tertutup. Pada saat
melakukan pemindahan perhatikan adakah kemungkinan cedera
pada tulang belakang atau tidak. Bila terdapat fraktur tulang atau
dicurigai adanya fraktur lakukan immobilisasi dahulu sebelum
pengangkatan pasien.
3. Korban yang menggunakan helmet
Pada kecelakaan lalu lintas terutama pasien dengan kendaraan roda
dua yang menggunakan helm. Bila dalam keadaan tidak sadar dan
menggunakan helm, maka helm harus dibuka terlebih dahulu.
Helm dengan bagian muka terbuka mungkin tidak ada masalah
untuk membukanya, tetapi jenis helm yang tertutup seluruhnya,
perlu cara khusus untuk membukanya. Pada saat membuka harus
ditentukan adakah kemungkinan/dugaan fraktur pada tulang leher,
17
lakukan immobilisasi kepala pada saat membuka helm kemudian
pasang collar splint pada saat melakukan prosedur pemeriksaan
lain.
2.1.4 Macam-macam situasi pemindahan penderita(Wartatmo,et al,2017)
Seberapa cepat anda harus memindahkan penderita? Haruskah
menyelesaikan masalah sebelum memindahkan penderita? Berapa lama
waktu yang harus dihabiskan dalam waktu perlindungan spinal dan
keamanan penderita lain? Jawabannya adalah tergantung pada situasi.
a. Pemindahan Darurat (Emergency)
terdapat 3 situasi yang memerlukan penerapan pemindahan darurat.
1) Tempat kejadian berbahaya. Bahaya mengharuskan untuk
memindahkan penderita dengan cepat untuk melindungi
penolong dan penderita. Hal ini dapat terjadi jika terdapat
lalu lintas yang tidak terkontrol, api atau ancaman api,
kemungkinan ledakan, bahaya listrik, gas beracun atau
radiasi.
2) Perawatan kondisi yang mengancam hidup memerlukan
resusitasi. Penolong mungkin harus memindahkan penderita
ke permukaan yang keras dan rata untuk melakukan RJP atau
penolong mungkin harus memindahkan penderita untuk
menolong perdarahan yang mengancam hidup.
18
3) Penolong harus menolong penderita lain. Jika ada penderita
lain pada tempat kejadian yang memerlukan perawatan untuk
masalah yang mengancam hidup, penolong mungkin harus
memindahkan penderita lain untuk memeriksa penderita
dengan kondisi yang mengancam hidup.
b. Pemindahan mendesak (urgency)
Pemindahan mendesak diperlukan ketika penderita harus
dipindahkan dengan cepat untuk mengatasi bahaya yang
mengancam hidup, namun tidak seperti pemindahan darurat,
pemindahan ini dilakukan dengan tindakan pencegahan cedera
tulang belakang. Contoh kondisi dimana pemindahan mendesak
diperlukan antara lain:
1) Perawatan kondisi penderita memerlukan pemindahan.
Penderita harus dipindahkan untuk memperbaiki pernafasan
yang tidak adekuat atau mengobati shock atau gangguan
status kejiwaan.
2) Faktor faktor pada tempat kejadian menyebabkan kondisi
penderita menurun. Jika kondisi penderita menurun dengan
cepat karena panas atau dingin, misalnya, dia harus mungkin
dipindahkan.
3) Memindahkan penderita ke papan spinal yang panjang, juga
disebut papan (longspineboard), merupakan pemindahan
mendesak yang digunakan ketika terdapat bahaya yang
19
mengancam hidup dan kecurigaan cedera spinal. Jika
penderita telentang pada tanah, maneuver log roll
(menggulingkan) harus dilakukan untuk memindahkan
penderita ke samping. Papan spinal kemudian di tempatkan di
dekat tubuh penderita lalu di gulingkan kembali ke papan.
Setelah penderita aman dan diimobilisasi ke papan spinal,
papan dan penderita diangkat bersamaan ke tandu dan
dimasukkan ke ambulans.
c. Pemindahan tidak mendesak
Ketika tidak ada bahaya yang mengancam hidup, penderita harus
dipindahkan ketika transportasi sudah tersedia, menggunakan
pemindahan tidak mendesak. Pemeriksaan pada tempat kejadian
dan perawatan pada tempat kejadian yang diperlukan, seperti
pembidaian, harus dilakukan terlebih dahulu. Pemindahan tidak
mendesak harus dilakukan untuk mencegah cedera atau cedera
tambahan pada penderita dan untuk menghindari ketidaknyamanan
dan nyeri.
2.1.5 Teknik Evakuasi Korban(Ramsi,et al,2014)
1. Evakuasi Oleh Satu Penolong
Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwa
korban tidak mengalami cidera spinal, cidera tulang tengkorak, dan
gegar otak.
20
A. Teknik Menarik Korban
Teknik ini dapat digunakan untuk memindahkan korban dalam
jarak dekat. Pastikan permukaan tanah cukup rata agar tidak
menambah luka.
Cara drag (drag = diseret) (Amiruddin, 2010)
a) Jongkoklah di belakang pasien bantu pasien sedikit/setengah
duduk. Atur kedua lengan pasien menyilang dadanya.
b) Susupkan kedua lengan penolong di bawah ketiak kiri dan
kanan pasien dan gapai serta pegang kedua pergelangan
tangan pasien.
c) Secara hati-hati tarik/seret tubuh pasien ke belakang sembari
penolong berjalan jongkok ke belakang.
d) Bila pasien kebetulan memakai jaket buka semua kancingnya,
balik bagian belakang jaketnya, tarik dan seret hati-hati
bagian belakang.
Perhatian :
Cara-cara ini tidak digunakan pada pasien dengan cedera
pundak, kepala dan leher.
1) Menarik kemeja korban (shirt drag)
21
Bagian kemeja yang ditarik adalah bagian punggung belakang.
Jika terlalu depan, terdapat risiko kemeja lepas dan mencekik
korban.
Gambar 1. Menarik Kemeja Korban
Menarik ketiak korban (shoulder drag)
Tempatkan kedua tangan pada masing-masing ketiak korban.
Tarik korban perlahan. Teknik menarik ketiak ini adalah
teknik drag paling aman bagi korban sebab korban dipegang
langsung oleh penolong sehingga risiko terlepas lebih kecil.
2) Menarik dengan selimut (blanket drag)
Tempatkan bahan tertentu sebagai alas, seperti kain selimut,
kardus dsb.
Gambar 2. Menarik dengan Selimut
3) Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag)
22
Tangan korban diikat dan digantungkan di leher penolong.
Cegah kepala korban agar tidak terseret di tanah dengan
menggunakan satu tangan atau menggantungkannya.
Gambar 3. Membawa Korban Melalui Lorong Sempit
4) Teknik Mengangkat Korban (Carry)
Teknik ini dipakai untuk memindahkan korban dengan jarak
sedang atau cukup jauh. Dengan teknik ini, penolong dapat
sedikit lebih menghemat tenaga sebab tidak perlu
membungkukkan badan, tetapi harus menopang keseluruhan
berat badan korban. Untuk itu pertimbangkan kekuatan angkat
dan berat badan korban.
a. Gendong punggung (piggy back carry)
Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri, dapat
dipindahkan dengan mengendong korban di belakang
penolong. Posisi tangan penolong dapat menopang pantat
atau pengunci kedua lengan korban.
Cara piggy back carry = (digendong, "ngamplok di
punggung" (Amiruddin, 2010)
23
a) Jongkoklah didepan pasien dengan punggung
menghadap pasien.
Anjurkan pasien meletakkan kedua lengannya
merangkul di atas pundak penolong. Bila
dimungkinkan kedua tangannya saling berpegangan
di depan pada penolong.
b) Gapai dan peganglah paha pasien, pelan-pelan
angkat ke atas menempel pada punggung penolong.
Gambar 4. Gendong Punggung
b. Mengangkat depan/memapah (craddle carry)
Korban yang sadar tetapi lemas, tidak dapat berjalan, dan
tangan hanya dapat menggantung pasif ke leher penolong,
sebaiknya dipindahkan dengan cara membopong.
Cara cradle carry (memapah) (Amiruddin,
2010)Jongkoklah di belakang pasien letakkan satu lengan
penolong merangkul di bawah punggung pasien sedikit di
atas pinggang.
24
a) Letakkan lengan yang lain di bawah paha pasien
tepat pelipatan lutut. Berdirilah pelan-pelan dan
bersamaan mengangkat pasien.
Gambar 5. Gendong Depan
c. Menjulang
Teknik menjulang dilakukan untuk penolong satu orang
dan diperlukan pergerakan yang cepat atau menempuh
jarak jauh. Posisi ini akan membuat penolong lebih
leluasa untuk bergerak.
Gambar 6. Menjulang
5) Teknik Menopang (cruth)
a. Memapah 1 orang (one rescuer crutch)
Jika masih dapat berjalan meskipun sedikit, maka korban
dapat dibantu dengan memapahnya. Tangan korban
dirangkulkan di pundak penolong, salah satu tangan
25
penolong memegang pinggang korban untuk
mengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak lemas.
Cara Human Crutch (papah rangkul) (Amiruddin, 2010)
Human Crutch : dipapah dengan dirangkul dari samping,
bila dimungkinkan berikan alat bantu jalan sebagai
penopang atau penguat (alat bantu ekstra).
a) Berdiri di samping pasien di sisi yang cedera atau
yang lemah, rangkulkan satu lengan pasien pada
leher penolong dan gaitlah tangan pasien atau
pergelangannya.
b) Rangkulkan tangan penolong yang lain dari arah
belakang menggait pinggang pasien. Tahan kaki
penolong yang berdekatan dengan pasien untuk
mendampingi pasien, sedang kaki penolong yang
jauh dari pasien maju setapak demi setapak.
c) Bergeraklah pelan-pelan maju.
Selanjutnya tarik pelan-pelan gulungan yang ada di
arah kepala agar terbuka mengalasi tubuh pasien
bagian atas sedang gulungan yang ada di arah kaki
tarik ke bawah agar terbuka mengalasi tubuh pasien
bagian bawah.
26
d) Selanjutnya selundupkan kedua tongkat masing-
masing di kiri dan kanan tepi kanvas yang sudah
dilipat dan dijahit.
e) Angkat & angkut pasien hati-hati.
Gambar 7. Memapah
2. Evakuasi Oleh Dua Penolong (Ramsi,et al ,2014)
Korban diangkat dengan menggunakan tangan sebagai tandu
Cara ditandu dengan kedua lengan penolong (Amiruddin, 2010)
Pasien didudukkan
1) Kedua penolong jongkok dan saling berhadapan di samping kiri
dan kanan pasien lengan kanan penolong kiri dan lengan kiri
penolong kanan saling menyilang di belakang punggung pasien.
Menggapai dan menarik ikat pinggang pasien.
2) Kedua lengan penolong yang menerobos di bawah pelipatan lutut
pasien, saling bergandengan dan mengait dengan cara saling
memegang pergelangan tangan.
3) Makin mendekatlah para penolong.
27
Tahan dan atur punggung penolong tegap. Angkatlah pasien
pelan-pelan bergerak ke atas.
Gambar 8. Evakuasi dengan 2 Penolong
3. Mengusung Korban Oleh 3 Penolong. (Ramsi,et al ,2014)
Yang perlu diperhatikan adalah posisi korban yang dipertahankan
agar tetap sesuai aksis punggungnya.
28
Gambar 9. Evakuasi dengan 3 orang Penolong
Gambar 9. Menjelaskan mengenai posisi mengangkat korban
yang dilakukan oleh tiga orang penolong. Penting menjadi
perhatian adalah posisi korban yang dipertahankan agar tetap
sesuai aksis punggungnya.
4. Penggunaan papan spinal panjang
Korban cedera spinal harus diusung dengan menggunakan papan
spinal panjang (long spinal board)
Gambar 10. Pengangkatan Korban Menggunakan Papan Spinal
Korban yang harus mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih
lanjut, dibawa ke rumah sakit atau tempat rujukan lain. Pada keadaan
ketika kendaraan tidak dapat menjangkau lokasi, evakuasi korban
dengan tandu darurat merupakan sebuah alternative yang penting.
Evakuasi korban dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan
29
berbagai macam sarana, tergantung dari jumlah penolong, sarana
yang ada, rute yang dilalui, keadaan korban, dan segalanya.
a. Traksi manual pada cedera spinal
1) Posisikan kedua tangan penolong
2) Lakukan traksi (tarikan) ke arah ujung kepala dengan
mantap dan lembut
3) Pertahankan traksi, jaga kepala dalam posisi netral sejajar
dengan tulang belakang.
Gambar 11. Prosedur traksi pada cedera
spinal
b. Pemasangan collar pada posisi telentang
a) Berlututlah di atas kepala korban
b) Jari jari berada pada dasar tengkorak, sisi palmar
menghadap kepala
c) Lakukan traksi (tarikan) dengan lembut.
30
Gambar 12. Pemasangan Collar dari Depan Kepala
d) Pasangkan collar.
Gambar 13. Collar dikunci dibelakang leher
e) Teruskan mempertahankan kestabilan leher dan kepala.
Gambar 14. Collar setelah terpasang
c. Memindahkan korban ke tandu spinal
Oleh dua penolong
Metode ini seharusnya hanya digunakan jika ada bahaya pada
tempat kejadian yang mengancam jiwa, baik korban maupun
penolong.
31
a) Penolong A melakukan teknik pembukaan jalan napas dan
mempertahankannya serta melakukan traksi manual ketika
penolong B memasang Collar
b) Penolong A menstabilkan kepala korban , sementara
penolong B melapisi tandu spinal dan menempatkannya dekat
korban. Satukan kaki korban dan ikat menggunakan ikatan
delapan
c) Penolong B meluruskan lengan korban disamping kepalanya
dan penolong tersebut berlutut sejajar pinggul korban.
Penolong A memberi aba-aba memiringkan korban, dan
lakukan secara bersama-sama sebagai satu kesatuan.
Penolong B kemudian menarik tandu sehingga tepat berada
di samping korban.
d) Korban secara berhati-hati digulingkan sehingga berada
diatas tandu. Satukan tangan korban dan ikat, kemudian
fiksasi korban dengan tali yang sudah tersedia pada tandu
tersebut.
Oleh empat penolong
a) Penolong A melakukan traksi manual dan membuka jalan
napas menggunakan teknik modified jaw-trust. Penolong B
memasang cervical collar menglingkari leher korban,
sementara penolong A mempertahankan traksi manual.
32
b) Tandu ditempatkan di samping korban, jika mungkin lapisi
tandu tersebut pada daerah leher, pinggang, lutut, dan
pergelangan kaki untuk membantu mengisi ronggga antara
tubuh korban dan tandu
c) Penolong D menyatukan kaki korban dengan mengikatnya.
Gambar 15. Pemasangan Collar dan Pemasangan Tali
d) Tiga orang penolong (B, C, D) berlutut pada sisi korban
berlawanan dengan sisi yang ada tandunya. Buat jarak antara
korban untuk memiringkan korban ke arah mereka.
Tempatkan satu orang penolong di daerah bahu, satu orang di
pinggang dan satu orang lagi pada lutut korban. Penolong A
tetap mempertahankan posisi kepala
e) Penolong A mengontrol pergerakan. Penolong yang berada
sejajar bahu korban meluruskan lengan korban di sisi
kepalanya untuk persiapan memiringkan korban.
Gambar 16. Persiapan memindahkan korban ke tandu
33
f) Penolong A memberi aba-aba tiga penolong yang lain untuk
menempatkan tangan mereka pada posisinya :
1) Penolong yang sejajar bahu menempatkan satu tangan
dibawah bahu korban dan tangan yang lain di bawah
lengan korban.
2) Penolong yang sejajar pinggang menempatkan satu
tangan di bawah pinggang korban dan tangan yang lain
berada di bawah bokong korban
3) Penolong yang sejajar lutut korban menempatkan satu
tangan di bawah paha korban bagian bawah dan tangan
yang lain di bawah pertengahan betis korban.
g) Penolong A mempertahankan traksi manual pada kepala dan
leher. Mengikuti gerakan tiga penolong yang lain ketika
korban dimiringkan. Lakukan dengan hati-hati dan gerakkan
korban sebagai satu kesatuan.
Gambar 17. Memiringkan Korban untuk
memindahkan Korban ke tandu
h) Penolong yang sejajar dengan pinggang melepaskan
tangannya dari tubuh korban dan menggapai tandu yang
34
berada di hadapannya, kemudian menarik tandu mendekati
korban.
i) Penolong A memberi aba-aba mengembalikan korban ke
tandu spinal
j) Fiksasi tubuh korban pada tandu tersebut, satukan
pergelangan tangan korban dan ikat. Penolong A tetap
mempertahankan kepala dan leher korban
Gambar 18. Korban diletakkan di tandu lalu diikatkan
pada tandu
k) Pasang selimut tebal di bawah kepala korban, kemudian
gulung kedua sisi selimut ke atah kepala korban
l) Kemudian fiksasi selimut tersebut menggunakan mitela
m) Kirim korban ke rumah sakit beserta tandu spinalnya sebagai
satu kesatuan.
Gambar 19. Kepala di fiksasi dengan selimut lalau di
ikat ke tandu
35
2.1.6 Peralatan Pengangkut Penderita
Peralatan pengangkut penderita merupakan peralatan mekanis dan semua
tenaga kesehatan harus tahu bagaimana menggunakan peralatan ini.
Kesalahan pada penggunaan peralatan ini dapat menyebabkan cedera pada
diri si penolong dan penderita.
1. Tandu Beroda (Wheeled Strecher)
Tandu ini merupakan alat yang pada semua ambulans. Terdapat
banyak merk dan tipe tandu beroda ini, namun tujuannya semua
sama untuk memindahkan penderita dengan aman dari satu tempat
ke tepat lain, biasanya pada posisi berbaring. Kepala tandu dapat di
naikkan, yang akan sangat menguntungkan pada beberapa
penderita.
Gambar 20. Tandu Beroda(Wheeled Strecher)
2. Tandu Portabel
Tandu portable atau tandu lipat dapat menguntungkan pada
kejadian dengan banyak korban (kejadian dengan banyak
penderita). Tandu dapat terbuat dari kanvas, aluminium, atau
plastic keras dan biasanya dapat dilipat atau dikempiskan.
36
Gambar 21. Tandu Portabel
3. Kursi Tangga
Kursi tangga memiliki banyak keuntungan dalam memindahkan
penderita dari tempat kejadian ke tandu. Keuntungan pertama
adalah, seperti namanya, kursi tangga ini bagus digunakan pada
tangga. Tandu besar sering tidak bisa dibawa ke sudut yang sempit
atau naik turun tangga yang sempit. Kursi tangga memindahkan
penderita pada posisi duduk, yang dapat mengurangi panjang
penderita dan alat, memungkinkan penolong untuk bergerak di
sekitar sudut dan melalui ruang yang sempit. Alat ini ideal untuk
penderita dengan kesulitan bernafas. Penderita seperti ini biasanya
harus duduk tegak untuk bernafas lebih mudah dan kursi tangga
memungkinkan penderita untuk melakukannya. Kursi tangga tidak
boleh dilakukan pada penderita dengan cedera leher atau spinal
karena penderita ini harus diimmobilisasi terlentang dengan papan
untuk mencegah cedera lebih lanjut.
37
Gambar 22. Kursi Tangga
4. Tandu Sekop (scoop strechter).
Alat ini disebut dengan tandu sekop karena terbagi menjadi 2
bagian secara vertical dan penderita dapat di sekop dengan
mendorong sebagian alat ke bawah penderita. Tandu sekop tidak
memberikan perlindungan langsung pada bagian bawah spinal
penderita dan tidak direkomendasikan pada penderita dengan
kecurigaan cedera spinal.
Gambar 23. Tandu Sekop (scoop strechter)
5. Papan Spinal
Terdapat 2 tipe papan spinal atau papan punggung: panjang (long
spine board) dan pendek (short spine board). Alat ini digunakan
pada penderita yang ditemukan berbaring atau berdiri dan harus
diimmobilasi. Perlatan ini terbuat dari kayu tradisional dan juga
plastic tahan pecah. Papan spinal pendek digunakan terutama untuk
38
memindahkan penderita dari kendaraan ketika dicurigai ada cedera
leher atau spinal.
Gambar 24. Papan Spinal
6. Tandu keranjang
Dapat digunakan untuk memindahkan penderita satu tingkat ke
tingkat lainnya atau melewati tanah yang kasar. Keranjang harus
dilapisi dengan selimut sebelum memposisikan penderita.
Gambar 25. Tandu Keranjang
7. Tandu fleksibel
Terbuat dari kanvas atau bahan berkaret atau bahan fleksibel
lainnya. Seringkali dengan rangka kayu dipasnag pada kantungnya
dan ketiga pegangan pada setiap sisi. Karena fleksibelnya alat ini
dapat berguna pada daerah yang terpencil atau sempit.
39
Gambar 26. Tandu Fleksibel
2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan
2.2.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan secara umum adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan
ini tersirat unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan),
proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan
output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari
suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau
perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif
oleh sasaran dari promosi kesehatan(Rachmawati, 2018).
Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam
bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua
kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap,
40
praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Rachmawati, 2018).
2.2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan adalah perubahan sikap dan tingkah laku
individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam membina
serta memelihara perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Lebih spesifik lagi tujuan
pendidikan kesehatan yaitu perubahan pengetahuan (kognitif), sikap
(pengertian, motivasi) atau praktik (mendapatkan akses informasi
kesehatan, mempergunakan informasi) untuk meningkatkan atau
mempertahankan kesehatannya (Rachmawati, 2018).
Sedangkan menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmojo (2010)
tujuan pendidikan kesehatan secara umum adalah mengubah perilaku
individu/masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan tersebut kemudian
diperinci lebih lanjut menjadi:
a. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dalam
masyarakat.
b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
41
Dengan demikian dapat disimpulkan tujuan dari pendidikan kesehatan
adalah perubahan pengetahuan atau pemahaman individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dalam bidang kesehatan sehingga akan terjadi
perubahan sikap dan tingkah laku untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal dengan meningkatkan tanggung jawab yang lebih terhadap
kesehatannya serta mencegah terjadinya atau berkembangnya penyakit.
2.2.3 Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan
Menurut Susilo (2011) metode pembelajaran adalah alat dan cara dalam
pelaksanaan strategi belajar mengajar. Sedangkan strategi belajar mengajar
adalah pola umum perbuatan pengajar –orang yang diajarkan dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar.
Dasar pemilihan metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan
bergantung pada beberapa faktor yaitu karakteristik sasaran/partisipan
(jumlah, status sosial ekonomi, umur, jenis kelamin), waktu dan tempat
yang tersedia, serta tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam pendidikan
kesehatan tersebut (perubahan pengetahuan, sikap atau praktik partisipan)
misalnya teknik dan media (pengalaman langsung) yang digunakan dalam
pendidikan kesehatan menstimulasi paling banyak indra partisipan, di sini
keterampilan motorik dan sikap partisipan diasah sehingga metode ini
sesuai untuk mengubah sikap dan perilaku partisipan. Jika tujuan suatu
42
pendidikan kesehatan hanya mengubah pengetahuan maka teknik dan
media baca (flyer, pamphlet/leaflet) adalah yang paling tepat
(Rachmawati, 2018).
Metode pembelajaran terbagi menjadi 4 yaitu:
1 Metode ceramah
Merupakan metode dimana pengajar biasanya memberikan uraian
mengenai topik (pokok bahasan) tertentu di tempat tertentu dan
alokasi waktu tertentu sehingga dalam pengajaran perhatian
terpusat pada guru (teacher centered) dengan hubungan satu arah
(one way communication). Dalam penggunaan metode ini aktivitas
siswa hanya menyimak sambil sesekali mencatat (Syah, 2011).
2 Metode seminar
Adalah sebuah metode mengajar dengan penyajian (presentasi) dari
seorang ahli atau beberapa orang ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan dianggap hangat (Notoatmodjo, 2010).
3 Metode simulasi
Adalah suatu metode yang menciptakan kondisi belajar yang
sangat sesuai atau mirip dengan kondisi pekerjaan, pelatihan ini
digunakan untuk belajar secara teknikal dan skill.
4 Metode demonstrasi
Adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang,
kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
43
langsung maupun melalui media pengajaran yang relevan dengan
pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Tujuan pokok
penggunaan metode ini dalam proses belajar mengajar adalah
untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara
melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu (Syah, 2011).
2.3 Konsep Metode Simulasi
2.3.1 Definisi Simulasi
Metode simulasi menurut Anitah (2010) merupakan salah satu metode
mengajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses
pembelajarannya yaitu objeknya cenderung bukan benda atau kegiatan
yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura.
Selama proses pembelajaran akan dibina kemampuannya berkaitan dengan
keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Selain itu,
dalam metode simulasi ini diajak untuk dapat bermain peran beberapa
perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Pembelajaran simulasi merupakan metode pembelajaran yang membuat suatu
peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of
affaris) atau proses (Rachmawati, 2018). Berdasarkan beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut di atas, dapat dipahami bahwa metode
simulasi merupakan suatu model pembelajaran yang dilaksanakan oleh pengajar
dengan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan
untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi
44
dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses
pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya.
2.3.2 Prinsip Prinsip Metode Simulasi
Menurut Taniredja, dkk (2011) prinsip–prinsip metode simulasi, antara
lain:
1. Dilakukan oleh kelompok orang, tiap kelompok mendapat
kesempatan melaksanakan simulasi yang sama atau dapat juga
berbeda
2. Semua orang harus terlibat langsung peranan masing–masing
3. Penentuan topik sesuai disesuaikan dengan tingkat kemampuan
kelas, dibicarakan oleh peserta dan pengajar.
4. Penunjuk simulasi diberikan terlebih dahulu.
5. Dalam simulasi hendaknya digambarkan situasi yang lengkap
6. Hendaknya diusahakan terintegrasikannya beberapa ilmu.
2.3.3 Kelebihan Metode Simulasi
Menurut Taniredja, dkk (2011) metode simulasi memiliki kelebihan, yaitu:
1) Menyenangkan sehingga para peserta secara wajar terdorong untuk
berpartisipasi.
2) Menggalakkan pengajar untuk mengembangkan aktivitas simulasi
3) Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan
lingkungan yang sebenarnya
4) Memvisualkan hal–hal yang abstrak
45
5) Tidak memerlukan keterampilan komunikasi yang pelik.
6) Memungkinkan terjadinya interaksi antarpeserta.
7) Menimbulkan respon yang positif dari peserta yang lamban,
kurang cakap, dan kurang motivasi
8) Melatih berfikir kritis karena peserta terlibat dalam analisa proses,
kemajuan simulasi.
2.4 Konsep Keterampilan
2.4.1 Definisi Keterampilan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan adalah kecakapan
dalam menyelesaikan tugas. Pendapat lain menyebutkan ada beberapa
konsep dalam mendefinisikan skill atau keterampilan, yaitu kemampuan
melakukan sesuatu dengan baik, kecakapan, keahlian, ketangkasan, yang
diperoleh melalui praktik atau proses belajar (Creek, 2010). Secara lebih
lengkap, keterampilan atau skill didefiniskan suatu kemampuan individu
dalam menerapkan atau menerjemahkan suatu pengetahuan ke dalam
praktik yang sesuai dengan harapan tercapainya hasil kerja (Suprapto,
2009). Sehingga, dapat di didefinisikan bahwa keterampilan atau skill
adalah suatu kemampuan individu melakukan sesuatu dengan baik untuk
mencapai hasil kerja yang maksimal berdasarkan pengetahuan atau
pengalaman yang diperoleh melalui praktik atau pembelajaran.
46
2.4.2 Macam-Macam Keterampilan
Pada dasarnya, setiap keterampilan memiliki makna dapat menyelesaikan
tugas atau pekerjaan dengan baik. Pembagian bentuk keterampilan tidak
terlalu signifikan pentingnya, akan tetapi hal ini akan membantu menelaah
tujuan belajar setiap peserta didik (Abbatt, 1998). Karena banyak aktivitas
yang dianggap sebagai suatu bentuk keterampilan.
Berikut ini merupakan beberapa macam keterampilan, diantaranya:
1) Keterampilan psikomotor
Keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan seseorang
dalam menggunakan bagian tubuhnya (misalnya tangan) dalam
melakukan suatu pekerjaan (seperi perawat memasang pembalut)
(Abbatt, 1998). Sesuai dengan pendapat lain, bahwa keterampilan
psikomotor berhubungan dengan anggota tubuh individu atau
tindakan yang membutuhkan koordinasi antara sel syaraf dengan
otak sehingga menimbulkan gerakan motorik yang terarah
(Yuliarto, 2011).
2) Keterampilan kognitif
Keterampilan kognitif merupakan suatu keterampilan yang dimiliki
oleh individu dalam membuat keputusan. Sebagai contohnya,
seorang perawat memutuskan suatu diagnosa keperawatan,
memelihara catatan dokumen, dan memilih tempat untuk
menyimpan sesuatu (Abbatt, 1998). Keterampilan atau kemampuan
47
kognitif berhubungan dengan kemampuan intelektual atau
kemampuan berpikir (Ustad, 2012).
3) Keterampilan komunikasi
Keterampilan komunikasi berhubungan dengan kemampuan
seseorang dalam berbicara dengan orang lain, termasuk
meyakinkan orang lain untuk melakukan berbagai tugas yang
diberikan (Abbatt, 1998).
2.4.3 Pengukuran Keterampilan
1. Pengertian Skala Pengukuran
Pengukuran adalah penetapan/pemberian angka terhadap objek atau
fenomenema menurut aturan tertentu. (Stevens, 1951). Skala
pengukuran adalah kesepakatan yang digunakan sebagai acuan atau
tolak ukur untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada
pada alat ukur sehingga alat ukur tersebut bisa digunakan dalam
pengukuran akan menghasilkan data (Ramli, 2011). Pada hakikatnya
skala pengukuran adalah pemberian angka pada sebuah fenomena
yang diamati dan diukur oleh seseorang (Kuntoro, 2015).
Untuk penilaian peserta didik aspek penilaiannya ada 4, dimulai dari
dilakukan dengan benar (nilai 3), dilakukan dengan kurang benar
(nilai 2), dilakukan tidak benar (nilai 1), tidak dilakukan (nilai 0)
48
(UMBJM,2019). Penentuan nilai critical point dilandaskan pada
penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi
bahaya. Untuk penilaian critical point pada keterampilan ini adalah
apabila responden dilakukan dengan benar (nilai 6), dilakukan dengan
kurang benar (nilai 4), dilakukan dengan tidak benar (nilai 2), tidak
dilakukan (nilai 0).
2. Macam-Macam Skala Pengukuran Untuk Instrumen
Skala pengukuran yang umumnya digunakan dalam penelitian
meliputi Skala Likert , Skala Guttman, Semantic Differential atau
Rating Scale. Pada penelitian ini yang peneliti bahas yaitu skala
Rating Scale.
1) Rating Scale
Rating Scale, data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian
ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden menjawab,
senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau
tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model
Rating Scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari
jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah
satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. (Hikmayanti
Huwaida, 2019).
49
Oleh karena itu Rating Scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas
untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi
responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk
mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan
lain-lain.Yang penting dalam Rating Scale adalah harus dapat
mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban
pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban
angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu belum tentu sama
maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan
angka 2. (Dr. Drs. Ismail Nurdin, M.Si, & Dra. Sri Hartati, M.Si ,
2019).
Rating Scale adalah alat pengumpul data yang digunakan dalam
observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, menilai individu
atau situasi. Rating Scale merupakan sebuah daftar yang
menyajikan sejumlah sifat atau sikap sebagai butir-butir atau item.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan pengertian
Rating Scale adalah salah satu alat untuk memperoleh data yang
berupa suatu daftar yang berisi tentang sifat / ciri-ciri tingkah laku
yang ingin diselidiki yang harus dicatat secara bertingkat. (Dr.
Drs. Ismail Nurdin, M.Si, & Dra. Sri Hartati, M.Si , 2019)
Karena penilaian yang diberikan merupakan pendapat pribadi dari
pengamat dan bersifat subyektif, skala penilaian yang diisi oleh
50
satu pengamat saja tidak berarti untuk mendapatkan gambaran
yang agak obyektif tentang orang yang dinilai. Untuk itu
dibutuhkan beberapa skala penilaian yang diisi oleh beberapa
orang, yang kemudian dipelajari bersama-sama untuk
mendapatkan suatu diskripsi tentang kepribadian seseorang yang
cukup terandalkan dan sesuai dengan kenyataan.
Kriteria penilaian dapat dilakukan sebagai berikut:
(Sugiyono,2017)
1) Jika seorang responden memperoleh nilai 80-100% dapat
ditetepkan sangat Kompeten
2) Jika seorang responden memperoleh nilai 60-79% dapat
ditetepkan Kompeten
3) Jika seorang responden memperoleh nilai 40-59% dapat
ditetepkan Cukup Kompeten.
4) Jika seorang responden memperoleh nilai 0-39% dapat
ditetepkan tidak Kompeten
2.5 Konsep Kecelakaan Lalu Lintas
2.5.1 Definisi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan Lalu Lintas merupakaan suatu peristiwa di jalan yang tidak
diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
Pengguna Jalan lainnya mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian
51
harta benda (PP No. 22 Tahun 2009). Definisi lain dari kecelakaan adalah
suatu kecelakaan jalan yang berakibat terjadinya korban luka yang
diakibatkan oleh suatu kendaraan atau lebih yang terjadi di jalan raya, dan
didata polisi(Azizirrahman, Normelani, Arisanty, Lintas, & Kecelakaan,
2015).
Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang terjadi pada suatu pergerakan lalu
lintas akibat adanya kesalahan pada sistem pembentuk lalu lintas, yaitu
pengemudi (manusia) kendaraan jalan dan lingkungan, pengertian
kesalahan dapat dilihat sebagai kondisi yang tidak sesuai dengan standar
atau peraturan yang berlaku maupun kelalaian yang dibuat oleh
manusia(Muhammad Gunawan, n.d.).
2.5.2 Tipe Dan Karakteristik Kecelakaan
Menurut Abubakar (1996), dalam Mayuna (2011) secara garis besar
pengelompokan kecelakaan berdasarkan proses terjadinya adalah :
1. Kecelakaan tunggal (KT), yaitu kecelakaan tunggal yang dialami
oleh satu kendaraan.
2. Kecelakaan pejalan kaki (KPK), yaitu kecelakaan tunggal yang
melibatkan pejalan kaki.
3. Kecelakaan membelok dua kendaraan (KMDK), yaitu kejadian
kecelakaan pada saat melakukan gerakan membelok dan hanya dua
kendaraan yang membelok.
52
4. Kecelakaan membelok lebih dari dua kendaraan (KMLDK), yaitu
kejadian kecelekaan pada saat melakukan gerakan membelok dan
lebih dari dua kendaraan yang terlibat.
5. Kecelakaan tanpa ada gerakan membelok dua kendaraan (KDK),
yaitu kejadiaan kecelakaan pada saat berjalan lurus atau kejadiaan
kecelakaan tanpa ada gerakan dan hanya dua kendaraan yang
terlibat.
6. Kecelakaan tanpa membelok lebih dari dua kendaraan (KLDK)
yaitu kejadiaan kecelakaaan pada saat berjalan lurus atau
kecelakaan yang terjadi tanpa ada gerakan membelok dan lebih
dari dua kendaraan yang terlibat.
Secara garis besar karakteristik kecelakaan menurut tabrakan dapat
diklasifikasikan dengan dasar yang seragam (Fachrurozy, 1986,
dalam Mayuna, 2011) :
1) Rear-angle (Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada
arah yang berbeda, tidak berlawanan arah, kecuali pada sudut
kanan.
2) Rear-end (Re), kendaraan menabrak dari belakang kendaraan
lain yang bergerak searah, kecuali pada jalur yang sama.
53
3) Sideswipe (Ss), kendaraan yang menabrak kendaraan lain dari
samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah
yang berlawanan, kecuali pada jalur yang berbeda.
4) Head on (Ho), tabrakan antara kendaraan yang berjalan pada
arah yang berlawan.
5) Backing, tabrakan secara mundur.
2.5.3 Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Faktor-faktor penyebab kecelakaan biasanya diklasifikasikan identik
dengan unsur-unsur transportasi yaitu (Dishub, 2006)
1. Faktor manusia, manusia sebagai pemakai jalan yaitu sebagai
pejalan kaki dan pengendara kendaraan. Pejalan kaki tersebut
menjadi korban kecelakaan dan dapat juga menjadi penyebab
kecelakaan. Pengemudi kendaraan merupakan penyebab
kecelakaan yang utama, sehingga paling sering diperhatikan.
2. Faktor kendaraan, kendaraan bermotor sebagai hasil produksi suatu
pabrik, telah dirancang dengan suatu nilai faktor keamanan untuk
menjamin keselamatan bagi pengendaranya, kendaraan harus siap
pakai, oleh karena itu kendaraan harus dipelihara dengan baik
sehingga semua bagian mobil berfungsi dengan baik, seperti mesin,
rem kendali, ban, lampu, kaca spion, sabuk pengaman, dan alat-alat
mobil.
54
Dengan demikian pemeliharaan kendaraan tersebut diharapkan
dapat :
1) Mengurangi jumlah kecelakaan
2) Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan
lainnya.
3) Mengurangi besar kerusakan pada kendaraan bermotor.
3. Faktor kondisi jalan, sangat berpengaruh sebagai penyebab
kecelakaan lalu lintas. Kondisi jalan yang rusak dapat
menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Begitu juga tidak
berfungsinya marka, rambu dan sinyal lalu lintas dengan optimal
juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Ahli jalan raya dan
ahli lalu lintas merencanakan jalan dan rambu-rambunya denga
spesifikasi standar, dilaksanakan dengan cara yang benar dan
perawatan secukupnya, dengan harapan keselamatan akan
didapatkan dengan demikian.
4. Faktor Lingkungan jalan, jalan dibuat untuk menghubungkan suatu
tempat ketempat lain dari berbagai lokasi baik di dalam kota
maupun di luar kota. Berbagai faktor lingkungan jalan yang sangat
mempengaruhi dalam kegiatan berlalulintas. Hal ini mempengaruhi
pengemudi dalam mengatur kecepatan (mempercepat,
memperlambat, berhenti) juka menghadapi situasi seperti :
55
1) Lokasi Jalan: 1) di dalam kota (di daerah pasar, pertokoan,
perkantoran, sekolah, perumahan), 2) di luar kota
(pedesaan).
2) Iklim, indonesia mengalami musim hujan dan musim
kemarau yang mengundang perhatian pengemudi untuk
waspada dalam mengemudikan kendaraannya.
3) Volume Lalu Lintas, berdasarkan pengamatan diketahui
bahwa makin padat lalu lintas jalan, makin banyak pula
kecelakaan yang terjadi, akan tetapi kerusakan fatal, makin
sepi lalu lintas makin sedikit kemungkinan kecelakaan akan
tetapi fatalitas akan semakin tinggi. Adanya komposisi lalu
lintas seperti tersebut diatas, diharapkan pada pengemudi
yang sedang mengendarai kendaraannya agar selalu
berhati-hati dengan keadaan tersebut.
2.6 Konsep Pemadam Kebakaran
2.6.1 Definisi Pemadam Kebakaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2019, tentang pemadam
kebakaran disingkat Damkar, Brawir (Dalam bahasa Belanda “Brandweer)
atau PMK adalah orang atau pasukan yang bertugas memadamkan
kebakaran, melakukan penyelamatan, dan menanggulangi bencana dan
kejadian lainnya. Petugas pemadam kebakaran selain terlatih untuk
menyelamatkan korban dari kebakaran atau melakukan pemadaman, juga
56
dilatih untuk menyelamatkan korban-korban bencana seperti kecelakaan
lalu lintas, gedung runtuh, banjir, gempa bumi, dll.
Dilain hal, mereka juga ditugaskan untuk melakukan tugas-tugas
penyelamatan yang tidak menyangkut adanya kebakaran seperti
pengevakuasian sarang tawon, menyelamatkan korban bunuh diri,
menyelamatkan orang atau hewan yang terjebak, menanggulangi pohon
tumbang, dll. Pemadam kebakaran juga terkadang ditugaskan untuk
memberi sosialisasi dan pendidikan kepada rakyat sipil tentang kebakaran
dan cara menanggapinya (Kota et al., n.d, 2019).
Dinas pemadam kebakaran dan/atau BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) adalah unsur pelaksana pemerintah yang diberi tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran
dan bencana yang termasuk dalam dinas gawat darurat atau Rescue /
(Penyelamatan) seperti Ambulans dan Badan SAR Nasional. Para
Pemadam Kebakaran dilengkapi dengan pakaian anti-panas atau anti-api
dan juga helm serta boot/sepatu khusus dalam melaksanakan tugas, dan
biasanya pakaianya dilengkapi dengan scotlight reflektor berwarna putih
mengkilat agar dapat terlihat pada saat pelaksanaan tugas. Di Indonesia,
nomor telepon pusat Pemadam Kebakaran adalah: 113 (Kota et al., n.d,
2019).
57
2.6.2 Sejarah Damkar di Hindia Belanda
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2019, Sejarah damkar yang dulu
dikenal "Branwir" dari Bahasa Belanda: Brandweer bermula pada tahun
1873, di mana terjadi kebakaran besar di Kramat-Kwitang, dan residen
(sekarang Gubernur DKI Jakarta) mengeluarkan peraturan (reglemet) pada
tahun 1915 dengan nama Reglement op de Brandweer in de Afdeeling stad
Vorsteden van Batavia. Sekarang menjadi Dinas Pemadam Kebakaran
Provinsi DKI Jakarta (Kota et al., n.d, 2019).
2.6.3 Unit Tugas Pemadam Kebakaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2019, Pemadam Kebakaran
Indonesia memakai Moto yang berbunyi: Pantang Pulang Sebelum Padam.
Sedangkan tugas pokok adalah:
1) Pencegahan Kebakaran.
2) Pemadaman Kebakaran, dan
3) Penyelamatan Jiwa dan ancaman kebakaran dan bencana lain.
2.6.4 Kendaraan Pemadam Kebakaran
Kendaraan-kendaraan Pemadam Kebakaran tergolong sebagai kendaraan
unit gawat darurat. Tipe kendaraaan ini biasanya truk yang bagian
belakang merupakan penyimpanan air, dan kendaraan ini umumnya
berwarna merah. Ada beberapa tipe kendaraan yang digunakan di kesatuan
pemadam kebakaran seperti: mobil pick-up double cabin atau SUV yang
58
digunakan untuk membawa perwira/komando pemadam kebakaran, truk
pemadam kebakaran dengan ukuran kecil dan besar sebagai unit pembawa
air (unit tanker), truk pemompa dan penyimpan air (biasanya dapat
memompa air dari Hidran dan sumber air lainya) disebut Pump Unit truk
dan mobil pembawa alat-alat dan perlengkapan (selang, palu, gergaji, p3k,
lampu, dll) pemadam kebakaran, truk pembawa tangga (unit ladder), serta
kendaraan pembantu operasional lainya seperti: ambulans milik pemadam
kebakaran(Kota et al., n.d, 2019)
Pada kondisi darurat atau menanggapi suatu kebakaran, kendaraan ini
wajib diberi laluan dan jalan di lalulintas agar sampai di lokasi dengan
cepat. Pada kondisi darurat atau menanggapi suatu kebakaran, kendaraan
ini akan membunyikan sirene dan menyalakan lampu-lampu darurat yang
umumnya berwarna merah atau biru maupun kuning, jika pengemudi
melihat ini di jalan raya atau lalulintas, maka seluruh kendaraan wajib
memberi laluan atau minggir untuk memprioritaskan tugas penyelamatan
nyawa tersebut. Dan jika ada pengemudi yang mengabaikan, membiarkan,
atau mengganggu perjalanan kendaraan darurat yang sedang menjalankan
tugas, maka itu merupakan tindakan pelanggaran lalulintas dan sangat
dilarang dalam peraturan lalu-lintas Indonesia maupun seluruh dunia. Pada
kondisi ini, kendaraan darurat juga termasuk seperti: Ambulans (Kota et
al., n.d.).
59
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Skema 2.1 Kerangka konsep “Pengaruh pelatihan evakuasi korban dengan
metode simulasi terhadap keterampilan skill Evakuasi dan Transportasi korban
kecelakaan lalu lintas pada Anggota Pemadam Kebakaran.
Sebelum
dilakukan
Pelatihan
Evakuasi Korban
Melakukan
penanganan
cedera yang
tepat
Mengurangi
keparahan
cedera di
tempat
kejadian
sebelum di
bawa ke pusat
pelayanan
kesehatan
Pelatihan
Evakuasi Korban
dengan Metode
Simulasi
Setelah dilakukan
Pelatihan
Evakuasi Korban
1.Evakuasi oleh 1 penolong
a. Teknik Menarik Korban
(drag)
b. Teknik Menangkat Korban
(carry)
- Gendong Punggung (piggy
back carry)
- mengangkat depan
/memapah (cradle carry)
c.Teknik Menopang (cruth)
2.Evakuasi oleh Dua Penolong
- Korban diangkat dengan
menggunakan tangan
sebagai tandu
3.Evakuasi dengan
menggunakan alat yaitu tandu/
papan spinal panjang
Skema 1. Kerangka
Konsep Penelitian
60
2.8 Hipotesis
Menurut sugiyono 2017 hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara. karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiric, jadi hipotesis
penelitian ini adalah: “Ada pengaruh terhadap pelatihan evakuasi korban
dengan metode simulasi terhadap keterampilan skill Evakuasi dan
transportasi pada korban kecelakaan lalu lintas pada anggota Pemadam
Kebakaran”.