bab 2 thd

41
BAB I LAPORAN KASUS 1.1. IDENTIFIKASI Nama : Cendi Esa Bella Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Lahir : 11 April 1992 (23 tahun) Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Desa Muara Enim Status : Menikah Agama : Islam MRS : 27 Juli 2015 No. Rek Medis : 162981 1.2. ANAMNESIS (27 Juli 2015) Keluhan Utama Sesak napas sejak 2 hari SMRS Keluhan Tambahan Kaki bengkak Riwayat Perjalanan Penyakit Seorang wanita 23 tahun G1P1A0 dirujuk dari Puskesmas Tanjung Agung dengan keluhan sesak napas setelah melahirkan, sesak dirasakan terus menerus. OS mengeluh sesak sejak usia kehamilan 8 bulan dan memberat sejak 2 hari SMRS. OS melahirkan 8 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan terus menerus, tidak 1

Upload: faza-naufal

Post on 10-Jan-2016

225 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

penyakit jantung tiroid

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 THD

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTIFIKASI

Nama : Cendi Esa Bella

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 11 April 1992 (23 tahun)

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Desa Muara Enim

Status : Menikah

Agama : Islam

MRS : 27 Juli 2015

No. Rek Medis : 162981

1.2. ANAMNESIS (27 Juli 2015)

Keluhan Utama

Sesak napas sejak 2 hari SMRS

Keluhan Tambahan

Kaki bengkak

Riwayat Perjalanan Penyakit

Seorang wanita 23 tahun G1P1A0 dirujuk dari Puskesmas Tanjung Agung dengan keluhan sesak napas setelah melahirkan, sesak dirasakan terus menerus. OS mengeluh sesak sejak usia kehamilan 8 bulan dan memberat sejak 2 hari SMRS. OS melahirkan 8 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh aktivitas. OS merasa lebih nyaman pada posisi duduk. Nyeri dada (-). Riwayat sesak sebelumnya (-). Riwayat berobat ke dokter penyakit jantung (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-). Nyeri perut tembus ke belakang (-). Riwayat ANC ˃ 4x di Sp.OG. Riwayat tekanan darah tinggi (-), riwayat demam (-) RS. Riwayat penyakit gula (-), riwayat penyakit asma (-)

1

Page 2: BAB 2 THD

Riwayat Pengobatan :

Pasien belum pernah berobat ke dokter dengan keluhan ini

sebelumnya.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang seperti ini sebelumnya.

Keluhan sesak napas ini dirasakan pasien baru pertama kali.

Riwayat Penyakit keluarga :

Keluhan seperti ini dalam keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan :

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Riwayat merokok (-).

Riwayat minum alkohol (-).

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Kesan : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Pernapasan : 36 x/menit

Tekanan Darah : 130/80mmHg

Nadi : 112 x/menit

Suhu : 36,6oC

Kepala dan Leher

Kepala : rambut hitam, halus, tidak mudah dicabut, distribusi

merata, tidak ada lesi di kepala.

2

Page 3: BAB 2 THD

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat

isokor, reflex cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm

Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-), deviasi septum (

-), epistaksis (-)

Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP (5+0)cmH2o

Thorax

Paru

I: statis dan dinamis simetris

P: stem fremitus kanan=kiri

P: sonor diseluruh lapangan paru

A: suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Cor

I : iktus cordis tidak terlihat

P: iktus cordis tidak teraba

P: Batas jantung atas ICS II

Batas jantung kiri ICS V LAA sin

Batas jantung kanan LMC dx

A: HR 140 x/menit, reguler, bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop

(-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas. Nyeri tekan (-)

Auskultasi : BU (+) normal

Perkusi : Timpani

Ekstremitas

3

Page 4: BAB 2 THD

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan ECG (27-07-2015)

EKG : Sinus tachycardia , axis normal, HR: 140 x/m, gelombang P tidak bias

dinilai, PR interval 0,12 sec, QRS Complex 0.08 sec, R/S di V1 < 1, S di

V1+ R di V5-V6 <35.

4

Page 5: BAB 2 THD

Pemeriksaan Radiologis

Rontgen Thorax (29 Juli 2015)

Hasil Ekspertise Rontgen Thorax

Kondisi foto lunak.

CTR > 50 %, jantung membesar ke kiri.

Trakea di tengah. Mediastinum superior tidak melebar.

Corakan bronkovaskuler tidak meningkat.

Tak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru.

Diafragma scaloping, sudut costophrenicus lancip.

Tulang-tulang dan jaringan lunak baik.

5

Page 6: BAB 2 THD

Kesan:

Kardiomegali

1.5. Diagnosis kerja

CHF ec Kardiomiopati Peripartum FS NYHA IV

1.6. Diagnosis Bandinh

Stenosis Aorta

Preeclampsia

Kardiomiopati Dilatasi

Kardiomiopati Hipertropi

Kardiomiopati Restriktif

Pulmonary Edema

1.7. Penatalaksanaan

Non Farmakologis

Istirahat

O2 8L/menit

Edukasi

Diet Jantung III

Farmakologis

IVFD RL gtt x/menit

Inj Furosemid 1x1 IV

Aspilet 1 x 80 mg

Carvedilol 2 x 6,25 mg

Digoxin 1 x 1 tab

1.8. Prognosis

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia

6

Page 7: BAB 2 THD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung

Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa

referensi, ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau

dengan ukuran panjang kira-kira 5" (12cm) dan lebar sekitar 3,5" (9cm).

Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang mediastinum

diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas

jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada

disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline

sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di

bawah puting susu sebelah kiri. Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang

disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi

3 lapisan, yaitu lapisan fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.

7

Page 8: BAB 2 THD

Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan

Ventrikel (bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak

yang pendek, yaitu ke ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan

dengan otot ventrikel. Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan

atrium kiri, demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2

yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri.

Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada

manusia, yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena

cava superior dan inferior pada jantung – bergabung di Atrium kanan –

masuk ke ventrikel kiri – arteri pulmonalis ke paru – keluar dari paru melalui

vena pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) – masuk ke ventrikel

kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta. Keluar

masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4

buah katup di dalamnya, yaitu :

1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel

kanan).

2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).

3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri

pulmonalis).

4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).

Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung

sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat

penting sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila

arteri koroner mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di

sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung

sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau

yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction

dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan

dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga

atau miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari

8

Page 9: BAB 2 THD

sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup

aorta atau tepatnya di sinus valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu: Arteri

koroner kanan dan Arteri koroner kiri.2

2.2. Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang

disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi

gangguan pada ejeksi dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi

mampu memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh.

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa

darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap

oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang

berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

2.2.1 Etiologi

Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan

penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing

-masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi

gagal jantung juga.

Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal

jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.

9

Page 10: BAB 2 THD

Tabel 1. Penyebab gagal jantung

Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung hipertensi

Penyakit katup aorta

Penyakit katup mitral

Miokarditis

Kardiomiopati

Amyloidosis jantung 7

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri

Penyakit pulmonari kronik

Stenosis katup pulmonal

Penyakit katup trikuspid

Penyakit jantung kongenital

(VSD,PDA)

Hipertensi pulmonal

Embolisme paru masif7

Gagal output rendah

Kelainan miokardium

Penyakit jantung iskemik

Kardiomiopati

Amyloidosis

Aritmia

Peningkatan tekanan

pengisian

Hipertensi sistemik

Stenosis katup

Semua menyebabkan gagal

ventrikel kanan disebabkan

penyakit paru sekunder

Gagal output tinggi

Inkompetensi katup

Anemia

Malformasi arteriovenous

Overload volume plasma

Sumber: Concise Pathology 3rd Edition

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1.      Kelainan otot jantung

10

Page 11: BAB 2 THD

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari

penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi

arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2.      Aterosklerosis koroner

mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan

asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya

mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium

degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara

langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

3.      Hipertensi sistemik atau pulmonal 

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload),

mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi

miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas

jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi

secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.

4.      Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, 

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5.      Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang

biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung

(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah

11

Page 12: BAB 2 THD

(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),

peningkatan mendadak after load.

6.      Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan

dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :

demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan

curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan

anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis

respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan

kontraktilitas jantung

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association

(NYHA).

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA

Klasifikasi Fungsional NYHA

(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

II

Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat,

tetapi aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi

atau sesak nafas.

Kelas

III

Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik.

Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari

aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak

nafas.

12

Page 13: BAB 2 THD

Kelas

IV

Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya

kelelahan. Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan

aktivitas fisik, keluhan akan semakin meningkat.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of

Cardiology dan American Heart Association.

Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)

Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai

abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat

dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural

jantung.

Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala

gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal

jantung akut dan gagal jantung kronik.

1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau

tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa

13

Page 14: BAB 2 THD

adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa

disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal,

atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan

segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan

jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.

2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks

yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam

keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya

disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

2.5 Patofisiologi

Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :

(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,

(2) meningkatnya afterload, atau

(3) gangguan pengisian ventrikel.

Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel

(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi

sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas

relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.

Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan

gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya

volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada

gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu

memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung

diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau

14

Page 15: BAB 2 THD

menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang

meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum

ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis

aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada

infark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui

penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik

dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif

terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja

terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga

terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal

jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan

pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang

menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu

ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap

peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan

tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang

terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana

akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan

kontraksi, meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi

ginjal untuk mengambil natrium dan air. Penggunaan sistem secara

berlebihan untuk mengkompensasi tersebut menyebabkan kerusakkan pada

ventrikel dan terjadi remodeling.

Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin

II, aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor

15

Page 16: BAB 2 THD

neurohormonal yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang

menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang

ketiga terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi air. Nafas pendek

(dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau pada

malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paru-paru

(kongesti) atau odema periferal.

Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal

jantung untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk

memompakan darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1)

mekanisme Frank-Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan

hipertrofi ventrikular.

1. MekanismeFrank-Starling

meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume

ventricular end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik,

berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal

pada filamen aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan

pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank-

Starling mencocokan output dari dua ventrikel.

Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu

mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada

penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya

peningkatan volume ventricular end-diastolic dan mekanisme Frank-

Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami

pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang

berlebihan

Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah

ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan

menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan

ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding

pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang

16

Page 17: BAB 2 THD

menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi

jantung.

2. Neurohumeral

a. Sistem saraf adrenergik

Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung

dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian

dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, kemudian

mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan

menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan meningkatkan frekuensi

denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi

arteri dan vena sistemik.

b. Sistem renin angiotensin aldosteron

Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem

renin- angiotensin aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang

mencapai makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi

simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus

juxtaglomerular. Renin memecah empat asam amino dari

angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme akan

melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II.

Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1,

aktivasi reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi,

pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin,

sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi

pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.

c. Stres oksidatif

Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar

reactive oxygen species (ROS).Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh

rangsangan dari ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal

(angiotensin II, aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun

17

Page 18: BAB 2 THD

sitokin inflamasi (tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini

memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis

collagen. ROS juga akan mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara

menurunkan bioavailabilitas NO.

3. Remodelling dan hipertrofi ventrikular

Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal

menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri

yang progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya

kemampuan ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling

mempunyai efek penting pada miosit jantung, perubahan volume

miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometridan

arsitektur ruangan ventrikel kiri.

Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang

mengakibatkan meningkatkan rangsangan pada otot jantung.

Keadaan jantung yang overload dengan tekanan yang tinggi, misalnya

pada hipertensi atau stenosis aorta, mengakibatkan peningkatan tekanan

sistolik yang secara parallel menigkatkan tekanan pada sarkomer dan

18

Page 19: BAB 2 THD

pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan hipertrofi

konsentrik.

Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume

ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang

kemudian secara seri pada sarkomer dan kemudian terjadi

pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang

mengakibatkan hipertrofi eksentrik. Homeostasis kalsium merupakan

hal yang penting dalam perkembangan gagal jantung. Hal ini

diperlukan dalam kontraksi dan relaksasi jantung.

2.6 Gambaran Klinis

Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :

1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya

gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung

kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri

dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.

Tanda dan gejala:

Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu

pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan

yang minimal atau sedang.

19

Page 20: BAB 2 THD

Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring

Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama

dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat

tidur)

Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum

berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.

Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat

cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan

sisa hasil katabolisme.

Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat

kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi

dengan baik.

2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya

pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun

tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.

Tanda dan gejala:

Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena

didalam rongga abdomen.

Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi

renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan

pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari

jaringan.

Bendungan pada vena perifer (jugularis)

Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan

asites.

20

Page 21: BAB 2 THD

Perasaan tidak enak pada epigastrium.

Gagal Jantung Kongestif

Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam

keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa

sehingga terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.

Tanda dan gejala:

Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.

2.7 Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

1. Anamnesis

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah

digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan

minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria

minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak

berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,

PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.

Kriteria mayor

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

21

Page 22: BAB 2 THD

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor

1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi (>120/menit)

2. Pemeriksaan Fisik

A. Tekanan darah dan Nadi

Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,

namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV

berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan

adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda

nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik.

Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer

dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik

berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya

sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase

apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial

meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu

depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia,

diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi

oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti

sementara

B. Jugular Vein Pressure

22

Page 23: BAB 2 THD

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai

tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika

pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena

jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan

memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada

HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat

namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan

tekanan abdomen  (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar

mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.

C. Ictus cordis

Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak

memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika

kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi

dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular

line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.

D. Suara jantung tambahan

Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan

dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel

kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas

hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada

pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan

takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara

jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa ditemukan

pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan

tricuspid biasa ditemukan pada pasien.

E. Pemeriksaan paru

Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari

transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien

dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan

paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac

asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru

23

Page 24: BAB 2 THD

sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa

rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan

dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini

disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar.

Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan

mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena

pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering

terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura

seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena

adalah rongga pleura kanan.

F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux

Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika

ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat

berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites

sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada

vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga

merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi

hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait

dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.

G. Edema tungkai

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun

namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang

diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen

pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada

pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring,

edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum.

Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada

kulit.

H. Cardiac Cachexia

Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan

berat badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari

24

Page 25: BAB 2 THD

cachexia pada HF tidak diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor

dan termasuk peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan

muntah akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut;

peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti TNF, dan

gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika

ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh

mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti :

hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan

anemia, karena anemia ini merupakan suatu penyebab gagal

jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk

disfungsi jantung lainnya.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi/Rontgen.

Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan

bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir

berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran

jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru.

b. Pemeriksaan EKG.

Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer

jantung ( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda

faktor pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).

25

Page 26: BAB 2 THD

c. Ekhokardiografi.

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta

anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung

BAB III

ANALISIS KASUS

RINGKASAN

Gagal jantung kongestif merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat

menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit

26

Page 27: BAB 2 THD

jantung. CHF sangat memerlukan pendekatan terapi baru yang dapat

dipergunakan secara individual, yang akan meningkatkan kualitas hidup dan

mengurangi beban ekonomi pada masyarakat. Pengobatan efektif terhadap

antecedent utama CHF-seperti hipertensi, ischaemic heart disease dan diabetes-

mungkin merupakan kunci pencegahan terhadap perburukan penyakit tersebut.

Pada kasus ini memaparkan Tn. KN Seorang laki-laki 42 tahun datang

dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak timbul setelah

beraktifitas (berjalan ±100 meter) dan berkurang dengan istirahat. Sesak tidak

dipengaruhi cuaca dan emosi. Os sering terbangun malam hari karena sesak (+),

Os tidur dengan 2 bantal tersusun, nyeri dada (+), berdebar-debar (+).

± Sejak 3 tahun SMRS os mengeluh berat badan semakin menurun. Dada

berdebar-debar (+), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan meningkat (+), mudah

gugup (+), mudah lelah(+). Os berobat ke RSMH dikatakan sakit hipertiroid

diberi obat tirozol 1x/hari. Os rutin makan obat tersebut selama 6 bulan, kemudian

setelah gejala berkurang os menghentikan pengobatan sendiri.

Berdasarkan keluhan utama pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan

penyebab terjadinya sesak. sesak dapat berasal dari organ paru maupun jantung.

Sesak napas yang diakibatkan oleh penyakit paru biasanya tidak berkurang

dengan istirahat dan biasanya disertai suara nafas tambahan, sedangkan pada

pasien ini sesak berkurang dengan istirahat, maka kemungkinan penyakit paru

dapat disingkirkan. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien ini memiliki riwayat

penyakit hipertiroid..LANJUTKE LAGI TY

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah

140/90 mmHg, Nadi 120 x/menit, respirasi 36 x/menit dan suhu 36.5oC. Pada

pemeriksaan leher ditemukan JVP meningkat (5+0) cmH2o dan pembesaran batas

jantung.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada kasus ini ialah

pemeriksaan darah rutin, photo thorax dan EKG

27

Page 28: BAB 2 THD

DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta

28

Page 29: BAB 2 THD

2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes

Kardiologi. Erlangga : Jakarta

3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V.

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia: Jakarta.

4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.

5. http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview . Di akses 23

Juli 2012

6. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001

29