bab 2 pengelolaan kasus 2.1 2.1 -...
TRANSCRIPT
5
BAB 2
PENGELOLAAN KASUS
2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
2.1.1 Defenisi
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon
terhadap stressor fisiologi dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling
berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam
bentuk kelebihan dan kekurangan (Tarwoto & Wartonah, 2006). Kebutuhan
cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis,
yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total
berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh.
Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung
oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme, seperti karbondioksida, yang
semuanya disebut dengan ion (Hidayat, 2006).
2.1.2 Volume Cairan Tubuh
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water) kira-kira 60%
dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat
sedikit menyimpan cairan, lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga
jumlah volume cairan wanita lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh
terhadap jumlah volume cairan, semakin tua usia semakin sedikit kandungan
airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir jumlah cairan tubuhnya 70-80% dari
Universitas Sumatera Utara
6
BB, usia 1 tahun 60% dari BB, usia pubertas sampai dengan usia 39 tahun
untuk pria 60% dari BB dan wanita 52% dari BB, usia 40-60 tahun untuk pria
55% dari BB dan wanita 47% dari BB, sedangkan pada usia di atas 60 tahun
untuk pria 52% dari BB dan wanita 46% dari BB (Tarwoto & Wartonah,
2006).
2.1.3 Distribusi Cairan Tubuh
Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen yaitu pada
intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-kira 2/3 atau 40% dari
BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20% dari BB, cairan ini terdiri atas
plasma (cairan intravaskuler) 5%, cairan interstisial (cairan di sekitar tubuh
seperti limfe) 10-15%, dan transeluler (misalnya, cairan serebrospinalis,
sinovia, cairan dalam peritonium, cairan dalam rongga mata, dan lain-lain) 1-
3% (Tarwoto & Wartonah, 2006).
2.1.4 Fungsi Cairan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), fungsi cairan bagi tubuh adalah
sebagai berikut :
a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh
b. Transpor nutrien ke sel
c. Transpor hasil sisa metabolisme
d. Transpor hormon
e. Pelumas antar-organ
f. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler.
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.5 Keseimbangan Cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake (masukan) cairan dan
output (pengeluaran) cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan
makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500 ml/hari. Sekitar
1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan
pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-1500 ml/hari,
feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
2.1.6 Pengaturan Keseimbangan Cairan
Menurut Hidayat (2006), pengaturan keseimbangan cairan dapat
dilakukan melalui mekanisme tubuh. Mekanisme tubuh tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah
sebagai berikut:
1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada
akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab
terhadap sensasi haus.
2. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik
dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa
dahaga.
Universitas Sumatera Utara
8
b. Anti-diuretik hormon (ADH)
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari
hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormon ini meningkatkan
reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat
air.
c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron
dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium , natrium serum, dan sistem
angiotensin renin serta sangat efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.
2.1.7 Pengaturan Keseimbangan Elektrolit
Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi.
Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif
(anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi
neuromuskular dan keseimbangan asam basa. Pada fungsi neuromuskular,
elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf
(Asmadi, 2008).
Menurut Hidayat (2012), elektrolit tubuh dibagi menjadi:
a. Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi sebagai
pengaturan osmolaritas serta volume cairan tubuh. Pengaturan konsentrasi
ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan oleh
Universitas Sumatera Utara
9
korteks suprarenal dan berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. ADH
mengatur sejumlah air yang diserap ke dalam ginjal dari tubulus renalis.
Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap
kembali oleh darah. Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui ginjal
atau sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata. Normalnya sekitar
135-148 mEq/lt.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel yang
berfungsi sebagai exitability neuromukuler dan kontraksi otot.
Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion
natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron. Aldosteron juga
berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan
ekstrasel). Nilai normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
c. Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi,
penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah) dan
membantu beberapa enzim pankreas. Kalsium diekresi melalui urine,
keringat. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon
paratiroid pada reabsorbsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun,
kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang
langsung meningkatkan jumlah kalsium darah.
Universitas Sumatera Utara
10
d. Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel.
Keseimbangan magnesium diatur oleh kelenjar parathyroid, dan
magnesium diabsorbsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh
dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Jika magnesium dalam plasma
darah kadarnya menurun, maka ginjal akan mengeluarkan kalium lebih
banyak, dapat terjadi pada pasien alkoholisme kronis, muntah-muntah,
diare, gangguan ginjal. Nilai normalnya sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.
e. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Fungsi klorida
biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan
tekanan osmotik dalam darah. Normalnya sekitar 95-105 mEq/lt.
f. Bikarbonat
Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada
cairan ekstrasel dan intrasel. Bikarbonat diatur oleh ginjal.
g. Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat
berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular, metabolisme
kabohidrat, pengaturan asam basa.
2.1.8 Mekanisme Pergerakan Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit dalam tubuh selalu bergerak di antara ketiga
tempat cairan tersebut, yaitu intraseluler, interstitial, dan intravaskuler
(Asmadi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
11
Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), mekanisme pergerakan cairan
tubuh melalui tiga proses, yaitu:
a. Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan
elektrolit didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi
dipengaruhi oleh ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur.
b. Osmosis
Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui
membran semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke
konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
c. Transpor Aktif
Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya
aktif dari tubuh seperti pompa jantung.
2.1.9 Cara Pengeluaran Cairan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), pengeluaran cairan terjadi
melalui organ-organ seperti:
a. Ginjal
Ginjal merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima
170 liter darah untuk disaring setiap hari. Hasil penyaringan ginjal tersebut
dikeluarkan dalam bentuk urine. Produksi urine untuk semua usia 1
ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1500 ml/hari. Jumlah
urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
Universitas Sumatera Utara
12
b. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan
dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan demam.
Hilangnya cairan melalui kulit disebut juga dengan Isensible Water Loss
(IWL), yaitu sekitar 15-20 ml/24 jam.
c. Paru-paru
Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan
yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman
napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal (melalui
feses) setiap hari sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara keseluruhan
adalah 10-15 cc/kg BB/24 jam, dengan kenaikan 10% dari IWL pada
setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius.
2.1.10 Masalah Keseimbangan Cairan
Menurut Hidayat (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri dari
dua bagian yaitu:
a. Hipovolemik
Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui
kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok
hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalah
Universitas Sumatera Utara
13
peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung,
kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon
ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang berlangsung lama dapat
menimbulkan gagal ginjal akut.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat,
suhu meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa
mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata cekung,
pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak-anak adanya penurunan
jumlah air mata. Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus,
hipotensi, dan oliguri.
b. Hipervolemik
Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat terjadi
pada saat stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi
ginjal abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air, kelebihan
pemberian cairan, dan perpindahan cairan dari interstisial ke plasma.
Gejala yang mungkin terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan
penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit
lembab, distensi vena leher, dan irama gallop.
2.1.11 Masalah Kebutuhan Elektrolit
Menurut Hidayat (2012), masalah kebutuhan elektrolit terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
14
a. Hiponatremia
Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam
plasma darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang berlebihan, rasa
cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi cepat dan lembab,
hipotensi, konvulsi, membran mukosa kering, kadar natrium dalam plasma
kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat
diuretik dalam jangka waktu yang lama tanpa terkontrol, diare jangka
panjang.
b. Hipernatremia
Hipernatremia merupakan suatu keadaan kadar natrium dalam plasma
tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor kulit
buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, konvulsi, suhu
badan naik, kadar natrium dalam plasma lebih dari 148 mEq/lt. Dapat
terjadi pasien dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan sedang
intake garam sedikit.
c. Hipokalemia
Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam
darah ditandai dengan denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak
nafsu makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot lemah dan lunak,
denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan bising usus, kadar
kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
d. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar kalium
dalam darah tinggi yang ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitas
Universitas Sumatera Utara
15
sistem pencernaan, aritmia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare,
kecemasan, dan irritable, kadar kalium dalam plasma lebih dari 5,5
mEq/lt.
e. Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah
yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung,
kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan kesemutan pada
jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan
kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi intestinal.
f. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam
darah, yang ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu
ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma lebih dari 4,3
mEq/lt. Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami pengangkatan
kelenjar gondok dan makan vitamin D yang berlebihan.
g. Hipomagnesia
Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah yang
ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki tangan,
takikardi, hipertensi, disoriensi dan konvulsi. Kadar magnesium dalam
darah kurang dari 1,5 mEq/lt.
h. Hipermagnesia
Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam darah
yang ditandai dengan adanya, koma, gangguan pernapasan dan kadar
magnesium lebih dari 2,5 mEq/lt.
Universitas Sumatera Utara
16
2.1.12 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan
Elektrolit
Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), faktor-faktor yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah sebagai berikut:
a. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang
diperlukan, dan berat badan.
b. Temperatur Lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat
kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari
c. Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi,
proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraseluler.
d. Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah
dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan
air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan
produksi urine.
e. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung,
gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana
keperawatan, perawat perlu melakukan pengkajian keperawatan. Menurut
Tarwoto & Wartonah (2006), hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Riwayat Keperawatan
a. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)
b. Tanda umum masalah elektrolit
c. Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
d. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit
e. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status
cairan
f. Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial
g. Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan.
2. Pengukuran Klinik
a. Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukan adanya masalah
keseimbangan cairan. Masalah keseimbangan cairan akibat
kehilangan/bertambahnya berat badan dikategorikan ke dalam tiga
kelompok, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
18
1) ± 2% : ringan
2) ± 5% : sedang
3) ± 10% : berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b. Keadaan umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan
dan suhu, pengukuran tingkat kesadaran.
c. Pengukuran pemasukan cairan
Pemasukan cairan yang perlu dihitung adalah cairan yang diberikan
melalui NGT dan oral, cairan parenteral termasuk obat-obatan IV,
makanan yang cenderung mengandung air yang dikonsumsi oleh klien,
dan cairan yang digunakan untuk irigasi kateter atau NGT.
d. Pengukuran pengeluaran cairan
Pengeluaran yang perlu diukur meliputi volume dan
kejernihan/kepekatan urine, jumlah dan konsistensi feses, muntah, tube
drainase, dan IWL (Insensible Water Loss)
e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar ± 200 cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada :
a. Integumen
Pada pemeriksaan integumen yang peru diperhatikan adalah keadaan
turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan sensasi
rasa.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan kardiovaskuler yang perlu diperhatikan adalah
distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantung.
c. Mata
Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan mata cekung atau tidak, air
mata kering atau tidak.
d. Neurologi
Pada pemeriksaan neurologi yang perlu diperhatikan adalah refleks,
gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal
Pada pemeriksaan gastrointestinal yang perlu diperhatikan adalah
keadaan mukosa mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan elektrolit, darah lengkap,
pH, berat jenis urine, dan analisis gas darah.
2.2.2 Diagnosis
Setelah melakukan pengkajian, Tarwoto & Wartonah (2006)
merumuskan diagnosa yang muncul dari masalah yang ditemukan pada
pasien. Diagnosa yang dapat ditemukan oleh perawat pada klien yang
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain:
1. Aktual/risiko defisit volume cairan
Defenisi: kondisi seorang pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada
ekstraseluler dan vaskuler.
Universitas Sumatera Utara
20
Kemungkinan berhubungan dengan: kehilangan cairan secara berlebihan,
berkeringat secara berlebihan, menurunnya intake oral, penggunaan
diuretik, atau pendarahan. Kemungkinan data yang ditemukan: hipotensi,
takhikardia, pucat, kelemahan, konsentrasi urine pekat. Kondisi klinis
kemungkinan terjadi pada: penyakit Addison, koma, ketoasidosis pada
diabetik, anoreksia nervosa, perdarahan gastrointestinal, muntah, diare,
intake cairan tidak adekuat, AIDS, pendarahan, ulcer kolon
2. Volume cairan berlebih
Definisi: suatu kondisi terjadinya peningkatan retensi dan edema.
Kemungkinan berhubungan dengan: retensi garam dan air, efek dari
pengobatan, dan malnutrisi. Kemungkinan data yang ditemukan:
orthopnea, oliguria, edema, distensi vena jugularis, hipertensi, distres
pernapasan, anasarka, edema paru. Kondisi klinis kemungkinan terjadi
pada: obesitas, hipothiroidism, pengobatan dengan kortikosteroid,
imobilisasi yang lama, cushings syndrome, gagal ginjal, sirosis hepatis,
kanker, dan toxemia.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, Tarwoto &
Wartonah (2006) menyusun intervensi dan rasional dari masing-masing
diagnosa, yang terdapat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Intervensi keperawatan dengan diagnosa Aktual/risiko defisit
volume cairan
Universitas Sumatera Utara
21
Intervensi Rasional
1. Ukur dan catat setiap 4 jam:
a. Intake dan output cairan
b. Warna muntahan, urine,
dan feses
c. Monitor turgor kulit
d. Tanda vital
e. Monitor IV infus
f. Elektrolit, BUN,
hematokrit, dan
hemoglobin
g. Status mental
h. Berat badan
2. Berikan makanan dan cairan
3. Berikan pengobatan seperti
antidiare dan antimuntah
4. Berikan dukungan verbal
dalam pemberian cairan
5. Lakukan kebersihan mulut
sebelum makan
6. Ubah posisi pasien setiap 4
jam
1. Menentukan kehilangan dan
kebutuhan cairan
2. Memenuhi kebutuhan makan dan
minum
3. Menurunkan pergerakan usus dan
muntah
4. Meningkatkan konsumsi yang lebih
5. Meningkatkan nafsu makan
6. Meningkatkan sirkulasi
Universitas Sumatera Utara
22
Lanjutan
7. Berikan pendidikan kesehatan
tentang:
a. Tanda dan gejala dehidrasi
b. Intake dan output ciran
c. Terapi
7. Meningkatkan informasi dan kerja
sama
Tabel 1.2 Intervensi keperawatan dengan diagnosa volume cairan berlebih
Intervensi Rasional
1. Ukur dan monitor
• Intake dan output cairan,
berat badan, tensi, CVP,
distensi vena jugularis,
dan bunyi paru.
2. Monitor rontgen paru
3. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan
4. Hati-hati dalam pemberian
cairan
5. Pada pasien yang bedrest
a. Ubah posisi setiap 2 jam
b. Latihan pasif dan aktif
1. Dasar pengkajian kardiovaskuler dan
respons terhadap penyakit
2. Mengetahui adanya edema paru
3. Kerja sama disiplin ilmu dalam
perawatan
4. Mengurangi kelebihan cairan
5. Mengurangi edema
Universitas Sumatera Utara
23
Lanjutan
6. Pada kulit yang edema berikan
losion, hindari penekanan
yang terus menerus
7. Berikan pengetahuan
kesehatan tentang: Intake dan
output cairan, edema, berat
badan, dan pengobatan
6. Mencegah kerusakan kulit
7. Pasien dan keluarga mengetahui dan
kooperatif
2.3 Asuhan Keperawatan Pasien di Rumah Sakit
2.3.1 Pengkajian
Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal mahasiswa praktik
di rumah sakit dr. Pirngadi Medan, pada tanggal 2 Juni 2014 mahasiswa
melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Tn. R. Berikut deskripsi dari
hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap terdapat di lampiran 1.
1. Biodata
Seorang pasien laki-laki, bernama Tn. R berusia 26 tahun, belum menikah,
beragama Islam dirawat di ruang XXI Asoka 1 Penyakit Dalam Pria,
kamar II, bad 29 dengan diagnosa medis Chronic Kidney Desease Stage V
(Gagal Ginjal Kronis derajat V). Pasien anak pertama dari tiga orang
bersaudara, pasien tidak bekerja dengan pendidikan terakhir adalah SMK.
Pasien dan keluarga bertempat tinggal di Jl. Panca no.89 C, Medan. Pasien
masuk rumah sakit pada tanggal 20 Mei 2014 dengan nomor rekam medik
00.92.63.31 dan tidak pernah mengalami operasi sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
24
2. Keluhan Utama
Pada saat pengkajian pasien mengatakan sangat terganggu dengan
kondisinya, sering haus, buang air kecil dengan volume yang sedikit-
sedikit, setiap hari BAK 3-4 kali/hari. Selain itu, pasien juga mengeluhkan
suhu tubuhnya yang panas. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit
adalah sesak napas, kaki bengkak, dan merasa lemah. Hal ini dialami
pasien sejak ± 2 minggu ini, sesak semakin lama semakin berat jika
banyak minum. Riwayat mual muntah tidak ada, BAK sedikit ± 1 gelas
aqua per hari. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke rumah sakit
lain dan disebut menderita sakit ginjal, sudah pernah dianjurkan untuk cuci
darah namun pasien menolak.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dua minggu yang lalu, pada tanggal 20 Mei 2014 pasien datang ke rumah
sakit dengan keluhan sesak napas, bengkak pada kedua kaki, dan lemah,
yang telah dialaminya selama satu minggu. Sebelumnya pasien telah
berobat ke rumah sakit lain dan disebut menderita sakit ginjal, sudah
pernah dianjurkan untuk cuci darah namun pasien menolak karena tidak
percaya dengan hal itu. Klien mengatakan mengalami sesak jika minum air
terlalu banyak. Jika kambuh pasien bisa mengalami sesak napas seharian.
Bila sesak napas yang bisa dilakukan pasien di rumah yaitu tidur di dekat
kipas angin sehingga udara lebih cepat masuk dan sesak berkurang, di
rumah sakit jika sesak kambuh pasien meminta ibunya untuk mengipas
dengan kertas sehingga sesak berkurang, pasien tidak menggunakan selang
oksigen. Selain itu pasien juga mengalami bengkak pada tangan dan
Universitas Sumatera Utara
25
kakinya dengan derajat edema +1 serta mengalami gangguan dalam BAK,
yaitu BAK 3-4 kali/hari tetapi sekali miksi hanya sedikit yang keluar.
Karena pada saat periksa keadaan pasien memburuk sehingga dokter
memutuskan untuk rawat inap.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengatakan tidak terlalu memperhatikan kondisi kesehatannya,
baik dari pola makan, minum, dan olahraga. Mulai dari sekolah dasar
pasien lebih suka minum minuman yang berwarna dan bersoda, jarang
minum air putih hanya 3-4 gelas per hari. Pasien makan 3 kali sehari
dengan komposisi makanan nasi, ikan/daging, dan sayur. Pasien jarang
berolahraga, kegiatan sehari-hari hanya menjaga adik di rumah dan kadang
kala membantu ibu berjualan di kantin sekolah. Pasien jarang memeriksa
status kesehatannya ke pelayanan kesehatan. Jika pasien sakit, misalnya
batuk dan demam, ibu pasien membeli obat di warung dan menganjurkan
pasien meminum obat tersebut. Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami penyakit tertentu yang membutuhkan perawatan khusus.
Penyakit ginjal ini mulai dirasakan pasien dalam tiga minggu terakhir ini
dan baru kali ini di rawat di rumah sakit.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarganya yang mengalami sakit ginjal,
jantung, dan hipertensi atau penyakit keturunan lainnya.
6. Pemeriksaan Fisik
Secara umum didapati pasien dalam keadaan sadar, dapat berkomunikasi
dengan baik, tidak menggunakan kateter, tidak menggunakan oksigen,
Universitas Sumatera Utara
26
tidak mendapat cairan infus, dengan tanda-tanda vital: suhu tubuh 40,1oC,
tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 135 x/menit, frekuensi
pernafasan 35 x/ menit, skala nyeri 2 (0-10), TB 180 cm dan BB 80 Kg.
Pada saat pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe untuk
memperoleh data pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dari pemeriksaan
kepala dan rambut didapati bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan pada
ubun-ubun, kebersihan kepala kurang terjaga karena pasien tidak cuci
rambut saat dirawat di rumah sakit. Rambut tumbuh tidak merata, dengan
bau rambut yang tidak enak, kulit kepala tidak bersih.
Pada pemeriksaan wajah, warna kulit sawo matang, struktur wajah lengkap
dan simetris. Mata lengkap dan simetris, palpebra tidak ada kelainan,
konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kornea tidak ada
kelainan, iris berwarna cokelat dan berbatas jelas, ketajaman penglihatan
baik.
Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung dan posisi septum nasi simetris
dan tepat di medial, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan,
tidak ada pernapasan cuping hidung. Bentuk telinga normal dan simetris,
ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga paten dan bersih,
ketajaman pendengaran baik.
Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati, bibir sedikit kering, keadaan
gusi dan gigi sehat, keadaan lidah bersih tidak ada jamur, pita suara baik.
Posisi trachea normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, suara normal.
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena jugularis,
denyut nadi karotis teraba.
Universitas Sumatera Utara
27
Pada pemeriksaan integumen kebersihan integumen kurang terjaga dengan
baik karena pasien tidak bisa mandi seperti biasa, kulit pasien tampak
kering seperti bersisik. Akral hangat, warna kulit sawo matang, tidak ada
cianosis, turgor kulit tidak elastis, CRT > 2 detik, kelembaban kulit tidak
baik.
Pada pemeriksaan thoraks/dada normal, simetris, frekuensi pernapasan 35
kali/menit dan tidak ada tanda kesulitan saat bernapas, napas dangkal,
irama pernapasan reguler. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada
simetris/normal, saat diperkusi suara redup dan saat auskultasi suara napas
ronchi.
Pada pemeriksaan jantung tidak didapati sianosis, pulsasi teraba, suara
dullnes saat perkusi, bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada bunyi
tambahan. Abdomen terlihat normal, simetris, tidak ada ascites, tidak
ditemukan benjolan, ada nyeri saat di tekan.
Pada pemeriksaan muskoloskeletal (kesimetrisan, kekuatan otot, edema)
otot tampak simetris, edema pada kedua tangan dan kaki, klien tidak
mengalami penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah.
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Pola makan dan minum
Sebelum sakit: pasien makan 3 kali sehari, makan habis 1 porsi
mengkonsumsi nasi, sayur, lauk, buah, nafsu makan baik, minum 3-4
gelas air putih perhari dan lebih suka minum minuman yang berwarna
dan bersoda.
Universitas Sumatera Utara
28
Selama sakit: pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak habis 1
porsi, minum dibatasi, kurang lebih 1000 ml perhari.
b. Perawatan diri
Sebelum sakit : pasien mandi 2 kali sehari, menggosok gigi 2 kali
sehari, menjaga kebirsihan kuku jari tangan dan jari kaki.
Selama sakit: pasien dilap oleh ibunya 2 kali sehari, menggosok gigi
ke kamar mandi dibantu oleh ibunya 1 kali sehari, kebersihan kuku
kurang terjaga, kuku tampak panjang dan kotor.
c. Pola kegiatan dan aktivitas
Sebelum sakit: klien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan
aktivitas sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain dan tidak ada
gangguan rasa sakit.
Selama sakit: aktivitas klien dibantu oleh keluarga, karena lemah dan
kadang sesak napas pasien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari.
d. Pola Eliminasi
Sebelum sakit: pasien BAB 1 kali perhari, warna kuning, konsistensi
lunak, BAK 4-5 kali perhari, warna kuning jernih.
Selama sakit: pasien BAB 1 kali perhari tetapi sedikit, konsistensi
agak lembek, warna agak cokelat. BAK 3-4 kali perhari, sekali miksi
urine yang keluar sedikit warna kuning keruh.
Universitas Sumatera Utara
29
2.3.2 Masalah Keperawatan dan Analisa Data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 02 Juni
2014, dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan
mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang
dilakukan, ditemukan dua masalah keperawatan yaitu: Kelebihan volume
cairan dan pola nafas tidak efektif. Secara lengkap terdapat pada tabel berikut
ini:
Universitas Sumatera Utara
30
Tabel 1.3 Analisa Data
No. Data Etiologi/Patofisiologi Masalah Keperawatan
1 DS :
Pasien mengatakan
sebelum sakit jarang
minum air putih,
hanya 3-4 gelas
perhari dan lebih suka
minum minuman yang
berwarna dan bersoda.
Pasien mengatakan
BAK tidak lancar, air
kencing sedikit dan
warnanya kuning
keruh, tangan dan
kaki membengkak.
DO :
Edema pada tangan
dan kaki derajat 1
Turgor kulit tidak
elastis
CRT pada ekstremitas
atas dan bawah lebih
dari 2 detik, BB 80 kg
Banyak minum minuman
berwarna dan bersoda,
jarang minum air putih
(3-4 gelas perhari)
Nefropati toksik
Kerusakan fungsi ginjal
Kerusakan glomerulus
Filtrasi glomerulus
menurun
(GFR menurun)
Retensi cairan
Edema
Kelebihan volume
cairan
Kelebihan
volume cairan
Universitas Sumatera Utara
31
2 DS:
Pasien mengatakan
sesak napas, sesak
semakin parah jika
banyak minum air.
DO:
TD: 150/90 mmHg
FP: 35 kali/menit
FN: 135 kali/menit
S: 40,1oC
Perkusi paru: redup
Napas dangkal
(dispnea)
Bibir pucat
Hasil rontgen pulmo :
adanya cairan di
rongga alveolus
Banyak minum minuman
berwarna dan bersoda,
jarang minum air putih
(3-4 gelas perhari)
Nefropati toksik
Kerusakan fungsi ginjal
Kerusakan glomerulus
Filtrasi glomerulus
menurun
(GFR menurun)
Retensi cairan
Edema
Cairan masuk ke paru
Edema paru
Difusi O2 dan CO2 paru
terganggu
Hiperventilasi
Perubahan pola nafas
Pola napas tidak
efektif
Universitas Sumatera Utara
32
2.3.3 Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa
keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai
masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah dikaji. Dari hasil
perumusan diperoleh dua diagnosa yaitu:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal,
input cairan lebih besar dari pada output ditandai dengan edema pada
tangan dan kaki, CRT > 2 detik, turgor kulit tidak elastis, oliguria.
2. Pola penapasan tidak efektif berhubungan dengan edema paru ditandai
dengan frekuensi pernafasan 35 kali/menit, nafas dangkal, pasien
mengeluhkan sesak.
2.3.4 Intervensi Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian keperawatan dari data yang diperoleh,
perawat melakukan analisa data dan menemukan masalah-masalah
keperawatan kemudian menegakkan diagnosa keperawatan. Setelah itu,
perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi
asuhan keperawatan kepada Tn. R. Perencanaan keperawatan dan rasional
dari setiap diagnosa dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 1.4 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa: kelebihan
volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal, input cairan
lebih besar dari pada output ditandai dengan edema pada tangan dan kaki,
CRT > 2 detik, turgor kulit tidak elastis, oliguria.
No
Dx
Perencanaan Keperawatan
Dx.
1
Tujuan:
Kelebihan volume cairan dapat dikurangi
Mempertahankan keseimbangan intake dan output cairan
Kriteria Hasil:
Tidak ada edema, keseimbangan antara output dan input cairan
Intervensi Rasional
a. Kaji status cairan dengan
menghitung keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor
kulit, edema, dan tanda-tanda
vital
b. Batasi masukan cairan
c. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang pembatasan
a. Mengetahui status cairan
meliputi input dan output
b. Pembatasan cairan akan
menentukan BB ideal,
haluaran urine, dan respon
terhadap terapi
c. Pemahaman meningkatkan
kerjasama pasien dan
keluarga
Universitas Sumatera Utara
34
Lanjutan
cairan
d. Ajari pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan, obat, dan efek
pengobatan
f. Pada pasien yang bedrest
• Ubah posisi setiap 2 jam
• Latihan pasif dan aktif
g. Beri pendidikan kesehatan
tentang asupan protein yang
boleh dikonsumsi pasien setiap
hari
dalam pembatasan cairan
d. Untuk mengetahui
keseimbangan input dan
output.
e. Kerja sama disiplin ilmu
dalam perawatan
f. Mengurangi edema
g. Mengurangi kerja ginjal
Universitas Sumatera Utara
35
Tabel 1.5 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa: pola
pernapasan tidak efektif berhubungan dengan edema paru ditandai dengan
frekuensi pernafasan 35 kali/menit, napas dangkal, pasien mengeluhkan
sesak.
No
Dx.
Perencanaan Keperawatan
Dx.2
Tujuan:
Menunjukkan pola pernapasan efektif
Kriteria Hasil:
Pasien tidak mengalami dispnea, frekuensi pernapasan dalam batas
normal (14-20 kali/menit)
Intervensi Rasional
a. Pantau kecepatan, irama,
kedalaman, dan upaya
pernapasan.
b. Perhatikan pergerakan dada,
amati kesimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu, serta retraksi
otot supraklavikular dan
interkosta.
c. Pantau pernapasan yang
berbunyi, seperti mendengkur
d. Pantau pola pernapasan:
bradipnea; takipnea.
a. Mengetahui status
pernapasan
b. Mengetahui usaha
pernapasan
c. Mengetahui ada tidaknya
kelainan pada pernapasan
d. Mengetahui pola
pernapasan
Universitas Sumatera Utara
36
Lanjutan
e. Auskultasi suara napas,
perhatikan suara napas
tambahan.
f. Pantau peningkatan kegelisahan,
ansietas, dan lapar udara.
g. Atur posisi pasien senyaman
mungkin
h. Ajari teknik relaksasi
i. Batasi untuk beraktivitas
j. Anjurkan pasien makan
makanan
yang tidak banyak mengandung
air
e. Mengetahui ada tidaknya
suara napas tambahan
f. Mengetahui tingkat
kegelisahan dan ansietas
g. Membantu mengurangi
sesak
h. Mengurangi sesak napas
i. Mengurangi sesak napas
j. Mengurangi edema paru
dan sesak napas
2.3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Perawat telah menyusun tindakan keperawatan yang akan
diimplementasikan kepada pasien. Namun, ada tindakan yang telah diajarkan
oleh perawat tidak dilakukan pasien dengan baik sehingga memperburuk
keadaan pasien (secara lengkap terdapat pada lampiran 2).
Untuk diagnosa keperawatan yang pertama yaitu kelebihan volume
cairan, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji status cairan dengan
menghitung keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit, dan tanda-
tanda vital, membatasi masukan cairan, menjelaskan kepada pasien dan
Universitas Sumatera Utara
37
keluarga tentang pembatasan cairan, mengajari pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran, mengubah posisi
pasien setiap dua jam dan latihan gerakan aktif dan pasif dan dimodifikasi
dengan menganjurkan keluarga untuk menjauhkan air minum dari tempat
yang mudah dijangkau oleh pasien. Setelah dievaluasi selama perawatan,
masalah untuk diagnosa pertama belum teratasi, kaki pasien masih edema,
turgor kulit tidak elastis, pasien jarang merubah posisi secara mandiri padahal
klien mampu melakukannya secara mandiri di atas tempat tidur. Hal tersebut
terjadi karena pasien sering merasa haus, ibu pasien sering mengeluhkan
sikap pasien yang tidak menjalankan nasihat dan pendidikan kesehatan yang
diberikan perawat. Ketika ibu pasien mandi, sholat, dan tidur pasien sering
mencuri-curi kesempatan untuk minum banyak ±500 ml air mineral sekali
teguk. Setelah dikaji oleh perawat, pasien melakukan hal tersebut karena
tidak dapat menahan rasa haus yang dialaminya dan tidak percaya kalau
kedua ginjalnya sudah rusak. Tetapi, setelah mendengar penjelasan ulang
yang diberikan oleh perawat pasien dapat menerima keadaannya dan akan
membatasi asupan cairan yang akan dikonsumsi. Dengan intervensi
modifikasi yaitu menjauhkan air minum dari tempat yang mudah dijangkau
oleh pasien maka edema yang dialami pasien berkurang.
Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu pola napas tidak
efektif, tindakan yang dilakukan adalah memonitor frekuensi pernapasan,
penggunaan otot bantu pernapasan, batuk, bunyi paru, tanda vital,
mengajarkan pasien teknik relaksasi, mengatur posisi klien senyaman
mungkin, memberitahu klien untuk membatasi aktivitas, menganjurkan klien
Universitas Sumatera Utara
38
makan makanan yang tidak banyak mengandung air untuk mengurangi edema
paru yang dapat mengakibatkan sesak napas. Setelah dievaluasi selama
perawatan, masalah untuk diagnosa kedua sudah teratasi sebagian. Hal
tersebut dapat dilihat dari pasien tidak menggunakan O2, frekuensi napas
semakin hari semakin mendekati batas normal. Namun, kadang kala pasien
mengeluhkan sesak napas tetapi tidak terlalu berbahaya dan tidak
membutuhkan penggunaan terapi O2. Setelah dikaji ulang oleh perawat,
pasien mengalami sesak karena minum terlalu banyak ketika tidak dilihat
oleh perawat dan ibu pasien.
Oleh karena itu, perawat menjelaskan lebih serius lagi agar pasien
mau dan mampu menjalankan setiap pendidikan kesehatan yang diberikan
oleh petugas kesehatan yang merawatnya khususnya yang diajarkan oleh
perawat demi kesehatan pasien. Setelah mendengar kembali penjelasan dari
perawat, pasien berjanji akan melakukannya dengan baik.
Universitas Sumatera Utara