bab 2 manajemen jalan nafas.docx

20
Bab 2. Manajemen jalan nafas Tujuan (slide 2) Tujuan bab ini adalah Memahami penyebab obstruksi jalan nafas atas Menjelaskan teknik dasar untuk membuka jalan nafas dan penggunaan alat bantu jalan nafas Menjelaskan langkah – langkah dalam intubasi endotrakeal Menjelaskan pemberian oksigen suplemental menggunakan alat yang berbeda – beda Penyebab obstruksi jalan nafas atas (slide 3) Penyebab paling sering obstruksi jalan nafas adalah lidah yang bergeser ke posterior pada pasien yang semi sadar atau tidak sadar. Sekret, muntahan, darah dan gigi palsu juga dapat menyumbat jalan nafas. Obstruksi jalan nafas juga dapat disebabkan oleh edema struktur jalan nafas atas seperti pada epiglotitis akut dan edema laring. Gambar 2.1 Penyebab obstruksi jalan nafas atas Manuver untuk membuka jalan nafas (slide 4)

Upload: novi-kurnasari

Post on 09-Dec-2015

74 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Bab 2. Manajemen jalan nafas

Tujuan (slide 2)

Tujuan bab ini adalah

Memahami penyebab obstruksi jalan nafas atas Menjelaskan teknik dasar untuk membuka jalan nafas dan penggunaan alat bantu jalan

nafas Menjelaskan langkah – langkah dalam intubasi endotrakeal Menjelaskan pemberian oksigen suplemental menggunakan alat yang berbeda – beda

Penyebab obstruksi jalan nafas atas (slide 3)

Penyebab paling sering obstruksi jalan nafas adalah lidah yang bergeser ke posterior pada pasien yang semi sadar atau tidak sadar. Sekret, muntahan, darah dan gigi palsu juga dapat menyumbat jalan nafas. Obstruksi jalan nafas juga dapat disebabkan oleh edema struktur jalan nafas atas seperti pada epiglotitis akut dan edema laring.

Gambar 2.1 Penyebab obstruksi jalan nafas atas

Manuver untuk membuka jalan nafas (slide 4)

Manuver untuk membuka jalan nafas mengikuti prinsip kesesejajaran 3 aksis. Saat aksis laring, faring dan mulut dalam satu garis lurus, aliran oksigen tidak mengalami hambatan.

Page 2: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Gambar 2.2 kesejajaran (alignment) 3 aksis

Manuver untuk membuka jalan nafas (slide 5)

Ekstensi kepala (head tilt) dan angkat dagu (chin lift) adalah manuver yang paling sering digunakan untuk membuka jalan nafas. Ingatlah selalu untuk menghindari penekanan jaringan lunak di bawah dagu.

Gambar 2.3 ekstensi kepala. letakkan satu tangan di dahi dan bukan di mata, lalu ekstensikan kepala ke belakang

Gambar 2.4 angkat dagu (chin lift) letakkan jari – jari tangan pada tulang dagu dan bukan pada jaringan lunak pada tulang rahang, lalu angkat dagu

Page 3: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Manuver untuk membuka jalan nafas (slide 6)

Modifikasi jaw thrust dapat digunakan pada pasien dengan kecurigaan cedera servikal. Letakkan kedua ibu jari pada pipi, sementara jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking berada di belakang tulang rahang dan mendorong rahang ke atas secara searah.

Alat bantu nafas orofaringeal (oropharyngeal airway) (slide 7)

Oropharyngeal airway (OPA) adalah alat bantu nafas untuk mempertahankan patensi jalan nafas. OPA memiliki ukuran yang disesuaikan dengan jarak antara sudut mulut dengan tragus telinga, atau dari mid incisivus hingga sudut rahang. Secara umum, OPA ukuran 2 cocok untuk wanita asia sementara ukuran 3 (oranye) sesuai untuk pria Asia. OPA dapat dimasukkan dengan kurva menghadap ke atas, dan dirotasikan ke bawah tepat sebelum batas palatum durum (langit – langit keras) dan palatum mole (lunak).

Cara yang lain, tekan lidah dengan spatel dan langsung masukkan sesuai bentuknya. Jika pasien semi sadar, OPA dapat mengakibatkan gag refleks dengan demikian meningkatkan resiko aspirasi.

Gambar 2.5 modifikasi jaw thrust Gambar 2.6 jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking diletakkan di belakang tulang rahang, kemudian digerakkan mengangkat rahang ke atas searah

Page 4: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

NPA (nasopharyngeal airway) ( slide 8)

Nasopharyngeal airway lebih sesuai untuk pasien yang semi sadar namun harus dihindari pada pasien dengan fraktur basis cranii.

Ukuran yang tepat adalah ukuran yang sesuai dengan lubang hidung pasien. Sebagai panduan umum, ukuran kecil yang direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 6 – 7, sedangkan ukuran medium mungkin memerlukan ukuran 7 – 8.

Setelah melumasi NPA dengan lubrikan yang larut air, miringkan hidung ke belakang dan masukkan tegak lurus bed. Pertahankan NPA dekat dengan garis tengah dengan bevel menghadap ke medial. Jika didapatkan tahanan, sedikit rotasikan NPA, jika perlu ganti ke lubang hidung lainnya.

Trauma dan perdarahan intranasal adalah komplikasi pemasangan NPA yang paling sering.

Gambar 2.7 mengukur jarak antara sudut mulut hingga tragus telinga

Gambar 2.8 mengukur jarak antara mid incisivus hingga sudut rahang

Page 5: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Bag-valve Mask (BVM) Ventilation (slide 9)

Ventilasi dengan BVM memberikan ventilasi tekanan positif non invasif. Salah satu kunci ventilasi BVM yang efektif adalah memilih ukuran sungkup yang sesuai. Sungkup harus dapat menutup pangkal hidung hingga dagu dengan apeks sungkup terletak pada pangkal hidung.

Tahan sungkup ke bawah, melawan wajah, dengan ibu jari dan jari telunjuk. Pada saat yang sama, buka dan renggangkan jari tengah, jari manis, dan kelingking sepanjang tulang rahang seperti skup sehingga dapat terkunci dengan baik. Jari kelingking berada di belakang sudut rahang, tepat di bawah telinga. Tekan kantong resusitator dengan tangan lainnya.

Ventilasi BVM : teknik dua tangan (slide 10)

Gambar 2.9 teknik pemasangan Gambar 2.10 pin dipasang melewati ujung atas NPA untuk mencegah NPA tergelincir ke dalam

Gambar 2.11 ventilasi BVM : teknik satu tangan

Page 6: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Ventilasi BVM pada ibu jari dan posisi jari serupa dengan teknik satu tangan. Seorang asisten melakukan kompresi kantong resusitator. Teknik dua tangan sangat berguna terutama apabila mengunci sungkup sangat sulit, sebagai contoh pada pasien dengan jenggot atau kumis lebat, atau pada wajah pasien yang basah karena darah atau sekret.

Ingat untuk memasang reservoir oksigen ke kantong resusitator dan hubungkan selang ke tabung oksigen. Pada saat resusitasi, aliran oksigen setidaknya mencapai 15 liter. aliran oksigen hanya bisa dikurangi jika pasien sudah stabil, untuk mengurangi depresi dorongan hipoksik.

Gambar 2.12 ventilasi BVM : teknik dua tangan

Intubasi endotrakeal (slide 11)

Pada henti jantung, manajemen jalan nafas lanjut hanya dapat dikerjakan setidaknya saat dua penolong telah tiba. Intubasi endotrakeal memastikan patensi jalan nafas sehingga ventilasi dan oksigenasi terkontrol; aspirasi terproteksi; fasilitasi toilet pulmoner.

Kunci intubasi trakeal yang baik adalah penempatan posisi kepala dan leher yang tepat, kecuali pada pasien dengan kecurigaan cedera servikal. Minimalisir interupsi kompresi dada selama percobaan intubasi endotrakeal. Dengan demikian, indikasi intubasi endotrakeal adalah untuk

Melakukan ventilasi pada pasien henti nafas Memberikan oksigen konsentrasi tinggi Isolasi dan proteksi jalan nafas terutama pada pasien yang tidak sadar Memberikan volume tidal yang sesuai dengan kebutuhan pasien Mempermudah suction jalan nafas bawah

Pemberian obat melalui rute endotrakeal tidak lagi direkomendasikan.

Persiapan alat (slide 12)

Page 7: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Pengetahuan mengenai alat dan persiapan yang memadai adalah cara yang tepat untuk memulai.

Laringoskop terdiri atas handle (pegangan) dan blade (bilah) dan digunakan untuk melakukan visualisasi pita suara (plica vocalis) dan glottis. Pada sebagian besar intubasi dewasa, sangat tepat untuk memulai dengan blade curved E mac ukuran 3. Blade (bilah) dengan berbagai ukuran dan handle yang terpisah harus tersedia. Baterai untuk handle harus tersedia setiap saat.

Pipa endotrakeal dengan berbagai ukuran juga harus tersedia. Untuk pasien pria dewasa, ukuran ETT yang sesuai adalah 8 – 8.5. untuk pasien wanita dewasa, ukuran ETT yang sesuai adalah 7 – 7.5.

Kembangkan cuff dengan 5cc udara untuk mengecek patensi cuff, kemudian lumasi ujung distal ETT untuk membantu mencegak resiko luka di jaringan sekitar serta mempermudah prosedur intubasi.

Stilet elastik dapat dimasukkan ke dalam ETT untuk membentuk ETT. Stilet yang terlubrikasi dimasukkan ke dalam ETT dan pastikan ujungnya tersembunyi setengah inchi di dalam ETT.

Unit suction harus diperiksa untuk memastikan apakah bekerja dengan baik. Peralatan lain termasuk spuit 10 cc, lubrikan larut air, BVM untuk melakukan preoksigenasi dan perekat untuk mengamankan posisi ETT.

Seluruh alat harus diperiksa terlebih dahulu sebelum and memulai.

Gambar 2.13 peralatan intubasi

Preoksigenasi (slide 13)

Page 8: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Jika monitor tanda vital tersedia, letakkan pasien untuk monitoring EKG, nadi dan oksimetri. Sebelum melakukan intubasi, pastikan seluruh alat yang dibutuhkan dapat digunakan dengan baik. Anda perlu membuka jalan nafas dan memulai ventilasi dengan BVM sementara asisten yang terlatih menyiapkan peralatan intubasi. Jika memungkinkan, capailah target SaO2 > 95% dengan ventilasi BVM sebelum laringoskopi dimulai.

Setiap percobaan intubasi sebaiknya tidak melebihi 30 detik. Jika intubasi tidak dapat dilakukan dalam 30 detik, maka lakukan ventilasi dengan BVM sebelum percobaan intubasi selanjutnya.

Laringoskopi (slide 14)

dengan jari tangan kanan buka mulut, kemudian tahan laringoskop dengan tangan kiri, masukkan bilah dari sisi kanan mulut dan geser lidah ke sebelah kiri. Penekanan krikoid rutin untuk mencegah aspirasi tidak lagi direkomendasikan. - Hal tersebut dapat menghambat ventilasi dan mengganggu intubasi - Jika penekanan krikoid dilakukan, berikan penekanan yang relaks atau lepaskan jika

intubasi atau ventilasi terganggu

Gambar 2.14 preoksigenasi dengan BVM sebelum intubasi dilakukan

Gambar 2.15 berhati-hatilah jika melakukan penekanan krikoid

Page 9: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Visualisasi pita suara (plica vocalis) (slide 15)

Bilah digerakkan menuju garis tengah dan didorong ke dasar lidah. Ujung bilah harus berada di valeculla.

Gambar 2.16 insersi laringoskop Gambar 2.17 berhati – hatilah jika melakukan penekanan krikoid

Gambar 2.18 dasar lidah Gambar 2.19 dorong ujung bilah ke valeculla

Page 10: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Visualisasi plica vocalis (slide 16)

Dengan menggunakan gerakan “up and away” (gerakan ke atas dan menjauh) untuk menggerakkan handle, manuver tersebut mengangkat epiglottis sehingga plica vocalis dan glottis nampak. Jika diperlukan, bersihkan sekret dengan suction kateter agar visualisasi lebih baik.

Anda mungkin perlu memakai tangan kanan anda untuk menstabilkan laring atau menyesuaikan penekanan krikoid untuk memperbaiki visualisasi glottis.

Jangan lakukan gerakan dorong ke belakang dengan handle dan jangan gunakan gigi atas sebagai tumpuan (fulcrum).

Insersi pipa endotrakeal (ETT) (slide 17)

Saat anda dapat memvisualisasi plica vocalis, masukkan ETT dari sudut mulut sebelah kanan pasien hingga melewati celah di antara plica vocalis. Ujung ETT diletakkan 2 – 2.5 cm setelah plica vocalis, dan memberikan ukuran kedalaman 21 – 23 cm pada incisivus.

Gambar 2.20 visualisasi plica vocalis. Jangan lakukan gerakan dorong ke belakang. Jangan gunakan gigi atas sebagai tumpuan (fulcrum)

Page 11: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Keluarkan stilet, kembangkan pengunci (cuff) (slide 18)

Asisten anda harus menarik stilet keluar dari ETT. Pada saat yang sama, tahan ETT pada sudut mulut sementara anda mengeluarkan laringoskop. Asisten anda akan mengembangkan pengunci dengan 8 cc udara.

Sambungkan ETT ke kantong resusitator (slide 19)

Mulailah ventilasi dengan menghubungkan kantong resusitator dengan ETT. Namun demikian, sebelum melakukan hal tersebut, anda harus memastikan ETT terpasang dengan benar, dengan menggunakan auskultasi lima titik, yaitu pada apeks paru bilateral, bagian lateral dada pada garis mid aksilar bilateral, dan pada regio epigastrik.

Gambar 2.21 a, b ETT

Gambar 2.22 keluarkan stilet

Page 12: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Jika anda tidak yakin, gunakan detektor end-tidal CO2 (seperti Easy Cap TM) atau monitoring end-tidal CO2 kontinyu.

Jika penekanan krikoid digunakan lepaskan tekanan hanya setelah posisi ETT telah terkonfirmasi dengan benar.

Amankan posisi ETT (slide 20)

Pipa diisolasi dengan perekat pada tanda yang sudah ditentukan, yang biasanya 21 – 23 cm pada incisivus. Jika wajah pasien basah, didapatkan darah atau pasien memiliki kumis atau jenggot, maka ETT harus dipertahankan dengan kain yang diikat melingkar belakang kepala.

Gambar 2.23 sambungkan ETT ke kantong resusitator

Gambar 2.24 auskultasi lima titik untuk konfirmasi posisi ETT

Gambar 2.25 lekatkan ETT pada tanda yang telah ditentukan

Gambar 2.26 ETT diikat dengan tali

Page 13: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Perawatan pasca intubasi (slide 21)

Ada beberapa hal yang anda perlu ketahui setelah intubasi dan stabilisasi :

Tekan kantong resusitator hingga tampak pengembangan dada, dengan target pulsasi oksimetri di atas 95%

Ventilasi dengan volume tidal 7 – 10 ml/kg Atur kecepatan ventilasi menjadi 10 – 12 kali per menit Masukkan OPA setelah mengisolasi ETT Masukkan pipa nasogastrik untuk deflasi dan mengosongkan lambung Lakukan rontgen dada untuk konfirmasi posisi ujung ETT dan mengksklusi

komplikasi. Ujung ETT harus berada 2 cm di atas karina

Solusi pada desaturasi pasca intubasi (slide 22)

Jika pasien mengalami desaturasi pada saat dilakukan ventilasi mekanik, lakukan hal sebagai berikut

1. Periksa monitor saturasi oksigen pada jari dan pastikan pulsasinya telah benar, dan jika SaO2 masih rendah, maka

2. Lepas ETT dari sirkuit ventilator, kemudian sambungken ke BVM dan lakukan ventilasi manual. Jika saturasi O2 membaik, makan problem ada pada sirkuit ventilator. Lakukan pemeriksaan atau ubah pengaturan. Jika saturasi oksigen tetap tidak membaik, maka permasalahan yang terjadi dapat berasal dari ETT atau daerah lebih distal.

3. Periksa posisi ETT karena ETT dapat mengalami malposisi hingga mencapai cabang bronkus kanan atau esofagus. Lakukan auskultasi untuk memastikan ventilasi yang seimbang. Periksa end-tidal CO2. Lakukan pemeriksaan rontgen dada jika diperlukan

4. Lakukan suction pada ETT dan bersihkan sektret5. Jika didapatkan hipotensi, deviasi trachea dan penurunan ventilasi pada salah satu sisi

paru, hipersonor pada perkusi, mungkin telah terjadi tension pneumothorax. Lakukan dekompresi jarum segera pada celah interkosta kedua sejajar mid klavikula. Jika didapatkan aliran udara, lanjutkan prosedur dengan diikuti pemasangan chest tube pada regio ipsilateral. Tension pneumothorax adalah diagnosis klinis dan tidak ada waktu untuk melakukan rontgen dada terlebih dahulu.

6. Nilai apakah pasien telah bangun dan menggigit ETT atau melawan sirkuit ventilator. Berikan sedasi dan paralisis pada pasien tersebut

Bagaimana jika anda tidak dapat memasang ETT? (slide 23)

Page 14: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

Setelah 2 kali percobaan intubasi yang gagal, anda harus BERHENTI dan MINTA BANTUAN!

Rencana cadangan termasuk :

Ventilasi dengan BVM karena jika hal tersebut dilakukan dengan benar, maka dapat memberikan ventilasi adekuat

Biarkan dokter senior mengambil alih Tergantung dari di mana anda bekerja : hubungi team airway. TTSH memiliki team

airway yang terdiri dari dokter anestesi dan terapis respiratorik. Alat bantu jalan nafas seperti LMA dapat dipakai sebagai pilihan

Oksigen suplemental (slide 24)

Untuk pasien yang dapat bernafas sendiri, beberapa di antara mereka mungkin memerlukan oksigen tambahan untuk meningkatkan oksigenasi. Ada beberapa alat yang menggunakan oksigen aliran rendah maupun tinggi, yang dapat digunakan untuk memberikan oksigen tambahan untuk pasien yang tidak memerlukan bantuan ventilasi.

Alat dengan aliran oksigen rendah termasuk nasal kanul dan simple face mask (simpel masker). Kecepatan aliran oksigen untuk nasal kanul 1 – 4 liter memberikan 24 – 44% oksigen sementara simpel masker 8 – 10 liter memberikan 40 – 60% oksigen.

Alat dengan oksigen aliran tinggi seperti masker non-rebreathing dengan reservoir oksigen dan masker venturi. Kecepatan oksigen untuk masker non-rebreathing adalah 12 – 15 liter. Masker

Gambar 2.27 nasal kanul Gambar 2.28 simpel masker

Page 15: Bab 2 manajemen jalan nafas.docx

venturi memberikan konsentrasi oksigen tetap berkisar antara 24% - 80% dan sesuai untuk pasien COLD (chronic Obstructive Lung Disease).

Ringkasan (slide 25)

Secara ringkas, dokter harus mengetahui bagaimana cara membuka jalan nafas dengan menggunakan alat bantu sederhana, cara intubasi, komplikasi yang berkaitan dengan intubasi dan rencana cadangan yang dibutuhkan jika terjadi kegagalan intubasi.

Gambar 2.29 masker non rebreathing

Gambar 2.30 masker venturi