bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00509-mtif bab...

21
8 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dijelaskan teori-teori yang akan dipakai untuk merancang program aplikasi ini. Metode yang dipakai terdiri dari Metode Fourier Descriptors dan metode Backpropagation. Dalam bab ini juga diuraikan tentang definisi yang mencakup citra, pengolahan citra, pengenalan pola, konsep dasar pengenalan objek, Fourier Descriptors dari suatu kurva tertutup, metode Backpropagation, model rekayasa piranti lunak, interaksi manusia dan komputer, serta pengertian dan jenis simulasi. 2.1 Definisi Citra, Pengolahan Citra dan Pengenalan Pola Citra merupakan representasi dari suatu objek nyata baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi menjadi bentuk gambar digital yang dimengerti oleh komputer (Anil K. Jain, 1989, p2). Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas warna dua dimensi f(x,y) di mana x dan y mewakili lokasi koordinat suatu titik dan nilai dari fungsi yang merupakan tingkat intensitas warna atau tingkat keabu-abuan dari titik tersebut (Robert J. Schalkoff, 1989, p9). Pengolahan citra (Image Processing) merupakan bidang yang berhubungan dengan proses transformasi citra (image). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih baik (Michael G. Fairhurst, 1988, p5). Pengenalan pola (Pattern Recognition) merupakan bidang yang berhubungan dengan proses identifikasi objek pada citra atau interpretasi citra. Proses ini bertujuan untuk mengekstrak informasi atau pesan yang disampaikan oleh gambar atau citra (Michael G. Fairhurst, 1988, p5).

Upload: phamtuyen

Post on 05-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

8

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini dijelaskan teori-teori yang akan dipakai untuk merancang program

aplikasi ini. Metode yang dipakai terdiri dari Metode Fourier Descriptors dan metode

Backpropagation. Dalam bab ini juga diuraikan tentang definisi yang mencakup citra,

pengolahan citra, pengenalan pola, konsep dasar pengenalan objek, Fourier Descriptors

dari suatu kurva tertutup, metode Backpropagation, model rekayasa piranti lunak,

interaksi manusia dan komputer, serta pengertian dan jenis simulasi.

2.1 Definisi Citra, Pengolahan Citra dan Pengenalan Pola

Citra merupakan representasi dari suatu objek nyata baik dalam bentuk dua

dimensi maupun tiga dimensi menjadi bentuk gambar digital yang dimengerti oleh

komputer (Anil K. Jain, 1989, p2). Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

warna dua dimensi f(x,y) di mana x dan y mewakili lokasi koordinat suatu titik dan nilai

dari fungsi yang merupakan tingkat intensitas warna atau tingkat keabu-abuan dari titik

tersebut (Robert J. Schalkoff, 1989, p9). Pengolahan citra (Image Processing)

merupakan bidang yang berhubungan dengan proses transformasi citra (image). Proses

ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih baik (Michael G. Fairhurst,

1988, p5). Pengenalan pola (Pattern Recognition) merupakan bidang yang berhubungan

dengan proses identifikasi objek pada citra atau interpretasi citra. Proses ini bertujuan

untuk mengekstrak informasi atau pesan yang disampaikan oleh gambar atau citra

(Michael G. Fairhurst, 1988, p5).

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

9

2.2 Konsep Dasar Pengenalan Objek

Zadeh menyatakan bahwa manusia dapat mengenal pola dengan bantuan opaque

mapping atau pemetaan tidak transparan (Zadeh, L.A., 1977, p251). Situasi atau pola

yang baru dengan cermat dapat dikenali dan diklasifikasi oleh seorang peninjau. Namun

prosedur memetakan pola ke dalam keanggotaan kelas yang tepat juga bersifat opaque.

Tidak hanya rincian proses yang tidak dapat diakses oleh peninjau lainnya, tetapi juga

proses yang umumnya tidak dipahami oleh pengenalnya sendiri. Oleh sebab itu tugas

implementasi, pengenalan objek atau pola yang berbasiskan komputer harus

menggantikan opaque mapping dengan pemetaan yang transparan yang dapat

dilukiskan dengan tepat ke komputer.

2.3 Representasi Parametrik

Computer vision merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana komputer dapat

mengenali objek yang diamati (Michael G. Fairhurst, 1988, p5). Computer vision adalah

kombinasi antara pengolahan citra dan pengenalan pola. Computer vision bersama

intelegensia semu (Artificial Intelligence) akan mampu menghasilkan sistem intelegen

visual (Visual Intelligence System). Hal yang penting dari pengenalan objek adalah

pemrosesan serentak pada informasi, semua parameter yang terdapat pada waktu yang

sama. Secara umum objek adalah suatu struktur data dari sifat-sifat (karakteristik-

karakteristik) termasuk informasi mengenai nama karakteristik dan nilai karakteristik,

dan informasi yang eksplisit atau implisit tentang hubungan di antara sifat (karakteristik)

jika ada. Sebagai contoh, aspek tertentu dari sebuah kuda mungkin dapat dilukiskan

dalam bentuk pola:

kuda : ((kategori hewan), (warna coklat), (berkaki empat))

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

10

Dalam computer vision, semua karakteristik atau parameter harus berupa

numerik, yang disebut DESCRIPTOR. Menggunakan bilangan untuk descriptor akan

menjadi efektif untuk digunakan secara simultan untuk melukiskan suatu objek. Karena

sebuah descriptor hanya berupa sebuah bilangan, maka menggabungkannya dengan

observasi partikuler merupakan hal yang penting. Oleh sebab itu objek dapat dikenali

dengan suatu vektor yang komponennya adalah descriptor. Inilah yang dikenal sebagai

OBJECT VECTOR atau DESCRIPTOR VECTOR, benar-benar vektor biasa yang tanpa

komplikasi, tetapi pasti secara mutlak sehingga kita dapat membuat objek yang benar di

mana yang harus kita catat karakteristik pentingnya:

a. Mempunyai jumlah elemen yang tetap disebut DESCRIPTOR.

b. Nilai untuk semua descriptor senantiasa diketahui dan berupa numerik.

c. Urutan descriptor dalam vektor tetap.

Maka objek X dapat dipresentasikan sebagai sebuah vektor yang tersusun dari n

nilai komponen dalam koordinat n dimensi dan dapat digambarkan sebagai sebuah titik

dalam ruang koordinat.

[ ]nxxx X ,...,, 21= (2.1)

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

11

X

1x

2x

M

nx

( )xRop ( ) xxC =

Generic object or class

Class Index

Instantiations of generic object

Opaque mapping

X

1x

2x

M

nx

( )xRtr ( ) xxC =

Generic object or class

Class Index

Instantiations of generic object

Transparent mapping

Representations of instantiations in terms of features

( )1xf( )2xf

( )nxf

(a)

(b)

Gambar 2.1 Representasi skematik konsep pengenalan objek.

(a) secara alami. (b) dalam implementasi komputer.

2.4 Seleksi Parametrik

Sesudah mengetahui bahwa objek dapat direpresentasikan sebagai vektor yang

tersusun dari n nilai komponen, sekarang nilai komponen dari vektor itu sendiri harus

dapat ditentukan, sehingga objek dapat dikenali dengan benar. Parameter-parameter

tidak harus invarian posisi, invarian rotasi, invarian penskalaan dan invarian shear,

tetapi juga invarian perspektif. Invariansi posisi berarti tidak menjadi soal di mana letak

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

12

objek itu dalam medan visual sepanjang objek yang sama, objek tersebut harus dapat

dikenali. Invariansi rotasi juga serupa, tetapi lebih ditekan kepada orientasi objek.

Invariansi penskalaan biasanya tidak menjadi masalah, karena hanya mengenai ukuran

objek. Ketiga invariansi yang pertama tersebut telah dibahas oleh Deutsch dalam

persepsi penglihatan manusia (Deutsch, J.A., 1958, p30). Invariansi shear dan perspektif

biasa diterapkan dalam pengenalan pola tiga dimensi.

Untuk memperjelas konsep ini diberikan dua parameter yang telah banyak

dipakai oleh peneliti. Yang pertama faktor bentuk atau p2/A (kuadrat parameter dari

kontur sebuah objek dibagi luasnya) sering dipakai sejak permulaan munculnya

pengenalan pola, yang mencakup ketiga invariansi yang pertama tersebut. Akan tetapi

Rosenfeld telah membuktikan penyimpangan dari p2/A yang berkaitan dengan objek

yang berbentuk sederhana secara digitalisasi seperti persegi panjang, tanda silang, dan

sebagainya (A. Rosenfeld, 1974, p221). Yang kedua μ/σ (rata-rata radius vektor dari

kontur dibagi simpangan baku), yang memenuhi ketiga invariansi yang pertama.

Kemudian Harralick telah mempelajari sifat-sifat dari μ/σ untuk menentukan apakah

cocok bagi lingkaran atau tidak. Ternyata untuk σ = 0 , μ/σ mendekati tak berhingga

bagi lingkaran, sehingga metode ini gagal (R.M. Harralick, 1974, p349). Dan juga

Veillon telah membuktikan bangun-bangun atau bentuk-bentuk dalam Gambar 2.2 tidak

dapat didiskriminasikan dengan menggunakan kedua parameter di atas (F. Veillon,

1986, p81).

Gambar 2.2 Bangun yang tidak diskriminan menggunakan p2 / A or μ / σ

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

13

2.5 Fourier Descriptors Dari Suatu Kurva Tertutup

Dianggap C adalah kurva tertutup sederhana yang orientasinya searah jarum

jam dengan representasi parameter ( ) ( )( ) ( )lZlylx , = di mana l panjang busur dan

( ) ( )nWOW jiijji Δ+=+Δ 1n αδη . Arah sudut C dinyatakan mulus menurut Buck

dan diberikan ( )0 0 θδ = sebagai arah sudut yang absolut pada titik awal Z(0).

Didefinisikan fungsi angular kumulatif φ(l) sebagai besar sudut angular jaringan antara

titik awal dan titik l seperti Gambar 2.3.

Dengan definisi ini, tidak sulit untuk memahami bahwa ( )0 0 θδ = dan

( ) πφ 2 −=L , karena semua kurva tertutup sederhana yang mulus dengan orientasi

searah jarum jam mempunyai sudut angular jaringan sebesar -2π. Untuk memperjelas

diberikan sebuah contoh seperti pada Gambar 2.4.

Y

X( )lθ ( )0o θ=δ

( )lφ ( ) ( )( )ly,lx

( ) ( )( )0y,0x

Gambar 2.3 Representasi parametrik dari sebuah kurva bidang tertutup dengan sudut

tangensial θ(l) and fungsi bend kumulatif

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

14

π

π−

π− 2

0

( )lφ

(b)

(a)

Gambar 2.4 (a) Kurva bidang tertutup dengan titik awal dari batasan karakter “H”.

(b) Fungsi bend angular kumulatif φ(l).

Daerah asal dari selang [0,L] , dari φ(l) mempunyai informasi ukuran absolut

dan akan dinormalisasi ke dalam selang [0,2π] yang standar untuk fungsi periodik. Jadi

didefinisikan varian yang dinormalisasikan φ∗(t) sedemikian rupa, sehingga

( ) ( ) 0 2 0 == ∗∗ πφφ (2.2)

Definisi normalnya adalah :

( ) t +⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=∗

πφφ

2 tL 0 (2.3)

dan φ∗ bersifat invarian dalam translasi, rotasi dan perubahan keliling L. φ∗ diperluas

menjadi deret Fourier :

( ) ( )∑∞

=

∗ ++=1

0 sincos k

kk kt bkt at μφ (2.4)

atau dalam bentuk polar persamaan (3.3) menjadi :

( ) ( )∑∞

=

∗ −+=1

0 cos k

kk ktAt αμφ (2.5)

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

15

di mana (Ak,αk) adalah koordinat polar dari (ak,bk) . Bilangan Ak dan αk merupakan

Fourier descriptor untuk kurva C dan masing-masing disebut amplitudo harmonik ke-k

dan sudut fase ke-k. Jika C kurva poligon dan diberikan xi , yi untuk i = 0, 1, …, N

sebagai koordinat dari N verteks dan ti sebagai nilai parameternya. Lebih lanjut

(xN,yN) = (x0,y0) dan tN = t0 + T.

Transformasi Fourier diberikan sebagai:

( )

( ) ( )( )

( )∑

∑−

=+

+

+

=++

+

+

+

−Φ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−−

+

+−−Φ−Φ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−−

−=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

1

01,

1

1

1

01,1,

1

1

12

2

1 1 2

N

iiiik

ii

ii

N

iiiikik

ii

ii

iik

k

ttyyxx

kj

ttyyxx

ttkT

YX

δπ

δπ

(2.6)

di mana

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧−=Φ

Tt

kj iik 2 exp , π (2.7)

dan

( )⎩⎨⎧

≠=

=−+

++

ii

iiii t tjika

t tjikatt

1

11 0

1 δ (2.8)

Dengan rancangan program pada Bab3, maka dapat diperoleh parameter-

parameter Fourier Descriptors yaitu an dan bn yang diperoleh dari deret Fourier.

2.6 Jaringan Saraf Tiruan

Menurut Valluru Rao dan Hayagriva Rao (1995, p1), Jaringan Syaraf Tiruan

(Artificial Neural Network) adalah suatu sistem komputasi yang mengikuti mekanisme

kerja syaraf biologis manusia. Sistem ini diharapkan dapat menghasilkan fleksibiliti dan

kekuatan otak manusia. Sistem ini juga menggunakan representasi dari sebuah neuron

(sel syaraf) manusia dan interaksi di antara neuron-neuron tersebut sebagai dasar dari

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

16

prinsip kerjanya. Jadi input untuk jaringan saraf dapat berupa sifat-sifat yang kasar dari

objek tersebut. Kelebihan penggunaan pengklasifikasi jaringan saraf adalah dapat

belajar sendiri dan sekali dilatih mampu mencakup masukan sifat yang tersembunyi

sebagian atau tidak lengkap.

Konsep dasarnya dapat digambarkan dalam bentuk susunan sambungan pengali

dan penjumlahan, seperti pada Gambar 2.5. Dari ilustrasi di atas nilai karakteristik

objek menjadi input ke “kotak hitam” (black box). Kita dapat melihat ke dalam kotak

itu dan tampak bahwa setiap input dihubungkan ke output dengan suatu link (rantai)

yang mempunyai sebuah pengali sedemikian rupa sehingga node dari input ke output

merupakan jumlah semua bobot input yang bersesuaian. Untuk masalah klasifikasi dua

kelas hanya diperlukan satu output dan dua nilai output mungkin 1 dan -1 , masing-

masing untuk kedua kelas c1 dan c2.

Tugasnya adalah mempelajari himpunan nilai bobot, sehingga semua objek dapat

diklasifikasi secara tepat dengan menggunakan satu himpunan bobot saja.

Input objectX

X1

X2

Xn

Outputb

bWX t =

Weight vector W

Gambar 2.5 Representasi skematik konsep dasar jaringan saraf

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

17

Secara pendekatan analitis, objek dilukiskan dalam bentuk vektor X seperti

pada persamaan (2.1) dan kelompok traning set dalam bentuk vektor kolom W

sedemikian rupa, sehingga :

bWX = (2.9)

di mana elemen-elemen b adalah nilai “output” yang ditentukan dengan sample traning

set. Untuk mendapatkan nilai bobot agar jaringan saraf dapat mengklasifikasi objek

dengan tepat, kita harus mempunyai M input training set. Jadi persamaan (2.9) dapat

dikembangkan menjadi

⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜

=

⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜

⎟⎟⎟⎟⎟

⎜⎜⎜⎜⎜

MNMNMM

N

N

b

bb

W

WW

xxx

xxxxxx

MM

K

MKMM

K

K

2

1

2

1

21

22221

11211

(2.10)

Kita dapat menyelesaikan persamaan (2.10) dengan pseudoinverse dari X, yaitu:

bXWXX tt = (2.11)

dan ( ) bXXXW t1t −= (2.12)

atau ( ) bXIeXXW t1t lim 0

→ε+= (2.13)

Prosedur analitis yang eksak tersebut tidak praktis, tidak hanya disebabkan oleh

kesukaran analitis, tetapi juga karena prosedur tersebut tampak tidak bersesuaian dengan

kenyataan dalam situasi yang sebenarnya. Untuk kasus yang lebih realitis, persamaan

yang sesuai menjadi :

K1,2, puntuk == bWXp (2.14)

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

18

dan yang dibutuhkan adalah satu himpunan bobot W yang memadai untuk menghasilkan

himpunan output b yang tepat bagi himpunan semua input Xp , K1,2, p = .

Prosedur iteratif untuk mencari W mengikuti aturan berikut:

(W1 ditentukan bebas)

( ) kktk

kkk XX Wb WW 1 −+=∴ + η (2.15)

di mana bk adalah nilai b yang sesuai untuk objek input Xk dan bisa bernilai +1

untuk kelas c1 dan -1 untuk kelas c2 , dan Xk adalah input yang ke-k.

Persamaan (2.15) merupakan aturan untuk memperbarui vektor bobot sampai

semua vektor input diklasifikasikan dengan benar. Prosedurnya adalah menambahkan

jumlah tertentu Xk pada Wk jika Xk belum diklasifikasikan dengan benar. Faktor

proporsionalnya adalah ( )ktk

k X Wb − η , yang nilainya nol atau sangat kecil jika Xk

sudah diklasifikasikan dengan benar.

Secara umum persamaan (2.15) dapat dituliskan sebagai :

XW δη=Δ (2.16)

Tugas klasifikasi multikelas memerlukan beberapa output, seperti digambarkan

pada Gambar 2.6. Lebih lanjut, solusinya berupa matriks bobot, dan output yang

diperlukan juga membentuk suatu matriks. Prosedurnya tetap seperti di atas. Konsep

dasar ini dikenal sebagai pengklasifikasi linear.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

19

1th layer(input layer nodes)

X1

X2

Xi

Xn

kth layer(output layer nodes)

∑==i

ikik O W layeroutput in nodekth input to net

OiOk

kiW knet

Untuk kasus linear, tidak ada keuntungan jika mempunyai layer lebih dari satu

dalam struktur yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Komplikasi sebuah layer internal

juga tidak berguna. Hasil perkalian matriks linear masih berupa matriks, dan sifat

solusinya sama dengan sebelumnya. Akan tetapi jika tidak ada layer internal, jaringan

saraf tidak dapat menyelesaikan problem XOR. Oleh sebab itu kita harus menggunakan

jaringan saraf non linear.

Pada umumnya jaringan saraf non linear terbuat dari himpunan-himpunan node

yang tersusun dalam layer-layer seperti pada Gambar 2.7. Output node dalam satu

layer ditransmisikan ke node pada layer lain melalui link yang dapat memperkuat atau

menahan output tersebut dengan faktor bobot. Terkecuali untuk node pada layer input.

Input jaringan pada setiap node merupakan jumlah output terbobot dari node-node pada

layer sebelumnya. Setiap node diaktifkan sesuai dengan input ke node yang

bersangkutan, fungsi aktivasi dan bias dari node tersebut.

Gambar 2.6 Representasi skematik dari konsep klasifikasi multikelas yang dasar

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

20

2.7 Back Propagation

Back Propagation adalah suatu model JST yang didesain untuk beroperasi secara

multi layer, berarsitektur umpan maju (feedforward network), menggunakan metode

supervised learning dan antara lapisan yang satu dengan lapisan yang lain saling

berhubungan (fully interconnected by layer).

Model jaringan propagasi balik merupakan model yang paling sering dipakai

dalam pengembangan JST dan memiliki unjuk kerja yang baik dari sisi tingkat

ketelitian. Model ini mempunyai dua fase dalam proses pelatihannya, yaitu fase

propagasi maju (forward propagation) dan fase propagasi mundur (backward

propagation). Setelah suatu pola masukan diberikan kepada lapisan pertama dari

jaringan akan diteruskan (propagated) ke masing-masing lapisan berikutnya sampai

dihasilkan suatu keluaran akhir (actual output). Keluaran akhir ini kemudian

dibandingkan dengan nilai keluaran ideal (target output) sehingga dihasilkan sinyal galat

bagi masing-masing keluaran. Sinyal ini kemudian ditransmisikan balik (backward

propagation) dari lapisan keluaran ke masing-masing sel-sel pada lapisan sebelumnya.

Dalam pengoperasian model jaringan ini terdapat 2 mekanisme kerja atau sering

disebut dengan modus operasi yang akan bekerja menurut suatu aturan tertentu. Kedua

modus tersebut adalah :

• Modus latihan atau belajar (Training Mode).

Pada modus ini, jaringan akan dilatih untuk dapat menghasilkan data sesuai dengan

target yang diharapkan melalui satu atau lebih pasangan data masukan dan data

keluaran. Semakin lama latihan atau semakin banyak pasangan data yang digunakan

untuk latihan maka kinerja jaringan akan semakin baik.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

21

• Modus produksi (Production Mode) atau disebut juga dengan modus pengujian

(TryOut Mode).

Pada modus ini, jaringan diuji apakah dapat mengeluarkan data (mengenali) sesuai

dengan yang diharapkan setelah melalui suatu latihan terlebih dahulu.

Pada dasarnya untuk membentuk suatu sistem neural, hanya 3 tahap saja yang

diperlukan, yaitu forward propagation, backward propagation dan update weight.

Wkj

Input layer Hidden Layer Output Layer

Inputobject

Outputobject

Wji

Gambar 2.7 Skema umum jaringan saraf non-linear

Input jaringan ke node pada layer j adalah

∑=

=N

jijij OWnet

0 (2.17)

Output dari node j adalah

( )jj netfO = (2.18)

di mana f adalah fungsi aktivasi. Fungsi itu naik monoton dan tidak linear. Untuk

training fungsi tersebut juga harus dapat diturunkan dan biasanya menggunakan fungsi

signoida:

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

22

( )o

jjnetj

e

θ

1

1 +

+

= (2.19)

juga diperoleh:

∑=

=M

jjkjk OWnet

0 (2.20)

dan ( )kk netfO = (2.21)

Pada fase belajar dari training jaringan demikian, diberikan objek input

[ ]nxxx ,,, 21 K=pX sebagai input dan jaringan diminta mengatur himpunan bobot dalam

semua link yang terhubung dan juga semua threshold (nilai ambang) dalam node,

sedemikian rupa sehingga output yang diharapkan tpk diperoleh pada node output.

Sekali penyesuaian ini diselesaikan jaringan, diberikan pasangan Xp dan {tpk} lain, dan

jaringan diminta mempelajari asosiasi tersebut. Pada kenyataannya jaringan diminta

untuk mencari sebuah himpunan bobot dan bias yang akan memenuhi semua pasangan

input-output yang diberikan. Proses ini dapat ditunjukkan tugas belajar yang sangat

berat dan tidak selalu dapat diselesaikan dengan mudah.

Pada umumnya output {Opk} tidak akan sama dengan sasaran atau nilai yang

diharapkan {tpk}. Untuk setiap pola , kuadrat galat adalah:

( )∑ −=k

pkpkp OtE 2 21 (2.22)

Dengan mengabaikan indeks p untuk kemudahan, persamaan dapat ditulis sebagai

( )∑ −=k

kk OtE 2 21 (2.23)

diharapkan

jinji

nji WWW Δ+=+ 1

(2.24)

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

23

dan

kjn

kjn

kj WWW Δ+=+ 1 (2.25)

Konvergensi yang dicapai menuju nilai untuk bobot dan threshold yang

diperbaiki dengan menggunakan:

kj

kj WEW

δδη −=Δ dan

jiji W

EWδδη −=Δ (2.26)

Namun demikian, rata-rata kuadrat galat E dinyatakan dalam bentuk output Ok,

masing-masing merupakan output non linear dari node k (2.20) , dan netk adalah output

ke node k dan dengan didefinisikan sebagai jumlah linear terbobot dari semua output

pada layer sebelumnya (2.21).

Dan akhirnya, diperoleh :

jkkj OW δη=Δ dan ijji OW δη=Δ (2.27)

( ) ( )kkkkk OOOt −−= 1 δ (2.28)

( ) ∑−=k

kjkjj WO 1 O j δδ (2.29)

Ada beberapa isu lain yang harus diperhatikan jika ingin menggunakan jaringan

tersebut. Sebagai contoh pertanyaan tentang bagaimana nilai h dipilih. Nilai h yang

besar sebanding dengan belajar cepat, tetapi juga bisa menghasilkan osilasi. Rumelhart,

Hilton, dan Williams menganjurkan agar persamaan (2.25) dimodifikasi dengan memuat

urutan suku momentum.

Jadi dapat dituliskan:

( ) ( )nWOW jiijji Δ+=+Δ 1n αδη (3.22)

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

24

di mana kuantitas (n+1) digunakan untuk menunjukkan langkah ke-(n+1), dan α adalah

konstanta yang proporsional. Suku kedua dalam persamaan (2.28) digunakan untuk

menentukan bahwa perubahan dalam Wji pada langkah ke-(n+1) harus hampir sama

dengan perubahan yang terjadi pada langkah ke-n.

2.8 Simulasi

Simulasi dapat dipandang sebagai suatu model matematis yang menerangkan

perilaku sistem dari waktu ke waktu. Simulasi merupakan teknik numerik untuk

melakukan percobaan pada suatu komputer digital, di mana di dalamnya mengandung

sejumlah hubungan matematis dan logis yang diperlukan untuk menggambarkan struktur

dan tingkah laku sistem dunia nyata yang kompleks pada periode yang cukup panjang

(Watson, 1981).

2.8.1 Jenis-jenis Simulasi

Simulasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, di antaranya adalah

simulasi menurut sifat dan waktunya, simulasi menurut ada atau tidaknya peubah acak,

serta simulasi menurut peubah acaknya.

a. Simulasi Menurut Sifat dan Waktu

Simulasi menurut sifat dan waktu dibagi menjadi simulasi statis, yaitu simulasi model

yang menggambarkan suatu proses yang tidak dipengaruhi oleh waktu / suatu proses

yang terjadi pada suatu waktu tertentu saja, dan simulasi dinamis, yaitu simulasi model

yang menggambarkan proses yang dipengaruhi oleh waktu / berlangsung pada suatu

rentang waktu.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

25

b. Simulasi Menurut Ada Tidaknya Peubah Acak

Simulasi menurut ada tidaknya peubah acak dibagi menjadi simulasi deterministik, yaitu

Simulasi yang menggambarkan suatu proses yang pasti terjadi (tidak mengandung

ketidaktentuan), dan simulasi stokastik atau probabilistik, yaitu simulasi yang

menggambarkan suatu proses yang mengandung sifat ketidakpastian atau probabilistik

atau random.

c. Simulasi Menurut Peubah Acaknya

Simulasi menurut peubah acaknya dibagi menjadi simulasi diskret, yaitu simulasi yang

komponen-komponen sistemnya bersifat diskret. Sementara simulasi kontinu adalah

simulasi yang komponen-komponen sistemnya bersifat kontinu, dan simulasi Monte

Carlo yang menggunakan dasar data empiris atau percobaan.

2.9 Model Rekayasa Piranti Lunak

Model rekayasa piranti lunak yang dipakai penulis adalah model sekuensial

linear. Model ini biasa disebut juga model “air terjun” (waterfall). Model ini merupakan

sebuah pendekatan kepada perkembangan perangkat lunak yang sistematik dan

sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain,

kode, pengujian dan pemeliharaan. Penjelasan tahapan dalam Waterfall Model adalah

sebagai berikut :

a. Analisis Kebutuhan

Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan difokuskan, khususnya pada

perangkat lunak. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan piranti lunak,

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

26

sumber informasi piranti lunak, fungsi-fungsi yang dibutuhkan, kemampuan piranti

lunak dan antar muka piranti lunak tersebut.

b. Perancangan

Proses perancangan merupakan representasi kebutuhan ke bentuk perangkat lunak

yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan pengkodean. Tahap ini meliputi

perancangan struktur data, perancangan arsitektur piranti lunak, perancangan rincian

prosedur dan perancangan user interface.

c. Pengkodean

Tahapan ini mengkodekan hasil perancangan ke bahasa pemrograman.

d. Implementasi dan Pengujian

Setelah program aplikasi selesai dikode, program akan diujicobakan dan juga

dilakukan pengujian. Pengujian dilakukan secara menyeluruh hingga semua perintah dan

fungsi telah diuji sampai output yang dihasilkan oleh program sesuai dengan yang

diharapkan.

e. Pemeliharaan

Pemeliharaan perangkat lunak dilakukan karena sering terjadinya perubahan dan

peningkatan fungsi piranti lunak. Hal ini sesuai permintaan pemakai, maka piranti lunak

yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat mengantisipasi permintaan pemakai

terhadap fungsi-fungsi baru. Bila terjadi perubahan berarti membalikkan tahapan ke

tahapan yang lebih awal.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

27

Gambar 2.8 Model Waterfall

2.10 Interaksi Manusia dan Komputer

Saat ini program yang baik selain dituntut dari segi fungsi, sangatlah

memperhatikan segi interaktif dan penggunaan yang mudah dimengerti (user friendly).

Shneiderman (1998, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu

program yang user friendly yaitu :

a. Waktu belajar yang tidak lama

b. Kecepatan penyajian informasi yang tepat.

c. Tingkat kesalahan pemakaian rendah

d. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu.

e. Kepuasan pribadi.

Suatu program yang interaktif dapat dengan mudah dibuat dan dirancang dengan suatu

perangkat bantu pengembang sistem antarmuka, seperti Visual Basic, PHP, dan

sebagainya. Menurut Shneiderman (1998, p74-75) untuk merancang sistem interaksi

ANALISIS

DESAIN

CODING DAN DEVELOPMENT

IMPLEMENTASI DAN TESTING

MAINTENANCE

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-1-00509-mtif bab 2.pdfinteraksi manusia dan komputer, ... Definisi citra lainnya adalah sebuah fungsi intensitas

28

manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan aturan utama dibawah

ini, yaitu :

a. Strive for consistency (Bertahan untuk konsistensi)

b. Enable frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna sering memakai

shortcut)

c. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang informatif).

d. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna

mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi).

e. Offer simple galat handling (Penanganan kesalahan yang sederhana).

f. Permit easy reversal of actions (Mengizinkan pembalikan aksi (undo dengan

mudah).

g. Support internal locus of control (Pemakai menguasai sistem atau inisiator, bukan

responden)

h. Reduce short term memorcy load (Mengurangi beban ingatan jangka pendek, di

mana manusia hanya dapat mengingat 7 ± 2 satuan informasi sehingga

perancangannya harus sederhana).