bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-1-00611-mtif...

18
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penyakit demam berdarah, pemodelan matematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi manusia dan komputer, rekayasa perangkat lunak, dan daur hidup pengembangan perangkat lunak. 2.1. Demam Berdarah Dengue Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian demam berdarah dengue, penyebab, sejarah singkat, serta penyebarannya. 2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang menyerang manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (gambar 2.1) yang berasal dari genus Flavivirus dan famili Flaviviridae, termasuk dalam group B Arthropod-borne viruses (arboviruses). Virus ini memilki empat jenis serotipe virus yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga. (Kristina et al, 2004). Seseorang yang telah terkena demam berdarah dengue dari salah satu serotipe akan kebal terhadap serotipe itu tapi tidak kebal terhadap serotipe lainnya. Gambar 2.1 Virus dengue Sumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Dengue.jpg

Upload: domien

Post on 31-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penyakit demam berdarah, pemodelan

matematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

manusia dan komputer, rekayasa perangkat lunak, dan daur hidup pengembangan

perangkat lunak.

2.1. Demam Berdarah Dengue

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian demam berdarah dengue,

penyebab, sejarah singkat, serta penyebarannya.

2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang menyerang manusia.

Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (gambar 2.1) yang berasal dari genus

Flavivirus dan famili Flaviviridae, termasuk dalam group B Arthropod-borne viruses

(arboviruses). Virus ini memilki empat jenis serotipe virus yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,

dan DEN 4. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan

tipe satu dan tiga. (Kristina et al, 2004). Seseorang yang telah terkena demam berdarah

dengue dari salah satu serotipe akan kebal terhadap serotipe itu tapi tidak kebal terhadap

serotipe lainnya.

Gambar 2.1 Virus dengueSumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Dengue.jpg

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

6

2.1.2. Sejarah Singkat Demam Berdarah Dengue di Indonesia

Penyakit demam berdarah dengue pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun

1968 tepatnya di Surabaya. Pada tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor

Timur telah terjangkit penyakit ini. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus

menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah kasus maupun luas wilayah

yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) setiap tahun

(Kristina et al, 2004).

2.1.3. Penularan Demam Berdarah Dengue

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang ditularkan melalui

pembawa (carrier atau vector). Penyakit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus betina yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk ini berasal

dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi hari. Kedua

jenis nyamuk ini memiliki garis-garis putih pada tungkai dan tubuhnya seperti terlihat

pada gambar 2.2 dan 2.3 dan di bagian punggungnya tampak dua garis melengkung

vertikal pada bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari species ini (Rahmawati,

2007). Kedua nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di

tempat-tempat berketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk ini

biasanya berkembang biak pada genangan air di benda-benda yang ada di rumah-rumah

seperti pot bunga, botol air, ban bekas, kaleng bekas, dll (Kristina et al, 2004).

Gambar 2.2 Nyamuk Aedes albopictusSumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Aedes_Albopictus.jpg

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

7

Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk Aedes yang sehat ketika nyamuk

tersebut menggigit penderita demam berdarah yang berada dalam masa viremia yaitu

masa di mana jumlah virus dengue dalam darah sudah sangat banyak. Viremia pada

manusia terjadi selama 7 hari. Virus dengue yang berada di dalam tubuh nyamuk akan

memperbanyak diri. Satu minggu setelah nyamuk menghisap darah penderita demam

berdarah dengue ia dapat menyebarkan virus itu ke orang lain. Sekali virus masuk ke

dalam tubuh nyamuk maka nyamuk itu akan menyebarkan virus itu seumur hidupnya.

Saat nyamuk yang membawa virus dengue menggigit orang yang sehat virus dengue

masuk ke dalam tubuh orang itu bersama dengan air liur nyamuk dan orang itu menjadi

sakit. Sifat gigitan nyamuk yang dirasakan manusia tidak berbeda dengan gigitan

nyamuk lainnya (Rahmawati, 2007). Virus dengue juga dapat ditularkan melalui

transfusi darah yang telah terinfeksi namun cara penularan semacam ini sangat jarang.

2.1.4. Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Sampai saat ini belum ada vaksin yang telah teruji dan disetujui untuk mencegah

penyakit demam berdarah dengue. Saat ini ada banyak penelitian yang dilakukan untuk

membuat vaksin demam berdarah dengue. Oleh karena itu langkah penanggulangan

yang dilakukan difokuskan pada pengendalian populasi nyamuk Aedes sebagai pembawa

virus. Pengendalian populasi nyamuk dilakukan dengan cara pengasapan,

Gambar 2.3 Nyamuk Aedes aegyptiSumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Aedes_aegypti_during_blood_meal.jpg

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

8

pemberantasan sarang nyamuk, penggunaan anti nyamuk pada manusia, dan

pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk di tempat penampungan air.

2.1.5. Periode Inkubasi

Periode inkubasi adalah waktu di mana seseorang telah terkena suatu penyakit

menular tapi belum menunjukkan gejala dan belum dapat menularkan penyakitnya.

Untuk penyakit demam berdarah dengue periode inkubasinya terbagi menjadi 2 yaitu

periode inkubasi internal dan periode inkubasi eksternal.

Periode inkubasi internal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam tubuh

manusia, yaitu waktu di mana seseorang telah terinfeksi virus dengue namun belum bisa

menularkannya ke nyamuk. Periode inkubasi ini terjadi selama 4-6 hari sejak pertama

kali seseorang tertular virus dengue. Pada periode ini virus dengue memperbanyak diri

sampai penderita memasuki masa viremia.

Periode inkubasi eksternal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam tubuh

nyamuk, yaitu waktu di mana nyamuk Aedes betina telah terjangkit virus dengue namun

belum bisa menyebarkan virus itu ke manusia. Kira-kira 7 – 10 hari setelah menghisap

darah penderita, nyamuk siap untuk menularkannya kepada orang lain.

2.2. Pemodelan Matematika

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian model matematika, fungsi

pemodelan matematika dalam kaitannya dengan penyakit menular, age-structured

epidemic model, pengertian dan kegunaan basic reproduction rate serta rumusan

perhitungannya.

2.2.1. Pengertian Model Matematika

Model matematika adalah bahasa atau notasi matematika yang digunakan untuk

menjelaskan dan menggambarkan perilaku atau keadaan suatu sistem. Model

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

9

matematika biasanya digunakan untuk menyederhakan keadaan sistem yang rumit.

Dalam skripsi ini model matematika digunakan untuk menjelaskan penyebaran demam

berdarah dengue.

2.2.2. Fungsi Pemodelan Matematika dalam Epidemiologi

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit menular pada

manusia. Menurut Hethcote (2008, p6) beberapa fungsi epidemiologi antara lain adalah

untuk menjelaskan penyebaran suatu penyakit menular, mengidentifikasi apa saja

penyebab dan faktor resiko suatu penyakit, membuat dan menguji teori-teori tentang

penyakit menular, dan merencanakan & mengevaluasi program untuk mencegah,

mengendalikan, dan mengatasi wabah penyakit menular. Pemodelan matematika

berperan penting dalam membantu dua fungsi terakhir dari epidemiologi.

Pemodelan matematika sangat berguna untuk menguji teori-teori tentang penyakit

menular karena pada kenyataannya percobaan mengenai penyebaran penyakit menular

pada manusia tidak mungkin dan tidak etis untuk dilakukan. Model matematika pun

secara teoritis dapat membantu peneliti merancang strategi optimal untuk vaksinasi.

2.2.3. Keterbatasan Pemodelan Matematika

Meskipun model matematika sangat berguna dalam epidemiologi, bukan berarti

model matematika tidak memiliki keterbatasan. Model matematika adalah

penyederhanaan dari keadaan sistem yang sebenarnya sehingga tidak dapat benar-benar

mewakili perilaku sistem yang dimodelkan. Karena merupakan penyederhanaan dari

keadaan sistem yang nyata, solusi-solusi yang didapat hanya merupakan perkiraan dan

pendekatan. Untuk itu asumsi-asumsi dan parameter-parameter yang digunakan harus

memiliki interpretasi yang jelas dan didefinikan dengan tepat (Hethcote, 2008, p8 – p9).

Selain itu Hethcote (2008, p13) menjelaskan bahwa validitas model dan solusi dari

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

10

model matematika sulit dibuktikan karena jarang sekali terdapat data yang baik untuk

menguji dan membandingkan data dengan model-model yang berbeda.

2.2.4. Jenis-jenis Model Epidemi

Model matematika untuk penyakit menular secara umum terbagi menjadi 2

macam:

1. Deterministik

Model deterministik adalah model matematika yang memodelkan

penyebaran penyakit menular menggunakan diferensial, intergral, dan sistem

persamaan diferensial. Model ini biasa digunakan pada populasi yang besar.

Model ini mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi pada populasi

diferensiabel terhadap waktu.

2. Stokastik

Model stokastik adalah model yang memasukkan unsur peluang pada

penyebaran penyakit menular. Model ini membolehkan adanya variasi acak

dari masukan-masukan yang ada terhadap waktu. Model ini digunakan pada

populasi kecil di mana perubahan atau variasi kecil tidak boleh diabaikan.

2.3. Basic Reproduction Rate

Sub bab ini akan membahas pengertian basic reproduction rate, manfaat basic

reproduction rate, dan keterbatasan basic reproduction rate.

2.3.1. Pengertian Basic Reproduction Rate

Dalam epidemiologi, basic reproduction rate untuk suatu penyakit menular

didefinisikan sebagai angka rata-rata kemunculan kasus penularan baru yang disebabkan

oleh seorang individu penular dalam suatu populasi yang semuanya rentan untuk tertular

(Nishiura, 2006, p57). Untuk penyakit yang ditularkan melalui pembawa (vector borne

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

11

disease) seperti demam berdarah dengue, basic reproduction rate didefinisikan sebagai

angka rata-rata kemunculan kasus sekunder yang disebabkan oleh kasus penularan

primer melalui pembawa (nyamuk) dalam suatu populasi yang semuanya rentan untuk

tertular (Chowell et al, 2007). Basic reproduction rate juga dikenal dengan istilah basic

reproduction number dan basic reproductive ratio. Basic reproduction rate

dilambangkan dengan R0.

R0 adalah nilai batas (threshold) yang menentukan apakah suatu penyakit menjadi

wabah atau tidak. Jika R0 < 1 berarti tidak semua orang yang sakit menularkan

penyakitnya ke orang lain dan penyakit tersebut lama kelamaan akan hilang. Jika R0 > 1

berarti satu orang yang sakit menularkan penyakitnya ke lebih dari satu orang lainnya.

Keadaan ini dapat menyebabkan suatu penyakit menjadi wabah dan jumlah penderitanya

akan bertambah terus. Jika R0 = 1 berarti semua orang yang sakit rata-rata menularkan

penyakitnya ke satu orang lainnya, penyakit tersebut akan tetap ada dalam suatu

populasi tetapi jumlah penderitanya cenderung stabil dan tidak bertambah. Penyakit

yang memiliki sifat seperti inilah yang disebut penyakit endemik.

2.3.2. Manfaat Basic Reproduction Rate

Karena R0 merupakan suatu nilai batas, nilai R0 dapat digunakan untuk

menentukan proporsi minimum populasi yang harus diberi vaksinasi agar suatu penyakit

menular bisa berhenti menyebar (Nishiura, 2006, p57). Proporsi populasi ini dirumuskan

dengan:

pc1− 1R0

.............................................................................................................(1)

di mana pc menyatakan proporsi populasi yang harus diberi vaksinasi. pc selalu lebih

kecil atau sama dengan 1 dan lebih besar atau sama dengan 0.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

12

R0 juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui keberhasilan penanganan penyakit

menular (Chowell et al, 2006). Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai R0

sebelum dan sesudah langkah intervensi dilakukan. Jika R0 menurun berarti langkah

penanganan yang dilakukan mampu menghambat menyebaran penyakit tersebut.

2.3.3. Keterbatasan Basic Reproduction Rate

R0 yang didapat dari model matematika bukanlah angka tingkat penularan yang

sebenarnya melainkan hanya pendekatan atau perkiraan karena model matematika yang

dibuat hanya merupakan perkiraan dan tidak semua parameter yang dibutuhkan untuk

menghitung R0 dapat diperoleh dengan mudah dan akurat.

2.4. Age-Structured Epidemic Model

Age-structured epidemic model adalah model epidemi yang memodelkan

perubahan populasi berdasarkan usia populasi. Model yang digunakan adalah model

yang dikembangkan oleh Supriatna (2009).

Untuk merumuskan model ini, Supriatna (2009) membagi populasi manusia ke

dalam 3 kelompok yaitu rawan (susceptible), tertular (infective), dan sembuh

(recovered) dan membagi populasi nyamuk ke dalam 2 kelompok yaitu rawan

(susceptible) dan menular (infective).

Supriatna (2009) mengasumsikan ada fungsi usia QH(a) dan QV(a) yang masing-

masing menyatakan fraksi populasi manusia dan nyamuk yang masih hidup sampai usia

a atau lebih sehingga QH(0) = 1 dan QV(0) = 1. Karena harapan hidup manusia

berhingga, maka ∫0

QH ada=LH dan ∫0

aQH ada∞ dan dengan mengasumsikan

jumlah awal populasi manusia adalah NH(0), maka didapat:

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

13

N H t =N H0 t ∫

0

t

BH QH ada∞ ....................................................................(2)

dengan N H0 t =N H 0QH t , N H

0 (t ) adalah jumlah populasi awal yang masih hidup

sampai waktu t dan BH adalah recruitment rate untuk manusia.

Jumlah manusia yang rawan (susceptible) pada waktu t dirumuskan dengan

S H t =S H0 t ∫

0

t

BH QH ae−∫

t−a

t

H IV sdsda ...........................................................(3)

dengan S H0 t =S H 0QH t e

−∫0

t

H I V sds

, S H (0) adalah jumlah awal populasi manusia

yang rawan, S H0 (t) jumlah populasi awal manusia yang rawan yang masih hidup

sampai waktu t, βH adalah peluang transmisi penyakit, dan H I V t adalah laju

penularan (rate of infection) dalam populasi manusia pada waktu t.

Jumlah manusia yang tertular pada waktu t adalah

I H t =I H0 t ∫

0

t

BH QH a1−e−∫

t−a

t

H IV s dse−∫

t−a

t

dsda ........................................(4)

dengan I H0 t = I H 0QH t e

−∫0

t

ds

, I H (0) adalah jumlah awal populasi manusia yang

terinfeksi demam berdarah dengue, I H0 ( t) adalah jumlah populasi awal manusia yang

terinfeksi yang masih hidup sampai waktu t, dan γ adalah laju kesembuhan.

RH (t ) adalah jumlah populasi manusia yang telah sembuh pada waktu t dan

dihitung dengan mengurangi total populasi dengan populasi yang rawan dan terinfeksi

yaitu RH t =N H t −S H t −I H t . Maka didapat

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

14

RH t =RH0 t ∫

0

t

BH QH a 1−e−∫

t −a

t

H IV s ds1−e−∫

t−a

t

dsda ..............................(5)

dengan RH0 t =N H

0 t −S H0 t −I H

0 t adalah jumlah awal populasi yang telah sembuh

yang masih hidup sampai waktu t.

Dengan analogi yang sama, model untuk vektor / nyamuk dirumuskan sebagai

berikut:

N V t =N V0 t ∫

0

BV QV ada ............................................................................(6)

dengan N V0 t =NV 0QV t ,

SV t =SV0 t ∫

0

t

BV QV ae−∫

t−a

t

V I H sdsda ............................................................(7)

dengan SV0 t =S V 0QV t e

−∫0

t

V I H sds ,

I V t = I V0 t ∫

0

t

BV QV a1−e−∫

t−a

t

V IH sdsda ....................................................(8)

dengan I V0 t =I V 0QV t .

Supriatna (2009) menyatakan limt∞

N H0 t , lim

t∞S H

0 t , limt∞

I H0 t , dan lim

t∞R H

0 t

adalah nol, demikian pula untuk limt∞

N V0 t , lim

t∞SV

0 t , limt∞

I V0 t karena harapan

hidup manusia dan nyamuk berhingga sehingga lama-kelamaan semua populasi manusia

dan nyamuk akan mati (menjadi nol).

Age-structured epidemic model secara lengkap terdiri dari rumus (3), (4), (5), (7),

(8) dan dapat dirangkum sebagai berikut:

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

15

S H t =S H0 t ∫

0

t

BH QH ae−∫

t−a

t

H IV sdsda ...........................................................(9)

I H t =I H0 t ∫

0

t

BH QH a1−e−∫

t−a

t

H IV s dse−∫

t−a

t

dsda ......................................(10)

RH t =RH0 t ∫

0

t

BH QH a 1−e−∫

t −a

t

H IV s ds1−e−∫

t−a

t

dsda ............................(11)

SV t =SV0 t ∫

0

t

BV QV ae−∫

t−a

t

V I H sdsda ..........................................................(12)

I V t = I V0 t ∫

0

t

BV QV a1−e−∫

t−a

t

V IH sdsda ..................................................(13)

di mana

S H t adalah jumlah manusia yang rawan (susceptible) pada waktu t

I H t adalah jumlah manusia yang terinfeksi (infected) pada waktu t

RH t adalah jumlah manusia yang telah sembuh (recovered) pada waktu t

SV t adalah jumlah nyamuk yang rawan (susceptible) pada waktu t

I V t adalah jumlah nyamuk yang terinfeksi (infected) pada waktu t

QH a adalah proporsi populasi manusia yang masih hidup sampai waktu t

QV a adalah proporsi populasi nyamuk yang masih hidup sampai waktu t

BH adalah recruitment rate manusia

BV adalah recruitment rate nyamuk

H adalah peluang transmisi penyakit dari nyamuk ke manusia

V adalah peluang transmisi penyakit dari manusia ke nyamuk

adalah laju kesembuhan manusia

Menurut Supriatna (2009), age-structured epidemic model mempunyai solusi

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

16

kesetimbangan non-trivial I H* , I V

* yaitu:

I H* =∫

0

BH QH a 1−e−H IV* ae− a da ..................................................................(14)

I V* =∫

0

BV QV a1−e−V I H* ada ..........................................................................(15)

jika dan hanya jika

BH H∫0

a QH a e− a daBV V∫0

a QV a da1 .........................................(16)

Persamaan (16) inilah yang merupakan basic reproduction rate dari age-structured

epidemic model, jadi

R0=BH H∫0

a QH a e− a daBV V∫0

a QV ada .......................................(17)

Diasumsikan survival rate untuk manusia dan nyamuk menurun atau berkurang

seiring bertambahnya usia, yaitu QH a=e−H a dan QV a =e−V a . Didefinisikan

QH a=QH ae− a=e− Ha=e−M H a . Usia rata-rata saat terinfeksi adalah a H= 1

H I V*

dan aV = 1V I H

* .

Berdasarkan persamaan (14) dan (15) rumus basic reproduction rate pada

persamaan (17) dapat ditulis menjadi

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

17

R0=BH H∫

0

a QH a daBV V∫

0

aQV a daBH∫

0

QH a 1−e−H IV

* a

I H* daBV∫

0

QV a 1−e− V I H

* a

I V* da

R0=BH I H

* ∫0

aQH adaBV I V

* ∫0

aQV a da∫0

QH a1−e−H IV

* ada∫0∞

QV a1−e−V I H

* adaR0=

1aH

1M H

2 1aV

1V

2 1

M H−

1

M H 1a H

1V

−1

V 1aV

R0= 1

aH

1M H

2 1aV

1V

2

M H 1aH

−M H

M H M H 1a H

V 1aV

−V

V V 1aV

R0=1

M H M H 1a H 1

V V 1aV

R0=1 1M H a H 1 1

V aV R0=1

LH

a H 1 LV

aV .......................................................................................(18)

di mana LH = 1M H

untuk M H=μH +γ dan LV = 1V

LH adalah angka harapan hidup manusia.

μH adalah survival rate manusia.

γ adalah laju kesembuhan manusia.

LV adalah angka harapan hidup nyamuk.

μV adalah survival rate nyamuk.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

18

2.5. Rekayasa Perangkat Lunak

Perangkat lunak adalah seluruh perintah yang digunakan untuk memproses

informasi. Perangkat lunak dapat berupa program atau prosedur. Program adalah

kumpulan perintah yang dimengerti oleh komputer sedangkan prosedur adalah perintah

yang dibutuhkan oleh pengguna dalam memproses informasi.

Pengertian dari rekayasa perangkat lunak menurut Pressman (2005) adalah suatu

disiplin ilmu yang membahas semua aspek pembuatan perangkat lunak, mulai dari tahap

awal yaitu analisa kebutuhan pengguna, menentukan spesifikasi dari kebutuhan

pengguna, rancangan, pengkodean, pengujian sampai pemeliharaan sistem setelah

digunakan.

Ruang lingkup dalam rekayasa perangkat lunak adalah sebagai berikut:

1. Software requirements: berhubungan dengan spesifikasi kebutuhan dan

persyaratan perangkat lunak.

2. Software design: mencakup proses penentuan arsitektur, komponen,

antarmuka, dan karakteristik lain dari perangkat lunak.

3. Software construction: berhubungan dengan detil pengembangan perangkat

lunak, termasuk algoritma, pengkodean, pengujian, dan pencarian

kesalahan.

4. Software testing: meliputi pengujian pada keseluruhan perilaku perangkat

lunak.

5. Software maintenance: mencakup upaya-upaya perawatan ketika perangkat

lunak telah dioperasikan.

6. Software configuration management: berhubungan dengan usaha

perubahan konfigurasi perangkat lunak untuk memenuhi kebutuhan

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

19

tertentu.

7. Software engineering management: berkaitan dengan pengelolaan dan

pengukuran RPL, termasuk perencanaan proyek perangkat lunak.

8. Software engineering tools and methods: mencakup kajian teoritis tentang

alat bantu dan metode RPL.

9. Software engineering process: berhubungan dengan definisi, implementasi,

pengukuran, pengelolaan, perubahan dan perbaikan proses RPL.

10. Software quality: menitikberatkan pada kualitas dan daur hidup perangkat

lunak.

2.6. Interaksi Manusia dan Komputer

Interaksi manusia komputer adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara

manusia sebagai pengguna komputer dengan komputer. Tujuan utama dari interaksi

manusia dan komputer adalah agar manusia dapat menggunakan komputer dengan

semudah mungkin.

Menurut Shneiderman (2004) ada 5 kriteria yang harus dimiliki oleh suatu

perangkat lunak agar bisa digunakan dengan mudah oleh calon penggunanya, yaitu:

1. Dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat.

2. Mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dengan cepat.

3. Memiliki tingkat kesalahan penggunaan yang rendah.

4. Cara penggunaan mudah diingat walaupun telah lama tidak digunakan.

5. Memberikan kepuasan pribadi kepada penggunanya.

Shneiderman (2005) juga mengemukakan 8 aturan emas dalam merancang sistem

interaksi manusia dan komputer yang baik (Eight Golden Rules of Interface Design).

Delapan aturan tersebut adalah:

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

20

1. Bertahan untuk konsistensi.

2. Memperbolehkan pengguna memakai tombol pintas (shortcut).

3. Memberikan umpan balik yang informatif.

4. Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan

kapan akhir dari suatu aksi.

5. Pengguna mampu mengetahui dan memperbaiki kesalahan dengan mudah.

6. Dapat dilakukan perbaikan aksi.

7. Pengguna mampu aktif dalam mengambil langkah selanjutnya, bukan hanya

merespon pesan yang muncul.

8. Mengurangi beban ingatan jangka pendek bagi pengguna sehingga

perancangan harus lebih sederhana.

2.7. Daur Hidup Pengembangan Perangkat Lunak

Daur hidup pengembangan perangkat lunak merupakan suatu tahapan-tahapan

metode untuk membuat sebuah perangkat lunak. Dalam pembuatan skripsi ini daur

hidup pengembangan perangkat lunak yang digunakan adalah waterfall model. Waterfall

model terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. System / Information Engineering and Modeling. Permodelan ini diawali

dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan diaplikasikan

ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat software harus

dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti hardware,

database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan project definition.

2. Software Requirements Analysis. Proses pencarian kebutuhan diintensifkan

dan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program yang

akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

21

informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface,

dsb. Dua aktivitas tersebut yaitu pencarian kebutuhan sistem dan software

harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.

3. Design. Proses ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan diatas

menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint” software sebelum coding

dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah

disebutkan pada tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas sebelumnya, maka

proses ini juga harus didokumentasikan sebagai konfigurasi dari software.

4. Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer,

maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat

dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses

coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara

teknis nantinya dikerjakan oleh programmer.

5. Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian

juga dengan software. Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan,

agar software bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan

kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.

6. Maintenance. Pemeliharaan suatu perangkat lunak diperlukan, termasuk di

dalamnya adalah pengembangan, karena perangkat lunak yang dibuat tidak

selamanya hanya seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja masih ada

error kecil yang tidak ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan fitur-

fitur yang belum ada pada perangkat lunak tersebut. Pengembangan

diperlukan ketika adanya perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika

ada pergantian sistem operasi, atau perangkat lainnya.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif 2.pdfmatematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

22

Keenam tahapan tersebut digambarkan pada gambar 2.4. Terlihat bahwa tahapan

dimulai dari system engineering lalu berurut sampai ke maintenance dan di setiap tahap

ada anak panah ke tahap sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa jika sistem masih

belum memenuhi tujuan maka pengembangan terus dilakukan dengan kembali ke tahap

yang masih memerlukan perbaikan lalu berlanjut ke tahap berikutnya.

Gambar 2.4 Waterfall model