bab 2 landasan teori 2.1. pengertian sistem...

44
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Informasi Menurut Stair dan Reynolds (2006, p4), sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan, dan menyebarkan data dan informasi serta menyediakan mekanisme umpan balik untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Gelinas dan Dull (2008, p13), sistem informasi adalah sistem yang dibuat oleh manusia yang secara umum terdiri dari sekumpulan komponen-komponen berbasis komputer yang terintegrasi dan juga komponen-komponen manual yang dibentuk untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan output informasi untuk para penggunannya. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan informasi yang dibutuhkan dan mendukung proses pengambilan keputusan dalam mencapai tujuannya. 2.2 Sistem Informasi Akuntansi 2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Gelinas dan Dull (2008, p14), sistem informasi akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses dan melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek keuangan suatu kejadian bisnis.

Upload: dinhnhan

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

 

 

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Sistem Informasi

Menurut Stair dan Reynolds (2006, p4), sistem informasi adalah sekumpulan

komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan,

dan menyebarkan data dan informasi serta menyediakan mekanisme umpan balik untuk

mencapai suatu tujuan.

Menurut Gelinas dan Dull (2008, p13), sistem informasi adalah sistem yang

dibuat oleh manusia yang secara umum terdiri dari sekumpulan komponen-komponen

berbasis komputer yang terintegrasi dan juga komponen-komponen manual yang

dibentuk untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan

output informasi untuk para penggunannya.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi adalah

sekumpulan komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi,

menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan informasi yang dibutuhkan dan

mendukung proses pengambilan keputusan dalam mencapai tujuannya.

2.2 Sistem Informasi Akuntansi

2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Gelinas dan Dull (2008, p14), sistem informasi akuntansi adalah

subsistem dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses dan

melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek keuangan suatu kejadian bisnis.

10 

 

 

 

Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), sistem informasi akuntansi adalah

suatu sistem yang digunakan untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan

memproses data untuk diubah menjadi sebuah informasi yang diperlukan oleh para

pengambil keputusan.

Menurut Jones dan Rama (2006, p4), sistem informasi akuntansi adalah sebuah

subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi akuntansi dan

keuangan serta informasi lainnya yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi

akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan,

menyimpan, dan memproses data yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi

untuk diubah menjadi sebuah informasi akuntansi dan keuangan serta informasi lainnya

yang diperlukan oleh para pengambil keputusan.

2.2.2 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Jones dan Rama (2006, p6-7), tujuan dan kegunaan sistem informasi

akuntansi ada lima, yaitu :

1. Menghasilkan laporan eksternal

Perusahaan menggunakan sistem informasi akuntansi untuk menghasilkan

laporan-laporan khusus yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan

informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal perusahaan seperti investor,

kreditur, penagih pajak, dan lainnya. Laporan-laporan tersebut mencakup

laporan keuangan, tax return, dan laporan lainnya yang dibutuhkan oleh

pihak-pihak yang terkait.

11 

 

 

 

2. Mendukung aktifitas rutin

Sistem informasi akuntansi mendukung manajer dalam menangani aktivitas

operasional yang rutin dalam siklus operasi perusahaan.

3. Mendukung pengambilan keputusan

Informasi juga dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang bersifat tidak

rutin yang terdapat dalam semua tingkatan perusahaan atau organisasi seperti

mengetahui produk yang paling laku dijual dan mengetahui pelanggan mana

yang melaukan pembelian paling banyak. Informasi ini sangat penting dalam

perencanaan produk baru, pembuatan keputusan mengenai produk yang akan

disimpan sebagai persediaan, dan cara pemasaran produk ke pelanggan

4. Perencanaan dan pengawasan

Sebuah sistem informasi sangat dibutuhkan untuk kegiatan perencanaan dan

pengawasan. Informasi mengenai anggaran dan biaya-biaya standar disimpan

dalam sistem informasi dan laporan digunakan untuk membandingkan antara

anggaran yang ditetapkan dengan jumlah yang sebenarnya.

5. Mengimplementasikan pengendalian internal

Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur, dan sistem informasi

yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kehilangan atau

penggelapan dan untuk menjaga keakuratan data keuangan. Hal tersebut

dapat berhasil yaitu dengan membangun suatu sistem informasi akuntansi

yang terkomputerisasi.

12 

 

 

 

2.2.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), terdapat 6 komponen dalam sistem

informasi akuntansi, yaitu :

1. People, yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai macam fungsi.

2. Procedures and instructions, baik manual maupun otomatis termasuk dalam

kegiatan pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data mengenai

aktivitas organisasi.

3. Data, tentang organisasi dan proses bisnisnya.

4. Sotware, digunakan untuk memproses data organisasi.

5. Information technology infrastructure, termasuk didalamnya komputer,

peralatan komunikasi jaringan.

6. Internal control and security measures, yang mengamankan data dalam

sistem informasi akuntansi.

Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, p112), komponen sistem informasi

akuntansi, yaitu :

1. Business Operations

Suatu organisasi melakukan berbagai aktivitas atau proses bisnis seperti

perekrutan karyawan, pembelian barang persediaan dan penerimaan kas dari

pelanggan. Input sistem informasi akuntansi disiapkan oleh bagian

operasional dan output yang digunakan untuk mengatur kegiatan operasional.

2. Transaction Processing

13 

 

 

 

Transaksi yang dilakukan perusahaan lazimnya adalah penjualan, produksi

(bila perusahaan industri) dan pembelian.

3. Management Decision Making

Informasi diharapkan memberikan informasi yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan pihak manajemen.

4. Reporting

Dalam menyusun laporan berdasarkan sistem informasi, system designer

harus mengetahui output yang diinginkan atau dibutuhkan.

5. System Development and Operation

Sistem informasi harus dirancang, diimplementasi dan dioperasikan secara

efektif.

6. Database

Untuk memperoleh database yang baik, perlu dipahami sungguh-sungguh

proses pengumpulan dan penyimpanan data dan juga jenis data software.

7. Technology

Dukungan teknologi informasi sudah sampai pada tingkatan sedemikian rupa

sehingga prosedur operasional tradisional yang dulu dilaksanakan secara

manual, kini sudah menjadi otomatis.

8. Controls

Dalam menyusun sistem pengendalian internal harus dipertimbangkan

tingkatan kompleksitas sistem informasi serta perkembangan teknologi.

9. Interpersonal / Communication Skill

14 

 

 

 

Untuk mempresentasikan hasil kerja secara efektif, sistem desainer harus

memiliki kemampuan komunikasi yang baik secara lisan maupun tulisan.

10. Accounting and Auditing Principles

Untuk menyusun dan mengoperasikan sistem informasi akuntansi, seorang

akuntan harus mengetahui prosedur akuntansi dan memahami audit terhadap

sistem informasi.

2.2.4 Siklus Sistem Informasi Akuntansi

Menurut Romney dan Steinbart (2006, p30), siklus pemrosesan transaksi pada

sistem adalah suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam melakukan

bisnisnya, mulai dari proses pembelian, produksi, hingga penjualan barang dan jasa.

Siklus transaksi pada perusahaan dapat dibagi kedalam lima subsistem, yaitu :

1. Revenue cycle, yang terjadi dari transaksi penjualan dan penerimaan kas.

2. Expenditure cycle, yang terdiri dari peristiwa pembelian dan pengeluaran kas.

3. Human resorce/payroll cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan

dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga kerja.

4. Production cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan

pengubahan bahan mentah menjadi produk/jasa yang siap dipasarkan.

5. Financing cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan

penerimaan modal dari investor dan kreditor.

Menurut Jones dan Rama (2006, p18), proses bisnis dapat dikategorikan ke

dalam tiga siklus transaksi utama :

15 

 

 

 

1. Acquisition (purchasing) cycle, yang mengacu pada proses dari pembelian

barang dan jasa.

2. Conversion cycle, yang mengacu pada proses pengubahan sumber daya

menjadi barang jadi dan jasa.

3. Revenue cycle, yang mengacu pada proses penyediaan barang jadi dan jasa

kepada pelanggan.

2.3 Sistem Informasi Siklus Pendapatan

2.3.1 Pengertian Pendapatan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), pendapatan yaitu :

• Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang

biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan,

penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalti, dan sewa. (PSAK 20 paragraf

tujuan).

• Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari

aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut

mengakibatkan kenaikan entitas, yang tidak berasal dari konstribusi penanam

modal. (PSAK 23 paragraf 6).

2.3.2 Pengertian Penjualan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007, PSAK No. 23), penjualan adalah arus

masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama

satu periode, bila arus masuk menyebabkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari

kontribusi penanaman modal

16 

 

 

 

Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p232), penjualan adalah jumlah yang

dibebankan kepada pelanggan untuk barang dagang yang dijual, baik secara tunai

maupun kredit. Retur dan potongan penjualan dikurangkan dari jumlah ini untuk

mendapatkan penjualan bersih.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa penjualan merupakan

jumlah yang dibebankan kepada pelanggan atas manfaat ekonomi yang diberikan

sebagai hasil dari aktivitas normal perusahaan yang dapat dilakukan baik secara tunai

maupun kredit.

2.3.3 Sistem Penjualan Kredit

Menurut Narko (2002, p90), fungsi – fungsi yang terkait dalam sistem penjualan

kredit adalah :

1. Penjualan : menerima dan mengedit pesanan pelanggan.

2. Kepala Bagian Keuangan : menyetujui atau menolak penjualan kredit pada

tiap pelanggan, bila perusahaan masih relatif kecil, persetujuan penjualan

kredit masih dirangkap oleh Kepala Bagian Keuangan.

3. Gudang dan Pengiriman : menyimpan barang dan mengirim barang.

4. Penagihan : membuat dan mengirim faktur kepada pelanggan.

5. Akuntansi :

- Jurnal dan Buku Besar : mencatat transaksi pada jurnal penjualan dan

mem-posting ke rekening buku besar.

17 

 

 

 

- Kartu Piutang dan Kartu Persediaan : mencatat transaksi ke rekening

pembantu piutang masing – masing pelanggan, dan ke kartunpersediaan

untuk setiap jenis barang.

Menurut Narko (2002, p81), informasi yang diperlukan oleh managemen dari

kegiatan penjualan kredit adalah :

1. Pesanan – pesanan yang belum dapat dipenuhi.

2. Kesanggupan untuk mengirim barang di waktu tertentu

3. Jumlah penjualan kredit yang diberikan.

4. Jumlah permintaan kredit yang tidak dapat terpenuhi.

5. Jumlah kredit yang menunggak.

6. Rute pengiriman.

7. Pada suatu saat barang yang sudah dikirim sampai mana.

8. Pengiriman barang yang belum dibuat fakturnya.

Menurut Narko (2002, p86), bukti atau formulir yang digunakan dalam sistem

penjualan kredit, yaitu :

1. Pesanan penjualan

Dokumen ini dibuat dalam beberapa rangkap yang dapat berfungsi pula

sebagai lembar otorisasi penjualan kredit. Informasi pada dokumen ini pada

umumnya terdiri dari identitas perusahaan penjual, identitas pembeli, nomor

dan tanggal pesanan penjualan, jenis barang yang dipesan, kuantitas, harga

satuan dan jumlah harga keseluruhan.

2. Perintah pengiriman barang

18 

 

 

 

Informasi pada dokumen ini hampir sama dengan informasi pada surat

pesanan penjualan, kecuali harga satuan dan jumlah harga. Meskipun

demikian, dalam praktik kadang ada juga perintah pengiriman barang yang

berisi pula data mengenai harga satuan.

3. Faktur penjualan

Informasi dalam dokumen ini sama dengan informasi pada surat pesanan

penjualan. Oleh karena itu terdapat kombinasi faktur dan pesanan penjualan.

Menurut Narko (2002, p81), prosedur sistem penjualan kredit pada umumnya

seperti :

1. Prosedur pesanan penjualan.

2. Prosedur persetujuan kredit.

3. Prosedur pengiriman barang.

4. Prosedur pembuatan faktur.

5. Prosedur akuntansi penjualan kredit.

Menurut Wilkinson et al. (2006, p422), sistem penjualan kredit terdiri dari 3

proses, yaitu :

a. Order Entry

Setiap customer order dimasukkan ke sistem pada saat tenaga penjual

menerima pesanan. Data bisa didapat dari customer order, maupun dari

telepon. Kemudian, sistem akan melakukan validasi terhadap data sekaligus

memeriksa apakah persediaan cukup, sistem dapat langsung menjalankan

fungsi back order. Sistem juga akan melakukan program pemeriksaan limit

19 

 

 

 

kredit dengan membandingkan antara jumlah limit kredit dengan saldo

piutang ditambah dengan penjualan yang akan segera dilakukan, apabila

pemesanan diterima, maka sistem akan mencetak order acknowledgement dan

picking list.

b. Shipping

Setelah barang dipersiapkan sesuai dengan picking list , maka selanjutnya

barang akan dikirim. Pada saat pengiriman, karyawan gudang akan

menghitung jumlah dan mencocokannya dengan picking list. Sistem akan

menghasilkan packing slip, bill of lading, dan shipping notice.

c. Billing

Setelah barang dikirim, maka proses selanjutnya adalah pencetakan invoice,

pendebitan saldo pelanggan, pengurangan jumlah persediaan, penutupan sales

order, pembuatan file invoice dan penyesuaian pada ledger.

Selain 3 prosedur utama diatas, Wilkinson et al. (2006, p428), menyebutkan 3

prosedur tambahan dalam sistem penjualan, yakni :

a) Preparing Analysis and Reports

Di penghujung hari, invoice register dan account receivable summary

dicetak. Invoice register adalah daftar transaksi penjualan, yang berisi data

kunci mengenai tiap sales invoice yang disiapkan selama satu hari.

b) Handling Sales Return and Allowances

Sales return muncul ketika pelanggan tidak puas dan mengirim kembali

barang yang telah dipesan. Sales allowance adalah penyesuaian harga kepada

20 

 

 

 

pelanggan sebagai kompensasi atas barang yang rusak. Sedangkan credit

memos disiapkan sebagai formalisasi perjanjian.

c) Processing Back Orders

Back order diperlukan ketika kuantitas persediaan tidak mencukupi pesanan

pelanggan. Proses back order meliputi persiapan formulir back order, yang

berisi nama pemesan, nomor pemesanan, kuantitas dan tanggal.

2.3.4 Pengertian Piutang Usaha

Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, p295), piutang dagang adalah uang yang

terutang oleh pelanggan atas barang yang telah dijual atau jasa yang diberikan.

Menurut Horngren, Sundem, dan Elliot (2002, p187), piutang merupakan

sejumlah uang yang dihutangkan kepada perusahaan oleh pelanggannya sebagai hasil

dari pengiriman barang atau jasa. Piutang itu merupakan suatu perjanjian untuk

menerima kas dari pelanggan, dimana perusahaan telah menjual atau menyerahkan

jasanya kepada pelanggan tersebut.

Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2004, p318), piutang didefinisikan

sebagai “claim held againts customers and others for money, goods or services”, yang

bearti bahwa piutang merupakan klaim terhadap konsumen atau yang lainnya untuk

uang, barang atau jasa.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan

klaim terhadap pihak lainnya, yang timbul sebagai akibat suatu transaksi yang telah

dilakukan sebelumnya.

21 

 

 

 

2.3.5 Proses Penagihan Piutang Usaha

Menurut Gelinas dan Dull. (2008, p375-376), proses penagihan terdiri atas tiga

bagian penting, yaitu :

• Billing Customer

• Managing Customer Account

• Securing Payment for Good Sold or Service Rendered

Proses Billing/Account receivable/Cash receipt merupakan struktur yang saling

berinteraksi antara manusia, peralatan, metode, dan kontrol yang dirancang untuk

membuat aliran informasi dan bertujuan :

• Mendukung pekerjaan berulang yang rutin pada bagian kredit, kasir, dan

bagian piutang.

• Mendukung proses pemecahan masalah untuk manajer keuangan.

• Membantu dalam persiapan laporan internal dan eksternal.

2.3.6 Pengertian Penerimaan Kas

Menurut Romney dan Steinbart (2006, p371), menyatakan bahwa aktivitas

terakhir dalam siklus pendapatan berkaitan dengan penerimaan kas. Fungsi kasir akan

melaporkan penerimaan, menangani remittance pelanggan dan menyetorkan uang ke

bank.

Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p284), yang dimaksud dengan kas

adalah termasuk juga uang koin, uang kertas, cek, wesel dan deposito yang tersedia

untuk langsung digunakan baik yang ada di bank ataupun institusi keuangan lainnya.

Untuk melindungi kas dari tindakan pencurian atau kecurangan lainnya, perusahaan

22 

 

 

 

harus mampu untuk mengontrol kas mulai dari saat diterima sampai dengan kas tersebut

disetorkan ke bank. Perusahaan retail umumnya menerima kas dari dua sumber, yaitu :

(1) penerimaan kas tunai dari pelanggan dan (2) penerimaan kas dari pelanggan melalui

bank.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007, PSAK no.2), kas adalah alat

pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan

umum perusahaan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, penerimaan kas

digunakan sebagai sumber dana bagi perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan

secara umum. Bentuk dari penerimaan kas dapat dibagi menjadi :

a) Penerimaan Kas dalam bentuk tunai.

b) Penerimaan Kas dalam bentuk cek, giro dan transfer melalui bank.

2.3.7 Prosedur yang berkaitan dengan Sistem Informasi Akuntansi Penerimaan

Kas

Wilkinson et al. (2006, p428), menyebutkan ada 5 prosedur yang terlibat dalam

sistem penerimaan kas, yang meliputi :

1. Remmitance Entry

Pada tahap ini, kasir akan mengumpulkan semua checks dan mencocokan

dengan remmitance advice yang diterima, kemudian menjumlahkan semua

checks yang diterima. Kemudian remmitance list, yang berisi daftar

remmitance advice secara keseluruhan dibuat.

2. Deposting Receipts

23 

 

 

 

Salah satu salinan dari remmitance list dikirim ke kasir yang akan

membandingkan dan merekonsiliasi. Kemudian, kasir ini akan membuat

deposit slip dan cash receipt transaction listing (journal). Setelah itu,

barulah semua checks yang disetorkan ke bank.

3. Posting Receipts

Sebelum memperbaharui data pelanggan, kasir harus melakukan koreksi atas

cash receipt transaction listing (journal).

4. Preparing Analysis and Reports

Pada penghujung hari ringkasan piutang dicetak. Ringkasan ini berisi total

piutang beserta dengan total penerimaan kas yang diperoleh pada hari

tersebut.

5. Collecting Delinquent Accounts

Pada saat pembayaran belum diterima, perusahaan biasanya mengirimkan

dokumen untuk melakukan penagihan pada pelanggan.

2.3.8 Ancaman dan Pengendalian yang berhubungan dengan Sistem Informasi

Akuntansi Penjualan, Piutang Usaha, dan Penerimaan Kas

Menurut Romney dan Steinbart (2006, p376), sistem informasi akuntansi yang

baik harus memiliki pengendalian yang cukup untuk memastikan bahwa tujuannya

tercapai. Tujuan tersebut meliputi :

• Semua transaksi harus diotorisasi.

• Semua transaksi yang dicatat harus valid.

• Semua transaksi yang valid dan akurat harus disimpan.

24 

 

 

 

• Semua transaksi harus disimpan secara akurat.

• Aset harus dilindungi dari kehilangan atau kecurangan.

• Aktivitas perusahaan harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

2.4 Sistem Informasi Siklus Persediaan

2.4.1 Pengertian Persediaan

Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p355), persediaan digunakan untuk

mengindikasi barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis

perusahaan dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk

tujuan itu.

2.4.2 Tujuan Pengendalian Internal atas Persediaan

Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p355), dua tujuan utama dari

pengendalian internal yang baik atas persediaan adalah mengamankan persediaan dan

melaporkannya secara tepat dalam laporan keuangan. Pengendalian internal ini bisa

bersifat preventif (pencegahan) maupun detektif. Pengendalian preventif dirancang

untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan pencatatan. Pengendalian detektif ditujukan

untuk mendeteksi kesalahan atau kekeliruan yang telah terjadi.

2.4.3 Metode Penilaian Persediaan

Menurut Assauri (2008, p244), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk

menilai suatu persediaan, diantaranya dengan :

1. FIFO Method (First-in, First-Out)

25 

 

 

 

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual dinilai

menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian,

persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk.

2. Weight Average Method (Rata-rata tertimbang)

Cara ini didasarkan atas harga rata-rata dimana harga tersebut dipengaruhi oleh

jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing harganya.

3. LIFO Method (Last-in, First-out)

Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai menurut

harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang masih

ada atau stock, dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.

2.4.4 Resiko dan Pengendalian pada Persediaan

Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p317), dua tujuan utama dari

pengendalian internal persediaan, yaitu : perlindungan terhadap persediaan yang ada

dan pelaporan persediaan yang wajar didalam laporan keuangan. Pengendalian internal

pada persediaan dapat bersifat preventif ataupun detektif :

1. Preventive Control

Pengendalian ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya error

atau kesalahan dalam penyajian.

2. Detective Control

Pengendalian ini dilakukan untuk mendeteksi error atau kesalahan penyajian

yang telah terjadi.

26 

 

 

 

2.5 Analisa Pemberian Kredit Pelanggan

Menurut Gitman (2006, p641), tujuan dari pengelolaan piutang usaha yaitu

untuk mengumpulkan piutang secepat mungkin tanpa kehilangan penjualan akibat

tekanan teknik penagihan. Dalam memenuhi tujuan tersebut, kebijakan kredit yang pelu

dilakukan perusahaan mencakup :

1. Credit selection and standard

a. Credit Selection

Seleksi kredit meliputi teknik aplikasi untuk menetukan pelanggan mana

yang layak diberi kredit. Teknik yang populer yaitu 5C (Character,

Capacity, Capital, Collateral dan Condition). Metode seleksi kredit lainnya

adalah dengan credit scoring, yaitu suatu metode yang menggunakan ukuran

high-volume/small-dollar dalam menanggapi permintaan pemberian kredit.

b. Credit Standard

Sedangkan strategi credit standard ditetapkan dengan meningkatkan volume

penjualan, investasi pada piutang, dan biaya piutang ragu-ragu. Dengan

mengubah credit standard ini akan menghasilkan pengembalian dan nilai

yang lebih baik untuk pemiliknya.

2. Credit Terms

Kebijakan credit terms adalah periode penjualan kepada pelanggan dengan

perpanjangan kredit oleh perusahaan. Sebagai contoh, dengan meningkatkan

periode kredit dari net 30 hari menjadi net 45 hari akan meningkatkan penjualan,

dan secara positif akan mempengaruhi profit. Cara lain yang ditawarkan

27 

 

 

 

perusahaan adalah cash discount, yaitu persentase pengurangan dari harga

pembelian untuk membayar pada waktu tertentu, contoh : 2/10 net 30, 4/10 net

30.

2.6 Pengendalian Internal

2.6.1 Pengertian Pengendalian Internal

Menurut Gelinas dan Dull (2008, p216) yang terdapat dalam committee of

sponsoring organization (COSO), “pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu

proses yang dipengaruhi oleh suatu dewan direksi, manajemen, dan pihak personal

lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau keyakinan

yang layak atau memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dengan kategori sebagai

berikut : efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kesesuaian

dengan hukum dan peraturan yang berlaku”.

Menurut Jones dan Rama (2006, p13), pengendalian internal adalah aturan-

aturan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, dan sistem informasi yang digunakan

untuk memastikan data keuangan perusahaan akurat dan dapat dipercaya, untuk

melindungi aset perusahaan dari kehilangan atau pencurian.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa sistem pengendalian

internal adalah suatu rangkaian prosedur, metode, dan kebijakan yang diterapkan dalam

perusahaan guna menjaga aktiva tetap, menjaga efektivitas dan efisiensi operasi

perusahaan, memastikan keandalan laporan keuangan, serta kepatuhan terhadap hukum

dan peraturan yang berlaku.

28 

 

 

 

2.6.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal

Menurut Jones dan Rama (2006, p124-125), komponen-komponen yang

berhubungan dengan pengendalian internal terdiri dari lima komponen, yaitu :

1. Control environment

Berhubungan dengan beberapa faktor yang disusun organisasi untuk

mengontrol kesadaran para karyawannya. Faktor tersebut berhubungan

dengan integritas, nilai etika, filosofi manajemen, dan operating style. Hal ini

juga termasuk cara manajemen menetapkan otoritas dan tanggung jawab,

mengatur, dan mengembangkan sumber daya manusia serta perhatian dan

petunjuk dari board of directors.

2. Risk Assessment

Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat

menghambat pencapaian tujuan pengendalian internal.

3. Control activities

Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk

menangani resiko-resiko yang mungkin dan telah ada. Control activities

mencakup :

a. Perfomance reviews, kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap

kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil yang didapat dengan

anggaran, standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.

29 

 

 

 

b. Segregation duties, terdiri dari penetapan tanggung jawab untuk

mengotorisasi transaksi, melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan

menjaga aset yang dilakukan oleh karyawan yang berbeda.

c. Application control, berhubungan dengan aplikasi SIA.

d. General control, berhubungan dengan pengawasan yang lebih luas yang

berhubungan dengan berbagai aplikasi.

4. Information and Communication

Sistem informasi perusahaan adalah kumpulan dari prosedur (baik otomatis

maupun manual) dan pencatatan dalam memulai, mencatat, memproses, dan

melaporkan kejadian atas proses-proses yang terjadi dalam organisasi. Dan

komunikasi berhubungan dengan menyediakan pemahaman atas peraturan

dan tanggungjawab individu.

5. Monitoring

Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa

pengendalian internal organisasi berjalan sesuai tujuan yang ditetapkan.

2.6.3 Tujuan Pengendalian Internal

Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, p144), tujuan dari pengendalian

internal, yaitu :

1. Melindungi harta kekayaan milik perusahaan.

2. Memeriksa ketelitian dan keandalan data akuntansi.

3. Meningkatkan efisiensi.

4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah digariskan.

30 

 

 

 

Menurut Romney dan Steinbart (2006, p198), berdasarkan COSO, tujuan sistem

pengendalian internal adalah sebagai berikut :

1. Menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.

2. Menghasilkan operasi yang efektif dan efisien.

3. Memenuhi dalil dan peraturan yang ditetapkan.

2.7 Pajak Pertambahan Nilai

2.7.1 Definisi

Menurut Manihuruk (2010, p1), Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas

konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap

jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi

oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan

objek dari Pajak Pertambahan Nilai.

Menurut Mulyono (2008, p1), PPN atau Value Added Tax merupakan pajak

penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada setiap transaksi. Nilai

tambah adalah setiap tambahan yang dilakukan oleh penjualan atas barang atau jasa

yang dijual, karena pada prinsipnya setiap penjual menghendaki aadanya tambahan

tersebut yang bagi penjual merupakan keuntungan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Pajak Pertambahan Nilai

merupakan pajak yang dipungut atas nilai tambah dari penjualan atau konsumsi barang

dan jasa baik barang bergerak atau tidak bergerak.

31 

 

 

 

2.7.2 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Menurut pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, Tarif Pajak Pertambahan

Nilai diatur sebagai berikut :

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.

b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

c. Ekspor Jasa Kena Pajak.

3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi

paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen)

yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.8 Analisis dan Perancangan Sistem berbasis Objek

2.8.1 Pengertian Analisis dan Perancangan Sistem Berbasis Objek

Menurut Mathiassen et al. (2000, p135), metode OOA&D merupakan suatu

metode untuk analisa dan perancangan sistem yang berorientasi pada objek. Mathiassen

et al. (2000, p4), menjelaskan objek merupakan suatu entitas yang memiliki identitas,

state, behaviour. Identitas objek dalam analisa menunjukkan bagaimana objek tersebut

dapat dibedakan dengan objek lainnya dalam suatu konteks oleh para pengguna.

Sedangkan identitas objek dalam perancangan menunjukkan bagaimana objek-objek

lain dalam sistem dapat mengenali objek tersebut dan bagaiman pula mengaksesnya.

Mathiassen et al. (2000, p14), menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam analisa

dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 2.1 berikut ini.

32 

 

 

 

Gambar 2.1 Aktivitas utama dan hasil-hasil dari Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p15)) Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, OOA&D merupakan

suatu metode untuk analisa dan perancangan sistem yang berorientasi pada objek yang

terbagi dalam empat aktivitas utama, yaitu problem domain analysis, application

domain analysis, architectural design, dan component design.

2.8.2 System Definition

Menurut Mathiassen et al. (2000, p24-25), system definition adalah suatu

deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang diperlihatkan dalam bahasa

natural. System definition seharusnya singkat dan tepat, dan berisikan keputusan yang

paling utama (fundamental) mengenai sistem.

Terdapat tiga sub aktivitas yang harus dilakukan untuk membuat sytem

definition, yaitu usaha untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari situasi, membuat

dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem, dan diakhiri dengan

memformulasikan dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada.

System definition dihasilkan melalui iterasi pada tiga subaktivitas.

33 

 

 

 

2.8.3 FACTOR Criterion

Menurut Mathiassen et al. (2000, p39-40), FACTOR criterion terdiri dari enam

elemen sebagai berikut :

1. Functionality : fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dari

application domain.

2. Application domain : bagian-bagian dari organisasi yang mengatur,

mengawasi, atau mengendalikan sebuah problem domain.

3. Condition : kondisi-kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan

digunakan.

4. Technology : teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan

teknologi dimana sistem akan dijalankan.

5. Responsibility : tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam kaitannya

dengan konteks.

2.8.4 Rich Picture

Menurut Mathiassen et al. (2000, p26), rich picture adalah sebuah gambaran

informal yang mempresentasikan pemahaman illustrator dari suatu situasi. Dengan

demikian, dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi di antara pemakai dalam

sistem dan mendapatkan sebuah gambaran dari situasi dengan cepat.

Untuk memulai rich picture adalah dengan menggambarkan entitas yang

penting, seperti orang, objek fisik, tempat, organisasi, peran, dan tugas. Orang dapat

berupa pengembang sistem (system developer), pengguna (user), pelanggan, dan lain-

lain. Objek fisik dapat berupa mesin, perangkat, atau persediaan di gudang. Tempat

34 

 

 

 

mendeskripsikan lokasi orang dan benda. Organisasi dapat berupa keseluruhan

perusahaan, departemen, atau proyek yang melibatkan beberapa perusahaan. Peran dan

tugas mengikat orang kepada organisasi yang merefleksikan tanggung jawab atau tugas-

tugas spesifik.

Setelah entitas yang relevan dideskripsikan, lalu hubungan di antara entitas-

entitas tersebut dideskripsikan. Proses merupakan hubungan yang paling mendasar di

antara entitas dalam suatu rich picture. Sebuah proses mendeskripsikan aspek-aspek

dari situasi yang berubah, tidak stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafis,

proses dapat diilustrasikan dengan arah panah. Proses meliputi pekerjaan, produksi,

pemrosesan informasi, perencanaan, pengendalian, proyek pengembangan, dan

perubahan organisasi. Bentuk dari rich picture dapat dilihat pada Gambar 2.2 Berikut

ini.

Gambar 2.2 Contoh Rich Picture (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p28)) 2.8.5 Problem Domain Analysis

Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), problem domain adalah bagian dari

konteks yang diadministrasi, dimonitor dan dikendalikan oleh sebuah sistem. Tujuan

35 

 

 

 

dari aktifitas ini adalah mengidentifikasikan dan memodelkan problem domain.

Sedangkan model merupakan deskripsi dari class, structure, dan behavior di problem

domain.

Problem domain merupakan aktivitas yang sangat penting dalam membangun

sebuah sistem karena model yang dihasilkan dalam problem domain analysis

memberikan sebuah pemahaman mengenai kebutuhan sistem. Sumber dari aktivitas

problem domain adalah system definition. Kegiatan dalam problem domain analysis

dapat dilihat dalam Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p46)) 2.8.5.1 Classses

Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah deskripsi dari sebuah

kumpulan objek-objek yang berbagi struktur, behavioral pattern, dan atribut. Class

akan digunakan untuk mengidentifikasi semua objek dan event yang akan menjadi

bagian dari model problem domain yang relevan. Mathiassen et al. (2000, p51),

menyatakan event adalah suatu kejadian seketika yang melibatkan satu atau lebih objek.

36 

 

 

 

Untuk memilih class dan event untuk model problem domain, maka harus

diidentifikasi terlebih dahulu kandidat-kandidat class dan event yang secara potensial

relevan dengan model problem domain. Kemudian, kandidat-kandidat tersebut

dievaluasi secara sistematis dan dipilih beberapa kandidat yang paling relevan untuk

menjadi class dan event dari model problem domain.

Hasil dari aktivitas classes adalah sebuah event table yang berisi classes yang

telah dipilih dan events yang berhubungan dengan class tersebut. Contoh dari evevnt

table dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Contoh Event Table

(Sumber : Mathiassen et al. (2000, p50)) 2.8.5.2 Structure

Menurut Mathiassen et al. (2000, 69), “Structure adalah hubungan antara class

dengan object pada problem domain secara keseluruhan”. Structure bertujuan untuk

menggambarkan hubungan terstruktur antara classes dan object dalam problem domain.

Hasil dari aktivitas structure adalah class diagram dengan classes dan stucture.

37 

 

 

 

Mathiassen et al. (2000, p72-77), menjelaskan terdapat empat jenis structure

yang dapat digunakan dalam pembuatan model problem domain, yaitu :

a. Generalisasi

Generalisasi meruapakan property-property dan behavior pattern yang umum

dari class-class yang berbeda ke dalam class-class yang lebih umum.

Generalisasi adalah hubungan di mana sebuah class umum menggambarkan

property-property umum dari sekumpulan class-class khusus. Contoh dari

generalisasi dapat dilihat pada gambar 2.4.

cd Structure User

Karyawan

Staf_PenjualanStaf_Gudang_Penyimpanan Staf_Akuntansi Staf_Keuangan

Gambar 2.4 Contoh Generalisasi

b. Cluster

Cluster adalah sebuah kumpulan dari class-class yang saling berhubungan.

Notasi grafik untuk menggambarkan cluster adalah gambar file folder yang

di dalamnya terdiri atas class-class. Class-class yang berada dalam cluster

biasanya terhubung melalui structure generalisasi dan agregasi. Contoh dari

cluster dapat dilihat pada gambar 2.5.

38 

 

 

 

cd Cluster

User

+ Karyawan+ Staf_Akuntansi+ Staf_Gudang_Penyimpanan+ Staf_Keuangan+ Staf_Penjualan

Pemesanan

+ Detail_SPP+ Pelanggan+ SPP

Penagihan

+ Detail_SJ+ Detail_SRB+ Ekspedisi+ Ekspedisi+ FP+ MK+ SJ+ SRB

Penerimaan_Pembayaran

+ BPKB+ Detail_BPKB+ Rekening_Bank

Barang

+ Barang+ BPB+ Detail_BPB+ Jenis+ Ukuran+ Warna

Gambar 2.5 Contoh Cluster

c. Agregasi

Agregasi merupakan hubungan antara dua atau lebih objek di mana objek

yang superior (keseluruhan) terdiri atas beberapa objek yang inferior

(bagian). Agregasi digambarkan sebagai sebuah garis di antara class-class

yang bersifat superior dan inferior, di mana pada salah satu ujung garis diberi

tanda belah ketupat untuk menandakan bahwa class yang berada pada ujung

garis tersebut merupakan class yang superior. Dalam bentuk kalimat,

agregasi diekspresikan dengan hubungan “memiliki sebuah”, “bagian dari”,

atau “dimiliki oleh”. Contoh dari agregasi dapat dilihat pada gambar 2.6.

cd Agregasi

BarangJenis

WarnaUkuran

1..* 1 1..* 11..* 1

Gambar 2.6 Contoh Agregasi

d. Asosiasi

39 

 

 

 

Asosiasi adalah sebuah hubungan yang memiliki arti diantara beberapa objek.

Asosiasi digambarkan sebagai sebuah garis sederhana di antara class-class

yang relevan. Contoh dari asosiasi dapat dilihat pada gambar 2.7.

cd Asosiasi

SPPPelanggan

1 1..*

Gambar 2.7 Contoh Asosiasi 2.8.5.3 Behavior

Menurut Mathiassen et al. (2000, p90), behavior hanya dianggap sebagai

kumpulan event-event yang tidak berurutan yang melibatkan sebuah objek di dalam

aktivitas pembuatan class. Dalam aktivitas penentuan behavior, behavior digambarkan

secara lebih tepat dengan menambahkan unsur waktu pada event-event tersebut. Sebuah

behavior milik objek didefinisikan dengan sebuah event trace. Event trace adalah

sebuah urutan dari event-event yang melibatkan sebuah objek yang spesifik. Sebuah

deskripsi mengenai beberapa event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam

sebuah class disebut behavioral pattern. Behavioral pattern akan digambarkan dalam

Gambar 2.8 statechart diagram berikut ini.

sm Staf_Penjualan

Activ e/memesan

/Memesan

Gambar 2.8 Contoh Statechart Diagram untuk Class Staf Penjualan

40 

 

 

 

Menurut Mathiassen et al. (2000. P93), menjelaskan behavioral pattern

memiliki struktur control sebagai berikut :

• Sequence adalah events yang terjadi satu per satu. Notasinya : “+”.

• Selection adalah sebuah event yang terjadi dari suatu set events. Notasinya :

“|”.

• Iteraction adalah sebuah event yang terjadi sebanyak nol atau berulang kali.

Notasinya : “*”.

2.8.6 Application Domain Analysis

Menurut Mathiassen et al. (2000, p115-117), application domain adalah sebuah

organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengontrol problem domain. Tujuan dari

application domain ini adalah untuk menganalisis kebutuhan dari pengguna sistem.

Hasil dari analisis application domain adalah sebuah daftar lengkap mengenai

kebutuhan usage dari sistem sevara keseluruhan. Application domain terdiri dari tiga

bagian utama, yaitu usage, function, dan interface, seperti yang terlihat pada Gambar

2.9 berikut ini.

Gambar 2.9 Aktivitas dalam Application Domain Analysis (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p117))

41 

 

 

 

2.8.6.1 Usage

Menurut Mathiassen et al. (2000, p117-118), usage adalah bagian dari

application domain yang berinteraksi dengan orang dan sistem-sistem lain di dalam

konteks. Mathiassen et al. (2000, p119), menjelaskan bahwa sebuah sistem harus sesuai

dengan application domain. Hal ini dapat ditentukan dengan merancang use case dan

actor. Actor adalah sebuah abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi

dengan sistem target, sedangkan use case adalah sebuah pola untuk interaksi antara

sistem dan actor-actor dalam application domain. Hasil dari aktivitas ini adalah

gambaran dari semua use case dan actor yang terangkum dalam Use Case Diagram.

Contoh dari Use Case Diagram ditampilkan pada gambar 2.10 di bawah ini.

Gambar 2.10 Contoh Use Case Diagram (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p129)) 2.8.6.2 Function

Menurut Mathiassen et al. (2000, p137-139), kegiatan function memfokuskan

pada bagaiman cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan

42 

 

 

 

pekerjaan mereka. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan

sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-

function yang merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap,

menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan actor dan harus konsisten dengan

use case. Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu :

a. Update Function

Function ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan

perubahan dalam state atau keadaan dari model tersebut.

b. Signal Function

Function ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model yang

dapat menghasilkan reaksi pada konteks.

c. Read Function

Function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan

mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan

informasi dalam model.

d. Compute Function

Function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan

berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan oleh actor

atau model, hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi.

Gambar hubungan antara masing-masing tipe fungsi tersebut dengan Interface

(I), Function (F) dan Model (M) ditunjukan oleh gambar 2.11 berikut :

43 

 

 

 

Gambar 2.11 Hubungan masing-masing tipe fungsi (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p140)) Menurut Mathiassen et al. (2000, p144), hasil dari aktivitas analisis function

adalah sebuah daftar dari kebutuhan function dari sistem atau lebih dikenal dengan

function list.

2.8.6.3 Interface

Menurut Mathiassen et al. (2000, p151-152), interface adalah fasilitas-fasilitas

yang membuat sebuah model sistem dan function-function tersedia bagi actor. Terdapat

dua tipe interface, yaitu :

a. User interface, yaitu sebuah interface untuk para pengguna. Terdapat empat

jenis pola dialog yang penting dalam menentukan interface pengguna, yang

terdiri dari :

• Pola menu-selection yang terdiri dari daftar pilihan yang mungkin dalam

interface pengguna.

• Pola fill-in, merupakan pola klasik untuk entry data.

• Pola command-language, dimana user memasukkan dan memulai format

perintah sendiri.

44 

 

 

 

• Pola direct manipulation, dimana user dapat memilih objek dan

melaksanakan function atas objek dan melihat hasil dari interaksi mereka

tersebut dengan segera.

b. System interface, yaitu sebuah interface untuk sistem-sistem lain. Sistem lain

tersebut dapat berupa external device (misalnya sensor, switch, dll) dan

sistem komputer yang kompleks sehingga dibutuhkan suatu protocol

komunikasi. System interface dispesifikasikan sebagai class diagram dari

external device dan sebagai protokol dalam berinteraksi dengan sistem lain.

2.8.6.4 Sequence Diagram

Menurut Bennett, McRobb, dan Farmer (2006, p252), sequence diagram

ekuivalen secara sematik dengan diagram komunikasi interaksi sederhana. Sequence

diagram menunjukkan urutan interaksi antara objek yang diatur dalam waktu sequence.

Dalam sequence diagram terdapat satu notasi yang disebut fragment. Fragment tersebut

dimaksudkan untuk memperjelas bagaimana sequence saling dikombinasikan. Menurut

Bennett et al. (2006, p270), terdapat 12 interaction operator seperti yang disajikan

dalam Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Tipe-tipe Interaction Operator yang digunakan dalam Fragment Interaction Operator Keterangan

Alt Alternatives. Mewakili alternatif behaviour yang ada, setiap behaviour ditampilkan dalam operasi yang terpisah.

Opt Option. Merupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya akan dieksekusi apabila batasan interaksi bernilai true

Break Break. Mengindikasi bahwa dalam combined fragment ditampilkan setara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir.

Par Paralel. Mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined

45 

 

 

 

fragment dapat digabungkan dalam sequence manapun.

Seq Weak Sequencing. Menampilkan urutan dari tiap operasi yang telah di-maintain tetapi terjadinya suatu event berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun.

Strict Strict Sequencing. Membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tetapi tidak termasuk urutan dalam operasi.

Neg Negative. Menggambarkan sebuah operasi yang bersifat invalid.

Critical Critical Region. Mengadakan sebuah batasan dalam sebuah operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline.

Ignore Ignore. Menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter, yang seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi.

consider Consider. Keadaan dimana pesan-pesan seharusnya dipertimbangkan dalam sebuah interaksi.

Assert Assertion. Keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam operasi hanya satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sah.

Loop Loop. Digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk perulangan berakhir.

2.8.7 Architectural Design

Menurut Mathiassen et al. (2000, p173), architectural design mempunyai tujuan

untuk membuat struktur sistem yang terkomputerisasi. Hasil dari architectural design

adalah struktur untuk proses dan component dari sistem yang dibangun. Gambar 2.12

menggambarkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam architectural design.

Gambar 2.12 Aktivitas-aktivitas dalam Architectural Design (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p176))

46 

 

 

 

2.8.7.1 Criteria

Menurut Mathiassen et al. (2000, p178), criteria adalah penentuan property

yang diinginkan dari suatu arsitektur, sedangkan conditions adalah peluang dan

keterbatasan dari manusia, organisasi, dan teknis yang terlibat dalam menjalankan

tugas.

Criteria yang perlu dipertimbangkan dalam membangun software yang

berkualitas dapat dilihat pada table 2.2.

Tabel 2.3 Kriteria Umum bagi Kualitas Software

(Sumber : Mathiassen et al. (2000, p178))

47 

 

 

 

2.8.7.2 Component Architecture

Menurut Mathiassen et al. (2000, p190-197), component architecture adalah

sebuah struktur sistem yang terdiri dari component-component yang saling

berhubungan, sedangkan component adalah sebuah kumpulan dari bagian-bagian

program yang membentuk suatu keseluruhan dan mempunyai sejumlah responsibility

yang jelas. Component terbagi menjadi empat tipe, yaitu model component, function

component, user interface, dan system interface component.

Terdapat tiga pola (pattern) yang dapat digunakan untuk merancang arsitektur

komponen, yaitu :

1. Layered architecture pattern

Merupakan bentuk paling umum dalam software. Sebuah layered architecture

terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisan-lapisan

dimana lapisan yang berada di atas bergantung kepada lapisan yang ada

dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada suatu lapisan akan mempengaruhi

lapisan yang ada diatasnya. Contoh layered architecture pattern dapat dilihat

pada Gambar 2.13 berikut ini.

Gambar 2.13 Layered Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al.(2000, p193))

48 

 

 

 

2. Generic architecture pattern

Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka,

function, dan komponen-komponen model. Dimana komponen model terletak

pada lapisan yang paling bawah, diikuti dengan function system dan

komponen interface diatasnya. Contoh generic architecture pattern dapat

dilihat pada Gambar 2.14 berikut ini.

Gambar 2.14 Generic Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p196))

3. Client-server architecture pattern

Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem

diantara beberapa processor yang tersebar secara geografis. Komponen pada

arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab

49 

 

 

 

daripada server adalah untuk menyediakan database dan resource yang dapat

disebarkan kepada client melalui jaringan. Sementara client memiliki

tanggung jawab untuk menyediakan antarmuka local untuk setiap

penggunanya. Contoh client-server architecture pattern dapat dilihat pada

Gambar 2.15 berikut ini.

Gambar 2.15 Client-Server Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p197)) Berikut adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server dimana U

(user interface), F (function), M (model) yang diperlihatkan pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.4 Jenis Architecture Client-Server

(Sumber : Mathiassen et al. (2000, p200))

50 

 

 

 

2.8.7.3 Process Architecture

Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), process architecture adalah sebuah

struktur eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling tergantung satu

sama lain. Processor adalah sebuah alat yang akan menjalankan program. Program

component adalah modul fisik dari kode program, sedangkan active object adalah

sebuah object yang telah ditugaskan pada sebuah proses. Tujuan dari process

architecture adalah untuk mendefinisikan struktur fisik dari sebuah sistem. Hasil dari

process architecture adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan processor-

processor dengan program component dan active object yang telah ditugaskan.

Mathiassen et al. (2000, p215-219), menjelaskan bahwa terdapat tiga pola

distribusi dalam process architecture, yaitu :

a. Centralized Pattern

Pada pola ini, semua data disimpan dalam sebuah server pusat dan hanya

terdapat user interface pada client.

b. Distributed Pattern

Pada pola ini, semua component didistribusikan pada client dan server

dibutuhkan hanya untuk menyebarkan update dari model diantara client-

client.

c. Decentralized Pattern

Pada pola ini, masing-masing client memiliki data mereka sendiri sehingga

server hanya menampung data-data yang sifatnya umum bagi client. Hal ini

mengakibatkan rancangan struktur untuk client dan server menjadi sama,

51 

 

 

 

hanya saja server menampung model yang umum dan function yang berada

pada model tersebut.

2.8.8 Component Design

Menurut Mathiassen et al. (2000, p231), tujuan dari component design adalah

untuk menentukan sebuah implementasi dari kebutuhan-kebutuhan dalam sebuah

kerangka arsitektur.

2.8.8.1 Model Component

Menurut Mathiassen et al. (2000, p235), model component adalah bagian dari

sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Perancangan model

component didasarkan pada model berorientasi objek yang didapatkan dari aktivitas

analisis. Model ini menggambarkan problem domain dengan menggunakan class-class,

objek-objek, structure, dan behavior. Tugas utama dalam perancangan model

component adalah untuk merepresentasikan event-event dengan menggunakan

mekanisme-mekanisme yang tersedia dalam bahasa pemrograman berorientasi objek.

2.8.8.2 Function Component

Menurut Mathiassen et al. (2000, p251), function component adalah bagian dari

sebuah sistem yang mengimplementasi kebutuhan fungsional. Operation adalah sebuah

proses yang ditetapkan pada sebuah class dan diaktifkan melalui objek dari class

tersebut. Terdapat empat tipe function, yaitu update, read, compute, dan signal.

Mathiassen et al. (2000, p260-262) menjelaskan bahwa terdapat dua cara

penempatan function, yaitu ditempatkan di dalam model model-class atau ditempatkan

di function-class. Untuk function-function yang hanya melibatkan satu model-class saja,

52 

 

 

 

maka cukup ditempatkan di model-class sebagai operation. Sedangkan untuk function

yang melibatkan beberapa model-class sekaligus perlu ditempatkan di function-class

untuk kemudian dihubungkan ke model-class yang terlibat.

Menurut Mathiassen et al. (2000, p264), menjelaskan semua function yang

complex perlu didefinisikan (dibuat spesifikasinya) agar tidak terjadi ketidakpastian

dalam proses perancangan function component.

2.8.8.3 Connecting Component

Menurut Mathiassen et al. (2000, p271), tujuan dari aktivitas ini adalah untuk

menghubungkan komponen-komponen sistem yang akan menghasilkan class diagram

dari komponen-komponen yang terlibat. Dalam aktivitas ini, akan dirancang hubungan

antar komponen untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel dan dapat dimengerti.