bab 2 landasan teori 2.1 konsep fraktur

27
10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (mansjoer et al, 2000, dalam Abd.wahid,2013). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans And Dokumentation menyebutkan bahwa fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Zairin Nor Helmi,2012). Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila disamping kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan tulang disertai pula fraktur persendian (Zairin Nor Helmi, 2012). 2.1.1 Proses Fraktur Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami fraktur, pemeriksaan perlu mengenal anatomi dan fisiologi tulang sehingga pemeriksa mampu lebih jauh mengenal keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Pada beberapa keadaan, kebanyakan proses fraktur terjadi karena kegagalan tulang

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

10

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa (mansjoer et al, 2000, dalam Abd.wahid,2013).

Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans And

Dokumentation menyebutkan bahwa fraktur adalah rusaknya kontinuitas

tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang

dapat diserap oleh tulang.

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,

baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur

adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan

dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak

disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau

tidak lengkap (Zairin Nor Helmi,2012).

Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur

tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa

keadaan trauma muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal

ini terjadi apabila disamping kehilangan hubungan yang normal antara kedua

permukaan tulang disertai pula fraktur persendian (Zairin Nor Helmi, 2012).

2.1.1 Proses Fraktur

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami fraktur,

pemeriksaan perlu mengenal anatomi dan fisiologi tulang sehingga

pemeriksa mampu lebih jauh mengenal keadaan fisik tulang dan

keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Pada beberapa

keadaan, kebanyakan proses fraktur terjadi karena kegagalan tulang

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

11

menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan

tarikan. Trauma muskuloskeletal yang biasa menjadi fraktur dapat

dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.

2.1.1.1. Trauma Langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang

dan terjadi pada daerah terkanan. Fraktur yang terjadi biasanya

bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami

kerusakan.

2.1.1.2. Trauma Tidak Langsung

Trauma Tidak Langsung merupakan suatu kondisi trauma

dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.

Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan

fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan

lunak tetap utuh.

Fraktur juga bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih

dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan.

Tekanan yang terjadi pada tulang dapat berupa hal-hal berikut.

a. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat

spiral atau oblik.

b. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur

transversal.

c. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan

fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi.

d. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif

atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau

fraktur buckle pada anak-anak.

e. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu

jarak tertentu dan akan menyebabkan fraktur oblik atau

fraktur .

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

12

f. Fraktur remuk (brus fracture)

g. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendon akan

menarik sebagian tulang.

2.1.2 Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi

jenis, klasifikasi klinis, dan klasifikasi radiologis.

Klasifikasi Penyebab

2.1.2.1 Fraktur Traumatik

Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan

kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma

tersebut sehingga terjadi fraktur.

2.1.2.2 Fraktur Patologis

Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan

patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-

daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau

proses patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukkan

penurunan densitas. Penyebab yang paling sering fraktur –

fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun

metastasis.

2.1.2.3 Fraktur Stress.

Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat

tertentu.

Klasifikasi Jenis Fraktur

Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut

2.1.2.4 Fraktur Terbuka.

2.1.2.5 Fraktur Tertutup.

2.1.2.6 Fraktur Kompresi.

2.1.2.7 Fraktur Stres.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

13

2.1.2.8 Fraktur Avulsi.

2.1.2.9 Greenstick Fraktur (Frakturlentuk Atau Salah Satu Tulang Patah

Sedang Sisi Lainnya Membengkok).

2.1.2.10 Fraktur Transversal.

2.1.2.11 Fraktur Kominutif (Tulang Pecah Menjadi Beberapa Fragmen).

2.1.2.12 Fraktur Impaksi (Sebagian Fragmen Tulang Masuk Ke Dalam

Tulang Lainnya).

Klasifikasi klinis

Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis

yang didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang.

Secara umum keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan

sebagai berikut.

2.1.2.13 Fraktur Terbuka (open fracture).

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan

dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,

dapat berbentuk dari dalam (from within) atau dari luar (from

without).

2.1.2.14 Fraktur Dengan Komplikasi (Complicated Fracture)

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan

komplikasi misalnya mal-union,delayed union, non-union,serta

infeksi tulang.

Klasifikasi Radiologis

Klasifikasi fraktur berdasarkan penilaian radiologis yaitu penilaian

lokasi/ letak fraktur, meliputi: diafisial, metafisial, intraartikular, dan

fraktur dengan dislokasi ( Zairin Nor Helmi, 2012).

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

14

2.1.3 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada

tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas

tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta

saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan

terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera

berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami

nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel

darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya (Zairin Nor Helmi, 2012).

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fraktur

2.1.4.1 Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang

tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat

menyebabkan fraktur.

2.1.4.2 Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan

daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi

dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau

kekerasan tulang.

2.1.5 Manifestasi klinik

2.1.5.1 Deformitas

2.1.5.2 Bengkak Atau Edema

2.1.5.3 Echimosis (Memar)

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

15

2.1.5.4 Spasme Otot

2.1.5.5 Nyeri

2.1.5.6 Kurang atau Hilang Sensasi

2.1.5.7 Krepitasi

2.1.5.8 Pergerakan Abnormal

2.1.5.9 Rontgen Abnormal

2.1.6 Test Diagnostik

2.1.6.1 Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur

atau luasnya trauma, scan tulang, temogram, scan CI:

memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

2.1.6.2 Hitung Darah Lengkap : HB mungkin meningkat atau menurun

2.1.6.3 Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk

ginjal.

2.1.6.4 Profil Koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan

darah, transfusi multiple, atau cedera hati.

2.2 Pre Operasi

Komponen universal dari proses keperawatan juga bertindak sebagai

kerangka konseptual untuk keperawatan perioperatif. Istilah “perioperatif”

mengambarkan proses asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat,baik

sebelum, selama, maupun segera setelah operasi. Seorang perawat yang

melakukan asuhan keperawatan perioperatif bertanggung jawab untuk

mengkaji, merencanakan, dan mengimplementasikan (mendelegasikan),

mengevaluasiperawatan klien selama fase pre praoperasi (dimulai sejak

adanya keputusan bahwa klien akan menjalani pembedahan sampai ke meja

bedah), intraoperasi ( dimulai dari klien ada di meja bedah sampai klien

masuk Recovery Room (RRI), dan pascaoperasi ( dimulai dari RR sampai

sadar total). Perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan praoperasi

memfokuskan masalah pada persiapan klien menuju meja operasi persiapan

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

16

yang dilakukan bersifat umum maupun khusus. Pada operasi terencana

dibagian bedah orthopedi, pengkajian dan perencanaan umum dirumah sakit

sangat penting. Pengkajian identitas, jenis kelamin, pekerjaan, agama, dan

penanggung jawab klien sangat diperlukan agar tindakan pembedahan dapat

berlangsung lancar dan pengkajian dilakukan secara cepat dan lengkap

walaupun tidak mendetail. (Muttaqin, 2008).

Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan

pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah

gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan – pre operatif,

intra operatif, dan pasca operatif (Brunner & Suddart, 2001). Pendidikan

perioperatif yang terstruktur meliputi standar AORN (2002) dan demonstrasi

latihan perioperatif telah meningkatkan hasil akhir seperti tingkat bertanya

nyeri, fungsi paru, lama tinggal, dan tingkat kecemasan pasien (Potter &

Perry, 2010).

Fase pre operatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan

berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Pasien dipindahkan ke ruang

pre bedah di atas tempat tidur atau brankar sekitar 15-30 menit sebelum

anastesi dimulai (Muttaqin & Sari, 2009). Lingkup aktivitas keperawatan

selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di

tatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara pre operatif, dan

menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan.

Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi sehingga melakukan

pengkajian pasien pre operatif di tempat atau ruang operasi.

Pengkajian harus terlebih dahulu dilakukan pada pre operatif. Tujuan dari

pengkajian pasien sebelum operasi adalah untuk menetapkan fungsi normal

pasien perioperatif untuk mencegah dan meminimalkan kemungkinan

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

17

komplikasi pascaoperasi. Sebagian besar pengkajian dimulai sebelum

memasuki ruang bedah, tempat penyedia layanan kesehatan, klinik tempat

penerimaan, klinik anestesi, atau melalui telepon (Potter & Perry, 2010).

Reaksi Pasien yang merasa bosan, maka tingkat kewaspadaan terhadap nyeri

meningkat sehingga mempersepsikan nyeri lebih akut. Teknik distraksi dapat

mengalihkan tingkat kewaspadaan klien akan nyerinya bahkan meningkatkan

toleransi terhadap persepsi nyeri yang diterima sehingga dapat mengatasi

nyeri selama pelaksanaan prosedur invasif (Muttaqin, 2008).

2.3 Konsep nyeri

2.3.1 Pengertian

Arthur C. Curton (1983) dalam Mariyani (2016) mengatakan bahwa

nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika

jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi

untuk menghilangkan rasa nyeri.

Melzack dan Wall (1988) dalam Judha dkk. (2012) mengatakan bahwa

nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif, yang dipengaruhi oleh

budaya, persepsi seseorang, perhatian, dan variabel-variabel psikologis

lain, yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap

orang untuk menghentikan rasa tersebut.

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.

Keluhan sensori yang dinyatakan seperti pegel, linu, ngilu, dan

seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas (Muttaqin & Sari, 2008).

Caffery sebagaimana dikutip oleh Potter & Perry (2005), menyatakan

nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri

tersebut dan terjadi kapan saja ketika seseorang mengatakan bahwa ia

merasa nyeri. Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

18

terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Nyeri seringkali dijelaskan dalam

istilah proses distruksi jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar,

melilit, seperti emosional, pada perasan takut, mual dan muntah.

Terlebih dari, setiap perasaan nyeri dan intensitas sedang sampai kuat

disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari

atau meniadakan perasaan itu (Judha et al, 2012).

Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada

jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan

memindahkan stimulasi nyeri. Nyeri adalah segala sesuatu yang

dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja

seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Potter & Perry, 2006).

Judha et al. (2012) menyatakan nyeri biasa terjadi karena adanya

rangsangan mekanik atau kimia pada daerah kulit di ujung-ujung syaraf

bebas yang disebut nosireseptor. Pada kehidupan nyeri dapat bersifat

lama dan ada yang singkat, berdasarkan lama waktu terjadinya inilah

maka nyeri dibagi menjadi dua :

2.3.1.1 Nyeri akut

Nyeri akut sebagian terbesar, diakibatkan oleh penyakit, radang,

atau injuri jaringan. Nyeri jenis ini biasanya awitannya datang

tiba-tiba, sebagai contoh, setelah trauma atau pembedahan dan

mungkin menyertai kecemasan atau distres emosional. Nyeri

akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera sudah

terjadi. Nyeri akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya

penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6 (enam)

bulan penyebab nyeri yang paling sering adalah tindakan

diagnosa dan pengobatan. Dalam beberapa kejadian jarang

menjadi kronik.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

19

2.3.1.2 Nyeri kronik

Nyeri kronik, secara luas dipercaya menggambarkan

penyakitnya. Nyeri ini konstan dan intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik sulit untuk

menentukan awitannya. Nyeri ini dapat menjadi lebih berat yang

dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor kejiwaan. Nyeri kronik

berlangsung lebih lama (lebih dari enam bulan) dibandingkan

dengn nyeri akut dan resisten terhadap pengobatan. Nyeri ini

dapat dan sering menyebabkan masalah yang berat bagi pasien.

2.3.2 Jenis-jenis nyeri

Price & wilson (2005), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi

atau sumber (Judha et al, 2012) antara lain:

2.3.2.1 Nyeri somatik superfisia (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan

jaringan subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan

nyeri di kulit dapat berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi,

atau listrik. Apakah kulit hanya yang terlibat, nyeri sering

dirasakan sebagai penyengat ,tajam, meringis atau seperti

terbakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan

menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdeyut.

2.3.2.2 Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari

otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri.

Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri

sehingga lokalisasi nyeri kulit dan cenderung menyebar

kedaerah sekitarnya.

2.3.2.3 Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-

organ tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

20

dengan respon nyeri somatik dan terletak dinding otot polos

organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan

nyeri visera adalah peragangan atau distensi abnormal dinding

atau kapsul organ, iskimia dan peradangan.

2.3.2.4 Nyeri alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu

daerah ditubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri

visera sering dialihkan kedermaton (daerah kulit) yang

dipersarafi oleh segmen medula spinalis yang sama dengan

viksus yang nyeri tersebut berasal dari masa mudigah , tidak

hanya di tempat organ tersebut berada pada masa dewasa.

2.3.2.5 Nyeri neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang

merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat

(SSP) yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi

di SST atau SSP dapat menyebabkan gangguan nyata hilang

sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki kualitas seperti

terbakar, perih atau seperti terserang listrik. Pasien dengan nyeri

neuropatik menderita akibat instabilitas Sistem Saraf Otonom

(SSO). Dengan demikian, nyeri sering bertambah parah oleh

stres emosi atau fisik (dinding, kelelahan) dan mereda oleh

relaksasi.

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Adapun beberapa faktor nyeri yang mempengaruhi nyeri menurut

muttaqin & Sari (2008), antara lain:

2.3.3.1 Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan

yang diitemukan diantara kelompok usia ini dapat

mempengaruhi anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

21

yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan

prosuder yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.

Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga

mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.

2.3.3.2 Jenis kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna

dalam respon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis

kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam

mengekspresikan nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah

menjadi sunyek penelitian yang melibatkan pria dan wanita,

akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-

faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap

individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.

2.3.3.3 Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan

apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi

bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Petugas kesehatan sering

kali berasumsi bahwa cara mereka lakukan dan apa yang mereka

yakini sama dengan cara dan keyakinan orang lain.

2.3.3.4 Makna nyeri

Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap

nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang

budaya individu tersebut. Individu mempersipsikan dengan cara

berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberikan kesan

ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya

seseorang wanita yang melahirkan akan mempersepsikan nyeri,

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

22

akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas

nyeri yang dipersiapkan nyeri klien berhubungan dengan makna

nyeri.

2.3.3.5 Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang

meningkatkan sedangkan upaya pengalihan dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan

perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka

perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer.

Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu

meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya

selama waktu pengalihan.

2.3.3.6 Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom

adalah sama dalam nyeri ansietas. Paice (1991) melaporkan

suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem

limbik dapat memproses reasi emosi seseorang, khususnya

ansietas. Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi

seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memproses

reaksi emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau

menghilangkan nyeri.

2.3.3.7 Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada

setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

23

Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri

terasa lebih berat dan jika mengalami suatu proses periode tidur

yang baik maka nyeri berkurang.

2.3.3.8 Pengalaman sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa

individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa

yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering

mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh

maka rasa takut akan muncul, dan juga sebaliknya. Akibatnya

klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang

diperlukan untuk menghilangkan nyeri.

2.3.3.9 Gaya koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang

membuat merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi

mengatasi nyeri.

2.3.3.10 Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah

kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap

mereka terhadap klien. Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran

orang yang bermakna bagi pasien akan meminimalkan

kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman,

seringkali mengalami nyeri membuat klien semakin tertekan,

sebaliknya tersedianya seseorang yang memberi dukungan

sangatlah berguna karena akan membuat seseorang merasa

lebih nyaman. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-

anak yang mengalami nyeri.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

24

2.3.4 Fisiologi Nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang

paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk

menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : resepsi, persepsi,

dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui

serabut perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani

salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa

pewarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat

berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditranmisi tanpa hambatan ke korteks

serebral, maka otak mengintrerpretasi kualitas nyeri dan memproses

informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi

kebudayaan dalam upaya mempersipsikan nyeri ( Potter & Perry, 2006).

2.3.5 Pengkuran Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon

fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan

teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri (Tamsuri, 2007).

2.3.6 Karateristik nyeri

Menurut Judha et al (2012) Karakteristik nyeri dapat dilihat atau diukur

berdasarkan lokasi nyeri, durasi nyeri (menit, jam, hari, atau bulan),

irama / periodenya (terus menerus, hilang timbul, periode bertambah

atau berkurang intensitas) dan kualitas ( nyeri seperti di tusuk-tusuk,

terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti di

gancet).

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

25

Karakteristik dapat juga dilihat nyeri berdasarkan metode PQRST, P

Provocate ( faktor pencetus atau pengurang) , Q Quality (gambaran atau

sifat nyeri ), R Region ( lokasi nyeri), S Saverity (keparahan atau skala

nyeri ), T Time ( berapa lama nyeri dirasakan) . Berikut keterangannya :

2.3.6.1 P : Provocate

Tenaga kesehatan harus mengkaji tentang penyebab

terjadinya nyeri pada penderita, dalam hal ini perlu

dipetimbangkan bagian-bagian tubuh mana yang mengalami

cedera termasuk menghubungkan antara nyeri yang diderita

dengan faktor fisiologisnya, karena biasa terjadinya nyeri

hebat karena dari faktor fisiologis bukan dari luka.

2.3.6.2 Q : Quality

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang

diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan

nyeri dengan kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit

nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti di gancet.

2.3.6.3 R : Ragion

Untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita

untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan

tidak nyaman. Untuk melokalisasi lebih spesifik maka

sebaiknya tenaga kesehatan meminta penderita untuk

menunjukkan daerah yang nyerinya minimal sampai kearah

nyeri. Namun hal ini akan sulit dilakukan apabila nyeri yang

dirasakan bersifat menyebar atau difuse.

2.3.6.4 S : Saverity

Tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang

dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

26

kualitas nyeri, kualias nyeri harus bisa gambarkan

menggunakan skala yanng sifatnya kuantitas.

2.3.6.5 T : Time

Berapa lama nyeri berlangsung ( bersifat akut atau kronis),

kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah

rasa nyeri.

2.3.7 Skala atau pengukuran nyeri

2.3.7.1 Skala intensitas nyeri numerik

Keterangan :

Tidak nyeri = Bila skala intensitas nyeri numerik 0

Nyeri ringan = Bila skala intensitas nyeri numerik 1-3

Nyeri sedang = Bila skala intensitas nyeri numerik 4-6

Nyeri berat = Bila skala intensitas nyeri numerik 7-9

Nyeri sangat berat = Bila skala intensitas nyeri numerik 10

2.3.7.2 Skala Intensitas Nyeri Deskripsi

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

27

2.3.7.3 Skala analog visual

Keterangan :

Tidak nyeri = 0

Nyeri sangat hebat = 10

2.3.7.4 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Keterangan :

a. Tidak nyeri = 1

b. Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi = 1-3

c.Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, dapat menenjukkan

lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik = 4-6

d. Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat di atasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi = 7-9

e. Nyeri sangat berat, pasien tidak mampu lagi berkomunikasi =

10

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

28

2.3.7.5 Skala Wajah

2.4 Penatalaksanaan Nyeri

Menurut Potter & Perry (2006 dalam mariyani 2016), ada dua metode umum

untuk terapi nyeri antara lain :

2.4.1 Pendekatan Farmakologis

Beberapa agens farmakologis digunakan untuk menangani nyeri. Semua

agen tersebut memerlukan resep dokter. Keputusan perawat, dalam

menggunakan obat-obatan dan penatalaksanaan klien yang menerima

terapi farmakologis, membantu dalam upaya memastikan penanganan

nyeri yang mungkin dilakukan.

2.4.1.1 Terapi Farmakologis

Jenis-jenis obat- obat farmaologis menurut Muttaqin & Sari

(2008), antara lain :

a) Analgesik

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk

mengatasi nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan

nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung

tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri

karena informasi obat yang tidak benar, adanya kekhawatiran

klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan

kesalahan dalam menggunakan analgesik narkotik, dan

pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Perawat

harus mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk

menghilangkan nyeri dan efek-efek farmakologis obat-obatan

tersebut.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

29

Analgesik terbagi menjadi tiga jenis , yaitu :

1. Non-narkotik dan obat-obatan anti-anflamasi nonsteroid

(NSAIDs)

2. Analgesik narkotik atau Opiat

3. Obat tambahan (adjuvan) atau ko-analgesik

2.4.2 Pendekatan Non-Farmakologis

Judha et al. (2012) menjelaskan manajemen nyeri nonfarmakologis

merupakan tindakan menurunkan respons nyeri tanpa menggunakan

agen farmakologi. Manajemen nyeri non-farmakologi sangat beragam,

yaitu:

a. Imaginery

Metode ini menggunakan memori tentang peristiwa-peristiwa yang

menyenangkan bagi pasien atau mengembangkan pemikiran-

pemikiran pasien untuk mengurangi nyeri. Seperti atlet

menggunakan imagery seperti gambar kemenangannya dalam

perlombaan, dan penderita kanker membayangkan chemotherapi

yang membunuh sel kanker, Imagery merupakan teknik relaksasi

seperti meditasi dan self hipnosis yang aman terutama jika dibimbing

oleh tenaga kesehatan professional dan terlatih. Beberapa orang

melaporkan menggunakan teknik ini merasa mudah, dan dapat

menggunakan media seperti audiotape, handphone atau CD, yang

berisikan musik yang lembut, alami atau natural yang akan

menambah daya imajinasi selama 11 menit sehingga guided imagery

bisa optimal terlaksana, Musik yang digunakan pada guided imagery

adalah suatu komponen yang dinamis yang bisa mempengaruhi baik

psikologis maupun fisiologis bagi pendengarnya. (Wilgran, 2004

dalam Rusmildania 2016) Mengingat banyaknya manfaat dari musik,

kini musik mulai digunakan juga untuk terapi. Berbagai penelitian

memperlihatkan bukti- bukti pemanfaatan musik untuk menangani

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

30

berbagai masalah: kecemasan, kanker, tekanan darah tinggi, nyeri

kronis, disleksia, bahkan penyakit mental.

b. Teknik relaksasi

Ketegangan otot, kecemasan, nyeri adalah perasaan yang tidak

nyaman. Masing-masing perasaan secara individu dapat memperhebat

perasaan yang lain dan menciptakan suatu siklus hebat. Teknik

relaksasi dapat membantu memutuskan siklus ini. Teknik ini meliputi

meditasi, yoga, musik, dan ritual keagamaan. Penggunaan teknik

relaksasi tidak menyiratkan bahwa nyeri itu tidak nyata, tetapi hanya

membantu menurunkan ketakutan atau kecemasan berhubungan

dengan nyeri sedemikian rupa sehingga tidak bertambah buruk.

c. Distraksi

Metode ini berfokus pada perhatian seseorang atas sesuatu selain dari

nyeri. Teknik ini paling efektif untuk nyeri yang dirasakan sesaat saja,

sebagai contoh, injeksi dan pengambilan darah.

d. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

Alat ini bekerja seperti menggunakan tempelan dikulit. Tempelan ini

memancarkan impuls yang akan memblok nyeri pada nervesnya.

Metode penghilang rasa sakit menggunakan mesin TENS

(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) dipilih jika rasa sakit

ingin hilang tanpa menggunakan obat. Mesin ini merupakan sensor

elektronik yang membantu tubuh menahan rasa sakit dengan

mengirim pulsa arus listrik ke punggung. Beberapa elektroda

ditempelkan di atas saraf punggung menuju rahim dan dihubungkan

dengan panel kontrol yang di pegang untuk menambah atau

mengurangi arus listrik. Alat ini mudah digunakan dan tidak

membahayakan.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

31

2.5 Konsep Guided Imagery

2.5.1 Definisi

Guided Imagery atau Imagery terbimbing adalah pengembangan fungsi

mental yang mengekspresikan diri secara dinamika melalui proses

psikofisiologikal melibatkan seluruh indra dan membawa perubahan

terhadap perilaku, persepsi atau respon fisiologik dengan bimbingan

seseorang atau melalui media (Endang Nurgiwiati,2015) Alur respon

imagery terdiri dari alur neuroendokrin dan alur sistem syaraf

autonomic. Berdasarkan alur respon neuroendokrin, guided imagery

dapat mempengaruhi hypothalamus kelenjar pituitary dan adrenal

sehingga menurunkan glukokortikoid dan kadar catecholamine.

Sedangkan dari alur sistem syaraf autonomik, terdapat hubungan antara

sistem syaraf simpatik dan parasimpatik yang dapat merespon terhadap

stimulas nyata dan imaginatif.

Guided Imagery pada dasarnya mengarahkan diri sendiri untuk berpikir

dan berimajinasi secara positif sehingga merangsang serotonin untuk

mengeluarkan zat kimiawi yang bersifat menyenangkan sehingga

menurunkan kecemasan dan meningkatkan sistem imunitas tubuh

(Tusek, Cwynar,2000, dalam Endang Nurgiwiati,2015).

Guided Imagery (imajinasi terbimbing) adalah menggunakan imajinasi

seseorang dalam suatu cara yang direncanakan secara khusus untuk

mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing

untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan

napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan

kenyamanan. Dengan mata terpejam, induvidu diinstrusikan untuk

membayangkan bahwa dengan setiap napas yang diekshalasi secara

lambat ketegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan,

menyebabkan tubuh yang rileks dan nyaman. Setiap kali menghirup

napas, klien harus membayangkan energi penyembuh dialirkan

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

32

kebahagian yang tidak nyaman. Setiap kali napas dihembuskan, klien

diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang di hembuskan

membawa pergi nyeri dan ketegangan (Muttaqin & Sari, 2008). Imagery

merupakan teknik relaksasi seperti meditasi dan self hipnosis yang aman

terutama jika dibimbing oleh tenaga kesehatan professional dan terlatih.

Beberapa orang melaporkan menggunakan teknik ini merasa mudah,

tetapi memerlukan waktu, kesabaran, dan latihan yang terus menerus,

kadang-kadang memerlukan seseorang atau media seperti audiotape,

atau CD, yang membimbing agar lebih konsentrasi sehingga disebut

dengan guided imagery (imagery yang terbimbing) dan latihan ini dapat

dilakukan pada ruangan nyaman dan tenang, biasanya memerlukan

waktu 10-15 menit, dapat dilakukan setiap hari.

2.5.2 Fisiologi Guided imagery

Imajinasi terbimbing (Guided imagery) merupakan suatu teknik yang

menuntut seseorang untuk membentuk sebuah bayangan / imajinasi

tentang hal-hal yang disukai. Imajinasi yang terbentuk tersebut akan

diterima sebagai rangsangan oleh berbagai indra, kemudian rangsangan

tersebut akan di jalani ke batang otak menuju sensor thalamus.

Ditalamus rangsangan diformat sesuai dengan bahasa otak, sebagian

kecil rangsangan itu ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus

sekitarnya dan sebagian besar lagi dikirim ke konteks serebri, dikorteks

serebri terjadi proses asosiasi pengindraan dimana rangsangan dianalisis,

dipahami dan disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak

mengenali objek dan arti kehadiran tersebut. Hipokampus berperan

sebagai penentean sinyal sensorik di anggap penting atau tidak sehingga

jika hipokampus hingga diproses menjadi memori. Ketika terdapat

rangsangan berupa bayangan tentang hal-hal yang disukai tersebut,

memori yang telah tersimpan akan muncul kembali dan menimbulkan

suatu persepsi dari pengalaman sensasi yangt sebenarnya, walaupun

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

33

pengaruh / akibat yang timbul hanyalah suatu memori dari suatu sensasi

(Guyton, A.C and Hall, 2007).

2.5.3 Tujuan Guided imagery

Guided imagery mempunyai elemen yang secara umum sama dengan

relaksasi, yaitu sama-sama membawa klien kearah relaksasi. Tujuan dari

teknik Guided imagery yaitu menimbulkan respon psikofisiologis yang

kuat seperti perubahan dalam fungsi imun ( Potter & Perry, 2009 dalam

Hendy, 2014). Penggunaan Guided imagery tidak dapat memusatkan

perhatian pada banyak hal dalam satu waktu oleh karena itu klien harus

membayangkan satu imajinasi yang sangat kuat dan menyenangkan

(Mariyani, 2016).

2.5.4 Manfaat

Manfaat dari teknik Guided imagery yaitu sebagai intervensi perilaku

untuk mengatasi kecemasan, stres, dan nyeri ( Smeltzer dan Bare,2002

dalam Hendy, 2014) menjelaskan aplikasi klinik Guided imagery yaitu

sebagai penghancur sel kangker, untuk mengontrol dan mengurangi rasa

nyeri, serta untuk mencapai ketenangan dan ketentraman ( Potter &

Perry, 2009 dalam Mariyani, 2016).

Guided imagery merupakan imajinasi yang direncanakan secara khusus

untuk mencapai efek positif. Dengan membahayakan hal – hal yang

menyenangkan maka akan terjadi perubahan aktifitas motorik sehingga

otot–otot yang tegang menjadi relaks, respon terhadap bayangan

menjadi semakin jelas. Hal tersebut terjadi karena rangsangan imajinasi

berupa hal – hal yang menyenangkan akan menjalankan ke batang otak

menuju sensor thalamus untuk di format. Sebagian kecil ransangan itu di

transmisikan ke amigdala dan hipokampus, sebagian lagi di kirim ke

korteks serebri. Sehingga pada konteks serebri akan terjadi asosiasi

pengindraan. Pada hipokampus hal-hal yang menyenangkan akan

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

34

diproses menjadi sebuah memori. Ketika terdapat rangsangan berupa

imajinasi yang menyenangkan memori yang tersimpan akan muncul

kembali dan menimbulkan suatu proses. Dari hipokampus rangsangan

yang telah mempunyai makna dikirim ke amigdala yang akan

membentuk pola respon yang sesuai dengan makna rangsangan yang

diterima. Sehingga subjek akan lebih mudah untuk mengasosiasikan

dirinya dalam menurunkan sesuai nyeri yang dialami (dalam

Hendry,2014). Latihan ini dapat dilakukan pada ruangan nyaman dan

tenang, biasanya memerlukan waktu 10-15 menit, dapat dilakukan setiap

hari.

2.5.5 Langkah-langkah

Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada uumnya yaitu meminta

kepada klien untuk perlahan – lahan menutup matanya dan fokus pada

nafas mereka, klien di dorong untuk relaksasi mengosongkan pikiran

dan memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat damai dan

tenang (Rahmayati, 2010 dalam Patastik et al, 2013).

Menurut Kozier & Erb, (2009) dalam Mariyani, (2016) mengatakan

bahwa langkah-langkah dalam melakukan Guided Imagery yaitu :

2.5.5.1 Untuk persiapan, mencari lingkungan yang nyaman dan tenang,

bebas dari distraksi. Lingkungan yang bebas dari distraksi

diperlukan oleh subjek guna berfokus pada imajinasi yang

dipilih. Untuk pelaksanaan, subjek harus tahu rasional dan

keuntungan dari teknik imajinasi terbimbing. Subjek merupakan

partisipan aktif dalam latihan imajinasi dan harus memahami

secara lengkap tentang apa yang harus dilakukan dan hasil akhir

yang diharapkan. Selanjutnya memberikan kebebasan kepada

subjek. Membantu subjek ke posisi yang nyaman dengan cara :

membantu subjek untuk bersandar atau tergantung pada kondisi

subjek dan meminta menutup matanya. Posisi nyaman dapat

meningkatkan fokus subjek selama latihan imajinasi.

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

35

Menggunakan sentuhan jika hal ini tidak membuat subjek terasa

terancam. Bagi beberapa subjek, sentuhan fisik mungkin

mengganggu karena kepercayaan budaya dan agama mereka.

2.5.5.2 Langkah berikutnya menimbulkan relaksasi. Dengan cara

memanggil nama yang disukai. Berbicara jelas dengan nada

yang tenang dan netral. Meminta subjek menarik nafas dalam

dan perlahan untuk merelaksasikan semua otot. Untuk

mengatasi nyeri atau stres, dorong subjek untuk membayangkan

hal-hal yang menyenangkan dengan menggunakan media

pemutar Musik, atau sejenisnya. Setelah itu membantu subjek

merinci gambaran dari bayangannya. Mendorong subjek untuk

menggunakan semua inderanya dalam menjelaskan bayangan

dan lingkungan bayangan tersebut jika subjek menunjukan

tanda-tanda agitasi, atau tidak nyaman, maka hentikan latihan

dan mulai lagi ketika subjek siap. Relaksasi dilakukan 10-15

menit.

2.5.5.3 Langkah selanjutnya meminta subjek untuk menjelaskan

perasaan fisik dan emosional yang ditimbulkan oleh

bayangannya. Dengan mengarahkan subjek untuk

mengeksplorasi respon terhadap bayangan karena ini akan

memungkinkan subjek memodifikasi imajinasinya. Selanjutnya

memberikan umpan balik kontinyu kepada subjek. Dengan

memberi komentar pada tanda-tanda relaksasi dan ketentraman.

Setelah itu membawa subjek keluar dari bayangan. Setelah

pengalaman imajinasi dan mendiskusikan perasaan subjek

mengenai pengalamannya tersebut. Serta mengidentifikasi setiap

hal yang dapat meningkatkan pengalaman imajinasi. Selanjutnya

motivasi subjek untuk mempraktikkan teknik imajinasi secara

mandiri. Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan

imajinasi seseorang untuk mencapai efek positif tertentu

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Fraktur

36

(Smeltzer, Bare, & Hinkle, 2010).Teknik ini dimulai dengan

proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien

untuk perlahan-lahan menutup matanya dan fokus pada nafas

mereka, klien didorong untuk relaksasi mengosongkan pikiran

dan memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat damai

dan tenang (Mariyani, 2016).

2.6 Kerangka Konsep

Skema 2.1 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah apakah ada pengaruh teknik relaksasi guided

imagery terhadap tingkat nyeri pasien pra operasi fraktur di RSUD Ulin

Banjarmasin tahun 2018.

Pre Operasi

Fraktur

Teknik Relaksasi

Guided Imagery

Tingkat Nyeri

Sesudah Diberikan

Teknik Guided

Imagery

Tingkat Nyeri

Sebelum Diberikan

Teknik Guided

Imagery