landasan pendidikan (konsep dasar pendidikan)
DESCRIPTION
Landasan Pendidikan BAB I Konsep Dasar PendidkanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Aktivitas pendidikan pada kehidupan manusia mengalami
perkembangan sejajar dengan perkembangan tingkat hidup manusia, dari
kegiatan pendidikan yang sangat sederhana, tanpa rencana yang kongkrit,
tanpa tujuan yang jelas berkembang menjadi kegiatan yang semakin disadari,
direncanakan ,dan dipikirkan secara masak, dan hasil yang semakin jelas.
dengan melihat pola hidup manusia yang sekarang masih bertaraf hidup
sederhana, meskipun tidak sama persis, pendidikan hanya dilakukan oleh
orang tua untuk anaknya sendiri, dalam bentuk yang sangat sederhana, dan
hanya sekedar membantu anak mempersiapkan diri menghadapi tuntutan
hidup yang relatif sederhana juga, semakin lama berkembang sampai taraf
dewasa ini yang pendidikan menjadi sesuatu yang rumit dan harus dipikirkan
dan dirancang semasak – masaknya.
Pemikiran yang mendalam tentang pendidikan membawa persoalan
ini ke pemikiran yang lebih dapat dipertanggung jawabkan, yaitu pemikiran
ilmiah. setapak demi setapak pendidikan berkembang menjadi ilmu dalam arti
pemikiran dan pelaksanaannya didasari kaidah – kaidah ilmiah. Pada mulanya
pendidikan hanya merupakan kegiatan praktis, namun sejalan dengan tahap
hidup manusia yang memasuki era pemikiran ilmiah, pendidikan mulai juga
menjadi salah satu sasaran ilmu pengetahuan. dalam perkembangannya ilmu
pendidikan terkait dan terpengaruh perkembangan ilmu pada umumnya,
mulai pendidikan merupakan bagian dari filsafat sampai akhirnya menjadi
ilmu yang berdiri sendiri. Dalam kedudukannya sebagai ilmu yang berdiri
sendiri pendidikan berkembang tidak sendirian tetapi terpengaruh juga oleh
perkembangan ilmu – ilmu yang lain. Pendidikan memanfaatkan temuan –
temuan psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, hukum, fisiologi, dan
sebagainya.
1
Dengan pemikiran pendidikan dan dengan memperhatikan
perkembangan ilmu –ilmu yang lain maka pendidikan berkembang menjadi
ilmu yang bersifat teoritik maupun terapan. Sebagai ilmu teoritik ilmu
pendidikan berusaha mempertahankan dan mengembangkan jati dirinya
sebagai ilmu yang mandiri dan sejajar dengan ilmu – ilmu yang lain,
sedangkan sebagai ilmu terapan pendidikan berupaya meningkatkan
konstribusinya kepada kemaslahatan umat manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah - masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu :
1. Apa hakikat dan konsepsi dasar pendidikan ?
2. Apa pengertian dari pendidikan ?
3. Mengapa manusia perlu di didik ?
4. Bagaimanakah pendidikan sebagai suatu proses transformasi nilai ?
5. Apa tujuan dari pendidikan ?
6. Mengapa ilmu pendidikan sebagai ilmu normatif ?
7. Apa saja pendekatan dalam mempelajari pendidikan ?
8. Bagaimanakah relevansi teori pendidikan ?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui hakikat dan konsepsi dasar pendidikan
2 Untuk mengetahui arti dari pendidikan
3 Untuk mengetahui sebab manusia perlu di didik
4 Untuk mengetahui pendidikan sebagai suatu proses transformasi nilai
5 Untuk mengetahui tujuan dari pendidikan
6 Untuk mengetahui prinsip sebab ilmu pendidikan sebagai ilmu normatif
7 Untuk mengetahui pendekatan dalam mempelajari pendidikan
8 Untuk mengetahui relevansi teori pendidikan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat dan Konsepsi Dasar Pendidikan
Dalam kedudukannya sebagai ilmu yang berdiri sendiri pendidikan
berkembang tidak sendirian tetapi terpengaruh juga oleh perkembangan ilmu
– ilmu yang lain. Pendidikan memanfaatkan temuan – temuan psikologi,
sosiologi, antropologi, ekonomi, hukum, fisiologi, dan sebagainya. Dengan
pemikiran pendidikan dan dengan memperhatikan perkembangan ilmu –ilmu
yang lain maka pendidikan berkembang menjadi ilmu yang bersifat teoritik
maupun terapan. Sebagai ilmu teoritik, ilmu pendidikan berusaha
mempertahankan dan mengembangkan jati dirinya sebagai ilmu yang mandiri
dan sejajar dengan ilmu – ilmu yang lain, sedangkan sebagai ilmu terapan
pendidikan berupaya meningkatkan konstribusinya kepada kemaslahatan
umat manusia.
Akibat pengaruh spesialisasi dan percabangan ilmu pendidikan
maupun karena pengaruh komponen –komponen di luar ilmu pendidikan juga
dihadapkan kepada tantangan – tantangan, baik dalam segi teoritiknya
maupun segi penerapannya. Menjelang akhir abad XX eksistensi ilmu
pendidikan cenderung dirongrong keberadaannya, terutama telah bergesernya
istilah dan hakikat pendidikan menjadi pengajaran atau pembelajaran dan hal
ini sangat berpengaruh pada penerapannya, yaitu dari kegiatan internalisasi
norma menjadi kegiatan yang menekankan pada penyampaian pengetahuan,
termasuk tentang nilai.
Langeveld seorang ahli pedagogic dari negeri Belanda
mengemukakan batasan pendidikan, bahwa pendidikan ialah suatu bimbingan
yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk
mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang didasari
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang
dilaksankan di dalam maupun luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup.
3
Ada beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan,
yaitu :
1. Bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education).
Dalam hal ini berarti bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak
manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia, sepanjang
ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya.
Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat ialah, bahwa
pendidikan tidak identik dengan sekolah. Pendidikan akan berlangsung
dalam lingkungan keluarga, dalam lingkungan sekolah, dan dalam
lingkungan masyarakat.
2. Bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama,
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah tidak boleh
memonopoli segalanya, melainkan bersama dengan keluarga dan
masyarakat, berusaha agar pendidikan mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
3. Bagi manusia pendidikan itu merupakan suatu keharusan karena
pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang
berkembang. Henderson mengemukakan bahwa pendidikan suatu hal
yang tidak dapat dielekkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak
boleh terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk
mencapai suatu generasi yang lebih baik.
2.2 Pengetian Pendidikan
Dalam pengertian khusus, pendidikan diartikan sebagai suatu
bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa, kepada anak untuk mencapai
kedewasaanya. Di sini jelas, bahwa yang menjadi tujuan pendidikan ialah
kedewasaan. Secara umum indikator dari manusia dewasa adalah :
1. Manusia yang mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri
tidak menggantungkan diri kepada orang lain
2. Bertanggung jawab terhadap perbuatannya, dan dapat diminta pertanggung
jawaban tersebut. Lain dengan anak, ia tidak dapat diminta pertanggung
jawaban atas perbuatannya
4
3. Telah mampu memahami norma – norma serta moral dalam kehidupan,
dan sekaligus berkesanggupan untuk melaksanakan norma dan moral
tersebut dalam hidup dan kehidupannya, yang dimanifestasikan dalam
kehidupan bersama
Dalam arti yang luas pendidikan berisi tiga pengertian, yaitu
pendidikan, pengajaran, dan latihan. Ketiga istilah tersebut mengandung
pengertian yang berbeda. Secara sepintas saja bagi orang awam mungkin akan
dianggap sama saja artinya. Dalam praktek sehari – hari di lapangan, kita
sering mendengar kata – kata seperti : pendidikan olahraga, pengajaran
olahraga, latihan olahraga; pendidikan kemiliteran, pengajaran (pelajaran)
kemiliteran, latihan kemiliteran, dan sebagainya. Kalau kita perhatikan ketiga
istilah diatas (pendidikan, pengajaran, latihan) dapat diikutkan predikat yang
sama. Ketiga istilah tadi akan lebih jelas kalau kita lihat dalam konteks kata
kerjanya, dalam bentuk mendidik, mengajar, dan melatih. Istilah mendidik
menurut Darji Darmodiharjo, menunjukkan usaha yang lebih ditujukkan
kepada pengembangan budi pekerti, semangat, kecintaan rasa kesusilaan,
ketakwaan, dan lain – lain. Istilah mengajar menurut Sikun pribadi berarti
memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan
kemampuan intelektualnya. Sedangkan istilah melatih, merupakan suatu usaha
untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu yang dilakukan secara
berulang – ulang, sehingga akan terjadi suatu pembiasan dalam bertindak.
Pendidikan pada hakikatnya akan berusaha mengubah perilaku. Tetapi
perilaku mana yang dapat terjangkau oleh pendidikan, karena hewan pun
adalah makhluk yang berperilaku. Dalam hal ini Khonstamm
menegemukakan beberapa jenis perilaku dari berbagai makhluk sebagai
berikut :
1. Anorganis, yaitu suatu gerakan yang terjadi pada benda – benda mati,
tidak bernyawa. Gerakan ini ditentukan atau tergantung kepada hukum
kausal (sebab akibat). Manusia dilemparkan dari gedung bertingkat tiga
misalnya, ia akan jatuh ke bawah, sama seperti halnya kalau kita
melemparkan batu (benda mati). Hal ini terjadi karena adanya gaya tarik
bumi.
5
2. Organis/abati, yaitu yang terjadi pada tumbuh – tumbuhan. Manusia
maupun hewan, sama – sama memiliki perilaku ini, manusia maupun
hewan bernafas, tumbuhan juga bernafas. Dalam tubuh manusia maupun
hewan terjadi peredaran zat –zat makanan, seperti halnya juga terjadi pada
tumbuh – tumbuhan. Gerakan ini terjadi secara otomatis, tidak perlu
dipelajari. Setiap makhluk hidup dengan sendirinya memiliki gerakan
nabati ini.
3. Hewani, perilaku ini lebih tinggi derajatnya daripada perilaku nabati.
Perilaku ini bersifat instintif (seperti insting lapar, insting seks, insting
berkelahi), dapat diperbaiki sampai taraf tertentu, dan memilih kesadaran
indra, dimana manusia dan hewan dapat mengamati lingkungan karena
dilengkapi oleh alat indra.
4. Manusiawi, merupakan perilaku yang hanya terdapat pada manusia.
Adapun ciri – ciri perilaku ini adalah :
Manusia berkemauan untuk menguasai hawa nafsu
Manusia memiliki kesadaran intelektual, ia dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan manusia makhluk
berbudaya
Manusia memiliki kesadaran diri, dapat menyadari sifat – sifat yang
ada pada dirinya, manusia dapat mengadakan introspeksi
Manusia adalah makhluk sosial, membutuhkan orang lain untuk hidup
bersama – sama, beroganisasi, dan bernegara. Manusia memiliki
bahasa simbolis, baik secara tertulis maupun secara lisan
Manusia dapat menyadari nilai – nilai (etika maupun estetika) dan
dapat berbuat sesuai dengan nilai – nilai tersebut, dan memiliki kata
hati
Ciri – ciri tersebut di atas sama sekali tidak dimiliki oleh hewan, yang
dengan ciri – ciri itulah manusia dapat di didik,dapat memperbaiki perilakunya,
dalam bentuk suatu pribadi yang utuh.
6
2.3 Manusia Perlu Di Didik
Beberapa asumsi yang memungkinkan manusia itu perlu mendapatkan
pendidikan :
1. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Manusia begitu lahir ke
dunia, perlu mendapatkan uluran orang lain untuk dapat melangsungkan
kehidupannya
2. Manusia lahir tidak langsung dewasa. Untuk menuju kehidupan yang
dewasa, bagi manusia perlu dipersiapkan, lebih – lebih pada masyarakat
modern. Untuk memperoleh bekal itulah diperoleh dengan pendidikan,
dimana otang tua atau generasi tua akan, mewariskan pengetahuan, nilai –
nilai, serta keterampilannya kepada anak – anaknya atau generasi penerus
3. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak akan menjadi
manusia, seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lagi
2.4 Pendidikan Sebagai Suatu Proses Transformasi Nilai
Pendidikan sebagai suatu proses transformasi nilai mencakup nilai –
nilai religi, nilai – nilai kebudayaan, nilai pengetahuan dan teknologi, serta
nilai keterampilan. nilai – nilai yang akan kita transformasikan tersebut dalam
mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah
kebudayaan yang dimiliki masyarakat, agar proses transformasi itu berjalan
lancar. Agar transformasi itu berjalan lancar, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu :
1. Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan anak didik.
Hubungan ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang diliputi kasih
sayang, sehingga terjadi hubungan yang didasarkan atas kewibawaan
2. Adanya metode pendidikan yang sesuai, sesuai dengan kemampuan
pendidik dengan materi serta tujuan yang akan dicapai, dan dengan situasi
dan kondisi dimana pendidikan tersebut berlangsung
3. Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan. Sarana tersebut harus didasarkan atas pengabdian terhadap
anak didik, harus disesuaikan dengan setiap nilai yang ditransformasikan
7
4. Adanya suasana yang memadai, sehingga proses transformasi nilai – nilai
tersebut berjalan dengan wajar dalam suasana yang menyenangkan
2.5 Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan suatu gambaran dari falsafah atau
pandangan hidup manusia, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam
menentukan suatu tujuan, ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan, seperti
dikemukakan UNESCO yaitu tujuan pendidikan harus mengandung ketiga
nilai sebagai berikut :
1. Autonomy (Otonomi) yang berarti memberikan kesadaran, pengetahuan,
dan kemampuan kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup
mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik
2. Equity (Keadilan) yang berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus
memberikan kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi,
dengan memberinya pendidikan dasar yang sama
3. Survival (Bertahan) yang berarti bahwa, dengan pendidikan akan
menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi
berikutnya
Dengan ketiga nilai di atas, pendidikan mengemban tugas untuk
menghasilkan generasi yang baik, manusia – manusia yang lebih
berkebudayaan, manusia sebagai individu yang memilki kepribadian yang
lebih baik
2.6 Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu Normatif
Menurut Sistemnya Ilmu Pengetahuan Dibedakan Dalam 2 Hal
A. Ilmu – ilmu murni terlepas dari empiris, misalnya matematika
B. Ilmu – ilmu empiris berdasarkan pengalaman. Jadi objeknya ialah gejala
kehidupan, misalnya alam, gejala – gejala hidup, atau situasi pendidikan
Ilmu – ilmu empiris dibagi atas :
1) Ilmu – ilmu alam
2) Ilmu – ilmu rohani
8
Ilmu – ilmu rohani mencari objeknya di dalam keaktifan rohani
manusia. Melalui produk dari keaktifan – keaktifan itu misalnya
berbicara, bahasa, kesusastraan, mengajar - belajar dan praktik –
praktik mendidik lainnya.
Ilmu – ilmu rohani dibagi menjadi :
1) Ilmu – ilmu normatif
2) Ilmu – ilmu deskriptif
Penetapan objek dari ilmu – ilmu pendidikan akan tergantung pada
apa yang ditegaskan pengertian “mendidik”. Jadi dalam hal ini dipakai suatu
norma untuk mengukur. Selain itu ada pula pembagian yang bersifat teoritis
dan praktis. Jadi ada ilmu mendidik teoritis, yang dibagi menjadi ilmu
mendidik sistematis dan ilmu mendidik historis, serta ilmu mendidik praktis.
Ilmu pendidikan itu adalah ilmu yang memerlukan pemikiran teoritis.
Beberapa contoh konkret sebagai berikut :
A. Setiap pendidik mendengarkan kritik – kritik, catatan – catatan,
sumbangan pikiran dari para ahli atau orang lain. Ia mulai memikirkan
secara kritis tindakan – tindakan dalam perbuatan mendidiknya
Ia dapat belajar dari kritik, catatan, dan saran orang lain. Gunning pernah
menulis : “Mempelajari ilmu mendidik berarti mengubah diri sendiri
menjadi lain”. Jadi ada pemikiran teoritis tentang tindakan mendidik itu
sendiri, sehingga terlihat bahwa teori itu perlu
B. Salah satu masalah yang perlu pemikiran teoritis ialah apakah anak didik
itu perlu berkembang. Sampai sejauh mana lingkungan didik dan potensi
kreativitas anak didik berkembang. Pemikiran ini sangat mendasar yang
selalu dibicarakan dari abad ke abad. Hal ini memerlukan pemikiran
teoritis
C. Jika kita membaca rumusan tujuan pendidikan dari masa ke masa, kita
akan mempunyai gambaran bagaimana orang memperagakan suatu
gambaran ideal tentang manusia dan masyarakat yang diinginkan
D. Pendidikan membutuhkan jangka waktu panjang. Karena pendidikan
bercorak perbuatan mendidik. Dalam perbuatan biasanya orang dapat
melihat dan memeriksakan hasilnya dengan segera. Hasil pendidikan itu
9
baru dilihat pada generasi berikutnya. Untuk meneliti hasil pendidikan itu
orang harus melihat bagaimana cara bertindak, cara mendidik, dan cara
hidup anak bila telah dewasa
Dapat disimpulkan, bahwa pendidikan memerlukan dimensi – dimensi
sebagai berikut :
1. Pengetahuan dirinya sebagai pendidik
2. Pengetahuan tentang tujuan pendidikan
3. Pengetahuan tentang anak didiknya
4. Setelah mempunyai pengetahuan tentang anak didik, dicarinya cara – cara
mendidik yang sesuai dengan keadaan anak untuk membawa ke arah
pencapaian tujuan
5. Akhirnya kita perlu pengetahuan tentang martabat manusia pada umumnya
pemikiran teoritis tentang martabat anak sebagai manusia dan hal ini
diuraikan dalam filsafat antropologi/filsafat manusia.
Dari uraian tersebut kita dapat melihat ilmu pendidikan memerlukan
pemikiran teoritis. Pengertian teoritis disini diartikan sebagai pemikiran yang
disusun secara teratur dan sistematis. Pokok yang tersusun dalam pemikiran
yang bersifat teoritis antara lain :
1. Masalah tujuan pendidikan. Tipe manusia yang bagaimana yang menjadi
norma, dalil asasi antropologi yang memungkinkan terjadinya proses didik
2. Faktor kondisis si terdidik yang memungkinkan dapat terdidik
2.7 Pendekatan Dalam Mempelajari Pendidikan
Dalam mempelajari pendidikan sebagai suatu teori, ada beberapa
pendekatan yang sudah dilaksanakan, yaitu pendekatan secara religius,
pendekatan secara falsafah, dan pendekatan secara ilmiah
1. Pendekatan Religius
Suatu pendekatan religius terhadap pendidikan, berarti bahwa
ajaran agama dapat dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori
pendidikan, yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan
pendidikan. Metode yang dipergunakan dalam menyusun teori
pendidikan ialah thetis deduktif. Dikatakan thetis karena bertitik dari
10
dalil – dalil atau aksioma – aksioma agama yang tidak dapat kita tolak
kebenarannya. Dikatakan deduktif karena teori pendidikan disusun dari
prinsip – prinsip yang berlaku umum, diterapkan untuk memikirkan
masalah – masalah khusus. Ajaran yang berlaku umum dijadikan sebgai
pangkal untuk memikirkan prinsip – prinsip pendidikan yang khusus.
2. Pendekatan Falsafah
Pendekatan falsafah terhadap pendidikan, ialah suatu pendekatan
untuk menelaah, dan memecahkan masalah – masalah pendidikan dengan
menggunakan prinsip filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang di
hasilkan dengan pendekatan falsaf ini, ialah “Filsafat Pendidikan”.
Menurut Henderson : “Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
diterapkan untuk menelaah dan memecahkan masalah – masalah
pendidikan”. Cara kerja dan hasil – hasil daripada filsafat dapat
dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam hidup dan
kehidupan ini. Masalah – masalah tersebut diantaranya tujuan pendidikan
yang bersumber dari tujuan hidup manusia, dan juga nilai sebagai
pandangan hidup manusia. Apa yang tersimpul dalam konsep istilah yang
berhubungan dengan ilmu pendidikan dapat dijelaskan dalam bentuk
pokok – pokok pikiran beserta bagan skematisnya, sebagai berikut :
11
Bagan Skematis Ilmu Pendidikan
Sebagai Ilmu Pengetahuan Normatif
12
Teoritis
2. Nomotetis pend. Sistematis pend. Teoritis asas – asas pend.
Ekologi Hayat Kimia (chemistry) Matematika Fisika psikologi
Praktis
3. Normatif filsafat pendidikan
Estetika Etika Logika Metafisika Paedagogika
4. Positif – applied perbandingan pendidikan
Human ekologi Industri & teknologi Kedokteran Pertanian Psikologi ekologi Psikologi industri Psikologi pendidikan Psikologi sosial
SCIENCEPAEDAGOGIKA
1. Ideografis sejarah pendidikan
Demografi Etnologi Geografi Sejarah sosiografi
A. Sebagai ilmu penegtahuan normatif, ilmu pendidikan merumuskan
kaidah – kaidah norma – norma atau ukuran tingkah laku perbuatan
yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Atau ilmu pendidikan
bertugas merumuskan peraturan – peraturan tentang tingkah laku
perbuatan makhluk manusia dalam kehidupan dan penghidupannya
B. Sebgai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan ialah
menanamkan sistem – sistem norma tingkah laku perbuatan yang
didasarkan kepada dasar – dasar filsafat yang dijunjung oleh
lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat
C. Ilmu pendidikan erat hubungannya dengan ilmu filsafat dan ilmu
pengetahuan normatif lainnya, yang dalam sejarah perkembangan
merupakan bagian yang tak terpisahkan. Baru pada abad modern ini
memisahkan diri sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, di
samping menyebabkan lahirnya cabang ilmu pengetahuan baru, yaitu
filsafat pendidikan
D. Ilmu pengetahuan yang dapat dimasukkan ke dalam ilmu
pengetahuan normatif meliputi agama, filsafat dengan segala
cabangnya, yaitu metafisika, etika, estetika, dan logika, way of life
social masyarakat, kaidah fundamental Negara maupun tradisi
kepercayaan bangsa
E. Agama , filsafat dengan cabangnya serta istilah yang ekuivalen,
lainnya, menentukan dasar – dasar dan tujuan hidup yang akan
menentukan dasar dan tujuan pendidikan manusia, dan selanjutnya
akan menetukan tingkah laku perbuatan manusia dalam
kehidupannya
F. Dalam perumusan tujuan – tujuan proximate dan ultimate
pendidikan akan ditetapkan hakikat dan sifat hakikat manusia dan
segi – segi pendidikan yang akan dibina dan dikembangkan melalui
proses pendidikan sebagimana yang tercantum atau dirumuskan
dalam sistem pendidikan
G. Sistem pendidikan bertugas merumuskan alat – alat, prasarana,
pelaksanaan, tekni – teknik atau pola – pola proses pendidikan dan
13
pengajaran. Dengan apa akan dicapai dan dibina tujuan – tujuan
pendidikan, dan ini meliputi problematika kepemimpinan dan
metode pendidikan, politik pendidikan sampai kepada seni mendidik
H. Isi moral pendidikan atau tujuan perantara adalah berisi perumusan
norma – norma atau nilai spiritual etis yang akan dijadikan sistem
nilai pendidikan dan merupakan konsepsi dasar nilai moral
pendidikan, yang berlaku di segala jenis dan tingkat pendidikan
I. Sewajarnya setiap manusia memiliki filsafat hidup tentang
kehidupan dan penghidupannya. Suatu keharusan agar setiap
pendidik dan guru memiliki dan membina filsafat pendidikan yang
menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas pendidikan dan
pengajarannya, baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan
formal sekolah
J. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas
merumuskan secara normatif dasar – dasar dan tujuan pendidikan,
hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi – segi
pendidikan, isi moral pendidikan, sistem pendidikan meliputi politik
pendidikan, kepemimpinan pendidikan dan metodologi
pengajarannya, pola – pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam
pembangunan masyarakat
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah terhadap pendidikan, yaitu suatu pendekatan
terhadap pendidikan dengan menggunakan ilmu (science) untuk
mempelajari, memelaah, serta memecahkan masalah – masalah
pendidikan. Cara kerja yang dipergunakan ialah sebagaimana prinsip –
prinsip dan metode kerja ilmu pengetahuan. Henderson mengemukakan,
bahwa science of education ingin menumbangkan pengetahuan yang
diperolehnya melalui eksperimen, melaui analisis, pengukuran,
perhitungan, klasifikasi, dan perbandingan. Science of education
menghasilakan ilmu pendidikan sebagai terapan dari ilmu dasarnya.
Misalnya Psikologi pendidikan, merupakan terapan dari psikologi untuk
menelaah dan memecahkan masalah – masalah pendidikan. Pendekatan
14
ilmiah ingin menelaah masalah – masalah pendidikan secara ilmiah
mempelajari proses – proses psikologi, sosiologis, proses sosiokultural,
proses ekologis, Karena akan mempengaruhi dan membentuk
pendidikan. Verifikasi terhadap teori yang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan dilakukan dengan jalan mengujinya dalam praktik atau
pengalaman berdasarkan pengindraan. Fisafat menggunakan hasil – hasil
ilmu penegtahuan. Verifikasi dilakukan filsafat dengan jalan melalui akal
– akal pikiran yang didasarkan kepada semua pengalaman insan,
sehingga demikian filsafat dapat menelaah masalah – masalah yang
mungkin oleh ilmu tidak dapat dicarikan penyelesaiannya. Harold Tilus,
membandingkan antara filsafat dengan ilmu sebagai berikut :
A. Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat mencoba
berhubungan dengan keseluruhan pengalaman untuk memperoleh
sesuatu pandangan yang lebih komprehensif tentang sesuatu
B. Ilmu melukiskan fakta – fakta dari dunia fenomenal secara
sistematis, sedangkan filsafat merenungkan tentang makna segala
sesuatu dengan menggunakan akal pikiran
C. Ilmu menggunakan pendekatan analitik dan deskriptif, sedangkan
filsafat sistetik atau sinoptik, berhubungan dengan sifat – sifat dan
kualitas alam dan hidup secara keseluruhan
D. Ilmu menghilangkan faktor – faktor pribadi yang subjektif,
sedangkan filsafat tertarik kepada personality nilai – nilai dan semua
pengalaman
E. Ilmu tertarik kepada sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat
tidak hanya tertarik kepada bagian – bagian yang nyata, melainkan
juga kepada kemungkinan – kemungkinan yang ideal dari suatu
benda, nilai serta maknanya
F. Ilmu menelti dan mengontrol proses alam, sedangkan tugas filsafat
mengadakan kritik, menilai, dan mengkoordinasi tujuan
G. Ilmu lebih menekankan deskripsi hukum - hukum fenomena dan
hukum – hukum kansai. Filsafat tertarik dengan hal – hal yang
berhubungan dengan pertanyaan – pertanyaan “why” dan “how”.
15
Jadi, pendekatan yang perlu kita lakukan ialah pendekatan
multidisplin secara terpadu. Pendekatan secara falsafah, pendekatan secara
ilmiah, pendekatan secara religi bahkan mungkin pendekatan secara seni, kita
laksanakan secara terpadu, tidak berdiri masing – masing. Antara pendekatan
yang satu dengan yang lain harus memilki hubungan komplementer, saling
melengkapi satu sama lainnya.
2.8 Relevansi Teori Pendidikan
Antara teori dan praktik pendidikan merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, yang memiliki hubungan komplementer, yang saling
mengisi satu sama lainnya. Praktik pendidikan seperti pelaksanaan pendidikan
dalam lingkungan keluarga, pelaksanaan pendidikan di sekolah, pelaksanaan
pendidikan di masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam penyusunan suatu
teori pendidikan. Dan suatu teori pendidikan dapat dijadikan sebagai suatu
pedoman dalam melaksanakan praktik pendidikan tersebut. Teori pendidikan
mutlak perlu dipelajar secar akademik, apalagi bagi mereka yang dipersiapkan
untuk menjadi seorang pendidik. Walupun tidak dipersiapkan untuk menjadi
seorang pendidik, minimal seorang akan mendidik anak – anaknya sendiri.
Bagi para mahasiswa yang dipersiapkan untuk menjadi tenaga kependidikan,
suatu keharusan mempelajari teori pendidikan (misalnya, landasan pendidikan,
psikologi pendidikan, metodologi pengajaran, administrasi pendidikan, dan
sebgainya). Karena kalau tidak, mungkin ia akan terjerumus kepada apa yang
dikemukakan oleh Gunning tadi, dimana perbuatan pendidik (guru) tersebut
seperti perbuatan orang yang tidak waras, suatu perbuatan yang tidak
berencana, tidak tentu arah tujuanya. Teori pendidikan perlu/harus kita
pelajari, karena yang akan dihadapi adalah manusia, menyangkut nasib hidup
dan kehidupan manusia, menyangkut harkat martabat manusia, serta hak
asasinya. Perbuatan mendidik bukan perbuatan yang sembrono, melainkan
sutau perbuatan yang harus betul – betul disadarinya, dalam rangka
membimbing anak kepada suatu tujuan yang akan dicapai. Kita perlu
memahami teori pendidikan, karena teori pendidikan akan memberikan
manfaat :
16
1. Memberi arah serta tujuan mana yang akan dicapai
2. Untuk memperkecil kesalahan dalam praktik, atas dasar teori pendidikan,
diketahui mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan
3. Berfungsi sebagai tolak ukur, sejauh mana kita telah berhasil
melaksanakan tugas dalam pendidikan itu
Walaupun kita telah memahami berbagai teori pendidikan, kita tidak
boleh menganggap bahwa kita telah memilki resep untuk menjalankan tugas
dalam pendidikan. Hai lini dikemukakan oleh Prof. Sikun Pribadi dalam
buku yang dieditnya Landasan Pendidikan, sebagai berikut :
“Itu sebabnya mengapa suatu upaya pendidikan tidak dapat dan tidak
boleh dikemukakan dalam bentuk resep atau aturan yang tetap untuk
dijalankan. Yang penting bukan resepnya, melainkan kepribadian dan
kreativitas pendidik sendiri. Pendidikan (walaupun harus didukung oleh ilmu
pendidikan atau pendagogic) dalam pelaksanaanya lebih merupakan seni
daripada teori”.
Karena itulah setiap tindakan dalam pendidikan, tidak begitu saja
dengan sendirinya dapat menerapkan teori yang ada. Dalam praktiknya kita
harus memperhatikan anak itu sendiri, tergantung kepada kepribadian
pendidik, situasi dan kondisi lingkungan, tujuan yang akan kita capai.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Artikel
Ciri – Ciri Sekolah Yang Melaksanakan Pembelajaran Aktif
Pembelajaran Aktif merupakan sebuah konsep pembelajaran yang
dipandang sesuai dengan tuntutan pembelajaran mutakhir. Oleh karena itu,
setiap sekolah seyogyanya dapat mengimplementasikan dan mengembangkan
pembelajaran aktif ini dengan sebaik mungkin. Dengan merujuk pada gagasan
dari Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2010), berikut ini disajikan
sejumlah indikator atau ciri-ciri sekolah yang telah melaksanakan proses
pembelajaran aktif ditinjau dari aspek: (a) ekspektasi sekolah, kreativitas, dan
inovasi; (b) sumber daya manusia; (c) lingkungan, fasilitas, dan sumber
belajar; dan (d) proses belajar-mengajar dan penilaian.
A. Ekspektasi Sekolah, Kreativitas, Dan Inovasi
Prestasi belajar peserta didik lebih ditekankan pada
”menghasilkan” daripada ”memahami”. Sekolah menyelenggarakan ajang
‘kompetisi’ yang mendidik dan sehat. Sekolah ramah lingkungan
(misalnya; ada tanaman atau pohon, bunga, tempat sampah). Lebih baik
lagi jika terdapat produk/karya peserta didik yang mempunyai nilai artistik
dan ekonomis/kapital untuk dijual. Lebih baik jika ada pameran karya
peserta didik dalam kurun waktu tertentu, misalnya sekali dalam satu
tahun. Karya peserta didik lebih dominan daripada pemasangan beragam
atribut sekolah. Kehidupan sekolah terasa lebih ramai, ceria, dan riang.
Sekolah rapi, bersih, dan teratur. Komunitas sekolah santun, disiplin, dan
ramah. Animo masuk ke sekolah itu makin meningkat.
B. Sumber Daya Manusia
Kepala sekolah peduli dan menyediakan waktu untuk menerima
keluhan dan saran dari peserta didik maupun guru. Kepala sekolah terbuka
dalam manajemen, terutama manajemen keuangan kepada guru dan orang
tua/komite sekolah. Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar.
18
Guru mengenal baik nama-nama peserta didik. Guru terbuka kepada
peserta didik dalam hal penilaian. Sikap guru ramah dan murah senyum
kepada peserta didik, dan tidak ada kekerasan fisik dan verbal kepada
peserta didik. Guru selalu berusaha mencari gagasan baru dalam
mengelola kelas dan mengembangkan kegiatan belajar. Guru menunjukkan
sikap kasih sayang kepada peserta didik. Peserta didik banyak melakukan
observasi di lingkungan sekitar dan terkadang belajar di luar kelas. Peserta
didik berani bertanya kepada guru.
C. Lingkungan, Fasilitas, dan Sumber Belajar
Sumber belajar di lingkungan sekolah dimanfaatkan peserta didik
untuk belajar. Terdapat majalah dinding yang dikelola peserta didik yang
secara berkala diganti dengan karya peserta didik yang baru. Di ruang
kepala sekolah dan guru terdapat pajangan hasil karya peserta didik. Tidak
ada alat peraga praktik yang ditumpuk di ruang kepala sekolah atau ruang
lainnya hingga berdebu. Buku-buku tidak ditumpuk di ruang kepala
sekolah atau di ruang lain. Frekuensi kunjungan peserta didik ke ruang
perpustakaan sekolah untuk membaca/meminjam buku cukup tinggi. Di
setiap kelas ada pajangan hasil karya peserta didik yang baru.
D. Proses Belajar-Mengajar dan Penilaian
Pada taraf tertentu diterapkan pendekatan integrasi dalam kegiatan
belajar antar mata pelajaran yang relevan. Tampak ada kerja sama
antarguru untuk kepentingan proses belajar mengajar. Dalam menilai
kemajuan hasil belajar guru menggunakan beragam cara sesuai dengan
indikator kompetensi. Bila tuntutan indikator melakukan suatu unjuk kerja,
yang dinilai adalah unjuk kerja. Bila tuntutan indikator berkaitan dengan
pemahaman konsep, yang digunakan adalah alat penilaian tertulis. Bila
tuntutan indikator memuat unsur penyelidikan, tugas (proyek) itulah yang
dinilai. Bila tuntutan indikator menghasilkan suatu produk 3 dimensi, baik
proses pembuatan maupun kualitas, yang dinilai adalah proses pembuatan
atau pun produk yang dihasilkan. Tidak ada ulangan umum, karena guru
bersangkutan telah mengenali kondisi peserta didik melalui diagnosis dan
19
telah melakukan perbaikan atau pengayaan berdasarkan hasil diagnosis
kondisi peserta didik.
Keterkaitan dengan Psikologi (5W+1H)
What : Ciri – ciri sekolah yang melaksanakan pembelajaran
aktif
Who : Sekolahan yang telah/belum melakukan pembelajaran
aktif
When : Pada saat sekolah dituntut untuk melaksanakan pembelajaran
aktif
Where : Seluruh sekolahan di Indonesia
Why : Karena konsep pembelajaran yang dipandang sesuai dengan
tuntutan pembelajaran mutakhir. (untuk menunjang kegiatan
pembelajaran aktif)
How : Dengan cara mengimplementasikan dan mengembangkan
pembelajaran aktif dengan sebaik mungkin, menjadikan
sekolahan sesuai dengan indikator Pusat Kurikulum
Balitbang Kemendiknas
Umpan Balik Yang Efektif Bagi Siswa
Umpan balik merupakan sebuah proses di kelas yang telah menjadi
daya tarik tersendiri bagi para peneliti praktik pembelajaran sejak tahun 1970-
an hingga sekarang ini. Secara konsisten, para peneliti telah menemukan bukti-
bukti bahwa ketika guru mampu menggunakan prosedur umpan balik yang
efektif ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswanya. Bahkan, hasil
studi yang dilakukan Bellon, Bellon, dan Blank menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan berbagai perilaku mengajar lainnya, pemberian umpan
balik akademik ternyata lebih berkorelasi dengan prestasi belajar siswa.
Dengan tanpa memandang kelas, status sosial ekonomi, ras, atau keadaan
sekolah korelasi ini cenderung konsisten. Ketika umpan balik dan prosedur
korektif digunakan secara tepat ternyata sebagian besar siswa dapat
meningkatkan prestasi belajarnya hingga di atas 20% . Umpan balik yang
efektif merupakan bagian integral dari sebuah dialog instruksional antara guru
20
dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan dirinya sendiri, dan
bukanlah sebuah praktik yang terpisahkan. Terkait dengan umpan balik yang
efektif ini, Black dan Wiliam mencatat tiga komponen penting yaitu :
1. Recognition of the desired goal.
Umpan balik diberikan sebagai respons atas kinerja siswa. Kinerja
siswa adalah kesanggupan siswa untuk dapat menunjukkan penguasaannya
atas berbagai tujuan pembelajarannya. Salah satu metode yang cukup
efektif untuk memastikan bahwa siswa memahami tujuan pembelajarannya
yaitu dengan cara melibatkan mereka dalam menetapkan “kriteria
keberhasilan” yang bisa dilihat atau didengar. Misalnya, guru dapat
memperlihatkan beberapa contoh produk sebagai tujuan pembelajaran
yang patut ditiru oleh para siswa, menunjukkan kalimat-kalimat yang
benar dengan ditulis menggunakan huruf kapital, kesimpulan yang diambil
dari data, penyajian tabel atau grafik dan sejenisnya.
2. Evidence about present position
Istilah ”bukti” di sini menunjuk kepada informasi atau fakta
tentang kinerja yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran, khusunya
tentang sejauhmana tujuan pembelajaran telah tercapai dan sejauhmana
tujuan pembelajaran itu belum tercapai. Grant Wiggin mengemukakan
bahwa umpan balik bukanlah tentang pemberian pujian atau celaan,
persetujuan atau ketidaksetujuan, tetapi sebagai usaha untuk memberikan
nilai atau makna. Umpan balik pada dasarnya bersifat netral yang
menggambarkan apa yang telah dilakukan dan tidak dilakukan siswa.
Selain itu, bahwa umpan balik juga harus bersifat obyektif, deskriptif dan
disampaikan pada waktu yang tepat yakni pada saat tujuan pembelajaran
masih segar dalam benak siswa.
3. Some understanding of a way to close the gap between the two.
Umpan balik yang efektif yaitu harus dapat memberikan bimbingan
kepada setiap siswa tentang bagaimana melakukan perbaikan. Black dan
Wiliam menegaskan bahwa setiap siswa harus diberi bantuan dan
kesempatan untuk melakukan perbaikan. Guru tidak hanya memberikan
umpan balik yang mencerminkan tentang kinerja yang berkaitan dengan
21
tujuan pembelajaran siswanya, tetapi juga harus dapat memberikan strategi
dan tips tentang cara yang lebih efektif untuk mencapai tujuan, serta
kesempatan untuk menerapkan umpan balik yang diterimanya.
Keterkaitan dengan Psikologi (5W+1H)
What : Umpan balik yang efektif bagi siswa
Who : Guru dan siswa
When : Pada saat guru memberikan umpan balik kepada siswa
Where : Di sekolah
Why : Karena umpan balik dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa
How : Dengan cara melaksanakan tiga komponen yang dicatat oleh
Black dan Wiliam
Motivasi Dalam Belajar
Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar,
Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan
hirarkhis dan berbagai kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan
dasar untuk timbul kebutuhan berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah
terpuaskan, barulah manusia mulai ada keinginan untuk memuaskan kebutuhan
yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu akan timbul kebutuhan yang tumpang
tindih, contohnya adalah orang ingin makan bukan karena lapar tetapi karena
ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi
atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tesebut tidak akan muncul
lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara waktu saja.
Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan akan termotivasi
untuk melakukan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut (Maslow,
1954).
Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is
energy change within the person characterized by affective arousal and
anticipatory goal reaction.” Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam
pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk
22
mencapai tujuan. Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini
mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu: 1) motivasi dimulai dari
adanya perubahan energi dalam pribadi, 2) motivasi ditandai dengan timbulnya
perasaan (affective arousal), 3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk
mencapai tujuan.
Motivasi itu sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang.
Penjelasan mengenai fungsi-fungsi motivasi adalah:
1. Mendorong manusia untuk bertindak/berbuat. Motivasi berfungsi sebagai
pengerak atau motor yang memberikan energi/kekuatan kepada seseorang
untuk melakukan sesuatu.
2. Menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan tujuan atau cita-
cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh
untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang
harus ditempuh.
3. Menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan
menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. (Ngalim
Purwanto, 2002: 71)
Jenis-jenis motivasi :
1. Motivasi intrinsik, yang timbul dari dalam diri individu, misalnya
keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperolah informasi
dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi
kehidupan, keinginan diterima oleh orang lain.
2. Motivasi ekstrinsik, yang timbul akibat adanya pengaruh dari luar
individu. Seperti hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang
lain sehingga dengan keadaan demikian orang mau melakukan sesuatu.
(Tabrani, 1992: 120)
Beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan
motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar
mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan
Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa.
23
2. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan
sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa
yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan
mengungguli siswa yang telah berprestasi.
3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara
siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki
hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa
dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si
Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.
5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat
proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar
siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi
belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar dan membantu
kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta
didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa
lainnya.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara
belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara
kelompok
8. Menggunakan metode yang bervariasi. Seperti Cooperative Learning,
Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM,
mapun yang lainnya.
9. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Baik itu media visual maupun audio visual.
24
Keterkaitan dengan Psikologi (5W+1H)
What : Motivasi dalam belajar
Who : Guru dan siswa
When : Saat proses belajar
Where : Di sekolah
Why : Karena motivasi berguna untuk pengerak atau motor yang
memberikan energi/kekuatan kepada seseorang untuk
melakukan sesuatu
How : Dengan cara melaksanakan strategi untuk menumbuhkan
motivasi
25
3.2 Kesimpulan
Pendidikan diartikan sebagai suatu bimbingan yang diberikan oleh
orang dewasa, kepada anak untuk mencapai kedewasaanya. Tujuan
pendidikan merupakan suatu gambaran dari falsafah atau pandangan hidup
manusia, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam menentukan
suatu tujuan. Dalam ilmu pendidikan terdapat tiga pendekatan untuk
mempelajarinya diantaranya pendekatan religius, pendekatan filsafat, dan
pendekatan ilmu. namun pendekatan yang paling tepat dilakukan adalah
pendekatan multidisplin secara terpadu. Pendekatan secara falsafah,
pendekatan secara ilmiah, pendekatan secara religi bahkan mungkin
pendekatan secara seni, kita laksanakan secara terpadu, tidak berdiri masing –
masing. Antara pendekatan yang satu dengan yang lain harus memilki
hubungan komplementer, saling melengkapi satu sama lainnya. Walaupun
kita telah memahami berbagai teori pendidikan, kita tidak boleh menganggap
bahwa kita telah memilki resep untuk menjalankan tugas dalam pendidikan.
Karena itulah setiap tindakan dalam pendidikan, tidak begitu saja dengan
sendirinya dapat menerapkan teori yang ada. Dalam praktiknya kita harus
memperhatikan anak itu sendiri, tergantung kepada kepribadian pendidik,
situasi dan kondisi lingkungan, tujuan yang akan kita capai.
26
DAFTAR PUSTAKA
Roesminingsih, MV. Prof. Dr. dan Drs. Lamijan Hadi Susarno, 2012, Teori dan
Praktek Pendidikan, Surabaya: Unesa University Press.
Goleman, Daniel, 2004, Emitional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa
EQ Lebih Penting Daripada IQ, Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ngalim Purwanto, 2002, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tabrani Rusyan, 2001, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
http://nadhirin.blogspot.com/
27