bab 2 kajian pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/bab 2.pdf · 9 tabel 2.2...

17
6 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Apel Kata apel berasal dari Inggris yaitu aeppel. Apel adalah buah yang banyak dikonsumsi orang di seluruh dunia, bukan hanya untuk pencuci mulut tapi juga untuk menambah gizi pada tubuh. Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari pengunungan caucacus di Asia dan kemudian menyebar ke seluruh pelosok Asia. Varietas apel yang dikembangkan di Indonesia umumnya datang dari Eropa dan Australia. Buah ini masuk ke Indonesia pada tahun 1934 dan memiliki beberapa varietas apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble dan Wangli atau Lali Jiwo (Dewi, 2014). (Sugiyatno & Agisimanto, 2013) Gambar 2.1 Apel (Malus sylvestris) Tanaman apel merupakan salah satu jenis tanaman buah yang banyak dan mudah tumbuh di daerah tropis termasuk Indonesia, diantaranya di daerah Batu (Malang), Pasuruan, Lumajang dan beberapa dataran tinggi yang tidak banyak berkabut (Pertiwi, Yari & Putra, 2016). Tinggi tanaman apel dapat

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

6

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Apel

Kata apel berasal dari Inggris yaitu aeppel. Apel adalah buah yang

banyak dikonsumsi orang di seluruh dunia, bukan hanya untuk pencuci mulut

tapi juga untuk menambah gizi pada tubuh. Apel merupakan tanaman buah

tahunan yang berasal dari pengunungan caucacus di Asia dan kemudian

menyebar ke seluruh pelosok Asia. Varietas apel yang dikembangkan di

Indonesia umumnya datang dari Eropa dan Australia. Buah ini masuk ke

Indonesia pada tahun 1934 dan memiliki beberapa varietas apel unggulan

antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble dan Wangli atau

Lali Jiwo (Dewi, 2014).

(Sugiyatno & Agisimanto, 2013) Gambar 2.1 Apel (Malus sylvestris)

Tanaman apel merupakan salah satu jenis tanaman buah yang banyak

dan mudah tumbuh di daerah tropis termasuk Indonesia, diantaranya di daerah

Batu (Malang), Pasuruan, Lumajang dan beberapa dataran tinggi yang tidak

banyak berkabut (Pertiwi, Yari & Putra, 2016). Tinggi tanaman apel dapat

Page 2: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

7

mencapai 10 m, tetapi kini dibentuk menyerupai semak yang tingginya hanya

2-3 m (Mandira, 2010).

Pohonnya bercabang sedikit. Arah cabang cenderung ke atas (vertikal).

Kayunya keras dan mudah lentur. Buah apel berbentuk bulat hingga bulat telur,

keras tetapi renyah, dan airnya sedikit. Bila buah sudah tua warnanya ada yang

merah, kuning, atau hijau. Buah apel berbiji sedikit dan keras (Mandira, 2010).

2.2 Taksonomi Apel

Menurut sistematikanya, tanaman apel diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom: Plantae

Divisi: Spermatophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Rosales

Famili: Rosaceae

Subfamili: Maloideae

Genus: Malus

Species: Malus sylvestris

(Sufrida, 2007)

2.3 Kandungan Buah Apel

Apel mengandung beberapa komponen seperti makronutrien (protein,

karbohidrat, lemak, serat, energi dan gula), vitamin, mineral.

Page 3: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

8

Tabel 2.1 Komposisi Apel

Nutrien (unit) Jumlah dalam porsi 100 g

Air (g) 85,56

Energi (kJ) 218

Protein (g) 0,26

Lemak total (g) 0,17

Karbohidrat (g) 13,81

Serat total (g) 2,4

Gula total (g) 10,39

Sukrosa (g) 2,07

Dekstrosa (g) 2,43

Fruktosa (g) 5,90

Laktosa (g) 0

Maltosa (g) 0

Galaktosa (g) 0

Starch (g) 0,05

(Roupas, 2010)

Menurut Persada (2009), distribusi kandungan kimia pada kulit dan

daging buah apel berbeda. Kulit apel mengandung total senyawa fenol yang

lebih kaya daripada daging buahnya. Kelompok senyawa fenol yang paling

penting adalah flavonoid. Contohnya seperti, antosianidin, flavanol dan

proantosianidin.

Page 4: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

9

Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel

Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g

Antosianidin Sianidin 2,44

Delfinidin 0,00

Malvidin 0,00

Pelargonidin 0,00

Peonidin 0,01

Petunidin 0,00

Flavan-3-ols Epicatekin 6,07

Epikatekin 0,01

Epigalokatekin 0,36

Epigalokatekin 3-gallate 0,26

Katekin 0,89

Galokatekin 0,00

Flavanon Naringenin 0,00

Flavon Apigenin 0,00

Luteolin 0,17

Flavonol Kaempferol 0,02

Myricetin 0,00

Quercetin 4,27

(USDA, 2007)

Buah apel mengandung banyak serat, vitamin C, fitokimia, dan

flavonoid seperti quercetin. Kandungan senyawa fenolik utama dalam enam

jenis apel dan mendapati kandungan terbesar dalam mg/100 g apel segar

adalah quercetin glikosida (13,2 mg), prosianidin B2 (9,35 mg), asam

klorogenat (9,02 mg), epikatekin (8,65 mg), floretin glikosida (5,59 mg), dan

vitamin C (12,8 mg) (Widyaningtyas, Widodo & Sunnah, 2014).

Page 5: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

10

2.4 Perasan Buah Apel

Berdasarkan hasil penelitian yang diilakukan oleh Cempaka, Santoso,

& Tanuwijaya (2014), didapatkan hasil pengukuran rata-rata kadar quercetin

pada berbagai bentuk pengolahan pada berbagai varietas apel Malus sylvestris

adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 Rata-rata Kadar Quercetin pada Berbagai Bentuk Pengolahan pada

Berbagai Varietas Apel

Bentuk Pengolahan Rata-rata ± SD (mg/L)

Apel Segar 340,99 ± 4,9

Jus Apel (juicing) 16,23 ± 4,9

Smoothie Apel (blending) 99,18 ± 4,9

(Cempaka, Santoso, & Tanuwijaya, 2014)

Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar quercetin pada buah apel

yang paling tinggi setelah buah apel segar adalah jus apel. Pembuatan

perasan buah, sama halnya dengan penyarian yang merupakan proses

pemisahan kandungan bahan dengan ampas. Metode pembuatan perasan

yang paling efisien khususnya untuk mempertahankan kandungan buah apel

menggunakan metode juicing (Rahayu, 2016).

Penelitian Widyaningtyas, Widodo & Sunnah tahun 2014,

membuktikan perasan buah apel (Malus domestica) varietas Red Delicious

kadar 20% memiliki efek anti alergi terhadap respon anafilaksis pada tikus

jantan galur Wistar yang berbeda tidak signifikan dengan cetirizine.

2.5 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit

sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman.

Page 6: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

11

Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia

C6-C3-C. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin

aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen

dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke

dalam sub-sub kelompoknya (Redha, 2010).

Flavonoid adalah senyawaan fenolik yang diisolasi dari berbagai

bagian dari tanaman. Sampai saat ini, telah berhasil diisolasi lebih dari 8.000

jenis senyawaaan flavonoid. Pada tanaman, flavonoid memiliki beragam

fungsi. Di antaranya dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimikrobial,

fotoreseptor, atraktor visual, dan skrining cahaya. Flavonoid terutama berada

dalam bentuk turunan glikosilat. Bertanggung jawab atas warna daun, bunga,

dan buah (Simamora, 2009). Salah satu flavonoid yang paling penting adalah

quercetin (Cempaka, Santoso & Tanuwijaya, 2014).

2.5.1 Quercetin

Nama quercetin berasal dari kata “quercetum” yang artinya

hutan pohon ek (oak forest). Struktur quercetin yaitu 2-

phenylchoromen-4-one yang diklasifikasikan sebagai flavon.

Quercetin adalah flavonol, salah satu jenis flavonoid yang paling

sering didapatkan pada makanan (Smith, Oertle & Warren, 2016).

Quercetin banyak terkandung di dalam tumbuhan bawang, teh,

kacang-kacangan, rempah-rempah, apel, dan anggur merah

(Novianto, 2009). Dari sisi kuantitas, quercetin adalah jenis

flavonoid terbesar dalam apel (Lestario & Andini, 2016).

Page 7: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

12

(Lakhanpal dan Rai, 2007)

Gambar 2.3 Struktur Molekuler Quercetin

Quercetin, pada konsentrasi nontoksik, diketahui memiliki

berbagai efek biologis (Smith, Oertle & Warren, 2016). Quercetin

juga memiliki efek yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia,

yaitu sebagai antikanker, antioksidan, antialergi, antivirus, dan

aktivitas antiinflamasi (Maulana, 2010).

2.5.2 Hubungan Senyawa Quercetin dan Aktivitas Antialergi

Sebagai antialergi, quercetin mampu menghambat produksi

dan pelepasan histamin maupun substansi alergi/inflamasi lainnya

dengan cara menstabilkan membran sel dari sel mast. Sel mast

berperan sebagai gerbang imun yang akan dideteksi oleh otak, sensor

terhadap stres lingkungan maupun stres emosi, serta berperan dalam

proses neuropatologis. Selain itu, dalam sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Kempuraj, et al, ditemukan bahwa quercetin mampu

berperan sebagai inhibitor sel mast, mampu menyebabkan

penurunan pengeluaran triptase dan IL-6, dan menurunkan respon

stimulus histidine decarboxylase (HDC) mRNA terhadap sel mast.

Dari ketiga kemampuan quercetin tersebut, quercetin dipilih sebagai

Page 8: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

13

komponen terapi dalam penyakit neurologis yang dimediasi oleh

degranulasi sel mast (Lakhanpal dan Rai, 2007).

Quercetin juga terbukti mampu menurunkan aktivasi dari

factor trasnskripsi NF-κB, yang akibatnya dapat meghambat

munculnya ekspresi dari TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8. Aktivasi

sitokin pada sel mast melalui Ig-E juga dapat dihambat dengan

ekstrak yang mengandung dosis quercetin yang signifikan (Smith,

Oertle & Warren, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Maryati (2014), tentang Efek

Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L) Sebagai Anti Alergi

Terhadap Respon Anafilaksis Pada Tikus Jantan Galur Wistar Yang

Diinduksi Ovalbumin, membuktikan bahwa quercetin berfungsi

menekan produksi histamin (hormon yang dikeluarkan oleh hati).

Quercetin dapat menghambat produksi dan pelepasan histamin yang

disebabkan oleh sel mast dan sel basofil dalam pengaruh antibodi

IgE karena quercetin memiliki afinitas yang kuat untuk sel mast dan

basofil. Itu sebabnya antioksidan ini mampu mengurangi

kemungkinan seseorang terinfeksi dengan berbagai alergen dan juga

membantu penyembuhan dari alergi.

Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2010), tentang

Pengaruh Kuersetin Dan Kadar Imunoglobin Yang Diinduksi Putih

Telur Terhadap Derajat Alergi Imunoglobulin E Pada Marmot,

membuktikan bahwa quercetin pada dosis 13,92 mg/kg bobot badan

menunjukkan pengaruh sebagai antialergi. Selain itu, penelitian

Page 9: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

14

tentang Efek Perasan Buah Apel (Malus Domestica) Varietas Red

Delicious Sebagai Anti Alergi Terhadap Respon Anafilaksis Pada

Tikus Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Ovalbumin yang

dilakukan oleh Widyaningtyas, Widodo & Sunnah (2014),

membuktikan bahwa perasan buah apel (Malus domestica) varietas

Red Delicious dengan mempunyai efek sebagai antialergi terhadap

respon anafilaksis pada tikus jantan galur wistar, yang ditunjukkan

melalui kadar persentase eosinophil yang menurun dan diameter

benjolan yang mengecil.

2.6 Alergi dan Hipersensitivitas

Alergi adalah reaksi hipersentivitas yang diperantarai oleh mekanisme

imunologi. Pada keadaan normal mekanisme pertahanan tubuh baik humoral

maupun selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan

oleh antigen atau gangguan mekanisme ini akan menimbulkan suatu keadaan

imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas (Uthari, 2015).

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas

terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi

hipersentivitas oleh Roberts Coombs dan Philip HH Gell dibagi dalam 4 tipe

reaksi, yaitu Tipe I, II, III dan IV. Reaksi Tipe I disebut juga reaksi cepat atau

reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan

dengan alergen (Baratawidjaja dan Rengganis, 2014)

Reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs yaitu:

1. Hipersensitivitas tipe I biasa disebut hipersensitivitas tipe cepat

(immediate hypersensitivity) yaitu reaksi hipersensitivitas yang terjadi

Page 10: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

15

apabila alergen atau antigen bereaksi dengan IgE spesifik yang terikat

pada bagian Fc sel mast atau sel-sel basofil yang beredar. Hal ini

menyebabkan degranulasi sel sel mast dan keluarnya zat-zat mediator

inflamasi.

2. Hipersensitivitas tipe II biasa disebut reaksi sitotoksik (cytotoxic

reaction) yaitu reaksi hipersensitivitas yang terjadi apabila antibodi

bereaksi dengan antigen di permukaan sel yang menyebabkan

terjadinya fagositosis sel dengan cara opsonisasi. Proses sitotoksik di

atas melibatkan komplemen yang biasanya menyebabkan terjadinya

kerusakan jaringan.

3. Hipersensitivitas tipe III atau reaksi komplek imun (immune-complex

reaction) yaitu hipersensitivitas yang terjadi akibat pembentukan

komplek-komplek imun antara antigen dan antibodi humoral yang

menyebabkan pengaktifan komplemen.

4. Hipersensitivitas tipe IV atau hipersensitivitas tipe lambat dengan

perantaraan sel (delayed hypersensitivity) yaitu reaksi Hipersensitivitas

yang melibatkan limfosit T yang tersensitisasi oleh antigen akan

mengeluarkan sitokin (Nurhayati, 2003).

2.6.1 Mekanisme Alergi

Menurut Hikmah dan Dewanti (2010), terdapat 2

kemungkinan yang terjadi pada mekanisme reaksi alergi, yaitu:

1. Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang berada di

permukaan sel mast atau basofil, dimana sebelumnya penderita

telah terpapar alergen sebelumnya, sehingga Ig E telah

Page 11: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

16

terbentuk. Ikatan antara alergen dengan Ig E akan menyebabkan

keluarnya mediator-mediator kimia seperti histamin dan

leukotrien.

2. Respons ini dapat terjadi jika tubuh belum pernah terpapar

dengan alergen penyebab sebelumnya. Alergen yang masuk ke

dalam tubuh akan berikatan dengan sel B, sehingga

menyebabkan sel B berubah menjadi sel plasma dan

memproduksi Ig E. Ig E kemudian melekat pada permukaan sel

mast dan akan mengikat alergen. Ikatan sel mast, Ig E dan

alergen akan menyebabkan pecahnya sel mast dan

mengeluarkan mediator kimia. Efek mediator kimia ini

menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem,

spasme pada otot polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat

ditemukan pada alergi antara lain: rinitis (bersin-bersin, pilek);

sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem dan kemerahan

(menyebabkan inflamasi); kejang (spasme otot polos yang

ditemukan pada syok anafilaktik).

2.6.2 Mediator dalam Reaksi Alergi

Gejala klinis alergi yang muncul ditentukan oleh berbagai

macam mediator yang berasal dari berbagai sel seperti sel mast,

basofil, eosinofil dan neutrofil. Mediator-mediator tersebut antara

lain:

1. Histamin

Page 12: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

17

Histamin merupakan amin vasoaktif yang berada di dalam

granul sitoplasma pada sel mast dan basofil, serta mempunyai

reseptor di berbagai bagian tubuh. Efek histamin pada gelaja

alergi terutama di pembuluh darah dan otot polos. Pelepasan

histamin menyebabkan vasodilatasi, meningkatnya

permeabilitas pembuluh darah serta kontraksi otot polos yang

dapat menyebabkan menifestasi klinis pada rinitis alergi,

urtikaria, bronkhospasme pada reaksi anafilaktik akut

(Ningrum, Suprihati & Santosa, 2016).

2. Prostaglandin

Prostaglandin adalah bioaktif yang berasal dari asam arakidonat

yang dihasilkan melalui aktivitas COX. Mediator tersebut

menimbulkan kontraksi otot polos, vasodilatasi, dan

meningkatkan permeabilitas kapiler (Baratawidjaja dan

Rengganis, 2009).

3. Leukotrien

Leukotrien merupakan salah satu hasil/produk dari jalur 5-

lipoxygenase pada metabolisme asam arachidonat (Golden dan

Henderson, 2007). Leukotrien dihasilkan oleh sel mast mukosa

dan basofil, dan mempunyai reseptor spesifik di otot polos

bronkhus serta menyebabkan bronkhospasme persisten yang

terjadi pada asma (Abbas, Lichtman & Pillai, 2015).

4. Sitokin Inflamasi

Page 13: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

18

Sel mast dan sel TH2 memproduksi berbagai macam sitokin

yang terlibat dalam reaksi alergi. Sitokin bekerja dalam

mengawali, mengatur, dan mempertahankan respon inflamasi

alergi. Sitokin tersebut antara lain:

a. IL-4, merupakan stimulus utama produksi IgE dan

perkembangan TH2 dari sel CD4 naif. IL-4 merangsang sel B

meningkatkan produksi IgG dan IgE dan ekspresi MHC-II,

serta mncegah aktivasi makrofag yang diinduksi IFN-γ dan

merupakan growth factor untuk sel mast terutama dalam

kombinasi dengan IL-3 (Baratawidjaja dan Rengganis,

2014).

b. IL-5, merupakan activator pematangan dan diferensiasi

eosinophil utama dan berperan dalam hubungan antara

aktivasi sel T dan inflamasi eosinophil (Baratawidjaja dan

Rengganis, 2014).

c. IL-13, memiliki struktur homolog dengan IL-4 yang

diproduksi oleh sel CD4 TH2. Efek utamanya adalah dengan

menghambat aktivasi dan sebagai antagonis IFN- γ. IL-13

merangsang produksi mukus oleh sel epitel paru dan

berperan pada asma (Baratawidjaja dan Rengganis, 2014).

2.7 Imunoglobulin E

Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang

terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia.

Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai

Page 14: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

19

struktur dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat.

Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut

(Siregar, 2010).

Imunoglobulin E (IgE) merupakan mediator pada hipersensitivitas

tipe cepat termasuk asma, rhinitis, alergik, urtikaria dan dermatitis atopik

(Paramita, 2013). IgE terdiri dari dua rantai berat yang identik (heavy chain)

dan dua rantai ringan yang identik (light chain), serta memiliki area yang

konstan. IgE tersusun dari lebih kurang 110 asam amino dalam susunan beta

dengan tiga atau empat rantai beta yang membentuk seperti huruf C

(Nugraha dan Suryana, 2016).

IgE mudah diikat sel mast, basofil dan eosinofil yang memiliki

reseptor untuk fraksi Fc dari IgE atau FceR. IgE dibentuk setempat oleh sel

plasma dalam selaput lender saluran napas dan cerna. Alergen yang diikat

silang (cross-linking) oleh dua molekul IgE pada permukaan sel mast akan

menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel. Hal itu menurunkan kadar

adenosin monofosfat siklik (cAMP) intraselular yang menimbulkan

degranulasi sel mast (Baratawidjaja dan Rengganis, 2014).

2.7.1 Pemeriksaan IgE

Pemeriksaan kadar IgE total dilakukan untuk menunjang

diagnosis penyakit alergi. Selain pada penyakit alergi, peningkatan

kadar IgE total dapat dijumpai pada penyakit infeki parasit dan

beberapa jenis penyakit immunodefisiensi (seperti sindrom Wiskott-

Aldrich, sindrom DiGeorge serta sindrom hiperIgE). Kadar IgE

dalam serum sangat rendah (dalam nanogram), oleh karena itu

Page 15: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

20

diperlukan teknik yang lebih sensitif daripada teknik untuk

pemeriksaan kadar imunoglobulin yang lain.

Beberapa kit ELISA atau RIA untuk pemeriksaan kadar IgE

demgan berbagai jenis antibodi monoklonal dengan spesifisitas yang

tinggi. Interpretasi hasil harus disesuaikan menurut metode

pemeriksaan yang digunakan dan disesuaikan dengan nilai individu

normal (Paramita, 2013). Menurut Chu, et al (2012), kadar IgE pada

tikus dikatakan menderita asma apabila kadarnya di atas 3,95

IU/mL, sehingga kadar IgE pada tikus dikatakan normal apabila <3,

95 IU/mL.

2.8 Ovalbumin

Ovalbumin (OVA) merupakan protein utama yang berasal dari putih

telur berupa glikoprotein dengan berat molekul 45.000 dalton. Molekulnya

terdiri dari polipeptida berupa dua atau lebih gugus fosfat dengan rantai

manossa dan residu glikosamin. Sensitisasi dengan ovalbumin baik secara

inhalasi, oral maupun intraperitoneal terbukti dapat merubah kecenderungan

respon imun mencit ke arah TH2 (Lestari, 2016).

2.8.1 Alergi Yang Diinduksi Ovalbumin

Barlianto, Kusuma & Karyono (2009), membuktikan bahwa

paparan kronik ovalbumin secara inhalasi pada model binatang

alergi menyebabkan inflamasi alergi dan perubahan struktur saluran

napas. Penelitian yang dilakukan oleh Barlianto tersebut,

menggunakan alergen berupa ovalbumin chicken (Serva). Sensitisasi

Page 16: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

21

awal dilakukan dengan pemberian ovalbumin 10 µg (OVA) dan 1

mg Al(OH)3 dalam 0,5ml normal salin secara intraperitoneal pada

hari ke-0 dan 14. Selanjutnya sensitisasi ulangan diberikan dengan

inhalasi ovalbumin 1% dalam 8ml normal salin dengan

menggunakan nebulizer Omron tipe NU-017 selama 20 menit secara

berkala sesuai jadwal seminggu 3 kali selama 6 minggu.

Menurut Cahiadewi, Santosa & Suprihati (2016), ovalbumin

apabila disuntikkan secara intraperitoneal pada hewan coba dan

dilanjutkan melalui inhalasi terbukti meningkatkan aktivasi TH2

dominan dalam mekanisme ketidakseimbangan TH1-TH2. Kondisi

TH2 dominan meningkatkan produksi IgE spesifik dan degranulasi

sel mast, sehingga dilepaskan berbagai mediator inflamasi, berupa

IL-4, IL-13, IL-5, dan eosinofil sebagai reaksi alergi.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Bowman dan Holt (2001)

membuktikan, mencit yang disentisisasi dengan OVA dalam buffer

saline secara intraperitoneal, atau OVA dalam alumunium

hidroksida secara intraperitoneal sebanyak 100 µg, dalam 28 hari

dilakukan pemeriksaan skin test didapatkan peningkatan respon

DTH diukur dari pembengkakan dan penebalan kulit di sekitar

telinga mencit setelah 24 jam.

Pemberian ovalbumin menurut penelitian yang dilakukan

oleh Ningrum, Suprihati & Santosa (2016), dapat melalui

intraperitoneal dan inhalasi. Sama halnya dengan cara pemaparan

ovalbumin yang dilakukan oleh Barlianto dengan intraperitoneal dan

Page 17: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/46761/3/Bab 2.pdf · 9 Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Apel Jenis Flavonoid Jumlah dalam mg /100g Antosianidin Sianidin 2,44

22

inhalasi, namun pada penelitian ini, Ningrum hanya membutuhkan

waktu selama 30 hari. Induksi awal dilakukan dengan pemberian 10

μg ovalbumin (Grade V, Sigma Aldrich) dan adjuvan 2 mg Al(OH)3

(Sigma Aldrich) dalam 0,2 ml normal salin secara intraperitoneal

pada hari ke-0, 7 dan 14. Selanjutnya diberikan paparan ulang

ovalbumin 1% melalui inhalasi menggunakan nebulizer Omron pada

hari ke-19 sampai 22 selama 30 menit per hari. Dengan metode

pemberian ovalbumin tersebut, didapatkan reaksi inflamasi alergi di

saluran pernafasan mencit yang ditandai dengan meningkatnya

jumlah eosinofil.

Induksi ovalbumin secara intraperitoneal akan menyebabkan

sensitisasi alergi sistemik, akibat terjadinya pergeseran respon imun

ke arah ke arah TH2 dominan. Sel TH2 akan menghasilkan beberapa

sitokin, yaitu IL-4, IL-13 dan IL-5. Sitokin IL-4 dan IL-13

menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE spesifik, yang pada

individu normal memproduksi IgM (isotype switching). Paparan

ulang ovalbumin melalui inhalasi akan menyebabkan inflamasi

alergi di saluran pernapasan, dengan stimulasi IL-5 yang diproduksi

TH2 meningkatkan infiltrasi eosinofil. Eosinofil merupakan sel yang

banyak ditemukan di jaringan terutama saat terjadi proses inflamasi

pada reaksi alergi, sehingga sel ini dapat ditemukan di jaringan

peribronkhial paru pada mencit alergi yang diberi paparan

ovalbumin melalui inhalasi (Ningrum, Suprihati & Santosa, 2016).