bab 2 grand desain jagoi babang

73
BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kawasan Perbatasan 2.1.1 Pengertian Kawasan Perbatasan Pengertian border (batas) seringkali diartikan sebagai batas dari teritorial politik dan ruang tempat tinggal. Pada beberapa kasus, border memiliki arti lebih luas lagi bagi kondisi politik dan ekonomi geografis dengan kasus tertentu untuk membagi kekuasaan atas wilayah yang berbatasan. Border area secara luas berkaitan dengan heterogenitas spasial dalam istilah struktur ekonomi dan politik dengan terdiri atas dua atau lebih kekuasaan. Pengertian kawasan perbatasan dijelaskan secara formal dalam beberapa undang-undang Indonesia. Dalam undang-undang No. 43 tahun 2008 tentang wilayah negara, kawasan perbatasan didefinisikan sebagai bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Adapun dalam undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, kawasan perbatasan Grand Design Kawasan Perbatasan Hal : II - 1 Kecamatan Jagoi Babang

Upload: iwansarwoko

Post on 05-Sep-2015

63 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

begjb

TRANSCRIPT

Bab I

BAB 2STUDI PUSTAKA2.1. Tinjauan Umum Kawasan Perbatasan

2.1.1 Pengertian Kawasan Perbatasan

Pengertian border (batas) seringkali diartikan sebagai batas dari teritorial politik dan ruang tempat tinggal. Pada beberapa kasus, border memiliki arti lebih luas lagi bagi kondisi politik dan ekonomi geografis dengan kasus tertentu untuk membagi kekuasaan atas wilayah yang berbatasan. Border area secara luas berkaitan dengan heterogenitas spasial dalam istilah struktur ekonomi dan politik dengan terdiri atas dua atau lebih kekuasaan.

Pengertian kawasan perbatasan dijelaskan secara formal dalam beberapa undang-undang Indonesia. Dalam undang-undang No. 43 tahun 2008 tentang wilayah negara, kawasan perbatasan didefinisikan sebagai bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Adapun dalam undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, kawasan perbatasan didefinisikan sebagai wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan dengan negara tetangga atau laut lepas. Kawasan perbatasan negara meliputi kawasan perbatasan daratan dan kawasan perbatsan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar.

Adapun ruang lingkup kawasan perbatasan secara lebih spesifik dijabarkan dalam undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dan PP No. 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional dimana kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis nasional dari sudut pandang pertahanan dan keamanan yang meliputi 10 kawasan (3 kawasan perbatasan darat serta 7 kawasan perbatasan laut dan pulau-pulau kecil terluar).

Dalam Bappenas (2008), dijelaskan mengenai sinkronisasi definisi kawasan perbatasan dalam undang-undang tata ruang dan wilayah negara dimana definisi yang ada dapat dipahami sebagai unit yang saling mengisi, dimana pengembangan dengan unit kabupaten/kota perbatasan diarahkan pada aspek ekonomi yang mencakup wilayah yang lebih luas dan borderless dengan orientasi sebagai pusat pertumbuhan wilayah sekitarnya dan di fokuskan di 26 PKSN (Pusat Kegiatan Strategi Nasional). Sementara unit kecamatan perbatasan diarahkan pada penguatan sabuk pertahanan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat yang didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar serta pemberdayaan masyarakat. Ini difokuskan pada kecamatan perbatasan di 38 kabupaten/kota prioritas.

Berkaitan dengan perwujudan fisik batas wilayah perbatasan, Batas wilayah tersebut dapat dibagi menjadi beberapa pendekatan:

1. Natural Border, yaitu wilayah dibatasi oleh batas alam seperti gunung, sungai, danau, laut, pantai, atau selat. Karena urgensinya terhadap kepentingan pertahanan batas tersebut seringkali dianggap sebagai batas politik.

2. Artificial border, yaitu batas wilayah yang terdiri dari batas buatan (batu, dinding), batas geometris (menggunakan batas koordinat bumi), dan batas cultural/budaya (perbedaan budaya, etnis, ideologi).

2.1.2. Karakteristik Wilayah Perbatasan

Beberapa hal penting yang menjadi fokus perhatian dalam wilayah perbatasan adalah meningkatnya perhatian terhadap jaringan, mobilitas, arus globalisasi, dan kosmopolitansi yang berperan dalam mewarnai sifat sebuah kawasan perbatasan. Dalam teori sosial secara umum digunakan sebuah pendekatan perbatasan dengan konteks ide jaringan yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu: mobilitas, kondisi yang berubah-ubah, dan karakter fisiknya. Beberapa komponen tersebut merupakan kunci penting dalam memahami konteks wilayah perbatasan. (Rumford, 2006:3).

Kunci pergeseran paradigma mengenai kawasan perbatasan ini berawal dari adanya kesadaran akan peran kawasan perbatasan. Kondisi yang semula hanya berupa garis dalam sebuah peta, atau tanda batas politik (security check points, passport control, transit points) mengalami perkembangan ke arah dimensi yang lebih luas, sehingga nuansa borderless semakin terlihat (seperti Uni Eropa). Perkembangan paradigma tersebut mendorong pada berkembangnya aspek prosperity/kesejahteraan, sehingga fungsi wilayah perbatasn menjadi penting sebagai salah satu motor pertumbuhan ekonomi (kawasan strategis) meskipun seringkali terletak di wilayah pinggiran/periphery.

Fenomena borderless maupun reborder (melihat kembali fungsi perbatasan dari pertimbangan kontrol) merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Pada satu sisi berkembangnya borderless diakibatkan adanya efek globalisasi yang menghapuskan batas antar wilayah dalam rangka mengantisipasi gerakan ekonomi yang lebih besar, sedangkan di sisi lain, adanya konsep rebordering dalam rangka pertimbangan keamanan dan kakhawatiran akan perbatasan yang terbuka. Konsepsi tersebut berujubg pada kontrol yang lebih baik terhadap pergerakan pekerja, pengungsi, dan teroris (Andreas dan Snyder,2000).

Dalam konteks akselerasi pertumbuhan pasar global yang mengindikasikan adanya prinsip keterbukaan, pengembangan perbatasan dipandang sebagai suatu hal yang mendesak. Hal ini terlihat dari besarnya kesenjangan antara negara kaya dan miskin yang mengarah pada kondisi stabilitas dan keamanan. Perubahan paradigma perbatasan kontemporer dapat dilihat dari pentingnya pendekatan keaman dalam rangka ancaman global. Upaya ini dapat dipahami sebagai peningkatan kerjasam yang menguntungkan dengan tetap mempertimbangkan faktor keamanan dalam mengantisipasi dampak kerugian yang muncul akibat prinsip keterbukaan kawasan perbatasan.

Wilayah perbatasan memiliki dimensi manusia dan pengalaman di dalamnya. Hal tersebut menandakan dimensi penting tentang identitas komunitas yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang berada di kawasan perbatasan.

Pada level lokal, permasalahan yang dihadapi oleh daerah perbatasan adalah berupa keterisolasiann, keterbelakangan, kemiskinan, mahalnya harga barang dan jasa, keterbatasan prasarana dan saran pelayanan publik (infrastruktur), rendahnya kualitas SDM pada umumnya, dan penyebaran penduduk yang tidak merata.

Sementara pada level nasional, permasalahan daerah perbatasan adalah berupa: kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada pembangunan daerah perbatasan; masih kurangnya personil, anggaran, prasarana dan sarana serta kesejahteraan; kurangnya akses dan media komunikasi serta informasi dalam negeri; terjadinya proses degradasi wawasan kebangsaan; serta belum optimalnya koordinasi lintas sektoral dan lintas wilayah dalam penanganan wilayah perbatasan.

Pada level internasional, permasalahan daerah perbatasan adalah berupa kesenjangan sarana dan prasarana yang terjadi pada daerah perbatasan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, hal ini dapat menimbulkan permasalahan politik dan hankam. Selanjutnya adalah terjadinya eksodus WNI ke negara tetangga dikarenakan hampir seluruh wilayah kecamatan di perbatsan tidak memiliki akses jalan menuju ibukota kabupaten. Masalah lainnya adalah rendahnya daya saing penduduk setempat dibandingkan dengan negara tetangga.

Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh negara seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin secara geografis berada pada wilayah yang terpencil dan berada di tapal batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatsan memiliki aspek dinamis dari sebuah negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara (Giddens, 1985:49).

Beberapa hal penting yang terkait dengan cara pandang kita mengenai wilayah perbatasan bergantung pada beberapa hal, yaitu: 1) apa yang terdapat di wilayah perbatasan; 2) kondisi polotik apa yang ada; 3) bagaimanakah hubungan antar negara dan komunitas sosial di dalamnya.

2.1.3. Tipologi Pengembangan Kawasan Perbatasan

Tipologi kawasan perbatasan ini secara esensial menjelaskan kunci karakteristik dari pengembangan kawasan perbatasan sehingga setiap tahapan dapat diidentifikasikan. Tipologi ini berfokus pada faktor penting yang berkontribusi ataupun yang menghalangi dalam pengembangan wilayah perbatasan (Wu, 2001).

Fokus dalam membuat tipologi ini menyoroti sisi hubungan ekonomi dan institusi, jaringan infrastruktur, biaya tenaga kerja dan migrasi. Tipologi tersebut menggambarkan suatau kesatuan dengan menggunakan terminologi Ratti, yang bergerak dari frontier (wilayah terdepan) menjadi barrier (pembatas), kemudian menuju border (perbatasan) sebagai filter kemudian menjadi border regions (wilayah perbatasan) sebagai zona kontak dimana kerjasama pembangunan lebih terlihat.

Kawasan perbatasan memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan wilayah lainnya. Penentuan tipologi kawasan dengan berawal dari tinjauan secara kearakteristik sangat penting bagi sebuah kawasan perbatasan. Hal ini terkait dengan konsep penanganan yang berbeda dan pendekatan yang berbeda pula dalam penanganannya.

Tabel 2.1

Tipologi Pengembangan Kawasan Perbatasan

Type Kawasan PerbatasanHubungan EkonomiKerangka Kerja InstitusiTipe PerusahaanJaringan InfrastrukturMigrasiPerbedaan Biaya Tenaga KerjaContoh Kasus

Border RegionsSedikit terjadi dan dikontrol dengan ketatsedikitIndividu atau UKMBottlenecks karena kontrol perbatasan yang tidak praktisKontrol ketatSangat tinggiRussia-China-Korea Utara (Tumen)

Mendesak namun hanya pada satu sisiPembangunan secara spontanIdem Idem Tinggi Thailand-China-Burma-Laos

Cross Border RegionsSaling tergantungMakanisme konsultatifPerusahaan besar dan UKM bergerak dibidangnya, adanya joint ventureConsultative planning, kontrol perbatasan masih pentingKontrol migrasi (terhadap turis dan pelajar)Tinggi Polandia-Jerman

Semakin berkurangHongkong-Shenzen

Trans Border RegionsSaling menguntungkanKelembagaan yang kooperatifPerusahaan jaringan (adanya transfer dan sharing terhadap teknologi)Perencanaan infrastruktur yang terpaduProsedur yang mudah dan pergerakan yang bebasSedikit bahkan tidak adaUni Eropa

Sumber: Wu, 20012.1.4. Kebijakan Umum Kawasan Perbatasan

Berbagai peraturan perundangan nasional yang terkait dengan pengelolaan Perbatasan Negara antara lain UU No. 17 tahun 2005 tentang RPJP Nasional, Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJM Nasional (2010-2014), UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara, UU No. 26 tahun 2007 tentang Penelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil, Perpres No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Perundang-undangan tersebut mengupayakan percepatan pembangunan terhadap kawasan yang terdapat di sisi terluar dari wilayah negara atau kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) dari sudut pandang pertahanan dan keamanan karena memiliki nilai strategis dalam menjaga integritas wilayah negara.

Menurut Pereturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, selain sistem perkotaan nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 1 dikembangkan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) unruk mendorong perkembangan kawasan perbatasan negara. Adapun Pusat Kegiatan Strategis Nasional ditetapkan dengan kriteria:

a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;

b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;

c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau

d. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

Beberapa regulasi tambahan seperti Peraturan Presiden RI No. 49 tahun 2010 tentang pengamana perbatasan telah diberlakukan untuk mendukung pengamanan wilayah perbatasan Indonesia, sebagai contoh prajurit TNI dan pegawai negeri sipil yang ditugaskan secara penuh dalam operasi pengamanan pada pulau-pulau kecil terluar dan wilayah perbatasan diberikan tunjangan operasi pengamanan setiap bulan yang besarnya berkisar antara 50%-150% dari gaji pokok mereka.

Selain itu sisi regulasi juga telah mencakup aspek peran serta masyarakat dalam kawasan perbatasan mengingat peran masyarakat sangat penting untuk menunjang keberlangsungan atau sustainabilitas pengembangan kawasan perbatasan. Dalam hal ini tentang bentuk dan cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI No. 68 tahun 2010 pasal 8.

Konsep kebijakan di wilayah perbatasan pada saat ini mempresentasikan program dan komitmen yang mengarah paga demokrasi global. Komitmen terhadap demokrasi global tersebut pada realitanya menghadapi kondisi yang kompleks, karena unsur ideologi dan kultural yang spesifik di wilayah perbatasan. Berkaitan dengan kebijakan di perbatasan, pada dasarnya hubungan yang terbentuk sangat menentukan kebijakan antara kedua wilayah, baik dalam konteks regional maupun internasional. Tanpa hubungan yang dapat diterima, kebijakan yang memuaskan, dan hubungan diplomatik, tidak mungkin hubungan tersebut berjalan dengan baik.

Dalam kaitannya terhadap konsep kebijakan pengembanhan wilayah perbatasan, terdapat lima elemen kunci kebijakan yang berimplikasi pada pengembangan perbatasan. Seperti dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 2.2

Elemen Kunci Dalam Kebijakan Pengembangan Perbatasan

ELEMEN PENTINGIMPLIKASI

Economic ComplementarySifat dari komplementaritas, atau saling melengkapi dalam faktor produksi, terbukti mampu meningkatkan keuntungan dari kedua belah pihak, contoh sukses dari sisi ini adalah perbatasan Hongkong-Shenzen dan SIJORI (Singapore-Johor-Riau)

Private Sector InterestSeperti halnya dengan pengembangan bidang lain, pengembangan cross border bergantung pada faktor lokasi yang mrnjanjikan, yang seringkali posisinya tidak sama dengan persepsi pemerintah, sebagai contoh adalah Shenzen yang relatif berkembang oleh faktor kedekatan, kemudahan transportasi, kerjasama pemerintah. Namun dalam beberapa hal tersebut yang terpenting adalah lokasi dan komplementaritas yang menarik swasta berinvestasi.

ELEMEN PENTINGIMPLIKASI

Goverment InterventionTidak banyak pemerintah yang memiliki sumberdaya dan ideologi untuk membangun kawasan perbatasan tanpa melibatkan sektor swasta, meskipun dalam banyak kasus, keterlibatan sektor swasta berperan penting dalam kesuksesan pembangunan. Namun dalam hal investasi yang besar seperti dalam bidang infrastruktur perlu adanya intervensi pemerintah, dimana perannya sebagai penyedia kerangka kerja dan mengorganisasi kegiatan unyuk merangsang sektor swasta ikut berpartisipasi.

Institutional FrameworkHal ini sangat penting ketika pembangunan secara spintan terjadi, institusi ini berguna sebagai transisi menuju fungsi formal dari cross border development, dan mempromosikan serta mengolaborasikan pembangunan dengan melihat faktor sosial dan lingkungan sebgai bagian dari sustainabilitas pembangunan.

CulturalBeberapa penelitian mengindikasikan pentingnya elemen budaya dalam meminimisasi jarak psikis dan kognitif. Sebagai contoh antara Jerman dan Belanda, meskipun perbedaan ekonomi sangat kecil, namun perbedaan budaya tetap menjadi batas dalam perlakuan transaksi. Kebijakan yang berasumsi bahwa pengembangan kawasan perbatasan akan lebih cepat bila berfokus pada aspek ekonomi tidak selalu tepat, program dan kebijakan yang relevan dengan budaya/kultur yang ada memungkinkan berhasilnya pengembangan kawasan perbatasan.

Sumber: Wu, 2001 A. Pendekatan dalam Pengembangan Kawasan Perbatasan

Banyak pendekatan dalam pengembangan wilayah perbatasan, namun terdapat tiga faktor penting dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan lebih lanjut, yaitu:

1. Mendahulukan pembangunan infrastruktur perekonomian

Kegiatan ini biasanya melibatkan peran pemerintah atau lembaga multilateral dalam perencanaan pengembangan kawasan yang belum atau tidak mempunyai nilai ekonomi secara signifikan. Hal ini dikarenakan kawasan yang akan dikembangkan tersebut secrara geografis adalah kawasan terpencil atau karena alasan politik dan keamanan sehingga tidak berkembang. Dua contoh kawasan yang mewakili pendekatan ini adalah Tumen River Development Zone dan Hongkong-Shenzhen Special Economic Zone (SEZ).

a. Tumen River Development Zone

Kawasan ini terletak di Timur Laut Cina. Dikembangkan atas prakarsa dan kerjasama antara United Nations Development Program (UNDP) dengan pemerintah China, Korea Utara, Rusia dan Mongolia dengan dukungan Pemerintah Jepang dan Korea seabagai partner.Kawasan ini terkenal karena sumberdaya alamnya dan memiliki pelabuhan laut dalam. Sejak 1991, UNDP telah mencoba mengembangkan kawasan ini dengan membentuk koalisi bersama dengan bebepara negara yang mempunyai kepentingan terhadap kawasan ini dengan maksud untuk menarik investasi internasioanal. UNDP telah melakukan investasi cukup besar dalam penelitian dan perencanaan kawasan. Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan zona tiga negara (China, Korea Utara dan Rusia) yang akan menjadi simpul transportasi utama. UNDP menganggap kawasan ini sangta strategis sebagai kawasan pengembangan industri dan merupakan sebuah kawasan dinamis dengan 10 juta populasi yang bermukim di kawasan ini.

Namun dalam pelaksanaannya ada tiga masalah kunci yang muncul, yaitu: kecilnya tingkat koherensi keikutsertaan dan common interest diantara negara-negara yang terlibat; ketidakjelasan dari komplementaritas ekonomi secara langsung; dan ketidakmampuan dalam membantu mencapai tujuan umum dan mengatasi kondisi kultural, etnis dan konflik internal dari negara-negara peserta. Selain itu adanya faktor-faktor perubahan ekonomi dan iklim ekonomi internasional baik dari negara-negara peserta maupun negara-negara pen-support, menyebabkan proyek ini mencapai kemajuan yang lamban.b. Hongkong-Senzhen Economic Zone (SEZ)

Kawasan perbatasan ini telah menarik perhatian dunia dalam beberapa dekade terakhir, dikarenakan kawasan ini berkembang sangat pesat terutama di wilayah Senzhen sendiri dan seluruh kawasan Delta Zhujiang. Kawasan ini membutuhkan waktu hampir 10 tahun sebelum berkembang seperti sekarang. Perhatian riset terfokus pada pengembangan ekonomi Senzhen dikarenakan transformasi ekonomi Hongkong dan munculnya hubungan simbiosis antara sektor manufaktur di Hongkong dengan industri baru di Senzhen.

Kasus Hongkong-Senzhen adalah contoh yang tepat untuk menggambarkan pendekatan ini. Didasarkan pada kondisi yang mendukung, perencanaan top-down dapat menghasilkan pembangunan yang signifikan dan berlanjut. Pendekatan komplementaritas ekonomi adalah prasyarat utama.

Meskipun hasi yang dicapai Senzhen dalam proses ini sangat signifikan, termasuk permasalahan kebijakan politiknya, namun masih terdapat persoalan lain yaitu lemahnya institusi dalam menangani permasalahan lintas batas. Permasalahan ini diantaranya: regulasi pertanahan, proteksi lingkungan, dan perencanaaan infrastruktur (Wu, 2001:30)2. Mendahulukan investasi sektor swasta

Terdapat beberapa contoh pendekatan ini yang muncul di zona perbatasan. Sering hal ini menjadi permulaan pengembangan tetapi pengembangan sektor swasta berskala kecil cenderung mendominasi pada awalnya.

a. Polandia-Jerman

Disparitas ekonomi dan regional disoroti pada upaya penyesuaian ganda yang menghasilkan keuntungan dan kerugian bagi kawasan perbatasan. Kasus ini menyoroti ciri-ciri lain dari pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka ekonomi transisi.

Kawasan perbatasan Polandia memperoleh manfaat dari pengalaman transisis ekonomi yang dilakukannya serta kedekatannya dengan pasar, sehingga membuat barang yang diproduksinya mejadi terjangkau dan kompetitif. Pada kasus dimana pengembangan industri terjadi, maka keterkaitan dengan ekonomi domestik juga terjadi dengan sendirinya. Hal ini berkembang dikarenakan investor tidak perlu menggunakan keahlian industri di Polandia atau infrastruktur industri yang ekstensif, tetapi tertarik pada pengalaman dan keterampilan di bidang manufaktur serta tenaga kerja yang murah dan kompetitif.

b. Thailand-Burma-China-Laos

Meskipun investasi Thailand semakin meningkat terhadap negara tetangganya dan berkeinginan untuk meningkatkan pengembangan kawasan perbatasannya dengan China, Burma dan laos namun Thailand belum memiliki program pengembangan kawasan perbatasan yang melibatkan negara tetangganya secara komprehensif. Sejumlah inisiatif dan prakarsa telah diambil, seperti merencanakan SEZ, deregulasi kebijakan dan mendirikan zona perdagangan bebas, masterplans pariwisata, dan rencana fisik bagi kota-kota di perbatasan (Pemerintah Thailand dan ADB, 1998). Tetapi yang kemudian terjadi adalah para investor memby-passed kawasan ini.

Sebaliknya perkembangan justru terjadi di berbagai tempat di kawasan selatan dan barat perbatasan yang tidak direncanakan sebelumnya, seperti di Kota Sodao dan Mae Sod. Meskipun beberapa proyek pengembangan telah mendapat sangsi dari Badan Investasi Thailand, namun pengembangannya tetap berlanjut. Sehingga permasalahan kerusakan lingkungan dan polusi yang terjad sekarang tidak dapat terkendali.

c. China-Vietnam

Pengembangan kawasan p;erbatasan Provinsi Guangxi dan Quang Ninh sangat menarik karena kawasan ini mempresentasikan pola pengembangan perbatasan berbasis perdagangan dengan intensitas pembangunan zona industri yang berhasil menarik investasi asing.

Pada kota-kota di kawasan perbatasan dimana pintu masuknya saling berdampingan, perencanaan zona bisnis internasional dan komersial mendapatkan keuntungan dari booming perdagangan di kawasan perbatasan. Pengembangan berbagai kegiatan industri akhirnya membentuk zona industri yang berorientasi ekspor. Seiring dengan itu berbagai fasilitas dan infrastruktur pariwisata juga dibangun. Jika semua rencana terealisasi, pengembangan tersebut akan membentuk sabuk perkotaan (urban belt) sepanjang Teluk Tonkin sejauh 40km melintasi perbatasan China dan Vietnam.

3. Mendahulukan Kebijakan Pembangunan

Uni Eropa secara kontras merencanakan integrasi dan penggabungan negara-negara Eropa ke dalam kesatuan moneter dan membentuk kawasan seolah-olah tanpa batas. Kedua ciri tersebut mendorong secara aktif suatu kesepakatan resmi melalui berbagai program spesifik dan financial assistance. Keberadaan zona-zona industri utama seperti The Upper Rhine, Badden Wurttemberg, dan Emilia Romagna telah menjalani proses pembelajaran berdasarkan pengalaman yang relevan dari berbagai kawasan di dunia, banyak diantaranya merupakan kawasan perbatasan.

Dalam beberapa kasus, pengembangan perbatasan di Uni Eropa akan dihadapkan pada berbagai masalah seperti konflik etnis dan budaya serta bottlenecks transportasi. Hal ini menyebabkan ekspektasi di Uni Eropa terhadap pengembangan perbatasan akan menjadi semacam norma. Tujuan dari pengembangan kawasan perbatasan ini adalah memperkuat keunggulan daya saing serta komplementaritas ekonomi.

2.1.5Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Menurut Perpres No. 12 tahun 2010, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) memnpunyai tugas: pertama, menetaokan kebijakan program pembangunan perbatasan, mentapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.

Adapun penerapan kebijakan pembangunan kawasan perbatasan dalam ruang wilayah dilakukan melalui penetapan likasi prioritas 2010/2014 dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kecamatan di kawasan darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau terdapat exit/entry point.

2. Kecamatan di kawasan laut yang secara tradisional memiliki interaksi intensif dari sisi sosial, budaya, maupun ekonomi dengan penduduk negara tetangga disebelahnya.

3. Kecamatan yang ditetapkan sebagai PKSN

4. Kecamatan yang memiliki pilau-pulau kecil terluar

5. Pertimbangan khusus.

Adapun cakupan wilayah administrasi (CWA), wilayah konsentrasi pengembangan (WKP) dan lokasi prioritas (Lokpri) 2010-2014 yaitu: 12 provinsi (CWA), 38 kabupaten/kota (WKP), 111 kecamatan (Lokpri).

2.2 Teori Perubahan Struktural

Teori perubahan struktural menitikberatkan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan sangat di dominasi oleh sektor industri dan jasa.

2.2.1 Teori W. Arthur Lewis

Transformasi struktural suatu perekonomian subsisten di rumuskan oleh seorang ekonom besar yaitu W. Arthur Lewis. Dengan teorinya model dua sektor Lewis antara lain :

a) Perekonomian Tradisional

Dalam teori ini Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan dengan perekonomian tradisional mengalami surplus tenaga kerja. Perekonomian tradisional adalah bahwa tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsisten, hal ini di akibatkan kelebihan penduduk dan di tandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (surplus labor) sebagai suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut di tarik dari sektor pertanian, maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya.

b) Perekonomian Industri

Pada perekonomian ini terletak pada perkotaan modern yang berperan penting adalah sektor industri. Ciri dari perekonomian ini adalah tingkat produktivitas yang tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang di transfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Dengan demikian perekonomian perkotaan merupakan daerah tujuan bagi para pekerja yang berasal dari pedesaan sehingga penambahan tenaga kerja pada sistem produksi yang ada akan meningkatkan output yang di produksi.

Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan (self-sustaining growth) dan perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut di atas diasumsikan akan terus berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja pedesaan diserap habis oleh sektor industri. Selanjutnya, tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat di tarik dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal tersebut akan mengakibatkan merosotnya produksi pangan. Transformasi struktural perekonomian dengan sendirinya akan menjadi suatu kenyataan dan perekonomian itu pun pada akhirnya pasti beralih dari perekonomian pertanian tradisional yang berpusat di pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri modern yang berorientasi kepada pola kehidupan perkotaan.

2.2.2. Teori Chenery

Analisis teori Pattern of Development menjelaskan perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi dari negara berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Peningkatan peran sektor industri dalam perekonomian sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita yang berhubungan sangat erat dengan akumulasi capital dan peningkatan sumber daya (Human Capital).

a) Dilihat dari Permintaan Domestik

Apabila dilihat dari permintaan domestik akan terjadi penurunan permintaan terhadap konsumsi bahan makanan karena dikompensasikan oleh peningkatan permintaan terhadap barangbarang non kebutuhan pangan, peningkatan investasi, dan peningkatan anggaran belanja pemerintah yang mengalami peningkatan dalam struktur GNP yang ada. Di sektor perdagangan internasional terjadi juga perubahan yaitu peningkatan nilai ekspor dan impor. Sepanjang perubahan struktural ini berlangsung terjadi peningkatan pangsa ekspor komoditas hasil produksi sektor industri dan penurunan pangsa sektor yang sama pada sisi impor.

b) Dilihat dari Tenaga Kerja

Apabila dilihat dari sisi tenaga kerja ini akan terjadi proses perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian di desa menuju sektor industri di perkotaan, meski pergeseran ini masih tertinggal (lag) dibandingkan proses perubahan struktural itu sendiri. Dengan keberadaan lag inilah maka sektor pertanian akan berperan penting dalam peningkatan penyediaan tenaga kerja, baik dari awal maupun akhir dari proses tranformasi perubahan struktural tersebut. Secara umum negara-negara yang memiliki tingkat populasi tinggi yang pada dasarnya menggambarkan tingkat permintaan potensial yang tinggi, cenderung untuk mendirikan industri yang bersifat substitusi impor. Artinya mereka memproduksi sendiri barang-barang yang dulunya impor untuk kemudian dijual di pasaran dalam negeri. Sebaliknya negara-negara dengan jumlah penduduk yang relatif kecil, cenderung akan mengembangkan industri yang berorientasi ke pasar internasional. Teori perubahan struktural menjelaskan bahwa percepatan dan pola transformasi struktural yang terdaji pada suatu negara dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang saling berkaitan satu dengan yang lain.

2.3. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu daerah meningkat dalam jangka panjang.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Dimana, kesemuanya ini mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.

Pembangunan ekonomi oleh beberapa ekonom dibedakan pengertiannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai :

a) Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDRB/GNP pada suatu tingkat tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk.

b) Perkembangan PDRB/GNP yang berlaku dalam suatu daerah/negara diikuti oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya.

Ada 2 kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan pembangunan daerah yaitu :

a) Tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan perekonomiannya.

b) Kenyataan bahwa perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor secara berbeda-beda.

2.3.1 Teori Ekonomi Neo Klasik

Menurut teori ini ada 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi daerah. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bias mengalir tanpa retriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang ber upah tinggi menuju daerah yang ber upah rendah.

2.3.2. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan perindustrian yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasinya kebijakan yang mencakup pengurangan hambatan atau batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah itu.

2.3.3. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral (central place teory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hirarchy of place). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya. Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

2.3.4. Teori Kausasif Kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dari teori kausasif kumulatif (cumulative causation). Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah maju dan terbelakang. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah lain.

2.3.5. Teori Lokasi

Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Hal ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan cenderung memilih lokasi yang dapat meminimumkan biaya namun memaksimalkan peluangnya untuk mendekati pasar.

2.3.6. Teori Model Daya Tarik

Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan insentif.

2.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

2.4.1. Adam Smith

Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan yang dimulai dari masa berburu, masa berternak, masa bercocok taman, masa berdagangan, dan tahap masa industri. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional kemasyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi, pembagian tenaga kerja merupakan titik sentral pembahasan dalam teori ini, dalam upaya peningkatan produktifitas kerja. Dalam pembangunan ekonomi modal memegang peranan penting.

Menurut teori ini, akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu sama lainnya. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya harus tunduk pada pada fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi.2.4.2. Whilt Whitman Rostow

Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi bisa dibedakan kedalam 5 tahap yaitu: masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk tinggal landas (the preconditions for take off), tinggal landas (take off), menuju kedewasaan (the drive maturity) dan masa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption).

2.4.3. Friedrich List

Menurut List, dalam bukunya yang berjudul Das Nationale der Politispvhen Oekonomie (1840), sistem liberal yang laizes-faire dapat menjamin alokasi sumber daya secara optimal. Perkembangan ekonomi menurut List melalui 5 tahap yaitu: tahap primitif, beternak, pertanian dan industri pengolahan (Manufacturing), dan akhirnya pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan.

2.4.4 Harrod Domar

Teori ini menganggap setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Rasio modal output (COR) sebagai suatu hubungan antara investasi yang ditanamkan dengan pendapatan tahunan yang dihasilkan dari investasi tersebut.

2.4.5. Thomas Robert Malthus

Malthus menitikberatkan perhatian pada perkembangan kesejahteraan suatu negara, yaitu pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai dengan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Kesejahteraan suatu negara sebagian tergantung pada jumlah output yang dihasilkan oleh tenaga kerja, dan sebagian lagi pada nilai atas produk tersebut.

2.5. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Ukuran-ukuran mengenai keterkaitan ekonomi pada dasarnya menggambarkan hubungan antara perekonomian daerah dengan lingkungan sekitarnya. Analisis shift share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan stuktur ekonomi daerah dibanding perekonomian nasional. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu:

a) Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan sektor yang sama diperekonomian yang dijadikan acuan.

b) Pergeser proposional mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.

c) Pergeseran diferensial membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

2.6. Ketenagakerjaan

2.6.1. Definisi Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk yamg berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa batas umur maksimum. Tenaga kerja (manpower) dibagi pula ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (laborforce) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang bekerja, atau yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan (Dumairy,1996).

Selanjutnya, angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subsektor yaitu kelompok pekerja dan penganggur. Yang dimaksud pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan, dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud penganggur adalah orang yang tidak mempinyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih mencari pekerjaan.

2.6.2. Tenaga Kerja di Negara Sedang Berkembang (NSB)

Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran di NSB menjadi semakin serius. Tingkat pengangguran terbuka di perkotaan hanya menunjukkan aspek aspek yang tampak saja dari masalah kesempatan kerja di NSB yang bagaikan ujung sebuah gunung es. Tenaga kerja yang tidak bekerja secara penuh mempunyai berbagai bentuk, termasuk berbagai bentuk dan underemployment di NSB sangat jarang, tetapi dari hasil studi ditunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari penduduk perkotaan di NSB bisa dikatkan tidak bekerja secara penuh (underutilitized). Untuk itu dalam mengurangi masalah ketenagakerjaan yang dihadapi NSB perlu adanya solusi yaitu, memberikan upah yang memadai dan menyediakan kesempatan-kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu, peningkatan kesempatan kerja merupakan unsur yang paling esensial dalam setiap strategi pembangunan yang menitikberatkan kepada penghapusan.

2.7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (BPS, Kabupaten Sambas 2013)

Sedangkan dalam Pembangunan Berkelanjutan dengan Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Membangun Perekonomian dengan Basis Pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin menjelaskan pengertian PDRB adalah suatu indikator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut (Gatot Dwi Adiatmojo 2003).

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah/propinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga yang berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomis. Sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertambahan ekonomi dari tahun ke tahun.

2.8. Wilayah Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat 2.8.1. Kondisi Batas Wilayah Negara Garis perbatasan darat di Provinsi Kalimantan Barat sepanjang 966 Kilometer memisahkan wilayah NKRI dengan wilayah Sarawak, Malaysia. Garis batas ini melintasi5 (lima) kabupaten diProvinsi Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sambas, Kabupaten Sintang, KabupatenKapuas Hulu, dan Kabupaten Bengkayang.

Delimitasi batas darat RIMalaysia yang sebagian besar berupa watershed (punggunggunung/bukit, atau garis pemisah air) inisudahselesai,tetapi secara demarkasi masih tersisa 10 (sepuluh) titik bermasalah (outstanding boundary problems). Selama ini kedua belah pihak bersepakat untuk terus menuntaskan masalah batas darat ini melalui panitia nasional dan panitia teknis survey and demarcation.Untuk menyelesaikan masalah tersebut, telah dibentuk Kelompok Kerja Bersama (Joint Working Group) antara kedua negara.

Dari 10(sepuluh) lokasi yang belum disepakati di sepanjang perbatasan darat di Kalimantan antara Indonesia dan Malaysia, 5permasalahan berada di sektor barat (Kalimantan Barat dengan Serawak), yaitu:

1 DaerahPrioritasIII(DE) GunungRaya

2 DaerahPrioritasIII(DE) TitikD400

3 DaerahPrioritasVI(EF) BatuAum

4 DaerahPrioritasVI(EF) GunungJagoi

5 DaerahPrioritasI(AC)TanjungDatu

2.8.2. Kondisi Geografis dan Administratif Kawasan Perbatasan

Sanggau, Beng Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu. (Draft RTRKSN Perbatasan Kalimantan Sabah Sarawak,Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU).Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam dokumen Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 20112025 telah menetapkan beberapa Kabupaten/Kota di kawasan perbatasan sebagai Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dan beberapakecamatandi dalamnya sebagai Lokasi Prioritas (Lokpri).Kawasan perbatasan, beserta WKP dan Lokpri di Kalimantan Barat dapat dilihat pada tabelberikut.

Tabel 2.3. Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di kawasan perbatasan Provinsi Kalimantan BaratNoKabupatenKecamatan

1SambasPaloh dan Sajingan

2BengkayangJagoi Babang, Siding, dan Seluas

3SanggauEntikong dan Sekayam

4SintangKetungau Hulu dan Ketungau Tengah

5Kapuas HuluPuring Kencana, Badau, Batang Lupar, Embaloh Hulu, Putussibau Utara, dan Hulu Kapuas

2.8.3. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan a. Struktur dan Pola Perkembangan Ekonomi Daerah Struktur dan pola perkembangan ekonomi daerahdaerah yang menjadi Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) pada kawasan perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat bervariasi. Dengan menggunakan data PDRB nonmigas Atas Dasar Harga Konstan Periode 20042009, dapat dilihat tipologi perkembangan ekonomi daerahmelaluianalisis Tipologi Klassen. Hasil analisis menunjukkan bahwahanya satu Kabupaten pada kawasan perbatasan yang perekeonomiannya tergolong majudancepattumbuh,yaituKabupaten Sanggau. Hal ini ditandai oleh nilai PDRB perkapitadanlajupertumbuhan PDRBdiatasratarataprovinsi. Satu kabupaten yaitu Kabupaten Bengkayang, tergolong daerah berkembang cepat, yang ditandai olehlaju pertumbuhan PDRB diatas ratarata provinsi, namun nilai PDRB perkapitanya masih dibawah ratarata provinsi. Sedangkan tiga kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Sambas, Sintang, dan Kapuas Hulu perekonomiannya masih tergolong tertinggal karenabaiklaju pertumbuhan PDRB maupunnilai PDRBper kapita masih dibawah ratarata provinsi.

b. Potensi Unggulan Potensi daerahdaerah pada kawasan perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi Wilayah KonsentrasiPengembangan(WKP) meliputi:

KabupatenSambasmemilikisektorbasispadabidang:(1) Tanaman bahan makanan, (2) Tanamanperkebunan, (3) Perikanan, (4) Perdaganganbesar dan eceran; (5) Angkutan jalan raya; (6) Sewa bangunan; dan (7) Jasa perorangan dan rumah tangga.

Kabupaten Bengkayang memilikisektor basispada bidang:(1)Tanaman bahan makanan; (2)Tanamanperkebunan;(3) Perikanan; (4)Penggalian; (5) Perdagangan besar dan eceran; (6)Angkutanjalanraya; (7)Sewabangunan; (8) Jasasosial kemasyarakatan;dan(9) Jasa perorangandanrumahtangga.

Kabupaten Sanggaumemiliki sektorbasispadabidang: (1)Tanamanperkebunan; (2)Kehutanan; (3) Pertambangan tanpa migas; (4) Industritanpamigas; (5) Jasa penunjangkeuangan; (6) Jasa sewabangunan;(7) Jasa sosial kemasyarakatan; dan(8) Jasaperorangandanrumahtangga.

Kabupaten Sintang memiliki sector basis pada bidang: (1)Tanaman Perkebunan; (2) Peternakan danhasilhasilnya; (3)Kehutanan;(4) Pertambangan tanpa migas; (5) Penggalian; (6)Angkutan jalan raya; (7) Jasa sewa bangunan; dan(8)Jasa social kemasyarakatan.

KabupatenKapuasHulumemilikisector basis pada bidang: (1)Tanaman bahan makanan (2)peternakan dan hasilhasilnya; (3)Kehutanan; (4)Perikanan; (5) Penggalian; (6) Bangunan; (7) Angkutanjalanraya; (8) Jasa sewa bangunan; (9) Jasaadministrasi pemerintahan dan pertahanan; (10) Jasa social kemasyarakatan;dan(11)Jasaperorangandanrumahtangga.

Perekonomiankecamatanperbatasanyangmenjadilokasiprioritaspengembangankawasan perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat memiliki Kontribusi dalam mendukung pengembangan sektor unggulan kabupaten. Potensi yang dimiliki kecamatan perbatasan sebagian besar sejalan dengan sektor basis kabupaten. Potensi ekonomi pada kecamatan lokasi prioritas di Provinsi Kalimantan Barat diperlihatkan.c. Sosial Budaya Adanyakesamaanbudaya,adat,danketurunandibeberapakawasanperbatasa seperti Kalimantan Darat (Dayak dan Melayu), menyebabkan adanya kegiatan melintas batas tradisional yang illegal yang sulit dicegah. Di beberapa kawasan perbatasan terdapat tanah adat/tanah ulayat yang berada di kedua wilayah negara. Tanah ulayat ini sebagian menjadi ladang penghidupan yang diolah seharihari oleh masyarakat perbatasan, secara geografis memerlukan pengaturan tersendiri serta dapat menjadi permasalahan dikemudian harijikatidakditanggulangisecaraserius.

Disisi lain, masyarakat Provinsi Kalimantan Barat merupakan campuran multi etnis yang terdiri dari masyarakat suku Dayak, Cina, Melayu dan pendatang dari daratan Pulau Jawa dan Madura. Dari segi hubungan social antar penduduk terlihat adanya kerjasama terutama dalam hal adanya pesta perkawina dan kematian, satu sama lain saling membantu mulai dari persiapan sampai pelaksanaan kegiatan (pesta perkawinan). Selain itu berdasarkan informasidaribeberapamasyarakatbahwa,pendudukkabupatenkabupatenperbatasantelahterjadiasimilasisebagaiakibatadanyaperkawinandiluar suku (seperti sukuDayakdenganMelayu,suku Jawa dengan Melayu, sukuSundadengan DayakataupunMelayu),haliniterbuktibahwaternyataadaorangJawayangtidakpernahtahumengenaikampuposlintasnghalamannyahal ini dikarenakan mulai dari orang tuanya sudah lahir dan menetap didaerah ini bertahuntahun lamanya, bahkan dikatakan sebagai kampong sendiri.

d. Kondisi Pertahanan dan Keamanan Kawasan perbatasan di Kalimantan Barat RISerawak Malaysia masih diwarnai olehmaraknya kegiatan illegal, seperti perdagangan illegal, penyelundupan kayu, pembalakan liar, TKI illegal, dan perdagangan manusia. Salah satu kegiatan illegal yang menonjol di Provinsi KalimantanBaratadalah perdagangan illegal. Perdagangan illegal merupakan aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa mengindahkan aturanaturan formal yang berlaku, meliputi dua jenis :

(1) perdagangan lintas batas illegal skala kecil yang tidak mengindahkan pengaturan lintas batas (Border Crossing Agreement BCA) dan perjanjian perdagangan lintas batas (Border Trade Agreement BTA), serta

(2) perdagangan illegal skala besar yang tidak mengindahkan aturan perdagangan eksporimpor. Perdagangan lintas batas ilegal skala kecil muncul karenaadanya aktivitas perdagangan lintas batas yang melebihi limit transaksi sebesar RM 600/orang/bulan namun tidak membayar pajak ekspor atau biaya impor. Data tentang besar nilai transaksi perdagangan lintas batas tersebut sulit diperoleh, namun indikas ilegalitas dari perdagangan lintas batas yang terjadi dapatdilihatdari beragamnya jenisbarang belanjaan daripara pelintas batas (seperti makanan dan minuman kaleng, barangbarang keperluan rumah tangga, barang elektronik, hingga pupuk).

Perdaganganlintasbatasilegal di kawasan perbatasan IndonesiaMalaysia dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keterbatasan kesempatan kerja dan kemiskinan, kedekatan geografis dan kemudahan sarana prasarana yang berdampak pada tingginya perbedaan harga barang antara produk Malaysia dengan Indonesia, serta pengaruh dari adanya hubungan kekerabatan. Banyaknya jalan setapak/jalan tikus yang menghubungkan dua wilayah perbatasan di dua Negara memfasilitasi terjadinya arus barang dan orang dengan bebas tanpa melalui prosedurbeacukaidanimigrasi(LIPI,2008). Selain perdagangan lintas batas illegal yang merupakan perdagangan skala kecil, di kawasan perbatasan darat IndonesiaMalaysia juga banyak terjadi perdagangan illegal skala besar yang tidak mengikuti aturan kepabeanan dan eksporimpor, baik yang keluar dari atau masukke wilayah Indonesia. Hasil hutan (kayu) merupakan komoditas perdagangan illegal dengan volume terbesar di kawasan perbatasan Kalimantan Barat ke Malaysia.

Penyelundupan dan perdagangan illegal melintasi perbatasan negara yang berjalan beriringan dengan penebangan liar tersebut terjadi karena peran dari banyak pihak serta melibatkan jaringan dari dalam dan luar negeri. Selain masyarakat, baik penduduk setempat maupun pendatang, juga terlibat pemilik modal (dalamdanluarnegeri), pihak birokrasi dan aparat keamanan. Tingginya intensitas mobilitas penduduk mengangkut kayu illegal terjadi karena banyaknya jalan setapak/jalan tikus yang menghubungkan wilayahkedua negarayangtersebardi puluhandesadi sepanjangperbatasan IndonesiaMalaysia. Hampir semua kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat ditemukan jalur perdagangan kayu illegal. Penyelundupan lewat jalur darat didominasi oleh pengangkutan kayu dari Sajingan (Sambas) menuju Biawak dan Aruk (Serawak), dari Jagoibabang (Bengkayang) menuju Serikin, dan dari Badau (Kapuas Hulu) menuju Lubuk Anto. Selain itu ada juga penyelundupan kayu melewati pintu perbatasan resmi yaitu dari Entikong ke Tebedu.

Dampak dari perdagangan dan penebangan illegal tersebut tidak hanya dirasakan oleh Negara dari sisi financial karena hilangnya pemasukan yang bisa diperolehdari kegiatan eksploitasi dan perdagangan kayu, namun juga dirasakan oleh masyarakat luas berupa bencana alam seperti banjir akibat kerusakan hutan dengan laju yang tinggi. Memgingat besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan penyelundupan dan perdagangan kayu illegal, perlu dilakukan upaya yang sungguhsungguh untuk mencegahnya. Salah satu upaya yang mungkin dilakukanadalah dengan memperketat penjagaan dan pengawasan di sepanjang perbatasan melalui penambahan pospos pengamanan perbatasan maupun PLB yang dilengkapi dengan petugas dalam jumlah yang cukup. Selain itu para petugas juga dituntut profesionalismenya untuk bertindak sesuai dengan ketentuan sertamenegakan hukum yang berlaku dan tidak mudah tergoda untuk bekerja sama dengan pelaku kegiatan illegal.

Permasalahan lain yang cukup krusial di kawasa perbatasan IndonesiaMalaysia adalah mobilitas TKI illegal. Kawasan perbatasan merupakan pintu keluar/masuk serta daerah transit TKI dari daerah lain untuk menyeberang ke negara tetangga secara illegal (tanpa dilengkapi dokumen resmi) maupun daerah pengembalian (deportasi) TKI illegal dari negara tetangga. Keadaan ini terutama disebabkan letak geografis yang berdekatan dengan Malaysia yang menjadi tujuan TKI. Selain itu adanya kemudahankemudahan yang diberikan kepada penduduk yang menetap di wilayah perbatasan dalam hal izin untuk berkunjung ke negara tetangga dengan menggunakan Pas Lintas Batas juga sering dimanfaatkan secara illegal untuk tujuan bekerja. TKI illegal sangat rentan terhadap praktek perdaganganmanusia,karenadengantidakdilengkapidokumendokumenresmidapatdengan mudah menjadiobjekeksploitasi,mulaidariprosespemberangkatansampai dengantempattujuanmerekabekerja.Oleh karenaitu, kawasan perbatasan perlu didukungoleh kebijakanlocal yangbersifat lintas sector untuk menangani persoalan TKIillegal mulai dari tahap rekrutmen, pengiriman, dan pengembalian(deportasi) TKI dari negara tetangga. Kebijakankebijakan ditingkat lokal ini juga harus didukungkebijakanditingkatnasionaldan jugadidaerahdaerahasal TKI. Selain itu, daerah perbatasanjuga perlu didukung aparataparatyangbersih,sehingga dapat mencegah praktekmobilitaspenduduksecara illegal (LIPI,2008).

Untuk memfasilitasi aktivitas lintas batas, Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah menyepakati penetapan 27 titik Pos Lintas Batas (exitentry point) melaluiBorder Crossing Agreement (BCA) IndonesiaMalaysia tanggal 12 Januari 2006. Ditinjau dari klasifikasinya, terdapat2 PLB Internasional dan 25PLBtradisional. Sedangkan ditinjau dari tipologinya, terdapat 4 PLB laut dan 23 PLB darat. PLB Entikong sejak 25 Februari 1991telah diresmikan sebagai Pos Lintas Batas Internasional atau istilah dalam keimigrasian disebut dengan TempatPemeriksaan Imigrasi(TPI). Sesuai hasil kesepakatan SOSEK MALINDO, beberapa PLB tradisional akan ditingkatkan statusnya menjadi PLB internasional, antara lain PLB Nanga Badau di Kapuas Hulu dan PLB Aruk di Sambas. Keberadaan Pos Lintas Batas beserta fasilitas bea cukai, imigrasi, karantina dan keamanan (CIQS) sebagaigerbang yangmengatur arus keluar masuk orang dan barang di kawasan perbatasan sangat penting. Sebagai pintu gerbang negara, sarana dan prasarana ini diharapkan dapat mengatur hubungan sosial ekonomi antar masyarakat Indonesia dengan masyarakat wilayah Negara tetangga (Malaysia). Meskipun telah ditetapkan PLB tradisional dan internasional di beberapa lokasi tersebut, namun kegiatan illegal masih sulit untuk dikendalikan. Halini disebabkan pintu lintas batas tidak resmi jauh lebih banyak dari pada PLB resmi. Sebagai contoh,di Kalimantan Barat tercatat sebanyak 50jalur jalan setapak yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dan 32 kampung di Sarawak, dan hanya 12 desa yang ditetapkan sebagaiPosLintas Batas (PLB). Permasalahan lainnyaadalah penempatan petugasyangjauh dari garis perbatasan (4Km) serta banyaknya pemohon Pas Lintas Batas dari kecamatan di luar kecamatan perbatasan yang disebabkan oleh pemekaran wilayah.Kendalayang lainadalahdalam hal penyediaan sarana dan prasarana penunjang seperti alat transportasi, alat komunikasi, listrik, air dan peralatankantoryangtidakmemadai.

2.9. Isu-Isu Strategis

A. Batas Wilayah Negara 1. Belumdisepakatinya beberapa segmen batas Negara dengan Malaysia. Segmen batas darat dengan Negara tetangga belum disepakati dimana masih terdapat 5 OBP dengan Malaysia yang belum tuntas disektor barat,diantaranya(a)Tanjung Datu:Hasil pengukuran bersama tidak sesuai dengan perjanjian tahun 1891 sehingga Indonesia dirugikan seluas 1.499Ha (Zona Status Quo CamarBulan); (b) TITIK D 400: Hasil survey RIMalaysia tahun 1987/1988 tidak menemukan Watershed;(c) GunungRaya: Garis batas G.Raya I & II, hasil joint survei tidak dapat disepakatioleh kedua pihak : (d) S.Buan/G. Jagoi : Kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan konvensi London 1928; (e) Batu Aum : Penerapanarah&jaraktidakditerimakeduabelahpihak.

2. Kondisipilarbatas negara yang terancam rusak, hilang dan bergeser. Ancaman hilangnya sebagianwilayah RI di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur akibat rusaknya patok batas Negara setidaknya kini menjadi 21 patok yang terdapat di Kecamatan Seluas, kabupaten Bengkayang, memerlukan perhatian.Selain di Kabupaten Bengkayang, kerusakan patokpatok batas juga terjadi di wilayah Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, masingmasing berjumlah tiga dan lima patok.

B. Pertahanan, Keamanan, dan Hukum 1. Minimnyasaranadanprasarana PosLintas Batas (PLB) di perbatasan Kalimantan Barat. Kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan politis mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia, dimana terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia. Ancaman di bidang hankam dan politis ini perlu diperhatikan mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati olehkeduabelahpihak, misalnya di Kalimantan Barat dengan Serawak/ Sabah hanya ada 2 pos lintas batas legal dari 16 poslintasbatas yang ada.

2. Adanya potensiperselisihan dengannegara tetangga terkait perbatasan negara. Adanya masalah atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan akibat adanya peristiwaperistiwa baik yang terkait dengan aspek keamanan dan politis, maupun pelanggaran dan eksploitasi sumber daya alam yang lintas batas negara, baik sumber daya alam darat maupun laut.

3. Maraknya pelintas batas tradisional ilegal. Banyaknya pelanggaran batas yang dilakukanWNIataupunWNAdiakibatkan oleh tidakjelasnya batasnegara.

4. Masih maraknya kegiatan illegal di perbatasan. Jenisjenis kegiatan illegal yang sering terjadi adalah penyelundupan (barang ataumanusia), perdagangan gelap, human/woman trafficking, maupun perambahan hutan.

5. Kegiatan eksploitasi SDA yang paling fenomenal di kawasan perbatasan darat adalah pembalakan liar (illegal logging). Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kerusakan sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai milyaran DollarAS, diantaranya berupa pendapatan Negara setiap tahunnya. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasajasa lingkungan yangdapatdihasilkandarisumberdaya hutan.

6. Isu perpindahan wilayah dan pergantian status kewarganegaraan di daerah perbatasan Kalimantan BaratSerawak (Malaysia) perlu diperhatikan dengan serius. Kenyataannya, hamper seluruh penduduk di desadesa perbatasan menggunakan fasilitas pendidikan, kesehatan, listrik, maupun air bersih dari Malaysia tanpa dipungut biaya atau gratis.

C. Ekonomi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup 1. Poladanstruktur perkembanganekonomidaerah di kawasan perbatasan belum berimbang, dimana sebagian (daerah) WKP masih memiliki tipologi perekonomian yang relatif tertinggal(Sambas,Sintang,danKapuasHulu).

2. Potensi SDA, berupa tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, kehutanan, perikanan, dan penggalian memiliki peran penting bagi perkembangan ekonomi kawasan perbatasan di Kalimantan Barat dimana bidang usaha ini menjadi sektor basis di sebagian besar WKP. Potensi SDAyang menjadisektor basisdi kawasan inimeliputi:(a)Tanaman bahan makanan di Kabupaten Sambas, Bengkayang, dan Kapuas Hulu; (b) Tanaman perkebunan di Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan KapuasHulu; (c) Peternakan dan hasilhasilnya di Sintang danKapuasHulu; (d) Kehutanan di Sanggau,Sintang, dan KapuasHulu; (e) PerikanandiSambas,Bengkayang, dan Kapuas Hulu;(f)Pertambangan tanpamigasdi Sanggau dan Sintang; serta (g) Penggalian diBengkayang,Sintang,dan KapuasHulu.

3. Sektorindustri pengolahan belum tumbuh merata dan baru terkonsentrasi di Kabupaten Sanggau.

D. Sosial dan Budaya 1. Rendahnya kesejahteraan penduduk di kawasan perbatasan yang disebabkan oleh rendahnya aksesibilitas. Keterisolasian ini menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke Negara tetangga (contohnyaMalaysia), bahkan berani melakukan kegiatan illegal guna memenuhi kebutuhan hidupnya mengingat tingkat perekonomian Malaysia lebih berkembang.

2. Minimnyapelayanan sosialdasar.Tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keterampilan penduduk diperbatasan umumnya masihrendahsehinggakualitas SDM relative tergolong rendah. Sarana prasarana pendidikan dankesehatandiperbatasan masih terbatas. Peningkatan pelayan public terutama transportasi, informasi, pendidikan dan kesehatan sulit diwujudkan tanpa adanya insentif (guru,dokter,penyuluh maupun sector swasta), termasuk sangat terbatasnya sarana prasarana pendidikan dan kesehatan.

3. IPM Kalbarberada padaurutan ke27 dari33 Provinsiyang ada diIndonesia denganangkaskor 68,sehingga menempatkan Kalbar sebagai Provinsiyang IPMnyaterendahdi Kalimantan. Kemudian (WorldBank,2010). KabupatenKabupaten yang berada di wilayah perbatasan Kalbar dan Sarawak Malaysia, kondisi IPM hamper semuanya berada pada posisi terendah dengan skor berada di bawah 70. Sedangkan kondisi pendidikan berdasarkan indicator Angka Melek Huruf (AMH) angka terendah di wilayah kabupaten perbatasan berada di kabupaten Bengkayang (85,9%) dan Kabupaten Sintang (86,2%). Kondisi kesehatan berdasarkan indicator Angka Harapan Hidup (AHH) angka terendah di wilayah kabupaten perbatasan berada di Kabupaten Sambas (60,1%). Berdasarkan indicator persentase penduduk miskin, persentasependuduk miskin tertinggidi wilayah perbatasan juga berada di Kabupaten Sambas sebanyak (16,61%).

4. Arus informasi dan komunikasi sangat minim di kawasan perbatasan dan cenderung informasi dari negara tetangga.

E. Kelembagaan 1 Belum adanya keterpaduan kebijakan antara pusat dan daerah dalam rangka pembangunan dan memajukan kawasanperbatasan.

2 Sinkronisasidanketerpaduanprogramyangmasihrendah.

2.5. Arah Kebijakan dan Strategi A. Batas Wilayah Negara Arah kebijakan: Mempercepat kejelasan batas wilayahnegara dengannegaratetangga.

Strategiuntuk mendukung arahkebijakaniniadalah:

(a) Peningkatan upaya diplomasi perbatasan dalam rangka penetapan batas wilayah negara(demarkasi);

(b) Peningkatan kualitas Program IRM (Investigation, Refixation, Maintenance) dengan cara melengkapi petugas IRM Indonesia dengan ditunjang dengan peralatan, sarana dan prasarana kerja yang memadai minimal setara dengan peralatan yang dimiliki oleh tim IRM Malaysia. Kualitas tersebut akan lebih baik lagi jika dibarengi dengan melibatkan masyarakat lokal perbatasan sebagai bagian dari Tim IRM Indonesia.

B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum

Arah kebijakan : Mempercepat pembangunan sistem pengamanan perbatasan yang terintegrasi, handal, serta mengoptimalkan kerjasama antar negara untuk meneg akan kedaulatan,keamanan, danhukum.

Strategiuntukmendukungarahkebijakaniniadalah:

(a) Penyediaan sistem pertahanan dan keamanan perbatasan yang terintegerasi. Wilayah perbatasan negara yang sangat luas memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini tidak terlepas dari masalahmasalah yang timbul dari berbagai kegiatan illegal yang marak terjadi di kawasan perbatasan. Selain itu, keterbatasan pos pengamanan perbatasan dan fasilitasnya di perbatasanKalimantan BaratSearawak menjadi kendala bagi efektifnya pengamanan wilayah perbatasan. Jumlah pos penjagadanfasilitasyang tersedia tidaksebanding dengan panjangnya garis perbatasan darat wilayah Indonesia. Demikian jugadengan jumlah pos polisi di sepanjang perbatasan yang masih minimbaikjumlah maupun fasilitasnya. Oleh karena itu, ke depan fasilitas pos penjaga perbatasan dan kantor polisidi kawasan perbatasanperluditingkatkan.

(b)Peningkatan sarana prasarana dan pelayanan CIQS yang terintegerasi di Pos Lintas Batas (PLB). Keberadaan Pos Lintas Batas (PLB) deserta fasilitas bea cukai, imigrasi, karantina,dan keamanan(CIQS) sebagai pintu/gerbang yang mengatur arus keluar masuk (exit/entry) orang dan barang di kawasan perbatasan Sangay penting. Sebagai pintu gerbang negara, keberadaan PLB diharapkandapatmengaturhubungan social dan ekonomi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat di wilayah negara tetangga. Untuk mendukung kelancaran fungs PLB ini, maka harus disiapkan infrastruktur pendukung seperti bangunan yang representatif, jalan, pasokanlistrik, alatkomunikasi, peralatan teknologi informasi yang memadai, dan lain sebagainya.

(c) Peningkatankerjasama keamanandengandegara tetangga. Masalahperbatasan tidak dapat diselesaikan oleh suatu negara tanpa melibatkan negara tetangga, karena kegiatankegiatan illegal yang berlangsung di kawasan perbatasan melibatkan pelaku (actors) maupun sasaran(target) yang bersifatlintas batas. Untuk menangani masalah ini perlu dilakukan kerjasama yang melibatkan aparat keamananbaikmilitermaupun polisi antara negara yang berbatasan. Kegiatan kerjasama yang bisadilakukan antara lain patroli bersama pengamanan perbatasan, tukar menukar informasi intelijen, dan sebagainya.

C. Ekonomi, SDA dan LH Arahkebijakan:Penciptaankeberimbanganpertumbuhanekonomidaerah(balance growth) pada kawasan perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat melalui pusatpusat pertumbuhan baru (cluster). PKSN Jagoibabang, PKSN Jasa, dan PKSN Nanga Badau, dengan prioritas pengembangan pertanian tanaman keras dan industri berat,yang berorientasi ke PKW/PKSN Entikong, PKSN Temajok Aruk, PKW Putussibau, dan PKW Sambas.

Strategiyangdapatdilakukanantaralaindengan:

(a) Penciptaansinergikegiatanproduksidan distribusi antara daerah cepat maju dan cepat tumbuh dengan daerah laindi sekitarnya khususnya daerah yang relatiif tertinggal perekonomiannya (Kabupaten Sambas, Sintang, dan KapuasHulu);

(b) Pemberian prioritas pembangunan kepada daerah yang relatif tertinggal perkembangan ekonominya agar mampu mengejar ketertinggalan dari daerah lain.

Arah kebijakan: Mempercepat peningkatan daya saing ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada kawasanperbatasan diprovinsi KalimantanBarat.

Strategiyangdapatdilakukanantaralain:

(a) Peningkatan produktivitas tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, kehutanan, perikanan,dan penggalian;

(b) Pengembanganpusatpusat industri pengolahan yang melayani kawasan produksi;

(c) Pengembanganjalur distribusidansistem tata niaga yang menguntungkan produsen;

(d) Peningkatanketerampilan angkatan kerjasetempat berbasispotensiyangada;

(e) Pengembangan sektor ekonomi unggulan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;

(f) Penyediaan saranadanprasana pendukungpengembangan sektor unggulan serta kemudahan akses permodalan;

(g) Pemberdayaan kegiatan ekonomi lokal pada desadesa yang termasuk kecamatan lokasi prioritas.

Arahkebijakan: Memepercepat penyelarasan pemanfaatan sumber daya alam terutama dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup dan keberlangsunganekosistem.

Strategiuntukmendukungarahkebijakaniniadalah:

(a) Mewujudkan keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional dengan mengoptimalkan aneka fungsi hutanyang meliputi fungsi konservasi,fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan,sosial, budaya,dan ekonomi,yangseimbangdanlestari;

(b) Peningkatandaya dukungdan pengurangandayarusakdaerah aliransungai;

(c) Pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan,dan berwawasan lingkungan, untuk menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan;

(d) Pengembangan kegiatan budidayayangberwawasanlingkungan di dalam kawasan hutan dengan menerapkan pola insentif dan disinsentif, serta pengawasan dan penegakan hukum.

Arah kebijakan: Mempercepat upaya peningkatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam mendukung ekonomi dantetapmenjaga kelestariannya.

Strategiuntukmendukungarahkebijakaniniadalah:

(a) Penataandanperbaikanlingkunganperikananbudidaya;

(b) Penataan industri perikanan dan kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah pesisir;

(c) Peningkatan peran aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya perikanan;

(d) Peningkatan kualitas pengolahan dan nilai tambah produk perikanan melalui pengembangan teknologi pasca tangkap/ panen;

(e) PeningkatankemampuanSDMdanpenyuluhperikanan;dan

(f) Penguatan sistem kelembagaan dan pengembangan peraturan daerah sebagai instrumen penting untuk mempertegas pengelolaan sumber daya perikanan yang ada.

Arah kebijakan: Mempercepat uapaya pengembangan usaha pertaniandengan pendekatan kewilayahan secara terpadu. Strategi yang dapat dikembangkan adalah:Penyusunan konsep pengembangan agribisnis dengan tujuan untuk meningkatkan kelayakan dalam pengembangan/ skala ekonomi, sehingga akan lebih meningkatkan efisiensi dan nilai tambah serta mendukung pembangunan pedesaan dan perekonomian daerah.

Arah kebijakan: mempercepat penyusunan langkahlangkah untukmeningkatkan daya saing produk pertanian dan perikanan. Strateginya melalui dorongan untuk peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dan perikanan, sistem standar mutu dan keamanan pangan, melindung ipetani dan nelayan dari persaingan yang tidak sehat.

D. Sosial dan Budaya Arah kebijakan: Mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di kawasan perbatasan Kalimantan Barat.

Strategiuntukmendukungkeberhasilanarahkebijakaniniadalah:

(a) Peningkatan akses dan pelayanan kesehatan,air bersih dan sanitasi lingkungan bagi masyarakat perbatasan dengan sistem dan didesain khusus sesuai karakteristik wilayahberupa kepulauanserta memperhatikankearifankokal.

(b) Peningkatan akses dan pelayanan pendidikan bagi masyarakat perbatasan dengan sistem yang didesain khusus sesuai karakteristik wilayah berupa kepulauan serta memperhatikan kearifan lokal. Kawasan perbatasan laut dan pulaupulau kecil terluar sangat tertinggal pada dunia pendidikan bila dibandingkan dengandaerahdaerahlaindiIndonesia.

E. Kelembagaan

Arah kebijakan: Mempercepat penguatan kapasitas kelemagaan pembangunan kawasan perbatasan di wilayah Kalimantan Barat.

Arah kebijakan dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan dalam upaya pengembangan kawasan perbatasan secara terintergrasi dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut:

(a) Mempertegaspembagian wewenang antarapemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan perbatasan;

(b) Mendorong integrasi dokumen pengelolaan perbatasan dengan dokumen perencanaan pembangunannasionalsertadokumen penganggaran;

(c) Peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur, sarana prasarana satuan kerja pengelola kawasan perbatasan;dan

(d)Penguatan kapasitas pemerintah kecamatan dan desa di perbatasan.

(e) Menggali sumbersumberpembiayaan bagi pengembangan kawasan perbatasan melalui kemitraan dengan stakeholder nonpemerintah, khususnyaswasta.

2.6. Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang berbatasan dengan 10 negara tetangga di darat dan di laut. Di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua New Guinea. Sedangkan di darat Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua New Guinea. Kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga tersebar di 12 provinsi yaitu : (i) NAD, (ii) Sumatera Utara, (iii) Riau, (iv) Kepulauan Riau, (v) Kalimantan Barat, (vi) Kalimantan Timur, (vii) Sulawesi Utara, (viii) Maluku; (ix) Maluku Utara; (x) Nusa Tenggara Timur; (xi) Papua, dan (xii) Papua Barat. Setidaknya, terdapat 38 wilayah kabupaten/kota di kawasan perbatasan yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga, serta perlu memperoleh perhatian khusus.

Isu pengembangan kawasan perbatasan negara dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi topik yang sering dibicarakan dalam berbagai kesempatan, mulai dari rapat-rapat terbatas dan koordinasi antar departemen/instansi pusat dan daerah, seminar, lokakarya, pembahasan di DPR, sampai ke sidang kabinet. Maraknya pembicaraan masalah perbatasan ini sebenarnya telah dimulai sejak dulu. Terutama sejak dibukanya pintu perbatasan (border gate) di beberapa titik di Kalimantan, yang ternyata telah memperlihatkan kepada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di sekitar perbatasan dan masyarakat Indonesia pada umumnya, bahwa ada kesenjangan sosial, ekonomi dan kesejahteraan antara masyarakat perbatasan di Indonesia dan di Malaysia. Keputusan Mahkamah Internasional yang menetapkan kepemilikan Malaysia terhadap Pulau Sipadan-Ligitan serta terjadinya konflik batas laut, misalnya di Blok Ambalat baru-baru ini, semakin menambah ramainya perbincangan masalah perbatasan baik di darat maupun laut.

Kesan kurangnya perhatian dari Pemerintah terhadap kawasan perbatasan selalu dikaitkan dengan pendekatan pembangunan yang digunakan dimasa lampau, yang lebih menekankan pada keamanan (security) dibanding dengan peningkatan kesejahteraan (prosperity). Apabila kita memperhatikan kondisi sosial, politik, dan keamanan pada masa itu, terdapat kesan kuat bahwa dalam pengembangan kawasan perbatasan lebih menekankan aspek dan pendekatan keamanan. Namun pada saat ini dimana situasi kemanan yang semakin kondusif dan adanya proses globalisasi yang ditandai dengan berbagai kerjasama ekonomi baik regional maupun sub-regional, maka pendekatan keamanan perlu disertai dengan pendekatan kesejahteraan secara seimbang. Dipihak lain, beberapa negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia telah mengembangkan daerah perbatasannya sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang telah maju dengan berbagai sarana dan prasarana fisik yang lengkap serta sumberdaya manusia yang berkualitas.

Penataan Ruang Kawasan Perbatasan saat ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut pandang pertahanan dan keamanan. Penggunaan istilah ini bukan berarti pengembangan kawasan perbatasan semata-mata berorientasi kepada pendekatan hankam semata. Pendekatan kesejahteraan bersama-sama dengan pendekatan hankam dan lingkungan menjadi strategi pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk menjamin kedaulatan wilayah NKRI.2.6.1. Isu Pembangunan Kawasan Perbatasan

Kawasan perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat besar yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, kawasan perbatasan merupakan kawasan yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Potensi yang dimiliki oleh kawasan perbatasan bernilai ekonomis yang sangat besar, terutama potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar perbatasan. Sebagian besar dari potensi sumberdaya alam tersebut belum dikelola dan sebagian lagi merupakan kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai sebagai paru-paru dunia (world heritage) yang perlu dijaga dan dilindungi. Beberapa sumberdaya alam tersebut saat ini berstatus taman nasional dan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya, seperti: Cagar Alam Gunung Nyiut, Taman Nasional Bentuang Kerimun, dan Suaka Margasatwa Danau Sentarum yang sangat indah di Kalimantan Barat. Selain itu terdapat pula Taman Nasional Kayan Mentarang di Kalimantan Timur dan Taman Nasional Wasur di Merauke, Papua. Potensi lainnya adalah kawasan perairan di Sangihe Talaud dan di Riau Kepulauan yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan sering menjadi daerah tangkap tidak sah bagi nelayan Philipina dan Thailand.

Namun demikian, hingga saat ini kondisi perekonomian sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan tersebut masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain. Di beberapa kawasan terjadi kesenjangan pembangunan kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Kondisi ini pada umumnya disebabkan oleh masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti sarana dan prasarana perhubungan, telekomunikasi, permukiman, perdagangan, listrik, air bersih, pendidikan, dan kesehatan. Keterbatasan sarana dan prasarana sosial ekonomi di kawasan perbatasan tersebut menyebabkan minimnya kegiatan investasi, rendahnya optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan, sulit berkembangnya pusat pertumbuhan, keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup, serta rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

Pengembangan perekonomian kawasan perbatasan perlu dilakukan secara seimbang dengan pengelolaan aspek keamanan yang juga sering muncul sebagai isu krusial di kawasan ini. Kegiatan eksploitasi SDA secara ilegal oleh pihak asing, seperti illegal logging dan illegal fishing, masih marak terjadi dan menyebabkan degradasi lingkungan hidup. Adanya kesamaan budaya dan adat antara masyarakat di kedua negara serta faktror kesenjangan ekonomi menyebabkan munculnya mobilitas penduduk lintas batas yang memerlukan penanganan khusus. Lemahnya sistem pengawasan di kawasan perbatasan menyebabkan adanya potensi kerawanan kawasan ini terhadap transnasional crime. Permasalahan lain yang tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan kawasan perbatasan adalah belum disepakatinya penetapan wilayah negara di beberapa segmen batas darat dan laut melalui kesepakatan dengan negara tetangga. Kerusakan atau pergeseran sebagian patok-patok batas darat sering menyebabkan demarkasi batas di lapangan menjadi kabur. Perlu diperhatikan pula eksistensi pulau-pulau terluar yang menjadi lokasi penempatan Titik Dasar/Titik Referensi sebagai acuan dalam menarik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

2.6.2. Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan

Untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan beranda depan yang berinteraksi positif dengan negara tetangga, diperlukan upaya dan komitmen dari seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, legislatif, dunia usaha, masyarakat adat dan sebagainya. Dari pemerintah diperlukan adanya kebijakan nasional dan strategi pengembangan serta investasi sarana dan prasarana fisik dasar seperti jalan, pelabuhan, air bersih, listrik dan sebagainya. Pihak legislatif perlu mendukung setiap kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan, sedangkan dari dunia usaha diperlukan dukungan investasi bagi pengembangan pertumbuhan ekonomi seperti kawasan-kawasan perdagangan, berikat, industri, pariwisata, dan kawasan lainnya. Bagi masyarakat di sekitar perbatasan seperti masyarakat adat, perlu diikutsertakan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan karena mereka merasa memiliki hak-hak ulayat yang telah ada sejak sebelum Republik berdiri. Namun pengorbanan masyarakat adat ini perlu disertai dengan reward kepada mereka yang diatur secara adil dan transparan.

Strategi pengembangan kawasan perbatasan secara umum meliputi:

1) Menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang ke negara tetangga.

2) Membangun kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity), keamanan (security), dan lingkungan (environment) secara serasi.

3) Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kecamatan-kecamatan yang langsung berbatasan secara selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kebutuhan.

4) Meningkatkan perlindungan sumberdaya alam hutan tropis (tropical forest) dan kawasan konservasi, serta mengembangkan kawasan budidaya secara produktif bagi kesejahteraan masyarakat lokal.

5) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) melalui pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, perhubungan dan informasi.

6) Meningkatkan kerjasama pembangunan di bidang sosial, budaya, keamanan dan ekonomi dengan negara tetangga.

Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan secara khusus harus disesuaikan dengan kondisi potensi dan masalah di masing-masing kawasan perbatasan. Beberapa model pengembangan kawasan perbatasan darat yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi kawasan perbatasan yang ada antara lain sebagai pusat pertumbuhan, transito, stasiun riset dan pariwisata alam, serta agropolitan. Di dalam masing-masing model tersebut dapat dibangun beberapa komponen pembentuk kawasan perbatasan, seperti PLB, pelabuhan darat (dry port), kawasan wisata alam/lingkungan dan budaya, akuakultur, kawasan berikat (bounded zone), kawasan industri, dan welcome plaza. Pengembangan ekonomi kawasan perbatasan perlu mempertimbangkan beberapa aspek antara lain pasar di negara tetangga, potensi komoditas daerah, peluang bagi investasi swasta, serta jaminan keamanan, baik di internal maupun yang berhubungan dengan negara tetangga. Sedangkan konsep pengembangan kawasan perbatasan laut perlu lebih ditekankan pada upaya pengembangan pulau-pulau terluar yang tersebar dari mulai Selat Malaka, kepulauan Sangihe Talaud sampai di bagian selatan yaitu Pulau Wetar beserta kawasan di sekitarnya. Pulau-pulau terluar yang merupakan halaman depan negara di wilayah laut, harus dikembangkan segera sesuai fungsi dan potensi pulau. Masalah yang sering ditemui di sebagian besar pulau kecil terluar antara lain adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana dasar dan ekonomi, tidak terjaga oleh aparat keamanan, penduduknya lebih banyak berorientasi ke negara tetangga karena letak pulau yang lebih dekat ke negara tetangga, sangat minimnya akses informasi terhadap negara sendiri, dan sebagainya.

2.6.3. Kebijakan Dan Program Pembangunan kawasan perbatasan merupakan salah satu komitmen dan kebijakan pembangunan yang telah digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2004-2025. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2004-2025, salah satu arah kebijakan pembangunan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia dilakukan melalui pengembangan kawasan perbatasan termasuk pulaupulau kecil terluar yang selama ini luput dari perhatian. Pengembangan kawasan perbatasan dimaksudkan untuk pengurangan ketimpangan antar wilayah. Salah satu sasaran pengurangan ketimpangan antar wilayah adalah terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis. Untuk mencapai sasaran ini, kebijakan pembangunan diarahkan pada upaya untuk pengembangan kawasan perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking. Orientasi outward looking dimaknai kedalam upaya-upaya untuk memanfaatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Adapun pendekatan pembangunan yang dilakukan selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan, termasuk pendekatan lingkungan. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan yang dilaksanakan untuk mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu:

(1) Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; dan

(2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya, serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Grand Design Kawasan Perbatasan

Hal : II -1

Kecamatan Jagoi Babang